• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENTINGNYA PENGINTEGRASIAN HUKUM NEWTON DALAM PEMBELAJARAN GAYA APUNG DI SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENTINGNYA PENGINTEGRASIAN HUKUM NEWTON DALAM PEMBELAJARAN GAYA APUNG DI SMP"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENTINGNYA PENGINTEGRASIAN HUKUM NEWTON DALAM

PEMBELAJARAN GAYA APUNG DI SMP

Fransiskus Xaverius Berek1), Sutopo2), Munzil3)

1 )

SMPN Satap Nusadani, Solor Barat-Flores Timur-NTT

2)

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

3)

Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang Email: fransberek@gmail.com

Abstrak

Artikel ini merupakan bagian dari penelitian tentang dampak strategi Predict-Observe-Explain (POE) terhadap peningkatan pemahaman siswa SMP pada topik tekanan hidrostatis dan prinsip Archimedes. Meskipun pembelajaran telah berhasil mengantarkan siswa memahami konsep-konsep tekanan hidrostatis dan prinsip Archimedes, sebagian siswa masih mengalami miskonsepsi tentang gaya apung, khususnya pada kasus tenggelam dan terapung. Miskonsepsi tersebut antara lain (1) terhadap benda terapung, sebagian siswa meyakini bahwa besarnya gaya apung tidak sama dengan berat benda, dan (2) ketika benda sudah berada seluruhnya di dalam fluida, gaya apung yang dialaminya bergantung pada kedalaman posisi benda. Kesalahan tersebut disebabkan karena siswa sama sekali tidak menggunakan hukum Newton untuk menganalisis gaya-gaya yang bekerja ketika benda tercelup dalam air. Untuk mengatasi hal ini, diusulkan agar pembelajaran gaya apung mengintegrasikan hukum Newton.

Kata kunci: gaya apung, miskonsepsi, hukum Newton, strategi POE.

Fenomena gaya apung sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, sebelum masuk ke kelas, sebagian besar siswa telah memiliki ide-ide tertentu terkait fenomena itu (Heron, Loverude, Shaffer, & McDermott, 2003; Loverude, Kautz, Heron, 2003; Unal & Costu, 2005; Yin, Tomita, & Shavelson, 2008; Cepni, Sahin, & Ipek, 2010; Wong, Lim, Munirah, & Foong, 2010; Cepni & Sahin, 2012; Radovanovic & Slisko, 2013). Konsep-konsep tersebut diperoleh melalui pengalaman sehari-hari dan observasi yang terbatas (Yin et al, 2008; Wong et al, 2010; Radovanovic & Slisko, 2013). Bisa jadi konsepsi-konsepsi mereka tentang terapung dan tenggelam tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah. Konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah disebut miskonsepsi (NRC, 2001; Docktor & Mestre, 2014). Miskonsepsi telah terbukti resisten dan sukar untuk dihilangkan.

Yin et al (2008) berhasil mengidentifikasi sepuluh miskonsepsi terkait gaya apung yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran, yaitu: (1) Benda besar/ berat tenggelam, benda kecil/ ringan terapung, (2) Benda berongga terapung, benda dengan udara di dalamnya terapung, (3) Benda berlubang tenggelam, (4) Benda datar terapung, (5) Benda dengan tepian tajam membuatnya tenggelam, (6) Benda vertikal tenggelam, benda horisontal terapung, (7) Benda keras tenggelam, benda lembut terapung, (8) Pengisi yang terapung membantu benda berat terapung, (9) Volume air besar membuat benda terapung, (10) Cairan yang lengket membuat benda terapung. Setelah mengidentifikasi 10 miskonsepsi siswa, Yin et al (2008) menganjurkan strategi POE untuk meremediasinya. Melalui strategi ini, siswa diminta untuk: (a) memprediksi apa yang akan terjadi jika suatu tindakan dilakukan (misalnya, selama demonstrasi), (b) mengamati apa yang sebenarnya terjadi, dan (c) merumuskan penjelasan terhadap apa yang diamati.

(2)

Strategi pembelajaran berbasis POE efektif dalam meremediasi miskonsepsi siswa dalam berbagai topik (Costu, 2008; Costu, Ayas, & Niaz, 2012; Kala, Yaman, & Ayaz; 2012, Radovanovic & Slisko, 2013; Kibirige, Osodo, & Tlala, 2014). Costu (2008) dan Costu et al (2012) berhasil memperbaiki miskonsepsi siswa tentang kondensasi. Kala et al (2012) berhasil memperbaiki miskonsepsi siswa SMA tentang pH dan pOH. Radovanovic & Slisko (2013) memperbaiki miskonsepsi siswa tentang gaya apung di SMP. Kibirige et al (2014) berhasil memperbaiki miskonsepsi siswa tentang proses melarutnya garam dalam air.

Inti pembelajaran dengan strategi POE adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk secara aktif mengamati, mengajukan pertanyaan, membuat penjelasan sementara (hipotesis) atas pertanyaan yang telah dirumuskan, membuat prediksi berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan, menguji ketepatan prediksi, dan memperbaiki hipotesisnya merupakan strategi yang sesuai dengan hakekat sains sebagai proses (NRC, 2012). Sebagaimana telah disebutkan, strategi POE efektif untuk meremediasi miskonsepsi. Strategi tersebut diyakini juga dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa (Etkina & Planinsic, 2015).

Pembelajaran telah berhasil meremediasi beberapa miskosepsi siswa terkait gaya apung, antara lain: (1) benda terapung karena ada udara dalam benda, (2) benda yang bersifat tenggelam tidak mendapatkan gaya apung, (3) air dengan volume besar memberikan gaya apung yang lebih besar daripada air dengan volume kecil. Namun pembelajaran tersebut ternyata belum mampu membantu siswa menyelesaikan beberapa masalah terkait benda terapung dan tenggelam. Hal ini terbukti dari hasil pretes dan postes dimana banyak siswa yang beranggapan bahwa, (1) benda terapung karena gaya apung tidak sama dengan berat benda, (2) ketika sudah berada dalam fluida, gaya apung yang dialami benda bergantung pada kedalamannya. Artikel ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan pembelajaran yang telah berlangsung, khususnya terkait gaya apung, kesulitan yang masih dialami siswa dalam menganalisis gaya yang bekerja pada benda yang berada dalam fluida, serta alternatif pembelajaran untuk mengatasinya.

METODE

Melalui penelitian ini telah diimplementasikan pembelajaran dengan strategi POE pada topik tekanan hidrostatis dan prinsip Archimedes. Subjek penelitian terdiri dari 31 siswa kelas VIIIA SMP Mater Inviolata Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, tahun pelajaran 2015/ 2016. Pembelajaran yang lazim dilakukan menggunakan metode ceramah dan diskusi kelompok. Metode POE atau yang serupa POE belum pernah dilakukan. Dalam konteks penelitian ini, yang bertindak sebagi guru adalah peneliti sendiri. Seluruh siswa tinggal di pesisir pantai, meskipun pekerjaan orang tuanya bukan sebagai nelayan. Sebagian besar orang tua siswa bekerja di kantor-kantor pemerintah dan sebagai wiraswasta.

Desain penelitian adalah mixed method-embedded experimental design yang diadaptasi dari Creswell & Clark (2007). Data kuantitatif berupa skor jawaban siswa pada pretes dan postes (berupa soal pilihan ganda), sedangkan data kualitatif berupa fenomena-fenomena belajar yang muncul selama proses pembelajaran dan alasan jawaban siswa saat pretes dan postes. Pretes dilakukan satu minggu sebelum pembelajaran dan postes dilakukan satu minggu sesudah pembelajaran.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Pembelajaran Gaya Apung

Secara umum, proses pembelajaran gaya apung dirangkum seperti pada Gambar 1. Pertama, guru menyajikan fenomena terdorongnya balon ketika dicelupkan ke dalam air. Kedua, siswa diminta mendeskripsikan fenomena. Ketiga, berdasarkan deskrispsi siswa, mereka diminta merumuskan masalah. Salah satu rumusan masalah yang dibuat siswa adalah mengapa balon terdorong ke atas. Keempat, siswa diminta merumuskan penjelasan sementara (hipotesis) terkait rumusan masalah yang diangkat. Sebagian siswa mengusulkan penjelasan: “balon terdorong ke atas karena ada udara dalam balon”. Sebagian lainnya mengusulkan “balon terdorong ke atas karena mendapat tekanan dari air”. Kelima, guru membimbing siswa membuat prediksi dan menguji hasil prediksinya dengan bantuan demonstrasi guru. Misalnya, terhadap hipotesis “balon terdorong ke atas karena ada udara dalam balon”, guru meminta siswa membuat prediksi apa yang terjadi jika balon kosong dimasukkan ke dalam air. Untuk membantu menguji prediksi mereka, guru mencelupkan balon kosong ke dalam air. Ternyata balon kosong terapung. Keenam, berdasarkan fakta tersebut, siswa memperbaiki penjelasan awalnya bahwa balon terdorong ke atas bukan karena ada udara di dalam balon.

Ketujuh, terhadap hipotesis “balon terdorong ke atas karena ada tekanan air”, guru melakukan diskusi interaktif dengan siswa tentang hakekat tekanan sebagai gaya per satuan luas. Setelah diskusi interaktif, semua siswa sepakat bahwa balon terdorong ke atas karena pengaruh gaya apung. Kedelapan, untuk mengecek pemahaman siswa, guru menghadirkan fenomena benda menjadi lebih ringan di dalam air. Kesembilan, siswa diminta memberikan penjelasan terkait alasan mengapa benda menjadi ringan di dalam air. Ternyata, semua siswa memberikan penjelasan bahwa benda menjadi ringan di dalam air karena ada pengaruh gaya apung. Kesepuluh, untuk membuktikan adanya gaya apung di dalam air, guru membimbing siswa melakukan eksperimen mengukur gaya apung dalam air. Eksperimen diawali dengan mengukur berat benda di udara, berat benda di dalam air dan menghitung selisih berat benda di udara dan di dalam air. Setelah eksperimen, siswa mampu menemukan persamaan Fa = wudara - wair.

Catatan: alur proses belajar mengajar tidak diikuti secara kaku karena bergantung pada situasi dan kondisi selama pembelajaran.

Gambar 1. Alur Proses Belajar Mengajar dengan Strategi POE Guru menunjukkan fenomena Siswa mendeskripsikan fenomena Merumuska n Masalah Membuat Prediksi Demonstrasi verifikasi Penemuan Konsep Membuat Prediksi Guru menunjukkan fenomena baru Penguatan Konsep Merangkum ide-ide siswa selama pembelajaran

(4)

Kesebelas, untuk menguji pemahaman siswa, guru meminta mereka menjawab pertanyaan, “apakah semua benda mendapat gaya apung ketika dicelupakan ke dalam air?”. Sebagian siswa menjawab, tidak semua benda mendapat gaya apung, sebab ada benda yang tengelam. Keduabelas, terhadap jawaban siswa, guru meminta mereka mengujinya dengan melakukan eksperimen mengukur gaya apung yang dialami oleh benda yang bersifat tenggelam. Setelah eksperimen, semua siswa sepakat, benda yang bersifat tenggelam (juga) mendapat gaya apung. Ketigabelas, agar pemahaman siswa semakin kokoh, guru meminta siswa menjawab pertanyaan, “apakah air dengan volume besar memberikan gaya apung yang lebih besar daripada air dengan volume kecil?”. Semua siswa menjawab, air dengan volume besar memberikan gaya apung yang lebih besar daripada air dengan volume kecil. Keempatbelas, terhadap jawaban siswa, guru meminta mereka mengujinya dengan melakukan eksperimen mengukur gaya apung yang diberikan oleh air dengan volume besar dan air dengan volume kecil. Setelah eksperimen, semua siswa sepakat, gaya apung yang dialami benda dalam air bervolume besar sama dengan gaya apung yang dialami oleh benda dalam air bervolume kecil.

Kelimabelas, guru merangkum ide-ide selama pembelajaran. Salah satunya adalah semua benda mendapat gaya apung ketika tercelup di dalam air.

Beberapa hal yang perlu dikemukakan berdasarkan pembelajaran gaya apung.

Pertama, siswa memiliki beragam konsep tentang alasan balon terdorong ke atas. Ada yang berpikir balon terdorong ke atas karena ada udara dalam balon, dan ada pula yang berpikir karena ada tekanan dari air. Kedua, miskonsepsi balon terdorong ke atas karena ada udara dalam balon, berhasil dihilangkan dengan demonstrasi mengapungkan balon kosong. Sedangkan, alasan benda terapung karena mendapat tekanan dari air, dapat didukung hingga menemukan konsep gaya apung sebagai variabel fisis yang memengaruhi balon terdorong ke atas. Ketiga, Pemahaman siswa yang sudah mantap membantu siswa menyebut gaya apung sebagai faktor yang membuat benda menjadi lebih ringan di dalam air. Keempat, dengan eksperimen yang dibimbing guru, siswa mampu menemukan persamaan Fa = wudara - wair. Kelima, ada siswa yang berpikir,

benda dengan sifat tenggelam tidak mendapatkan gaya apung. Temuan ini sama dengan hasil penelitian Cepni & Sahin (2012). Miskonsepsi ini dihilangkan dengan eksperimen mengukur gaya apung yang dialami oleh benda yang bersifat tenggelam. Keenam, ada siswa yang berpikir, air dengan volume besar memberikan gaya apung yang lebih besar daripada air dengan volume kecil. Temuan ini sama dengan hasil penelitian Unal & Costu (2005) dan Yin et al (2008). Miskonsepsi ini dihilangkan dengan eksperimen mengukur gaya apung dalam air bervolume besar dan bervolume kecil.

Kesulitan Siswa Menganalis Gaya Apung

Sebagaimana telah disebutkan, siswa mengalami kesulitan ketika menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan gaya apung. Berikut disajikan soal yang digunakan untuk menggali pemahaman siswa siswa.

1. Perhatikan gambar berikut!

(5)

Sebuah benda terapung diikat pada dasar bejana dengan menggunakan seutas benang tipis (keadaan 1). Kemudian benang diputus dan beberapa saat kemudian benda mengapung (keadaan 2). Persamaan yang benar untuk menggambarkan gaya apung yang dialami oleh benda setelah benang diputus adalah….

Keadaan 1 Keadaan 2 A Fa > W Fa > W B Fa > W Fa < W C Fa> W Fa = W D Fa = W Fa > W

Pertanyaan nomor 1 bertujuan untuk mengakses pemahaman siswa tentang gaya apung yang dialami oleh benda yang diikat dengan seutas benang tipis pada dasar bejana. Pada soal ini, siswa diminta untuk menjelaskan gaya apung yang dialami oleh benda sebelum dan setelah benang pengikatnya diputus.

Pergeseran jawaban siswa dari pretes ke postes disajikan dengan diagaram pie (Gambar 2). Pilihan jawaban benar pada soal nomor 1 yaitu C. Berdasarkan diagram, siswa yang memilih jawaban C pada saat postes meningkat dari 6% ke 35% yang mengindikasikan bahwa siswa memiliki pemahaman yang benar setelah pembelajaran. Hasil analisis jawaban mereka menunjukkan bahwa, pada saat pretes maupun postes, siswa tidak memberikan alasan yang cukup untuk mendukung pilihan C. Alasan yang diberikan hanyalah mendeskripsikan kembali pertanyaan atau pilihan C (misalnya, gaya apung lebih besar daripada berat benda dan gaya apung sama dengan berat benda). Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi ilmiah yang siswa peroleh selama pembelajaran tidak cukup untuk membantu mereka menjelaskan masalah ini.

Gambar 2. Diagram Pie Sebaran Jawaban Siswa

Proporsi siswa yang memilih jawaban B pada saat postes menurun dari 58% ke 39%. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan pemahaman siswa setelah pembelajaran. Hasil analisis jawaban mereka menunjukkan bahwa, pada saat pretes maupun postes, sebagian besar siswa tidak memberikan alasan yang cukup untuk mendukung pilihan B. Alasan yang diberikan hanyalah mendeskripsikan kembali pertanyaan atau pilihan B (misalnya, gaya apung lebih besar daripada berat benda dan gaya apung lebih kecil daripada berat benda). Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi ilmiah yang siswa peroleh selama pembelajaran tidak cukup untuk membantu mereka menjelaskan masalah ini.

Proporsi siswa yang memilih jawaban D pada saat postes menurun dari 29% ke 23%. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan pemahaman siswa setelah pembelajaran. Hasil analisis jawaban mereka menunjukkan bahwa, pada saat pretes maupun postes, siswa tidak memberikan alasan yang cukup untuk mendukung pilihan D. Alasan yang diberikan hanyalah mendeskripsikan kembali pertanyaan atau pilihan D (misalnya, gaya apung sama dengann berat benda dan gaya apung lebih besar daripada

A 7% B 58% C* 6% D 29% A 3% B 39% C* 35% D 23% pretes postes

(6)

berat benda). Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi ilmiah yang siswa peroleh selama pembelajaran tidak cukup untuk membantu mereka menjelaskan masalah ini.

2. Sebuah batu dilepas dari permukaan danau kemudian meluncur hingga ke dasar danau dalam. Selama meluncur di dalam danau tersebut, besarnya gaya apung yang dialami batu ketika posisinya semakin dalam adalah ….

a. Tetap b. Bertambah. c. Berkurang.

d. Berkurang, bertambah, kemudian tetap.

Pertanyaan nomor 2 bertujuan untuk menggali pemahaman siswa tentang pengaruh gaya apung terhadap benda yang dilepas ke dalam danau. Pada soal ini, siswa diminta untuk menjelaskan perubahan besar gaya apung yang dialami oleh batu yang dilepas ke dalam danau yang dalam.

Pergeseran jawaban siswa dari pretes ke postes disajikan dengan diagram pie (Gambar 3). Pilihan jawaban benar pada soal nomor 2 yaitu A. Berdasarkan diagram, proporsi siswa yang memilih A pada postes meningkat dari 0% ke 7% yang mengindikasikan bahwa siswa mengalami perubahan konsep setelah pembelajaran. Hasil analisis jawaban mereka menunjukkan bahwa, semua siswa hanya memberikan klaim, tanpa didukung oleh alasan.

Gambar 3. Diagram Pie Sebaran Jawaban Siswa

Proporsi siswa yang memilih B pada saat postes meningkat dari 7% menjadi 19% yang mengindikasikan bahwa siswa mengalami perubahan konsep setelah pembelajaran. Hasil analisis jawaban mereka menunjukkan bahwa, pada saat pretes maupun postes, sebagian besar siswa tidak memberikan alasan yang cukup untuk mendukung pilihan B. Alasan yang diberikan hanyalah mendeskripsikan kembali pertanyaan atau pilih B (misalnya, gaya apung yang dialami benda bertambah ketika benda tenggelam semakin dalam).

Proporsi siswa yang memilih C pada saat postes menurun dari 87% ke 71% yang mengindikasikan bahwa siswa mengalami perubahan konsep setelah pembelajaran. Hasil analisis jawaban mereka menunjukkan bahwa, pada saat pretes maupun postes, sebagian besar siswa tidak memberikan alasan yang cukup untuk mendukung pilihan C. Alasan yang diberikan hanyalah mendeskripsikan kembali pertanyaan atau pilih C (misalnya, gaya apung yang dialami benda berkurang ketika benda tenggelam semakin dalam).

Hasil analisis jawaban siswa pada nomor 1 dan nomor 2 dapat dirangkum sebagai berikut. (1) Sebagian siswa mengalami perubahan konseptual setelah pembelajaran, ditandai dengan perubahan persentasi pilihan jawaban siswa. (2) Sebagian siswa meyakini bahwa, besarnya gaya apung tidak sama dengan berat benda (miskonsepsi pada soal nomor 1). (3) Sebagian besar siswa percaya bahwa, ketika benda

A* 7% B 19% C 71% D 3% Pretes Postes

(7)

pada kedalaman posisi benda (miskonsepsi pada soal nomor 2). (3) Siswa tidak menggunakan hukum Newton tentang gerak untuk menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada benda terapung dan tenggelam. Temuan ini sama dengan hasil penelitian, Loverude et al (2003), Heron et al (2003) dan Yin et al (2008).

Alternatif Pemecahan

Kenyataan menunjukkan bahwa tidak ada siswa yang menggunakan hukum Newton tentang gerak dalam menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada benda terapung dan tenggelam. Pembelajaran yang telah diterapkan sengaja tidak menyinggung hukum-hukum Newton tentang gerak. Hal Ini dilakukan dengan maksud untuk melihat sejauh mana siswa mampu mengaitkan konsep-konsep atau hukum-hukum yang telah diperoleh sebelumnya dengan konsep yang baru.

Sebelum pembelajaran topik Archimedes ini siswa telah mempelajari hukum-hukum Newton tentang gerak. Siswa sudah mempelajari bahwa setiap ada gaya (aksi) selalu ada reaksi (Hukum III); setiap benda yang menekan benda lain, akan mendapat gaya tekan balik (gaya normal) dari benda yang ditekan. Siswa juga sudah belajar hukum II Newton di mana jika jika suatu benda dalam keadaan diam, yaitu percepatannya nol, maka resultan gaya yang bekerja padanya haruslah nol; Jika ̅ = 0, maka ƩF = 0. Melalui pembelajaran prinsip Archimedes ini, siswa telah memahami bahwa setiap benda yang berada di dalam fluida akan mendapatkan gaya ke atas (gaya apung) yang dihasilkan oleh fluida tersebut.

Alternatif pembelajaran yang diusulkan adalah dengan meminta siswa mengidentifikasi semua gaya yang bekerja pada benda yang berada di dalam fluida, kemudian mengamati percepatan gerak benda, dan akhirnya menggunakan hukum II Newton untuk menentukan besarnya gaya apung dan/ atau membandingkan besarnya gaya apung dengan gaya lainnya, misalnya berat benda. Empat peristiwa yang disajikan pada Gambar 4 berikut dapat digunakan sebagai bahan diskusinya.

Situasi Penjelasan

Benda Terapung

Gaya-gaya yang bekerja pada pada benda terapung adalah gaya apung (Fa) dan gaya berat (wbenda).

 Dalam keadaan diam, ̅ ƩF = 0 (hukum II Newton). ƩF = 0

Fa – Wbenda = 0 Fa = Wbenda Benda Melayang

Gaya-gaya yang bekerja pada pada benda melayang adalah gaya apung (Fa) dan gaya berat (wbenda).

 Dalam keadaan diam, ̅ ƩF = 0 (hukum II Newton). ƩF = 0

Fa – wbenda = 0 Fa = wbenda

 Dalam keadaan dipercepat ke bawah, ̅ ke bawah, Fa < w.

 Dalam keadaan dipercepat ke atas, ̅ ke atas, Fa > w

Fa

w

Fa

(8)

Benda Tenggelam

Gaya-gaya yang bekerja pada saat benda tenggelam adalah gaya apung (Fa), gaya normal (N) dan gaya berat (wbenda).

 Dalam keadaan diam, ̅ ƩF = 0 (hukum II Newton). ƩF = 0

Fa + N – wbenda = 0

Fa + N = wbenda, karena N ≠ 0 maka Fa < wbenda

Benda Tergantung

Gaya-gaya yang bekerja pada saat benda tergantung adalah gaya apung (Fa), gaya teganagn tali (T) dan gaya berat (wbenda).

 Dalam keadaan diam, ̅ ƩF = 0 (hukum II Newton). ƩF = 0

Fa + T – wbenda = 0

Fa + T = wbenda, karena T ≠ 0 maka Fa < wbenda

Gambar 4. Gaya-gaya yang Bekerja pada Benda dalam Beberapa Situasi PENUTUP

Implementasi strategi POE dapat mengungkap miskonsepsi siswa tentang gaya apung. Beberapa miskonsepsi siswa berhasil dihilangkan selama pembelajaran (mis: benda terapung karena ada udara dalam benda direduksi dengan demonstrasi mengapungkan benda yang tidak ada udara di dalamnya). Meskipun ada keberhasilan, miskonsepsi yang lain muncul setelah pembelajaran. Antara lain: (1) Benda terapung karena gaya apung tidak sama dengan berat benda. (2) Ketika benda sudah berada seluruhnya di dalam fluida, gaya apung yang dialaminya bergantung pada kedalaman posisi benda. Kesalahpahaman ini disebabkan karena siswa tidak menggunakan hukum Newton tentang gerak untuk menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada benda ketika tercelup di dalam air. Oleh karena itu, pembelajaran tentang gaya apung perlu mengintegrasikan hukum Newton di dalamnya.

DAFTAR RUJUKAN

Cepni, S., Sahin, C. & Ipek, H. 2010. Teaching Floating and Sinking Concepts with Different Methods and Based on the 5E Instructional Model. Asia Pacific Forum on Science Learning and Teaching, 11(2): 1-39.

Cepni, S & Sahin, C. 2012. Effect of Different Teaching Methods and Techniques Embedded in The 5E Instructional Model on Students‟ Learning about Buoyancy Force. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education, 4(2): 97-127.

Costu, B. 2008. Learning Science Through the PDEODE Teaching Strategy: Helping Students Make Sense of Everyday Situations. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 4(1): 3-9.

Costu, B., Ayas, A. & Niaz, M. 2012. Investigating the Effectiveness of A POE-Based Teaching Activity on Students‟ Understanding of Condensation. Instructional Sciece, 40(1): 47-67. Fa w N Fa T w

(9)

Creswell, J.W., Clark, V.L.P. 2007. Designing and Conducting Mixed Methods Research. London: Sage Publications.

Docktor, J. L. & Mestre, J. P. 2014. Synthesis of Discipline-Based Education Research in Physics. American Journal of Physics, 10 (2). 020119.

Etkina, E. & Planinsic, G. 2015. Defining and Developing “Critical Thinking” Through Devising and Testing Multiple Explanations of the Same Phenomenon.

Physics Teacher, 53(7): 432-437.

Heron, P. R., Loverude, M. E., Shaffer, P. S. & McDermott. L. C. 2003. Helping Students Develop an Understanding of Archimedes‟ Principle. II. Development of Research-Based Instructional Materials. American Journal of Physics, 71(11): 1188-1195.

Kala, N., Yaman, F. & Ayaz, A. 2012. The Effectiveness of Predict–Observe–Explain Technique in Probing Students‟ Understanding About Acid–Base Chemistry: A Case for the Concepts of pH, pOH, and Strength.

International Journal of Science and Mathematics Education, 11(3): 555-574 Kibirige, I., Osodo, J. & Tlala, K. M. 2014. The Effect of Predict-Observe-Explain

Strategy on Learners‟ Misconceptions about Dissolved Salts. Mediterranean Journal of Social Sciences, 5(4): 300-310.

Loverude, M. E., Kautz, C. H & Heron, P. R. 2003. Helping Students Develop an Understanding of Archimedes Principle. I. Research on Student Undestanding. American Journal of Physics, 71(11): 1178-1187.

National Research Council (NRC). 2001. Knowing What Students Know. Washington, DC: National Academies Press.

National Research Council (NRC). 2012. A Framework for K-12 Sciece Education: Practices, Crosscutting Concepts, and Core Ideas. Washington, DC: National Academies Press.

Radovanovic, J. & Slisko, J. 2013. Applying A Predict-Observe-Explain Sequence in Teaching of Bouyant Force. Physics Education, 48 (1): 28-34.

Unal, S. & Costu, B. 2005. Problematic Issue for Students: Does it Sink or Float?. Asia Pasific Forum on Science Learning and Teaching, 6(1): 1-16.

Wong, D., Lim, C. C., Munirah, S. K, & Foong S. K. 2010. Student and Teacher Understanding of Buoyancy. Physics Education Research Conference. (Online). (http://www.compadre.org/per/perc/2010/detail.cfm), diakses 31 Oktober 2015.

Yin, Y., Tomita, M. K. & Shavelson, R. J. (2008). Diagnosing and Dealing with Student Misconceptions: Floating and Sinking. Science Scope, 31(8): 34-39.

Gambar

Gambar 1. Alur Proses Belajar Mengajar dengan Strategi POE Guru menunjukkan fenomena Siswa mendeskripsikan fenomena Merumuskan Masalah Membuat Prediksi Demonstrasi verifikasi Penemuan Konsep Membuat Prediksi Guru menunjukkan fenomena baru  Penguatan Konsep
Gambar 4. Gaya-gaya yang Bekerja pada Benda dalam Beberapa Situasi

Referensi

Dokumen terkait

The Effect Of Project Based Learning And Students ’ Perceived Learning Discipline Toward The Writing Competency Of The Eleventh Grade Students Of Sman 5 Mataram... In

Simpulan penelitian ini adalah penggunaan media pop up book dapat meningkatkan hasil keterampilan membaca aksara Jawa pada siswa kelas IV salah satu SD negeri di Boyolali..

Selain itu, data ekspor dan impor China yang tumbuh lebih lambat pada Juli 2017 juga memberikan sentimen negatif bagi bursa global.. Pada pekan ini, dua topik penting

Dengan demikian analisis spasial dalam manajemen penyakit berbasis wilayah dapat dirumuskan sebagai uraian dan analisis kejadian penyakit serta menghubungkannya dengan

Beberapa contoh persoalan seperti pencarian angka atau kata yang disembunyikan, pencarian nilai fungsi yang mendekati nilai tertentu f(x)=c , pencarian pola biner. dengan

In type D testing, where there are additional rules to erase suffix and prefix, the result shows that rules to erase prefix and suffix influence word class determining

Based on the research of teaching Tenses by using Authentic Material at SMP Muhammadiyah 1 Way Sulan Lampung Selatan, the writer found that the average score of students’ t

TM 42 Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas ditentukan oleh baik tidaknya hubungan akuntan terhadap sesama profesi..