• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORITIK. merugikan,baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Menurut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORITIK. merugikan,baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Menurut"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1 Perilaku Merokok

2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok

Menurut Kendal & Hammen, 1998 (dalam komalasari; 2000) perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan,baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Menurut Istiqomah (2003), perilaku merokok adalah aktivitas membakar tembakau kemudian dihisap, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang di kandung rokok seperti nikotin, CO (Karbonmonoksida) dan tar yang dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat.

Asap rokok mengandung sekitar 60% adalah gas dan uap yang terdiri dari 20 jenis gas, diantaranya gas monoksida yang merupakan gas yang sangat berbahaya karena persentasenya yang tinggi dalam aliran darah seorang perokok aktif mampu menyedot persediaan gas oksigen yang sangat dibutuhkan oleh setiap individu untuk bisa bernafas. Selain itu asap rokok mengandung jutaan zat kimiawi yang sangat beragam, yang dihasilkan dari perubahan kertas sigaret yang awalnya berwarna putih pucat menjadi warna kuning. Menurut Safarino (dalam Komalasari; 2000), akibat yang ditimbulkan oleh perokok pasif lebih berbahaya

(2)

daripada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah.

Bagi para perokok, meskipun sudah diketahui akibat negatif merokok tetapi jumlah perokok bukan semakin menurun tetapi semakin meningkat dan usia merokok semakin bertambah muda. Remaja mulai merokok dikatakan oleh Erikson (dalam Komalasari; 2000) berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Menurut Adit (2002), Perilaku merokok selain disebabkan oleh faktor dalam diri, juga disebabkan olah faktor lingkungan. Adapun faktor dari individu yaitu :

1. Faktor Biologis

Banyak menunjukan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperann penting pada ketergantungan merokok.

2. Faktor Psikologis

Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan medern dan bewibawa, sehingga individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari.

3. Faktor Demografis

Faktor yang meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia dewasa semakin banyak akan tetapi pengaruh jenis kelamin zaman sekarang sudah tidak terlalu berperan karena baik pria maupun wanita sekarang sudah merokok.

(3)

Faktor lingkungan yaitu : 1. Faktor lingkungan sosial

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok.

2. Faktor sosial – kultural

Kebiasan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada individu.

3. Faktor sosial politik

Menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah politik yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan berusaha menghancurkan kampanye-kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok. Merokok menjadi masalah yang bertambah besar di negara-negara berkembang seperti indonesia.

Dari faktor individu dan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan perilaku merokok remaja dapat diketahui bahwa pada dasarnya perilaku merokok adalah perilaku yang sebenarnya dapat dipelajari, selain itu pula ada pihak-pihak tertentu yang secara kuat berpengaruh besar pada proses sosialisasi perilaku merokok remaja.

2.1.3 Aspek-Aspek Perilaku Merokok

Menurut Martin dan Pear (2015), terdapat tiga aspek perilaku merokok yang dapat diukur yaitu:

1. Durasi

Durasi merupakan suatu aspek yang mengacu pada seberapa lama waktu yang digunakan untuk melakukan suatu perilaku. Dimensi ini dapat digunakan untuk mengetahui lamanya seseorang untuk menghabiskan satu batang rokok.

2. Frekuensi

Frekuensi merupakan suatu aspek untuk menghitung seberapa sering individu melakukan perilaku dalam suatu waktu. Aspek ini dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana perilaku merokok pada seseorang sering terjadi. Pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah aktivitas merokok setiap hari.

(4)

3. Intensitas

Intensitas merupakan suatu aspek yang digunakan untuk menghitung seberapa banyak daya yang dikeluarkan individu untuk melakukan perilaku. Dimensi ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa banyak seseorang menghisap rokok setiap harinya.

Ketiga indikator tersebut cenderung memiliki kemiripan dalam pengukurannya namun dalam aktivitas psikologi yang menyertainya ketiga indikator tersebut cenderung berbeda apabila dikaitkan dengan variabel lain.

2.2 Self Efficacy

Berikut ini akan diuraikan beberapa landasan teori tentang Self efficacy yang menjadi dasar atau landasan dalam penelitian ini.

2.2.1 Pengertian Self Efficacy

Istilah self-efficacy pertama kali diperkenalkan oleh bandura. Dalam penelitiannya Bandura menyampaikan bahwa prediksi tetang kemungkinan hasil dari tinkah laku dalam sumber penting dai motivasi. “Saya akan berhasil atau gagal”. Prediksi ini dipengaruhi oleh selft-efficacy (Bandura dalam Woolfolk, 2004). Self-efficacy adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bias atau tidak bias mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Self-efficacy ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Perubahan tingkah laku dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (self efficacy).

(5)

Bandura (1997) menyebutkan bahwa self efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa seseorang dapat mengatasi masalahnya. Saat melakukan pengaturan diri dalam perilaku efektif dituntut suatu ketrampilan self efficacy yang tinggi. Seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi akan mempunyai kemampuan bertahan lebih lama dalam menyelesaikan masalah yang sulit dibandingkan dengan seseorang yang memiliki self efficacy yang rendah. Hal ini karena self efficacy merupakan suatu bentuk kemampuan yang dimiliki individu tersebut sehingga self efficacy cenderung merupakan suatu karakter dari individu tersebut.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dinyatakan bahwa self efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan siswa terhadap kemampuan yang dimiliknya dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapi, sehingga mampu mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang diharapkannya.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Self Efficacy Menurut Bandura (1997) ada empat faktor penting yang digunakan individu dalam pembentukan self efficacy yaitu :

a. Master Experience ( pengalaman keberhasilan)

Keberhasilan mahasiswa menguatkan keyakinan akan kemampuannya. Sebaliknya kegagalan menyebabkan seseorang bertindak lebih hati-hati. Jika pengalaman seseorang diperoleh berdasarkan keinginan mencapai keberhasilan dengan mudah, maka mahasiswa cenderung memperoleh hasil dengan cepat dan mudah putus asa saat menghadapi suatu hambatan dan kegagalan.

b. Vicarious Experience (meniru)

Vicarious Experience merupakan pengalaman orang lain yang seolah-olah dialami sendiri. Hal ini menunjukkan pada proses menirukan yang akan membangun harapan

(6)

bahwa mahasiswa dapat memperbaiki prestasi yang dimiliki dengan belajar dari pengamatan.

c. Social Persuasion

Social Persuasion menunjuk pada suatu aktivitas dimana seseorang mendapat dorongan untuk menimbulkan kepercayaan bahwa mahasiswa dapat mengalami kesuksesan dengan tugas-tugas yang spesifik.

d. Psyologicial & Emotional State (Kondisi fisiologis dan emosi)

Keadaan fisik dan emosi berpengaruh pada penilaian Self Efficacy individu. Emosi berpengaruh yang negatif seperti kecemasan untuk menyelesaikan tugas-tugas.

Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan self efficacy seseorang diantaranya pengalaman keberhasilan, meniru, social persuasion, dan fisiologis & emosi. Bandura (dalam Tahalele, 2005) memaparkan mengenai perbedaan ciri-ciri orang yan memepunyai self efficacy tinggi dengan orang yang mempunyai self efficacy rendah, sebagai berikut:

a. Orang yang mempunyai self efficacy yang rendah (yang ragu-ragu akan kemampuannya):

1. Menjauhi tugas-tugas yang sulit,

2. Berhenti dengan cepat bila menemui kesulitan,

3. Memiliki cita-cita yang rendah dan komitmen yang buruk untuk tujuan yang mereka pilih

4. Berfokus pada akibat yang buruk dari kegagalan, 5. Mereka mengurangi usaha karena lambat untuk

memperbaiki keadaan dari kegagalan yang dialami, mudah untuk mengalami stress dan depresi.

b. Orang yang mempunyai self efficacy yang tinggi (yang mempunyai kepercayaan yang kuat akan kemampuannya): 1. Mendekati tugas yang sulit sebagai tantangan untuk

dimenangkan

2. Menyusun tujuan-tujuan yang menentang dan memelihara komitmen untuk tujuan-tujuan tersebut, 3. Mempunyai usaha yang tinggi atau gigih,

4. Mereka berfikir strategis,

5. Berfikir bahwa kegagalan yang dialami karena usaha yang tidak cukup sehingga diperlukan usaha yang tinggi dalam menghadapi kesulitan,

6. Cepat memperbaiki keadaan setelah mengalami kegagalan,

(7)

7. Mengurangi stess.

Kesimpulan dari kutipan di atas dapat di ketahui ciri – ciri yang mempengaruhi Self efficacy tinggi dan self efficacy rendah diantaranya ,menjauhi tugas-tugas yang sulit, Berhenti dengan cepat bila menemui kesulitan, memiliki cita-cita yang rendah dan komitmen yang buruk untuk tujuan yang mereka pilih, berfokus pada akibat yang buruk dari kegagalan, mendekati tugas yang sulit sebagai tantangan untuk dimenangkan, menyusun tujuan-tujuan yang menentang dan memelihara komitmen untuk tujuan-tujuan tersebut, Mempunyai usaha yang tinggi atau gigih, mereka berfikir strategi.

2.2.3 Aspek Self Efficacy

Menurut Bandura (1997) self efficacy individu dapat dilihat dari tiga aspek sebagai berikut:

1. Tingkatan (level)

Self-efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya.

2. Keluasan (generality)

Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self-efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas. 3. Kekuatan (strength)

Pada dimensi ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap

(8)

keyakinannya. Self-efficacy menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu. Self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.

Ketiga indikator tersebut berkaitan erat dengan keteguhan hati terhadap keyakinan siswa bahwa ia akan berhasil dalam menghadapi suatu permasalahan sebagai seorang pelajar.

2.3 Hubungan Self Efficacy dengan Perilaku Merokok Siswa

Hubungan antara self efficacy dengan perilaku merokok ketika seorang siswa memiliki self efficacy tinggi mereka terhadap diri sendiri maka mereka tidak akan terpengaruh dengan perilaku menyimpang yang ada dilingkunganya seperti perilaku merokok, karna apabila siswa tidak memiliki kepercayaan terhadap dirinya sendiri atau self efficacy yang rendah maka sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dilakukan siswa yaitu perilaku merokok. Maka dengan itu perilaku merokok yang terjadi bisa dikatakan tergolong tinggi karna self efficacy dalam diri mereka sangatlah rendah. Dan apabila perilaku merokok mereka dikatakan rendah itu karna mereka memiliki tingkat self efficacy yang tinggi. Hal itu yang membuat self efficacy dan perilaku merokok berhubungan.

2.4 Riset Isue

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berjudul “Hubungan self efficacy dengan perilaku merokok pada sekolah menengah atas di kota banda Aceh, Program Study Magister Ilmu Keperawatan Universitas Syiah Kuala oleh Wiwin Haryati. Fenomena remaja merokok di usia muda makin hari

(9)

makin meningkat, perilaku merokok yang dilakukan remaja tersebut erat kaitannya dengan self efficacy remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan self efficacy dengan perilaku merokok remaja pada sekolah Menengah Atas di Kota Banda Aceh. Populasi dalam penelitian ini siswa/siswi yang ada di Sekolah Menengah Atas di Kota Banda Aceh, dengan sampel 368 siswa/siswi.

Desain penelitian adalah penelitian analitik observasional, tehnik penarikan sampel menggunakan stratified proportional random sampling. Pengumpulan data dilakukan mulai 16 April sampai dengan 23 April 2015 dengan menggunakan kuisioner. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan yang significant antara self efficacy dengan perilaku merokok remaja P= 0,000; terdapat hubungan yang significant antara performance accomplishment dengan perilaku merokok remaja P= 0,000; terdapat hubungan yang significant antara vicarious experience dengan perilaku merokok remaja P= 0,000; tidak terdapat hubungan antara social persuation dengan perilaku merokok remaja P= 0,064; terdapat hubungan yang significant antara emotional arousal dengan perilaku merokok remaja P= 0,000. Variabel yang sangat erat berhubungan dengan perilaku merokok remaja adalah emotional arousal P= 0,000 Odds Ratio 66,667.

Berdasarkan hasil observasi di SMK Saraswati Salatiga dan juga hasil wawancara kepada guru BK disekolah tersebut penulis berasumsi bahwa disekolah tersebut masih banyak siswa yang memiliki self efficacy yang rendah, yang menyebabkan mereka berperilaku merokok tinggi. Self efficacy yang tidak mereka miliki sangat berpengaruh dengan perilaku yang mereka

(10)

lakukan hal itu juga menjadi salah satu faktor perilaku merokok siswa di SMK Saraswati Salatiga tergolong tinggi.

2.5 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan perilaku merokok pada siswa kelas X SMK Saraswati Kota Salatiga.

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media. Perlu dikaji tujuan pembelajaran apa yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan

Hasil statistik menunjukkan bahwa kebijakan jumlah dividen perusahaan tidak dapat dipengaruhi oleh profitabilitas dan kebijakan hutang dan likuiditas tidak bisa menjadi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat umum tentang kajian yang dibahas, yaitu mengenai Psychological Well- Being pada karyawan yang

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dibuat kesimpulan bahwa Ada hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap Alat Pelindung Diri (APD) dengan

Cari Data Barang Data terupdate Master Data Supplier Tambah Data Supplier Data terupdate Ubah Data Supplier Data terupdate Hapus Data Supplier Data terupdate Cari Data Supplier

Kuesioner atau daftar pertanyaan ini berisi variabel bebas (stres kerja) dan (kontrol diri), variabel terikat (perilaku kerja kontraproduktif) yang menggunakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: pertama, mengetahui konsep awal siswa pada konsep kalor; kedua, mengetahui konsep siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan

Lahan kritis yang ditanami dengan budidaya sengon dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat setempat guna melaksanakan program pemerintah daerah Desa Tanjungsari