• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cytotoxicity Effect of Methanolic Extract of Buni’s Fruits (Antidesma bunius (L) Spreng) against Hela Cells

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cytotoxicity Effect of Methanolic Extract of Buni’s Fruits (Antidesma bunius (L) Spreng) against Hela Cells"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 10 No. 2, Juli 2009 : 181-185 181

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol

Buah Buni (

Antidesma bunius

(L) Spreng) terhadap Sel Hela

Cytotoxicity Effect of Methanolic Extract

of Buni’s Fruits (

Antidesma

bunius

(L) Spreng

) against Hela Cells

Endah Puspitasari & Evi Umayah Ulfa

Fakultas Farmasi Universitas Jember ABSTRACT

Antidesma bunius (L) Spreng., also known as buni, has traditionally been used as hypoglycemic, anemia, siphilis and anticancer materials. Buni contains alkaloid, saponin, flavonoid and tannin. The fruit extract of buni was tested for its biological activity using BST (Brine Shrimp Lethality Test). Result showed toxic effect of methanolic extract of fruit. In the present study, the fruit was extracted with methanol and then used for cytotoxicity test based on direct counting method against HeLa cell line. By probit analysis, it is known that the IC50 of the methanolic crude extract is 3.117 µg/ml. The lack of its IC50 is caused by the cytotoxic compound that

is less extracted and there are many other compounds are extracted by methanol. Keyword : Cytotoxicity, Antidesma bunius (L) Spreng, HeLa cells

PENDAHULUAN

Kanker ialah suatu penyakit sel dengan ciri gangguan atau kegagalan mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi homeostatis lainnya pada organisme multiseluler (Ganiswara et al. 1995). Kanker ditandai oleh perubahan fundamental dalam biologi sel, khususnya nukleus, dan ciri ini ditransmisikan dari sel ke sel melalui generasi-generasi lanjutnya secara tak terbatas. Sel yang demikian memiliki derajat pertumbuhan yang mandiri yang lebih besar daripada yang dimiliki oleh sel asalnya (Pringgoutomo 2007). Menurut Franks L.M dan Teich N.M dalam Maliya (2004) sel kanker timbul dari sel normal tubuh kita sendiri yang mengalami transformasi menjadi ganas, karena adanya mutasi spontan atau induksi karsinogen.

Kejadian dan jenis penyakit kanker erat hubungannya dengan berbagai faktor antara lain adalah jenis kelamin, usia, ras, dan paparan terhadap beberapa zat yang bersifat karsinogenik (Katzung 1992).

Hingga saat ini penyakit kanker masih tercatat sebagai penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskular. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1997, disebutkan bahwa dari 52 juta kematian yang terjadi didunia 12 % diantaranya disebabkan oleh kanker (Wahyuningsih et al. 2003). Sedangkan dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan proporsi penyebab kematian karena kanker meningkat

dari 1,7% pada tahun 1976 menjadi 3,4% pada tahun 1980 dan sekitar 5,5% pada tahun 1995 (Riyasa 2001). Di Indonesia, diperkirakan akan muncul 170-190 kasus kanker baru dari 100.000 penduduk pada tiap tahunnya, dengan jenis kanker yang utama adalah leher rahim, payudara, kulit dan nasofaring (Tjindarbumi & Mangunkusumo 2002).

Terapi pengobatan kanker yang utama dengan penyinaran dan pembedahan hanya dapat dilakukan pada kanker lokal stadium awal. Pengobatan ini gagal pada kanker stadium lanjut dan metastasis. Sementara itu pengobatan kanker dengan obat-obat kemoterapi hanya efektif untuk beberapa periode waktu saja (Meiyanto et al. 2003). Karena itulah perlu dicari obat yang aman, efektif dan selektif pada penyakit ini sangatlah penting.

Berbagai upaya dilakukan para peneliti untuk mencari obat antikanker salah satunya dengan memanfaatkan bahan alam Indonesia. Tanaman obat telah lama diketahui sebagai sumber penemuan obat baru dengan struktur molekul baru yang belum diketahui (Hoffman 1990). Beberapa senyawa antikanker generasi baru yang merupakan hasil pengembangan dari tanaman obat diantaranya vinkristin dan vinblastin yang diperoleh dari tapak doro (Catharanthus roseus), podofilotoksin yang diisolasi dari Podhophyllum peltatum, dan kamphtotesin yang berasal dari tanaman Camptotheca accuminata (Barton 1996).

(2)

182 Uji Sitotoksisitas………..(Endah Puspitasari & Evi Umayah)

Antidesma bunius (L.) Spreng (Buni) merupakan salah satu tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi obat antikanker. Daun dan kulit batang tanaman ini mengandung alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid, sedangkan akarnya mengandung senyawa saponin dan tanin (Arland 2006). Antidesma bunius (L.) Spreng yang dikenal sebagai tanaman buni, banyak digunakan masyarakat sebagai obat tradisional untuk mengobati darah tinggi, jantung berdebar, kurang darah, sifilis (Wijayakusuma et al. 2002) dan kanker (Micor et al. 2005).

Penelitian beberapa tumbuhan yang termasuk dalam marga Antidesma menunjukkan adanya efek antibakteri dari Antidesma madagascariensis (Narod et al. 2004), efek antiinflamasi dan diuretik ditunjukkan oleh Antidesma menasu (Rizvi et al. 2005) dan efek sitotoksik terhadap sel MCF-7 (kanker payudara) dan sel SF-268 (kanker otak) secara in vitro ditunjukkan oleh Antidesma pentandrum (Chen 2004). Dengan menggunakan dasar kemotaksonomi sangat dimungkinkan jika tanaman buni mengandung senyawa yang bersifat sitotoksik dan potensial untuk dikembangkan menjadi obat antikanker.

Pengujian praskrining antikanker terhadap Antidesma bunius (L.) Spreng dengan metode BST menunjukkan ekstrak metanol daun dan buah buni memiliki efek toksik pada Artemia salina Leach (Micor et al. 2005).

Uji Kematian Larva Udang Laut (BST) merupakan uji penapisan awal dalam upaya mencari obat alamiah untuk terapi kanker. Apabila ekstrak tanaman tersebut memiliki efek toksik maka penapisan dilanjutkan dengan uji sitotoksisitas terhadap kultur sel kanker. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa uji sitotoksisitas terhadap kultur sel HeLa, yang merupakan jenis kanker leher rahim.

Pada penelitian ini uji sitotoksisitas dilakukan dengan metode penghitungan langsung di bawah inverted microscope. Sel yang masih hidup akan tampak seperti daun dan bersinar cemerlang, batas membran dengan media akan kelihatan jelas. Sedangkan sel yang mati akan tampak bulat, gelap, tidak bercahaya, dan membran selnya terlihat pecah atau agak samara. Data yang diperoleh dari metode ini berupa persentase sel hidup. Selanjutnya ditentukan nilai EC50 yaitu konsentrasi larutan

uji yang menghambat 50% pertumbuhan sel

dengan selang kepercayaan 95 % menggunakan analisis probit.

METODE

Preparasi bahan dan alat

Bahan penelitian adalah buah buni (Antidesma bunius (L) Spreng.) yang diperoleh dari daerah Jember, Media RPMI, FBS, PBS, Kultur sel HeLa, Penisilin-Streptomisin, DMSO, Metanol, Fungizone. Alat penelitian meliputi Plate 96 sumuran, yellow tip, blue tip, eppendorf tube, conical flask, botol reagen 100 mL, botol reagen 250 mL, pipet pasteur,

culture flask, haemocytometer, laminar air flow cabinet, inkubator, inverted microscope, rotavapour.

Penyediaan bahan uji

Simplisia serbuk buah buni (A. bunius) yang diperoleh dengan mengeringkan dengan diangin-anginkan buah buni yang sudah masak, sebanyak 100 gram serbuk diekstraksi dengan metode remaserasi menggunakan pelarut metanol sebanyak 3,525 liter sehingga dihasilkan ekstrak kental dengan rendemen 4,084 %. Konsentrasi ekstrak yang digunakan sebagai larutan uji adalah 7-2000 µg/mL

Pembuatan ekstrak metanol

Ekstraksi dilakukan dengan maserasi serbuk buah sebanyak 100 g serbuk menggunakan metanol hingga serbuk buah terendam sempurna dan penyari berada 2 cm di atas serbuk sebanyak 3x masing-masing selama 2 x 24 jam sambil sesekali digojog. Sari yang diperoleh disebut sari metanol. Sari metanol selanjutnya diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental.

Kultur sel

Sel diambil dari tangki nitrogen cair, segera dicairkan dalam penangas air 37 °C, kemudian ampul disemprot dengan etanol 70 %. Ampul dibuka dan sel dipindah ke dalam tabung conical steril yang berisi medium RPMI 1640. Suspensi sel disentrifus 325 g selama 5 menit. Supernatan dibuang, pellet ditambah 1 ml medium penumbuh yang mengandung 20 % PBS, diresuspensi perlahan hingga homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam beberapa (3 – 4) buah tissue culture flask kecil, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 °C dengan aliran 5 % CO2. Setelah 24 jam, medium diganti dan

sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian.

Setelah jumlah sel cukup, medium diganti dengan medium RPMI 1640 baru sebanyak 5 ml dan sel dilepaskan dari dinding flask menggunakan

scrapper. Sel dipindah ke tabung conical steril dan ditambah medium RPMI sampai volume 10 ml dan disentrifus 325 G selama 5 menit. Sel dicuci dua kali menggunakan medium yang sama, dan dihitung jumlah selnya menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium sehingga

(3)

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 10 No. 2, Juli 2009 : 181-185 183

diperoleh konsentrasi sel sebesar 3 x 104 sel/100 µl dan siap untuk diteliti.

Uji sitotoksisitas

Sel didistribusikan ke dalam sumuran dengan kepadatan 20.000 menggunakan medium antibiotik dan diinkubasi bersama larutan uji satu seri kadar selama 24 jam. Pada akhir inkubasi, masing-masing sumuran diresuspensi dan dihitung jumlah sel yang hidup secara manual di bawah inverted microscope

dengan bantuan haemocytometer. Pada saat uji sitotoksisitas, digunakan seri kadar ekstrak metanol sebesar sebesar 3,9 - 500 µg/ml.

Analisis data

Data sel hidup yang telah diperoleh digunakan untuk menghitung persentase kematian sel dengan rumus:

Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan analisis probit untuk memperoleh harga IC50

(konsentrasi yang mampu menghambat pertumbuhan sel HeLa sebesar 50 %).

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji sitotoksisitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan pembunuhan sel (sitotoksik) ekstrak metanol buah buni (A. bunius) yang selanjutnya disebut larutan uji terhadap sel HeLa. Pengamatan sel yang hidup dan mati dilakukan dengan penghitungan langsung di bawah inverted microscope. Sel yang masih hidup akan tampak seperti daun dan bersinar cemerlang, batas membran dengan media akan kelihatan jelas. Sedangkan sel yang mati akan tampak bulat, gelap, tidak bercahaya, dan membran selnya terlihat pecah atau agak samar. Morfologi sel yang yang hidup dan mati sebelum dan sesudah pemberian larutan uji dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan data prosentase kematian sel HeLa dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari morfologi sel HeLa dan data persentase pengujian ekstrak dapat diketahui adanya efek toksik yang ditimbulkan oleh larutan uji dan dapat diamati adanya fenomena dose dependent. Terdapat korelasi antara konsentrasi larutan uji dengan sitotoksisitasnya. Seiring dengan bertambahnya konsentrasi, jumlah sel yang mati semakin banyak. Hal ini mengakibatkan semakin

tinggi konsentrasi larutan uji, semakin rendah absorbansi sumuran sehingga persen kehidupannya semakin kecil. Sedangkan pada kontrol DMSO, tidak terdapat korelasi yang signifikan antara konsentrasi dan persen kehidupan jika dibandingkan dengan kontrol sel. Berdasarkan analisis probit antara konsentrasi larutan uji dengan persentase kematian diperoleh harga IC50 3.117 µg/ml dan

nilai koefisien regresi (r) 0,96. Perbedaan antara harga LC50 yang diperoleh dengan

metode BST dan sitotoksisitas menunjukkan bahwa tidak semua uji praskrining dengan BST akan berkorelasi dengan uji sitotoksisitas pada sel kanker. Derajat keterpercayaan antara uji BST dengan uji sitotoksisitas lebih tinggi sitotoksisitas karena pada uji BST menggunakan suatu larva dan bukan spesifik sel kanker. Ketidakkorelasian antara BST dengan uji sitotoksisitas dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena perbedaan metode pengujian yang digunakan. Uji kematian larva udang merupakan salah satu metode uji bioaktif pada penelitian senyawa bahan alam. Sebagai metode praskrining maka metode ini bukanlah metode yang spesifik untuk uji antikanker, karena uji ini juga dapat digunakan untuk mengetahui residu peptisida, anastetik lokal, senyawa turunan morfin, mitotoksin, karsinogenitas suatu senyawa, dan polutan air laut.

Ekstrak metanol merupakan ekstrak yang kandungan senyawanya masih beragam, dari yang non polar sampai yang polar. Senyawa yang dapat masuk sari metanol diantaranya adalah flavonoid, terpenoid dan lipid. Berdasarkan kandungan yang ada flavonoid merupakan senyawa polifenol yang banyak terkait dengan efek antioksidan dan kemoprotektif dan sitotoksik melalui mekanisme cell cycle arrest. Adanya senyawa non polar dapat mengakibatkan gangguan pada proses penarikan flavonoid karena tidak adanya proses defatting. Selain menyebabkan penurunan kadar senyawa lain yang ada dimungkinkan dapat menyebabkan penurunan aktivitas dari flavonoid. Kandungan senyawa yang memberikan efek sitotoksik pada tanaman buni juga sangat dipengaruhi dengan letaknya (organ). Berdasarkan penelitian kami yang terbaru menunjukkan aktivitas toksik tertinggi diberikan oleh kulit batang tanaman buni dengan metode BST.

∑ sel hidup - ∑ sel hidup Kontrol perlakuan % kematian= × 100 Sel ∑ sel hidup kontrol

(4)

184 Uji Sitotoksisitas………..(Endah Puspitasari & Evi Umayah)

I I

I III

(a) (b)

Gambar 1. Morfologi sel HeLa (a) sel HeLa tanpa perlakuan setelah inkubasi 24 jam (b) pada perlakuan larutan uji setelah inkubasi 24 jam dengan pewarnaan Trypan Blue. Keterangan: I (sel hidup masih berbentuk daun), II sel hidup (bulat bersinar dan tidak berwarna), III sel mati berbentuk tidak beraturan dan berwarna biru.

Tabel 1. Hasil uji sitotoksisitas ekstrak metanol terhadap sel HeLa.

No Kelompok (µg/ml) Persen Kematian

1 kontrol sel 0,00 2 500,00 30,43 3 250,00 26,99 4 125,00 24,22 5 62,50 21,45 6 31,25 13,49 7 15,61 10,03 8 7,81 7,93 9 3,90 4,49

Buah buni banyak mengandung senyawa polifenol termasuk flavonoid dan terpenoid sedangkan kulit batang tanaman buni mengandung alkaloid dan flavonoid. Kandungan yang diperkirakan memiliki efek toksik pada buah buni adalah flavonoid dan alkaloid sehingga efek toksik yang diberikan kulit batang lebih tinggi dibandingkan buah.

Buah buni (A. bunius (L.) Spreng) berasal dari suku Euphorbiaceae. Beberapa penelitian melaporkan bahwa tumbuhan-tumbuhan dari famili euphorbiaceae memiliki aktivitas anti kanker, diantaranya adalah Croton tonkinensis, dan Phyllantus emblica. Giang et al (2004) melaporkan bahwa ekstrak metanol daun Croton tonkinensis mengandung senyawa flavonoid vitexin dan isovitexin. Dua flavonoid tersebut memiliki akktivitas antioksidan yang berhubungan dengan mekanisme pencegahan kanker melalui penghambatan karsinogen. Choi

et al (2006), menyatakan bahwa vitexin mampu menghambat ekspresi Hypoxia-inducible factors (HIF)-1α. HIF-1α terekspresikan secara berlebih pada kondisi kanker, dan juga mempengaruhi gen-gen yang berhubungan dengan metastatis dan pertumbuhan tumor. Inhibitor HIF-1α kemungkinan dapat digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh aktivasi yang berlebihan dari HIF-1α, seperti tumor dan kanker. Phyllantus emblica mengandung senyawa flavonoid kaemferol dan kuersetin (Summanen 1999). Menurut Sharma et al (2007), kaemferol dapat menginduksi apoptosis melalui mekanisme peningkatan tekanan oksidatif intraselular. Sedangkan kuersetin dapat menghambat enzim DNA topoisomerase sel kanker (Andreas et al. dalam Sukardiman et al. 1999). Enzim tersebut berperan dalam proses replikasi, transkripsi, rekombinasi DNA, dan

(5)

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 10 No. 2, Juli 2009 : 181-185 185

juga proliferasi serta diferensiasi sel kanker. Penghambatan enzim DNA topoisomerase dapat mengakibatkan kematian sel kanker (Sukardiman et al. 1999).

KESIMPULAN

Ekstrak metanol buah buni kurang memiliki potensi sitotoksik terhadap sel HeLa dan tidak berkorelasi dengan hasil uji BST dikarenakan ekstraksinya tidak melalui tahap defatting.

DAFTAR PUSTAKA Arland. 2006. Iptek Obat : Buni.

Barton WD. 1996. Advances in medicinal phytochemistry. Mountroge france.

Chen YC. 2004. Coumarolignans from the Root of Formosan Antidesma pentandrum vaar. barbatum. Helvetica Chimica Acta. 87 (11). Choi, Eun, Kim E, Kim Y, Jeon, Soh. 2006. Vitexin,

an HIF-1αc Inhibitor Has Anti Metastatic Potential in PC12 Cells. Moleculer and Cells22

(3): 291-299.

Giang PM, Lee J, Son T. 2003. Flavonoid Glucosides from the Leaves of Croton tonkinensis Gagnep, Euphorbiaceae. Journal of Chemistry42 (1): 125-128.

Hoffman EJ. 1990. Cancer and The Search for Selectives Biochemical Inhibitors. CRC Press., London

Katzung BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik, translated by Sjabana D. dkk from Basuc and Clinical Pharmacology, Jakarta.

Maliya A. 2004. Perubahan Sel Menjadi Kanker Dilihat dari Sudut Pandang Biologi Molekuler.

Infokes 8 (1). Maret-September 2004.

Meiyanto E, Sismindari, Candra L, Moordiani. 2003. Efek Antiproliferatif ekstrak etanol daun dan batang tanaman cangkring (Erythrina fusca

Lour) terhadap sel HeLa. Majalah Farmasi Indonesia.14 (3)

Micor JRL, Deocaris C & Mojica E. 2005. Biological Activity of Bignay (Antidesma bunius

(L.) spreng) Crude Extract in Artemia salina.

Journal Medical Scientist5 (3): 195-198. Narod FB, Fakim AG & Subratty AH. 2004,

Biological investigations into Antidesma

madagascariense Lam. (Euphorbiaceae),

Faujasiopsis flexuosa (Lam.) C. Jeffrey (Asteraceae), Toddalia asiatica (L.) Lam. and

Vepris lanceolata (Lam.) G. Don (Rutaceae),

Journal of Cell and Molecular Biology3: 15-21. Riyasa KT. 2001. Hubungan Tingkat Depresi pada

Penderita Kanker Mammae yang Menjalani Pengobatan dengan Operasi dan Kombinasi (Operasi dan Radioterapi). Ganesha Digital Library

Rizvi SH , Shoeb A, Kapil R S & Popli SP. 2005. Antidesmanol-a new pentacyclic triterpenoid from Antidesma menasu Miq. ex. Tul. Journal of Cellular and Molekuler Life Science36. Sherma, J.; Fried, B.; 2003, Handbook of Thin Layer

Chromatography third edition, New York Sukardiman, Santa IGP, Rahmadani S. 1999. Efek

Antikanker Isolat Flavonoid dari Herba Benalu Mangga (Dendrophtoe petandra). Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya. Summanen, Olavi J. 1999. A Chemical and

Etnopharmacological Study on Phyllanthus emblica (Euphorbiaceae). Academic Dissertation, University of Helsinski. Department of Pharmacy Division of Pharmacognosy. Helsinski.

Tjindarbumi D & Mangunkusumo R. 2002. Cancer in Indonesia, Present and Future, Japanese

Journal of Clinical Oncology32:S17-S2. Wahyuningsih, Mae SH, Mubarika S, Gandjar IG &

Wahyuono S. 2003. Pencarian Senyawa Antikanker Dari Bahan Alam. Majalah Obat Tradisional8 : 1

Wijayakusuma MH, Dalimarta S & Wirian AS. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid IV. Jakarta: Pustaka Kartini.

Gambar

Gambar  1.  Morfologi  sel  HeLa  (a)  sel  HeLa  tanpa  perlakuan  setelah  inkubasi  24  jam  (b)  pada  perlakuan  larutan  uji  setelah  inkubasi  24  jam  dengan  pewarnaan  Trypan  Blue

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan produk pariwisata sebagaimana dimaksud pasal 9 huruf b merupakan kegiatan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas komponen produk pariwisata

Penetapan indikator kinerja pada saat merencanakan kinerja akan lebih meningkatkan kualitas perencanaan dengan menghindari penetapan- penetapan sasaran yang sulit untuk

Unit Pelaksana Teknis Dinas Sanggar Kegiatan Belajar mempunyai tugas melaksanakan pembuatan percontohan dan pengendalian mutu pelaksanaan program pendidikan luar sekolah, pemuda

Rencana Strategis Bappeda Kabupaten Sleman tahun 2016-2021 adalah dukumen perencanaan pembangunan jangka menengah SKPD, memuat antara lain visi daerah, misi daerah,

Seksi Pemerintahan mempunyai tugas menyusun rencana dan program serta melaksanakan kebijakan pemerintah daerah di Kecamatan, fasilitator pemerintah Desa, bimbingan

Sub Dinas Bina Program mempunyai tugas menyusun perencanaan program jangka panjang, jangka menengah dan tahunan pembangunan di bidang Bina Marga dan Cipta

Dengan membaca teks dan menyanyi lagu “Matahari Terbenam”, siswa dapat menunjukkan kosakata tentang peristiwa malam hari dengan tepat.. Dengan mencermati gambar tentang peristiwa

terhadap televisi tentunya turut menjadikan televisi sebagai media yang paling.. efektif dalam menyajikan pemberitaan