• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Buni (Antidesma bunius (L) Spreng.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Buni (Antidesma bunius (L) Spreng.)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN

BUNI (

Antidesma bunius

(L) Spreng.)

SKRIPSI

RIA AGNES ADELINA MANALU

100802048

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BUNI (Antidesma bunius (L) Spreng.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

RIA AGNES ADELINA MANALU 100802048

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN

TUMBUHAN BUNI

(Antidesma bunius (L) Spreng.)

Kategori : SKRIPSI

Nama Mahasiswa : RIA AGNES ADELINA MANALU Nomor Induk Mahasiswa : 100802048

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Agustus 2014 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D Prof. Dr. Tonel Barus NIP: 1952 0828 1982 031001 NIP: 1945 0801 1974 121001

Diketahui/ Disetujui oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BUNI (Antidesma bunius (L) Spreng.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2014

(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang begitu luar biasa karena melalui penyertaanNya skripsi ini dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkanNya.

Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan dengan segala kerendahan hati kepada kedua orang tua penulis, Bapak tercinta Drs. Fresly Manalu, Mama terkasih Dra. Sarmauli Ritonga atas doa, dukungan dan perhatian kepada penulis sejak mula terlahir ke dunia sampai pada seorang Sarjana dan sampai selama-lamanya, serta kakak dan abang tersayang Heri F. Manalu, Yani M. Manalu, dan Mikael Hot Manalu atas bantuan, dukungan dan doa kepada penulis. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih yang luar biasa kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Tonel Barus dan Bapak Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing, mengajari dan memotivasi penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, M.S selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Sekretaris Departemen, serta kepada Bapak Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc selaku dosen PA penulis dan kepada semua staf pengajar di Kimia FMIPA USU.

3. Kepala Laboratorium Bapak Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D atas bantuan, kepercayaan dan kerja sama selama saya menjadi asisten dan kepada seluruh asisten Laboratorium Kimia Bahan Alam Hayati (kak Putri, kak Melda, kak Junita, bang Septian, bang Iwan, Berkat, Siska, Doni, Anita, Rickson, Debynati, Rut, Handes, dan Andre)

4. Kepada seluruh keluarga besar penulis yang selalu memotivasi, membantu serta mendoakan penulis, dan kepada seorang teman terdekat yang selalu mendampingi serta menjadi motivator dan partner penulis.

5. Sahabat-sahabat terbaik (tio, siska, putri, ria, irna, anggun, patresia, fitri, wiwik, togi, carol, anggi) serta seluruh teman-teman seperjuangan stambuk 2010 beserta adik-adik stambuk 2011, 2012, dan 2013, terima kasih buat dukungan, doa dan bantuannya.

6. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih.

Kiranya Tuhan selalu memberikan perlindungan dan kasih sayang kepada kita. Tuhan memberkati kita semua.

(6)

ABSTRAK

(7)

ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUNDS FROM LEAVES OF BUNI (Antidesma bunius (L) Spreng.)

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Lokasi Penelitian 1.6 Metodologi Penelitian

1 Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Tumbuhan Buni

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Buni

2.1.2 Morfologi dan Manfaat Tumbuhan Buni 2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

2.3 Metabolit Sekunder

2.3.1 Penggolongan Metabolit Sekunder 2.4 Senyawa Flavonoida

2.4.1 Biosintesis Flavonoida

2.4.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida 2.5 Skrining Fitokimia

2.6 Teknik Pemisahan 2.6.1 Ekstraksi 2.6.2 Partisi 2.6.3 Hidrolisis 2.6.4 Kromatografi

2.6.4.1 Kromatografi Lapis Tipis 2.6.4.2 Kromatografi Kolom

2.6.4.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif 2.7 Teknik Spektroskopi

2.7.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis) 2.7.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)

2.7.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

(9)

Bab 3 Metode Penelitian 3.1 Alat-alat 3.2 Bahan-bahan 3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Penyiapan Sampel

3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Daun Tumbuhan Buni

3.3.3 Ekstraski Daun Tumbuhan Buni 3.3.4 Analisis Kromatografi Lapis Tipis

3.3.5 Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom 3.3.6 Pemurnian

3.3.7 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

3.3.8 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

3.3.8.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible 3.3.8.2 Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah

(FT-IR)

3.3.8.3 Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

3.4 Bagan Skrining Fitokimia 3.5 Bagan Penelitian

29 Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian 4.2 Pembahasan

39 39 42 Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

45 45 45

DAFTAR PUSTAKA 46

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi 22

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Biosintesis Senyawa Flavonoida 12

Gambar 2.2 Diagram Teknik Pemisahan 18

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran

Lampiran 1. Gambar daun tumbuhan Buni (Antidesma bunius (L) Spreng.) Lampiran 2. Hasil Determinasi daun tumbuhan Buni (Antidesma bunius

(L) Spreng.)

Lampiran 3. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Kloroform daun tumbuhan Buni (A.bunius (L) Spreng.) sebelum Kromatografi Kolom

Lampiran 4. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Kloroform daun tumbuhan Buni (A.bunius (L) Spreng.) penggabungan fraksi Lampiran 5. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Kloroform daun

tumbuhan Buni (A.bunius (L) Spreng.) sebelum KLT Preparatif

Lampiran 6. Kromatogram Lapisan Tipis senyawa murni hasil isolasi Lampiran 7. Spektrum Ultraviolet-Visible beberapa senyawa Flavonoida Lampiran 8. Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi

Lampiran 9. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ =

7,1 – 7,6 ppm

Lampiran 10. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ = 5,7 – 6,9 ppm

Lampiran 11. Ekspansi Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi pada δ = 3,2 – 3,7 ppm

Lampiran 12. Spektrum 1H-NMR senyawa pembanding Flavonoida

(13)

ABSTRAK

(14)

ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUNDS FROM LEAVES OF BUNI (Antidesma bunius (L) Spreng.)

ABSTRACT

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Flavonoida merupakan senyawa bahan alam dengan karakteristik struktur memiliki dua cincin hidroksil aromatik A dan B, yang dihubungkan oleh tiga atom karbon (Torssell, 1981).

Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan erat dengannya. Senyawa flavonoida terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah dan biji (Markham, 1988). Flavonoida yang terdapat di dalam tumbuhan dapat digunakan sebagai pelindung tubuh manusia dari radikal bebas dan dapat mengurangi resiko penyakit kanker dan peradangan (Nessa, 2003).

Buah Buni adalah tanaman liar yang merupakan famili Euphorbiaceae tothe . Di Indonesia , buah buni dapat digunakan sebagai tanaman obat yang telah dipraktekkan sebelumnya . Buni (A. bunius L. ) mengandung vitamin, antosianin, flavonoid, dan senyawa fenol (Fera Amelia et al ,2012).

(16)

Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan terhadap tumbuhan buni ini. Dari penelitian terdahulu, Haripyaree, Guneswhor dan Damayanti melaporkan bahwa ekstrak metanol dari buah A. bunius (L) Spreng memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dengan nilai IC50 rata-rata 100.08 µg/ml dibandingkan dengan buah lainnya (Luchai Butkhup et al, 2009).

Dari Penelitian terdahulu terhadap ekstrak etanol daun buni (A. bunius (L) Spreng) yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid, tanin, saponin, dan gula yang

memiliki penghambatan terhadap aktivitas α glukosidae yang tinggi dan dapat

mencegah penyakit Diabetes Melitus tipe 2 dengan absorpsi gula tertunda dan kadar glukosa postprandial akan menurun (Loranza, 2012).

Dari uji pendahuluan yang peneliti lakukan, yaitu dengan uji skrining fitokimia dengan pereaksi Mg-HCl, FeCl3 5%, NaOH 10%, dan H2SO4(p) menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan etil asetat daun tumbuhan buni (A.bunius(L) Spreng.) mengandung senyawa flavonoida.

Dari uraian diatas, dan beberapa literatur penelitian yang telah dilakukan terhadap tumbuhan buni maka peneliti tertarik untuk meneliti daun A. bunius (L) Spreng. yang merupakan salah satu spesies dari Genus Antidesma, khususnya mengenai senyawa flavonoida yang terkandung dalam tumbuhan ini.

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara mengisolasi senyawa flavonoida yang terdapat dalam daun tumbuhan buni (A.bunius (L) Spreng.)

1.3 Tujuan Penelitian

(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah pada bidang Kimia Bahan Alam Hayati khususnya mengenai golongan senyawa flavonoida yang terkandung dalam daun tumbuhan buni (A.bunius (L) Spreng.)

1.5 Lokasi Penelitian

1. Tempat pengambilan sampel

Sampel yang digunakan diperoleh dari daerah Jalan Pelajar Timur No. 51, kecamatan Medan Denai, Sumatera Utara

2. Tempat melakukan penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam Hayati Universitas Sumatera Utara

3. Lokasi Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

Analisis Spektrofotometer Inframerah (FT-IR), dan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) dilakukan di Pusat Penelitian Kimia- LIPI, kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang. Analisis Spektrofotometer UV-Visible dilakukan di Laboratorium Penelitian Farmasi Fakultas Farmasi USU.

1.6 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap daun tumbuhan buni berupa serbuk halus yang kering sebanyak 1200 gram. Tahap awal yaitu dilakukan uji skrining fitokimia untuk senyawa flavonoida dari ektrak metanol dan etil asetat dengan menggunakan pereaksi serbuk Mg-HCl, FeCl3 5%, NaOH 10%, dan H2SO4(p).

(18)

3. Ektraksi Partisi

4. Hidrolisis (Pemutusan Gula) 5. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 6. Analisis Kromatografi Kolom

7. Analisis Preparatif Kromatografi Lapis Tipis 8. Analisis Senyawa Hasil Isolasi

Tahapan analisis senyawa hasil isolasi yang dilakukan adalah: 1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Buni (Antidesma bunius (L) Spreng.)

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Buni

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Antidesma

Spesies : Antidesma bunius (L) Spreng. Nama Lokal : Buni, Wuni

2.1.2 Morfologi dan Manfaat Tumbuhan Buni

(20)

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Pada hakekatnya kimia bahan alam nerupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui adalah pembuatan bahan makanan, pewarnaan benda, obat-obatan atau stimulan, dan sebagainya (Sastrohamidjojo, 1996).

Sejak kira-kira pertengahan abad ke 18, telah dapat dipisahkan beberapa senyawa organik dari mahluk hidup serta hasil produksinya. Seorang ahli kimia Jerman, Karl Eilhelm Scheele (1742-1786) sangat terkenal dengan keahliannya dalam bidang ini, beliau telah berhasil memisahkan beberapa senyawa sederhana. Biogenesis dari produk alami, meskipun pada mulanya berkaitan dengan kimia organik dan biokimia, menjadi berlainan karena mempunyai tujuan yang berlainan. Kimia organik terutama mempelajari struktur, sifat-sifat kimia dan fisika, serta cara sintesisnya, baik secara alami ataupun in vitro dari zat-zat kimia tetapi cenderung untuk mengabaikan sifat-sifat khusus dari bahan alam, misalnya tentang cara pembentukan dan peran biologisnya. Biokimia, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling banyak diajukan terutama tentang metabolisme primer, dan mengabaikan proses-proses sekunder misalnya tentang pembentukan alkaloid, terpena dan lain-lain (Manitto, 1981).

Dengan meningkatnya jenis dan tipe senyawa yang ditemukan di dalam berbagai bahan alam, berkembang juga sistem klasifikasi senyawa yang berasal dari bahan alam, tetapi biasanya ada 4 jenis klasifikasi yang digunakan untuk membahasnya (Nakanishi et al, 1974).

1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimia

Klasifikasi ini adalah klasifikasi formal berdasarkan kerangka struktur molekul, yaitu: a. Senyawa lemak rantai terbuka atau alifatik, seperti asam-asam lemak,

gula-gula, dan hampir semua asam amino

b. Senyawa sikloalifatik atau alisiklik, seperti terpenoid, steroid, dan beberapa alkaloid

c. Senyawa benzenoid atau aromatik, seperti fenol dan kuinon.

(21)

2. Klasifikasi Berdasarkan Aktivitas Fisiologi

Biasanya pengembangan bahan alam didahului dengan pengamatan dan pengalaman empirik khasiat bahan alam tersebut untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Oleh karena itu, salah satu cara penyelidikan bahan obat dari tumbuhan atau bahan alam lainnya adalah melalui ekstraksi dan penetapan khasiat farmakologi ekstrak, diikuti dengan isolasi komponen murni.

Sebagai contoh, berbagai steroid dengan struktur yang berbeda, aktivitas kardiotoniknya (kardenolida dan bufadienolida) ditunjukkan secara spesifik oleh (a) ikatan cis cincin A/B, (b) adanya gugus gula pada C3, dan (c) gugus lakton (dengan 5 atau 6 atom karbon) terkonjugasi pada C17.

O

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi

(22)

Pengetahuan tentang kandungan komponen tumbuhan berkembang dengan sangat pesat karena berkembangnya metode ekstraksi, isolasi dan karakterisasinya. Hal ini mendorong berkembangnya suatu bidang baru yang disebut kemotaksonomi (chemotaxonomy) atau sistematik kimia (chemosystematic) yang mengarah ke pembagian kandungan tumbuhan berdasarkan taksa tumbuhan. Dengan kata lain, isi kandungan tumbuhan dianggap sebagai tanda bagi evolusi dan kalsifikasi tumbuhan.

N Me

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis

Biogenesis dan biosintesis memiliki arti yang sama dan sering kali digunakan tanpa perbedaan. Namun, istilah biogenesis biasanya digunakan untuk reaksi pembentukan yang masih dalam taraf hipotesis, sedangkan jika reaksi tersebut telah dibuktikan secara eksperimen, digunakan istilah biosintesis.

Sebagian besar bahkan hampir semua, senyawa kandungan kimia bahan alam adalah senyawa organik, dan sumber utama senyawa karbon atau senyawa organik ini adalah glukosa yang dibentuk melalui fotosintesis di dalam tumbuhan autotropik atau diperoleh dari organisme heterotrof.

(23)

a. asetil ko-A → unit 2C (MeCO-) → poliketida (asetogenin)

malonil ko-A

b. asam sikimat → unit 6C-3C (6C-1C atau 6C-2C) → senyawa fenolik

c. asam mevalonat → unit prenil → isoprenoid

( CH2=C-CH2-CH2-) Me

d. unit asam amino seperti fenilanalina, tirosina, ornitina, lisina, dan triptofan →

alkaloid

e. 5-5’-deoksiadenilmetionina → unit 1C (Wiryowidagdo, 2008).

2.3 Metabolit Sekunder

Senyawa kimia bermolekul besar merupakan bagian utama dalam organ tanaman kering. Senyawa bermolekul besar ini berfungsi sebagai pembentuk struktur tanaman (selulosa, kitin, lignin), sebagai cadangan makanan (amilum, protein, lipoprotein) atau untuk memenuhi fungsi metabolisme penting lainnya (protein dan enzim). Senyawa kimia dari tanaman yang bebeda-beda dapat disaring dengan pelarut umum (air, etanol, eter, benzen), berupa senyawa kimia tanaman dengan molekul kecil, senyawa kimia bermolekul kecil ini memiliki penyebaran yang terbatas, senyawa inilah yang disebut dengan metabolit sekunder.

2.3.1 Penggolongan Metabolit Sekuder

Pengelompokkan senyawa kimia tananam berdasarkan sifat khas yang dimiliknya (antara lain warna, rasa, bau, pH, kelarutan), merupakan hal penting sehingga sampai sekarang masih banyak dipakai. Berikut contoh pengelompokkan senyawa kimia seperti tersebut diatas.

(24)

2. Alkaloid. Senyawa yang bersifat basa dapat dipisahkan dari yang netral dan asam. Penyebab sifat basa sangat erat kaitannya dengan kerja farmakologi pada tubuh binatang dan manusia.

3. Zat Pahit. Berpedoman pada rasa pahit adalah suatu metode yang mudah untuk memisahkan senyawa kimia tanaman, perlu waktu yang cukup sehingga seluruh zat pahit dalam sari menjadi zat yang dapat dikristalkan.

4. Zat warna. Jumlah zat warna dari tanaman diperkirakan ± 2000 jenis. Pigmen tanaman mempunyai struktur kimia yang berlainan, begitu juga sifat fisika, kelarutan, warna, fuoresensi, dan sebagainya (Sirait, 2007).

2.4 Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida diturunkan dari unit C6-C3 (fenil propana) yang bersumber dari asam sikimat (via fenilalanin) dan unit C6 yang diturunkan dari jalur poliketida. Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA yang bergabung dengan unit C6-C3 (sebagai KoA tioester) untuk membentuk unit awal triketida. Oleh karena itu, flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan terdiri atas unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida.

Sistem penomoran untuk turunan senyawa flavonoid diberikan di bawah :

O

(25)

Flavanol ini selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan antosianin, yang memberikan warna biru terang pada bunga dan warna anggur merah gelap. Senyawa flavonoid juga berperan dalam memberikan banyak warna lain di alam, terutama daun mahkota kuning dan jingga, bahkan flavonoid yang tidak berwarna menyerap cahaya pada spektrum UV (karena banyak gugus kromofor) dan dapat dilihat oleh banyak serangga. Senyawa ini diduga memiliki manfaat ekologi yang besar di alam berkat warnanya sebagai penarik serangga dan burung untuk membantu penyerbukan tanaman. Flavonoid tertentu juga mempengaruhi rasa makanan secara signifikan, misalnya beberapa tanaman memiliki rasa pahit dan kesat seperti glikosida flavanon naringin.

Senyawa flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam makanan karena, berupa senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat. Banyak kondisi penyakit yang diketahui bertambah parah oleh adanya radikal bebas seperti superoksida dan hidroksil, dan flavonoid memiliki kemampuan untuk menghilangkan dan secara efektif ‘menyapu’ spesies pengoksidasi yang merusak itu. Oleh karena itu, makanan kaya flavonoid dianggap penting untuk mengobati penyakit-penyakit, seperti kanker dan penyakit jantung (yang dapat memburuk akibat oksidasi lipoprotein densitas-rendah) (Heinrich et al, 2009).

2.4.1 Biosintesis Flavonoida

(26)

C C C + (C-C0)3

C C C C CO C CO C COOH

O

Gambar 2.1 Biosintesis Senyawa Flavonoida

Skema biosintesis dari turunan asam sikimat:

Asam sikimat → asam prefenat → asam p -hidroksifenil piruvat → asam p -hidroksifenillaktat → asam p-hidroksisinamat → flavanon. Hidroksilasi pada cincin

A dan B terjadi setelah pembentukan cincin sempurna (Sirait, 2007).

2.4.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Dalam tumbuhan, flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Keragaman struktur flavonoid ini disebabkan karena perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari struktur dasar flavonoid, antara lain:

1. Flavonoid O-glikosida.

Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida, pada senyawa tersebut satu gugus hidroksi flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (atau lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi meyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air (cairan). Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat, walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa sering juga terdapat. Gula lain yang ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa dan asam glukuronat serta galakturonat.

2. Flavonoid C-glikosida.

(27)

atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glikosida. Jenis aglikon flavonoid yang terlibat pun sangat terbatas. Jadi, walau pun isoflavon, flavanon, dan flavonol kadang-kadang terdapat dalam bentuk C-glikosida, hanya flavon C-glikosida yang paling lazim ditemukan.

3. Flavonoid Sulfat

Gabungan flavonoid lain yang mudah larut dalam air yang mungkin ditemukan hanya flavonoid sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih, yang terikat pada hidroksil fenol atau gula.

4. Biflavonoid

Biflavonod adalah flavonoid dimer, walau pun prosianidin dimer (satuan dasarnya katekin) biasanya tidak dimasukkan ke dalam golongan ini. Flavonoid yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ (atau kadang-kadang 5,7,3’,4’) dan ikatan antar-flavonoid berupa ikatan karbon-karbon atau kadang-kadang ikatan eter. Biflavonoid jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae.

5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik

Aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonid ini ialah flavanon, dihidroflavonol, katekin, pterokarpan, rotenoid, dan beberapa biflavonoid (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan tahanan oksidasi dan keragaman lain pada rantai C3 :

1. Flavon

(28)

jagung biasanya disebabkan oleh karotenoid. Senyawa ini biasanya larut dalam air panas dan alkohol, meskipun beberapa flavonoid yang termetilasi tidak larut dalam air. Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugus 3-hidroksi. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.

O

O

A C

B

2. Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida. Larutan flavonol dalam suasana basa (tetapi flavon tidak) dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga pengunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan

Isoflavon merupakan senyawa yang tidak begitu mencolok, tetapi senyawa ini penting sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan untuk pertahanan terhadap penyakit.

O

O

A C

B

4. Flavanon

(29)

O

O

A C

B

5. Flavanonol

Flavanonol (atau dihidroflavonol) barangkali merupakan flavonoid yang paling kurang dikenal, dan tidak dapat diketahui apakah senyawa ini terdapat sebagai glikosida. Senyawa ini stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai oleh udara.

Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa, banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Antosianin terdapat juga dalam bagian lain tumbuhan tinggi kecuali fungus. Antosianin selalu terdapat dalam bentuk glikosida.

O

OH

A C

B

7. Katekin

(30)

O

8. Leukoantosianidin

Merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin jarang terdapat sebagai glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal adalah apiferol, dan peltoginol.

O

Berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga tertentu dan bryofita. Dalam larutan senyawa ini menjadi merah ros.

O

O CH

A B

10. Kalkon

(31)

glikosida kalkon dalam suasana asam menghasilkan aglikon flavanon sebagai senyawa jadi, bukan kalkon (Robinson, 1995).

A

O B

2.5Skrining Fitokimia

Banyak reagen yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dari flavonoid, meskipun beberapa juga akan bereaksi positif dengan senyawa polifenol. Reagen yang biasa digunakan adalah :

1. Shinoda Test, yaitu dengan menambahkan serbuk magnesium pada ekstrak sampel dan beberapa tetes HCl pekat, warna orange, pink, merah sampai ungu akan terjadi pada senyawa flavon, flavonol, turunan 2,3-dihidro dan xanton. Penggunaan zinc sebagai pengganti magnesium dapat dilakukan, dimana hanya flavanonol yang memberikan perubahan warna merah pekat sampai magenta, flavanon dan flavonol akan memberi warna merah muda yang lemah sampai magenta.

2. H2SO4(p), flavon dan flavonol akan memberikan perubahan larutan kuning pekat. Kalkon dan auron menghasilkan larutan berwarna merah atau merah kebiru-biruan. Flavanon memberikan warna orange sampai merah (Cannell, 1998).

3. NaOH 10% , menghasilkan larutan biru violet

(32)

2.6Teknik Pemisahan

Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam satu golongan (Muldja, 1995).

Biomassa (tanaman, mikroba, laut)

Ekstraksi

Skrining

Isolasi zat aktif berdasarkan uji hayati

Skrining silang

Elusidasi Struktur

Gambar 2.3 Diagram Teknik Pemisahan

2.6.1 Ekstraksi

(33)

Jika telah dikeringkan, biomassa kemudian digiling menjadi partikel-partikel kecil menggunakan blender atau penggilingan. Proses penggilingan ini penting karena ektraksi efektif pada partikel kecil, dikarenakan memiliki luas permukaan yang lebih besar.

Pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Jika tanaman diteliti dari sudut pandang etnobotani, ektraksi harus mengikuti pemakaiannya secara tradisional. Kegagalan mengekstraksi biomassa dapat menyebabkan kehilangan akses untuk mendapatkan zat aktif.

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan utama cara ini adalah merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan kelarutannya (dan polaritasnya) dalam ektraksi. Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi pada suhu kamar (Heinrich et al, 2009).

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat, biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator (Harborne, 1996).

2.6.2 Partisi

(34)

secara terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak bercampur yang kepolarannya meningkat. Partisi biasanya dilakukan melalui dua tahap:

1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di lapisan organik

2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat fraksi agak polar di lapisan organik. Ini merupakan metode pemisahan yang mudah dan mengandalkan kelarutan bahan alam dan bukan interaksi fisik dengan medium lain (Heinrich et al, 2009).

2.6.3 Hidrolisis

Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah, sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6% sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk membuat proses hidrolisis menjadi sempurna. Larutan dipanaskan selama 45 menit lalu didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter. Penguapan dari larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa. Lapisan eter, setelah dikeringkan dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon flavonoid setelah diuapkan (Mabry et al, 1970).

2.6.4 Kromatografi

(35)

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada pengelompokkannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran. Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (disebut juga kromatografi planar), kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogtrafi gas. Bentuk kromatografi yang paling awal adalah kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang besar.

Pemisahan pada kromatografi planar pada umumnya dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya. Nilai faktor retardasi solut (Rf) dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan dalam persamaan:

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam.

Proses Sorpsi

(36)

Adsorben

Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.

Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel. Hal seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 1050C, meskipun demikian reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga secara hati-hati. Semakin polar solut maka akan semakin tertahan kuat ke dalam adsorben silika gel ini (Gandjar dkk, 2007).

Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi Alumina

Karbon aktif (Charcoal) Silika gel Magnesium silikat

Selulosa

Resin-resin polimerik (stiren/difenil benzen)

(paling polar)

(paling non polar) 2.6.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

(37)

Plat KLT yang biasa digunakan adalah plat dengan ukuran pori silika 60 Å dan ketebalan lapisan 25 µm dalam penyangga poliester atau aluminium, beberapa dengan menggunakan atau tanpa menggunakan indikator fluorosensi yang sesuai untuk analisa cepat dari ekstrak kasar tanaman dan digunakan sebagai dasar dari langkah preparatif. Plat biasa dapat digunting dengan menggunakan gunting atau kertas cutter untuk mengambil ukuran yang diinginkan. Deteksi noda yang dihasilkan dapat menggunakan lampu ultraviolet ataupun dengan menyemprot dengan menggunakan reagen yang sesuai (Cseke et al, 2006).

2.6.4.2 Kromatografi Kolom

Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kalinya. Ukuran kolom dan banyaknya penjerap yang dipakai ditentukan oleh bobot campuran sampel yang akan dipisahkan.

Untuk pemisahan normal, bobot sampel biasanya 30:1 ternyata memadai jika pemisahan tidak terlalu sukar. Ukuran partikel penjerap pada kolom biasanya lebih besar daripada untuk KLT. Walau pun banyak jenis penjerap telah dipakai untuk kolom, alumina dan silika gel adalah penjerap yang paling berguna dan mudah didapat.

(38)

2.6.4.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Sebagian besar pemakaian kromatografi lapis tipis preparatif hanya dalam jumlah miligram. Kromatografi lapis tipis preparatif bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, dijumpai sebagian besar dalam isolasi bahan alam. Penjerap yang paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Ukuran partikel dan porinya kurang lebih sama dengan ukuran tingkat KLT.

Cuplikan sebanyak 10-100 mg dapat dipisahkan pada lapisan silika gel atau aluminium oksida 20 x 20 cm yang tebalnya 1 mm. Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tercelup ke dalam pengembang.

Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluorosensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung. Senyawa harus diekstraksi dari penjerap dengan pelarut yang paling kurang polar yang mungkin (sekitar 5 ml pelarut untuk 1 g penjerap). Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungkinan penguraian (Hostettmann dkk, 1995).

2.7 Teknik Spektroskopi

Teknik analisis modern mencakup berbagai teknik analisis instrumen elektronika yang dikembangkan untuk mengukur parameter fisika dan kimia alami yang khas dan tetap dari atom atau molekul. Parameter khas yang bermakna untuk analisis adalah absorpsi dan emisi energi radiasi elektromagnet oleh atom atau molekul.

(39)

elektromagnet dengan komponen atom/ molekul khas dan tidak semuanya sama, uraian teknik analisis didahului dengan mekanisme antaraksi tersebut, serta fenomena yang dipakai sebagai parameter analisisnya (Satiadarma dkk, 1995).

2.7.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)

Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet dengan maksimal jarak 240 sampai 285 nm dan 300 sampai 550 nm. Berbagai macam golongan flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masing-masing, karakteristik spektra UV dari masing-masing flavonoid yang mengandung jumlah dari golongan hidroksil aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil aromatik bahan alam.

Saat ini penggunaan Spektroskopi UV-Visible paling sering digunakan dalam aplikasi untuk analisa kuantitatif, dan nilai dari metode ini dapat mengurangi perbandingan informasi yang banyak dari teknik spektroskopi yang lainnya seperti NMR dan MS (Andersen, 2006).

Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol (MeOH, AR atau yang setara) atau etanol (EtOH), meski perlu diingat bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan.

Ciri spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara disajikan pada tabel dibawah :

Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoid

250-280 310-350 Flavon

250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)

250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas)

245-275 310-330 bahu Isoflavon

275-295 300-330 bahu Flavanon dan dihidroflavonol 230-270

(kekuatan rendah) 340-390 Khalkon

230-270

(40)

Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan pita II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas tercermin pada serapan pita I (Markham, 1988).

2.7.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran (vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation) dengan cara serupa dengan dua bola yang terikat oleh suatu pegas.

Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi , energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, C=O, C=C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Banyaknya energi yang diserap juga beraneka ragam dari ikatan ke ikatan. Ini disebabkan sebagian oleh perubahan dalam momen dipol (µ≠0) pada saat energi diserap. Ikatan nonpolar (seperti C-H atau C-C) menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar (seperti misalnya O-H, N-H, dan C=O) menunjukkan absorpsi yang lebih kuat.

Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:

1. Streching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi perpanjangan atau pemendekan ikatan.

2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.

(41)

Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe vibrasi yang berlain-lainan ini disebut cara vibrasi fundamental (Supratman, 2010).

2.7.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Setelah spektroskopi inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) adalah yang metode yang paling penting digunakan dalam kimia organik. Dalam spektroskopi inframerah mengandung infromasi mengenai adanya gugus fungsi pada molekul, sedangkan spektroskopi NMR memberikan informasi mengenai jumlah dari masing-masing hidrogen.

Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua proton dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron dan memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan elektronik dari satu dan yang lainnya. Proton akan terlindungi oleh elektron yang mengelilingi mereka. Dalam daerah magnetik, peredaran elektron valensi dari daerah penghasil proton yang

bertentangan dengan daerah magnetik yang berlaku. Pergeseran kimia dalam unit δ

ditunjukkan dalam jumlah resonansi proton yang bergeser dari TMS dalam bagian per juta (ppm) dari frekuensi dasar spektroskopi

Unsur dasar dari spektrometer nmr adalah ilustrasi skematis. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang tidak memiliki proton (biasanya CCl4) dan dalam jumlah yang kecil dari TMS yang ditambahkan sebagai pusat referensi internal.

(42)
(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

1. Gelas ukur Pyrex

2. Gelas Beaker Pyrex

3. Gelas Erlenmeyer Pyrex

4. Corong kaca

12. Labu rotarievaporator 1000 mL Schoot/ Duran 13. Alat destilasi

14. Labu takar 250 mL Pyrex

15. Kolom kromatografi

16. Botol vial 15 mL

17. Neraca analitis Mettler AE 200

18. Lampu UV 254 nm/356 nm UVGL 58

19. Statif dan klem 20. Penangas air 21. Batang pengaduk 22. Chamber

23. Spektrofotometer 1H-NMR Jeol/Delta2NMR 500MHz

(44)

3.2 Bahan-bahan

1. Daun Buni

2. Metanol Destilasi

3. Etil asetat Teknis

4. Aquadest

5. N-heksana Teknis

6. Silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM E.Merck. KgA 7. FeCl3 5%

8. NaOH 10% 9. Serbuk Mg 10. HCl(p) 11. H2SO4(p)

12. Pereaksi Benedict 13. HCl 6%

14. Kapas

15. Kloroform Teknis

16. Plat KLT silika gel 60 F254 E.Merck.Art 554 17. Plat KLT Preparatif 60 F254

18. Benzena p.a. E. Merck

19. Aseton p.a. E. Merck

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Penyediaan Sampel

(45)

3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Daun Tumbuhan Buni

Serbuk daun Buni diidentifikasi dengan menggunakan cara Skrining Fitokimia. Untuk membuktikan adanya senyawa flavonoida yang terdapat dalam daun buni maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif dengan reaksi warna sebagai berikut:

1. Dimasukkan 10 gram serbuk daun Buni yang telah dikeringkan ke dalam dua gelas Erlenmeyer

2. Ditambahkan 100 mL metanol ke dalam gelas Erlenmeyer 3. Didiamkan selama 1 malam

4. Disaring

5. Dibagi masing-masing ekstrak sampel ke dalam 4 tabung reaksi 6. Ditambahkan masing-masing pereaksi

a. Tabung I : dengan FeCl3 5% menghasilkan larutan berwarna hitam

b. Tabung II : dengan serbuk Mg, dan HCl(p) menghasilkan larutan merah jambu c. Tabung III: dengan NaOH 10% menghasilkan larutan hijau kekuningan d. Tabung IV: dengan H2SO4(p) menghasilkan larutan orange kekuningan

3.3.3 Ekstraksi Daun Tumbuhan Buni

(46)

panaskan diatas penangas air selama ± 45 menit jam. Kemudian disaring dan filtrat yang diperoleh di ektraksi partisi dengan kloroform sebanyak 3 kali. Ekstrak kloroform dipekatkan dengan rotarievaporator dan diuapkan kembali sehingga diperoleh ekstrak pekat kloroform sebanyak 0,65 g.

3.3.4 Analisis Kromatografi Lapis Tipis

Analisis Kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak kloroform dengan menggunakan fase diam silika gel 60F254 Merck. Analisis ini dimaksudkan untuk mencari sistem dan perbandingan pelarut yang sesuai untuk kromatografi kolom. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran pelarut n-heksana:etil asetat dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40 (v/v).

Dimasukkan 10 ml campuran larutan fase gerak n-heksana: etil asetat 90:10 (v/v) ke dalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Di totolkan ekstrak pekat kloroform pada plat KLT yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi campuran pelarut yang telah dijenuhkan, lalu di tutup dan di elusi. Plat yang telah di elusi, di keluarkan dari bejana, lalu di keringkan.

Di amati noda yang terbentuk dibawah sinar UV, kemudian difiksasi dengan pereaksi FeCl3 5%. Diamati warna bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut n-heksana:etil asetat dengan perbandingan 80:20, 70:30, 60:40 (v/v).

3.3.5 Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom

(47)

Dirangkai alat kromatografi kolom. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM dengan menggunakan n-heksana, diaduk-aduk hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan n-heksana 100% hingga silika gel padat dan homogen. Dibuburkan 0,65 g ekstrak pekat kloroform dengan silika gel dengan pelarut kloroform, kemudian dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel, lalu ditambahkan fasa gerak n-heksana:etil asetat 90:10 (v/v) secara perlahan-lahan dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas. Ditingkatkan kepolaran dengan menambahkan fasa gerak n-heksana:etil asetat dengan perbandingan 80:20 (v/v), 70:30 (v/v), dan 60:40 (v/v). Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap ± 10 mL, lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama lalu diuji dengan FeCl3 5%. Kemudian diuapkan sampai terbentuk pasta.

3.3.6 Pemurnian

(48)

3.3.7 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Uji kemurnian pasta dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F254 dengan fasa gerak n-heksana:etil asetat 70:30 (v/v), dan kloroform:metanol 70:30 (v/v).

Dimasukkan 10 mL larutan fasa gerak ke dalam bejana kromatografi lapis tipis, lalu dijenuhkan. Ditotolkan pasta yang sebelumnya dilarutkan dengan kloroform pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi lapis tipis yang telah jenuh. Setelah pelarut fasa gerak merembes sampai batas tanda, plat KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, diamati di bawah sinar UV, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi FeCl3 5% dalam metanol menghasilkan bercak berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa flavonoida.

3.3.8 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

3.3.8.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible

Analisis dengan alat Spektrofotometer UV-Visible diperoleh dari Laboratorium Penelitian Farmasi, Fakultas Farmasi USU( Gambar 4.1).

3.3.8.2 Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah (FT-IR)

(49)

3.3.8.3 Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1

NMR)

(50)

3.4 Bagan Skrining Fitokimia

Diekstraksi maserasi dengan metanol Disaring

Dibagi kedalam 4 tabung reaksi

Tabung I Tabung II Tabung III Tabung IV

Ditambahkan

Flavonoida NegatifFlavonoida PositifFlavonoida Positif Flavonoida Diamati

perubahan warna

Larutan orange kekuningan Serbuk daun tumbuhan buni

(51)

3.5 Bagan Penelitian

1200 gram serbuk daun tumbuhan buni (Antidesma bunius (L)Spreng.)

diskrining fitokimia

dimaserasi dengan metanol sebanyak 5 L didiamkan selama ± 24 jam

dilakukan sebanyak 6 kali disaring

Ekstrak metanol Residu

diskrining fitokimia Ekstrak pekat metanol

diuapkan hingga semua metanol menguap dilarutkan dengan etil asetat

disaring

Ekstrak etil asetat Endapan

diskrining fitokimia

dipekatkan dengan rotarievaporator Ekstrak pekat etil asetat

diuapkan hingga semua etil asetat menguap dilarutkan dengan metanol

diekstraksi partisi dengan n-heksana sampai bening

Lapisan metanol Lapisan n-heksana

diskrining fitokimia

dipekatkan dengan rotarievaporator diuapkan hingga pekat

dilakukan uji kandungan gula dengan pereaksi Benedict (+) dihidrolisis dengan HCl 6% sambil dipanaskan selama 45 menit didinginkan

disaring

Ekstrak metanol asam Residu

diekstraksi partisi dengan kloroform sebanyak 3 kali

Lapisan kloroform Lapisan metanol asam

dipekatkan Ekstrak pekat kloroform

dipekatkan dengan rotarievaporator

(52)

Lanjutan

Ekstrak pekat kloroform diskrining fitokimia

diuji Kromatografi Lapis Tipis untuk mengetahui eluen yang sesuai

dikolom kromatografi dengan fasa diam silika gel dan fasa gerak (eluen) n-heksana:etil asetat (90:10; 80:20; 70:30; 60:40)(v/v)

ditampung tiap fraksi sebanyak ± 10 mL dalam botol vial

digabung fraksi dengan Rf yang sama diuji Kromatografi Lapis Tipis

Fraksi 1-23 (90:10) Fraksi 28-46(80:20) Fraksi 47-70 (70:30) Fraksi 71-84 (60:40) diuji FeCl3 5% diuji FeCl3 5% diuji FeCl3 5% diuji FeCl3 5% Hasil negatif Hasil positif Hasil positif Hasil positif

dianalisis Kromatografi Lapis Tipis dipreparatif dengan eluen kloroform : metanol (90:10 v/v)

dikeringkan

disinari di bawah lampu UV digerus dari plat

dilarutkan dengan campuran metanol:etil asetat 1:1 disaring

Senyawa murni

dianalisis Kromatografi Lapis Tipis diuapkan

dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis,

spektrofotometer Inframerah (FT-IR), spektrometer 1H-NMR

(53)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Peneltian

Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak metanol dan etil asetat dari daun tumbuhan buni (A.bunius (L) Spreng.) dengan adanya penambahan pereaksi-pereaksi warna untuk menentukan golongan senyawa kimia yang dikandung dengan menggunakan pereaksi flavonoida ternyata sampel positif mengandung flavonoida.

Hasil elusi dari perbandingan pelarut n-heksana:etil asetat 70:30 (v/v) pada fraksi 47-71, dilakukan KLT preparatif dengan eluen kloroform: metanol 90:10 (v/v) untuk mendapatkan senyawa murni. Sehingga diperoleh senyawa murni berupa pasta berwarna kuning kecoklatan, seberat 30 mg, dan nilai Rf= 0,31.

Spektrum UV-Visible senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut metanol ditunjukkan pada gambar 4.1 dibawah ini :

(54)

Hasil analisis spektrofotometer FT-IR dari pasta hasil isolasi menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Spektrum Inframerah (FT-IR) Senyawa Hasil Isolasi 1. Pada bilangan gelombang 3336,85 – 3331,07 cm-1 2. Pada bilangan gelombang 3282,84 – 3238,48 cm-1 3. Pada bilangan gelombang 2949,16 – 2870,08 cm-1 4. Pada bilangan gelombang 1714,72 cm-1

(55)

Hasil analisis Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) memberikan pergeseran kimia pada daerah (ppm) seperti Gambar 4.3 berikut:

O

Gambar 4.3 Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi

1. δ = 3,71190 ppm menunjukkan puncak singlet

2. δ = 6,3404-6.3729 ppm menunjukkan puncak doblet

3. δ = 6,8697-6,8865 ppm menunjukkan puncak doublet

4. δ = 7,1991 ppm menunjukkan puncak singlet

(56)

4.2 Pembahasan

Untuk menentukan struktur dari senyawa flavonoida yang berupa pasta kuning kecoklatan yang diperoleh digunakan alat spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Inframerah (FT-IR) dan Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR). Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis) digunakan untuk menentukan golongan dari flavonoida, karena setiap jenis flavonoida mempunyai adsorpsi panjang gelombang maksimum (λ maks) yang berbeda. Spektrofotometer Inframerah (FT-IR) digunakan untuk menganalisa gugus fungsi yaitu gugus fungsi dari aromatik yaitu C=C, hidroksida, karbonil, dan eter. Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) digunakan untuk menentukan jenis proton dari cincin A, B dan C. Maka dapat digunakan kombinasi dari data Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Spektrofotometer Inframerah (FT-IR), dan Spektrofotometer 1H-NMR untuk meramalkan struktur dari senyawa flavonoida hasil isolasi. Dan pada Spektrofotometer 1H-NMR pada daerah peak 4,7269 ppm puncak singlet belum dapat dipastikan jenis serta letak substituentnya.

Dari hasil interpretasi spektrum UV-Visible dengan pelarut metanol (Gambar 4.1)memberikan panjang gelombang (λ maks) 330,0 nm untuk pita I dan 266,0 nm untuk pita II, hal ini menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi sesuai dengan spektrum UV-Visible dari senyawa pembanding flavonoida yaitu Isoflavon (Lampiran G).

Dari hasil interpretasi Spektrum Inframerah (FT-IR) (Gambar 4.2) diperoleh pita serapan sebagai beerikut :

1. Pada bilangan gelombang 3336,85 – 3331.07 cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur –OH.

2. Pada bilangan gelombang 3282,84 – 3238,48 cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur –CH aromatik.

(57)

4. Pada bilangan gelombang 1714,72 cm-1 dengan puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ulur dari gugus karbonil.

5. Pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 dan 1519,91 cm-1 puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ulur C=C dari aromatik.

6. Pada bilangan gelombang 1276,88 cm-1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur C–O (C-OH).

7. pada bilangan gelombang 1116,78 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur C-O-C tak simetrik.

8. Pada bilangan gelombang 979,84 cm-1 dengan puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ulur –CH pada cincin aromatik.

Dari hasil interpretasi Spektrum 1H-NMR (Gambar 4.3) dengan menggunakan pelarut aseton dalam standar TMS diperoleh data sebagai berikut:

1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,7190 ppm puncak singlet menunjukkan proton dari gugus metoksi –OCH3.

2. Pergeseran kimia pada daerah δ = 6,3404-6,3729 ppm puncak doublet

menunjukkan proton – proton dari H-6 dan H-8 pada cincin A struktur flavonoida.

3. Pergeseran kimia pada daerah δ = 6,8697-6.8865 ppm puncak doublet

menunjukkan proton-proton dari H-3’ dan H-5’ pada cincin B struktur flavonoida.

4. Pergeseran kimia pada daerah δ = 7,1991 ppm puncak singlet menunjukkan proton dari H-2 pada cincin C struktur flavonoida.

(58)

Berdasarkan analisis data dan interpretasi yang dilakukan pada spektrum Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Inframerah (FT-IR), dan 1H-NMR dapat disimpulkan atau diduga bahwa senyawa hasil isolasi dari daun tumbuhan buni adalah senyawa flavonoida golongan isoflavon, yang struktur senyawanya adalah sebagai berikut :

(59)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 1200 g daun tumbuhan buni (A.bunius (L) Spreng.) merupakan pasta berwarna kuning kecoklatan, diperoleh sebanyak 30 mg, Rf = 0,31 dengan eluen n-heksan:etil asetat 70:30 (v/v).

2. Berdasarkan hasil skrining fitokimia flavonoida terhadap pasta hasil isolasi dari daun tumbuhan buni (A.bunius (L) Spreng.), menunjukkan hasil positif senyawa flavonoida.

3. Hasil analisis dengan Spektrofotometri UV-Visible, Spektrofotometri Inframerah (FT-IR) dan Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1 H-NMR) menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi dari daun tumbuhan buni (A.bunius (L) Spreng.) diduga adalah senyawa flavonoida golongan isoflavon.

5.2 Saran

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Andersen, M., Markham, K.R. 2006. Flavonoids. New York: Taylor & Francis Group. Belina Aldemita., Veronica C.Sabularse., Erlinda I.Dizon., Wilma A.Hurtada and Mary Ann O.Torio. 2013. Physicochemical properties of bignay (Antidesma bunius (L)Spreng) wine at different stages of processing.University of the Phillipines Los Banos. Thailand

Cannell, R.J. 1998. Natural Product Isolation. New Jersey: Humana Press Inc. Cseke, L., Kirakosyan, A., Kaufman, P., Warber, S., Duke, J., Brielmann, H. 2006.

Natural Products From Plants. New York: CRC Press.

Endah Puspitasari., Evi Umayah Ulfa. 2009. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Buah Buni (Antidesma bunius (L) Spreng terhadap Sel Hela. Universitas Jember. Indonesia

Fera Amelia., Galih Nur Afnani., Arini Musfiroh., Alia Nur Fikriyani., Sisca Ucche., and Mimiek Murrukmihadi. 2012. Extraction and stability Test of Anthocyanin from Buni fruits (Antidesma bunius L) as an Alternative Natural and Safe Food Colorants. Gadjah Mada University. Indonesia

Gandjar, I.G., Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., Schwarting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi. Edisi Kedua. Bandung: Penerbit ITB.

Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB. Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., Williamson, E.M. 2010. Farmakognosi dan

Fitoterapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Jakarta: Terjemahan Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Hostettmann, K., Hostettmann, M., Marston, A. 1995. Cara Kromatografi Preparatif, Penggunaan Pada Senyawa Bahan Alam. Bandung: Penerbit ITB.

(61)

Loranza, B. 2012. Uji Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa-Glukosidae dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Fraksi Teraktif Daun Buni (Antidesma bunius L.). Universitas Indonesia. Indonesia

Luchai Butkhup and Supachai Samappito. 2009. Changes in Physico-Chemical Properties, Polyphenol Compounds and Antiradical Activity During Development and Ripening of Maoluang (Antidesma bunius L. Spreng) Fruits. Mahasarakham University. Thailand.

Mabry, T.J., Markham, K.R., Thomas, M.B. 1970. The Sistematic Identification of Flavonoids. New York : Springer Verlag.

Manito, P. 1981. Biosintesis Produk Alami. Terjemahan Koensoemardiyah. Semarang: IKIP Semarang Press.

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasi Padmawinata. Bandung: ITB Press.

Muldja, M.H. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Surabaya: Universitas Airlangga Press.

Nakanishi, K., Goto, T., Ito, S., Natori, S., Nosoe, S. 1974. Natural Product Chemistry. Volume 1. Tokyo: Kodansha Ltd Academic Press.

Nessa, F. 2003. Free Radical-Scavenging Activity of Organic Extracts and Pure Flavonoids of Blumea balsamifera DC Leaves. Food Chemistry.

Pavia, D.L., Lampman, G.M., Kriz, G.S. 1979. Introduction to Spectroscopy: A Guide for Students of Organic Chemistry. Philadelphia: Saunders College.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit ITB.

Sastrohamidjojo, H. 1991. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Satiadarma, K., Mulja, M., Tjahjono, D.H., Kartasasmita, R.E. 1995. Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Pertama. Surabaya : Airlangga University Press.

Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.

(62)

Torssell, K.B.G. 1981. Natural Product Chemistry, a Mechanistic and Biosynthetic Approach to Secondary Metabolism. New York: John Wiley & Sons Limited. Wiryowidagdo, S. 2007. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Jakarta: Penerbit Buku

(63)
(64)
(65)
(66)

Lampiran 3. Kromatogram lapisan tipis ekstrak pekat lapisan kloroform daun tumbuhan Buni (Antidesma bunius (L) Spreng.) sebelum Kromatografi Kolom

9 : 1 8 :2 7 : 3 6 : 4

E E E E

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 F254

E : Ekstrak Pekat Lapisan Kloroform daun Buni

No Fasa gerak Jumlah noda Rf

1. n-heksana:etil asetat 90:10 (v/v) 1 0,06

2. n-heksana:etil asetat 80:20 (v/v) 2 0,22

0,31

3. n-heksana:etil asetat 70:30 (v/v) 2 0,37

0,53

(67)

Lampiran 4. Kromatogram Lapisan Tipis ekstrak daun tumbuhan Buni (A. bunius (L) Spreng.) penggabungan fraksi

E E E

I II III

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 F254

E : Ekstrak daun tumbuhan Buni

No Fraksi Jumlah Noda Rf

I 28-46 3 0,73

0,44 0,26

II 47-71 3 0,66

0,46 0,26

(68)

Lampiran 5. Kromatogram Lapisan Tipis ekstrak daun tumbuhan Buni (A.bunius (L) Spreng.) sebelum KLT Preparatif

E I

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 F254

E : Ekstrak Pekat Lapisan Kloroform daun buni

No. Fasa Gerak Jumlah Noda Rf

I n-heksana : etil asetat 70 : 30 (v/v) 3

(69)

Lampiran 6. Kromatogram Lapisan Tipis senyawa murni hasil isolasi

E I

E II

Keterangan :

Fase diam : Silika gel 60 F254

E : Ekstrak Pekat kloroform daun buni

I : Fasa gerak n-heksana : etil asetat 70:30 (v/v) II : Fasa gerak kloroform : metanol 70:30 (v/v)

No Fase Gerak Jumlah Noda Rf

I n-heksana : etil asetat 70:30 (v/v) 1 0,31

(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)

Form att ed: I ndent: Left: 0", First line: 0", Tab stops: 1,52", Left

Gambar

Gambar 2.3 Diagram Teknik Pemisahan
Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi
Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida
Gambar 4.1 Spektrum UV-VISIBLE Senyawa Hasil Isolasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak methanol dari buah tumbuhan Harimonting (R. tomentosa.W.Ait) dengan adanya penambahan pereaksi-pereaksi warna untuk

Ekstrak pekat metanol dari daun tumbuhan bunga mawar putih yang telah diuapkan hingga pelarut metanol habis menguap, kemudian dilarutkan dengan pelarut etil asetat untuk

Dari uji pendahuluan yang peneliti lakukan dengan uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan etil asetat daun tumbuhan bunga kupu-kupu

Uji Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa-Glukosidase dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari Fraksi Teraktif Daun Buni (Antidesma bunius L.).. Depok:

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang skrining fitokimia, golongan senyawa triterpenoid / steroid (isolat) hasil isolasi dari ekstrak n-heksana

Biological Activity of Bignay [Antidesma bunius (L.) Spreng] Crude Extract in Artemia salina.. Journal

Isolasi senyawa flavonoida yang terdapat pada daun tumbuhan bangun-bangun ( P.amboinicus (Lour.) Spreng.) dilakukan secara maserasi dengan pelarut metanol.. Ekstrak pekat

Telah dilakukan penelitian tentang uji aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun buni (Antidesma bunius L. Spreng) terhadap tikus putih dengan metode pembentukan edema