• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam berdarah (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan familFlaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutamaAedes aegypti (Infodatin, 2016). Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016. Penyakit menular demam berdarah (DBD) mulai di kenal di Indonesia sejak tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, dan setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah sering dengan semakin meluasnya daerah endemis DBD. Penyakit ini tidak hanya seiring menimbukan KLB tetapi juga menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadiantara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya Usia harapan penduduk. Penyakit Demam Berdarah (DBD) merupakan salah satu masalah umum kesehatan masarakat di Indonesia, sejak tahun1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini terkaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus dan nyamuk penularnya di berbagai wilayah di Indonesia (Depkes RI, 20016). Penyakit ini termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, maka sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan, setiap penderita termasuk tersangka DBD harus segera dilaporkan

(2)

selambat-lambatnya dalam jangka waktu 24 jam oleh unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter praktik swasta, dan lain-lain) (Depkes RI, 2005). Indonesia mempunyai resiko besar untuk terjadi penyakit demam berdarah karena virus Dengue dan nyamuk penularnya yaitu Aedes aegypti tersebar luas di seluruh daerah-daerah pedesaan maupun perkotaan, baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum.

Menurut data WHO (2014) Penyakit demam berdarah dengue pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar keberbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit endemic pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifi Barat telah melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DBD berat. Perkembangan kasus DBD di tingkat global semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 980 kasus di hampir 100 negara tahun 1954- menjadi 16. kasus di hamper 60 negara tahun 2000-2009 WHO, 2014).

Kemenkes RI (2016) mencatat di tahun 2015 pada bulan Oktober ada 3.219 kasus DBD dengan Kematian mencapai 32 jiwa, sementara November ada 2.921 kasus dengan 37 angka kematian, dan Desember 1.104 kasus dengan 31 kematian. Dibandingkan dengan tahun 2014 pada Oktober tercatat 8.149 kasus dengan 81 kematian, November 7.877 kasus dengan 66 kematian, dan Desember7.856 kasus dengan 50 kematian. Dinas Kesehatan jawa timur melaporkan bahwa kota kota surabaya merupaka

(3)

kota tertinggi angka kejadian demam berdarah dengue di jawa timur dilaporkan pada tahun 2014 angka kejadian DBD yaitu 666 kasus dan meningkatpada tahun 2015 yaitu 830 kasus DBD (Dinkes Sumbar, 2016) Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota surabaya penduduk Kota surabaya tahun 2016 dengan jumlah penduduk 396 jiwa, ditemukan Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) sebanyak 930 kasus pada tahun 2016. Dari kecamatan waru di kota Surabaya ditemukan daerah tertinggi kejadian demam berdarah dengue (DBD) adalah kecamatan waru dengan 168 ditahun 2015 dan 201 di tahun 2016 kasus dan kejadian terendah adalah kecamatan waru dengan 11 kasus di tahun 2015 dan 20 kasus di tahun 2016 (Dinas Kesehatan Kota surabaya, 2016). Jika ditinjau dari data ke- 3 puskesmas yang ada di kecamatan waru puskesmas mendaeng mengalami angka kejadian tertinggi penyakit DBD yaitu tahun 2016 sebanyak 104 kasus, dimana tahun sebelumnya 2015 yaitu 59 kasus, meningkat ditahun 2016. Dan Puskesmas terendah terdapat di puskesmas mendaeng kabupaten sidoarjo tahun 2016 yaitu 20 kasus, dimana sebelumnya tahun 2015 yaitu 42 kasus, tahun 2015 adalah Angka tertinggi kejadian DBD di puskesmas mendaeng, kecamatan waru. Untuk letak geografis pada daerah tertinggi dan terendah diatas memilikiki topografi yang sama dalam habitat nyamuk aedes aeygepti dinama daerah desa bungurasih adalah dengan tinggi daratan daerah endemik terjadinya DBD karna setiap tahunnya mengalami kejadian luar biasa (KLB) DBD didua daerah tersebut. Penyebaran DBD yang tinggi karena berpengaruhnya nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas Dan tempat penampungan air lainnya) (Suhendro dkk, 2006) kondisi ini Diperburuk dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD dikarenakan masih barangnya pengetahuan, sikap dan tindakan dan masyarakat dalam penanggulangannya DBD

(4)

(Kemenkes RI, 2015). Pencegahan dan pemberantasan DBD seperti kurangnya perawatan rumah, Rumah dengan genangan air sehingga membuat jentik -jentik nyamuk Berekmbang biak di genangan air (39,0%) (Sungkar dkk, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 19 Mei 2017 Pada keluarga di kelurahan Kuranji sekitaran puskesmas belimbing dan Dikelurahan Bungus Selatan. Dari keluarga di Kuranji mengatakan Mengetahui apa itu DBD secara umum,4 kelurga mengatakan anggota Keluarga pernah mengalami penyakt DBD, 2 mengatakan rutin sekali Seminggu melakukan 3M, 5 keluarga mengatakan melakukan 3M bila ada Himbawan dari dinas setempat. Namun, 7 keluarga dikelurahan Bungus Selatan mengatakan bahwa mengetahui DBD secara umum, keluarga Mengatakan secara rutin ada himbawan dari puskesmas mendaeng untuk melakukan kegiatan 3M, keluarga melakukan 3M secara rutin keluarga mengatakan jarang karna Kesibukan kerja.Berdasarkan fenomena dan data diatas maka penulis telah melakukan Penelitian tentang “Perbedaan Pengetahuan Sikap dan Tindakan Keluarga Antara Prevalensi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan bungurasih.

Menurut Soedarto (2012) Indonesia adalah daerah endemis DBD dan mengalami Epidemis sekali dalam 4-5 tahun. Faktor lingkungan dengan Banyaknya genangan air bersih yang menjadi sarang nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi dan cepatnya trasportasi antar daerah,menyebabkan sering terjadinya demam berdarah dengue. Indonesia termasuk dalam salah satu Negara yang endemik demam berdarah dengue karena jumlah penderitanya yang terus menerus bertambah dan penyebarannya semakin luas (Sungkar dkk, 2010). DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis termasuk di Indonesia, penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dilaporkan pertama

(5)

kalidi Surabaya pada tahun 1968 dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang di antaranya meninggal dunia (Depkes RI, 2015).

Penelitian Hardayatir (2011) mengatakan bahwa perilaku dari Masyarakat akan sangat menentukan tingkat kesehatan dari masyarakat itu Sendiri. Perilaku yang baik akan memberikan dampak yang baik bagi Kesehatan dan sebaliknya prilaku yang buruk akan berdampak pada Kesehatannya. Kasus demam berdarah dengue disuatu daerah dengan Prevalensi tinggi dan rendahnya kejadian demam berdarah dengue dapat Dipengaruhi oleh pengetahuan sikap dan tindakan masyarakat dalam Penanganan kasus demam berdarah dengue, semua ini didukun oleh Penelitian yang dilakukan oleh Liza (2015) di puskesmas mendaeng kota surabaya membuktikan bahwa ada hubungan antara pemberantasan jentik nyamuk dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD). Dimana Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai apa itu demam berdarah dengue (DBD), penyebab berkembang biaknya nyamuk aedes aeygepti dan Penanggulanga terhadap nyamuk Aedes aeygepti pemengaruhi angka kejadian Demam berdarah. Dimana presentasi pengetahuan masyarakat kota semarang, Sebagian besar responden mempunyai pengetahuan baik Tentang DBD (68,3 %). Menurut penelitian Liza (2015) mengatakan bahwa sikap masyarakat Sangat perlu ditanamkan untuk kepedulian terhadap penyakit DBD kepada Anggota keluarga untuk memperkenalkan resiko terkena penyakit DBD (64,2%). Namun, kendala yang masih sering terjadi di masyarakat adalah Ketidaktahuan masyarakat mengenai tindakan masyarakat untuk melakukan program 3M.

Untuk penyakit Demam Berdarah Dengue. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan cara pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit DBD. Kampanye PSN sudah

(6)

digalakkan pemerintah dalam hal ini Departemen.Kesehatan dengan semboyan 3M, yaitu menguras tempat penampungan air secara teratur, menutup tempat-tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk. Kegiatan PSN sekarang berkembang menjadi 3M plus yaitu kegiatan 3M yang diperluas dengan mengganti air vas atau tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan Telang air yang tidak lancar, menutup lubang-lubang pada potongan bamboo atau pohon, menaburkan bubuk larvasida, jentik, memasang kawat kassa, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan yang memadai. Kegiatan 3M plus juga diperluas dengan upaya meningkatkan kebiasaan pada masyarakat untuk menggunakan kelambu pada saat tidur siang, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam ruangan rumah. Sebelumnya telah dilakukan penelitian yang sama dengan penelitian ini namun fokusnya berbeda, antara lain: penelitian mengenai “Kejadian Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Faktor Lingkungan dan PraktikPemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kerja Puskesmas Medaeng Kecamatan waru kabupaten sidoarjo. di dapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara praktik PSN dengan kejadian DBD. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, tempat penelitian adalah di wilayah rural, sedangkan penelitian tersebut berada di wilayah urban. Penelitian lain yang terkait dengan penelitian ini yaitu “ Hubungan Perilaku PSN dengan Kejadian DBD. Di dapatkan hasil bahwa ada hubungan antara menguras tempat penampungan air dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan dalam TR 02- RW 03 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.7 Sedangkan penelitian ini, tidak hanya memandang dari segi

(7)

menguras tempat penampungan air saja, tetapi juga dari semua kegiatan PSN yang meliputi fisik (menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang-barang bekas), kimia (menaburkan bubuk abate).Perilaku masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Reban, khususnya di Desa Bungurasih Dalam RT 02- RW 03 secara umum belum bisa memperhatikan kesehatan lingkungan tempat tinggalnya dengan baik. Perilaku sehat seperti kesadaran untuk melakukan PSN secara rutin juga belum bisa terlaksana dengan baik. Hal ini diperkuat dengan adanya peningkatan kasus DBD di Desa Bungurasih Dalam RT 02-RW 03 serta pencapaian Angka Bebas Jentik (ABJ) sebesar 83 % pada tahun 2015. Dimana angka t ersebut masih di bawah target ABJ yaitu lebih dari 95 %. Kegiatan PSN hanya dilakukan manaka sudah ada tetangga atau saudara sekitar rumah yang mengalami Demam Berdarah. Kegiatan itupun dilakukan bila ada instruksi dari petugas kesehatan Puskesmas Medaeng bersama Perangkat Desa Bungurasih Dalam RT 02- RW 03. Kondisi pemukiman penduduk yang padat, adanya beberapa penampungan barang-barang bekas di sekitar rumah juga bisa menjadi faktor pendukung yang sangat besar. Terlebih penampungan barang-barang bekas yang tidak tertutup rapat yang dapat menjadi tempa t genangan air saat musim hujan datang. Di lingkungan RT 02-RW 03 Desa Bungurasih Dalam merupakan lingkungan yang rata-rata warga setempat berprofesi sebagai pengumpul barang-barang bekas, seperti ban bekas, kaleng, berbagai bahan plastik, kardus, besi dan lain-lain. Menurut Winarsih dalam hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa responden yang mempunyai barang bekas mempunyai resiko 52 kali lebih besar menderita DBD dari pada yang tidak mempunyai barang bekas. Hasil wawancara awal di dapatkan bahwa dari 9 responden yang anggota keluarganya menderita penyakit Demam

(8)

Berdarah Dengue, dari responden menyatakan tidak pernah melakukan kegiatan PSN meskipun mereka mengetahui bahwa PSN itu adalah singkatan dari Pemberantasan Sarang Nyamuk yang meliputi menguras bak mandi, mengubur dan membakar atau 3M seperti yang pernah dilihat di televisi itu, yang bertujuan untuk menghindari nyamuk Demam Berdarah. Warga Desa Bungurasih Dalam RT 02-RW 03 juga pernah mendapatkan informasi tentang PSN dari Mahasiswa KKN 2 tahun yang lalu dan juga pernah mendapatkan informasi tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk dari Puskesmas Medaeng sekitar 1 tahun yang lalu. Dari orang pada umumnya melakukan kegiatan bersih- bersih seperti menguras bak mandi atau tempat penampungan air, menutup barang- barang bekas yang menjadi tempat genangan air hanya dilakukan setelah mendengar atau mengetahui ada saudara atau tetangga yang mengalami penyakit DBD. Mereka beranggapan bahwa tindakan yang paling gampang mengatasi DBD adalah dengan pengasapan atau foging Dengan kondisi seperti itu maka kegiatan atau tindakan yang tepat untuk menjaga kesehatan adalah dengan menjaga lingkungan tetap bersih dan terbebas dari nyamuk Demam Berdarah. Kegiatan untuk menjaga terbebas dari nyamuk Demam Berdarah yaitu dengan PSN yang ideal nya kegiatan PSN tersebut bisa dilakukan minimal 1 minggu sekali. Namun perlu penelitian lebih lanjut berdasarkan bukti empiris bahwa perilaku PSN. Berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah. Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang hendak diteliti adalah “Apakah terdapat hubungan antara perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan kejadian Demam Berdarah di Desa Bungurasih Dalam TR 02-RW 03 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

(9)

Berdasarkan Uraian Latar Belakang Masalah Di Atas, Maka Dapat Dirumuskan Permasalahan Penelitian Sebagai Berikut: Apakah Terdapat Hubungan Antara Pemberantasan Jentik Nyamuk Dengan kejadian Demam Berdarah Di Desa Bungurasih Dalam RT 02 RW 03 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara Pemberantasan Jentik Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah di Desa Bungurasih Dalam RT 02 - RW 03 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi pemberantasan jentik nyamuk di Desa Bungurasih Dalam RT 02-RW 03 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

b. Mengidentifikasi kejadian Demam Berdarah di Desa Bungurasih Dalam RT 02-RW 03 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

c. Menganalisis pemberantasan jentik nyamuk dengan kejadian Demam Berdarah di Desa Bungurasih Dalam TR 02 RW 03 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

4.1. Manfaat Penelitian 4.1.1. Manfaat Teoritis:

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk masukan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan komunitas, serta menambah informasi tentang pencegahan penyakit Demam Berdarah di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

1.4.2. Manfaat Praktik: 1. Bagi Ilmu Keperawatan

(10)

Memberikan tambahan pustaka dan memberikan pengembangan ilmu keperawatan komunitas khusunya mengenai penyakit Demam Berdarah dan pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

2. Bagi Responden

a. Sebagai bahan informasi yang dapat memperluas pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang pengaruh perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk di Desa Bungurasih Dalam RT 02 RW 03 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

b. Sebagai bahan acuan penelitian selanjutnya mengenai pengaruh pemberantasan jentik nyamuk.

3. Bagi Masyarakat

a. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat Desa Bungurasih Dalam RT 02-RW 03 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Mengenai Pengaruh Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk yang berada di Desa tersebut.

b. Untuk meningkatkan motivasi masyarakat Desa Bungurasih Dalam RT 02-RW 03 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Mengenai Pentingnya Perilaku Pemberantasan jentik Nyamuk.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan Balanced Scorecard , tujuan suatu perusahaan tidak hanya dinyatakan dalam ukuran keuangan saja, melainkan dinyatakan dalam ukuran dimana perusahaan tersebut menciptakan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh

Pelayanan publik dalam pengurusan E-KTP sudah sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam pembuiatan E-KTP dal ini memudahkan dalam pembuatan E-KTP yang baik dan benar yang

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan laporan tugas akhir ini berupa kegiatan kerja praktek yang mencakup wawancara pada karyawan PT Bio

[r]

Untuk meningkatkan kinerja pagawai agar seoptimal mungkin, diperlukan peran manajemen untuk mengatur serta mengarahkan pegawai untuk menjalankan tugas serta tanggung jawab

Heterokedastisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam model regresi adalah tidak

Namun, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2010) dan Marhamah (2013) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan