• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PIMPINAN PESAREN DALAM PEMBINAAN RUHIYAH SANTRI DI PESANTREN DARUL ARQAM MUHAMMADIYAH TAMPINNA KECAMATAN ANGKONA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN PIMPINAN PESAREN DALAM PEMBINAAN RUHIYAH SANTRI DI PESANTREN DARUL ARQAM MUHAMMADIYAH TAMPINNA KECAMATAN ANGKONA"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh ISHIJRIAH.H NIM : 105270014315

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/ 2020 M

(2)
(3)
(4)
(5)

vi

Muhammadiyah Tampinna Kecamatan Angkona. Dibimbing oleh Dr.M.Ali Bakri., S.Sos.,M.Pd dan Dr. Lama Bawa,Ag.

Skripsi ini berjudul Peranan Pimpinan Pesantren Dalam Pembinaan Ruhiyah Santri Di Pesantren Darul Arqam Tampinna Kecamatan Angkona. Pokok permasalahan penelitian ini adalah karena ingin mengetahui bagaimana peran Pimpinan Pesantren Dalam Pembinaan Ruhiyah Santri di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna Kecamatan Angkona. Penelitian ini mengangkat masalah sebagai berikut : 1)Bagaimana Pola Pembinaan Santri di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna. 2) Bagaimana peran Kyai Pesantren dalam Pembinaan Santri di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna. 3)Bagaimana Strategi Pembinaan ruhiyah santri di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, deskriptif yang berlokasi di jalan poros Malili Angkona lorong desa Tampinna Kecamatam Angkona Kabupaten Luwu Timur. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan komunikasi dan pendekatan sosiologi. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer seperti wawancara langsung dengan informan dan data sekunder seperti buku, internet, jurnal, dan dokumentasi. sedangkan teknik analisis data adalah dengan metode deduktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peranan Pimpinan Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna dalam pembinaan ruhiyah santri adalah menerapkan pola pembinaan dan strategi pembinaan dengan program-program keislaman, ketauhidan dan akidah akhlak. Kemudian menjalankan perencanaan yang telah di buat dan terakhir evaluasi.

Adapun factor pendukung dan penghambat dalam

pembinaanruhiyah santri di Pesantren Darul Arqam Tampinna yaitu Faktor pendukung, adanya dukungan dari masyarakat, letak pesantren yang strategis. Adapun factor penghambat yaitu dana, adat dan waktu. Adapun implikasi penelitian ialah diharapkan kepada Kyai (guru) lebih meningkatkan pola pembinaan ruhiyah santri dengan menerapkan strategi yang lebih efektif lagi.

(6)

vii

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat yang begitu besar terutama nikmat kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Salam dan shalawat kepada junjungan rasulullah Muhammad SAW. yang diutus oleh Allah ke permukaan bumi ini sebagai suri tauladan yang patut dicontoh dan menjadi rahmat bagi semesta alam.

Adapun skripsi ini merupakan suatu karya tulis ilmiah yang diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana pada Universitas Muhammadiyah Makassar pada Fakultas Agama Islam Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan kerja sama dari semua pihak yang dengan rela dan ikhlas turut serta dalam pembuatan Skripsi ini. Terutama Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan motivasi dari Ayahanda (Nurhaedah) dan para kakanda (Isnawati, Isdaniah, Ishak, M. Yahya) tercinta atas segala pengorbanannya yang tak pernah bisa penulis balas meskipun sampai titik peluh yang terakhir serta kakak dan adik-adikku tersayang (Nurjannah, Muvidah, Faatimah) serta Suamiku Tercinta (Kasmin) yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan studi dan keluarga dengan segala dukungan, semangat dan motivasi yang tiada hentinya.

(7)

viii

Muhammadiyah Makassar.

2. Drs, H. Mawardi Pewangi, M.Pd selaku dekan Fakultas Agama Islam. 3. Syekh Dr. Mohammed Mohammed Tayeb Mohammed Khoory, selaku

Pembina Asia Muslim Charity Foundation (AMCF) Jakarta, yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sehingga proses penyelesaian studi dapat berjalan dengan lancar.

4. Ustadz Dr. H. Abbas Baco Miro, Lc., MA., selaku ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam.

5. Dr. Muhammad Ali Bakri, S.Sos., M.Pd dan Dr Dahlan Lama Bawa, M.Ag, selaku pembimbing I dan II yang dengan kesabaran dan ketekunanya memberikan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis

6. Meisil B. Wulur selaku penasihat Akademik atas bimbingan dan nasehat yang sangat berharga selama penulis menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Makassar.

7. Seluruh Staf Pegawai dalam lingkungan Fakultas Agama Islam dan Ma’had Al Birr Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis

(8)

ix

9.Wahid Mustafa, Spd.I selaku kepala sekolah tingkat ibtidaiyah dan yang terakhir kepada mutmainna Alam Nur selaku kepala sekolah TK dan Pembina serta seluruh staf guru Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna Kecamatan angkona yang telah menerima dan memberikan kesempatan serta membantu penulis dalam mengumpulkan data selama penelitian.

10.Teman-teman seperjuangan Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Angkatan 2015, terkhusus kelas akhwat dan kelas akselerasi, semoga perjuangan kita semua mendapatkan ridho Allah.

Semoga amal baik mereka semuanya menjadi amal baik di sisi Allah Subhanahu Wata’ala, dan mendapat balasan yang berlipat, Aamiin.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang sangat sederhana ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi kita semua.

(9)

x

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

BERITA ACARA MUNAQASYAH ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Pola Pembinaan Santri di Pesantren ... 7

B. Peran Kyai Pesantren dalam Pembinaan Santri ... 24

C. Strategi Pembinaan Santri ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Lokasi dan Penelitian ... 36

C. Pendekatan Penelitian ... 37

(10)

xi

BAB V HASIL PENELITIAN ... 43

A. Profil Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam Tampinna ... 43

B. Pola pembinaan Santri di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna ... 51

C. Peranan pimpinan Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna ... 56

D. Strategi Pembinaan Santri di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna ... 59 BAB V PENUTUP ... 67 A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN………... 72

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi seringkali di fahami sebagai suatu kekuatan rekayasa yang mempengaruhi tata kehidupan dunia secara menyeluruh. Pengaruh globalisasi merambah keseluruhan dunia dan menjamah setiap aspek kehidupan tanpa mengenal batas. Dengan pengaruh globalisasi tersebut, maka tidak heran jika perilaku atau akhlak manusia dewasa ini cenderung menurun, hal ini sebagai bukti bahwa manusia di ciptakan oleh Allah SWT dalam dua dimensi jiwa. Ia memiliki akhlak, potensi, orientasi, dan kecenderungan yang sama untuk melakukan hal-hal yang positif dan negatif. Inilah salah satu ciri spesifik manusia di katakan sebagai makhluk alternatif. Artinya, manusia bisa menjadi jahat dan jatuh terperosok pada posisi yang rendah. Disisi lain, rendahnya etika manusia dalam konteks ini, anak-anak dalam masa menuntut ilmu,1

Di tengah kondisi krisis nilai akhlak, barangkali Pondok Pesantren merupakan alternatif yang perlu di kaji dan di jadikan contoh pembinaan dan peningkatan akhlak serta dalam pembentukan kepribadian para santri. Pemimpin bukan hanya mentrasfer pengetahuan, keterampilan, dan nilai, akan tetapi sekaligus menjadi contoh atau teladan bagi para santrinya.

1

Enung Fatimah,Psikologi Perkembangan , (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 85

(12)

Berdasarkan hal tersebut bahwa pemimpin memegang peranan penting dalam membina, membentuk dan merubah akhlak santri agar menjadi manusia berakhlak mulia, berilmu dan mempunyai kemandirian, agar tingkah laku atau pengalaman sehari-hari yang di lakukan sesuai dengan norma-norma agama. Sebagaimana Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak.

Pesantren merupakan suatu jenjang pendidikan islami, dan merupakan suatu sistem pendidikan tertua saat ini dan di anggap sebagai produk budaya Indonesi.2

Pondok pesantren juga di kenal dengan pendidikan khusus yang berbasis keagamaan berkembang dengan baik, untuk mengimbangi perkembangan pondok yang di dalamnya berbasis keagamaan. Pondok pesantren berupaya agar santri menjadi mandiri, mandiri dari segi fisik maupun batin. Kemandirian secara fisik dan batin santri berasal dari spirit keagamaan. Spirit keagamaan ini perlu di gali oleh santri dengan melakukan berbagai tarikat. Sebab tarikat yang dilakukan santri adalah manifestasi dari ruhiyah individu santri yang menjadi tradisi dalam meningkatkan spirit keagamaan baik secara fisik maupun batin. Santri juga dikenal sebagai orang yang mempunyai kecerdasan ruhiyah yang tinggi karena mereka banyak mengetahui tentang agama, yang tujuannya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.3

2

Sulthon Masyuhud. Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka. 2005) hlm. 1.

3

Sulthon Masyuhud. Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka. 2005) h. 5.

(13)

Kecerdasan ruhiyah adalah kecerdasan qalbu yang lebih berhubungan dengan kualitas batin seseorang. Kecerdasan ini mengarahkan sesorang untuk berbuat manusiawi, sehingga dapat menjangkau nilai-nilai yang luhur yang mungkin belum tersentuh oleh akal pikiran manusia.4 Di mana santri inilah yang akan menjadi penerus dakwah Islam kedepannya.

Islam adalah agama dakwah, yaitu agama untuk menyeruh dan mengajak seluruh umat untuk memeluk agama Islam. Sebagai rahmat bagi seluruh alam, Islam dapat menjamin terwujudnya kesejahteraan umat bagi manusia bilamana ajaran Islam yang mencakup segenap aspek kehidupan itu dijadikan sebagai pedoman hidup dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.

peneliti melihat keadaan di sekitar, sangat jelas terlihat semakin merosotnya nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai keagamaan, sehingga bisa dikatakan manusia dewasa ini sedang mengalami krisis akan nilai-nilai Islam.

Di mana peneliti melihat perilaku masyarakat jauh dari aturan-aturan Islam khususnya para remaja sehingga menyebabkan permasalahan-permasalah semakin banyak dan sulit untuk di hadapi. Keadaan seperti ini mempengaruhi ruhiyah masyarakat, Terkhusus para remaja. serta mengakibatkan pemikiran masyarakat terganggu bahkan melenceng dari hakekat yang sebenarnya serta membuat pemahaman

4

Abdul Mujib, Yusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa Psikologi Islami, (Jakarta: PT Raja Grapinda Persada, 2002), hlm. 330.

(14)

masyarakat pun jauh dari pemahaman Islam yang membuat masyarakat sulit untuk menerima dakwah.

Segala persoalan kemasyarakatan yang semakin rumit dan kompleks yang dihadapi oleh umat manusia merupakan masalah yang harus di hadapi dan diatasi oleh para pendukung dan pelaksanaan dakwah. Begitu pun dengan banyaknya serangan pemikiran yang menentang Islam yang di alami oleh masyarakat Islam yang merupakan proglema dakwah yang harus di hadapi.

Untuk menghadapi masalah dakwah yang semakin berat dan meningkat, sangat di perlukan peran para Pimpinan Pesantren selaku da´i yang membimbing para santri dalam pembinaan ruhiyah. Dimana santri-santri inilah yag akan menjadi penerus Dakwah. Jika pimpinan pesantren terus berpenting dalam menanamkan pemahaman keislaman, ketauhidan dan akhlak yang mulia sehingga dapat mengisi ruhaniyah keislaman santri, maka pimpinan pesantren dapat melahirkan para da´i yang berkualitas yang akan terus menyebarkan cahaya keislaman dan meningggikan tauhid

Dimana remaja masa kini lebih tertarik pada teknologi dan sesuatu yang bersifat modern yang secara otomatis dapat mempengaruhi ruhiyah remaja. Melihat betapa pentingnya memahami psikologi spiritual masyarakat dalam berdakwah maka peneliti tertarik untuk meneliti peranan Pimpinan Pesatren terhadap ruhiyah santri di Pesatren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna Kecamatan Angkona.

(15)

Sebagaimana tujuan daripada pesantren adalah membina generasi

agar memiliki keimanan yang kokoh, ketaqwaan yang tinggi pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan dapat memberi manfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat.5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka secara umum rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pola Pembinaan Santri di Pesantren?

2. Bagaimana Peran Kyai Pesantren dalam Pembinaan Santri? 3. Bagaimana Strategi Pembinaan Ruhiyah Santri?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Pola Pembinaan Santri di Pesantren?

2. Untuk Mengetahui Peran Kyai Pesantren dalam Pembinaan Santri?

3. Untuk mengetehui Srategi Pembinaan Ruhiyah Santri

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

5

Thamrin, Pola Pembinaan Santri Pada Pesantren Hidayatullah di Kendari,

(16)

Bagi penulis merupakan pelajaran yang berharga, karena dengan penelitian ini kita dapat mengetahui peran pimpinanan pesantren dalam pembinaan ruhiyah santri, dimana santri akan menjadi da’i dan da’iyah yang akan menghadapi berbagai jenis mad’u dan meningkatkan peranan dakwah yang efektif.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan menjadi bahan referensi bersama untuk melihat bagaimana peran pimpinan pesantren dalam pembinaan ruhiyah santri. Dan sekaligus merupakan sumbangan pemikiran dan evaluasi bagi lembaga dakwah dalam memajukan dan mencerahkan bangsa agar menjadi lebih baik ditengah perkembangan lembanga dakwah saat ini.

(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Peran Kyai Pesantren dalam Pembinaan Santri

1. Peranan

Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia Modern peranan adalah pemain atau sesuatu yang menjadi bagian atau yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya sesatu hal atau peristiwa.6 Peranan adalah perangkat tingkah yang diharapkan yang dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.7 Peran juga diartikan suatu konsep fungsional yang menjelaskan fungsi atau tugas seseorang yang dibuat atas dasar tugas tugas nyata yang dilakukan seseorang.8

David berry mendefenisikan peranan sebagai seperangkat harapan harapan yang dikenalkan pda individu yang menempatikedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut masih menutut David Berry, merupakan imbangan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat di katakan perenan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang di harapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.9

6Depdipud, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta, 1995, h. 112 7

Depdikbud, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta Balai Pustaka,1997, h. 751 8

Hendro puspito, sosiologi sistematika, Yogyakarta Kanesius ,1986 h.182 9

David Berry, Pokok-pokok Pikiran . Dalam sosiologi Suatu

PengantarSoejonoSoekarto, cet. Ke-3 )Jakarta: Raja Grafindo Persada,1995). H.99

(18)

Menurut Soejono dalam buku sisiologi sesuatu pengantar menjelaskan bahwa peranan adalah aspek dinamis kedudukan. Suatu rangkaian perilaku yang teratur, yang di timbulkan karena suatu jabatan tertentu, Ambarwati menunjukkan bahwa cakupan peranan sebagai suatu konsep hubungan sosial tentang apa yang di lakukan oleh seorang individu bagi stuktur masyarakat meliputi norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tersebut.10

2. Pimpinan

Pemimpin dan kepemimpinan saling berkaitan karena pemimpin adalah seseorang yang melakukan kepemimpinan, sedangkan kepemimpinan adalah sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan atau perilaku.11

Di lihat dari sisi bahasa Indonesia “pemimpin“ sering di sebut penghulu, pemuka, pelapor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun. Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya.

Berdasarkan Pengertian di atas, jelas bahwa pemimpin merupakan kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain atau

10

Soejiono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, ) Jakarta: Raja Grafindo Persada;19982) h. 213

11

Dadang Suhardan, ddk., Manajemen Pendidikan, )Jakarta: Alfabeta,2014),h. 125.

(19)

bawahannya untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan. Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus di jalankan dengan baik oleh seorang pemimpin tersebut. Karena Allah akan meminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu.12

Konsep kepemimpinan dalam perpektif sangatlah relevan jika didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist. Kepemimpinan dalam Islam identik sebagai imam. Kedua kepemimpinan dapat diartikan sebagai khalifah. Hal tersebut dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat: 73 sebagai berikut:

ٓاَتيِإ َو ِة َٰوَلَّصلٱ َماَقِإ َو ِت ََٰر ۡي َخ ۡلٱ َل ۡعِف ۡمِه ۡيَلِإ ٓاَن ۡيَح ۡوَأ َو اَن ِر ۡمَأِب َنوُد ۡهَي ٗةَّمِئَأ ۡمُه ََٰنۡلَعَج َو

ْاوُناَك َو ِِۖة َٰوَك َّزلٱ َء

َنيِدِب ََٰع اَنَل

“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah”.13

Berdasarkan uraian diatas, pemimpin yang penulis maksud merupakan seseorang yang mampu mempengaruhi. Mengarahkan, membimbing, memotivasi, mengawasi tindakan, atau tingkah laku orang lain serta mengatur para bawahannya supaya memiliki loyalitas yang tinggi agar tercapainya suatu tujuan. Pemimpin merupakan seorang

12

Dadang Suhardan, ddk., Manajemen Pendidikan, )Jakarta: Alfabeta,2014),h. 170.

13 Depertemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan, ( Jakarta: Penerbit Sahifah, 2014), h. 551.

(20)

pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.14

Berdasarkan konsep sifat, sikap dan cara-cara pemimpin tersebut melakukan dan mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka kepemimpinan menurut Dadang Suhardan mengklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu:

a. Tipe Otoriter

Tipe kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan authoritarian. Dalam kepemimpinan yang otoriter, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota kelompoknya.

b. Tipe Laissez-Faire

Tipe kepemimpinan ini pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, pemimpin membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya. Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya.

Adapun Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan

14

(21)

adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.15

Sehigga gaya yang tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimalkan produktifitas, kepuasan kerja, pertumbuhan dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi.

Gaya kepemimpinan adalah pola sikap dan perilaku yang ditampilkan dalam proses mempengaruhi orang lain. 16 Sementara menurut Veitzal Rivai dalam bukunya menyatakanbahwa gaya kepemimpian untuk mempengaruhi bawahannya agar sasaran organisasi tercapai.17

Salah satu pendekatan yang paling awal untuk mempelajari kepemimpinan adalah pendekatan berdasarkan sifat atau ciri. Pendekatan ini menekankan pada sifat pemimpin seperti ini adalah asumsi bahwa beberapa ciri yang tidak dimiliki orang lain , teori ini menyatakan bahwa keberhasilan manajerial disebabkan karena memiliki kemampuan kemampuan luar biasa dari seorang pemimpin.

1. Gaya Kepemimpinan Kharismatik

Gaya kepemimpinan karismatik dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan keistimewaan atau kelebihan sifat kepribadian

15

Veithzal Rivai, M.B.A Kepemipinan dan Perilaku Organisasi. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 42.

16

Matondang, Kepemimpinan Budaya Organisasi dan Manajemen Strategik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 5.

17

Matondang, Kepemimpinan Budaya Organisasi dan Manajemen Strategik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 42.

(22)

dalam mepengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku orang lain sehingga dalam suasana batin mengagumi dan mengagungkan pemimpin, bersedia berbuat sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin, kepemimpinan kharismatik ini mempunyai daya tarik yang amat besar.

2. Gaya Kepemimpinan Amanah

Bahwa “kekuasaan itu amanah, karena itu harus dilaksanakan dengan penuh amanah”. Maka ungkapan ini mengandung dua hal yaitu: a. Apabila manusia berkuasa dimuka bumi ini, menjadi khalifah, maka

kekuasaan yang diperoleh sebagai pendelegasian wewenang dari Allah SWT.

b. Karena kekuasaan itu pada dasarnya amanah, maka pelaksanaannya pun memerlukan amanah. Amanah dalam hal ini sikap penuh tanggung jawab, jujur, dan memegang teguh prinsip. Amanah dalam arti ini sebagai prinsip atau nilai.18

3. Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Perilaku (Behavior)

Perilaku kepemimpinan (Behavior theory leadership) di dasari pada keyakinan bahwa kepemimpinan yang hebat merupakan hasil bentukan atau dapat dibentuk dilahirkan (leadre aremade, non born). Berakar pada teori behaviorisme, teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan pemimpin, bukan pada kualitas fundamental atau internal. Menurut teori

18

Said Agil Husain Al-Munawar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Keshalihan

(23)

ini, orang bisa belajar untuk menjadi pemimpin misalnya melalui pelatihan atau observasi.

Fungsi utama pemimpin diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama dengan penuh rasa kebebasan.

b. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan. c. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja yaitu

mambantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan efektif.

d. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok. Pemimpin memberi kesempatan pada kelompok untuk belajar dari pengalaman. Pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk melatih kelompok menyadari proses dan isis pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif.

e. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.19

f. Ciri-Ciri Pemimpin Yang Efektif

Sejumlah ciri dapat dikemukakan sebagai ciri umum yang di miliki oleh kebanyakan diantara mereka. Ciri-ciri tersebut adalah kelancaran

19

Dadang Suhardan, ddk., Manajemen Pendidikan, Jakarta: Alfabeta,2014),h. 126.

(24)

berbicara, untuk memecahkan masalah, kesadaran akan kebutuhan, keluwesan, kecerdasan, kesediaan untuk menerima tanggung jawab, keterampilan sosial, serta kesadaran akan diri dan lingkungan.

Demikian pula seperti yang diterapkan oleh sekelompok ilmuan sosial dan pendidikan yang bertemu di Sacramento diakhir tahun 1979 yang berusaha merumuskan suatu profile definitive mengenai sifat kepemimpinan. Dari pertemuan itu, mereka berhasil mengidentifikasi beberapa ciri potensi kepemimpinan yang tinggi, yaitu:20dihormati oleh teman sejawat, gagasannya dicari orang, Berani mengambil resiko, mandiri, Giat, penuh semangat dan tekun, Tahu apa yang terjadi Memengaruhi, dapat mendominasi, menyukai kekuasaan, Percaya diri, Bertanggung jawab, Mempunyai banyak gagasan dan pandangan kedalam, Tegas, Diplomastis dalam hubungannya dengan teman sejawat dan kelompok, Sangat tersusun dan terorganisasi, Bersikap luwes

20

Dadang Suhardan, ddk., Manajemen Pendidikan, Jakarta: Alfabeta,2014), h. 176.

(25)

3. Pesantren

Pesantren menurut Kamus bahasa Indonesia adalah asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji.21Menurut wardoyo “Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan yang lengkap dengan asramanya, memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam tingkat lanjutan dengan sistem individual.“22

Definisi lain yang dikemukakan oleh pemimpin Pondok Pesantren Gontor Ponorogo menurutnya sebagai berikut:

“ Pondok Pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang sistem pendidikannya dan pengajarannya mempunyai ciri-ciri tertentu.“23

Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di nusantara ini karena sistem pendidikan serupa ini sudah dikenal sebelum datangnya Islam kebudayaan negri ini, yaitu pada masa kekuasaan Hindu Budha, dan Pesantren juga merupakan kebudayaan asli Indonesia.24

Oleh karena itu, kehadirannya sebagai pusat penyiaran dalam agama Islam tidak begitu asing bagi masyarakat. Dan masyarakat sendiri dalam tradisi Pondok Pesantren sudah menjadi bagian dari lingkungan Pondok Pesantren terutama dalam partisipasinya membangun dan mendukung Pondok Pesantren.

21

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustakam, 2005), h. 866. 38Wardoyo

22

Wardoyo, et.al, Laporan dan Penelitian Pendidikan Pada Perguruan Agama, (Jakarta: 1971), h. 87.

23

Institut Pendidikan Darussalam, Pondok Pesantren (sebuah antologi), (Panoraga: 1973), h. 6.

24

(26)

Dengan menyadarkan diri kepada Allah SWT, Kyai memulai pendidikan pesantrennya dengan modal niat ikhlas dakwah untuk menegakkan kalimat-Nya, didukung dengan sarana prasarana sederhana dan terbatas. Inilah ciri pesantren, tidak tergantung kepada sponsor, dalam melakukan visi misinya. Memang sering kali kita jumpai dalam jumlah kecil pesantren tradisional tampil dengan sarana dan prasarana sederhana. Keterbatasan sarana dan prasarana ini ternyata tidak menyurutkan Kyai dan santri untuk melaksanakan program-program pesantren yang telah dicanangkan. Mereka seakan sepakat bahwa pesantren adalah tempat melatih diri (ridyadlah) dengan penuh keprihatinan yang penting semua itu tidak menghalangi mereka untuk menuntut ilmu.25

Sejak awal pertumbuhannya, dengan bentuknya yang khas danbervariasi, Pondok Pesantren terus berkembang. Namun perkembangan yang signifikan muncul setelah terjadi persinggungan dengan sister persekolahan atau juga dikenal dengan sistem madrasah.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan nasioanal berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangak mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi didik agar

25

Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial, ( Jakarta: Penamadani 2005), h.191

(27)

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.26

Seiring berjalannya waktu fungsi Pondok Pesantren berjalan secara dinamis, berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global. Dalam perjalanannya sampai sekarang, sebagai lembaga sosial pesantren telah menyelenggarakan pendidikan foemal baik berupa sekolah umum maupun sekolah agama (madrasah, sekolah umum, perguruan tinggi). Disamping itu, pesantren juga menyelenggarakan pendidikan non formal berupa madrasah diniyah yang mengajarakan bidang-bidang ilmu agama saja. Pesantren juga telah mengembangkan fungsinya sebagi lembaga solidaritas sosial dengan menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim dan memberi pelayanan yang sama kepada mereka, tanpa membedakan tingakt sosial ekonomi mereka.

Tujuan pendidikan Pondok Pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu berkepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, mandiri, teguh dalam berkepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan agama Islam dan kejayaan umat Islam di

26

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 7.

(28)

tengah masyarakat (izzul Islam wal muslimin), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.27

Pada prinsipnya, setiap pengelolaan suatu lembaga pendidikan masyarakat adanya tipe pemimpin dan kepemimpinan yang khas. Dalam pesantren, kepemimpinan dilaksanakan di dalam kelompok kebijakan yang melibatkan semua pihak, di dalam tim program,di dalam organisasi guru, orang tua dan murid (ustadz, wali santri dan santri). Kepemimpinan yang membaur ini menjadi faktor pendukung aktivitas sehari-hari di lingkungan Pondok Pesantren.

Lembaga pendidikan pesanren di kenal sebagai lembaga pendidikan yang menganut sitem terbuka sehingga amat fleksibel dalam mengakomodasi harapan-harapan masyarakat dengan cara-cara yang khas dan unik. Namun, karena kelembagaan pesantren semakin hari terus berubah, antara lain menyelenggarakan sistem persekolahan di dalamnya, maka dengan sendirinya lembaga ini selayaknya melaksanakan fungsi-fungsi layanannya secara sistematik pula.28

Membahas peran kyai, tidak lepas dari kepemimpinan dan manajemen yang diterapkan atau diberlakukan di sebuah lembaga. Baik itu sekolah, ataupun sebuah pondok pesantren. Memang, bisa dikatakan bahwa pada umumnya, kyai di Jawa merupakan jaringan tokoh

27

. Sulthon Masyud, dkk., Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), h. 115

28

Sulthon Masyud, dkk., Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), h. 25-26.

(29)

masyarakat Indonesia yang sejak dulu memiliki peran penting, terutama dalam bidang politik dan agama. Namun khusus masalah kepemimpinan Kyai, kita akan bahas dalam edisi yang lain.

Pendapat ini juga di miliki Zamakhsyari Dhofier yang dalam penelitian mengenai pandangan hidup kyai, Tradisi Pesantren, dia menyampaikan kesimpulan bahwa “sebagai suatu kelompok, para kyai memiliki pengaruh yang amat kuat di masyarakat dan merupakan kekuatan penting dalam kehidupan politik Indonesia. Mengenai kepemimpinan Saratri Wilonoyudho berpendapat, pemimpin yang cerdas adalah orang yang mampu menghargai puncak kehidupan, dan dia akan senantiasa menziarahi kebenaran dan bukan menziarahi kekuasaan , agar dia tidak mengalami apa yang disebut split orientation. Yakni, tidak menyatunya antara ucapan dan tindakan.

Sebaiknya seorang Kyai tidak masuk ke ranah politik atau pengurus-pengurus organisasi ’berbau’ perbedaan. Beliau, fokus untuk menangani dan mengayomi santri selama 24 jam non stop. Sehingga dengan begitu, seluruh kegiatan santri terkontrol penuh oleh beliu dan bisa membimbing lebih banyak waktu, dari pada sibuk dengan urusan lain di luar pondok pesantren. Dalam kondisi pondok pesantren yang serba terbatas, peran kyai sangat penting. Dalam hal pembinaan terutama, untuk mencapai hasil yang diinginkan, kyai langsung terjun dan terlibat penuh untuk memantau seluruh kegiatan ekstra (non akademik) di lingkungan pondok pesantren yang dibinanya. Kyai selaku pengasuh,

(30)

berusaha agar pondok pesantren yang dipimpinnya unggul dalam segala bidang. Beliau adalah pemimpin cerdas dan visioner yang mampu membaca peluang kebutuhan masyarakat ke depan.

Dalam memimpin, Kyai harus dalam memimpin bersifat demokratis, berbasis santri. Memberikan kesempatan kepada bawahan dan santri beliau untuk berkarya dan selalu mengayomi kepada mereka yang dipimpinnya. Agustin mengatakan, bahwa pemimpin sejati adalah seorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai, memiliki integritas yang kuat, sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya, selalu membimbing dan mengajari pengikutnya. Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten dan istiqomah. Dan yang terpenting dalam memimpin berlandaskan atas suara hati yang fitrah. Ketulusan hati beliau dan keuletan serta keistiqomahan beliau mampu menjalankan sebuah pondok pesantren sendirian, hanya dibantu oleh santri-santri dalam melakukan rutinitas kegiatan santri non akademik dengan pantauan Kyai, karena keterbatasan dana untuk mendatangkan guru atau ustad yang membantu beliau mengayomi dan membina kegiatan-kegiatan santri. Kyai harus mengarahkan santrinya ke dalam era baru, memerlukan pemahaman yang komprehensif akan dinamika perubahan dan mengelola perubahan itu sendiri. Dari itu, Kyai hendaknya melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan prestasi non akademik dalam mewujudkan pondok pesantrennya yang berprestasi yang kompetitif di berbagai bidang, yaitu

(31)

bidang manajemen, kurikulum, siswa, guru, sarana dan prasarana serta hubungan dengan linkungan / masyarakat sekitar.

Peranan kyai kepada santri sangat dominan dan teraplikasi dalam kegiatan belajar mengajar pesantren, benar-benar terwujud pelaksanaannya yaitu sebagai berikut :

1. Pendidik dan Pembimbing, dalam hal ini Kyai langsung terjun mendidik santri sebagai top figur mengarahkan, membimbing santri dalam belajar.

2. Pemotivator, selain mendidik dan membimbing santri-santrinya kyai selalu memberikan suport / motivasi kepada santri agar selalu belajar dengan rutin, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan situasi terkini dalam masyarakat.

3. Peyandang Dana, jika keberadaan pondok pesantren dalam keadaan serba kekurangan karena tidak memilki sumber dana lain. Maka kyai sebagai pengelola dan pimpinan bertanggung jawab dalam urusan dana selain dana yang berasal dari santri untuk memajukan keberlangsungan proses belajar mengajar di pondok pesantren dengan cara pengelolaan baik mengedepankan faktor prioritas. 4. Pencari Nara Sumber / Pembina dan Pendukung, dalam

mengantisipasi kurangnya SDM yang mumpuni untuk diasramakan agar bisa membantu kegiatan non akademik santri. Misalnya, Kyai mengutus beberapa santri senior untuk belajar privat ke para ahli masing-masing bidang. Sesekali waktu, kyai memang memanggil

(32)

para tutor, seperti drama, MC, tulis menulis, sampai Qori’ untuk membina para santri di pondok pesantrennya.

5. Penyedia Sarana dan Prasarana, Kyai menyediakan tempat asrama, belajar mengajar serta sarana prasarana yang mendukung keberlangsungan aktivitas belajar mengajar di pondok pesantrennya. Baik dari dana yang dikelola maupun dari sumbangan-sumbangan donatur yang ada.

6. Koordinator Efektif, segala hal kegiatan di pondok pesantren langsung dikoordinatori oleh kyai langsung. Kyai sebagai koordinator akan selalu berkoordinasi dengan pengurus-pengurus yang lain dan juga santri-santri yang menjadi pengurus organisasi santri dalam memajukan prestasi non akademik di pondok pesantren.

Selain itu, Kyai harusnya menjadikan pondok pesantren sesuai dengan fungsi pesantren itu sendiri. Yakni pesantren sebagai transfer ilmu dan nilai agama telah diterapkan seperti yang diterapkan oleh kebanyakan pesantren-pesantren pada umumnya. Pondok Pesantren akan dijadikan sebagai lembaga yang berfungsi terhadap kontrol sosial dan rekayasa sosial secara keseluruhan. Para alumnus pesantren nantinya diharpkan mampu berkiprah di masyarakatnya, pemahaman agama yang dimiliki alumnus tentu diharapkan dapat di transformasikan dengan baik sesuai dengan kekhasan karakter sebuah pesantren. Kyai selalu berusaha agar kepercayaan masyarakat terhadap alumnus pesantren nantinya meningkat, kaitannya dengan kualitas kepribadian seorang santri. Kyai

(33)

tidak mengutamakan kuantitas santri melainkan menitikberatkan pada kualitas santri-santrinya. Oleh karenanya posisi pesantren pada poin kedua, yakni fungsi terhadap kontrol sosial sedikit banyak nantinya mendapat tempat bagi kalangan masyarakat.

Kyai berharap nantinya pesantren dan para alumnusnya mampu menjadi panutan dan kiblat oleh masyarakatnya, baik itu urusannya dengan pemahaman keagamaan, kultur budaya, hukum dan politik dan lain-lain. Pembekalan pada wilayah ini memang harus menjadi prioritas pengasuh dan pengurus yang lain untuk bersama-sama, bagaimana seharusnya pesantren mampu menciptakan santri sebagai tokoh yang kreatif, inofatif, dan produktif Sekaligus sebagai motor penggerak untuk masyarakat, bangsa dan negara.

Peran dan prilaku kyai dalam memimpin pondok pesantren tidak jauh beda seperti psikolog, dokter dan penjaga restoran. Hal ini di sampaikan beliau dalam kesempatan wawancara beberapa waktu lalu, bahwa di pondok pesantren kyai, hanya memuaskan keingin para orang tua, terhadap putra putri mereka agar dididik menjadi orang berguna dan sekaligus menyembuhkan segala ’penyakit’ psikologi yang dibawa dari rumahnya masing-masing.

Hal serupa di sampaikan oleh A. Haedar Ruslan dalam tulisannya, ”dalam kaitannya dengan perilaku yang tampak pada diri pemimpin, maka tidak terlepas dari sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin tersebut. Sebab antara perilaku dan sifat yang melekat pada seorang pemimpin tidak bisa

(34)

dipisahkan. Dengan demikian mempelajari perilaku pemimpin sama artinya dengan mempelajari sifat-sifat yang harus dimiliki oleh para psikologi dan pakar organisasi dalam mengkaji kepemimpinan dengan cara mengenali karakteristik sifat atau ciri-ciri pemimpin yang berhasil..”29

B. Pola pembinaan ruhiyah santri di Pesantren 1. Pola Pembinaan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Pola mempunyai arti bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan Pembinaan berasal dari kata dasar “Bina” dan mendapatkan imbuhan pem-an yang mempunyai arti usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien, dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik Jadi, pola pembinaan adalah bentuk struktur yang tetap dalam suatu tindakan dalam kegiatan membina yang di lakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Pembinaan juga berarti suatu proses, cara, perbuatan pembinaan atau pembaharuan, penyempurnaan atau usaha, tindakan dan kegiatan yang di lakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.30

Jadi pola pembinaan adalah merupakan suatu proses yang di lakukan untuk mengubah tingkah laku individu serta membentuk

29

Thamrin, Pola Pembinaan Santri Pada Pesantren Hidayatullah di Kendari,

Skripsi (Kendari: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2016), hal. 14.

30

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 193.

(35)

kepribadiannya, sehingga apa yang di cita-citakan dapat tercapai sesuai yang di harapkan.31

2. Ruhiyah

Ruhiyah adalah hubungan hamba dengan Allah Subhahu Wa Ta’ala. ruhiyah adalah kekuatan inti dari seseorang dalam menunaikan kerja-kerja amal dakwah. Dan ruhiyah itu tercermin dari pada keteduhan diri, tilawah qur’an, dan ibadah-ibadah lainnya.32

Ruhiyah berasal dari bahasa arab yang berarti jiwa Al-qur’an merupakan sumber orisinal pengetahuan Islam tentang jiwa. Dan Al-qur’an memberikan kostribusi yang sangat besar terhadap kajian jiwa manusia di kalangan para ilmuan jiwa (para sufi)33

Kata “jiwa” disebut dalam al-qur’an sebanyak 279 kali. Kata “jiwa” menunkukan bahwa lafazh nafs (jiwa) bermakna (insan) juga menunjukkan makna (mahiyah) manusia. Jiwa memiliki tiga karakter yaitu:

• Nafs al-amarah bi al-su’ (jiwa yang menyuruh pada kejelekan). • Nafs al-lawwamah (jiwa yang menyesal),

• Nafs al-mutmainnah (jiwa yang tenang)

dan hampir seluh sufi sepakat bahwa jiwa adalah sumber segala keburukan dan dosa karena ia adalah sumber syahwat dan keinginan meraih kesenagan. Jiwa merupakan musuh paling besar yang wajib

31

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Cet. II, (Jakarta: Kencana. 2009), hlm. 372. 32

Thamrin, Pola Pembinaan Santri Pada Pesantren Hidayatullah di Kendari,

Skripsi (Kendari: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2016), hal. 10.

33

Thamrin, Pola Pembinaan Santri Pada Pesantren Hidayatullah di Kendari,

(36)

dikendalikan dan ditaklukkan. Itulah kadar jiwa yang sama-sama disepakati oleh seluruh sufi.

Jiwa adalah musuh paling bahaya bagi manusia yang ada diantara dua sisi badannya. Oleh karena itu, selayaknya musuh tersebut diatasi dengan cara diikat oleh “rantai-rantai penaklukan” agar tidak liar dan tidak melakukan banyak kesalahan serta kekeliruan. Melepas jiwa dapat menjadikan ia melenggang bebas bersama hasrat dan kecenderungannya yang liar.

Unsur esensial jiwa adalah udara panas-semacam asap-berwarna hitam yang memiliki karakter buruk. Pada dasarnya jiwa bersifat kecahayaan. Ia bisa bertambah baik dengan taufik Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Interaksi yang baik dan rendah hati yang benar. Jiwa dapat bertambah baik dengan cara seseorang menentang hasratnya, tidak menghiraukan ajakannya, serta melatihnya dengan lapar dan amalan-amalan berat. Melalui unngkapan ini, At-Tirmidzi berpandangan bahwa jiwa dapat bisa diperbaiki dan di luruskan.34

3. Santri

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), kata santri mempunyai dua pengertian yaitu:

1. Orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh, orang saleh. Pengertian ini sering digunakan oleh para ahli untuk membedakan

34

Arifin, Psikologi D akwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. 5, 2000), hal. 250.

(37)

golongan yang tidak taat beragama yang sering disebut sebagai santri.

2. Orang yang mendalami pengajiannya dalam agama Islam dengan berguru ke tempat yang jauh seperti pesantren dan lain sebagainya.35

Santri, sebutan santri ini diberikan kepada yang belajar di Pondok Pesantren, baik ia menetap ataupun tidak, sebab itu tidak terdapat istilah santri kalong, yaitu mereka yang tidak menetap di Pondok. Santri ini tidak hanya dari daerah sekitar pesantren tetapi yang jauh di pesantren itu. Bahkan ada yang berasal dari luar negeri. Dalam sistem Pondok Pesantren, santri dibagi dalam dua yakni santri mukim dan santri kalong.

Santri mukim yaitu santri yang tinggal atau menetap di Pondok Pesantren biasanya santri yang berasal dari daerah yang jauh dari Pondok Pesantren tempat ia belajar, sedangkan santri kalong yaitu santri yang langsung pulang kerumah setelah belajar artinya santri ini tinggalnya di Pondok Pesantren, biasanya santri jenis ini tempat tinggalnya di Pondok Pesantren.36

c.

Strategi Pembinaan Ruhiyah Santri

Di tinjau dari sejarahnya pondok pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia. Pondok pesantren sudah dikenal

35

Thamrin, Pola Pembinaan Santri Pada Pesantren Hidayatullah di Kendari,

Skripsi (Kendari: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2016), hal. 14.

36

Aminudin Rasyad dan Baihaki, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), h. 59.

(38)

jauh sebelum Indonesia merdeka bahkan sejak Islam masuk ke Indonesia terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan pada umumnya.

Sebagaimana tujuan daripada pesantren adalah membina generasi agar memiliki keimanan yang kokoh, ketaqwaan yang tinggi pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan dapat memberi manfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat. Namun untuk dapat mewujudkannya tidak semudah membalikkan telapak tangan, melaikan butuh metode yang jitu dan memadai serta butuh proses yang panjang. Oleh karena itu, pondok pesantren dalam memilih metode pembinaan sangat berbeda-beda antara pesantren yang satu dengan yang lain.

Maka sebagai akibat dari perbedaan metode dalam membina santrinya tersebut, tidak sedikit terjadi berbagai gesekan atau konflik antar pesantren maupun antar kelompok. Menurut Ali (2001), Hal ini terjadi, karma selain adanya klaim-klaim kebenaran yang merasa dan menganggap agamanyalah yang paling benar, juga karma adanya klaim penyelamatan yang sangat meyakini bahwa jalan menuju ke surga, hanya dapat digapai dengan memeluk dan mengamalkan agamanya. Fenomena seperti ini, tampak tidak hanya terjadi dalam konstalasi kehidupan antara penganut agama yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, secara internal pada penganut agama yang sama, juga terjadi benturan konsep, persepsi dan interpretasi sebagai akibat dari proses sosialisasi dan doktrinasi yang melatarinya. Misalnya, NU dan

(39)

Muhammadiyah sebagai dua komunitas organisasi Islam terbesar di Indonesia, serta demikian pula antara Protestan dan Khatolik sebagai penganut agama Kristen.37 Dalam memajukan pesatren maka sangat diperlukan pemahaman mengenai psikologi dan kejiwaan para santri, Agar pembelajaran di Pondok Pesantren tidak hanya mempengaruhi pengetahuan akademik saja, namun juga dapat menanamkan karekter yang posif atau perilaku yang baik, sehingga generasi Islam tetap menjadi power untuk memajukan bangsa dan negara.38

Adapun peranan dakwah dalam mempengaruhi ruhiyah santri sebagai berikut:

1. Proses Dakwah Dalam Menghadapi ruhiyah Santri

Dalam psikologi dakwah dapat didefinisikan sebagai ilmu pengatahuan yang bertugas mempelajari atau membahas tentang gejala-gejala hidup kejiwaan yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah dimana sasarannya adalah manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Didalamnya melibatkan sikap dan kepribadiaan para da’i. Disini terlibat adanya hubungan atau antar hubungan serta saling mempengaruhi antara lain. Sehingga terjadilah suatu proses yang berupa motivasi dakwah yang dibawah oleh da’i dengan sikap dan kepribadiaannya terhadap mad’u yang berupa manusia sebagai individu dan anggota masyarakat. Dalam berdakwah da’i harus memperhatikan psikologi mad’u. Mengingat bermacam-macam tipe manusia yang dihadapi da’i dan berbagai jenis

37

Thamrin, Pola Pembinaan Santri Pada Pesantren Hidayatullah di Kendari, Skripsi (Kendari: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2016), hal. 14.

38

(40)

antara dia dengan mereka serta berbagai kondisi psikologi mereka, setiap da’i yang mengharapkan kesejukan dalam aktivitas dakwahnya harus memperhatikan kondisi psikologi mad’u. Kalau kita perhatikan gaya perbedaan dakwah sebelum dan sesudah hijrah, sewaktu di Mekkah ataupun di Madinah tampaknya disebabkan oleh berbedanya kondisi psikologis kelompok-kelompok yang didakwahi.

Seorang da’i harus memperhatikan kedudukan sosial mad’u. Jika seorang da’i mencium adanya sikap memusuhi Islam dalam diri mad’u, maka dengan alasan apapun dia tidak boleh memeperburuk situasi. Dia mesti berusaha sebisa-bianya untuk menghilangkan sikap permusuhan tersebut. Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan dalam pengembangan agama Islam, maka perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Diperlukan dakwah dan strategi yang jitu, sehingga perubahan yang ada akibat jalannya dakwah tidak terjadi secara frontal, tetapi bertahap sesuai fitra manusia. Laksana air yang berjalan dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, biarlah kebaikan itu mengalir dari sungai perangi da’i dari kanal-kanal relung hati setiap insan.

b. Dakwah Islam seharusnya dilakukan dengan mengejukkan. Mencari titik persamaan bukan perbedaan, meringankan bukan memberatkan, memudahkan bukan mempersulit, menggembirakan bukan menakut-nakuti, bertahap dan berangsur-angsur bukan secara frontal. Sebagaimana pula dakwah yang dijalankan oleh Rasulullah Sallallahu

(41)

A’laihi Wasallam. Ketika mengubah kehidupan jahiliyah menjadi kehidupan Islamiyah.

c. Dalam dakwah tidak mengenal kata keras kalau yang dimaksud keras adalah kasar dan frontal. Tetapi, apabila yang di maksud keras adalah tegas maka itu merupakan tahapan terakhir ketika jalan kedamaian buntu untuk dilalui. Ini pun harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: bila dakwah secara reguler telah dijalankan secara maksimal, jihad harus dijalankan oleh orang-orang sholeh, jihad harus dijalankan dibawah pimpinan dan komando seorang Amirul Mukminin yang berdaulat dan hasil jihad adalah perolehan kekuasaaan yang Islami. Dan ini merupakan tugas bersama yang menjadi lapangan kerja dakwah dan negara Islam.39

Dalam berdakwah juga memerlukan interaksi dan komunisasi sosial dalam proses dakwah, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’la dalam surah Ali-Imran ayat 104.

َكِئَٰٓ

َلْوُأَو ِِۚرَكنُهتلٱ ِوَع َنتوَهتنَيَو ِفوُرتعَهتلٱِب َنوُرُم

ت

أَيَو ِ تيَۡ

لۡٱ

ت

لَِإ َنوُعتدَي ٞةَّن

َ

ُ

أ تمُكنِّن وُكَ

لَۡو

ت

ُمُُ

َنوُحِلتفُه

ت

لٱ

Terjemahannya:

“Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeruh kepada kebajikan , menyeruh berbuat yang makruf, dan

39

Sugiono,Metodologi Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta,2012), hal. 14-15

(42)

mencegah dari kemungkaran . dan mereka iyulah orang-orang yang beruntung.” 40

Ayat diatas merupakan landasan dari proses kegiatan dakwah. Didalam proses kegiatan dakwah terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kegiatan dakwah dapat berlangsung dengan baik. Namun dalam prosesnya faktor-faktor diperlukan adanya sistem interaksi dan komunikasi yang mantap dan terarah secara sistematis dan konsisten, sehingga terbentuklah pola hubungan yang bersifat interaksional (saling terpengaruh satu sama lain).41

Sebagai makhluk sosial manusia dalam kegiatan hidupnya tidak dapat terlepas dari faktor pengaruh sosial-kultural dimana ia hidup. Pengaruh demikian sangat besar artinya bagi perkembangan hidup sehari-hari, sehingga segala tingkah lakunyapun senantiasa berada dalam ruang lingkupnya.42

2. peranan dakwah dalam mempengaruhi Ruhiyah Santri

Di lihat dari segi psikologis kehidupan jiwa keagaamaan manusia primitif adalah sederhana, tidak banyak dipengaruhi kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Dengan demikian maka corak kejiwaannyapun tidak bersifat kompleks dan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh unsur-unsur kebudayaan dari luar asal kebutuhan hidup rohaniyah dan jasmaniyahnya

40

Almumayyaz, Al-Qur’an Tajwid Warna Terjemahan Per kata,(Bekasi: Cipta Bagus Sagara, 2014), hal.50.

41

Arifin, psikologi dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, cet. 5, 2000) hal. 66.

42

Arifin,psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, cet. 5, 2000), hal 35.

(43)

dapat terpuaskan. Sedang orang modern dalam masyarakat kota-kota besar oleh karena dorongan dari kebutuhan hidup yang selalu meningkat yang menuntut pemenuhan-pemenuhan, sedang pemenuhan tersebut harus diusahakan dengan melalui perjuangan yang tidak sederhana, maka jiwa orang-orang modern masa sekarang masih semakin kompleks dan diliputi banyak ketengangan-ketengangan, oleh karenanya semakin sulit untuk didekati oleh ajaran agama, sikap dan tingkah lakunyapun tidak sederhana.sebab tujuan hidupnya tersirat dalam semua lapangan hidup.

Semakin meningkat kebutuhan hidup suatu masyarakat atau seseorang, semakin kompleks pula kehidupan jiwanya. Dan semakin kompleks jiwa seseorang, semakin sulit dalam penerimaan ajaran agama yang dibawakan oleh para da’i.

Asumsi demikian berlaku bagi semua orang dewasa yang hidup dalam masyarakat modern yang disebut masyarakat beradab. Oleh karena itu dalam melakukan kegiatan dakwah dalam kedua macam tipe massyarakat tersebut dituntut pendekatan dan metode yang berbeda-beda karena tipe hidup kejiwaan mereka pun tidak sama.

Adapun sikap tingkah laku agamis dikalangan remaja juga telah diselidiki oleh beberapa ahli psikologi yang secara garis besarnya dapat disimpulkan bahwa sikap dan tingkah laku keagamaan mereka senantiasa mengalami perkembangan setingkat demi setingkat. Perkembangan

(44)

tersebut membutuhkan bimbngan dan pembinaan dalam proses dahwah yang berencana.

Dengan tanpa memahami perkembangan sikap dan tingkah laku agamis demikian, maka dakwah sulit untuk memperoleh keberhasilan sebagai yang diharapkan. Kita jarus memahami bahwa pekembanga sikap keagamaan anak sangat erat hubunganya dengan sikap percaya dengan Tuhan yang telah ditanamkan didalam lingkungan keluargaa dan lingkungan pergaulan yaitu sikap tersebut senantiasa mendapatkaan doronngan dari orang tuanya dan juga teman sepergaulannya sampai kepada pengalaman ajaran agama serta penghayatan terhadap nilai-nilai spritual agama dalam kegiatan hidupnya dikemudian hari.

Oleh karena itu tugas pengamatan yang pertama-tama harus dilakukan oleh da’i sebagai penyuluh ialah pengamatan langsung pada situasi dan sikap agama dari keluarga dan lingkungan hidup anak bimbing yang selanjutnya dijadikan bahan dasar pengertian didalam melaksanakan tugas sesuai dengan metode mana yang hendak dipakai dalam proses dakwah secara individual.43

43

Arifin, Psikologi D akwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. 5, 2000), hal. 125.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu peneliti memaparkan atau menggambarkan objek penelitian secara objektif sebagai realita sosial, serta memaparkan bagaimana peranan dakwah terhadap ruhiyah santri di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampinna kecamatan Angkona

Metode penelitian kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan objek yang diamati sampai detailnya agar dapat di tangkap makna yang tersirat dalam dokumen atau objeknya

Kualitatif yang artinya setiap data terhimpun dapat dijelaskan dengan berbagai persepsi yang tidak menyimpang serta sesuai dengan judul peneliti. Teknik pendekatan deskriptif kualitatif merupakan suatu proses yang menggambarakan keadaaan sasaran yang sebenarnya, peneliti secara apa adanya, sejauh yang peneliti dapatkan dari hasil observasi, wawancara dan juga dokumentasi.44

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan populasi yang sedang diteliti. Analisis deskriftif

44

Sugono, Metoe Penelitian Pendidikan, ( Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 335.

(46)

dimaksudkan untuk memberikan data yang diamati yang diamati agar bermakna dan komunikatif.45

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian akan dilakukan, dan peneliti mengambil lokasi di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Tampina Kecamatan Angkona. Adapun sasarannya yaitu Santri dan Kyai, dimana peneliti akan meneliti peranan dakwah terhadap ruhiyah santri di Pesantren Muhammadiyah Tampinnah Kecamatan Angkona.

C. Pendekatan Penelitian

Merujuk pada pendekatan yang digunakan peneliti, yaitu jenis penelitian kualitatif yang tidak mempromosikan teori sebagai alat hendak diuji. Maka teori dalam hal ini berfungsi sebagai hal pendekatan untuk memahami lebih dini konsep ilmiah yang relevan dengan fokus permasalahan. Dengan demikian peneliti menggunakan beberapa pendekatan yang dianggap bisa membantu peneliti.

1. Pendekatan komunikasi

Pendekatan komunikasi merupakan dasar manusia. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari dimana pun manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam komunikasi. Pentingnya komunikai bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri begitu juga halnya bagi suatu lembaga atau organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organiasi

45

. Asep Saeful Muhtadi dan Agus Ahmad Safei, metode penelitian dakwah, (Bandung. Pustaka setia,2003),hak.107>

(47)

dapat berjalan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya, kurangnya atau tidak ada komunikasi organisasidapat berantakan tujuan yang diinginkan.46

2. Pendekatan sosialogi

Pendekatan sosisologi adalah menusia sebagai multifungsi dituntut untuk bertindak sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makluk spiritual. Jika dikaitkan dengan dengan peneliti yang akan peneliti teliti harus menggunakan pendekatan sosiologi karena ketika proses pengelolaan dakwah berjalan maka harus menjalin interaksi dengan pemimpin atau manajer dan bawahan serta masyarakat. Karena pada dasarnya konsep awal manusia adalah saling membutuhkan satu sama lain dan tdk mampu bertahan hidup sendiri. Dalam ilmu sosiologi ada dua unsur yang tidak bisa lepas yaitu individu dan masyarakat. Dapat dipahami bahwa masyarakat adalah kelompok-kelompok manusia yang saling berkaitan oleh system, adat-istiadat, hukum dan norma yang berlaku.

D. Sumber Data

Sumber data penelitian terdiri dari dua sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber data primer atau pokok yang di butuhkan yang di peroleh secara langsung (dari tangan pertama) atau di peroleh secara langsung dari informan yang erat kaitannya dengan masalah yang

46

(48)

akan diteliti yaitu peranan dakwah terhadap ruhiyah santri. Dalam penelitian ini yang termasuk data primer adalah hasil wawancara dengan Kyai dan beberapa santri di desa Tampinna sebagai responden mengenai pembentukan generasi muda Islami

2. Sumber data sekunder adalah sumber data pelengkap yang dibutuhkan dalam penelitian dari sumber yang sudah ada. Sumber data sekunder yaitu pustaka-pustaka yang memiliki relevansi dan bisa menunjang penelitian ini, yaitu, dapat berupa buku, majalah, koran,internet, jurnal serta sumber data lain yang dapat dijadikan sebagai referensi.

E. Teknik Penyumpulan Data

Untuk mengumpulkan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan beberapa teknik antara lain:

1. Interview bebas

Metode interview adalah suatu percakapan , tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang sudah berhadapan secara fisik dan diarahkan pada masalah tertentu. Ada tiga pertanyaan dalam metode ini:

a. Pertanyaan berstruktur. Pertanyaaan yang memberi stuktur pada responden dalam menjawabnya. Pertanyaan ini dibuat sedemikian rupa sehingga responden dituntut untuk menjawabnya sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaanya.

b. Pertanyaan tidak berstruktur (terbuka). Pertanyaan yang memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab semua pertanyaan.

(49)

c. Campuran. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah responden dalam memberi keterangan, dan dalam wawancara ini kita dapat mendapatkan data yang berkenaaan dengan tema atau masalah penelitian yang digunakan dalam wawancara.

2. Observasi atau pengamatan

Observasi atau pengamatan yaitu kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan indera lainnya. Observasi yang dilakukan secara langsung, yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang di observasi.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan dta penelitian dalam suatu penelitian. 47 Selain itu instrumen juga merupakan alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif dan kualitatif tetang variasi karakteristik variabel penelitian secara objektif. Instrumen dalam penelitian ini yaitu :

1. Pedoman Observasi

Pedoman observasi merupakan bentuk pengamatan awal sebelum melakukan penelitian. Atau aktivitas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah

47

Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan Jenis Metode dan Prosedur, ) Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2013), cet. Ke-1 h. 247

(50)

diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi yang di butuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian.

2. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara yaitu teknik mengumpulkan informasi dengan cara menanyakan beberapa pertanyaan secara terstruktur terhadap respondenatau pedoman yang berisi sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana Pimpinan Pesntren Muhammadiyah Darul Arqam Tampinna kecamatan Angkona kabupaten Luwu Timur.

3. Acuan dekomentasi

Acuan dekomentasi yaitu berupa catatan tambahan Khususnya yang berkaitan dengan Peranan Pimpinan Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam Tampinna kecamatan Angkona Kabupaten Luwu Timur.

G. Teknik Analisis data

Teknik analisis data yang dimaksud adalah data yang di peroleh kemudian dikumpulkan, diolah dan dikerjakan serta dimanfaaatkan sedemikian rupa dengan menggunakan metode deskriptif. Peneliti akan melakukan pencatatan serta berupaya mengumpulkan informasi mengenai keadaan suatu gejala yang terjadi saat penelitian dilakukan. Analisis data merupakan upaya untuk mencapai serta menata secara sistematis catatan hasil wawancara, observasi, dokumentasi, dan yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang di teliti dan menjadikannya temuan untuk orang lain. Tujuan analisis data

(51)

ialah untuk menyerdernahakan data ke dalam bentukyang bentuk mudah dipahami. .metode yang digunakan ini adalah metode survey denngan pendekatan kualitatif, yang artinya setip data terhimpun dapat dijelaskan dengann berbagai persepsi yang tidk menyimpang serta sesuai dengan judul peneliti. Teknik pendekatan deskriptif kualitatif merupakan suatu proses yang menggambarkan keadaan sasaran yang sebenarnya, peneliti secara apa adanya, sejauh yang peneliti dapatkan dari hasil observasi, wawancara dan kokumentasi 48

Langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, mengorganisasikan data dengan cara demikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,dan mempermudah peneliti untuk mrngumpulkan data selanjutnya.49

2. Penyajian data (Data Display)

Pengajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar karegori dan sejenisnya. Penyajian data yang diperoleh darilapangan terkait seluruh permasalaha penelitian di pilah antara mana yang di butuhkan dengan yang tidak, lalu dikelompokkan,

48

Arikunto Suharsimi, prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, ( Jakarta: Rineka cipta, cet.14, 2010) hal. 27.

49

(52)

kemudian di berikan batasan masalah. Dari penyajian data tersebut di harapkan dapat memberikan kejelasan data.50

3. Penarikan kesimpulan

Langkah terakhir dalam menganalisis data kualitatif adalah kesimpulan dan verifikasi. Setiap kesimpulan awal masih sementra yang berubah apabila diperoleh data baru dalam pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan yang diperoleh selama dilapangan diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara memikirkan kembali dan meninjau ulang catatan lapangan.51

50

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012) hal. 341-342

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam Tampinna

Pendidikan Pondok Pesantren Muhammadiyah “Darul Arqam” Tampinna adalah lembaga pendidikan dalam persyarikatan Muhammadiyah yang beraqidah Islam dan bersumber pada Al-qur’an dan As-sunnah.

Pendidikan pada Pondok Pesantren Muhammadiyah bertugas menyelenggarakan pendidikan pada tingkat pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan seterusnya sesuai dengan aturan Islam.

Pendidikan Muhammadiyah bertujuan: Membentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri,berdipsiplin, bertanggung jawab, cinta tanah air, memajukan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan, serta beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang di ridhai Allah SWT.

Jenis dan jenjang pendidikan yang dapat dilaksanakan atau diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Muhammadiyah “Darul Arqam” Tampinna:

1. Pendidikan Pra Sekolah 2. Pendidikan Dasar

(54)

3. Pendidikan Menengah

Tentang jenis dan jenjang, serta aturan masing-masing jenis dan jenjang perndidikan tersebut diatur di dalam Peraturan sendiri dan di sesuaikan dengan kemampuan saran dan pra sarana,

1. Sejarah berdiriya Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam Tampinna

Pesantren Muhammadiyah Darul ArqamTampinna berdiri pada tahun 1961 dengan menggunakan tanah yang di wakafkan oleh seorang dermawan yang bernama seneng kepada Muh saleh bellu yang merupakan pimpinan pertama di Pesantren Darul ArqamTampinna dengan luas tanah 19.600 meter persegi. Adapun batas tanah sebagai berikut:

a. Utara berbatasan dengan tanah : Dullah b. Timur berbatasan dengan tanah : Bintang

c. Selatan berbatasan dengan tanah :PT. Djaya Buana Raya d. Barat berbatasan dengan tanah : Lorong

Pada saat itu Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam masih merupakan tanah kosong yang belum dihiasi oleh bangunan-bangunan . Pada tahun 1991 barulah dimulai pembangunan seadanya dengan santri yang masih terhitung sedikit.

Referensi

Dokumen terkait

Data sekunder diperoleh dari literatur yaitu berupa buku kepustakaan yang ada referensinya dengan penelitian yang dilakukan, buku yang berkaitan dan dengan

Dari permasalahan yang ada, penulis tertarik untuk melakukan penelitian kompresi citra dengan menggunakan metode Discrete Cosine Transform (DCT).. Tujuannya untuk

Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai performa dan peran serta keluarga pra sejahtera guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Dari tabel 1.1 terlihat bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas VIII-B masih kurang maksimal. Adapun kriteria ketuntasan minimum di SMP Negeri 4 Narmada pada mata

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Perencanaan Unit Pengolahan Pangan dengan judul “ Perencanaan

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada pekerjaan inspeksi jalur flowline 4 inch schedule 80 dari sumur X sampai Stasiun Pengumpul Y ini bahwa kondisi ROW (

.قئاثولاو رابتخلااو ةلباقلداو.. ةيلمع ميلعت ةسردملا يف ةثداحملا رلا ةيئدتبلإا ا عب جنوبملارادنب اهيف ثديح تيلا ةيميلعتلا ةيلمعلل ةيساسأ ةطشنأ دحأ وى

[r]