• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PENGARUH LEAFLET SEBAGAI MEDIA

PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN

TERAPI PASIEN HIPERKOLESTEROLEMIA DI DUA

PUSKESMAS KECAMATAN KOTA DEPOK

SKRIPSI

STEVANI DIAN ROFISTA 0806453711

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI

DEPOK JULI 2012

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PENGARUH LEAFLET SEBAGAI MEDIA

PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN

TERAPI PASIEN HIPERKOLESTEROLEMIA DI DUA

PUSKESMAS KECAMATAN KOTA DEPOK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi

STEVANI DIAN ROFISTA 0806453711

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI

DEPOK JULI 2012

(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Depok Juli 2012

(4)

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya

nyatakan dengan benar.

Nama : Stevani Dian Rofista

NPM : 0806453711

Tanda Tangan :

(5)

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Stevani dian rofista

NPM : 0806453711

Program Studi : S1 Reguler

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Leaflet Sebagai Media

Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Terapi Pasien Hiperkolesterolemia di Dua Puskesmas Kecamatan Kota Depok

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : . Dra. Retnosari Andrajati M.S., Ph.D., Apt.

Penguji I : Santi Purna Sari, M.Si, Apt.

Penguji II : Dra.Juheini Amin, M.Si, Apt.

Ditetapkan di : Depok Tanggal : Juli 2012

(6)

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, selaku Ketua Departemen Farmasi atas dukungannya selama ini.

(2) Dra. Retnosari Andrajati M.S., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membantu saya dalam penyusunan skripsi ini;

(3) Bapak Dr. Drs. Herman Suryadi M.S., Apt selaku pembimbing akademis yang sudah membantu saya untuk mempertimbangkan serta member nasihat dalam menjalani langkah di farmasi sejak awal mula hingga penelitian; (4) Seluruh pengajar dan staf Farmasi atas segala bantuannya selama proses

kuliah hingga penelitian;

(5) Pihak Dinas Kesehatan, Kesbangpol, dan Puskesmas Pancoran Mas dan Puskesmas Sukmajaya yang telah banyak membantu dalam perijinan, usaha memperoleh data yang saya perlukan serta pelaksanaan penelitian;

(6) Mama, Papa , Bella, serta seluruh anggota keluarga yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral;

(7) Vanie, Herma, Fara, Febby, Iren, dan Phihan yang sudah menemani di saat susah dan senang sejak awal penelitian hingga selesai. Bersama kalian, selalu ada tawa kapan pun dan di manapun;.

(7)

baik menjadi responden, maupun membantu setiap langkah yang harus saya lalui;

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan.

Penulis 2012

(8)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Stevani Dian Rofista

NPM : 0806453711

Program Studi : S1 Reguler

Departemen : Farmasi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Analisis Pengaruh Leaflet Sebagai Media Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Terapi Pasien Hiperkolesterolemia Di Dua Puskesmas Kecamatan Kota Depok

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Pada tanggal : Yang menyatakan

(9)

Nama : Stevani Dian Rofista Program Studi : Farmasi

Judul :Analisis Pengaruh Leaflet Sebagai Media Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Terapi Pasien Hiperkolesterolemia di Dua Puskesmas Kecamatan Kota Depok

Kepatuhan yang rendah dalam menjalani terapi masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan. Salah satu keadaan yang seringkali tidak disertai kepatuhan yang tinggi dalam terapinya adalah hiperkolesterolemia. Penelitian ini merupakan penelitian praeksperimental dengan metode one group pretest and posttest. Penelitian dilakukan untuk menganalisis pengaruh leaflet sebagai media pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan pasien dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien. Penelitian dilakukan dengan mengukur kepatuhan pasien dalam pengobatan dan pola makan, serta mengukur aktivitas fisik pasien sebagai komponen penting dalam penatalaksanaan keadaan hiperkolesterolemia. Sampel adalah pasien hiperkolesterolemia di dua puskesmas kecamatan Kota Depok yang berusia ≥40 tahun, yaitu Pancoran Mas dan Sukmajaya. Sampel diambil dengan teknik consecutive sampling. Kepatuhan dalam pengobatan diukur dengan menggunakan kuesioner Morisky, sedangkan kepatuhan dalam pola makan dan aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner yang dibuat sendiri. Total sampel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 39 orang. Hasil analisis yang diperoleh antara lain p-value = 0,000 untuk kepatuhan pola makan, p-value = 0,000 untuk aktivitas fisik dan p-value = 0,001 untuk kepatuhan minum obat. Berdasarkan hasil yang diperoleh, leaflet sebagai media pendidikan kesehatan memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kepatuhan pasien hiperkolesterolemia. Pada analisis bivariat, diperoleh p-value = 0,031, sehingga dapat disimpulkan bahwa umur dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam pengobatan.

Kata Kunci : leaflet, kepatuhan pasien, hiperkolesterolemia, puskesmas, kota depok

xv+123 halaman ; 3 gambar; 13 tabel Daftar Pustaka : 29(1991-2012)

(10)

Name : Stevani Dian Rofista Program Study : Farmasi

Title : Analysis of the Influence of Leaflet as the Health Education Media on Therapy Adherence in Hypercholesterolemic Patients at Two Subdistrict Public Health Centers in Depok City

Low therapy adherence was still being a problem in the health sector. One situation that often is not accompanied by a high therapy adherence is hypercholesterolemia. This research is one method pre-experimental with pretest and posttest group design. The study was conducted to analyze the influence of the leaflet as the health education media on therapy adherence in hypercholesterolemic patients and factors of patient that may affect adherence therapy. The study was conducted to measure patient adherence in medication and diet, as well as measuring the patient's physical activity as an important component in the management of hypercholesterolemia. Samples were hypercholesterolemic patients at two subdistrict public health centers in Depok city, namely Pancoran Mas and Sukmajaya. Samples were taken with a consecutive sampling technique. Adherence to treatment was measured using the Morisky questionnaire, whereas adherence to diet and physical activity were measured using self-made questionnaire. Total samples obtained in this study is 39 people. Analytical results obtained include p-value = 0.000 for diet adherence, p-value = 0.000 for physical activity and p-value = 0.001 for medication adherence. Based on the results obtained, as a medium for health education leaflet as the health education media gives a significant influence on patient adherence hypercholesterolemia. In the bivariate analysis, obtained p-value = 0.031, so that it can be concluded that age may affect patient compliance in treatment.

Key Words : leaflet, patients adherence, hypercholesterolemia, Public Health centers, Depok City.

xv+123 pages ; 3 pictures; 13 tables Bibliography : 29(1991-2012)

(11)

HALAMAN JUDUL ... i

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4 Manfaat Penelitian... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Hiperkolesterolemia ... 4

2.2 Penatalaksanaan untuk Hiperkolesterolemia... 6

2.3 Kepatuhan ... 9

2.4 Intervensi untuk Meningkatkan Kepatuhan ... 12

2.5 Puskesmas …….………... 12

2.6 Metode Pendidikan Kesehatan ... 20

2.7 Media Pendidikan Kesehatan ... 23

2.8 Metode Pengumpulan Data ... 24

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Rancangan Penelitian ... 27

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………... 27

3.3 Kerangka Konsep ... 27

3.4 Definisi Operasional……… ... 28

3.5 Populasi dan Sampel………... ... 30

3.6 Pengajuan Izin Penelitian ... 32

3.7 Prosedur Pengumpulan Data ... 33

3.8 Instrumen Penelitian ... 34

3.9 Pengolahan Data ... 37

BAB 4 PEMBAHASAN ... 39

(12)

4.5 Kepatuhan Pasien Hiperkolesterolemia ... 47

4.6 Evaluasi penurunan kolesterol pasien ... 51

4.7 Pengaruh Leaflet terhadap Kepatuhan Pasien ... 52

4.8 Hubungan Antara Faktor Sosiodemografis Dengan Kepatuhan Pasien ... 53

4.9 Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan Kepatuhan Pasien ... 54

4.10 Keterbatasan Penelitian ... 55

4.11 Kelebihan Penelitian ... 56

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

(13)

Gambar 2.1. Peta Kota Depok ... 15 Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian ... 28 Gambar 3.2 Alur pengajuan izin penelitian ... 33

(14)

Tabel 2.1. Klasifikasi keadaan kolesterol dalam tubuh menurut

Adult Treatment Panel III ... 4

Tabel 2.2 Metode langsung untuk mengukur kepatuhan pasien ... 10

Tabel 2.3. Metode tidak langsung untuk mengukur Kepatuhan Pasien... 11

Tabel 2.4 Data Puskesmas di masing-masing kecamatan Kota Depok ... 16

Tabel 2.5 Tenaga kerja di Puskesmas Pancoran Mas pada bulan penelitian ... 17

Tabel 2.6 Tenaga kerja di Puskesmas Sukmajaya berdasarkan profil Puskesmas Sukmajaya tahun 2011 ... 19

Tabel 4.1 Jumlah kunjungan pasien selama bulan penelitian di puskesmas pancoran mas selama bulan penelitian ... 41

Tabel 4.2 Jumlah kunjungan pasien selama bulan penelitian di Puskesmas Sukmajaya selama bulan penelitian ... 42

Tabel 4.3 Distribusi pasien di kedua puskesmas ... 42

Tabel 4.4 Hasil deskripsi frekuensi sosiodemografi pasien di masing-masing puskesmas ... 44

Tabel 4.5 Hasil deskripsi frekuensi sosiodemografi pasien di kedua puskesmas ... 46

Tabel 4.6 Deskripsi frekuensi hasil pretest pasien hiperkolesterolemia di kedua puskesmas ... 47

Tabel 4.7 Deskripsi frekuensi hasil posttest pasien hiperkolesterolemia di kedua puskesmas ... 50

(15)

Lampiran 1. Alur pengajuan izin penelitian ... 61

Lampiran 2. Alur penelitian ... 62

Lampiran 3 Gambar proses pengumpulan data pasien hiperkolesterolemia di kedua puskesmas ... 63

Lampiran 4. Surat permohonan izin melakukan penelitian ... 64

Lampiran 5. Surat persetujuan melakukan penelitian ... 65

Lampiran 6. Surat Persetujuan Penelitian ... 66

Lampiran 7. Surat persetujuan penelitian dari dinas kesehatan ... 67

Lampiran 8 . Lembar persetujuan menjadi responden ... 68

Lampiran 9. Lembar persetujuan menjadi responden yang telah ditandatangani oleh pasien ... 69

Lampiran 10 . Lembar kuesioner sebelum uji validitas dan reliabilitas ... 70

Lampiran 11 . Hasil uji validitas dan reliabilitas pertama ... 71

Lampiran 12. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ... 76

Lampiran 13. Hasil uji validitas dan reliabilitas kedua ... 78

Lampiran 14 . Data mentah hasil jawaban pasien ... 83

Lampiran 15. Hasil analisis deskriptif frekuensi sosiodemografi pasien kedua ... 95

Lampiran 16. Hasil analisis deskriptif frekuensi kategori pretest dan posttest untuk pola makan, aktivitas fisik dan kepatuhan dalam meminum obat. ... 99

Lampiran 17. Hasil uji normalitas ... 101

Lampiran 18. Hasil uji wilcoxon terhadap hasil sebelum dan sesudah intervensi ... 106

(16)
(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50%, sedangkan di negara berkembang jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Diagnosa yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan ternyata belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu terapi jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2006).

Salah satu keadaan yang membutuhkan kepatuhan dalam terapinya adalah hiperkolesterolemia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 prevalensi hiperkolesterolemia di Indonesia adalah 1,5% (Departemen Kesehatan, 2007). Hiperkolesterolemia adalah keadaan di mana kadar kolesterol dalam darah terlalu tinggi. Keadaan ini merupakan salah satu faktor risiko bagi penyakit jantung dan pembuluh (kardiovaskular), risiko ini secara langsung berhubungan dengan derajat peningkatan kolesterol (Dipiro, Robert, Yee, Matzke, Wells dan Posey, 2005). Hal ini tentu menjadi keadaan yang sangat berbahaya bagi pasien. Terlebih lagi di Indonesia, prevalensi penyakit kardiovaskular sangat tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan suatu usaha yang lebih baik untuk mengurangi risiko kejadian penyakit kardiovaskular.

Sasaran terapi yang dilakukan adalah untuk menurunkan kolesterol total dan LDL (Low Density Lipoprotein) untuk mengurangi risiko penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular. Penyakit-penyakit tersebut misalnya, infark miokard, angina, gagal jantung, stroke iskemik, atau bentuk lain dari penyakit arteri perifer seperti stenosis carotid atau aneurisme aorta (Wells, J.Dipiro, Schwinghammer dan C.Dipiro, 2009).

Agar sasaran terapi dapat tercapai, diperlukan kepatuhan dalam menjalankan terapi. Akan tetapi, seringkali masyarakat mengabaikan kepatuhan dalam terapi. banyak faktor yang kerap kali menjadi penyebab, seperti usia, polifarmasi, dan kurangnya dukungan sosial. Hal-hal tersebut dapat menjadi

(18)

alasan rendahnya kepatuhan (Bates, Connaughton dan Watts, 2009). Oleh sebab itu, diperlukan suatu intervensi yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam terapi keadaan hiperkolesterolemia, sehingga pasien dapat terkontrol keadaannya. Tingginya kepatuhan dalam terapi diharapkan dapat mengurangi angka kejadian penyakit kardiovaskular akibat tingginya kolesterol dalam darah.

Penelitian ini dilaksanakan di dua puskesmas kecamatan wilayah Depok karena peneliti belum menemukan adanya penelitian mengenai hal ini di wilayah Depok, selain itu peneliti ingin memberikan kontribusi kepada masyarakat wilayah Depok sebagai wilayah kampus peneliti. Melalui penelitian ini diharapkan terdapat manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarakat Depok, yaitu peningkatan pengetahuan yang diharapkan akan membantu dalam terapi. Selain itu, manfaat juga dapat dirasakan oleh pemerintah kota Depok dalam mengembangkan informasi mengenai pentingnya kepatuhan yang nantinya akan membantu sebagai salah satu upaya untuk mengurangi prevalensi hiperkolesterolemia sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini berdasarkan latar belakang antara lain: 1. Bagaimana gambaran kepatuhan terapi pasien hiperkolesterolemia di dua

puskesmas sebelum pemberian leaflet?

2. Bagaimana gambaran kepatuhan terapi pasien hiperkolesterolemia di dua puskesmas setelah pemberian leaflet?

3. Bagaimanakan pengaruh leaflet sebagai media pendidikan kesehatan terhadap tingkat kepatuhan pasien hiperkolesterolemia di dua puskesmas?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian ini adalah:

(19)

1. menganalisis pengaruh pemberian intervensi berupa leaflet terhadap kepatuhan pasien hiperkolesterolemia di dua Puskesmas kecamatan di wilayah Depok sebelum dan sesudah intervensi.

2. menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, penghasilan keluarga dan penyakit penyerta.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.4.1 Secara Umum

a. Memberikan gambaran manfaat dilakukannya intervensi berupa pemberian leaflet terhadap kepatuhan pasien sehingga dapat dikembangkan untuk masa mendatang.

b. Mengatasi permasalahan terkait kepatuhan terapi pasien hiperkolesterolemia, sehingga dapat mengusahakan berkurangnya angka kejadian penyakit akibat keadaan hiperkolesterolemia.

1.4.2 Secara Khusus

a. Bagi Dinas Kesehatan Kota Depok

Membantu memberikan gambaran cara meningkatkan program kesehatan untuk kepatuhan serta mengurangi angka kejadian penyakit kardiovaskular yang menjadi akibat dari keadaan hiperkolesterolemia. b. Bagi responden (pasien hiperkolesterolemia)

Membantu dalam meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan yang akan membawa dampak positif bagi kesehatan responden dalam mengontrol keadaan kesehatannya.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hiperkolesterolemia

Klasifikasi Kolesterol Total, Kolesterol LDL, dan Kolesterol HDL menurut ATP (Adult Treatment Panel) III: (National Institutes of Health, 2002).

Tabel 2.1 Klasifikasi Keadaan Kolesterol dalam Tubuh menurut Adult Treatment Panel III

Kolesterol Total (mg/dL) <200 200-239 ≥240 Masih sesuai Batas tinggi Tinggi Kolesterol LDL (mg/dL) <100 100-129 130-159 160-189 ≥190 Optimal

Mendekati atau di atas optimal Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi Kolesterol HDL (mg/dL) <40 ≥60 Rendah Tinggi

2.1.1 Kolesterol dan Lipoprotein

Kolesterol adalah suatu lipid amfipatik yang merupakan komponen penting dari berbagai membran (Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell, 2003). Oleh karena sifatnya yang sukar larut, kolesterol dan lipid lainnya yaitu trigliserida dan fosfolipid membutuhkan suatu zat pelarut yang merupakan suatu

(21)

protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein atau apoprotein. Senyawa lipid dengan apoprotein dikenal dengan nama lipoprotein.

Setiap lipoprotein akan terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan apoprotein. Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak dan komposisi apoprotein. Terdapat empat jenis lipoprotein mayor yang penting secara fisiologis dan dalam diagnosis klinis, yaitu: kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein), dan HDL (High Density Lipoprotein) (Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell, 2003).

Kolesterol di dalam tubuh terdapat dalam jaringan dan plasma sebagai salah satu bentuk kolesterol bebas atau dalam bentuk tersimpan, serta asam lemak rantai panjang sebagai kolesteril ester. Dalam plasma, kedua bentuk ini diangkut oleh lipoprotein. Kolesterol merupakan molekul induk dari berbagai steroid di dalam tubuh, termasuk hormon mayor seperti adrenokortikal dan hormon seks, vitamin D , dan asam empedu yang disintesis.

Lebih dari separuh bagian kolesterol tubuh dibentuk dari sintesis (sekitar 700 mg/dL), sedangkan sisanya diperoleh dari makanan. Biosintesis kolesterol dibagi menjadi lima tahapan, yaitu: (1) sintesis mevalonat dari asetil koenzim A, (2) Pembentukan unit isoprenoid dari mevalonat dengan kehilangan CO2, (3)

penggabungan enam unit membentuk squalene, (4) siklisasi squalene untuk membentuk steroid induk, yaitu lanosterol, (5) pembentukan kolesterol dari lanosterol (Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell, 2003).

2.1.2 LDL (Low Density Lipoprotein)

LDL merupakan pembawa ambilan kolesterol dan kolesteril ester ke berbagai jaringan (Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell, 2003). LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10% dan kolesterol 50%. Jalur utama katabolisme LDL berlangsung melalui receptor mediated endocytosis di hati dan sel lain (Suyatna, 2007).

(22)

2.1.3 HDL (High Density Lipoprotein)

HDL mengangkat kolesterol bebas dari jaringan dan mengangkutnya ke hati, di mana kolesterol akan dieliminasi dari tubuh tanpa perubahan atau setelah dikonversi menjadi asam empedu melalui proses yang dikenal dengan reverse cholesterol transport (Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell, 2003).

2.2 Penatalaksanaan untuk Hiperkolesterolemia

Penelitian eksperimental terhadap hewan, investigasi laboratorium, epidemiologi, dan bentuk genetik hiperkolesterolemia mengindikasikan bahwa peningkatan kolesterol LDL merupakan faktor mayor penyebab penyakit kardiovaskular. Selain itu, percobaan klinis baru-baru ini menunjukkan bahwa terapi menggunakan penurun LDL dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. Melalui alasan ini, ATP III (Adult Treatment Panel III) menetapkan kolesterol LDL sebagai target utama terapi penurun kolesterol (National Institutes of Health, 2002) .

Sasaran kolesterol LDL ingin dicapai dengan:

2.2.1 Terapi Non-farmakologi (Wells, Dipiro, J., Schwinghammer, dan Dipiro, C., 2009)

a. Diet

Meminimalisir asupan lemak dan kolesterol, khususnya lemak jenuh yang dapat meningkatkan kadar kolesterol lebih dari bahan lainnya. Kolesterol dan lemak jenuh dapat ditemukan pada makanan yang berasal dari hewan, seperti daging dan produk susu (Kerver, Yang, Bianchi, dan Song, 2003). b. Latihan fisik

Aktivitas fisik diketahui dapat menurunkan faktor risiko penyakit pembuluh perifer dan arteri koroner, termasuk obesitas, stress fisiologis, kontrol glikemik yang lemah dan hipertensi. Latihan fisik juga dapat meningkatkan sirkulasi HDL dan fungsi jantung serta pembuluh darah (Stapleton, Goodwill, James, Milinda, Brock, dan Frisbee , 2010). Sebagai contoh, berjalan cepat selama 30 menit tiga sampai empat kali dalam seminggu dapat berpengaruh pada kadar kolesterol. Akan tetapi, pasien

(23)

dengan nyeri dan/atau diduga menderita penyakit jantung harus berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai latihan fisik.

2.2.2 Terapi Farmakologi

Terapi menggunakan obat-obatan bertujuan untuk mengurangi kadar kolesterol total, namun potensi masing jenis obat bervariasi untuk masing-masing golongan. Berikut ini adalah golongan obat yang biasa digunakan dalam terapi untuk menurunkan kadar kolesterol LDL:

2.2.2.1 Bile acid sequestrant (Resin)

Obat ini menurunkan kadar kolesterol dengan mengikat asam empedu dalam saluran cerna yang dapat mengganggu sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang bersifat asam dalam tinja meningkat.

Terdapat tiga jenis Bile acid sequestrant, yaitu kolestiramin, kolestipol, dan kolesevelam. Dosis Kolestiramin dan Kolestipol yang dianjurkan adalah 12-16 g sehari, dibagi 2-4 bagian dan dapat ditingkatkan hingga maksimal 3 x 8 g. Kolesevelam diberikan 2 x 3 tablet@625 mg, atau sekaligus 6 tablet (Suyatna, 2007).

Terapi menggunakan resin dapat menimbulkan beberapa gejala gastrointestinal, seperti konstipasi, nyeri abdomen, perut kembung dan terasa penuh, mual, dan flatulensi (Wells, Dipiro, J., Schwinghammer, dan Dipiro, C., 2009).

2.2.2.2 Hydroxymethylglutaryl-Coenzyme A Reductase Inhibitor (Statins)

Obat ini bekerja dengan mencegah kerja enzim HMG-CoA Reductase, yaitu suatu enzim di hati yang berperan pada sintesis kolesterol. Selain menghambat sintesis kolesterol, statin juga mengganggu intermediet sintesis lemak dengan efek biologis yang penting. Efikasi Statin dalam menurunkan kolesterol LDL sudah ditetapkan dalam literatur serta merupakan standar terapi untuk pasien dengan peningkatan kolesterol LDL (Furman, Meier, Malmstrom, Lopez, dan Schaefer, 2011). Lovastatin diberikan dengan dosis 20- maksimal 80

(24)

mg/hari, Simvastatin 80 mg/hari, Fluvastatin 20-80 mg/hari, Atorvastatin 10-80 mg/hari, dan Rotuvarstatin 10-10-80 mg/hari (Suyatna, 2007).

Beberapa studi menunjukkan bahwa terapi menggunakan statin yang tidak diteruskan atau tidak disertai kepatuhan dapat menyebabkan hasil yang kurang baik. Hasil tersebut antara lain kemungkinan yang lebih tinggi pada kejadian kardiovaskular, kejadian serebrovaskular, penyakit arteri koroner, dan kematian akibat kardiovaskular (Daskalopoulou, Doonan, dan Mikhailidis, 2010).

2.2.2.3 Derivat Asam Fibrat

Terdapat empat jenis, yaitu gemfibrozil, bezafibrat, siprofibrat, dan fenofibrat. Obat ini dapat menurunkan trigliserida plasma selain menurunkan sintesis trigliserida di hati. Obat ini juga dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.

Obat ini dapat menyebabkan keluhan gastrointestinal, rash, pusing, dan peningkatan kadar transaminase serta fosfatase alkali. Selain itu, pada pasien dengan insufisiensi ginjal lebih sering terjadi kelelahan, lemas, kekakuan, dan peningkatan kreatinin kinase serta aspartat aminotransferase (Wells, Dipiro, J., Schwinghammer, dan Dipiro, C., 2009).

.

2.2.2.4 Asam Nikotinik

Obat ini dapat menurunkan sintesis hepatik VLDL, sehingga pada akhirnya dapat menurunkan sintesis LDL. Pemberian asam nikotinik juga dapat meningkatkan kolesterol HDL dengan cara mengurangi katabolisme HDL (Wells, Dipiro, J., Schwinghammer, dan Dipiro, C., 2009). Asam nikotinik diberikan secara peroral 2-6 g sehari, terbagi dlm 3 dosis diberikan bersama makanan; mula-mula dalam dosis rendah (3 x 100-200 mg sehari) lalu dinaikkan setelah 1-3 minggu.

Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing, yaitu perasaan panas di muka bahkan di badan. Efek samping yang paling berbahaya adalah gangguan fungsi hati yang ditandai dengan peningkatan kadar fosfatase alkali dan transaminase (Suyatna, 2007).

(25)

2.2.2.5 Ezetimibe

Termasuk obat penurun lipid yang terbaru dan bekerja sebagai penghambat selektif penyerapan kolesterol, baik yang berasal dari makanan maupun dari asam empedu di usus halus. Ezetimibe yang merupakan inhibitor absorbsi kolesterol menurunkan LDL ketika ditambahkan juga pada pengobatan dengan statin (Kastelein., et al. 2008). Obat ini diberikan sekali sehari dengan dosis 5-10 mg (Suyatna, 2007). Ezetimibe dapat menurunkan LDL sebesar 19% dengan disertai sedikit kenaikan HDL.

2.2.2.6 Asam Lemak Omega-3

Meskipun mekanisme kerja untuk efek asam lemak omega-3 belum jelas diuraikan, namun asam lemak ini berpotensi dalam menurunkan trigliserida, menimbulkan efek antitrombotik, penghambatan perkembangan aterosklerosis, relaksasi endotel, sedikit efek antihipertensi, dan penurunan aritmia ventrikular (Dipiro, J., Robert, Yee, Matzke, Wells, dan Posey, 2005). Selain itu, asam lemak omega-3 juga dapat meningkatkan kadar HDL (Linn, Wofford, O’keefe, dan Posey, 2009).

2.3 Kepatuhan

2.3.1 Definisi

Kepatuhan didefinisikan secara luas sebagai tindakan pasien untuk mengikuti instruksi yang diberikan untuk perawatan yang ditentukan (Haynes, Ackloo, Sahota, McDonald, dan Yao, 2008).

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang terjadi akibat lima faktor yang saling mempengaruhi, hal ini sudah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai lima faktor dimensi.

Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Faktor sosial-ekonomi

(26)

c. Faktor yang berhubungan dengan kondisi d. Faktor yang berhubungan dengan terapi e. Faktor yang berhubungan dengan pasien

Kepatuhan berhubungan dengan pengetahuan dan keyakinan terhadap penyakitnya, motivasi untuk mengaturnya, kepercayaan terhadap kemampuan melawan perilaku manajemen penyakit, dan harapan terhadap hasil perawatan serta konsekuensi ketidakpatuhan (World Health Organization, 2003).

2.3.3 Metode pengukuran kepatuhan

Terdapat dua jenis metode dalam mengukur kepatuhan pasien, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung (Osterberg dan Blaschke, 2005). Seluruh metode yang digunakan untuk mengukur kepatuhan memiliki kelebihan dan kekurangan.

2.3.3.1 Metode Langsung

Tabel 2.2 Metode Langsung untuk mengukur Kepatuhan Pasien

Metode Kelebihan Kekurangan

Pengamatan terapi secara langsung

Paling akurat Pasien bisa

menyembunyikan pil di mulut kemudian

membuangnya; tidak dapat dijalankan untuk penggunaan rutin Pengukuran kadar

obat atau metabolit di dalam darah

Objektif Variasi metabolisme (cepat atau lambat) yang dapat memberi kesalahan pada hasil; biaya yang mahal

Pengukuran penanda biologis di dalam darah Objektif, dalam percobaan klinis juga dapat digunakan untuk pengukuran placebo Membutuhkan biaya yang mahal untuk pengujian kadar dan pengumpulan plasma darah

(27)

2.3.3.1 Metode Tidak Langsung

Tabel 2.3 Metode Tidak Langsung untuk mengukur Kepatuhan Pasien

Metode Kelebihan Kekurangan

Kuesioner pasien, laporan kesehatan pasien

Sederhana; tidak mahal; metode yang paling berguna dalam keadaan klinis

Rentan terhadap kesalahan dengan peningkatan waktu diantara kunjungan; hasil mudah menyimpang oleh pasien

Menghitung jumlah pil

Objektif; dapat dihitung; mudah untuk dilakukan

Data dapat diubah dengan mudah oleh pasien

(contoh: membuang pil) Menghitung

pengulangan resep

Objektif; mudah untuk memperoleh data

Pengulangan resep tidak sama dengan penggunaan pengobatan;

membutuhkan system apotek yang tertutup Pengukuran

respon klinis pasien

Sederhana; secara umum mudah dilakukan

Faktor lain di luar kepatuhan pasien dapat mempengaruhi respon Pengawasan

pengobatan secara elektronik

Tepat (presisi); hasil mudah dihitung; dapat menaksir pola pengobatan

Mahal; membutuhkan kunjungan kembali dan mengunduh data Pengukuran penanda fisiologis (contoh: laju jantung pasien yang menggunakan β-bloker

Mudah untuk dilakukan Penanda bisa hilang karena alasan lain (contoh: peningkatan metabolisme, absorbsi yang buruk, respon yang kurang)

Buku harian pasien

membantu untuk ingatan yang buruk

Mudah diubah oleh pasien Jika pasien adalah anak-anak, kuesioner diberikan pada pengasuh atau guru

sederhana, dan objektif Rentan terhadap penyimpangan

(28)

2.4 Intervensi untuk Meningkatkan Kepatuhan

Intervensi yang efektif ditemukan pada masing-masing empat pendekatan teoritis intervensi terhadap kepatuhan, yaitu: teknis, perilaku, edukasi, dan intervensi kompleks. Solusi teknis seperti penyederhanaan regimen, seringkali efektif meskipun tidak berlaku untuk setiap regimen terapi (Dulmen, Sluijs, Dijk, Ridder, Heerdink, dan Bensing, 2007). Intervensi edukasional kepada pasien, anggota keluarga pasien atau keduanya dapat meningkatkan kepatuhan (Osterberg dan Blaschke, 2005).

2.5 Puskesmas

2.5.1 Pendahuluan

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi:

1. Unit Pelaksana Teknis

Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

2. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

3. Penanggungjawab Penyelenggaraan

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan

(29)

kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.

4. Wilayah Kerja

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Puskesmas membawa misi pembangunan kesehatan nasional dalam upaya mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2004).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, fungsi dari puskesmas antara lain:

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Selain itu, puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

(30)

2. Pusat pemberdayaan masyarakat.

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi: a. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. b. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

Untuk mencapai visi pembangunan kesehatan, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan pengembangan dalam rangka terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat (Kementerian Kesehatan

(31)

RI, 2004). Upaya kesehatan wajib merupakan upaya yang minimal harus diadakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia, yaitu:

1. Upaya Promosi Kesehatan 2. Upaya Kesehatan Lingkungan

3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana 4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular 6. Upaya Pengobatan

2.5.2 Peta Depok

[Sumber : www.depok.go.id, 2011]

(32)

2.5.3 Puskesmas wilayah Depok

Tabel 2.4 Data puskesmas di masing-masing kecamatan Kota Depok

No. Kecamatan Nama Puskesmas

1 Beji Beji* Kemiri Muka Tanah Baru 2 Cimanggis Cimanggis* Harjamukti Mekarsari

Pasir gunung selatan Tugu 3 Tapos Tapos* Cilangkap Cimpaeun Jatijajar Sukatani 4. Sawangan Sawangan* Cinangka Pasir putih Pengasinan 5 Cilodong Cilodong* Kalimulya 6 Cipayung Cipayung* 7 Sukmajaya DTP Sukmajaya* Abadi jaya Bhakti jaya Pondok sukmajaya Vila pertiwi 8 Cinere Cinere*

9 Pancoran mas Pancoran mas*

Depok jaya Rangkapan jaya

10 Limo Grogol*

11 Bojong sari Duren seribu*

Pondok petir

(33)

2.5.4 Karakteristik Puskesmas Pancoran Mas dan Puskesmas Sukmajaya 2.5.4.1 Puskesmas Pancoran Mas

a. Karakteristik Puskesmas Pancoran Mas

Waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok yaitu pukul 07.00 WIB hingga selesai. Meskipun pelayanan pasien sudah selesai, namun biasanya petugas puskesmas melaksanakan pekerjaan hingga pukul 14.00 WIB. Jabatan Kepala Puskesmas dikepalai oleh seorang dokter yang juga menjalankan tugas pemeriksaan pasien.

b. Ketenagaan

Tabel 2.5 Tenaga kerja di puskesmas pancoran mas pada bulan penelitian

Tenaga Jumlah Keterangan

Dokter umum 4 Termasuk kepala puskesmas

Dokter gigi 2

Sarjana kesehatan masyarakat 1

Bidan 6

Perawat 6

Perawat gigi 1

Apoteker 1

Analis 2 1 orang tenaga honorer

Tenaga gizi 2

Juru obat 1

Umumnya pada bagian farmasi puskesmas terdapat seorang penanggung jawab, yaitu petugas pengelola obat yang berlatar belakang pendidikan kefarmasian. Petugas bagian farmasi dapat berupa seorang apoteker maupun asisten apoteker. Puskesmas Pancoran Mas memiliki tenaga apoteker, namun pelayanan farmasi terhadap pasien tidak hanya dilakukan oleh petugas pengelola obat (apoteker) saja. Pelayanan juga dilakukan oleh sesama petugas puskesmas yang tidak berlatar belakang pendidikan farmasi, yaitu petugas puskesmas yang memang ditugaskan di bagian farmasi. Tidak hanya pada pelayanan farmasi, pelayanan konsultasi medis juga dibantu oleh tenaga medis lain seperti bidan atau

(34)

perawat. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa hal, sebagai contoh yaitu dokter bersangkutan harus memenuhi panggilan dinas sebagai utusan puskesmas untuk mengikuti program pelatihan yang sudah dijadwalkan. Selain itu, dapat juga akibat dokter berhalangan karena sakit atau pasien yang berkunjung pada hari itu lebih banyak. Biasanya petugas lain bertugas meringankan tugas dokter dengan memeriksa tekanan darah pasien, sehingga dokter hanya tinggal melakukan langkah pemeriksaan lainnya.

c. Pelayanan pasien

Pelayanan kesehatan di puskesmas meliputi pelayanan kesehatan

perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan yang berjalan di puskesmas berdasarkan observasi antara lain:

1. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik, dan penyuluhan kesehatan 2. Pemeriksaan dan pengobatan gigi dan mulut

3. Pemeriksaan kesehatan ibu dan anak (KIA) serta keluarga berencana (KB)

4. Pemeriksaan penunjang medis (laboratorium) 5. Pelayanan rujukan dari puskesmas ke rumah sakit 6. Pelayanan kefarmasian

2.5.4.2 Puskesmas Sukmajaya

a. Karakteristik Puskesmas Sukmajaya

Waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas Sukmajaya adalah pukul 08.00-12.00 WIB. Pendaftaran pasien mulai dibuka pada jam 07.30–11.00 WIB pada hari Senin hingga Kamis, sedangkan pada hari Jumat dan Sabtu pendaftaran akan ditutup pada pukul 10.00 WIB. Puskesmas Sukmajaya adalah satu-satunya puskesmas kecamatan di Kota Depok yang memberikan pelayanan sore yang dilakukan pukul 13.00 – 15.30 WIB. Pelayanan pasien yang diambil sebagai data dalam penelitian di puskesmas sukmajaya adalah pelayanan pagi dan sore.

(35)

b. Ketenagaan

Tabel 2.6 Tenaga kerja di puskesmas sukmajaya berdasarkan profil Puskesmas

Sukmajaya tahun 2011

Tenaga Jumlah Keterangan

Medis - Dokter umum - Dokter gigi 5 2 Keperawatan - D3 Keperawatan - D3 Kebidanan - SPK perawat kesehatan - D1 Kebidanan - SPRG 1 8 4 1 1 Kefarmasian 1 SMF/SAA

Sarjana kesehatan masyarakat - S1 Kesehatan Masyarakat - D3 Sanitarian - D3 Gizi 1 1 2 Analis Kesehatan 1

Tenaga non kesehatan 5

Umumnya pada bagian farmasi puskesmas terdapat seorang penanggung jawab yaitu petugas pengelola obat yang berlatar belakang pendidikan kefarmasian, dapat berupa seorang apoteker maupun asisten apoteker. Pelayanan farmasi terhadap pasien tidak hanya dilakukan oleh petugas pengelola obat saja. Pada pelayanan juga dilakukan oleh sesama petugas puskesmas yang tidak berlatar belakang pendidikan farmasi, yaitu petugas puskesmas yang memang ditugaskan di bagian farmasi. Tidak hanya pada pelayanan farmasi, pelayanan konsultasi medis juga dibantu oleh tenaga medis lain seperti bidan atau perawat. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa hal, sebagai contoh yaitu dokter bersangkutan harus memenuhi panggilan dinas sebagai utusan puskesmas untuk

(36)

mengikuti program pelatihan yang sudah dijadwalkan. Selain itu, dapat juga akibat dokter berhalangan karena sakit atau pasien yang berkunjung pada hari itu lebih banyak. Biasanya petugas lain bertugas meringankan tugas dokter dengan memeriksa tekanan darah pasien, sehingga dokter hanya tinggal melakukan langkah pemeriksaan lainnya.

c. Pelayanan pasien

Pelayanan kesehatan di puskesmas meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan yang berjalan di puskesmas berdasarkan observasi antara lain:

a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik, dan penyuluhan kesehatan b. Pemeriksaan dan pengobatan gigi dan mulut

c. Pemeriksaan kesehatan ibu anak (KIA) dan keluarga berencana (KB) d. Pemeriksaan penunjang medis (laboratorium)

e. Pelayanan kesehatan rujukan dari puskesmas ke rumah sakit f. Pelayanan kefarmasian

g. Konsultasi psikologi

2.6 Metode Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran.

Di bawah ini akan diuraikan beberapa metode pendidikan individual, kelompok, dan massa (public).

2.6.1 Metode pendidikan individual

Metode pendidikan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan individual ini adalah

(37)

karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan perilaku baru tersebut.

Bentuk dari pendekatan ini antara lain:

1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling)

Dengan cara ini, kontak antara klien dengan petugas lebih intensif, setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diketahui dan dibantu penyelesaiannya. Sehingga, akhirnya klien tersebut dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).

2) Interview (wawancara)

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum, maka perlu penyuluhan yang lebih dalam lagi.

2.6.2 Metode pendidikan kelompok

Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Kelompok yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode bergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan.

2.6.2.1 Kelompok Besar

Kelompok besar adalah apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini antara lain:

a. Ceramah

Merupakan metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun kurang.

(38)

b. Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas.

2.6.2.2 Kelompok Kecil a. Diskusi kelompok

Agar semua anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi, formasi duduk peserta diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang. Diskusi dimulai dengan pancingan berupa pertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik yang akan dibahas.

b. Curah pendapat

Merupakan modifikasi metode diskusi kelompok, pada permulaannya, pemimpin kelompok memancing dengan suatu masalah, kemudian tiap peserta memberi jawaban atau tanggapan. Setelah semua anggota mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari, hingga akhirnya terjadi diskusi.

c. Bola salju

Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (satu pasang dua orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang lima menit tiap dua pasangan bergabung menjadi satu. Selanjutnya dua pasang yang sudah beranggotakan empat orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya. Demikian seterusnya hingga akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.

d. Kelompok kecil-kecil

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian diberikan suatu permasalahan yang sama/tidak dengan kelompok lain. Selanjutnya masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut hingga akhirnya diperoleh kesimpulan.

(39)

e. Main peran (role play)

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk dimainkan. Peranan tersebut misalnya sebagai dokter puskemas, sebagai perawat atau bidan, dan sebagainya.

f. Permainan simulasi

Metode ini merupakan gambaran antara role play dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan.

2.6.3 Metode pendidikan massa

Metode ini digunakan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) massa ini tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Beberapa contoh metode ini antara lain:

a. Ceramah umum

b. Pidato diskusi kesehatan c. Simulasi

d. Tulisan e. Billboard

2.7 Media Pendidikan Kesehatan

2.7.1 Media Cetak

a. Booklet : ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.

b. Leaflet : ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar, dapat pula kombinasi.

c. Flyer (selebaran) : seperti leaflet, tetapi tidak dalam bentuk lipatan.

d. Flip chart (lembar balik) : merupakan media penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, di mana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di

(40)

baliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi berkaitan dengan gambar tersebut.

e. Rubrik atau tulisan di surat kabar atau majalah

f. Poster : ialah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, tempat umum, atau kendaraan umum.

g. Foto : yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan

2.7.2 Media Elektronik

a. Televisi : penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan melalui melalui media televisi dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi, atau Tanya jawab sekitar masalah kesehatan, pidato (ceramah). b. Radio : penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio

juga dapat dalam bentuk bermacam-macam, antara lain: obrolan (tanya jawab), ceramah, dsb.

c. Video d. Slide e. Film Strip

2.7.3 Media Papan (Billboard)

Papan yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.

2.8 Metode Pengumpulan Data (Notoatmojo, 2003)

2.8.1 Pengamatan (observasi)

Pengamatan adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Dalam penelitian, pengamatan adalah suatu prosedur yang berencana, meliputi melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

(41)

2.8.2 Wawancara (interview)

Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data. Dalam hal ini, peneliti memperoleh keterangan secara lisan dari seorang sasaran penelitian. Wawancara merupakan pembantu utama metode observasi. Gejala sosial yang tidak dapat terlihat atau diperoleh melalui observasi dapat diperoleh melalui wawancara.

Terdapat beberapa jenis wawancara, antara lain:

1. Wawancara tidak terpimpin (unguided interview)

Jenis wawancara tidak terpimpin diartikan dengan tidak adanya persoalan yang menjadi fokus dalam wawancara tersebut. Dalam wawancara ini, pertanyaan yang dikemukakan tidak sistematis, melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa adanya kaitan. Kelemahan metode ini adalah:

a. Kurang efisien

b. Reliabilitasnya kurang karena tidak ada pengecekan secara sistematis c. Boros tenaga, pikiran, biaya, waktu dan sebagainya

2. Wawancara terpimpin (structured interview)

Wawancara jenis ini dilakukan berdasarkan pedoman-pedoman berupa kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya.

Keuntungan dari wawancara terpimpin antara lain:

a. pengumpulan dan pengolahan data dapat berjalan dengan cermat dan teliti;

b. hasil dapat disajikan secara kualitatif maupun kuantitatif; 3. Wawancara bebas terpimpin

Jenis wawancara ini merupakan kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin. Meskipun terdapat unsur kebebasan, tetapi ada pembicaraan yang tegas dan terarah. Wawancara ini memiliki ciri fleksibilitas (keluwesan), tapi arahnya jelas.

4. Free talk dan diskusi

Situasi ini terjadi dalam keadaan kedua belah pihak bertukar pikiran secara terbuka dan seobjektif mungkin saling memberikan keterangan. Free talk sering dipakai dalam interaksi klinis antara seorang dokter

(42)

dengan pasiennya untuk maksud diagnostik dan terapeutik untuk mempercepat kesembuhan pasien.

2.8.3 Angket

Merupakan suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengedarkan data pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada sejumlah subjek.

Penggolongan angket: a. menurut sifatnya

1. angket umum, yaitu angket yang digunakan untuk memperoleh selengkap-lengkapnya kehidupan orang lain.

2. angket khusus digunakan untuk mencari khusus data mengenai sifat khusus pribadi seseorang.

(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian praeksperimental dengan rancangan “One Group Pretest-Posttest”. Pertama-tama dilakukan pengukuran awal (pretest) kepatuhan responden pada masing-masing Puskesmas, lalu diberikan perlakuan (intervensi) untuk jangka waktu tertentu. Intervensi dilakukan dengan menggunakan media cetak berupa leaflet. Setelah diberikan intervensi, dilakukan pengukuran kepatuhan untuk kedua kalinya (posttest) dalam waktu tiga sampai empat minggu. Pengambilan data dilakukan secara prospektif dari mulai dilakukan pretest hingga posttest. Pengukuran kepatuhan dilakukan menggunakan kuesioner dengan wawancara bebas terpimpin. Data kolesterol pasien diambil berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan sendiri oleh peneliti menggunakan alat pemeriksaan kolesterol.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah dua puskesmas kecamatan yang ada di wilayah Depok. Puskesmas yang menjadi lokasi penelitian adalah Puskesmas Sukmajaya dan Puskesmas Pancoran Mas. Penelitian dilakukan sejak bulan Februari 2012, dengan waktu pengumpulan data dari bulan Maret hingga Mei 2012.

3.3 Kerangka Konsep

Kepatuhan pasien dalam melaksanakan terapi dapat ditingkatkan melalui suatu intervensi. Penelitian ini akan menganalisis pengaruh intervensi berupa leaflet yang dilakukan oleh peneliti terhadap tingkat kepatuhan pasien baik dalam pola makan, aktivitas fisik, serta pengobatan yang akan diukur menggunakan kuesioner Four Item Morisky. Kepatuhan pasien diukur sebelum dan sesudah pemberian intervensi berupa leaflet. Selanjutnya hasil dianalisis untuk melihat pengaruh leaflet terhadap kepatuhan pasien. Berikut ini adalah kerangka konsep penelitian yang akan dilakukan.

(44)

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

3.4 Definisi Operasional

1. Intervensi :

Perlakuan yang diberikan kepada responden dalam usaha peningkatan kepatuhan pasien dalam terapi.

Skala: Nominal Kategori : Leaflet

2. Kepatuhan Terapi :

Kepatuhan pasien dalam terapi yang diukur menggunakan kuesioner sebelum dan sesudah intervensi (pretest dan posttest). Pasien dikatakan patuh bila hasil pengukuran untuk tiga kategori yaitu pola makan, aktivitas fisik, dan minum obat memberikan hasil kepatuhan yang tinggi. Kepatuhan dalam meminum obat diukur menggunakan kuesioner Morisky yang sudah tervalidasi. Kepatuhan dalam pola

(45)

makan dan perilaku aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner dibuat sendiri dan sudah divalidasi oleh peneliti.

Skala: Ordinal

Kategori :

Kepatuhan Pola makan

1) Rendah (skor ≤38) 2) Sedang (skor 39-56) 3) Tinggi (skor 57-75) Aktivitas fisik 1) Rendah (skor ≤7)

2) Sedang (skor 8-12) 3) Tinggi (skor 13-15) Kepatuhan Pengobatan 1) Rendah (skor >2) 2) Sedang (skor 1, 2) 3) Tinggi (skor 0) 3. Jenis Kelamin :

Jenis kelamin pasien hiperkolesterolemia yang menjadi responden penelitian.

Skala: Nominal Kategori: 1) Laki-laki

2) Perempuan 4. Usia

Usia pasien hiperkolesterolemia saat dilakukan penelitian. Skala: Interval Kategori: 1) 40-45 tahun 2) 45-50 tahun 3) 50-55 tahun 4) 55-60 tahun 5) ≥60 tahun

(46)

5. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan terakhir yang dimiliki oleh responden Skala: Ordinal Kategori: 1) SD 2) SMP 3) SMA 4) Perguruan Tinggi (D3/S1/S2) 6. Status Pekerjaan Skala: Nominal Kategori: 1) Bekerja 2) Tidak Bekerja 7. Penghasilan Skala: Interval

Kategori: 1) Tidak berpenghasilan 2) < Rp. 1.000.000 3) Rp. 1.100.000-1.500.000 4) Rp. 1.600.000-2.000.000 5) > Rp. 2.000.000 8. Penyakit penyerta Skala: Nominal Kategori: 1) Ada 2) Tidak ada 9. Kadar Kolesterol Pasien

Skala: Rasio

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah pasien hiperkolesterolemia yang berobat di dua puskesmas kecamatan yang telah dipilih oleh peneliti.

(47)

3.5.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien hiperkolesterolemia yang berusia ≥40 tahun yang berobat di Puskesmas kecamatan Pancoran Mas dan Sukmajaya dalam periode Maret hingga Mei 2012 dan bersedia dengan sukarela menjadi responden. Responden yang dipilih berada pada rentang usia ≥40 tahun karena kasus hiperkolesterolemia pada umumnya terjadi pada pasien dengan rentang usia tersebut.

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan wawancara langsung pada pasien yang berobat di poli lansia, menebus obat di farmasi, atau dengan mendatangi pasien di rumahnya. Pasien poli lansia dipilih karena pasien hiperkolesterolemia yang akan diambil menjadi sampel pada umumnya berobat di bagian tersebut. Sedangkan bagian farmasi dipilih karena kondisi memungkinkan untuk mengambil sampel berdasarkan resep yang ditebus, yaitu menerima antihiperlipidemia. Sampel juga diperoleh dengan mendatangi rumah pasien hiperkolesterolemia yang memenuhi kriteria inklusi berdasarkan data dari Puskesmas. Hal ini dilakukan bila peneliti tidak dapat menemui pasien secara langsung di Puskesmas.

Sampel dipilih menggunakan teknik consecutive sampling, yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria diambil sebagai sampel penelitian hingga tercapai jumlah sampel yang diperlukan (Nursalam, 2008). Consecutive sampling dipilih karena peneliti ingin agar penelitian dapat dilakukan pada responden yang sesuai, yaitu memenuhi kriteria inklusi, sehingga peneliti hanya mengambil sampel yang memenuhi persyaratan tersebut.

3.5.2.1 Kriteria Inklusi Sampel

a. Bersedia secara suka rela menjadi responden. b. Pasien dengan kadar kolesterol >200 mg/dL

c. Pasien hiperkolesterolemia yang berusia ≥ 40 tahun.

d. Pasien hiperkolesterolemia yang memiliki data kadar kolesterol dalam darah.

(48)

3.5.2.2 Kriteria Eklusi Sampel

a. Pasien hiperkolesterolemia yang mengundurkan diri menjadi responden selama penelitian.

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus untuk proporsi populasi dengan satu sampel (Lwanga, Lemeshow, Hosmer & Klar, 1991).

n= ( ∝) ( ) Keterangan: n = jumlah sampel Z(1-α/2) = derajat kemaknaan P = proporsi populasi d = presisi absolut

nilai yang dipakai yaitu: Z(1-α/2) = 95%, dengan nilai 1,96; P = 0,1 ; d = 0,1

sehingga jumlah sampel minimal:

n= (1 ∝) 2 (1 ) 2 = . 0. (1 0. ) 0.12 = 34,57 = 35

Jadi, dengan menggunakan rumus, jumlah sampel minimal yang akan diambil pada kedua puskesmas adalah 35 sampel. Menurut Lwanga, Lemeshow, Hosmer & Klar, nilai p = 0,1 merupakan batas nilai minimal yang diperbolehkan dalam penghitungan besar sampel penelitian. Berdasarkan pertimbangan waktu dan biaya, nilai P dapat diturunkan hingga ke batas minimalnya, yaitu 0,1 dengan tetap mempertahankan tingkat kepercayaan sebesar 95%.

3.6 Pengajuan Izin Penelitian

Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada lembaga-lembaga terkait. Berikut adalah alur perizinan penelitian yang dilakukan:

(49)

Departemen Farmasi Universitas Indonesia Dinas Kesehatan Kota Depok Kesbangpol dan Linmas Kota Depok Dinas Kesehatan Kota Depok Kepala Puskesmas Kecamatan

Keterangan : Kesbangpol dan Linmas = Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Gambar 3.2. Alur pengajuan izin penelitian

3.7 Prosedur Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer berupa hasil wawancara menggunakan kuesioner di dua Puskesmas. Metode yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin.

Data-data tersebut berupa:

1. Data demografi pasien meliputi nama, usia dan jenis kelamin

2. Data pelengkap berupa alamat, nomor telepon, status pekerjaan dan penghasilan, serta pendidikan responden.

3. Data keadaan kolesterol pasien

Langkah-langkah pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi (calon responden) dijelaskan mengenai tujuan penelitian, lalu diminta kesediaannya menjadi responden. Bila pasien setuju, maka data dari hasil pemeriksaan untuk kadar kolesterol darah yang dicatat dari rekam medik pasien dimasukkan ke dalam lembar pengumpul data untuk hasil pemeriksaan laboratorium. Data

(50)

kolesterol darah juga bisa diperoleh bila responden dapat dimintai keterangan langsung tentang kadar kolesterol darah responden.

2. Kemudian pada saat pasien selesai melakukan pemeriksaan atau pun menebus obat, dilakukan pretest untuk mengukur kepatuhan pasien dalam pola makan dan pengobatan serta aktivitas fisik. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan lembar kuesioner.

3. Selanjutnya dilakukan intervensi kepada para responden berupa pemberian leaflet untuk memberikan tambahan informasi mengenai hiperkolesterolemia dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan responden.

4. Tiga sampai empat minggu setelah dilakukan intervensi, dilakukan penilaian ulang atau posttest untuk menilai kepatuhan pasien setelah dilakukan intervensi dengan wawancara menggunakan lembar kuesioner yang sama seperti pada saat dilakukan pretest. Melaui hasil penilaian ini dapat diketahui ada atau tidaknya perubahan hasil penilaian terhadap kepatuhan baik berdasarkan kadar kolesterol maupun melalui kuesioner. Selain itu, dilakukan pula pencatatan kadar kolesterol darah pasien berdasarkan hasil rekam medik, pemeriksaan langsung, ataupun menanyakan langsung kepada pasien.

5. Data yang diperoleh kemudian direkapitulasi dalam tabel induk untuk selanjutnya dianalisis menggunakan SPSS 19.

3.8 Instrumen Penelitian

3.8.1 Kuesioner

Kuesioner digunakan sebagai alat untuk mengukur kepatuhan pasien sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi. Kuesioner dipilih karena merupakan salah satu cara yang baik dalam memperoleh informasi dari responden secara langsung.

Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian, dilakukan uji va;iditas dan reliabilitas. Suatu instrumen dinyatakan valid bila mampu mengukur apa yang harus diukur. Selain valid, suatu kuesioner sebagai instrumen penelitian harus

(51)

reliabel/andal. Maksud reliabel adalah dapat menghasilkan ukuran yang konsisten walaupun digunakan untuk mengukur berkali-kali.

Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan setiap pertanyaan dengan nilai total pertanyaan, selanjutnya signifikansi dilihat dengan uji t. Hasil p-value lebih kecil dari α = 0,05 menunjukkan bahwa ada hubungan antar pertanyaan dengan variabel total. Dengan demikian, kuesioner dinyatakan valid bila p lebih kecil dari α. Sedangkan uji reliabilitas dapat dilakukan dengan Cronbach Alpha, yaitu bila nilai alpha lebih besar dari 0,6, kuesioner dinyatakan reliabel (Trihendradi, 2011).

Kuesioner yang digunakan memiliki tiga bagian antara lain: 1. Bagian satu : Pola Makan

Digunakan kuesioner untuk mengukur pola makan pasien berdasarkan jenis makanan dalam diet rendah kolesterol. Kuesioner ini dibuat sendiri dengan melakukan modifikasi dari sumber yang ada mengenai diet rendah kolesterol

(Kerver, Yang, Bianchi, dan Song, 2003). Kuesioner ini divalidasi oleh peneliti

serta diuji reliabilitasnya sebelum digunakan. Skala yang digunakan adalah skala likert dengan pilihan jawaban tidak pernah (0x), jarang (1-4x), kadang-kadang (5-8x), sering (9-12x), sangat sering (>12x) dalam waktu satu bulan terakhir. Penilaian dilakukan dengan memberikan poin 5 untuk jawaban tidak pernah; 4 untuk jawaban jarang; 3 untuk jawaban kadang-kadang; 2 untuk jawaban sering; 1 untuk jawaban sangat sering. Penentuan kategori hasil dilakukan berdasarkan jumlah poin yang diperoleh. semakin tinggi poin yang diperoleh, kepatuhan semakin tinggi. Jumlah poin tertinggi adalah 75, sedangkan jumlah poin terendah adalah 15. Saat posttest, penilaian pola makan dilakukan untuk mengukur kepatuhan pasien dalam tiga sampai empat minggu terakhir setelah pemberian leaflet.

2. Bagian dua : Aktivitas Fisik

Kuesioner bagian dua digunakan untuk mengukur aktivitas fisik pasien sebelum dan sesudah diberi intervensi berupa leaflet. Kuesioner ini dibuat sendiri dengan melakukan modifikasi dari sumber yang ada mengenai pengukuran aktivitas fisik (Kerver, Yang, Bianchi, dan Song, 2003). Kuesioner

(52)

ini divalidasi oleh peneliti serta diuji reliabilitasnya sebelum digunakan. Skala yang digunakan adalah skala Likert dengan pilihan jawaban tidak pernah (0x), jarang (1-2x), kadang-kadang (3-4x), sering (5-8x), dan sangat sering (>8x) dalam satu bulan terakhir. Penilaian dilakukan dengan memberikan poin 1 untuk jawaban tidak pernah; 2 untuk jawaban jarang; 3 untuk jawaban kadang-kadang; 4 untuk jawaban sering; 5 untuk jawaban sangat sering. Penentuan kategori hasil dilakukan berdasarkan jumlah poin yang diperoleh. Semakin tinggi poin yang diperoleh, ditunjukkan bahwa aktivitas fisik pasien semakin tinggi. Jumlah poin tertinggi adalah 15, sedangkan jumlah poin terendah adalah 5. Saat posttest, penilaian frekuensi aktivitas fisik dilakukan untuk mengukur aktivitas fisik pasien dalam tiga sampai empat minggu terakhir setelah pemberian leaflet.

3. Bagian 3 : Kepatuhan pengobatan

Kuesioner Morisky yang sudah divalidasi digunakan untuk mengukur kepatuhan pasien dalam meminum obat. Kuesioner ini terdiri dari empat butir pertanyaan. Bentuk jawaban berupa ya dan tidak. Penilaian terhadap kuesioner dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

a. Setiap jawaban ya diberi nilai 1 b. Jawaban tidak akan diberi nilai 0.

Penentuan kategori hasil dilakukan berdasarkan jumlah poin yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan kuesioner (Natarajan, Putnam, Yip, dan Frail, 2007). Kepatuhan pengobatan yang tinggi ditunjukkan dengan hasil 0 pada kuesioner bagian tiga. Walaupun kuesioner yang digunakan sudah tervalidasi, namun karena diterjemahkan oleh peneliti, maka sebelum digunakan dalam penelitian, dilakukan uji pemahaman responden terhadap kuesioner yang akan digunakan.

3.8.2 Leaflet

Leaflet merupakan selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang masalah khusus untuk suatu sasaran dan tujuan tertentu. Leaflet dipilih sebagai

Gambar

Gambar 2.1. Peta Kota Depok ..............................................................................
Tabel 2.1   Klasifikasi  Keadaan  Kolesterol  dalam  Tubuh  menurut  Adult  Treatment Panel III
Tabel 2.2 Metode Langsung untuk mengukur Kepatuhan Pasien
Tabel 2.3  Metode Tidak Langsung untuk mengukur Kepatuhan Pasien
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum bila dilihat dari histogram Gambar 2 di atas bahwa nilai rata-rata derajat keasaman ikan tongkol asap cair cangkang pala dengan konsentrasi 6% dengan lama

Hasil observasi yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stay (TSTS) mampu meningkatkan prestasi

Azzahra Travel adalah sebuah perusahaan Transportasi Bus ( Angkutan Umum ), Yang berasal dari Kota Depok, Jawa Barat, Namun untuk kantor- kantor cabang juga ada yang di kota-kota

Berdasarkan UU No 7 Tahun 1992, yang dimaksud pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan

Estimasi tinggi badan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala berdasarkan panjang tulang ulna perkutaneus pada suku Aceh.. Universitas

Berdasarkan koefisien variasi yang diperoleh, ukuran dalam dada induk Domba Priangan di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat dianggap seragam, sebagaimana

Ada hubungan kejadian anemia saat kehamilan trimester IIIdengan kejadian perdarahan postpartum primer,dimana kejadian perdarahan postpartum primer 3,03 kali lebih

Adanya safety talk menjadi media yang diharapkan pihak perusahaan sebagai metode pemberi informasi, pengingat serta mengarahkan karyawan dalam menjalankan suatu tugas kerja yang