• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Tanah menduduki peran yang sangat vital dalam sebuah konstruksi bangunan. Tanah berguna sebagai bahan bangunan dalam berbagai macam pekerjaan teknik sipil. Fungsi paling utama dari tanah adalah sebagai pendukung pondasi dari sebuah bangunan. Fungsi tanah sebagai pendukung pondasi bangunan memerlukan kondisi tanah yang stabil, sehingga apabila ada sifat tanah yang kurang mampu mendukung bangunan harus diperbaiki terlebih dahulu agar mencapai daya dukung tanah yang diperlukan. Bangunan yang berdiri nantinya diharapkan akan kokoh, tidak rusak karena penurunan yang tidak merata ataupun bahkan longsoran.

Seorang ahli teknik sipil harus mempelajari sifat–sifat tanah, seperti asal-usulnya, penyebaran ukuran butiran, permeabilitas, compressibility, dan lain-lain. Kesalahan ahli teknik sipil dalam membaca sifat-sifat dasar tanah dapat berakibat fatal. Keruntuhan bangunan dan usia bangunan tidak mencapai umur rencana adalah konsekuensi dari kesalahan tersebut. Pada daerah perbukitan atau daerah timbunan dan galian memungkinkan pula terjadi longsoran.

Longsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah miring dari kedudukan semula (sehingga terpisah dari massa yang mantap), karena pengaruh gravitasi; dengan jenis gerakan berbentuk translasi dan rotasi.

(2)

II-2

Longsoran perlu dijelaskan mengenai sifat lainnya seperti kedalaman, aktivitas atau kecepatannya. Jenis material longsoran perlu dibedakan seperti lempung, lanau, pasir, kerikil atau campuran, residual, koluvial, debris dan seterusnya. Daerah berpotensi longsor adalah daerah di mana kondisi terrain dan geologinya tidak menguntungkan. Daerah ini sangat peka terhadap gangguan luar, baik yang bersifat alami maupun aktivitas manusia yang merupakan faktor pemicu gerakan tanah.

2.2 Data Pengujian Lapangan

Dengan menggunakan data profil tanah yang berasal dari Laboraturium Mekanika Tanah diperoleh kesimpulan tentang jenis tanah pada kedalaman-kedalaman tertentu, sehingga dapat dibuat stratifikasi tanah. Untuk pembuatan stratifikasi tanah dapat dibuat dengan menggunakan data dari sondir dan bor log.

2.2.1 Data Sondir

Alat sondir atau Duch Cone Penetrometer Test (CPT) merupakan alat penyelidikan tanah yang paling sederhana, murah, praktis dan sangat popular digunakan di Indonesia. Alat sondir dari Belanda ini memberikan tekanan konus dengan atau tanpa hambatan pelekat (friction resistance) yang dapat dikorelasikan pada parameter tanah seperti undrained shear strength, kompresibilitas tanah dan dapat memperkirakan jenis lapisan tanah.

 Uji sondir ditujukan untuk:

 Identifikasi, stratigrafi, klasifikasi lapisan tanah, kekuatan lapisan tanah.

(3)

II-3

Perencanaan pondasi dan settlement.

 Perencanaan stabilitas lereng galian/timbunan.  Hasil sondir (qc, fc, JHP, FR) dapat dikorelasikan:

 Konsistensinya.

 Kuat geser tanah (CU).

 Parameter konsolidasi (Cc dan Mv).

 Relatif Density (Dr).

 Elastisitas tanah.

 Daya dukung pondasi.

 Penurunan.

Dari nilai-nilai qc dan FR dapat dikorelasikan terhadap jenis tanah. Hubungan antara Tekanan Konus ( qc ), Friction Ratio ( FR ) dan jenis tanah dapat dilihat pada grafik Schmertmann, 1969, dapat dilihat pada gambar 2.1.

(4)
(5)

II-5

Tabel 2.1. Hubungan antara konsistensi dengan tekanan konus

Konsistensi Tekanan konus Qc (kg/cm2) Undrained Cohesion (T/m2) Very soft < 2.5 < 1.25 Soft 2.5 -5.0 1.25 – 2.50 Medium stiff 5.0 – 10.0 2.50 – 5.00 Stiff 10.0 – 20.0 5.00 – 10.00 Very stiff 20.0 – 40.0 10.00 – 20.00 Hard > 40.0 > 20.00 Sumber : Begemann (1965)

Tabel 2.2. Hubungan antara kepadatan, relative density, nilai N, qc dan Ø Kepadatan Relative Density (Dr) Nilai N Tekanan konus qc (kg/cm2) Sudut geser dalam (Øo) Very loose < 0.2 < 4 < 20 < 30 Loose 0.2 – 0.4 4 – 10 20 – 40 30 – 35 Medium dense 0.4 – 0.6 10 – 30 40 – 120 35 – 40 Dense 0.6 – 0.8 30 – 50 120 – 200 40 – 45 Very dense 0.8 – 1.0 > 50 > 200 > 45 Sumber : Begemann (1965)

Untuk menentukan korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfined compressive strength dan berat jenis tanah jenuh (γsat) untuk tanah kohesif. dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.

(6)

II-6

Tabel 2.3. Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfined

compressive strength dan berat jenis tanah jenuh (γsat) untuk tanah kohesif

N-SPT (blows/ft) Konsistensi qu (Unconfined Compressive Strength) ton/ft2 γsat (kN/m3) < 2 2 - 4 4 – 8 8 – 15 15 – 30 > 30 Very soft Soft Medium Stiff Very stiff Hard < 0,25 0,25 – 0,50 0,50 – 1,00 1,00 – 2,00 2,00 – 4,00 > 4,00 16 – 19 16 – 19 17 – 20 19 – 22 19 – 22 19 – 22

Sumber: Soil Mechanics, Lambe & Whitman, from Terzaghi and Peck (1948)

Korelasi untuk menentukan berat jenis tanah (γ) dan berat jenis tanah jenuh (γsat) pada tanah kohesif dan non kohesif dapat dilihat pada tabel 2.4 dan tabel 2.5.

Tabel 2.4. Korelasi berat jenis tanah (γ) untuk tanah non kohesif dan kohesif

Cohesionless Soil N Unit Weight γ, kN/m3 Angle of Friction θ State 0 – 10 12 – 16 25 – 32 Loose 11 – 30 14 – 18 28 – 36 Medium 31 – 50 16 – 20 30 – 40 Dense > 50 18 – 23 > 35 Very Dense Cohesive

(7)

II-7 N Unit Weight γ, kN/m3 qu kPa Consistency < 4 14 – 18 < 25 Very Soft 4 – 6 16 – 18 20 – 50 Soft 6 – 15 16 – 18 30 – 60 Medium 16 – 25 16 – 20 40 – 200 Stiff > 25 > 20 > 100 Hard

` Sumber: Soil Mechanics, Whilliam T. Whitman ,Robert V (1962)

Tabel 2.5. Korelasi berat jenis tanah jenuh (γsat) untuk tanah non kohesif

Description Very Loose Loose Medium Dense Very Dense

N-SPT Fine Medium Coarse 1 – 2 2 – 3 3 - 6 3 – 6 4 – 7 5 – 9 7 – 15 8 – 20 10 – 25 16 – 30 21 – 40 26 - 45 > 40 > 45 Φ Fine Medium Coarse 26 – 28 27 – 28 28 - 30 28 – 30 30 – 32 30 - 34 30 – 34 32 – 36 33 – 34 33 – 38 36 – 42 40 - 50 < 50 γsat (kN/m3) 11 - 16 14 - 18 17 – 20 17 - 22 20 - 23

(8)

II-8

Sumber: Soil Mechanics, Whilliam T. Whitman , Robert V (1962)

2.2.2 Data Bor

Pengeboran merupakan cara yang paling awal dan mudah dalam penyelidikan tanah. Maksud dari pekerjaan bor ini adalah untuk mengidentifikasikan kondisi tanah, sampai kedalaman yang ditetapkan, sehingga dapat digunakan untuk perencanaan pondasi, timbunan tanah, khususnya penanggulangan longsoran. Pekerjaan ini menggunakan mesin bor dan tabung untuk mengambil contoh tanah tak terganggu.

 Tujuan boring antara lain:

 Identifikasi jenis tanah.

 Menggambar contoh tanah asli maupun tidak asli.

Uji Penetrasi Baku/Standard Penetration Test (SPT).

Uji lain: Pecker, Vane Shear, PMT, Air Pori.

Selain itu juga dilakukan SPT (Standard Penetration Test) pada setiap interval tertentu. SPT digunakan untuk menentukan konsistensi atau density tanah di lapangan. Tes tersebut dilakukan dengan memancangkan alat split spoon sampler, yaitu berupa baja dengan ujung-ujung yang terbuka. Split spoon dipancangkan 45 cm ke dalam tanah pada kedalaman tertentu dalam tanah.

Alat untuk memancang berupa palu (hammer) dengan berat 63.5 kg dengan tinggi jatuh 75 cm. Jumlah tumbukan untuk penetrasi 15 cm kedua dan 15 cm ketiga disebut standard penetration resistance N, yang mana hal ini menggambarkan jumlah tumbukan per 30 cm penetrasi.

(9)

II-9  SPT dapat dikorelasikan dengan:

 Konsistensinya.

 Kuat geser tanah.

 Parameter konsolidasi.

Relatif density.

 Daya dukung pondasi.

 Penurunan.

Korelasi antara N-SPT dengan relative density dan sudut geser dalam telah ditampilkan pada tabel 2.6.

Tabel 2.6. Nilai SPT dan properties tanah berdasarkan Standard Penetration

Test

Sand Clay

Nilai N SPT Relative Density Nilai N SPT Konsistensi

0 – 4 Very Loose < 2 Very Soft

4 – 10 Loose 2 – 4 Soft

10 – 30 Medium 4 – 8 Medium

30 – 50 Dense 8 – 15 Stiff

> 50 Very Dense 15 – 30 Very Stiff

- - > 30 Hard

(10)

II-10

2.3 Parameter Tanah

2.3.1 Modulus Young

Dengan menggunakan data sondir, boring dan grafik triaksial dapat digunakan untuk mencari besarnya nilai elastisitas tanah. Nilai yang dibutuhkan adalah nilai qc atau cone resistance. Yaitu dengan menggunakan rumus :

E = 2.qc kg/cm2

E = 3.qc kg/cm2 ( untuk pasir )

E = 2.sampai dengan 8.qc kg/cm2 ( untuk lempung )

Nilai yang dibutuhkan adalah nilai N. Modulus elastisitas didekati dengan menggunakan rumus :

E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 ( untuk pasir berlempung ) E = 10 ( N + 15 ) k/ft2 ( untuk pasir )

Di mana :

ζ1 : Tegangan 1 ζ3 : Tegangan 3

(11)
(12)

II-12

Tabel 2.7. Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah

Sumber : Bowles (1991)

Tabel 2.8. Hubungan antara Es dengan qc

Macam Tanah E ( Kg/cm2 ) LEMPUNG Sangat Lunak Lunak Sedang Berpasir PASIR Berlanau Tidak Padat Padat

PASIR DAN KERIKIL

Padat Tidak Padat LANAU LOESS CADAS 3 – 30 20 – 40 45 – 90 300 – 425 50 – 200 100 – 250 500 – 1000 800 – 2000 500 – 1400 20 – 200 150 – 600 1400 - 14000 Jenis Tanah CPT ( kg/cm2 ) Pasir terkonsolidasi Es = ( 2 – 4 ) qc

(13)

II-13

Sumber: Mekanika Tanah 2, Hary Christady Hardiyatmo

2.3.2 Poissons Ratio

Rasio poisson sering dianggap sebesar 0,2 – 0,4 dalam pekerjaan-pekerjaan mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan dalam perhitungan. Ini disebabkan nilai dari rasio poisson sukar untuk diperoleh untuk tanah.

Tabel 2.9. Nilai Perkiraan Angka Poisson Tanah

Macam Tanah v (angka Poisson tanah)

Lempung Jenuh Lempung Tak Jenuh

Lempung Berpasir Lanau Pasir Padat Pasir Kasar Pasir Halus Batu 0,40 – 0,50 0,10 – 0,30 0,20 – 0,30 0,30 – 0,35 0,20 – 0,40 0,15 0,25 0,10 – 0,40

Pasir over consolidation Es = ( 6 – 30 ) qc Pasir berlempung Es = ( 3 – 6 ) qc

Pasir berlanau Es = ( 1 – 2 ) qc

(14)

II-14

Loess 0,10 – 0,30

Sumber : Bowles (1991)

2.3.3 Berat Jenis Tanah Kering

Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data Soil Test dan Direct Shear.

2.3.4 Berat Jenis Tanah Jenuh

Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air dengan satuan volume tanah jenuh. Di mana ruang porinya terisi penuh oleh air. Nilai dari berat jenis tanah jenuh didapat dengan menggunakan rumus:

( )

Di mana :

Gs : Specific Gravity e : Angka Pori γw : Berat Isi Air

Nilai-nilai dari Gs, e dan γw didapat dari hasil pengujian tanah dengan Triaxial Test dan juga Soil Test.

2.3.5 Sudut Geser Dalam

Sudut geser dalam bersama dengan kohesi merupakan faktor dari kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya

(15)

II-15

kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan Triaxial Test dan Direct Shear Test ataupun dengan korelasi yang ditunjukkan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Hubungan antara sudut geser dalam dengan jenis tanah

Jenis Tanah Sudut Geser Dalam Kerikil Kepasiran 35 – 40 Kerikil Kerakal 35 – 40 Pasir Padat 35 – 40 Pasir Lepas 30 Lempung Kelanauan 25 – 30 Lempung Kelanauan 20 - 25

Sumber: Buku Mekanika Tanah, Braja M. Das Jilid 2

2.3.6 Kohesi

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut geser tanah, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari kohesi didapat dari engineering properties, yaitu dengan Triaxial Test dan Direct Shear Test. Nilai kohesi secara empiris dapat ditentukan dari data sondir (qc) yaitu sebagai berikut:

(16)

II-16

(Sumber : Buku Teknik Sipil, Ir. V. Sunggono kh).

Hubungan antara kohesi, N-SPT dan sudut geser dalam ditunjukkan pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11. Hubungan antara kohesi, N-SPT dan sudut geser pada tanah lempung N-SPT c Φ 0 – 2 12,5 0 2 – 4 12,5 – 25 0 4 – 8 25 – 50 0 8 – 15 50 – 100 0 15 – 30 100 – 200 0 > 30 > 200 0

Sumber : Article Stream Stabilitation Project (2007)

2.3.7 Permeabilitas

Berdasarkan persamaan Kozeny-Carman nilai permeabilitas untuk setiap layer tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus :

Untuk tanah yang berlapis-lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah vertikal dan horisontal dapat dicari dengan rumus :

( )

(17)

II-17 Di mana :

H : Tebal lapisan e : Angka Pori

k : Koefisien Permeabilitas

kv : Koefisien Permeabilitas Arah Vertikal kh : Koefisien Permeabilitas Arah Horisontal

2.4 Stabilitas Lereng

2.4.1 Tinjauan Umum

Kondisi permukaan tanah di bumi sebagian besar memiliki ketinggian (level) yang tidak sama. Perbedaan ketinggian ini bisa disebabkan oleh mekanisme alam maupun oleh rekayasa manusia. Kondisi yang disebabkan oleh mekanisme alam misalnya gunung, lembah, jurang dan lain-lain. Sedangkan kondisi yang disebabkan oleh rekayasa manusia biasanya berupa hasil penggalian dan hasil penimbunan untuk tujuan yang beraneka ragam, misalnya pembuatan bendungan, irigasi, jalan raya dan lain sebagainya.

Suatu tempat yang terdapat dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dihubungkan oleh suatu permukaan yang disebut sebagai lereng. Suatu lereng yang terjadi secara alamiah maupun hasil rekayasa manusia, akan terdapat di dalamnya gaya-gaya yang bekerja mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi akan cenderung bergerak ke arah bawah. Di sisi lain terdapat

(18)

II-18

pula gaya-gaya dalam tanah yang menahan atau melawan dorongan gaya-gaya yang bergerak ke bawah. Kedua gaya ini bila mencapai keseimbangan tertentu maka akan menimbulkan kestabilan pada kedudukan tanah tersebut.

Dalam keadaan tidak seimbang, dimana gaya yang berfungsi menahan/melawan lebih kecil dibandingkan dengan gaya-gaya yang mendorong ke bawah, maka akan terjadi suatu kelongsoran (slide) yaitu keruntuhan dari massa tanah yang terletak di bawah sebuah lereng. Dalam peristiwa tersebut terjadi pergerakan massa tanah pada arah ke bawah dan pada arah keluar (outward). Kelongsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak, dan dengan maupun tanpa dorongan yang terlihat secara nyata.

Penyebab dari suatu kelongsoran bisa beraneka ragam, pada umumnya karena penggalian terbuka atau penggalian bagian bawah dari suatu lereng. Namun demikian, terdapat beberapa kejadian kelongsoran yang disebabkan oleh bertambahnya tekanan air pori dalam lapisan yang sangat permeabel dan oleh pengaruh dari guncangan, misalnya gempa yang dapat mengurangi kepadatan tanah di bawah lereng.

Longsoran terjadi karena adanya gerakan tanah. Gerakan tanah adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula, karena pengaruh gravitasi, arus air dan beban luar. Dalam pengertian ini tidak termasuk erosi, aliran lahar, amblesan, penurunan tanah karena konsolidasi, dan pengembangan. Dalam klasifikasi menurut Highway Research Board 1958 dan 1978 gerakan tanah dikelompokkan menjadi

(19)

II-19

enam, yaitu runtuhan, jungkiran, longsoran, penyebaran lateral, aliran dan majemuk (gabungan). Klasifikasi gerakan tanah dapat dilihat pada tabel 2.12.

Longsoran adalah setiap massa tanah yang terletak di bawah permukaan tanah yang miring atau di bawah sisi miring dan suatu galian terbuka memiliki kecenderungan bergerak ke arah bawah dan ke arah luar karena pengaruh gravitasi dan rembesan (seepage). Jenis gerakan yang terjadi ada dua, yaitu gerakan berbentuk rotasi dan translasi. Longsoran rotasi adalah longsoran yang mempunyai bentuk bidang longsor : setengah lingkaran, log spiral, hiperbola, atau bentuk lengkung tidal teratur lainnya. Longsoran translasi umumnya ditentukan oleh bidang lemah seperti sesar, kekar perlapisan dan adanya perbedaan kuat geser antar lapisan atau bidang kontak antara batuan dasar dengan bahan rombakan di atasnya.

Longsoran lereng dapat dibedakan atas lereng alam (natural slopes) dan lereng buatan (man made slopes). Lereng alam yaitu lereng yang terdapat di alam dan terbentuk secara alami sedangkan lereng buatan yaitu lereng yang dibuat secara manual yang dilakukan oleh manusia untuk mendapat keuntungan dari lereng buatan tersebut. Lereng buatan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu lereng penggalian dan lereng timbunan. Lereng penggalian yaitu perencanaan pemotongan lereng untuk membuat suatu lereng dengan kemiringan tertentu yang cukup aman dan ekonomis. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat teknis tanah, tekanan air akibat rembesan dan cara pemotongan sedangkan lereng timbunan umumnya adalah untuk badan jalan raya, jalan kereta

(20)
(21)
(22)

II-22

a. Persiapan

Pekerjaan persiapan dilakukan dengan mempelajari data–data yang ada, biasanya berupa peta dan laporan yang pernah dibuat sebelumnya tentang daerah tersebut. Setelah persiapan selesai diharapkan diperoleh gambaran umum tentang daerah pergerakan tanah.

Peta–peta yang digunakan antara lain :

 Peta topografi

Peta topogrrafi memberikan gambaran tentang kemiringan lereng, relief, kerapatan sungai, pola aliran, ketinggian dan bentuk morfologi. Longsoran umumnya terjadi pada sudut lereng 15 – 70 %, karena tempat tersebut sering ditempati batuan lempung dan batuan rombakan yang mudah longsor. Relief–relief kecil seperti tebing jalan raya, jalan kereta api, tebing penggalian batu, tebing saluran dapat mengundang terjadinya longsoran. Gabungan antara kerapatan sungai yang tinggi dan kemiringan lereng akan memberikan data yang lebih baik. Umumnya daerah yang berkerapatan sungai tinggi mempunyai kecenderungan longsor yang besar.

 Peta geologi

Peta geologi daerah yang terkena gerakan tanah dapat memberikan keterangan tentang geologi, terutama meliputi sebaran batuan, struktur geologi dan sejarah geologi. Pengaruh stratigrafi pada gerakan tanah adalah kedudukan antara lapisan, di mana longsoran dapat terjadi pada bidang kontak antara batu lempung dan endapan koluvial. Struktur geologi

(23)

II-23

yang berpengaruh pada gerakan tanah adalah kekar, yang dapat pula disertai dengan persesaran, perlipatan atau tarikan.

 Foto udara

Data yang diperoleh dari foto udara antara lain sebaran, jenis, tempat gerakan tanah dan potensinya yang akan membahayakan bangunan.

 Tata guna lahan

Peta tata guna lahan dapat digunakan untuk melihat pengaruh penggunaan lahan terhadap gerakan tanah.

 Curah hujan

Air hujan yang meresap ke dalam tanah akan menurunkan kuat geser tanah dan batuan yang dapat menyebabkan terjadinya longsor. Longsoran banyak terjadi pada musim hujan.

b. Penyelidikan Pendahuluan

Penyelidikan pendahuluan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum daerah longsoran, meliputi luas daerah yang terlibat, jenis longsoran, kedalaman bidang longsoran, penyebab longsoran dan keaktifannya. Perlu pula diketahui apabila pernah ada metode penggulangan yang telah dilakukan di lokasi dan tingkat keberhasilannya.

Penyelidikan pendahuluan meliputi :

 Pemetaan topografi sebagai peta dasar untuk penyelidikan selanjutnya oleh sebab itu peta topografi harus dapat memberikan gambaran keadaan tanah di daerah gerakan tanah dengan baik

(24)

II-24

 Pemetaan geologi gerakan tanah dimaksudkan tidak saja untuk mengetahui jenis dan sebaran batuan dan struktur geologi, tetapi juga mencakup proses geologi yang berkaitan dengan gerakan tanah, dan prakiraan tata air tanah di daerah penyelidikan.

 Pendugaan geofisika didasarkan pada prinsip pengukuran sifat fisika tanah/batuan, dilakukan dengan metodaseismik dan geolistrik. Data yang diperoleh adalah data dibawah permukaan, seperti susunan lapisan tanah/batuan, kondisi air tanah dan dugaan kedalaman bidang longsoran

 Sumur dan parit uji dilakukan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan, terutama tanah, dengan jalan membuat galian baik secara manual maupun masinal. Penggalian sumur dan parit uji ini dilakukan untuk mengambil contoh tanah dan batuan untuk pengujian di lapangan maupun di laboratorium.

 Pengamatan visual dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dan perencanaan awal penanggulangan longsoran.

c. Penyelidikan Terperinci

Penyelidikan terperinci dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran secara terperinci secara kuantitatif mengenai data lapangan dan laboratorium. Gambaran terinci dilengkapi dengan parameter geoteknik sebagai dasar analisis dan penanggulangan longsoran.

(25)

II-25

 Pemboran pengujian di lapangan

Pemboran dilakukan untuk mendapatkan contoh jenis penampang tanah/batuan yang sebenarnya. Pengujian di lapangan dilakukan untuk mendapatkan sifat teknis tanah/batuan pada keadaan asli. Pengujian ini dilakukan karena pengujian sampel di laboratorium tidak dapat mewakili keadaan sebenarnya di lapangan. Pengujian di lapangan meliputi uji geser baling, uji penetrasi standar (SPT), sondir, pressure meter, geser langsung dan membuat penampang tanah/batuan.

 Pengujian di laboratorium

Pengujian di laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengetahui sifat teknis tanah/batuan. Jenisnya tercantum dalam tabel 2.13.

 Penyelidikan geohidrologi

Pengujian geohidrologi dilakukan untuk mengetahui kondisi air dan pengaruhnya pada longsoran.

 Pemetaan kerentanan longsoran

Pemetaan kerentanan longsoran dilakukan untuk membagi daerah longsor berdasarkan tingkat kerentanannya, yaitu tingkat rendah, sedang dan tinggi.

(26)
(27)
(28)

II-28

(sumber : Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran – Dirjen Bina Marga)

2.4.4 Evaluasi dan Analisa Kemantapan Lereng

Data dari penyelidikan – penyelidikan di atas dievaluasi. Hasil evaluasi itu kemudian digunakan sebagai input dalam analisa dan desain penanggulangan longsoran. Gerakan tanah dan longsoran dapat diklasifikasikan dalam banyak cara, dan masing-masing memiliki kegunaannya dalam menekankan pentingnya kepada cara pengenalan, cara penanggulangan, kontrol dan keperluan klasifikasi yang lain. Diantara atribut yang digunakan untuk kriteria identifikasi dan klasifikasi adalah: jenis gerakan, jenis material kelongsoran, kecepatan gerakan, geometri, penyebab longsoran/gerakan tanah dan kondisi aktivitasnya.

Berdasarkan jenis gerakannya, lereng dapat dibagi sebagai berikut:

Runtuhan (falls)

Gerakan massa jatuh melalui udara. Umumnya massa yang jatuh ini terlepas dari lereng yang curam dan tidak ditahan oleh suatu geseran dengan material yang berbatasan. Pada jenis runtuhan batuan umumnya terjadi dengan cepat dan ada kemungkinan tidak didahului dengan gerakan awal. Runtuhan dapat terjadi seketika pada saat gempa.

Pengelupasan (topples)

Gerakan ini berupa rotasi keluar dari suatu unit massa yang berputar terhadap suatu titik akibat gaya gravitasi atau gaya-gaya lain seperti adanya air dalam rekahan.

(29)

II-29

Aliran Tanah (earth flow/debris flow)

Jenis gerakan tanah ini dapat dimasukkan ke dalam kategori di atas karena merupakan fenomena yang berbeda. Pada umumnya gerakan jenis tanah ini terjadi pada kondisi tanah yang amat sensitif atau sebagai akibat dari gaya gempa. Bidang gelincir terjadi karena gangguan mendadak dan gerakan tanah yang terjadi umumnya bersifat cepat tetapi juga dapat lambat misalnya pada rayapan/creep.

Longsoran (slides)

Dalam longsoran sebenarnya gerakan ini terdiri dari peregangan secara geser dan peralihan sepanjang suatu bidang atau beberapa bidang gelincir yang dapat nampak secara visual. Gerakan ini dapat bersifat progresif yang berarti bahwa keruntuhan geser tidak terjadi seketika pada seluruh bidang gelincir melainkan merambat dari suatu titik. Massa yang bergerak menggelincir diatas lapisan batuan/tanah asli dan terjadi pemisahan (separasi) dari kedudukan semula. Sifat gerakan biasanya lambat hingga amat lambat. Longsoran dapat berupa rotasi atau berupa translasi.

(30)
(31)
(32)
(33)

II-33

tegangan geser dan faktor yang menyebabkan penurunan dari tegangan geser/kuat geser.

A. Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan tegangan geser

1. Kehilangan dukungan (lateral dan vertikal)

 Erosi oleh sungai

 Proses pelapukan

 Penggalian permukaan oleh manusia

 Penambangan

2. Beban permukaan dan beban lain

 Pelaksanaan penimbunan

 Beban bangunan dan konstruksi sipil yang lain

 Vegetasi

 Akumulasi talus

 Air hujan yang merebas ke dalam tanah atau rekahan

 Tekanan rembasan

B. Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan tegangan geser

(34)

II-34

Pelembekan pada fissured clay

Disintegrasi fisi dari bantuan (misalnya pada clayshale)

2.5 Konsepsi Kemantapan Lereng

2.5.1 Teori Dasar

Salah satu penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah/batuan adalah untuk analisa kemantapan lereng. Keruntuhan geser (shear failure) pada tanah/batuan terjadi akibat gerak relatif antar butirnya. Oleh sebab itu kekuatannya tergantung pada gaya yang bekerja antar butirnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekuatan geser terdiri atas :

1. Bagian yang bersifat kohesi, tergantung pada macam tanah/batuan dan ikatan butirnya.

2. Bagian yang bersipat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif pada bidang geser.

Kekuatan geser tanah dapat dinyatakan dalam rumus :

( )

Dimana :

: kekuatan geser

: tegangan total pada bidang geser : tegangan air pori

: kohesi efektif

(35)
(36)
(37)

II-37 - = tidak digunakan

2.5.3 Angka Keamanan (Safety Factor)

Mengingat lereng terbentuk oleh banyaknya variabel dan banyaknya faktor ketidakpastian antara lain parameter-parameter tanah seperti kuat geser tanah, kondisi tekanan air pori maka dalam menganalisis selalu dilakukan penyederhanaan dengan berbagai asumsi. Secara teoritis massa yang bergerak dapat dihentikan dengan meningkatkan kekuatan gesernya.

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor keamanan adalah resiko yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang digunakan dalam melakukan analisis stabilitas lereng. Resiko yang dihadapi dibagi menjadi tiga yaitu : tinggi, menengah dan rendah. Tugas seorang engineer meneliti stabilitas lereng untuk menentukan faktor keamanannya. Secara umum, faktor keamanan dapat dijelaskan sebagai berikut :

(2.2)

Dimana: FK = angka keamanan terhadap kekuatan tanah. ηf = kekuatan geser rata-rata dari tanah.

ηd = Tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor.

Kekuatan geser suatu lahan terdiri dari dua komponen, friksi dan kohesi, dan dapat ditulis,

(2.3)

(38)

II-38 θ = sudut geser penahan

ζ = tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor.

Atau dapat ditulis,

(2.4)

Dimana cd adalah kohesi dan θd sudut geser yang bekerja sepanjang bidang longsor. Dengan mensubstitusi persamaan (2.3) dan persamaan (2.4) ke dalam persamaan (2.2) sehingga kita mendapat persamaan yang baru,

(2.5)

Sekarang kita dapat mengetahui beberapa parameter lain yang mempengaruhi angka keamanan tadi, yaitu angka keamanan terhadap kohesi, Fc, dan angka keamanan terhadap sudut geser Fθ. Dengan demikian Fc dan Fθ dapat kita definisikan sebagai :

(2.6)

Dan,

(2.7)

Bilamana persamaan (2.5), (2.6), dan (2.7) dibandingkan adalah wajar bila Fc menjadi sama dengan Fθ, harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap kekuatan tanah. Atau, jika

Kita dapat menuliskan,

(39)
(40)

II-40

Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan terhadap bangunan (sangat murah).

Kekuatan geser maksimum adalah harga puncak dan dipakai apabila massa tanah/batuan yang potensial longsor tidak mempunyai bidang diskontinuitas (perlapisan, rekahan, sesar dan sebagainya) dan belum pernah mengalami gerakan.Kekuatan residual dipakai apabila : (i) massa tanah/batuan yang potensial bergerak mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau (ii) pernah bergerak (walaupun tidak mempunyai bidang diskontinuitas.

2.5.4 Metode Analitis

2.5.4.1 Metode Irisan (Method of Slice)

Metode irisan merupakan cara-cara analisa stabilitas apabila tanah tidak homogen dan aliran rembesan terjadi di dalam tanah tidak menentu.

Gaya normal yang bekerja pada suatu titik dilingkaran bidang longsor, terutama dipengaruhi oleh berat tanah di atas titik tersebut. Dalam metode irisan ini, massa tanah yang longsor dipecah-pecah menjadi beberapa irisan (pias) vertikal. Kemudian, keseimbangan dari tiap-tiap irisan diperhatikan. Gambar 2.10. Gaya-gaya ini terdiri dari gaya geser ( Xr dan X1 ) dan gaya normal efektif (Er dan E1 ) disepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya geser efektif (T1) dan resultan gaya normal efektif (N1) yang bekerja disepanjang dasar irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori U1 dan Ur bekerja di kedua sisinya, dan tekanan air

(41)

II-41

pori U1 bekerja pada dasarnya. Dianggap tekanan air pori sudah diketahui sebelumnya.

Gambar 2.10. Gaya-gaya yang bekerja pada bidang longsor (Sumber : Mekanika Tanah, Braja M. Das Jilid 2)

2.5.4.1.1 Metode Analisis Stabilitas Lereng Tanpa Soil Nailing

2.5.4.1.1.1 Metode Fellenius

Cara ini dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non isotropis dan berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri dari atas beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak sama dan sedemikian sehingga lengkung busur di dasar elemen dapat dianggap garis lurus.

Berat total tanah/batuan pada suatu elemen (Wt) termasuk beban Iuar yang bekerja pada permukaan lereng Wt, diuraikan dalam komponen tegak lurus dan tangensial pada dasar elemen. Dengan cara ini, pengaruh gaya T dan E yang bekerja disamping elemen diabaikan. Faktor keamanan adalah perbandingan

(42)

II-42

momen penahan longsor dengan penyebab Iongsor. Pada gambar 2.11 momen tahanan geser pada bidang Iongsor adalah :

(2.9)

Dimana : R = gaya geser

r = jari-jari bidang longsor

Tahanan geser pada dasar tiap elemen adalah :

( ) (2.10) Momen penahan yang ada sebesar :

( ) (2.11)

Komponen tangensial Wt, bekerja sebagai penyebab Iongsoran yang menimbulkan momen penyebab sebesar:

( ) (2.12)

Faktor keamanan dari lereng menjadi : ∑ ( ( ) )

∑ (2.13)

Jika lereng terendam air atau jika muka air tanah diatas kaki lereng, maka tekanan air pori akan bekerja pada dasar elemen yang ada dibawah air tersebut. Dalam hal ini tahanan geser harus diperhitungkan yang efektif sedangkan gaya penyebabnya tetap diperhitungkan secara total, sehingga rumus menjadi :

∑ ( ( ) )

∑ (2.14)

Dimana : u = tegangan air pori didasar bidang longsoran.

(43)

II-43

(a) Memilih irisan-irisan agar dasar busur hanya pada satu jenis tanah

(b) Memilih irisan-irisan agar dasar busur hanya pada satu jenis tanah

Gambar 2.11. Sistem Gaya Pada Cara Fellenius

(Sumber : Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran – Dirjen Bina Marga)

(44)

II-44

2.5.4.1.1.2 Metode Bishop

Cara analisa yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara elemen dimana gaya yang bekerja pada tiap elemen ditunjukkan pada seperti pada gambar 2.12. Persyaratan keseimbangan diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut. Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsor ( S tersedia ) dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan ( S perlu).

( ) ( )

Bila kekuatan geser tanah adalah :

( ) ( )

maka tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan adalah :

(45)

II-45

Gambar 2.12. Sistem Gaya Pada Suatu Elemen Menurut Bishop (Sumber : Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran –

Dirjen Bina Marga)

Faktor keamanan dihitung berdasar rumus : ( ( ) )

(2.16)

Ma = harga ini ditinjau pada masing-masing segmen dan dapat diperoleh dengan dua cara :

a. Dihitung manual dengan persamaan berikut:

b. Menggunakan kurva hubungan α dengan Ma dengan variasi (tan ф/FK). Hal ini ditunjukkan pada gambar 2.13

(46)

II-46

Gambar 2.13. Penentuan harga Mi ()

Untuk metode Bishop apabila harga Ma dimasukkan ke dalam persamaan FK maka akan terdapat dua buah nilai FK yaitu di kiri dan di kanan persamaan. Oleh karena itu, dalam metode Bishop ini perlu dilakukan cara coba-coba (trial and error).

Whitman & Bailey (1967) menyarankan apabila harga Ma < 0,2 umumnya akan terdapat masalah pada analisis kestabilan lereng dan dianjurkan untuk menggunakan metode lain yang lebih baik, sehingga metode Bishop dapat dikatakan cukup akurat untuk kepentingan praktek dan tidak direkomendasikan apabila Ma < 0,2.

Untuk kasus sudut geser dalam ф = 0 maka formula Bishop sama persis dengan metode Fellenius. Hal ini diakibatkan karena kmponen Ma sama dengan cos α dimana l = b/cos α sehingga dalam penentuan FK tidak perlu dilakukan cara coba-coba.

2.5.4.1.2 Metode Analisis Stabilitas Lereng Dengan Soil Nailing

2.5.4.1.2.1 Metode Fellenius

Cara ini dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non isotropis dan berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri dari atas beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak sama dan sedemikian sehingga lengkung busur di dasar elemen dapat dianggap garis lurus.

(47)

II-47

bekerja pada permukaan lereng Wt, diuraikan dalam komponen tegak lurus dan tangensial pada dasar elemen. Dengan cara ini, pengaruh gaya T dan E yang bekerja disamping elemen diabaikan. Faktor keamanan adalah perbandingan momen penahan longsor dengan penyebab Iongsor.

(2.17)

Dimana : R = gaya geser

r = jari-jari bidang longsor

Tahanan geser pada dasar tiap elemen adalah :

( ) (2.18) Momen penahan yang ada sebesar :

( ) (2.19)

Komponen tangensial Wt, bekerja sebagai penyebab Iongsoran yang menimbulkan momen penyebab sebesar:

( ) ( ) (2.20)

Faktor keamanan dari lereng menjadi :

∑ ( ( ) ( ) ) (2.21)

Jika lereng terendam air atau jika muka air tanah diatas kaki lereng, maka tekanan air pori akan bekerja pada dasar elemen yang ada dibawah air tersebut. Dalam hal ini tahanan geser harus diperhitungkan yang efektif sedangkan gaya penyebabnya tetap diperhitungkan secara total, sehingga rumus menjadi :

(48)

II-48

Dimana : u = tegangan air pori didasar bidang longsoran.

2.5.4.1.2.2 Metode Bishop

Seperti disebutkan sebelumnya, metode irisan dengan circular failure surface digunakan dalam metode untuk menganalisis stabilitas lereng yang menggunakan nail. Hanya kekuatan-kekuatan tarik nail dipertimbangkan dalam persamaan kesetimbangan irisan yang dari bala bantuan muncul dari dasar irisan. Slice yang dipilih sedemikian rupa bahwa hanya satu nail muncul keluar dari pertengahan-titik pangkal potongan. Gaya yang bekerja pada sepotong khas disajikan pada Gambar. 2.14.

Gambar 2.14. Sistem Gaya Dengan Metode Bishop Dengan Ditambahkannya Nail (Sumber : FHWA0-IF-03-017)

Dimana,

(49)

II-49

= kemiringan atas slice

= angle of line of action of surcharge with vertical

= nail ingklinasi

b = tebal slice

h = tinggi rata-rata slice

W = berat slice

N = gaya normal efektif

Q = eksternal surcharge

Tn = gaya tarik nail yang muncul keluar dimana dari dasar irisan.

Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsor ( S tersedia ) dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan ( S perlu).

( ) ( )

Bila kekuatan geser tanah adalah :

( ) ( ) ( ) ( )

maka tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan adalah :

(50)

II-50 Faktor keamanan dihitung berdasar rumus : ( ( ) )

( ) (2.24)

Ma = harga ini ditinjau pada masing-masing segmen dan dapat diperoleh dengan dua cara :

a. Dihitung manual dengan persamaan berikut:

b. Menggunakan kurva hubungan α dengan Ma dengan variasi (tan ф/FK). Hal ini ditunjukkan pada gambar 2.15

Gambar 2.15. Penentuan harga Mi ()

Untuk metode Bishop apabila harga Ma dimasukkan ke dalam persamaan FK maka akan terdapat dua buah nilai FK yaitu di kiri dan di kanan persamaan. Oleh karena itu, dalam metode Bishop ini perlu dilakukan cara coba-coba (trial and error).

(51)

II-51

2.6 Soil Nailing

Soil Nailing adalah teknik untuk stabilitas lereng dinding penahan tanah yang paling ekonomis dengan proses pengerjaan dengan membuat angkur nail yang dibor ke dalam tanah arah horisontal dengan sudut tertentu sesuai desain program Plaxis v.8.2 dengan menginput parameter tanah di lokasi yang akan dikerjakan, proses pengerjaan soil nailing ini tanah dibor kemudian digrouting dengan system pengerjaan per layer dari atas ke bawah (Top Down Construction Method). Beberapa tahun terakhir soil nailing telah terbukti menghemat biaya didalam memperkuat tanah dan menolong tanah didalam menyokong dirinya sendiri, lebih baik dari pada semua jenis perkuatan dengan menggunakan retaining wall atau dinding penahan.

Banyak metode perkuatan tanah yang meggunakan metode soil nail misalnya perkuatan pada terowongan, stabilitas timbunan (embankment) dan stabilitas longsoran. Metode soil nailing juga digunakan untuk menahan galian tanah dan perkuatan stabilitas lereng

Pada soil nailing (permukaan tanah) untuk menahan galian tanah, tulanga-tulangan umumnya terbuat dari batang-batang baja,pipa baja, baja/besi ulir, atau lain-lain metal yang tidak hanya menarik gaya tarik tapi juga gaya geser dan momen lentur. Tulangan-tulangan dipasang dengan cara menekan atau mengebor terlebih dahulu dan kemudian di grouting (ditutup dengan larutan semen)

Pada soil nailing (pemakuan tanah) bermaksud untuk meningkatkan stabilitis lereng, umumnya dipakai tiang-tiang beton. Dalam sistem pemakuan tanah (soil

(52)

II-52

nailing), interaksi antara tanah dan tulangan dalam tanah yang dipaku bergantung pada

1. Kekakuan bahan tulangan relatif terhadap tanah 2. Kemiringan tulangan terhadap bidang runtuh potensial 3. Kecepatan gerakan tanah

2.6.1 Latar Belakang Teori Soil Nailing

(Elias dan Juran, 1991) mengemukakan bahwa konsep dasar suatu struktur dengan soil nailing adalah:

1. Pengalihan gaya tarik yang ditimbulkan oleh nailing pada daerah aktif ke daerah tahanan melalui friksi atau lekatan. Friksi atau lekatan tersebut timbul pada muka tanah dan nail.

2. Tahanan pasif timbul pada permukaan yang tegak lurus dengan pergerakan relatif tanah atau nail.

Interaksi friksi antara tanah nail membatasi pergerakan tanah selama dan sesudah pelaksanaan kostruksi. Gaya tarik yang timbul pada nail akan menyebabkan terjadinya pengangkatan tegangan normal disepanjang permukaan gelincir potensial dan sekaligus meningkatkan tahanan geser keseluruhan dari massa tanah asli. Nail yang ditempatkan memotong permukaan gelincir potensial mengembangkan tahan pasif yang dapat mengimbangi gaya geser dan momen lentur yang timbul .

(53)

II-53

Tempat kedudukan gaya tarik maksimum yang terjadi pada setiap nail akan membuat suatu garis yang membagi massa tanah yang menjadi dua daerah gambar 2.17, yaitu:

1. Daerah aktif, daerah dimana timbul tegangan geser lateral dan menimbulkan tegangan pada nail.

2. Daerah tahanan, daerah dimana gaya yang timbul pada nail dialihkan ke tanah.

Gambar 2.16. Daerah aktif dan daerah pasif (Abraham, 2002)

Interaksi dari nail timbul selama pelaksanaan konstruksi, dan pergesekan timbul begitu gaya perlawanan bekerja pada nail.

Prinsip kerja suatu soil nailing wall mirip dengan dinding gravitasi, yaitu dimana nail dan struktur penutup permukaan digunakan untuk membentuk suatu massa gravitasi, perbedaannya adalah:

1. Perbedaan yang mencolok pada tahap pelaksanaan, sehingga penambahan pada elemen perkuatan pun akan berbeda

2. Pada soil nailing wall digunakan tanah asli (in-situ) 3. Elemen perkuatan di grout ditempat

Sementara itu, perilaku soil nailing wall dapat dibagi menjadi dua yaitu: perilaku internal dan perilaku eksternal. Perilaku internal biasanya mengacu pada

(54)

II-54

stabilitas dalam (internal stability) yang berhubungan dengan karakteristik tanah, tegangan yang timbul pada struktur, karakteristik dari nail dan struktur penutup permukaan (facing). Sedangkan perilaku eksternal mempertimbangkan stabilitas luar (eksternal stability), yang mana pada konstruksi soil nailing sama dengan yang diperhitungkan pada jenis dinding penahan tanah lainnya, yaitu: gelincir, overtuning (terguling), bearing capacity (daya dukung) dan ada permukaan gelincir di dalam massa tanah yang diperkuat.

2.6.2 Paku (Nail)

Untuk stabilitas dalam maka harus cukup kuat sehingga tidak terjadi kegagalan karena tarik dan juga harus cukup panjang sehingga tidak tercabut keluar ( lekatan) ketika dibebani Gambar 2.17. Selain itu nail harus ditempatkan cukup rapat sehingga dapat mengikat massa tanah menjadi satu kesatuan tersebut harus cukup besar sehingga tidak mengalami gelincir, miring, atau keruntuhan pada suatu permukaan gelincir yang besar Gambar 2.18, dengan kata lain nail harus cukup panjang. Batangan baja yamg umum digunakan pada soil nailing adalah baja ulir yang sesuai dengan standar ASTM A615 dengan daya dukung tarik 420 Mpa (60 ksi atau grade 60) atau 520 Mpa (75 ksi atau grade 75). Ukuran diameternya yang tersedia adalah 19, 22, 25, 29, 32, 36 dan 43 mm setara ukuran mencapai 18 m Tabel 2.17.

(55)
(56)

II-56

2.6.3 Struktur Penutup Permukaan (Facing)

Struktur yang biasanya terbuat dari shotcrete ini memiliki fungsi utama untuk menahan gaya tanah di antara nail pada tempatnya. Selain itu juga mencegah tanah yang dekat dengan permukaan yang mengalami gangguan yang berlebihan, erosi dan pengaruh cuaca selama penggalian. Biasanya struktur ini dibuat setelah penggalian selama 1 hingga 2 meter dilakukan. Struktur ini menahan tanah pada tempatnya sementara nail ditempatkan untuk memperkuat massa tanah. Setelah nail ditempatkan maka lapisan shotcrete kedua disemprotkan untuk menyatukan struktur penutup permukaan tersebut dengan nail dan untuk mencegah terjadinya korosi pada nail. Pekerjaan ini dilakukan secara berulang-ulang hingga mencapai dasar galian. Suatu sistem drainase dapat ditempatkan diantara tanah dengan shotcrete.

Modus kegagalan potensial yang paling umum pada sambungan kepala menghadap-kuku diberikan di bawah ini:

 Kegagalan Lentur (Flexure Failure)

 Punching Shear Kegagalan (Punching Shear Failure)

 Kegagalan tarik Di head-Stud (Headed-Stud Tensile Failure)

Untuk masing-masing mode kegagalan tersebut, nail head dan facing harus dirancang dengan baik sehingga harus memiliki kapasitas lebih dari nail head gaya tarik maksimum (T0) pada wall facing. Untuk mencapai kapasitas

desain dengan faktor keamanan yang memadai untuk semua, potensi kegagalan mode, dimensi yang tepat, kekuatan, dan penguatan facing dan cocok untuk head

(57)

II-57

nail (misalnya pelat bantalan, nut, dan headed studs) harus disediakan. Dalam bagian berikut mode kegagalan yang dihadapi secara singkat akan dibahas.

 Kegagalan Lentur (Flexure Failure)

Untuk menganalisis facing lentur kita mengasumsikan itu menjadi slab beton bertulang menerus. Tekanan tanah lateral bertindak sebagai beban dan nail kekuatan tarik bertindak sebagai dukungan. ini menginduksi momen positif (yaitu tegangan dibagian luar) di pertengahan rentang antara nail dan momen negatif (yaitu tegangan pada bagian dalam bagian) di sekitar nail. Dengan meningkatnya tekanan lateral, fraktur tumbuh dan lendutan (δ) dan nail kekuatan tarik meningkat. Gambar. 2.19a dan 2.19B menunjukkan patah tulang pada facing dan pola defleksi nya masing-masing. Kekakuan facing memainkan peranan penting peran dalam distribusi tekanan pada facing tersebut.

Thin facings (sebagai typical temporary facing) memiliki kekakuan rendah. Hal ini menyebabkan facing rentan rusak dibagian pertengahan dan menghasilkan nilai yang relatif lebih rendah dari tekanan tanah di bagian tengah. Thicker facings memiliki kekakuan lebih dan dengan demikian menghasilkan deformasi yang lebih rendah. Kekuatan tarik yang diperoleh sekitar head nail karena tekanan tanah yang menyebabkan menghadapi kegagalan dikenal sebagai facing flexural capacity, RFF, dan terkait dengan kapasitas lentur per satuan

panjang facing tersebut. Kapasitas per unit panjang facing adalah maksimum per satuan panjang yang dapat dimobilisasi di bagian facing.

(58)

II-58

Gambar 2.19. (a) Fraktur dan (b) Pola Lendutan Facing Saat Mengalami Flexure Failure (Sumber : FHWA0-IF-03-017)

 Punching Shear Kegagalan (Punching Shear Failure)

Punching shear adalah jenis kegagalan beton bertulang mengalami gaya lokal yang tinggi. Seperti di nailed slope, beban facing terkonsentrasi dimana nail itu berada, oleh karena itu, ada kemungkinan ada kegagalan di sekitar nail head. Oleh karena itu, kapasitas nail head harus dinilai dengan pertimbangan punching shear failure sebagai RFP. Dengan bertambahnya gaya nail head ke nilai kritis, patah

tulang dapat membentuk mekanisme kegagalan lokal sehingga menghasilkan permukaan kegagalan kerucut di sekitar head nail. kegagalan permukaan ini melampaui sambungan pelat bantalan (digunakan dalam facings sementara) atau koneksi head studs (digunakan dalam facing permanen). Gambar 2.20. menunjukkan mode Punching Shear Failure. Ukuran kerucut tergantung pada ketebalan facing dan jenis koneksi face nail. Faktor keselamatan Punching Shear

(59)

II-59

Failure didefinisikan sebagai rasio T0 dan RFP. Umumnya untuk statis beban,

faktor keamanan minimum 1,35 (pada dinding sementara) dan 1,5 (beban tetap).

Gambar 2.20. Punching Shear Failure

 Kegagalan tarik Di head-Stud (Headed-Stud Tensile Failure)

(60)

II-60

Ini adalah kegagalan headed stud didalam tegangan. Berbeda dengan dua mode kegagalan lain kegagalan ini. Mode ini hanya menjadi perhatian bagi facings permanen. Gambar 2.20.menunjukkan rincian dari headed-stud konektor. Untuk beban statis, min diijinkan. faktor keamanan (FOS) terhadap kegagalan tarik sepanjang headed-stud tergantung pada koneksi nail-face dan kekuatan leleh dari baja yang digunakan dalam konstruksi. Sebagian besar, FOS diambil antara 1,5-2. Hal ini diperlukan untuk memberikan anchorage yang cukup untuk konektor headed-stud dan diperpanjang setidaknya ditengah bagian belakang facing dan sebaiknya penguatan mesh di facing permanen. Persyaratan lain adalah untuk memberikan 50 mm minimum penutup atas headed-studs.

2.6.3.1 Facing desain prosedur

a) Menentukan desain nail head tensile force pada wajah dinding T0

[ ] [ ( )] (2.25)

Dimana, Tmax (kN) = gaya axial maksimal yang ada di dalam soil nail

Smax (m) = max dari Sv dan Sh

b) Menentukan ketebalan facing

Ketebalan temporary facing, h : (100, 150, 200 mm)

(61)

II-61 c) Menentukan facing materials

Baja :

Mutu baja (fy) : 420 Mpa dan 520 Mpa

WWM (Weld Wire Mesh) (Tabel 2.18)

Tabel 2.18. Weld Wire Mesh Dimension

Sumber: GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls, FHWA0-IF-03-017

Rebar (Tabel 2.19)

(62)

II-62

Sumber: Manual For Design & Contruction Monitoring Of Soil Nail Walls, FHWA-SA-96-069R

(63)

II-63

(64)

II-64

Sumber: GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls, FHWA0-IF-03-017)

Mutu beton (fc) : 21 Mpa dan 28 Mpa

Menentukan karakteristik headed-stud (Tabel 2.21)

(65)

II-65

Sumber: GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls, FHWA0-IF-03-017

Gambar 2.22. Gambar Untuk Headed-Stud Dimensions

Menentukan bearing plate geometri: min. 200 x 200 mm dan tebal 19 mm

d) Verifikasi facing flexurale resistance (RFF) untuk temporary dan permanent

facing

(66)

II-66

[ ] √ [ ] [ ] (2.26)

Rasio tulangan maksimum :

[ ] [ ] [ ]( [ ] ) (2.27)

Pilih daerah penguatan per satuan panjang dari WWM untuk facing sementara / permanen (Tabel 2.17) di nail head (an) dan pada

pertengahan rentang (am) di kedua arah vertikal dan arah horisontal.

Biasanya, jumlah tulangan di nail head adalah sama dengan jumlah tulangan pada pertengahan rentang (yaitu, = am) di kedua arah vertikal

dan arah horisontal.

Untuk temporary facing, jika waler bars digunakan di nail head di samping WWM tersebut, menghitung ulang total luas tulangan pada nail head dalam arah vertikal (lihat Persamaan 2.28).

(2.28)

Hitung rasio tulangan (ρ) di nail head dan pertengahan rentang.

⁄ (2.29)

⁄ (2.30)

Pastikan bahwa rasio penguatan facing sementara dan permanen di tengah bentang dan nail head lebih besar dari rasio tulangan minimum

(67)

II-67

(yaitu, ρmin ≤ ρ), sebaliknya meningkatkan jumlah tulangan (an dan /

atau am) untuk memenuhi kriteria ini.

Pastikan bahwa rasio penguatan facing sementara dan permanen di tengah bentang dan nail head lebih kecil dari rasio tulangan maksimum (yaitu, ρ ≤ ρmax), jika tidak mengurangi jumlah tulangan

(an dan / atau am) untuk memenuhi kriteria ini.

Gunakan Tabel 2.22, pilih faktor CF (biasanya 1 untuk facings permanen) untuk mengambil menjelaskan tekanan tanah yang tidak seragam dibelakang facing.

Tabel 2.22. Faktor CF

(Sumber: GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls, FHWA0-IF-03-017)

Hitung facing flexural resistance (RFF) untuk facing sementara dan

permanen :

[ ] ( ( ( )[ ⁄ ] [ ]

)[ ⁄ ] [ ]) (2.31)

(68)

II-68

(2.32)

Gunakan faktor keamanan untuk facing flexure (FSFF) yang tercantum dalam Tabel 2.23, diverifikasi bahwa temporary dan permanen facing flexural resistance lebih tinggi dari gaya tarik nail head (To):

(2.33)

Jika kapasitas temporary dan permanent facing tidak cukup, tambahan ketebalan facing, kekuatan tulangan baja, kekuatan beton, dan jumlah baja ulangi perhitungan facing flexure resistance.

e) Verifikasi facing punching shear resistance (RFP)

Temporary facing: Dengan nilai-nilai kekuatan beton (fc '), tebal facing (h), dan panjang bearing plate (LBP), gunakan Tabel 2.24b untuk mendapatkan punching shear resistance (RFP) untuk temporary facing.

Permanent facing: Dengan nilai-nilai kekuatan beton (fc '), headed-stud geometri karakteristik dan spasi, gunakan Tabel 2.24c untuk mendapatkan punch shear resistency (RFP) untuk permanent facing.

Gunakan faktor keselamatan yang direkomendasikan untuk punching shear yang tercantum dalam Tabel 2.23, memverifikasi bahwa kemampuan untuk temporary/permanent facing lebih tinggi dari gaya tarik nail head:

(69)

II-69

Tabel 2.23. Minimum Recommended Factors of Safety Untuk Desain Soil Nails Walls Menggunakan ASD Method

Sumber: GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls, FHWA0-IF-03-017

Jika kapasitas untuk temporary/permanent facing tidak memadai, maka menerapkan elemen lebih besar atau kekuatan material yang lebih tinggi dan ulangi perhitungan punching shear resistance.

f) Facing headed stud resistance (RFH) – permanent facing

Hitung resistansi tarik maksimum karena headed-stud tensile failure gunakan Tabel 6.4d, atau hitungan sebagai berikut:

(2.35)

Pastikan kapasitas yang lebih tinggi daripada gaya tarik nail head:

(70)

II-70

Verifikasi kompresi pada beton dibalik headed-stud adalah dalam batas toleransi,yaitu:

(2.37)

( ) (2.38)

Dimana,

AH = luas penampang stud head

AS = luas penampang stud shaft

th = tebal head

DH = diameter stud head

DS = diameter headed-stud shaft

Menyediakan anchorage yang cukup untuk konektor headed-stud dan diperpanjang setidaknya kurang dari bagian facing dan sebaiknya dibelakang penguatan jaring di akhir facing

Sediakan minimal 50 mm (2 inci) penutupdi atas headed-stud.

 Jika kapasitas tidak cukup, adopsi elemen yang lebih besar atau kekuatan yang lebih tinggi dan hitung ulang.

g) Pertimbangan desain facing lainnya

Untuk meminimalkan kemungkinan kegagalan pada sambungan nail head gunakan spesifikasi minimum yang disarankan untuk elemen perangkat keras yang disediakan dibawah.

Bearing plate: menggunakan pelat baja dengan tegangan leleh minimum, fy, sebesar 250 MPa (ASTM A-36/A36M).

(71)

II-71

Nuts: nuts memiliki betuk hexagonal dengan perlindungan korosi.

Tabel 2.24. Facing Resistance For Various Failure Modes (a) Facing Resistance Untuk Flexure, RFF

(Temporary Facing)

(b) Facing Resistance Untuk Shear Punching, RFP (Temporary Facing)

(72)

II-72

(c) Facing Resistance Untuk Shear Punching, RFP (Permanent Facing)

(d) Facing Resistance Untuk Headed Stud Tensile Failure, RFH (Permanent Facing)

Sumber: GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 7 Soil Nail Walls, FHWA0-IF-03-017

(73)

II-73

2.6.4 Keuntungan dan Kerugian Soil Nailing

Keuntungan dari metode soil nailing, seperti yang telah didikusikan oleh bruce dan jewel (tahun 1986), michell dan villet (tahun 1987), elias dan juran (tahun 1991), fannin dan bowden (tahun 1991), antara lain:

a. Tidak memerlukan alat berat untuk mengerjakannya karena soil nail dapat dikerjakan dengan alat bor dan grouting sederhana. Sistem ini sangat cocok digunakan pada daerah yang sulit dijangkau dan mempunyai ruang terbatas.

b. Sistem perkuatan yang baik, karena kegagalan satu nail tidak terlalu mengganggu stbilitas dinding soil nailing .

c. Metode pelaksanaan yang cepat dan fleksibel dan dapat dilaksanakan pada berbagai kondisi tanah

d. Keseluruhan sistem fleksibel dan dapat mentolerir pergerakan horisontal dan vertikal yang besar

e. Tidak mempunyai resiko besar bila terjadi deformasi struktur

Sementara kerugiannya, seperti yang biasa terjadi pada sistem perkuatan yang lain dan kecil bila dibandingkan dengan keuntungannya, antara lain:

a. Tanah yang akan digali harus cukup kuat (sekitar 3-8 ft atau 0,9-2,4 meter) selema beberapa jam yaitu pada waktu pelaksanaan instalasi/pemasangan nail

(74)

II-74

c. Sistem perkuatan ini tidak cocok untuk digunakan lempung lunak (very soft clay), tanah organik, non kohesif, dan berplastisitas tinggi

d. Air tanah tidak boleh keluar dari permukaan tanah galian selama pengaplikasian atau melakukan pekerjaan shotcrete sebagai lapisan penutup (facing), karena sistem ini tidak cocok jika diaplikasikan atau dikerjakan pada daerah yang memiliki muka air tanah yang tinggi.

2.7 Plaxis

Plaxis merupakan sebuah program dalam bidang geoteknik yang menggunakan Metode Elemen Hingga untuk aplikasi geoteknik dimana digunakan model-model tanah untuk melakukan simulasi terhadap perilaku dari tanah. Pengembangan PLAXIS dimulai pada tahun 1987 di Universitas Delft (Delft University of Technology) atas inisiatif Departemen Tenaga Kerja dan Pengelolaan Sumber Daya Air Belanda (Dutch Department of Public Works and Water Management /Rijkswaterstaat). Tujuan awal dari pembuatan Program Plaxis adalah untuk menciptakan sebuah program komputer berdasarkan Metode Elemen Hingga dua dimensi yang mudah digunakan untuk menganalisa tanggul-tanggul yang dibangun di atas tanah lunak di dataran rendah di Belanda.

Pada tahun-tahun berikutnya, PLAXIS dikembangkan lebih lanjut hingga mencakup hampir seluruh aspek perencanaan geoteknik lainnya. Perilaku mekanis dari tanah dapat dimodelkan meggunakan berbagai macam jenis mode. Pemodelan hubungan tegangan-tegangan yang paling sederhana adalah pemodelan hukum linier Hooke, elastisitas isotropik, yang hanya memerlukan dua

(75)

II-75

input yaitu Modulus Young (E), dan poisson rasio (ν). Dengan pemodelan linier hasil yang didapatkan terlalu besar untuk dipakai dalam pemodelan. Oleh sebab itu terdapat berbagai macam pemodelan sifat mekanis material dalam program Plaxis, yaitu Mohr Coulomb Model, Jointed Rock Model, Hardening Soil Model, Soft Soil Creep Model dan Soft Soil model. Dipilih metode Mohr Coulomb karena metode ini berdasarkan parameter-parameter tanah yang ada paling mendekati dengan sifat tanah di lokasi.

Parameter tanah yang digunakan dalam program PlaxisV.8.2 diantaranya yaitu a. Berat Volume Tanah Kering / dry soil weight (γ dry)

b. Berat Volume Tanah Basah / wet soil weight (γ wet)

c. Permeabilitas Arah Horizontal / horisontal permeability (kx) d. Permeabilitas Arah Vertikal / vertical permeability (ky) e. Modulus Young / Young’s Modulus (Eref)

f. Poisson’s Ratio (v) g. Kohesi / Cohesion (c)

h. Sudut Geser / Friction Angle (θ) i. Sudut Dilatasi / Dilatancy Angle (ψ)

Program komputer ini menggunakan elemen segitiga dengan pilihan 6 nodal atau 15 nodal. Pada analisis ini digunakan elemen segitiga dengan 15 nodal agar dapat dilakukan interpolasi dan peralihan nodal dengan menggunakan turunan berderajat dua. Dengan menggunakan elemen ini akurasi hasil analisis sudah cukup teliti dan dapat diandalkan.

(76)

II-76 Plaxis terdiri dari 4 program :

1. Input program 2. Calculation program 3. Output program 4. Curve program

2.7.1 Input

Memulai program PLAXIS V.8 dari start kemudian program, pilih Plaxis V.8.2 Dialog Box A Create / Open Project akan timbul jika program Plaxis V.8.2 dipilih. Pilih New Project dan klik <OK>, window General Setting akan muncul yang terdiri dari dua tab sheet Project dan Dimensions (lihat Gambar 2.23. dan gambar 2.24. ).

(77)

II-77

Gambar 2.24. Tab sheet Project dari windows General Settings

2.7.1.1 General Settings

Langkah paling awal dari setiap analisis adalah membuat parameter dasar dari metode elemen hingga. Tahap ini dilakukan pada windows General Setting yang mencantumkan tipe analisis, tipe elemen, basic unit dan ukuran bidang gambar. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Berikan judul proyek pada box Title dan keterangan pada box Comments. b. Spesifikasikan pada box General tipe analisis dan tipe elemen. Untuk

kasus ini dipilih model Plane Strain dan tipe elemen memakai 15 nodal (15 noded).

c. Box Accelerations memberi nilai sudut gravitasi -900 yang menunjukkan arah ke bawah. Nilai-nilai pada box Accelerations dibiarkan nol, karena pemberian nilai-nilai pada box tersebut hanya untuk analisa Pseudo-dinamis.

(78)

II-78

d. Nilai-nilai pada tab sheet Dimension dibiarkan sesuai dengan defaultnya di box Unit ( Length = m: Force = kN: Time = day ).

e. Masukkan nilai yang diperlukan pada box Geometry Dimensions.

f. Masukkan nilai untuk Spacing (besar kecilnya spacing bergantung pada nilai ketelitian berapa angka dibelakang koma yang diinginkan, dan 1 untuk Intervals.

g. Tekan <OK> untuk konfirmasi penyetingan.

Gambar 2.25. Tab sheet Dimensions dari windows General Setting 2.7.1.2 Geometry Contour

Apabila tahap pengisian General settings telah selesai maka bidang gambar akan muncul dengan sumbu x dan y. sumbu x menuju arah kanan dan sumbu y ke arah atas. Untuk membuat objek gambar dapat dipilih dari tombol ikon pada toolbar atau dari menu Geometry. Langkah-langkah pembuatan sebagai berikut:

(79)

II-79

b. Klik tombol mouse sebelah kiri pada titik-titik geometri sampai terbentuk sebuah cluster dengan kembali pada titik asal

c. Untuk membuat cluster baru, ulangi langkah yang sama agar terbentuk cluster-cluster yang diinginkan.

d. Klik tombol kanan pada mouse untuk berhenti menggambar

2.7.1.3 Boundary Conditions

Ikon Boundary Condition bisa dicari di bagian tengah toolbar atau di menu Loads. Prinsipnya, semua batas harus mempunyai satu kondisi batas (boundary conditions) pada tiap arah. Jika suatu model tidak diberi boundary conditions maka kondisi alamiah akan terjadi di mana gaya yang ditentukan sama dengan nol dan terjadi free displacement.

Tahapan pembuatannya dilakukan sebagai berikut:

a. Tekan ikon Standard Fixities pada toolbar atau pilih Standard Fixities dari menu Loads untuk memilih standard boundary conditions.

b. • Program Plaxis akan membentuk jepit pada dasar geometri dan kondisi nol pada dasar geometri ( Ux = 0: Uy = free ).

2.7.1.4 Material Data Sets

Simulasi sifat tanah pada geometri perlu dilakukan agar dapat dilakukan analisis elemen hingga. Program Plaxis V.8 dilengkapi dengan database mengenai material tanah dan struktur ( beam, anchors dan geotextile ), namun pengguna program ini dapat juga memasukkan database sesuai kebutuhan.

Gambar

Tabel 2.1. Hubungan antara konsistensi dengan tekanan konus
Tabel 2.3. Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfined  compressive strength dan berat jenis tanah jenuh (γ sat ) untuk tanah kohesif
Tabel 2.5. Korelasi berat jenis tanah jenuh (γ sat ) untuk tanah non kohesif
Tabel 2.6. Nilai SPT dan properties tanah berdasarkan Standard Penetration  Test
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tercapainya pengelolaan dan pemeliharaan sarana rumah sakit dengan baik, bermutu, profesional dan memuaskan sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku

Semua perspektif tergantung pada pengukuran keuangan yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan akan memberi dorongan

Bio-oil merupakan bahan bakar cair berwarna kehitaman yang berasal dari biomassa seperti kayu, kulit kayu dan biomassa lainnya melalui teknologi pirolisis

Beberapa menyatakan bahwa tindakan dekompresi dari saraf tibia pada pasien-pasien dengan pes planovalgus deformitas dapat menyebabkan hilangnya efek nyeri karena

Apabila Seminar Proposal yang kedua tetap gagal maka mahasiswa yang bersangkutan harus mengulang kembali mata kuliah Skripsi (Tugas Akhir) dengan topik yang baru pada

Nomor dan Tgl Skeppera Nama, Pangkat/NRp,Jabatan Kesatuan Terdakwa Melanggar Pasal Ket.. -sda- PENGADILAN MILITER

Smiley atau emoticon bawaan dari pidgin mungkin akan terasa asing bagi anda yang biasa menggunakan yahoo messenger, untuk menggantinya dengan emoticon di yahoo caranya cukup

Berdasarkan hasil kwisioner yang disebar kepada 50 responden dari 10 pertanyaan yang disediakan bahwa program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang bersifat wajib