• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MEMBENTUK CITRA WALLIS SEBAGAI BRAND BARU DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MEMBENTUK CITRA WALLIS SEBAGAI BRAND BARU DI INDONESIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MEMBENTUK CITRA WALLIS SEBAGAI BRAND BARU DI INDONESIA

( Studi kasus produk WALLIS PT.Mitra Adiperkasa Tbk Alfiadi Sahri Ramdhani / Maria Anggia Widyakusumastuti Jl. Masjid al-amin Rt 012 Rw 06 No 33 Kramat Jati Jakarta Timur 13510

Telp : 081291291660, alfiadisahri@yahoo.com ABSTRAK

TUJUAN PENELITIAN ini adalah untuk mengetahui strategi public relations dalam membentuk citra wallis sebagai brand baru di Indonesia. METODE PENELITIAN yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, didukung dengan melakukan observasi, wawancara mendalam, dan hasil dokumentasi. HASIL PENELITIAN mengenai strategi public relation wallis untuk membentuk citranya sebagai brand baru di Indonesia. Terlihat bahwa citra wallis telah terbentuk dari pemilihan motif dan corak warna yang cenderung berani untuk jenis pakaian yang bisa di kategorikan untuk wanita berumur.

SIMPULAN dengan memberikan warna baru di dunia mode indonesia citra wallis sudah terbentuk dengan rancangan yang cenderung asymetrik dan pilihan warna yang terang tetapi tetap enak di gunakan.

Kata Kunci : Public Relations, Strategi Public Relation ,Citra Abstract

RESEARCH GOAL is to find a public relations strategy in shaping the image of Wallis as a new brand in Indonesia. METHODS used in this study is a qualitative research method, supported by observation, in-depth interviews, and documentation of results. RESULTS wallis on public relations strategy to establish its image as a new brand in Indonesia. Wallis has been seen that the image formed from the selection of motifs and bold shades of color that tend to kind of clothing that can be categorized for mature women.

CONCLUDE by giving a new color image of the Indonesian fashion world is well established wallis tend asymetrik design and bright colors but still good to use.

Keywords: Public Relations, Public Relations Strategy, Ima

PENDAHULUAN

Dunia fesyen merupakan salah satu gaya hidup manusia dan tidak di pungkiri merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Keragaman dunia fesyen diwakili keaneka ragaman brand fashion yang banyak mendjadi trend setter di seluruh dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia.

Secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mode merupakan bentuk nomina yang bermakna ragam cara atau bentuk terbaru pada suatu waktu tertentu (tata pakaian,

(2)

potongan rambut, corak hiasan, dan sebagainya). Gaya dapat berubah dengan cepat. Mode yang dikenakan oleh seseorang mampu mecerminkan siapa si pengguna tersebut.

Thomas Carlyle, seorang penulis satir dari scotlandia mengatakan,

"Pakaian adalah perlambang jiwa. Pakaian tak bisa dipisahkan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia." Fesyen dimetaforakan sebagai kulit sosial yang membawa pesan dan gaya hidup suatu komunitas tertentu yang merupakan bagian dari kehidupan sosial. Disamping itu, mode juga mengekspresikan identitas tertentu

(Barnard, Malcolm. 2007. Fashion sebagai komunikasi, Jalasutra, Jogja)

Dengan kata lain fesyen merupakan cerminan dari status social pemakai busana tersebut karena gaya berpakaian seseoerang dapat mencerminkan identitas pribadi Pengguna.

Trend fesyen di Indonesia sangat dipengaruhi oleh budaya Eropa dan Asia terutama mode busana Korea belakangan ini. Fashion di Indonesia sendiri telah berkembang dengan baik dalam sejarah. Sejak munculnya perancang busana berbakat Non Kawilarang dan Peter Sie pada tahun 1960, dunia fesyen Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang luar biasa.

Omzet yang besar dan telah dibukanya era perdagangan bebas semakin membuat perusahaan retail di Indonesia menjamur di Indonesia. Untuk dapat bersaing di bisnis ini perusahaan harus mampu memaksimalkan penjualan. Untuk itu mereka perlu mendapatkan customer sebanyak-banyaknya dan membuat para customer setia berbelanja. Promosi merupakan jawaban bagaimana perusahaan dapat melakukan itu semua. Perkembangan bisnis retail di Indonesia sangat mendukung perkembangan bisnis retail fesyen dalam beberapa tahun terakhir ini.

Brand menjadi sebuah dasar dari nyawa sebuah produk sekaligus perusahaan yang sedang berkembang maupun yang baru akan berkecimpung dalam dunia bisnis ini. Jika pihak perusahaan tidak pintar mengembangkan dan menjaga brand image mereka maka sering kali satu atau dua bahkan lebih akan meninggalkan kancah pasar bisnis dan brand hilang begitu saja dari pasar bisnis ini. Menurut Kenedy dan Dermawan (2009: 109) merek atau brand dapat disebut dengan pelabelan. Dengan terbentuknya brand dapat membantu konsumen membeli produk. Brand juga berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk, yang diyakini tidak saja dapat memenuhi kebutuhan mereka, tetapi dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dan terjamin.

Dalam strategi membentuk brand sebagian besar orang beranggapan, bahwa membentuk brand yang pertama kali menggunakan iklan besar-besaran. Fakta membuktikan ternyata perusahaan-perusahaan yang telah melegenda dunia membangun brand untuk pertama kali menggunakan public relations. Public relations melibatkan berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan brand image. Brand image merupakan salah satu bagian dari brand equity yang awalnya perlu tahap menyusun konsep merek atau brand-concept management. Brand-concept management dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, implementasi, dan pengendalian suatu konsep merek sepanjang masa hidup brand tersebut. Dengan kata lain, konsep merek adalah arti khusus yang di ciptakan oleh manajer brand. (Shimp, 2006: 8)

Wallis didirikan pada tahun 1923 oleh Raphael Wallis Nat Wallis yang memilih Chapel Market, Islington sebagai tempat kelahiran merek.

(3)

Menandai statusnya sebagai merek dengan daya tarik dunia, tahun 2001 melihat Wallis roll-out internasional, membuka toko baru di Malaysia dan Singapura.

Di Indonesia wallis di perkenalkan oleh MAP sejak desember tahun 2011 dan membuka gerai toko pertamanya di senayan city. Hingga saat ini Wallis telah membuka 2 gerai tokonya untuk pasar Indonesia yaitu di kuningan city dan di Senayan City Jakarta.

Penelitian ini akan focus pada brand Wallis karena Sebagai premium high street fashion dengan lebih dari 400 toko di seluruh Inggris dan Irlandia Selatan, di ketersediaan di department store dan bisnis eksternal, Wallis adalah pilihan pertama bagi wanita yang ingin menampilkan kepribadian mereka dengan membangun sebuah tempat pakaian dan dikemas dengan potongan yang di ramikan dengan desain dan fleksibilitas sederhana tapi tetap efektif. Menurut wallis, fashion yang besar bermuara pada satu hal - membuat pelanggan kami terlihat dan merasa satu juta dolar sepanjang hari, setiap hari. Dari situ penelitian ini berangkat, apakah brand wallis dapat masuk kedalam industri fashion Indonesia dan turut meramaikan dunia fashion dengan pilihan warna dan model yang dapat di terima oleh wanita di Indonesia.

Peneliti memilih wallis karena peneliti merasa bahwa dari sekian banyak brand fesyen untuk kalangan wanita berumur wallis masih terbilang awam untuk masyarakat Indonesia karena corak dan motif wallis yang cenderung berani untuk ukuran wanita berumur dan juga karena untuk ukuran pakaian wanita di Indonesia sudah terlalu banyak dan bergam jenisnya oleh karena itu peneliti ingin mengetahui mengapa MAP berani mengambil wallis dan ingin mengenalkannya di Indonesia.

Dan juga peneliti ingin melihat bagaimana cara para team wallis Indonesia mengenalkan brand nya dan membentuk citranya.

Citra harapan yang ingin di bentuk wallis sendiri adalah mereka ingin brand mereka di kenal untuk kalangan wanita berumur dengan pemilihan warna dan corak yang cenderung cerah sehingga mereka terlihat lebih muda dan dinamis tetapi tetap nyaman di gunakan untuk pakaian sehari hari.

Dalam buku yang berjudul “branding from zara to Armani” mengatakan bahwa

Fashion is too prevalent to be considered trivial. Even when you say you’re not interested in fashion, you’ve been forced to confront it. Fashion is everywhere. What you choose to wear or not to wear has become a political statement. You don’t buy clothes – you buy an identity (fashion brand: mark tungate,2005)

dapat di ambil kesimpulan bahwa fesyen itu terlalu lazim untuk di angap sebelah mata, walaupun mereka bilang tidak menyukai fesyen tetapi apa yang mereka gunakan merupakan cerminan atas perasaan dan expressi diri seseorang. Apa yang mereka pilih untuk di gunakan atau tidak akan menjadi pernyataan bagi yang menggunakan, jadi mereka tidak membeli sebuah pakaian tetapi membeli sebuah identitas diri Pengguna pakaian tersebut.

Menurut Harrison, Public Relation erat hubungannya terhadap citra, dan dia mengemukakan bahwa “Public Relation is about reputation – the result of what you do, what you say and what other say about you” ( Harrison, 2000:2). Maksud dari perkataan Harrison tersebut menurut saya adalah seorang PR berarti dia sudah menggendong brand image dari sebuah perusahaannya sehingga apa yang dia katakana apa yang dia perbuat merupakan gambaran dari sebuah perusahaanya.

Dan yang terakhir, tujuan PR kembali di pertegas melalui definisi pakar PR yaitu Mulyana 2007-68 yaitu : “ Tujuan dari public relation adalah untuk menciptakan citra baik

(4)

perusahaan sehingga dapat menghasilkan kesetiaan public terhadap produk yang di tawarkan oleh perusahaan”.

Penekanan tujuan kegiatan marketing public relation bukan pada penjualan, pengenalan product dan upaya peningkatan pengetahuan mengenai keberadaan perusahaan, produk, atau jasa yang ditawarkannya agar diingat oleh masyarakat. Oleh karena itu, PT. Mitra Adiperkasa TBK menerapkan kegiatan marketing public relation untuk memberikan informasi, pengenalan product dan upaya peningkatan pengetahuan mengenai keberadaan produk Wallis di Indonesia agar dapat diingat oleh masyarakat dan mendorong terbentuknya brand image atau citra yang positif.

Berdasarkan fakta di atas penulis ingin meneliti tentang bagaimana strategi public relation dalam membentuk citra WALLIS sebagai brand baru di Indonesia

Dalam penelitan ini penulis memfokuskan penelitian pada dua hal yaitu:

 Untuk menganalisa bagaimana upaya yang dilakukan oleh marketing public relations MAP dalam membangun citra brand Wallis di Indonesia, mengingat brand Wallis masih terbilang sangat baru di dunia ritel Indonesia.

 Adakah kendala dan pemecahan masalah yang di lakukan oleh team Public Realtions MAP dalam mengenalkan dan membentuk citra wallis di Indonesia Tujuan penelitian penulis yaitu :

1. Untuk mengetahui upaya public relations wallis untuk membangun citranya di Indonesia

2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang ditemui oleh Public Realtions brand wallis dalam hal membangun citra brand tersebut dan solusi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut

LANDASAN TEORI

Teori yang dipakai dibagi menjadi dua kategori yaitu teori umum dan teori khusus. Teori umumnya menggunakan public relations, lalu teori khususnya menggunakan komunikasi interpersonal, strategi public relations, brand identity, marketing public relations dan citra. Dibawah ini adalah kerangka penelitian yang dipakai sesuai dengan landasan teori.

Brand identity

Citra Marketing Public Relations Public Relations

Komunikasi Interpersonal

(5)

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendeketan kualitatif, karena ingin menelusuri dan memperoleh informasi secara mendalam mengenai strategi public relations wallis Indonesia dalam membentuk citra. Teknik pengumpulan datanya menggunakan tiga cara yaitu melalui wawancara, observasi, dan penelusuran data. Data yang diperoleh oleh penulis berupa data primer dan sekunder. Analisis penelitian menggunakan coding yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu open coding, axial coding, selective coding. Untuk menguji keabsahan data penelitian menggunakan triangulasi sumber, dimana pihak ekspert yang terlibat adalah :

1. Ibu Tania Lengkana sebagai

head of public relations PT Mitra Adiperkasa.Tbk 2. Megan

sebagai Fashion stylish HASIL DAN BAHASAN

Dari hasil observasi langsung, wawancara yang medalam, dan penelusuran dokumen/ dokumentasi mengenai wallis, maka penulis mencoba untuk mengaitkan hasil dari observasi, wawancara serta studi pustaka tersebut dengan teori yang ada, guna untuk menemukan hasil dan tujuan dari penelitian yang dilakukan.

Dapat di simpulkan bahwa strategi PR untuk membentukan citra/ brand image dari wallis menggunakan 5 teori yaitu, Teori PR yaitu hubungan PR external, Teori Marketing Public Relation, Teori Citra, Teori Interaksi Simbol, dan konsep Brand identity.

Teori PR yaitu hubungan PR external. Dalam hal ini PR wallis sudah menjalin hubungan baik dengan pihak external yaitu media dan konsumen wallis dengan baik sehingga membuat wallis dapat di terima dengan konsumennya sesuai dengan yang tertera di buku ARDIANTO. 2011 yaitu External relation ( hubungan external ) adalah kegiatan PR yang melakukan hubungan dengan public external sebuah organisasi atau perusahaan, seperti pers, komunitas, pendidik, dan para pemuka pendapat. Ketika melakukan hubungan external, seorang PR harus bias menyerap aspirasi public external, terutama masalah kebutuhan dan keinginan ( need and want ) public external dari organisasi atau perusahaan. Disinilah seorang PR harus bisa menjembatani antara kepentingan managemen organisasi atau perusahaan dan kepentingan publicnya. Sebagai analogi, seorang PR itu satu kaki berada diorganisasi atau perusahaan dan satu kaki lagi berada di public. Artinya kaki seorang PR itu harus merentang.

Teori Marketing Public Relation, wallis telah melakukan semua fungsi teori sesuai dengan teori ini yaitu evaluasi program yang rutin di lakukan setiap 3bulan, penyampaian informasi yang meyakinkan yaitu di buatnya event yang sukses untuk setiap acara launching produk dan koleksi terbaru, dan juga produknya sesuai dengan minat dan keinginan konsumen terbukti dari wallis selalu mengutamakan kenyamanan konsumen berbelanja. Sesuai dengan teori yang di sebutkan oleh Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto yang mengutip Thomas L Harris (2010:154), merupakan proses dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program-program yang mendorong minat beli serta kepuasan konsumen, melalui penyampaian informasi dan kesan meyakinkan, dalam usaha memperlihatkan bahwa perusahaan dan produk-produknya sesuai dengan kebutuhan, keingingan, kepentingan, dan minat konsumen.

(6)

Teori citra, dalam teori ini wallis ingin mengenalkan dirinya sebagai brand pilihan para wanita dengan usia antara 30 tahun ke atas yang masih memiliki jiwa dinamis dan ingin tetap berdandan trendy dengan menghadirkan warna warna yang cerah dan motif yang trendy tetapi tetap mudah dan enak di gunakan dan tetap mengikuti bentuk tubuh wanita seusianya. Sehingga wallis sudah sesuai dengan apa yang di utarakan oleh Siawanto Sutojo (2004 ), dalam bukunya membangun citra perusahaan, citra sebagai pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk orang perseorangan, benda atau organisasi.seperti yang terlantur dalam jenis jenis citra, wallis dalam hal ini masuk ke dalam jenis citra yang di harapkan yaitu citra yang ingin di bentuk oleh suatu perusahaan dimana citra tersebut dapat lebih baik atau menyenagkan dari yang ada.

1. Citra bayangan ( miror image ) adalah citra yang melekat pada orang atau anggota- anggota organisasi, dan citra yang di anut oleh orang dalam mengenai pandangan luar terhadap oranisasinya. Citra bayangan itu hampir selalu tidak tepat atau tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.

2. Citra yang berlaku (current image ) adalah kebalikan dari citra bayangan atau pandangan yang di anut oleh pihak pihak luar mengenai suatu organisasi.

3. Citra yang di harapkan (wish image) adalah suatu citra yang di inginkan oleh pihak management. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang sebenarnya. Biasanya, citra yang di harapkan itu lebih baik atau lebih menyenangkan dari pada citra yang ada.

4. Citra perusahaan atau citra lembaga (coorporate image ) adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan. Suatu badan usaha yang memiliki citra perusahaan positif lebih mudah menjual product atau jasanya.

5. Citra majemuk ( multiple image) banyak jumlah pegawai ( individu ), cabang atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra organisasi atau perusahaan secara keseluruhan. Variasi citra tersebut harus di tekan seminimal mungkin dan citra perusahaan harus di tegakkan secara keseluruhan.

Citra sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan atau organisasi. Persepsi seseorang terhadap perusahaan di dasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Citra perusahaan menjadi salah satu peganggan bagi banyak orang dalam mengambil berbagai macam keputusan penting. Contohnya membeli barang atau jasa yang di hasilkan perusahaan atau ( konsumen ), berlangganan ( pelanggan ), emrekomendasi kepada orang lain.

Untuk membangun citra, perusahaan dapat memulainya dengan langkah pertama perusahaan membangun citra adalah memilih kelompok masyarakat yang mempunyai peranan penting terhadap usaha keberhasilan bisnis ( profit making ). Kelompok masyarakat itu disebut kelompok sasaran atau target kelompok. Manajemen perusahaan wajib mengusahan kelompok sasara mereka agar selalu mempunyai persepsi yang positif terhadapjati diri perusahaan. Banyak perusahaan melakukan riset pasar untuk mengetahui siapa yang dapat di kategorikan sebagai kelompok sasaran. Agar dapar dijadikan kelompok sasaran, persepsi mereka harus di uji. Selama riset pasar, perusahaan mengumpulkan informasi apa yang di sukai dan apa yang tidak disukai anggota masyarakat terhadap produk mereka dan perusahaan. Anggota kelompok masyarakat yang mempunyai persepsi negative terhadap produk, merek dan perusahaan belum dapat di kategorikan sebagai kelompok sasaran.

Langhkah selanjutnya, menentukan konsumen akhir produk dengan kriteria : faktor geografis, faktor demografis, faktor psikologis. Pembeli instusional ( instutional or industrial buyers ), dengan kriteria : faktor demografis, pertimbangan faktor oprasional,

(7)

nilai pesanan. Geografis consumer market : lokal, nasional, internasional. Demografis consumer mareket : umur, usia, gender, suku, ras , agama, pendidikan ,pekerjaan. Psikologis consumer market: penggolongan sosial dan pola konsumsi. Demografis institusional buyers : lokal bisnis, sektor usaha dan skala usaha. Faktor oprasional institusional buyers : jenis teknologi yang digunakan, kemampuan teknis dan finansial. Nilai pesanan institusional buyers: volume dan nilai pesanan barang tiap masa tertentu. Dibedakan menjadi pembeli pesanan besar, sedang dan kecil.

Keberhasilan perusahaan membangun citra dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yakni : citra dibangun berdasarkan orientasi terhadap manfaan yang di butuhkan dan di inginkan kelompok sasaran; manfaat yang ditonjolkan cukup realistis; citra yang di tonjolkan sesuai dengan kemapuan perusahaan; citra yang di tonjolkan mudah di mengerti kelompok sasaran; citra yang di tonjolkan merupakan sarana, bukan tujuan usaha.

Seperti halnya produk dan merek, citra perusahaan perlu di popolerkan di masyarakat, terutama di kalangan segmen sasaran. Dalam dunia bisnis, upaya mempopulerkan citradilakukan melalui periklanan dan Public Relation untuk membuat segmen sasaran merasa perduli terhadap nama dan keberadaan perusahaan di masyarakat, juga mempunyai persepsi jati diri perusahaan seperi yang di kehendaki manajemen. Cara untuk mempopulerkan citra agar sesuai dengan apa yang di kehendaki perusahaan, dapat dilakukan secara bertahap.

1. membentuk persepsi segmen sasaran : citra yang ingin di bentuk harus mencerminkan jati diri perusahaan yang sebenarnya, tidak lebih tidak kurang.

2. Memelihara persepsi : upaya mempertahankan citra adalah mempertahankan pelaksanaan program periklanan dan PR sesuai dengan rencana usaha perusahaan.

Mengubah persepsi segmen sasaran yang kurang menguntungkan : perusahaan yang dikelola secara profesional akan berusaha keras mengubah persepsi segmen sasaran yang tidak menguntungkan, dengan berbenah diri dari dalam.

Teori Interaksi Simbolik yaitu wallis telah menghadirkan host untuk dijadikan icon produknya sehingga masyarakat termotivasi untuk mengikuti apa yang di gunakan oleh para host tersebut. Ini sesuai dengan teori interaksi simbolik sesuai dengan apa yang di kemukakan oleh Tunner dalam bukunya introduction communication theory ( West, Tunner. 2010: 79 ) adalah orang tergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang di berikan pada orang, benda, dan peristiwa. Makna makna ini di ciptakan dalam bahsa yang di gunakan orang, baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinterkasi dengan orang lainnyadalam sebuah komunitas.

Menurut Devito (1989) Komunikasi Interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Effendy,2003, p.30).

Sedangkan menurut Mulyana Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau non verbal. Komunikasi Interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan lain sebagainya (Mulyana 2000, p7 )

(8)

Dan yang terakhir brand image dan brand identity dalam bukunya ardianto menjelaskan bahwa Pada dasarnya brand image terbentuk dari persepsi yang telah terbentuk lama, setelah melalui tahap yang terjadi dalam proses persepsi, kemudian dilanjutkan pada keterlibatan konsumen. Level keterlibatan ini selain mempengaruhi persepsi juga mempengaruhi fungsi memori.

Brand image merefleksikan bayangan atau image dari perspektif konsumen berdasarkan janji yang dibuat brand tersebut kepada konsumennya. Menurut Davis (Ardianto, 2011: 123) brand image memiliki dua elemen, yaitu:

1. Brand Association (Asosiasi Brand)

Asosiasi merupakan karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen pada brand tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji-janji yang dibuat oleh brand tersebut, positif maupun negatif, dan harapan mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan konsumen dari brand tersebut. Suatu brand memiliki akar yang kuat, ketika brand tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi brand membantu pemasar mengerti kelebihan dari brand yang tersampaikan pada konsumen.

2. Brand Personality (Kepribadian Brand)

Brand personality merupakan karakteristik manusia yang oleh konsumen diasosiasikan dengan brand tersebut. Brand personality menjelaskan mengapa orang menyukai brand tertentu dibandingkan dengan brand yang lain ketika tidak ada perbedaan atribut fisik yang cukup besar antara brand yang satu dengan yang lain.

Disitu terlihat bahwa, wallis memberikan sebuah warna baru pilihan di dunia fesyen Indonesia dengan membentuk brand identitynya yang memiliki ciri khas dari coraknya yang cenderung tidak biasa dan pilihan warna yang berwarna cerah. Hal itu bisa di ambil kesimpulan bahwa wallis sengaja membuat identitas brandnya seperti itu agar masyarakat tahu kalau apabila anda ingin terlihat muda dan dinamis di usia anda maka pakailah produk dari wallis.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan penulis mengenai strategi public relations wallis untuk membentuk citranya sebagai brand baru di Indonesia. Terlihat bahwa citra wallis telah terbentuk dari pemilihan motif dan corak warna yang cenderung berani untuk jenis pakaian yang bisa di kategorikan untuk wanita berumur. Mereka memilih wallis sebagai pakaian sehari hari mereka karena mereka merasa nyaman dengan model dan bahan pemilihan dari wallis, mereka juga merasa warna dan motif yang unik membuat mereka tampak lebih memiliki jiwa muda, tetapi body shape dan siluette nya tetap di peruntukan untuk usia mereka sehingga nyaman di gunakan dibandingkan para competitor wallis yang sekarang ini banyak menyongsong tema edge yang menurut mereka terlalu muda untuk di pergunakan di umur umur seperti mereka.

Strategi yang di lakukan wallis untuk membentuk citranya adalah melalui peran para influencer atau hosts mereka di branding from head to-toe dari wallis untuk yang nantinya mereka akan di jadikan icon brand yang di harapkan dapat mewakili keinginan para konsumen wallis dengan gaya dandanan dan gaya berbusana mereka.

(9)

Hasil wawancara mendalam baik dengan pihak external dan internal sendiri menyebutkan bahwa wallis sudah mempunyai citranya sendiri dari pemilihan warna warna, dan motif yang cenderung eksentrik, sehingga target market yang pada dasarnya wanita berumur yang masih dinamis dan masih memiliki jiwa ingin menikmati usianya memiliki pilihan yang nyaman untuk gaya berbusana sehari hari mereka. Dengan penempatan media yang tepat maka citranya wallis mudah terlihat terbukti dari penempatan poster wallis pada beberapa majalah busana multinasional di Indonesia.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa penarikan simpulan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Sebaiknya dalam berperan sebagai public relations melakukan strategi dalam upaya membentuk citra tidak hanya berhubungan dengan pihak media namun dengan beberapa pihak lain dimana akan berpengaruh terhadap minat kepada merk tersebut dan extensi merk sendiri tetap terjaga dan meningkat.

2. Dalam melakukan kegiatan yang berhungan dengan citra produk berani mengambil langkah agar dan melakukan hal yang kreatif sehingga ruang gerak tidak selalu harus mengukuti system tetapi juga tidak melanggar peraturan yang ada. Misalnya dengan menaruh publikasi di sarana umum yang mudah terbaca masyarakat sehingga untuk pengenalan brand lebih merata.

3. Lebih memperhatikan kembali situasi perekonomian di Indonesia karena harga – harga brand fashion sendiri sudah mulai menjadikan penurunan citranya karena konsumen melakukan perbandingan dengan Negara lain di luar Indonesia mulai meragukan karena perbedaan yang cukup jauh sehingga di Indonesia sendiri banyak beberapa pihak yang mulai menjual merk tersebut secara tidak resmi.

REFRENSI

Ardianto, E. (2010). Metode Penelitian Untuk Public Relation kuantitatif kualitatif. Bandung: Simbisa Rekatama Media.

ASIPKOM. (2011). Public Relations and Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo.

Cutlip, S. (2000). effective public relation. new jersey: prentice hall. Jefkins, F. (2003). Public Relation. jakarta: erlangga.

Journal, L. (2011). Strategi Komunikasi PT SIDO MUNCUL (Vol. 11). (T. M. Effendi, Ed.) kasali, R. (2011). Management Public Relation. jakarta: Grafity.

kotler, P. (2006). Principle of marketing II edition. new jersy.

Kriyantoro. (2008). Public Relation Writting. jakarta: Prenada Media Group. Moleong, L. J. (2007). Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nova. (2011). Crisis Public Relation. jakarta: Grasindo.

(10)

Ruslan, R. (2010). Metode Penelitian PR dan Komunikasi. jakarta: Grafindo. Tungate, M. (2005). Fashion Brand.

Wheeler, A. (2003). Designing Brand Identity. Canada: John willey&sons,inc. RIWAYAT PENULIS

Alfiadi Sahri Ramdhani lahir di kota Jakarta pada 9 april 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus University dalam bidang Public Relations pada tahun 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana akibat hukum putusan pailit terhadap Perseroan Terbatas, apakah direksi secara pribadi dapat dipailitkan

Dari tabel 9, t hitung sebesar -3,233 dengan probabilitas signifikansi 0,002 < 0,05 berarti Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

Berdasarkan pada perumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, terdapat pengaruh negatif persepsi risiko keuangan terhadap sikap

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta Inayah-Nya yang tiada terbatas kepada penulis

Bila kami belum menikah kami akan memiliki banyak waktu dibandingkan dengan teman-teman kami yang sudah menikah. SS S TS

Melalui Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi (Tinjauan Konsentrasi Katalis Asam dan Waktu Reaksi) ” merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi

Untuk mengatasi masalah itu diperlukan sistem transportasi cerdas pada traffic light di simpang ini, metode ANFIS adalah salah satu metode yang dapat digunakan dimana hasil

Penelitian lebih lanjut dilakukan dengan metode penelitian kualitatif yang akan melakukan wawancara, observasi, dokumentasi, dan literasi agar dapat memperoleh data