• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

26

Pasar dikatakan tidak ada hubungan/tidak terintegrasi pada jangka pendek jika IMC tinggi dan pada jangka panjang jika nilai sangat mendekati 0. Jika terjadi integrasi maka perubahan harga yang terjadi di tingkat konsumen akan ditransmisikan ke tingkat produsen sehingga petani akan menerima perubahan atas harga yang terjadi pada tingkat konsumen. Adapun ketentuan suatu pasar dikatakan terintegrasi antara pasar satu dengan pasar lainnya terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Syarat integrasi pasar

Keterangan Jangka Pendek Jangka Panjang

Integrasi kuat IMC mendekati 0 mendekati 1 (>0,5) IMC < 1

Integrasi lemah IMC > 1 mendekati 0 (<0,5) Tidak terintegrasi IMC tinggi sangat mendekati 0

5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Perkebunan karet di Provinsi Jambi telah dikembangkan sejak tahun 1910. Lebih dari seratus tahun tanaman karet jenis havea milik rakyat penopang perekonomian Provinsi Jambi. Provinsi Jambi merupakan daerah produksi karet di Indonesia yang sebagian besar perkebunan karet pada daerah ini merupakan perkebunan karet milik rakyat. Perkebunan karet milik rakyat tersebar hampir diseluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jambi. Perkembangan komoditas karet dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup berarti sehingga berpengaruh terhadap perekonomian Provinsi Jambi terutama masyarakat petani karet. Oleh karena itu, dalam Bab 5 akan dijelaskan kondisi umum karet rakyat dan karakteristik responden pada daerah penelitian.

Lokasi Perkebunan Karet Rakyat di Daerah Penelitian

Komoditas karet merupakan komoditas unggulan daerah Jambi mendominasi usahatani perkebunan rakyat di Provinsi Jambi, komoditas karet tumbuh subur hampir di semua kabupaten di Provinsi Jambi Secara geografis Provinsi Jambi terletak pada 0045‟-2045‟ LS dan 101010‟-104055‟ BT di bagian tengah pulau Sumatera, sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan Provinsi Kepulauan Riau, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. (BPS Provinsi Jambi 2012). Posisi Provinsi Jambi berhadapan dengan kawasan pertumbuhan ekonomi yaitu IMS-GT (Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle) (Bappeda Provinsi Jambi 2013).

Luas Wilayah Provinsi Jambi 53 435 Km2 dengan luas daratan 50 160.05 Km2 dan luas perairan sebesar 3 274.95 Km2 terdiri dari Kabupaten Kerinci 3 355.27 Km2 (6.69 persen), Kabupaten Merangin 7 679 Km2 (15.31 persen), Kabupaten Sarolangun 6 184 Km2 (12.33 persen), Kabupaten Batanghari 5 804 Km2 (11.57 persen). Kabupaten Muaro Jambi 5 326 Km2 (10.62 persen),

(2)

27 Kabupaten Tanjung Jabung Timur 5 445 Km2 (10.86 persen), Kabupaten Tanjung Jabung Barat 4 649.85 Km2 (9.27 persen), Kabupaten Tebo 6 461 Km2 (12.88 persen), Kabupaten Bungo 4 659 Km2 (9.29 persen), Kota Jambi 205.43 Km2 (0.41 persen) dan Kota Sungai Penuh 391.5 Km2 (0.78 persen). Pada Gambar 3 terlihat luas wilayah terbesar di Provinsi Jambi berada di Kabupaten Merangin sebesar 7 679 Km2 atau sebesar 15.31 persen dari total luas wilayah Provinsi Jambi, diikuti oleh Kabupaten Tebo dan Kabupaten Sarolangun masing-masing sebesar 6 461 Km2 dan 6 184 Km2. Secara administratif, jumlah kecamatan dan desa/kelurahan di Provinsi Jambi tahun 2011 sebanyak 131 kecamatan dan 1 374 desa/kelurahan, dimana jumlah kecamatan dan desa/kelurahan terbanyak berada di Kabupaten Merangin yaitu 24 kecamatan dan 202 desa/kelurahan.

Jumlah penduduk Provinsi Jambi tahun 2011 sebanyak 3 169 814 jiwa, pada tahun 2010 sebanyak 3 092 265. Selama kurun waktu tersebut terjadi pertumbuhan sebesar 2.51 persen. Dilihat dari kepadatan penduduk tahun 2011 menurut Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Kerinci 70 orang/km2, Kabupaten Merangin 44 orang/km2, Kabupaten Sarolangun 41 orang/km2, Kabupaten Batanghari 43 orang/km2, Kabupaten Muaro Jambi 66 orang/km2, Kabupaten Tanjab Timur 39 orang/km2, Kabupaten Tanjab Barat 61 orang/km2, Kabupaten Tebo 47 orang/km2, Kabupaten Bungo 65 orang/km2, Kota Jambi 2.654 orang/km2 dan Kota Sungai Penuh 215 orang/km2. Terlihat pada Gambar 6 jumlah penduduk paling banyak berada pada Kota Jambi sebanyak 17.20 persen sedangkan jumlah penduduk paling sediki berada pada Kota Sungai Penuh sebanyak 2.66 persen.

Provinsi Jambi berada di bagian tengah Pulau Sumatera mempunyai topografi wilayah yang bervariasi mulai dari ketinggian 0 m dpp di bagian timur sampai pada ketinggian di atas 1000 m dpl, ke arah barat morfologi lahannya semakin tinggi dimana di bagian barat merupakan kawasan pegunungan Bukit Barisan yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Pada dataran rendah didominasi oleh tanah-tanah yang penuh air dan rentan terhadap banjir pasang surut serta banyaknya sungai besar dan kecil yang melewati wilayah tersebut. Wilayah ini didominasi oleh tanah gley humus rendah dan orgosol yang bergambut. Di bagian tengah didominasi oleh jenis tanah podsolik merah kuning yang mempunyai tingkat kesuburan relatif rendah.

Adapun penggunaan lahan di Provinsi Jambi secara umum terdiri dari: (1) lahan pemukiman seluas 43 631 ha, (2) sawah tadah hujan seluas 136 662 ha, (3) tegalan/ ladang seluas 117 516 ha, (4) kebun campuran seluas 112 787 ha, (5) kebun karet seluas 1 284 003 ha, (6) kebun sawit seluas 936 565 ha, (7) kebun kulit manis seluas 93 609 ha, (8) kebun teh seluas 4 691 ha, (9) semak dan alang-alang seluas 87 177 ha, (10) hutan lebat seluas 1 634 492 ha, (11) hutan belukar seluas 413 406 ha, (12) hutan sejenis tercatat seluas 187 704 ha, dan (13) lain-lain seluas 47 757 ha. Apabila dilihat dari total luas penggunaan lahan, luas areal lahan terluas adalah untuk komoditas perkebunan yang terdiri dari 5 komoditas utama perkebunan yaitu karet, kelapa sawit, kelapa dalam, kopi, dan kayu manis.

Perkebunan daerah Jambi pada umumnya adalah Perkebunan Rakyat. Produksi perkebunan rakyat yang terbesar adalah karet memiliki luas tanaman 653 160 hektar dengan produksi 298 786 ton pada tahun 2011. Komoditas andalan lainnya yaitu kelapa sawit dengan produksi 1 426 081 ton serta kelapa dalam 114

(3)

28

259 ton. Untuk tanaman karet, pada tahun 2006 luas perkebunan karet di Provinsi Jambi mencapai 630 211 ha. Pada tahun 2011 luas perkebunan karet di Provinsi Jambi mengalami peningkatan menjadi 653 160 ha. Sedangkan untuk tingkat produksi tanaman karet pada tahun 2011 adalah sebesar 298 786 ton. Untuk jumlah petani tanaman karet, terjadi peningkatan jumlah petani karet dalam kurun waktu 2006-2011 sebesar 8.56 persen dimana pada tahun 2006 jumlah petani karet berjumlah 228 576 KK, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 249 978 KK. Sedangkan dari sisi ekspor karet di Provinsi Jambi mengalami peningkatan untuk kurun waktu 2006-2009 sebesar 0.80 persen yaitu sebesar 250 781.28 ton pada tahun 2006 menjadi 252 794.76 ton di tahun 2009.

Perkebunan karet rakyat yang dikelola oleh petani dapat dikategorikan kedalam pola pengusahaan tradisional. Meskipun usahatani karet merupakan sumber pendapatan utama petani karet rakyat, petani belum memandang usaha perkebunan karet ini sebagai suatu unit bisnis (komersil), dalam mengelola perkebunan karet tersebut. Dalam prakteknya diperoleh gambaran bahwa perkebunan karet yang dikelola petani masih dipandang sebagai suatu cara hidup (way of life). Belum terlihat adanya upaya petani untuk memperhitungkan berbagai variabel ekonomi seperti input, output, biaya, penerimaan kotor dan pendapatan bersih dalam mengelola usahatani karet. Sebagian besar perkebunan karet yang diusahakan merupakan usahatani dengan pola monokultur.

Tanaman karet pola monokultur yang dikelola secara intensif

Tanaman karet pola monokultur yang dikelola secara agroforestri (hutan karet)

(4)

29 Perkebunan karet rakyat di Provinsi Jambi umumnya masih menyerupai ‟hutan karet‟, dengan produktivitas di bawah 600 kg/ha/tahun. Meski menjadi komoditas unggulan, produktivitas karet rakyat ini masih tergolong rendah. Penyebabnya adalah mutu bibit tanaman yang rendah. Sumber bibit biasanya berupa bibit cabutan atau biji sapuan dengan tingkat pemeliharaan yang sangat minim. Pada umumnya pembangunan kebun karet rakyat didasari dengan pola tebang-tebas-bakar yang dilanjutkan dengan pemanfaatan lahan untuk peladangan selama dua-tiga tahun pertama (penanaman tumpangsari tanaman pangan dengan tanaman karet). Penurunan produktivitas tanaman pangan menyebabkan petani meninggalkan kebun karet mudanya tanpa pemeliharaan dan kembali lagi pada saat karet siap sadap. Pola tumpangsari dengan tanaman perkebunan juga dijumpai pada lahan karet milik petani, antara lain dengan tanaman mahoni atau gaharu seperti terlihat pada Gambar 8. Bibit ini sebagian besar diperoleh melalui bantuan pemerintah dalam rangka peningkatan pendapatan petani dengan mengusahakan lahan karet dengan pola tumpang sari.

Gambar 5 Tanaman karet pola tumpangsari dengan tanaman mahoni

Aktivitas Pengolahan dan Pemasaran Karet Rakyat

Tanaman karet merupakan tanaman tahunan yang memiliki banyak manfaat baik dalam segi ekonomi maupun bagi kelestarian lingkungan. Tanaman karet sebagaimana tanaman tahunan lainnya dikenal dengan perennial crops sesuai sifatnya, memiliki ciri memberikan produk setelah kurang lebih berumur 5 tahun. Namun produk akhir yang akan diperoleh berupa lateks dan kayu, sangat ditentukan oleh proses pelaksanaan pada tahun-tahun awal. Perkebunan karet di Indonesia telah diakui menjadi sumber keragaman hayati yang bermanfaat dalam pelestarian lingkungan, sumber penyerapan CO2 dan penghasil O2, serta memberi fungsi orologis bagi wilayah di sekitarnya. Selain itu tanaman karet ke depan akan merupakan sumber kayu potensial yang dapat mensubstitusi kebutuhan kayu yang selama ini mengandalkan hutan alam (Litbang Deptan 2007).

Di Indonesia, pengolahan lateks menjadi bahan baku karet alam seperti crepe, sheet, slab (produk olahan karet) dan sebagainya masih diusahakan secara tradisional, sehingga mutu karet yang dihasilkan rendah, bahkan dipasaran Internasional karet Indonesia terkenal sebagai karet yang bermutu kurang baik, sehingga harga jualnya menjadi rendah dan tingkat kepercayaan konsumen atau pembeli karet juga menurun (Litbang Deptan 2007). Mutu bahan olah karet rakyat

(5)

30

(bokar) sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia dipasaran Internasional. Dengan mutu bokar yang baik akan terjamin kesinambungan permintaan pasar dalam jangka panjang. Mutu bokar yang baik dicerminkan oleh kadar karet kering (KKK) dan tingkat kebersihan yang tinggi. Upaya perbaikan mutu bokar harus dimulai Sejak penanganan lateks dikebun sampai dengan tahap pengolahan akhir.

Dalam rangka perbaikan mutu bokar pemerintah telah menetapkan SNI-Bokar No. 06-2047-2002 dengan kriteria nilai kadar karet kering (KKK), dan kebersihan bokar. Bokar merupakan gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet (Hevea brasiliensis). Bokar yang bermutu tinggi harus memenuhi persyaratan teknis yaitu: (1). Tidak ditambah bahan-bahan non karet, (2). Dibekukan dengan asam format atau pembeku lain yang dianjurkan dengan dosis yang tepat, (3) Disimpan ditempat yang teduh dan terlindung, dan (5). Tidak direndam dalam air (BSN 2002). Dalam hal persyaratan teknis Bahan Olah Komoditas Ekspor Standard Indonesian Rubber (Bokor SIR), Bokor SIR tidak diperbolehkan mengandung kontaminan vulkanisat karet dan kontaminan berat serta harus mengandung kontaminan ringan maksimum 5 persen. Dalam proses penggumpalan, harus dilakukan secara alami atau menggunakan bahan penggumpal. Bahan penggumpal dapat berupa asam semut (formic acid) atau bahan penggumpal lain.

Bahan olah karet di Provinsi Jambi, rata-rata memiliki mutu yang rendah, hal ini umumnya disebabkan karena teknik penanganan panen dan pascapanen serta pengolahan hasil masih sangat terbatas ditingkat petani, sehingga sangat berpengaruh terhadap mutu bahan olah karet yang dihasilkan. Mutu bahan olah karet yang dihasilkan sangat ditentukan oleh mutu lateks awal (lateks kebun) yang digunakan, yang sangat dipengaruhi oleh teknik penanganan lateks yang dilakukan ditingkat petani. Lateks yang diperdagangkan masyarakat digunakan dalam industri karet di Provinsi Jambi, terutama berasal dari perkebunan karet rakyat dalam skala kecil yang tersebar diberbagai daerah sentra produksi. Lateks yang dihasilkan berasal dari berbagai jenis klon dan umur tanaman karet, serta teknik budidaya dan penanganan olahan lateks yang berbeda-beda.

(6)

31

Gambar 7 Bahan olah karet (bokar) berkualitas baik

Berdasarkan penelitian Asni et al (2009) bahwa bahan olah karet rakyat atau lateks asalan yang berkembang didaerah sentra produksi karet di Provinsi Jambi adalah bentuk slab tebal (ojol). Proses pengolahan yang digunakan masih secara tradisional. Ada beberapa cara pengolahan slab yang biasa dilakukan petani yaitu pembekuan slab dengan cuka para, pembekuan slab dengan Pupuk P dan pembekuan slab secara alami. Namun dari hasil pengamatan pembekuan slab dengan pupuk P sudah mulai berkurang karena kelangkaan pupuk dan harga pupuk yang mahal. Apabila dilihat dari kualitas slab yang di produksi yakni dengan semua komponen mutu yaitu: KKK, Po, PRI, kadar abu, dan kadar kotoran masih belum memenuhi persyaratan mutu. Pada Gambar 9 dan Gambar 10 terlihat bebagai jenis slab tebal dengan kualitas yang berbeda di Provinsi Jambi kualitas tersebut terlihat dari jenis pembeku (koagulan) yang digunakan, KKK dan kadar kontaminasi dengan bahan asing (tanah, lumpur, pasir, tatal dsb).

Pengolahan bahan olahan karet (bokar) yang baik ditentukan oleh pengolahan pascapanen yang dilakukan oleh petani. Lateks hasil penyadapan dituang dalam bak penggumpal dengan ketebalan 50 mm, ditambahkan bahan pengumpal, diaduk dan dibiarkan hingga menggumpal. Gumpalan (koagulum) yang diperoleh selanjutnya dipipihkan dengan tangan atau pemukul kayu di atas yang bersih atau dengan menggunakan gilingan tangan (hand mangel). Bila menggunakan bahan dasar hasil penyadapan lump mangkok, lump mangkok yang sudah dipipihkan ditata berjajar satu lapis dengan rapi dalam bak pembuku yang bersih dengan ketebalan tidak lebih 50 mm, kemudian disiram dengan lateks yang bersih dan telah dicampur dengan bahan penggumpal hingga terbungkus seluruhnya oleh lapisan lateks. Secara ringkas tahap pengolahan bahan olahan karet menjadi slab yang sesuai dengan standar operasional prosedur dari Ditjen P2HP Kementan (2011) terlihat pada Gambar 8.

(7)

32

Gambar 8 Tahap pengolahan bahan olahan karet (bokar) berbentuk slab

Kondisi dilapangan terlihat bahwa petani di Provinsi Jambi tidak mengikuti tahap pengolahan menurut standar SOP tersebut, petani tidak melakukan penyaringan untuk memisahkan kadar kotoran yang ikut terbawa kedalam mangkuk sadap sehingga terdapat kontaminasi dengan bahan asing lainnya ketika lateks sudah menjadi koagulum (bekuan). Selain itu bak cetak bokar yang digunakan merupakan bak cetakan dari tanah maupun dari kayu yang diletakkan dikebun karet saja, sehingga banyak sisa kayu, debu atau tanah yang masuk ke dalamnya sehingga menyebabkan saat pencetakan bokar, bahan asing tersebut ikut terbawa. Secara umum, terdapat tiga jenis alat pencetak bokar yang digunakan oleh petani yaitu alat cetak terbuat dari tanah (berupa galian tanah yang di bentuk menyerupai kotak), bak cetak yang terbuat dari kayu dan bak cetak yang terbuat dari fiber. Pada Gambar 9 terlihat berbagai jenis bak cetak yang digunakan petani.

Lateks kebun

Penyaringan dengan 20 mesh Penambahan asam semut 1%

100-110 ml lateks

Diaduk dan buih dipisahkan

Pembekuan lateks 1-2 jam

Penggilingan

Pengeringan

(8)

33

Bak cetak bokar terbuat dari fiber Bak cetak bokar terbuat dari tanah

Bak cetak bokar terbuat dari kayu

Gambar 9 Pembekuan dan pencetakan bokar dengan berbagai bentuk bak cetak bokar

Pemahaman petani tentang syarat bokar berkualitas baik ternyata tidak diikuti oleh tindakan petani untuk melakukannya. Hasil penelitian Napitupulu (2006) menunjukkan bahwa mayoritas petani (80.12 persen) masih memasukkan benda asing kedalam bongkahan karet kering yang dihasilkan serta penggunaan bahan koagulum selain cuka getah yang dianjurkan. Berbagai bahan asing yang umum disertakan petani kedalam bongkahan bokar diantaranya adalah: tatal (kulit batang bekas sadapan), dedaunan, ranting, dan kayu. Meski belum terdeksi secara nyata, bahkan pada daerah tertentu telah mulai ditemui sejumlah petani yang sengaja mencampurkan tanah liat putih untuk dibekukan bersama sama dengan getah karet.

Adapun alasan petani untuk memasukkan benda asing kedalam bongkahan karet diantaranya adalah mencegahnya hilangnya getah segar dari mangkok tampungan pada saat turun hujan. Pencampuran tatal pada hari pertama sadap berfungsi untuk mempercepat pembekuan karet pada mangkuk sehingga jika huja turun maka karet yang ada pada mangkuk tidak terhanyutkan oleh air hujan. Selain secara teknis bermanfaat untuk mencegah kehilangan karet pada saat musim hujan, petani juga telah terjebak pada fallacy dog and cat dimana petani berupaya menambah bobot bokar untuk mengimbangi adanya anggapan pembeli melakukan kecurangan mengurangi berat bokar pada saat penimbangan dilakukan (Napitupulu 2006). Gambar 10 berikut ini merupakan tahapan pengolahan pasca panen karet yang dilakukan oleh petani di Provinsi Jambi.

(9)

34

Gambar 10 Tahapan pengolahan pasca panen karet oleh petani

Banyaknya petani yang tidak memperhatikan mutu karet dikarenakan oleh hilangnya penghargaan pedagang terhadap upaya petani untuk menghasilkan karet kualitas baik. Hal ini pada dasarnya menurut Napitupulu (2006) yakni dilatarbelakangi oleh perilaku pedagang untuk menghidari resiko rugi sebagai akibat upaya petani memperoleh tambahan pendapatan dengan menambah bobot karet kering yang dihasilkan. Minimnya sarana pengukuran mutu serta bentuk komoditas yang diperdagangkan menyebabkan sulitnya menentukan mutu yang sebenarnya dari bokar yang diperdagangkan. Guna menghindari resiko rugi, pedagang kemudian dengan sengaja menetapkan mutu bokar lebih rendah dari yang semestinya. Peluang pedagang untuk menentukan mutu yang lebih rendah dari yang semestinya tersebut terbuka karena bentuk pasar bokar yang hampir tanpa persaingan ditingkat pembeli. Kondisi sosial ekonomi petani karet yang hampir tidak memiliki posisi tawar dalam transaksi pemasaran karet merespon perilaku pedagang dengan menghasilkan bokar kualitas rendah.

Pengangkutan bokar Bokar setelah dicetak

Pembekuan Pemadatan

Pengumpulan lateks Penyadapan karet Lateks segar hasil sadapan

Persiapan zat pembeku Mencampur zat pembeku

(10)

35

Kondisi Infrastruktur dan Akses Permodalan

Sarana transportasi

Akses transportasi merupakan salah satu faktor penting dalam pemasaran karet rakyat. Akses transportasi dan kondisi jalan di Provinsi Jambi sudah cukup baik. Jalan merupakan prasarana untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Peningkatan pembangunan diiringi dengan peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar perdagangan antar daerah. Panjang jalan di Provinsi Jambi pada tahun 2011 adalah 2 417 km terdiri dari jalan kondisi baik 820.42 km, jalan sedang 1 007.79 km, rusak 404.76 km dan rusak berat 184.04 km. Kondisi jalan di Provinsi Jambi mengalami perbaikan secara terus menerus, hal ini dikarenakan Provinsi Jambi merupakan daerah yang dilalui oleh jalan lintas sumatera sehingga kondisi jalan sangat penting untuk memperlancar transportasi antar daerah terutama bagi sektor perdagangan. Pada Tabel 4 terlihat statistik transportasi di Provinsi Jambi selama 2010 sampai 2011. Tabel 4 Statistik transportasi Provinsi Jambi, tahun 2011

Uraian 2010 2011

Panjang jalan menurut kondisi jalan (km) Baik Sedang Rusak Rusak Berat 716.72 911.95 459.83 328.51 820.41 1 007.79 404.75 184.03

Jumlah kendaraan (unit)

Mobil penumpang Mobil barang Bus Sepeda motor Jumlah 20 638 47 534 43 179 1 040 630 1 151 981 22 384 47 986 51 009 1 152 739 1 274 082

Sumber: BPS Provinsi Jambi (2012)

Jumlah kendaraan bermotor di Provinsi Jambi menurut jenisnya dari tahun 2007-2011 mengalami kenaikan. Jenis kendaraan terbanyak adalah sepeda motor 1 274 082 buah, mobil penumpang 22 348 buah, mobil barang 51 009 buah dan mobil bus 47 986 buah. Untuk sarana transportasi air salah satu penggunaannya dipergunakan untuk bongkar muat barang yang dilakukan melalui Pelabuhan Talang Duku Jambi. Sedangkan untuk perhubungan udara pada tahun 2011 jumlah kedatangan pesawat ke Jambi sebanyak 4 237 kali dan jumlah keberangkatan pesawat dari Jambi sebanyak 4 227 kali. Penumpang yang datang 501 241 orang dan berangkat 513 109 orang. Frekwensi pesawat yang datang dan berangkat pada tahun 2011 masing-masing mengalami peningkatan 3.90 persen dan 3.63 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Akses Permodalan

Penyediaan modal bagi usahatani karet rakyat di Provinsi Jambi masih terbatas, sebagian besar petani masih mengalami kesulitan dalam penyediaan modal bagi usahatani karet yang dikelola. Seperti dalam aktivitas penmeliharaan

(11)

36

kebun karet, lahan yang ditanami karet harus bebas dari gulma agar lateks yang hasilkan optimal selain itu, diperlukan pemupukan untuk merangsang pertumbuhan batang karet dan jumlah lateks yang diproduksi. Sumber daya modal petani karet sebagian besar diperoleh dari modal sendiri, namun ada beberapa petani karet yang memperoleh pinjaman dari relasi atau pedagang pengumpul. Tidak diberlakukan sistem bunga pada pinjaman dari relasi, namun petani karet tersebut diharuskan untuk menjual hasil panen karetnya kepada pemberi pinjaman.

Sedangkan modal yang digunakan oleh pedagang pengumpul berasal dari modal sendiri begitu juga pinjaman dari relasi. Pihak perbankan memiliki peranan dalam pengembangan usaha komoditas karet di Provinsi Jambi, diantaranya Bank mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Danamon, dan Bank Perkreditan Rakyat. Untuk masing-masing bank memiliki prosedur yang berbeda. Keperluan utama pelaku usaha dengan pihak perbankan terkait dengan kredit yang digunakan sebagai sumber dana bagi peningkatan investasi dan modal dagang. BRI sebagai salah satu perbankan yang hadir hampir di seluruh kecamatan di Indonesia masih menjadi andalan bagi petani terutama petani yang berskala besar, baik dengan program yang dikeluarkan bekerja sama dengan pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat maupun dalam menyalurkan kredit komersialnya seperti Kredit Usaha Mikro.

Seiring dengan berkembangnya perekonomian Jambi menuntut perkembangan jasa keuangan khususnya perbankan untuk membuka cabang/unit di daerah. Sampai dengan tahun 2011 tercatat 282 unit kantor bank, terdiri dari kantor pusat sebanyak 1 unit, kantor cabang 48 unit, kantor cabang pembantu 200 unit, dan kantor kas sebanyak 33 unit. Jumlah ini naik sebesar 18.99 persen dibanding tahun 2010. Meningkatnya jumlah perbankan diiringi dengan meningkatnya posisi giro maupun posisi pinjaman, serta deposito rupiah dan valas bank umum. Untuk mendukung perekonomian kecil dan menengah masih diperlukan pemberdayaan perkoperasian. Jumlah koperasi di Provinsi Jambi tahun 2011 sebanyak 3 306 unit. Pada Tabel 5 terlihat jumlah lembaga keuangan yang terdapat di Provinsi Jambi pada tahun 2011.

Tabel 5 Jumlah lembaga keuangan di Provinsi Jambi, tahun 2011

Lembaga keuangan Jumlah (unit)

Bank

Koperasi Unit Desa (KUD) Koperasi Non KUD

282 347 2 959

Sumber: BPS Provinsi Jambi (2012)

Karakteristik Responden Karet Rakyat di Provinsi Jambi

Karakteristik responden akan membantu menggambarkan kondisi pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi. Karakteristik petani akan diidentifikasi berdasarkan umur, pendidikan, pengalaman usahatani, jumlah anggota keluarga dan luas lahan usahatani karet rakyat yang dikelola. Jumlah petani yang terpilih menjadi responden sebanyak 100 orang yang terdiri dari 50 orang di Kabupaten Batanghari dan 50 orang di Kabupaten Bungo. Perbedaan dalam saluran

(12)

37 pemasaran karet menjadi penentu utama dalam memilih petani responden. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan tingkat produksi relatif tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya, selain itu lokasi perkebunan karet yang berbeda terhadap akses pasar, ketersediaan alternatif pasar yang berbeda yakni pasar lelang karet (PLK) aktif dan lokasi pabrik crumb rubber. Identitas petani responden terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Identitas responden petani karet rakyat di Provinsi Jambi, tahun 2013 No. Keterangan Jumlah petani (orang) Persentase

(%) 1. Kelompok umur (tahun)

25-39 40-54 > 54 51 41 8 51 41 8 Jumlah 100 100 2. Tingkat pendidikan Tidak Tamat SD SD SMP SMA S1 15 37 27 20 1 15 37 27 20 1 Jumlah 100 100

3. Jumlah anggota keluarga (orang) 2 3 4 > 5 13 25 33 29 13 25 33 29 Jumlah 100 100

4. Pengalaman usahatani (tahun) < 10 10 – 20 > 20 8 62 25 8 62 25 Jumlah 100 100

5. Luas lahan petani (Ha) 1.0 1.5-2.0 > 2.0 6 36 58 6 36 58 Jumlah 100 100

Pada tabel 7 menunjukkan identitas petani karet berdasarkan umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengalaman usahatani dan luas lahan yang dimiliki petani. Berdasarkan hasil penelitian pada seluruh responden di wilayah penelitian memperlihatkan petani karet di Provinsi Jambi sebagian besar (51%) berusia antara 25 sampai 39 tahun, hal ini mengindikasikan bahwa petani karet masih tergolong usia produktif, dengan tingkat pendidikan yang masih cukup rendah yaitu sebagian besar tamat SD (37%). Tingkat pendidikan tidak tamat SD ditemukan pada petani karet di Provinsi Jambi sebesar 15 persen, sedangkan

Referensi

Dokumen terkait

Norma pembatasan upaya hukum kasasi terhadap sengketa TUN dalam ketentuan Pasal 45A ayat (2) huruf c Undang-Undang MA bersifat multi-tafsir, sehingga harus direvisi

Bonus: 10 Files, termasuk 3 Files Microsoft Office Excel 97-2003 Worksheet/Lotus 1-2-3 (Transition) PERUM DAMRI 2015 (sebagai MASTER UTAMA ) yang disusun sesederhana

Secara istilah (terminology), dikotomi didefiniskan sebagai pemisahan antara ilmu dan agama yang kemudian berkembang menjadi fenomena-fenomena dikotomik yang lain, seperti dikotomi

Pada penulisan karya ilmiah ini hanya sebatas melakukan kajian literatur dengan model penelitian library research yang bertujuan untuk mengetahui konvergensi media yang dilakukan

Wanita yang akan menjalani evakuasi darurat dari mola hidatidosa dapat dalam keadaan hipertiroid dan memiliki resiko terjadi badai tiroid.. Obat antitiroid dan

Batang dipangkas pada ketinggian 30 – 50 cm pada akhir musim kering (Ty et al. Hasil tahunan sangat bervariasi sesuai dengan tapak dan kondisi pengelolaan. Kayu bakar digunakan

Dalam pengelolaan aktif, Manajer Investasi memiliki tantangan untuk menghasilkan kinerja yang unggul yang, mengalahkan kinerja benchmark secara konsisten sepanjang waktu

Tindakan ini bertujuan agar pasien dibatasi pergerakannya karena dapat mencederai orang lain atau dicederai orang lain, Bila tindakan isolasi tidak bermanfaat dan perilaku pasien