• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTEGRASI PASAR DAN DAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KAKAO INDONESIA A R I Y O S O A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTEGRASI PASAR DAN DAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KAKAO INDONESIA A R I Y O S O A"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

A R I Y O S O A 14104520

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

ARIYOSO. Integrasi Pasar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia. Di bawah Bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS.

Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan serta dikelola secara baik. Kakao merupakan salah satu komoditas yang diperdagangkan di lantai bursa komoditi Indonesia, karena tujuan dari keberadaan bursa komoditi sebenarnya adalah untuk mendorong terbentuknya harga acuan di dalam negeri. Selama belum terbentuk bursa komoditi Indonesia, harga jual komoditi mengacu pada bursa yang ada di luar negeri. Disamping itu, penetapan harga di bursa juga harus memperhatikan informasi pasar perdagangan fisik. Hingga saat ini bursa komoditi Indonesia masih menghadapi kendala mendasar yaitu harga kakao masih ditentukan oleh bursa komoditi New York. Hal tersebut mengakibatkan posisi Indonesia sebagai Negara penghasil komoditi hanya menjadi penerima harga (price taker).

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor apa saja yang signifikan mempengaruhi harga kakao Indonesia serta melihat integrasi pasar antara pasar spot kakao Makassar yang menjadi acuan harga di Indonesia dengan pasar bursa berjangka NYBOT di New York.

Lokasi penelitian tidak ditentukan karena data bersifat sekunder dan berasal dari sumber-sumber yang mudah diperoleh. Waktu penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2009. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga kakao di Indonesia berdasarkan data-data yang diperoleh digunakan analisis regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil (least square method), sedangkan untuk melihat integrasi pasar antara pasar spot Makassar dengan bursa NYBOT digunakan indeks keterkaitan pasar (keterpaduan pasar).

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap harga kakao Indonesia adalah harga kakao di NYBOT, konsumsi dunia, dan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika

(3)

Hasil analisis integrasi pasar yang dilakukan mengindikasikan bahwa tidak terdapat keterkaitan (keterpaduan) dalam jangka pendek atau terintegrasi lemah, hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien sebesar 0,67. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar spot Makassar dengan bursa berjangka NYBOT terpadu dalam jangka pendek, kesimpulan tersebut diperkuat dengan nilai t-hitung sebesar -4,93 yang mengindikasikan penolakan terhadap hipotesis nol (H0 : β2 = 1). Nilai

koefisien b2 pada pasar spot Makassar signifikan pada selang kepercayaan 95%,

ini ditunjukkan dengan nilai t-hitung > t-tabel (6,57 > 1,645).

Sementara itu dalam jangka panjang, IMC yang diperoleh dari kedua koefisien tersebut adalah sebesar 3,71, artinya berdasarkan nilai IMC bahwa terdapat integrasi lemah dalam jangka panjang. Hal ini diperkuat dengan nilai t-hitung sebesar 5,2 yang mengindikasikan bahwa terdapat cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol (IMC = 0).

(4)

Oleh ARIYOSO

A14104520

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

Nama : Ariyoso NRP : A 14104520 Menyetujui, Dosen Pembimbing Muhammad Firdaus, PhD NIP. 19730105 199702 001 Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr

NIP. 19571222 198203 1 002

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “INTEGRASI PASAR DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KAKAO INDONESIA” BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG MENYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2010

Ariyoso

(7)

Penulis dilahirkan di Ketapang, Kalimantan Barat pada tanggal 27 Juni 1983 dari ayah Yusmarto dan Ibu Rusiah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Masa pendidikan penulis dimulai dari TK Bhayangkari pada tahun 1988. Pada tahun 1989 penulis memasuki jenjang Sekolah Dasar di SD Negeri 07 Ketapang sampai tahun 1995. Tahun 1994 – 1998, penulis memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Ketapang. Kemudian pada tahun 1998 – 2001, penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 3 Ketapang.

Tahun 2001 penulis diterima di Program Diploma III Program Studi Higiene Makanan, Jurusan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Lulus pada Tahun 2004. Pada tahun yang sama dan pada perguruan tinggi yang sama penulis diterima di Program Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam penelitian ini adalah Perdagangan Internasional, dengan judul Integrasi Pasar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap harga kakao di Indonesia dan melihat integrasi pasar antara pasar spot kakao Makassar dengan bursa berjangka NYBOT (New York Board of Trade) yang berkedudukan di New York.

Tak ada gading yang tak retak. Penulisan skripsi ini belumlah sempurna. Penulis menyadari bahwa kajian ini masih harus diperluas dan menerima banyak masukan agar lebih baik lagi. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan berbagai pihak yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung.

Bogor, Januari 2010

Ariyoso

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis menghaturkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain:

1. Bapak M. Firdaus, PhD selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berarti baik sebelum, sesudah, dan selama penyusunan skripsi.

2. Keluarga tercinta: Mama, Bapak, adikku Irwan Julianto atas kasih saying, doa, dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis baik moril dan materil.

3. Ibu Tanti Novianti selaku dosen evaluator kolokium yang telah memberikan arahan ketika penyusunan proposal penelitian.

4. Ibu Dr. Ir. Rita N. Suryana, MS sebagai dosen penguji sidang atas saran masukannya dalam perbaikan dan penyempurnaan materi skripsi.

5. Bapak Rahmat Yanuar, SP, M.Si sebagai dosen penguji sidang dari komisi pendidikan atas koreksi yang telah diberikan bagi penyempurnaan isi skripsi. 6. Kekasihku tercinta Elis Kholifa atas semangatnya dalam mendorong

penyelesaian skripsi ini.

7. Hudori selaku pembahas seminar atas masukannya pada saat seminar hasil. 8. Taufan S. Nusantara atas ide dan dorongannya serta informasi yang telah

diberikan.

9. Rekan-rekan asrama Kalimantan Barat Bogor yang telah mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman satu angkatan terutama Alfa Febrianto, Asep Ali Akbar, Yayan Muhammad Ahyani, dan Wan Aswan Cahyadi atas semangat seperjuangannya dalam menyelesaikan skripsi.

11. Pihak-pihak lain yang tidak bias disebutkan satu persatu dalam tulisan ini yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 6

1.2.Perumusan Masalah ... 7

1.3.Tujuan Penelitian ... 7

1.4.Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 7

1.5.Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Karakteristik Komoditi Kakao ... 8

2.2.Perkembangan Perdagangan Kakao ... 9

2.3.Konsumsi Kakao ... 11

2.4.Bursa Komoditi Indonesia... 12

2.5.The New York Board of Trade (NYBOT) ... 14

2.6.Perdagangan Berjangka dan Opsi Kakao ... 15

2.7.Mekanisme Penetapan Harga Berjangka ... 16

2.8.Kontrak Berjangka di NYBOT ... 18

2.9.Hasil Penelitian Terdahulu ... 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.1.1. Teori Dasar Perdagangan Internasional ... 23

3.1.2. Teori Tentang Harga ... 25

3.1.3. Permintaan (demand) ... 27

3.1.4. Penawaran (supply) ... 28

3.2.Kerangka Pemikiran Konseptual... 28

3.3.Hipotesis ... 31

IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.2.Jenis dan Sumber Data ... 34

4.3.Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 34

4.4.Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) ... 35

4.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia... 39

4.5.1. Metode Kuadrat Terkecil (least square method) ... 39

4.5.2. Evaluasi Model Penduga ... 39

4.6.Definisi Operasional Variabel ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makasar dan Bursa Berjangka NYBOT ... 44

(11)

5.1.1. Integrasi Pasar Jangka Pendek ... 46

5.1.2. Integrasi Pasar Jangka Panjang ... 46

5.2.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia... 47

5.2.1. Harga Kakao NYBOT ... 50

5.2.2. Konsumsi Dunia ... 50

5.2.3. Impor Amerika Serikat ... 50

5.2.4. Nilai Tukar (kurs) Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat .... 51

5.2.5. Lag Produksi Dunia ... 51

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan ... 52

6.2.Saran ... 52

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Biji Kakao Dunia (ribu ton) ... 2 2. Konsumsi kako Dunia (ribu ton) ... 3 3. Komoditas yang Diperdagangkan di Bursa Komoditi Indonesia

Beserta Tempat dan Harga Acuannya ... 5 4. Hasil Analisis Integrasi Pasar Komoditi Kakao Antara Pasar Spot

Makassar dengan Pasar Bursa Berjangka NYBOT ... 45 5. Hasil Dugaan Analisis Regresi Model Double Log Harga Kakao

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Luasan Lahan Perkebunan Kakao dan Jumlah yang Menghasilkan (TM) .. 1 2. Proyeksi dan Konsumsi Kakao Dunia 2007 – 2011 ... 4 3. Grafik Fluktuasi Harga Bulanan Pada Perdagangan Berjangka di

Bursa Berjangka NYBOT selama 10 tahun ... 16 4. Kurva Perdagangan Internasional ... 24 5. Bagan Alur Kerangka konseptual ... 31

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Spesifikasi Kontrak Berjangka di The New York Board of

Trade (NYBOT) ... 56

2. Hasil Regresi Model Double Log Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia ... 57 3. Matriks Korelasi Pearson Pada Pengujian Multikolinearitas

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia ... 57 4. Matriks Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan Uji White

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia ... 58 5. Hasil Pengujian Indikasi Autokorelasi dengan Uji Breusch-Godfrey Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia ... 59 6. Hasil Pengujian Normalitas dengan Histogram Jarque-Berra pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia ... 60 7. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Integrasi Pasar Antara

Pasar Spot Makassar dengan Bursa berjangka NYBOT ... 61 8. Matriks Korelasi Pearson Pada Pengujian Multikolinearitas Integrasi Pasar Antara Pasar Spot Makassar dengan Bursa Berjangka NYBOT 61 9. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan Uji White Integrasi

Pasar Antara Pasar Spot Makassar dengan Bursa Berjangka NYBOT 62 10. Hasil Pengujian Indikasi Autokorelasi dengan Uji Breusch-Godfrey

Integrasi Pasar Antara Pasar Spot Makassar dengan Bursa Berjangka NYBOT ... 63 11. Hasil Pengujian Normalitas dengan Histogram Jarque-Berra Integrasi

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber bahan baku industri, dan sumber kebutuhan pokok serta penyumbang devisa bagi Negara. Sementara itu bagi Indonesia, kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang perlu mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian Indonesia.

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Komoditas kakao menempati peringkat ke tiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa Negara setelah komoditas karet dan CPO. Pada 2007 ekspor kakao mencapai US$ 975 juta atau meningkat 24,2 persen disbanding tahun sebelumnya. Areal Pertanaman kakao juga setiap tahun meningkat seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 2003 – 2006

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2007)

Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan serta dikelola secara baik.

(16)

Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku dan Sulawesi Tenggara. Di sisi lain situasi perdagangan kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi. Kondisi ini merupakan satu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan mengingat Indonesia merupakan Negara penghasil kakao terbesar ke tiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Tabel 1 menunjukkan jumlah produksi biji kakao dunia1.

Tabel 1. Produksi Biji Kakao Dunia (ribu ton)

Sumber : International Cocoa Organization (2007)

Walaupun sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia, perdagangan ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa hanya menduduki posisi ke enam yaitu dengan pangsa hanya 2,46 persen atau jauh di bawah kemampuan produksinya sekitar 16 persen dari total produksi dunia. Peningkatan ekspor yang signifikan pada tahun 2005 – 2006 merupakan akibat dari peningkatan volume ekspor yang tinggi dibarengi naiknya harga komoditas. Indonesia juga mempunyai posisi tawar yang lemah, yang disebabkan kurangnya informasi pasar, sehingga harga mudah berfluktuasi pada tingkat yang rendah. Tabel 2 menunjukkan kebutuhan konsumsi kakao di dunia yang didominasi oleh Eropa.

1The International Cocoa Organization, Peramalan Produksi Dunia, Grinding dan Stok biji kakao tahun 2004/2005, Quarterly Bulletin of Cocoa Statistiks, Vol. XXXIV, No.3, kakao tahun 2007/08

(17)

Tabel 2. Konsumsi Kakao Dunia (ribu ton)

Sumber: International Cocoa Organization (2007)

Pada tahun 2011 produksi kakao dunia diperkirakan mencapai 4,05 juta ton atau tumbuh melambat menjadi 1,9 persen rata-rata per tahun dari tahun 2007 hingga tahun 2011. Hal ini diakibatkan oleh makin tingginya ketidakseimbangan iklim global yang pada akhirnya akan menyebabkan rendahnya produktivitas kakao. Selain itu melambatnya pertumbuhan produksi kakao juga disebabkan oleh masalah regulasi politik yang terjadi pada Negara-negara produsen utama. Beberapa permasalahan yang menghambat produksi kakao Indonesia antara lain adalah umur tanaman kakao yang sudah sangat tua (lebih dari 25 tahun), beban pajak ekspor kakao olahan yang tinggi sebesar 30 persen dibandingkan tariff impor produk kakao sebesar 5 persen telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus menyusut, hal tersebut menyebabkan pedagang (terutama

trader asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao non olahan.

Selain itu permasalahan serangan hama penggerek buah (PBK) serta pengelolaan yang sebagian besar masih secara tradisional juga ikut memberikan andil terhadap rendahnya produktivitas kakao Indonesia. Pengelolaan kakao yang masih didominasi oleh perkebunan rakyat menyebabkan 85 persen produk kakao Indonesia tidak difermentasi sehingga impor kakao Indonesia ke Negara-negara

(18)

Eropa sangat kecil karena pada umumnya Eropa mengimpor produk kakao olahan yang telah difermentasi.

Konsumsi kakao dunia pada tahun 2011 diperkirakan akan lebih tinggi dari produksi yang mencapai 4,1 juta ton. Pertumbuhan rata-rata sepanjang tahun 2007 hingga tahun 2012 diperkirakan mencapai 2,7 persen per tahun. Diperkirakan dalam jangka panjang akan terjadi defisit kakao dunia sekitar 10 hingga 50 ribu ton setiap tahun akibat makin tingginya konsumsi2. Fenomena tersebut seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Proyeksi dan Konsumsi Kakao Dunia Tahun 2007 – 2011

Sumber : International Cocoa Organization (2008)

Kakao merupakan salah satu komoditas yang diperdagangkan di lantai bursa komoditi Indonesia, karena tujuan dari keberadaan bursa komoditi sebenarnya adalah untuk mendorong terbentuknya harga acuan di dalam negeri. Selama belum terbentuk Bursa Komoditi Indonesia, harga jual komoditi mengacu pada bursa yang ada di luar negeri. Tetapi setelah terbentuk bursa komoditi Indonesia, diharapkan Indonesia bisa menjadi price maker dalam perdagangan global komoditi. Disamping itu, penetapan harga di bursa juga harus memperhatikan informasi pasar perdagangan fisik. Hingga saat ini bursa komoditi Indonesia masih menghadapi kendala mendasar yaitu harga komoditas masih mengacu pada harga transaksi di bursa luar negeri, misalnya harga CPO mengacu kepada Malaysia, harga timah mengacu ke Singapura, harga kopi mengikuti harga di London, sementara itu harga kakao masih ditentukan oleh bursa komoditi New York. Hal tersebut mengakibatkan posisi Indonesia sebagai Negara penghasil

(19)

komoditi hanya menjadi penerima harga (price taker). The London Financial

Futures Exchange (LIFFE) dan The New York Board of Trade (NYBOT)

merupakan lantai bursa perdagangan berjangka utama untuk komoditi kakao. Perdagangan pada bursa tersentralisasi ini dipercaya dapat meningkatkan transparansi pasar. Semua pedagang baik actual maupun potensial memiliki akses yang sama kepada harga yang terbentuk. Tabel 3 menunjukkan komoditas yang diperdagangkan di bursa komoditi berjangka Indonesia beserta tempat yang menjadi acuan dunia dalam pembentukan harga.

Tabel 3. Komoditas yang Diperdagangkan di Bursa Komoditi Indonesia Beserta Tempat dan Harga Acuannya.

Sumber : Departemen Perdagangan, Bappebti (2008)

Fluktuasi harga kakao tidak berbanding lurus dengan tingkat produksinya sebagaimana halnya yang terjadi dengan komoditas perkebunan lainnya. Kecenderungan jumlah produksi yang selalu meningkat tidak diikuti dengan peningkatan harga yang sesuai. Kecenderungan ini sebenarnya wajar terjadi, mengingat banyak hal yang mungkin mempengaruhi keputusan penentuan harga kakao dunia selain penawaran dan permintaan (supply and demand). Harga komoditas juga cenderung bersifat volatil, artinya selalu berubah dari hari ke hari.

(20)

Bahkan di tempat terjadinya transaksi seperti di lantai bursa perdagangan komoditas, harga berubah dari menit ke menit berdasarkan informasi pasar baru.

Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi kakao ini di masa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatkan pendapatan petani dan para pengusaha eksportir kakao dalam negeri perlu dilakukan, diantaranya dengan melihat integrasi pasar kakao di pasar spot Makassar dengan harga di pasar acuan yaitu bursa NYBOT dan kemudian dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga kakao di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Harga kakao umumnya tergantung pada faktor penawaran dan permintaan. Indonesia sebagai produsen kakao nomor tiga terbesar di dunia mengacu tingkat harga dari bursa komoditi Indonesia yang juga mengacu ke bursa berjangka NYBOT. Hal ini menyebabkan para petani dan pelaku ekspor di Negara produsen seperti Indonesia menunggu harga baru terbentuk, untuk kemudian menyesuaikan terhadap harga baru tersebut.

Mekanisme penentuan harga kakao di Indonesia diperoleh dari bursa New

York Board of Trade (NYBOT) cocoa futures markets di New York. Dengan

demikian para pelaku pasar kakao di Indonesia hanya mengikuti pembentukan harga dengan terlebih dahulu memberikan informasi perdagangan fisik berupa harga spot Makassar. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditi kakao Indonesia dapat berupa beberapa faktor diantaranya harga di bursa NYBOT, konsumsi dunia, jumlah impor Amerika Serikat sebagai salah satu pengimpor dan tempat pasar acuan harga, kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan jumlah produksi kakao pada tahun sebelumnya (lag produksi).

Perkembangan harga kakao merupakan aspek yang kompleks, karena banyak faktor yang saling mempengaruhi terbentuknya harga. Selama ini, faktor pasokan (supply) kakao relatif paling berpengaruh terhadap terbentuknya harga disamping faktor permintaan (demand)3. Kenyataan yang terjadi adalah adanya ketidak-sinkronan harga di pasar spot Makassar dengan harga yang terjadi di bursa berjangka NYBOT, Oleh karena itu penelitian ini akan membahas permasalahan yang secara lebih spesifik pada :

(21)

1. Apakah pasar kakao domestik spot Makassar terintegrasi dengan pasar bursa

New York Board of Trade (NYBOT)?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga kakao Indonesia?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian bertujuan untuk : 1. Menganalisis integrasi pasar (keterpaduan pasar) antara pasar kakao spot

Makassar dengan bursa New York Board of Trade (NYBOT),

2. Menganalisisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga kakao Indonesia.

1.3 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang diambil dari beberapa sumber. Data yang digunakan adalah data tahunan dan bulanan, sehingga tidak memperhitungkan fluktuasi harian seperti yang terjadi di lantai bursa. Perilaku spekulan di lantai bursa ini juga dianggap sangat berpengaruh tetapi tidak digunakan sebagai faktor-faktor yang dianalisis hubungannya karena keterbatasan data spekulasi di lantai bursa.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para petani maupun eksportir kakao dalam rangka mengantisipasi fluktuasi harga kakao dan meningkatkan efisiensi produksi. Selain itu, penulis mengharapkan dari penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya secara lebih mendalam.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Komoditi Kakao

Kakao seperti sejumlah minuman dan rempah-rempah eksotik, pada awalnya merupakan minuman mewah di pengadilan Aztec. Raja Aztec Montezuma yang dilaporkan pertama kali memperkenalkan minuman ini baru pada orang Spanyol ketika mereka mengunjungi pengadilannya pada tahun 1519. Untuk orang Aztec, chocolatl merupakan makanan untuk para dewa. Cairan itu sangat berharga di kekaisaran Aztec sehingga digunakan sebagai salah satu jenis mata uang. Peranannya yang sangat penting dalam pembangunan perdagangan merupakan awal pentingnya nilai kakao, dan selanjutnya kompleksitas dalam penentuan harganya. Sejarah kakao menunjukkan kekuatan harga di pasar kakao dan pentingnya sebuah pasar untuk melakukan negosiasi, mitigasi dan menyebarkan harga kakao pada masa depan perdagangan (New York Board of

Trade, 2004).

Cokelat atau kakao merupakan tanaman perkebunan industri berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951. Pemerintah Indonesia mulai menaruh perhatian dan mendukung industri kakao pada tahun 1975, setelah PTP VI berhasil menaikkan produksi kakao per hektar melalui penggunaan bibit unggul Upper Amazon

Interclonal Hybrid, yang merupakan hasil persilangan antara klon dan sabah.

Penduduk Maya dan Aztec di Amerika Selatan dipercaya sebagai perintis pengguna kakao dalam makanan dan minuman. Sampai pertengahan abad ke XVI, selain bangsa Amerika Selatan, hanya bangsa Spanyol yang mengenal tanaman kakao. Dari Amerika Selatan tanaman ini menyebar ke Amerika Utara, Afrika, dan Asia.

Klasifikasi botani tanaman kakao dapat digambarkan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Famili : Sterculiaceae Genus : Theobroma

(23)

Pohon kakao yang merupakan tanaman tropis hanya berkembang di tempat yang panas, beriklim hujan dengan budidaya umumnya dilakukan di daerah-daerah yang tidak lebih dari 20 derajat khatulistiwa bagian Utara atau Selatan. Pohon kakao memerlukan waktu empat atau lima tahun setelah tanam untuk menghasilkan biji kakao dan dari delapan sampai sepuluh tahun untuk mencapai produksi maksimal. Penanaman kakao membutuhkan kondisi ideal yang konsisten dengan keseimbangan musim hujan dan banyak sinar matahari seperti di Kosta Rika, panen dapat terus berlanjut pada dasarnya hampir setiap bulan. Negara-negara dengan musim kering dan basah yang terpisah bisaanya melakukan panen sebanyak dua kali setahun.

Jenis kakao yang terbanyak dibudidayakan adalah jenis Criollo yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan serta Forastero, dan Trinitario. Jenis Criollo menghasilkan biji kakao bermutu sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia, fine flavor cocoa, choiced cocoa atau edel cocoa. Jenis Forastero menghasilkan biji kakao bermutu menengah dan dikenal sebagai ordinary cocoa atau bulk cocoa. Jenis Trinitario yang merupakan hibrida alami dari Criollo dan

Forastero sehingga menghasilkan biji kakao yang dapat termasuk fine flavor cocoa atau bulk cocoa. Jenis Trinitario yang banyak ditanam di Indonesia adalah

Hibrid Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybrida atau yang bisaa disebut dengan kakao lindak (Departemen Perindustrian, 2007).

2.2 Perkembangan Perdagangan Kakao

Delapan Negara utama produsen kakao adalah pantai Gading (lebih dari 40 persen); Ghana (15 persen); Indonesia (14 persen); Nigeria (5 persen); Brazil (4 persen); Kamerun (4 persen); Ekuador (3 persen); Malaysia (2 persen), sedangkan Negara lainnya menghasilkan 9 persen. Kakao yang diproduksi di Indonesia telah lama dikenal sebagai standar dasar untuk kualitas kakao. Pesaing Indonesia di pasar Uni Eropa cukup banyak dan datang dari Negara-negara yang memperoleh fasilitas bea masuk, seperti Pantai Gading yang menguasai hampir setengah (41,54 persen) dari pasokan yang dibutuhkan Uni Eropa, Ghana, Nigeria, Kamerun, Brazil, Ekuador, dan Swiss. Swiss merupakan Negara beneficiaries dari

(24)

Fasilitas yang diperoleh melalui skema GSP tersebut tidak sama antara satu Negara dengan Negara lainnya. Negara produsen kakao yang merupakan Negara miskin akan memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk. Sementara Negara lain seperti Indonesia yang masuk dalam kelompok Negara berkembang hanya memperoleh pengurangan tariff sebesar 3,5 persen dari tariff yang berlaku umum (most favoured nations). Disamping itu perlakuan khusus juga diberikan bagi Negara Swiss dan Norwegia yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa. (New York Board of Trade, 2004).

Jenis kakao yang terbanyak diimpor oleh Uni Eropa adalah biji kakao yang telah difermentasi. Besarnya permintaan ini berkaitan langsung dengan tingginya permintaan biji kakao fermentasi dari industri coklat di Negara anggota. Untuk memasok biji kakao, industri cokelat juga telah menetapkan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh Negara importir antara lain standar mutu biji, persyaratan kesehatan, lingkungan dan yang paling penting dari semuanya itu, biji kakao tersebut harus difermentasikan terlebih dahulu sebelum diekspor. Indonesia hanya mengimpor kakao dalam jumlah sedikit ke Eropa yaitu 2,46 persen dari jumlah produksi, karena selain mutu kakao yang rendah, 85 persen kakao Indonesia juga masih dalam bentuk mentah dan belum difermentasi.

Sebagian besar hasil perkebunan kakao Indonesia diekspor dalam bentuk bahan mentah, namun di dalam negeri juga terdapat industri pengolahan kakao yang sebagian besar berada di pulau Jawa. Karakteristik pertumbuhan kakao jauh lebih sedikit daripada kapas atau gula dan merupakan kontributor utama untuk fluktuasi harga. Selain itu konsentrasi produksi di dua Negara seperti Pantai Gading dan Ghana dengan jumlah sekitar 55 persen dari produksi dunia, juga berarti situasi sosial atau politik maupun situasi tenaga kerja dapat menciptakan masalah besar dalam ketidakpastian pasokan kakao yang secara langsung akan mempengaruhi harga.

Negara tujuan impor terbesar Indonesia adalah Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Brazil, dan Perancis. Jumlah total impor kakao Amerika Serikat pada tahun 2007 adalah sebesar 355.135 ton, dari total ekspor tersebut sebesar 28 persen diekspor ke Amerika Serikat. Komoditi yang diekspor dari Indonesia lebih banyak berupa biji kakao yang belum difermentasi (cocoa beans) untuk diolah di

(25)

Negara tujuan menjadi produk cokelat olahan. Sedangkan ekspor Indonesia ke Malaysia adalah sebesar 25 persen untuk dijadikan kakao fermentasi.

2.3 Konsumsi Kakao

Kebutuhan kakao dalam negeri masih dianggap sedikit, yaitu sekitar 250.000 ton per tahun, sementara produksi kakao Indonesia mencapai 445.000 ton per tahun. Sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia, ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa hanya menduduki posisi ke-6 yaitu dengan pangsa hanya 2,46 persen atau jauh di bawah kemampuan produksinya sekitar 1/6 dari total produksi dunia. Kakao dan produk kakao dari Negara-negara tersebut menjadi sangat berdaya saing karena memiliki fasilitas bebas bea masuk jika dibandingkan kakao Indonesia. Kakao yang diimpor Uni Eropa dari Negara berkembang kemudian diolah menjadi berbagai komoditi berbeda. Produk hasil olahan kakao tersebut kemudian diekspor kembali ke berbagai Negara asal bahan mentahnya termasuk Indonesia. Pada umumnya produk olahan kakao yang diekspor kembali oleh Uni Eropa adalah cokelat dan produk makanan yang mengandung cokelat. Namun disamping produk olahan kakao, diantara Negara Uni Eropa juga terjadi perdagangan ekspor biji kakao untuk keperluan industri pengolahan yang membutuhkan kakao sebagai bahan bakunya.

Pada sisi permintaan, Negara maju dengan tingkat pendapatan tinggi merupakan pengolah dan konsumen produk-produk berbasis kakao. Jumlah kakao untuk dikonsumsi biasanya digunakan untuk mengukur tren konsumsi. Belanda telah memiliki sejarah pengolahan terkenal dalam produksi kakao, sekitar 15 persen dari produksi kakao tahunan dunia. Amerika Serikat hampir sama dalam beberapa tahun terakhir. Substitusi mentega kakao dalam proses manufaktur di Eropa, adalah pada produk non makanan seperti kosmetik dan rasa yang populer, juga merupakan faktor yang mempengaruhi pasokan maupun siklus permintaan.

Berdasarkan laporan statistik Eurostat (2006), segmentasi konsumen utama di Uni Eropa (UE-25) untuk produk kakao dapat digambarkan sebagai berikut: Belanda dengan share impor 15 persen dan diikuti oleh Jerman dengan

share impor 14,5 persen, Belgia dengan share impor 11,9 persen, Perancis dengan share impor 9,9 persen, Italia dengan share impor 3,9 persen, Inggris dengan

(26)

share 3,6 persen, dan lain-lain. Namun demikian perlu juga dicatat bahwa

Negara-negara utama yang merupakan segmen pasar terbesar di UE-25 tidak mengkonsumsi seluruh produk tersebut di dalam negeri tetapi sebagian diekspor kembali ke Negara anggota UE-25 lainnya baik dalam bentuk bahan baku maupun dalam bentuk produk jadi seperti cokelat dan makanan mengandung cokelat.

Konsolidasi di beberapa tingkatan industri kakao mengubah praktik inventarisasi, dan kemauan dalam privatisasi pada Negara-negara produsen kunci di Afrika Barat telah menggabungkan antara ketidakpastian tradisional yang terkait dengan penentuan harga kakao. Pasar komoditi kakao berjangka New York

Board of Trade (NYBOT) memberikan perkembangan industri dengan

kemampuan pengelolaan risiko yang kuat, diantaranya dengan kegiatan lindung nilai (hedging) (New York Board of Trade, 2004).

2.4 Bursa Komoditi Indonesia

Pemerintah membentuk bursa komoditi Indonesia yang secara teknis bursa ini berada di bawah pengawasan Departemen Perdagangan, sedangkan untuk masalah keuangan berada di bawah naungan Departemen Keuangan. Bursa Komoditi Indonesia melakukan perdagangan berjangka. Ada beberapa alasan yang mendasari pemerintah Indonesia membentuk Bursa Komoditi Indonesia, yaitu:

 Perubahan lingkungan strategis seperti globalisasi,

 Kesepakatan dalam jangka WTO, AFTA, APEC,

 Berkurangnya peran perjanjian komoditi internasional,

 Berubahnya kebijakan deregulasi dan debirokratisasi oleh pemerintah,

 Merangsang produktivitas komoditi dan meningkatkan kegiatan ekspor non migas agar bisa bersaing di pasar global,

 Pemerintah menganggap perlu adanya berbagai fasilitas penunjang yang dapat menjembatani kepentingan produksi dan kepentingan ekspor.

Manfaat bursa komoditi Indonesia yang dibentuk pemerintah sejak tahun 1986 adalah sebagai sarana pengelolaan risiko. Salah satu ciri barang komoditi yang diperdagangkan di bursa adalah harga komoditi yang bersangkutan sering mengalami gejolak. Fluktuasi harga barang komoditi karena perubahan kondisi

(27)

perekonomian membuat para pelaku bursa ini melakukan mekanisme hedging dengan tujuan melindungi aktiva dan/atau kewajiban agar posisi mereka tetap berada di kondisi Break Even Point (BEP).

Fungsi dari Bursa Komoditi Indonesia antara lain adalah sebagai berikut:

Sarana Pembentukan Harga

Selama belum terbentuk Bursa Komoditi Indonesia adalah kecilnya perbedaan antara harga bid dan offer dari suatu komoditi yang diperdagangkan di bursa. Selain hal tersebut, cepat dan mudahnya pelaksanaan transaksi di bursa juga menjadi ukuran efisiensi pasar.

Informasi Pasar

Informasi pasar yang dibutuhkan para pelaku pasar berjangka komoditi antara lain informasi tentang harga, produksi, konsumsi, volume perdagangan dan juga perkiraan (ekspektasi) pasar dari komoditi yang diperdagangkan di bursa semakin transparan dan bersaing. Semakin banyak informasi diketahui orang, maka akan membuat mereka mampu mengantisipasi pembentukan harga komoditi di pasar.

Lindung Nilai

Pada dasarnya, harga komoditi primer sering berfluktuasi karena ketergantungannya pada faktor-faktor yang sulit dikuasai seperti kelainan musim, bencana alam, dan lain-lain. Dengan kegiatan lindung nilai menggunakan kontrak berjangka, mereka dapat mengurangi sekecil mungkin dampak (risiko) yang diakibatkan gejolak harga tersebut.

Pembentukan Harga

Sebagai sarana pembentukan harga yang transparan dan wajar, yang mencerminkan kondisi pasokan dan permintaan yang sebenarnya dari komoditi yang diperdagangkan. Hal ini dimungkinkan karena transaksi hanya dilakukan oleh atau melalui anggota bursa, mewakili nasabah atau dirinya sendiri. Artinya, antara pembeli dan penjual kontrak berjangka tidak saling kenal/mengetahui secara langsung. Harga yang terjadi di bursa umumnya dijadikan sebagai harga acuan (reference price) oleh dunia usaha, termasuk petani dan produsen/pengusaha kecil, untuk melakukan transaksi di pasar fisik.

(28)

Marjin yang telah ditetapkan berlaku untuk periode waktu tertentu, dan dapat diubah sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Selain itu ada biaya komisi yang dikenakan oleh pialang berjangka, yang besaran minimumnya ditetapkan bursa atas persetujuan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI, 2007).

2.5 The New York Board of Trade (NYBOT)

The New York Board of Trade (NYBOT) merupakan salah satu bursa

komoditi terdepan di dunia dan dilengkapi dengan transaksi penentuan harga baik domestik dan internasional bagi produk-produk pertanian. NYBOT mendapatkan keuntungan dengan menyediakan informasi harga kepada para anggotanya. Ketersediaan data dan penyebarannya merupakan inti dari bisnis NYBOT. Ketika transaksi terjadi di lantai perdagangan NYBOT, maka harga akan segera dikirim kepada para pedagang yang ditunjuk, yang kemudian akan menunjukkan data ke seluruh dunia. NYBOT juga memiliki sistem grading untuk produk-produknya, sehingga memerlukan tempat penampungan pada gudang-gudang yang ditunjuk dan menyediakan data mengenai aktivitas tersebut kepada para anggotanya. Apalagi NYBOT bahkan merekam segala aktivitas tersebut dalam rangka memenuhi regulasi dari komisi perdagangan berjangka komoditi (commodity

futures trading commission).

NYBOT merupakan anak perusahaan dari ICE (intercontinental exchange) yang merupakan pasar perdagangan komoditi secara fisik yang terletak di kota New York. Setelah penggabungan usaha tersebut, maka New York Board of Trade adalah merupakan perusahaan privat. Perdagangan di lantai bursa NYBOT diatur oleh commodity futures trading commission, suatu badan independen dari pemerintah Amerika Serikat. Komoditi yang diperdagangkan di NYBOT antara lain adalah kakao, kopi, katun, etanol, bubur kayu (wood pulp), gula (domestik), gula (dunia), dan jus jeruk (konsentrat beku).

Sebelum ditemukannya mekanisme perdagangan berjangka di NYBOT, harga pasar kopi atau kakao, sebagai contohnya merupakan subjek bagi goncangan harga ekstrim. Ketimpangan dan bagian-bagian pada keseimbangan penawaran dan permintaan dapat menyebabkan perubahan harga yang sangat

(29)

nyata yang dapat suatu ketika menyebabkan ancaman bagi stabilitas ekonomi dari seluruh segmen industri. Untuk memberikan beberapa pemecahan pada masalah pembentukan harga dari beberapa komoditi yang diperdagangkan di pasar, para pedagang mengorganisasi suatu pusat pemasaran dimana mereka dapat bertemu dan bertransaksi, suatu tempat dimana mereka dapat bernegosiasi secara terbuka dan adil dan beberapa risiko dari fluktuasi harga dapat dikelola secara lebih efektif.

Para pedagang di lantai bursa tidak hanya membeli dan menjual persediaan kopi atau kakao dalam pertukaran, namun mereka memperdagangkan kontrak berjangka pada komoditi. Dengan menyusun standar perjanjian kontrak legal dan perdagangan (ukuran dan standar komoditi serta perjanjian pengangkutan), para pembeli dan penjual dapat bernegosiasi melalui satu-satunya variabel yaitu harga. Kontrak berjangka menjadi fokus dari negosiasi bagi harga pasar yang disepakati secara umum dari standar pengukuran komoditi yang digaris-bawahi untuk diberikan pada tanggal berjangka tertentu. Pembelian dan penjualan kontrak berjangka menyediakan informasi kepada industri suatu proses pembentukan harga yang dapat dipercaya. Hal tersebut memungkinkan para partisipan industri yang rentan terhadap volatilitas harga tinggi dalam rangka menegosiasikan harga pasar berjangka terbaik dan untuk mengunci harga sebagai antisipasi perubahan harga ke depan (New York Board of Trade, 2004).

(30)

2.6 Perdagangan Berjangka dan Opsi Kakao

Karakteristik produksi kakao berkontribusi bagi siklus harga jangka panjang. Dengan kata lain, sulit untuk menyesuaikan kondisi pasokan terhadap permintaan secara cepat. Surplus atau kekurangan dapat mengakibatkan fluktuasi harga yang tajam panjang jauh sebelum pasar uang dapat menyesuaikan persediaan kakao. Oleh karena itu, pasar berjangka NYBOT menyusun daftar kontrak perdagangan untuk lebih dari 18 bulan kemudian.

Perubahan yang besar pada harga kakao bisaanya lebih besar dari ukuran marjin keuntungan rata-rata sepanjang rantai pemasaran. Misalnya, dari bulan Desember 2001 sampai April 2002, harga kontrak berjangka kakao melonjak lebih dari 50 persen. Kerugian di sepanjang rantai pemasaran kakao bisaanya merupakan transaksi yang tidak dilindungi dengan hedging.

Menilai besarnya risiko dan kemudian mengembangkan dan melaksanakan strategi manajemen risiko yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bisnis. Dengan mengetahui sejarah dan besarnya frekuensi perubahan harga merupakan komponen utama dari perencanaan manajemen risiko. Gambar 3 menunjukkan grafik selama sepuluh tahun dari harga berjangka kakao yang memberikan gambaran yang jelas dari kecenderungan harga pasar bagi perdagangan jangka panjang.

Gambar 3. Grafik Fluktuasi Harga Bulanan pada Perdagangan Berjangka di Bursa Berjangka NYBOT Selama 10 Tahun.

(31)

2.7 Mekanisme Penetapan Harga Berjangka

Kontrak berjangka kakao adalah kesepakatan untuk membeli atau menjual sejumlah biji kakao pada waktu yang akan datang, dengan harga yang disetujui ketika akan memasuki tahap kontrak. Kontrak berjangka kakao hanya diperdagangkan dalam dua bursa berjangka yaitu LIFFE di Inggris dan NYBOT di New York, Amerika Serikat.

Ketika menentukan harga kakao di lantai bursa, para partisipan pasar membandingkan harga berjangka sekarang terhadap harga spot yang dapat diharapkan jatuh pada kematangan kontrak berjangka. Sebagai hasilnya, harga berjangka mencerminkan konsensus yang dicapai oleh sejumlah besar partisipan pasar, dengan memberikan seluruh informasi yang ada baik itu mengenai hasil panen, tingkat persediaan dan distribusi geografis mereka serta prospek permintaan.

Kontrak berjangka kakao mempersyaratkan penyerahan satu lot kakao dengan kapasitas 10 ton biji kakao pada bulan Maret, Mei, Juli, September, dan Desember. Dua perbedaan besar yang dijumpai ketika membandingkan kontrak berjangka LIFFE dan NYBOT antara lain: (1) kontrak New York diperdagangkan dalam Dollar Amerika Serikat, sedangkan kontrak bursa London dalam Poundsterling; dan (2) kontrak New York meminta kakao dengan grade yang lebih rendah daripada kontrak bursa London.

Pada umumnya kontrak berjangka kakao tidak diganti guna mengamankan pengadaan penjualan biji kakao pada batas kadaluarsa, menjadi pembeli atau para

trader di NYBOT dan LIFFE pada tahap akhir. Kontrak berjangka kakao

diperdagangkan untuk memberikan mekanisme penentuan harga yang terpusat dan fungsi penjaminan harga kepada para partisipan pasar. Mekanisme penentuan harga merupakan proses dimana pembeli dan penjual mengadakan negosiasi kontrak yang termasuk penentuan harga, kualitas, waktu, dan tempat delivery, serta syarat dan kondisi pembayaran. Pada pasar berjangka proses ini distandarisasi secara khusus dan transparan dibandingkan terhadap pasar spot atau tempat komoditi berasal. Pada kenyataannya, untuk mengadakan transaksi, para partisipan pasar berjangka menempatkan pesanan mereka melalui para trader di lantai bursa yang berwenang yang pada gilirannya akan menyampaikan semua

(32)

informasi ini guna pertukaran tempat transaksi. Penukaran tempat transaksi jauh dari meyakinkan kondisi pasar, hubungan antara sejumlah kontrak berjangka yang terjual dan yang dibeli, diungkapkan dalam bentuk informasi aslinya pada kontrak berjangka, jumlah kontrak berjangka (volume) dan jumlah peminat kontrak (open

interest). Hal ini berbeda dengan yang terjadi di pasar spot, dimana

ketentuan-ketentuan kontrak tidak diketahui oleh sebagian besar partisipan pasar. Fungsi lain dari pasar berjangka adalah fungsi penjamin harga. Pasar berjangka memberikan suatu mekanisme yang bisaanya mengindikasikan kegiatan lindung nilai (hedging), dimana risiko-risiko yang terjadi di pasar spot dapat dikurangi (Nardella, 2007).

2.8 Kontrak Berjangka di Bursa NYBOT

Kontrak berjangka atau juga dikenal dengan sebutan futures contract dalam dunia keuangan merupakan suatu kontrak standar yang diperdagangkan pada bursa berjangka, untuk membeli ataupun menjual aset acuan dari instrumen keuangan pada suatu tanggal di masa yang akan datang, dengan harga tertentu. Tanggal di masa yang akan datang tersebut dikenal dengan istilah tanggal penyerahan atau dikenal juga dengan istilah delivery date atau tanggal penyelesaian akhir (final settlement date). Harga tertentu disebut dengan istilah kontrak berjangka (futures price). Harga dari aset acuan pada tanggal penyerahan disebut dengan istilah harga penyelesaian (settlement price).

Suatu kontrak berjangka menimbulkan kewajiban kepada pemegang kontrak guna melaksanakan pembelian atau penjualan dimana berbeda dengan kontrak opsi yang memberikan hak dan bukan kewajiban. Pada kontrak berjangka ini, kedua belah pihak wajib untuk melaksanakan kewajiban masing-masing pada tanggal penyelesaian, dimana trader akan menyerahkan komoditi yang dijadikan asset acuan kepada pembeli dan pembeli wajib membeli dengan harga penyelesaian yang telah disepakati. Apabila kontrak berjangka dilakukan dengan cara penyelesaian tunai dan tanpa penyerahan barang, maka pelaku perdagangan berjangka yang mengalami kerugian wajib untuk melakukan transfer sejumlah uang tunai kepada pelaku perdagangan yang memperoleh keuntungan. Kontrak berjangka dengan penyerahan tunai hanya diperbolehkan kalau harga

(33)

penyelesaian aset acuan sudah dapat diterima umum seperti misalnya harga komoditi yang diperdagangkan di bursa saham. Untuk bebas dari kewajiban pada tanggal penyelesaian akhir maka pemegang posisi pada kontrak berjangka harus melakukan perhitungan atas posisinya baik dengan melakukan penjualan posisi

long ataupun melakukan pembelian kembali posisi short yang secara efektif akan

menutup posisi kontrak berjangka serta kewajibannya berdasarkan kontrak tersebut.

Kontrak berjangka kakao untuk perdagangan yang terdaftar di NYBOT setiap pengiriman dilakukan adalah 10 metrik ton biji kakao (22.046 LBS). Kontrak dinyatakan dengan harga dalam Dollar per metrik ton dan fluktuasi harga minimum adalah satu Dollar per metrik ton dimana masing-masing nilainya setara dengan $10/kontrak. Setiap lot kakao diminta sampel dan kemudian dinilai oleh

grader perdagangan yang memiliki lisensi dan penyesuaian harga dapat dilakukan

untuk ketidaksempurnaan berdasarkan standar yang ditetapkan. Kontrak mengizinkan pendistribusian biji kakao dari setiap Negara atau daerah termasuk dengan pertumbuhan baru ataupun yang belum diketahui sepanjang ia memenuhi standar terkait cacat, jumlah biji, ukuran biji, dan faktor lainnya. Lebih dari 40 pertumbuhan dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu Grup A, didistribusikan pada premi sebesar $160/ton, termasuk tanaman panen utama dari Ghana, Nigeria, Pantai Gading, diantara Negara lainnya; Grup B, didistribusikan pada premi sebesar $80/ton, termasuk Bahia, Arriba, Venezuela; Grup C, didistribusikan pada harga tertulis, termasuk Sanchez, Haiti, Malaysia dan semua Negara lainnya. Perdagangan merancang titik pengiriman, gudang khusus berlisensi dan grade kakao untuk pengiriman berdasarkan kontrak.

Pasar global kakao NYBOT menyediakan layanan utama dan kapabilitas untuk seluruh industri kakao. Meskipun hanya sebagian kecil persentase kontrak berjangka kakao yang pernah menghasilkan pengiriman, The New York Board of

Trade sangat terlibat dalam pergudangan, sampling dan grading kakao. Partisipasi

NYBOT pada pasar fisik melibatkan pengiriman kakao terhadap kontrak. Dimulai pada tahun 1990, ia menggunakan sebuah sistem elektronik internal yang disebut

(34)

pengiriman kopi dan kakao bersertifikat untuk pengiriman perdagangan dan dokumentasi penyertanya.

Pada tahun 2003, NYBOT merubah COPS® terdahulu menjadi eCOPS®, sebuah sistem elektronik yang memungkinkan transfer semua dokumen penting dan kepemilikan melalui internet. Ketika eCOPS® diperluas, industri kakao akan dapat memindahkan semua proses intensif tenaga kerja dan proses dokumentasi manual rawan kesalahan ke platform elektronik, yang menghasilkan penghematan biaya dan efisiensi untuk industri. Sistem ini akan menangani pasar pengiriman uang serta pengiriman perdagangan berdasarkan kontrak.

NYBOT juga menyediakan teknologi fasilitas grading bagi industri kakao dan kopi. Fasilitas layanan yang memiliki fitur kopi berlisensi dan grader kakao. Kakao yang diberikan grade melalui tes biji dan mengevaluasi kekurangan atau kekuatan dan mengelompokkan kakao sesuai dengan standar perdagangan tertentu. NYBOT yang juga menyediakan dukungan administratif untuk Asosiasi Pedagang Kakao Amerika (CMAA), merupakan contoh lain komitmen NYBOT untuk melayani industri yang diwakili dalam pasar.

Selain kontrak berjangka tradisional, pasar kakao NYBOT memperdagangkan opsi perdagangan pada perdagangan berjangka kakao. Opsi kakao berjangka berjangka (CO) mulai diperdagangkan pada tahun 1986 untuk kopi, gula, dan kakao (CSCE), salah satu pendahulu bursa NYBOT. Opsi menambahkan banyak fleksibilitas kepada strategi manajemen risiko. Sementara perdagangan berjangka memungkinkan pengguna pasar untuk mengunci harga tertentu, opsi dapat memberikan pembeli dengan harga di lantai dasar atau plafon, membatasi risiko harga premi opsi, menghindari komitmen marjin dan menjaga kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pergerakan harga di pasar uang. Strategi opsi menjadi berguna dalam jangka waktu kejatuhan atau kenaikan harga secara tajam.

2.9 Hasil Penelitian Terdahulu

Dari beberapa hasil penelitian terdahulu diantaranya oleh Lolowang (1999), menemukan bahwa respon harga biji kakao dunia, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang bersifat elastis terhadap penawaran ekspor dunia,

(35)

namun terhadap permintaan impor dunia hanya akan bersifat elastis pada jangka panjang. Di lain pihak, respon harga biji kakao domestik tidak elastis terhadap harga dunia, penawaran domestik dan nilai tukar Rupiah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Selanjutnya analisis sensitivitas menunjukkan bahwa harga biji kakao dunia tidak responsif terhadap total ekspor dunia dan total impor dunia dalam jangka panjang, serta hanya terhadap total ekspor dunia dalam jangka pendek.

Sama halnya dengan penelitian di atas, Junaidi (1999) menyimpulkan bahwa penawaran kakao dunia dipengaruhi secara nyata oleh jumlah ekspor dari Negara-negara pengekspor utama yaitu Brazil, Pantai Gading, dan Ghana. Selain itu, penawaran ekspor kakao dunia juga dipengaruhi secara nyata oleh jumlah persediaan kakao dunia. Akan tetapi penawaran ekspor kakao dunia tidak dipengaruhi secara nyata oleh ekspor Indonesia, harga kakao dunia dan kebijakan pembatasan ekspor kakao. Salah satu penyebab dari keadaan ini adalah karena tujuan ekspor kakao dari Negara-negara produsen lebih disebabkan oleh adanya insentif harga kakao di masing-masing Negara dan bukan karena adanya insentif harga kakao di pasar dunia.

Di sisi lain temuan Spillane (1995), mengindikasikan bahwa produksi kakao dalam jangka pendek relatif bersifat inelastis terhadap harga. Menurutnya, walaupun para petani dapat sedikit meningkatkan produksi pada jangka pendek adalah sangat terbatas. Sebaliknya para petani umumnya tidak akan menurunkan produksinya pada jangka pendek jikalau harga kakao turun.

Yunita (2006), yang menganalisis model aliran perdagangan dengan menggunakan gravity model untuk komoditi kakao menemukan bahwa secara keseluruhan analisis regresi mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia ke Negara tujuan. Dapat dilihat dari koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 69,1 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain.

Selanjutnya variabel-variabel yang berpengaruh positif adalah populasi Negara tujuan dan kualitas biji kakao Indonesia. Variabel yang berpengaruh negatif adalah GDP per kapita Negara tujuan, jarak ke Negara tujuan dan nilai tukar mata uang Negara tujuan terhadap Dollar Amerika Serikat.

(36)

Di sisi lain manik (2006), yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia ke Singapura, Malaysia, dan Jepang menyimpulkan bahwa perkembangan nilai ekspor kakao Indonesia tidak selalu menunjukkan peningkatan yang sama, hal ini disebabkan oleh harga kakao Indonesia tidak stabil dari tahun ke tahun. Dengan analisis regresi berganda ia menemukan bahwa di Negara Singapura harga domestik dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia. Sedangkan di Negara Malaysia, harga domestik dan harga ekspor tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor biji kakao, sedangkan nilai tukar dan lag ekspor berpengaruh nyata terhadap volume biji ekspor kakao. Sedangkan untuk Negara Jepang, harga domestik, nilai tukar dan lag ekspor tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekpor dan berpengaruh nyata pada harga ekspor.

(37)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperoleh dari perdagangan tersebut (Salvatore, 1996). Teori ini membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antar Negara, serta bagaimana efeknya terhadap struktur perekonomian suatu Negara.

Dalam teori terjadinya perdagangan internasional, Heckser-Ohlin menyatakan bahwa sebuah Negara akan mengekspor suatu komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah serta akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang langka dan mahal di Negara tersebut.

Menurut Gonarsyah (1987) ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) dari suatu Negara ke Negara lain yaitu bersumber dari keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, menambah penerimaan devisa Negara bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu serta adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar Negara karena tidak semua Negara mampu menyediakan kebutuhan masyarakatnya.

Dalam kegiatan ekspor suatu komoditi, Kindleberger dan Linder (1991)

dalam Pramono (2004) menyatakan bahwa secara teoritis volume ekspor suatu

komoditi tertentu dari suatu Negara ke Negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Di sisi lain kelebihan penawaran dari suatu Negara tersebut merupakan permintaan impor bagi Negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand).

Keterangan tentang terjadinya proses perdagangan internasional dapat dilihat pada gambar 4. Dengan menggunakan konsep dasar fungsi permintaan dan penawaran domestik. Suatu Negara misalnya Negara A dan B memiliki fungsi permintaan dan penawaran domestik masing-masing adalah DA dan SA di Negara

(38)

A serta DB dan SB di Negara B. Sebelum terjadinya perdagangan internasional,

keseimbangan di Negara A dicapai pada kondisi EA dengan jumlah QA dan harga

PA, sedangkan di Negara B keseimbangan dicapai pada kondisi EB dengan jumlah

QB dan harga PB, dengan asumsi bahwa harga domestik di Negara A relatif lebih

rendah dibandingkan dengan harga domestik di Negara B.

Jika harga internasional di atas PA, maka Negara A akan memproduksi

lebih banyak daripada kebutuhan konsumsinya sehingga di Negara A telah terjadi kelebihan produksi (excess supply). Dengan demikian di Negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke Negara lain. Sementara itu, jika harga internasional di bawah PB maka Negara B akan meminta lebih banyak

dibandingkan yang diproduksinya sehingga di Negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess

demand). Dalam hal ini Negara B berkeinginan untuk membeli komoditi dari

Negara lain yang harganya relatif lebih murah.

Gambar 4. Kurva Perdagangan Internasional

Sumber: Salvatore (1996)

PA = harga domestik di Negara A tanpa perdagangan internasional

0QA = jumlah yang diperdagangkan di Negara A tanpa perdagangan

internasional

X = jumlah yang diekspor oleh Negara A

PB = harga domestik di Negara B tanpa perdagangan internasional

Negara A = pengekspor Perdagangan Internasional

(39)

0QB = Jumlah yang diperdagangkan di Negara B tanpa perdagangan

internasional

P* = Harga di pasar internasional setelah perdagangan internasional Q* = Jumlah yang diperdagangkan di pasar internasional

Selanjutnya jika terjadi perdagangan diantara kedua Negara. Penawaran ekspor pada pasar internasional digambarkan oleh ES dan permintaan impor

digambarkan oleh ED. Keseimbangan di pasar dunia terjadi pada kondisi E* yang

menghasilkan harga dunia sebesar P*, dimana Negara A akan mengekspor sebesar X yang merupakan jumlah yang sama dengan yang diimpor Negara B sebesar M. Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh jumlah perdagangan sebesar Q* pada pasar dunia.

Harga yang terjadi pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia (Q*). Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi harga dunia.

3.1.2 Teori Tentang Harga

Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk karena harga adalah salah satu dari empat bauran pemasaran/marketing mix (4P = product, price, place, promotion / produk, harga, distribusi, promosi). Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter.

Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam proses perdagangan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan produk baik berupa barang maupun jasa.

Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi perusahaan. Tujuan penetapan harga diantaranya adalah: 1. Mendapatkan Keuntungan Sebesar-besarnya

Dengan menetapkan harga yang kompetitif maka perusahaan akan mendulang untung yang optimal

(40)

2. Mempertahankan Perusahaan

Dari marjin keuntungan yang didapat perusahaan akan digunakan untuk biaya operasional perusahaan. Contoh: untuk gaji/upah karyawan, untuk membayar tagihan listrik, tagihan air bawah tanah, pembelian bahan baku, biaya transportasi, dan lain sebagainya.

3. Menggapai ROI (return on investment)

Perusahaan pasti menginginkan balik modal dari investasi yang ditanam pada perusahaan sehingga penetapan harga yang tepat akan mempercepat tercapainya modal kembali/ROI.

4. Menguasai Pangsa Pasar

Dengan menetapkan harga rendah dibandingkan produk pesaing, dapat mengalihkan perhatian konsumen dari produk kompetitor yang ada di pasaran.

5. Mempertahankan Status Quo

Ketika perusahaan memiliki pasar tersendiri, maka perlu adanya pengaturan harga yang tepat agar dapat tetap mempertahankan pangsa pasar yang ada.

Cara atau metode dalam penentuan harga produk antara lain: 1. Pendekatan Permintaan dan Penawaran (supply demand approach)

Dari tingkat permintaan dan penawaran yang ada ditentukan harga keseimbangan (equilibrium price) dengan cara mencari harga yang mampu dibayar konsumen dan harga yang diterima produsen sehingga terbentuk jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan.

2. Pendekatan Biaya (cost oriented approach)

Menentukan harga dengan cara menghitung biaya yang dikeluarkan produsen dengan tingkat keuntungan yang diinginkan baik dengan markup pricing dan

break even analysis.

3. Pendekatan Pasar (market approach)

Merumuskan harga untuk produk yang dipasarkan dengan cara menghitung variabel-variabel yang mempengaruhi pasar dan harga seperti situasi dan kondisi politik, persaingan, sosial budaya, dan lain-lain.

(41)

3.1.3 Permintaan (demand)

Konsep dasar dari permintaan konsumen adalah kuantitas suatu komoditas yang mampu dan ingin dibeli oleh konsumen pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga, faktor lain tidak berubah. Permintaan pasar adalah agregat dari permintaan individu-individu konsumen (Tomek and Robinson, 1981). Permintaan dapat diekspresikan dalam bentuk kurva yang menunjukkan hubungan negatif antara jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga. Seperti halnya penawaran, permintaan juga dapat diekspresikan dalam bentuk fungsi matematis, dimana permintaan merupakan fungsi dari berbagai faktor seperti; permintaan tahun sebelumnya, harga barang tersebut, harga barang lain, pendapatan per kapita, jumlah penduduk, dan lain-lain. Permintaan tahun sebelumnya mempengaruhi permintaan tahun ini sebagai akibat dari pembentukan kebisaaan atau habits formation (Wohlgenant and Hahn, 1982).

Kurva permintaan menunjukkan hubungan antara harga suatu produk dengan kuantitas yang diminta, jika hal-hal lainnya konstan/ceteris paribus. Permintaan berslope negatif terhadap harga. Dengan kata lain, ketika harga naik permintaan akan turun, dan ketika harga turun maka permintaan akan naik.

3.1.4 Penawaran (supply)

Dalam teori ekonomi, penawaran (supply) didefinisikan sebagai hubungan statis yang menunjukkan berapa banyak suatu komoditas akan ditawarkan (untuk dijual pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga, faktor lain tidak berubah (Tomek and Robinson, 1981). Kurva penawaran menunjukkan hubungan yang positif antara jumlah komoditas yang akan dijual dengan tingkat harga dari komoditas tersebut (Lantican, 1990). Kenaikan harga dari suatu komoditas, dengan asumsi faktor lain tidak berubah akan mendorong produsen untuk mengurangi jumlah komoditas yang ditawarkan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurva penawaran yaitu: 1. Teknologi

Teknologi berkaitan erat dengan biaya produksi. Perkembangan teknologi cenderung menurunkan biaya produksi. Semakin rendah biaya produksi atas suatu produk, semakin banyak jumlah yang diproduksi atau dijual.

(42)

2. Harga Input

Harga input seperti tenaga kerja, mesin, dan material juga sangat mempengaruhi biaya produksi. Semakin rendah harganya, semakin banyak kuantitas yang bersedia diproduksi.

3. Harga produk-produk yang Berkaitan

Berlaku untuk output substitusi yang diproduksi oleh satu perusahaan. Misalnya perusahaan motor memproduksi model A dan B. Jika model A lebih laku dan/atau harganya naik, maka kapasitas untuk memproduksi model B akan dialihkan untuk menambah produksi model A.

4. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan seperti pajak, teknologi yang boleh atau tidak boleh digunakan, lingkungan hidup, harga listrik, upah minimum, dan lain-lainnya akan mempengaruhi biaya produksi, dan pada akhirnya mempengaruhi kuantitas yang bersedia diproduksi.

5. Pengaruh-pengaruh Khusus

Cuaca yang mempengaruhi produksi pertanian, dorongan yang tinggi akan inovasi menghasilkan produk inovatif.

Sama halnya seperti pada kurva permintaan, perubahan pada kelima faktor ini akan mengakibatkan pergeseran pada kurva penawaran. Kelima faktor ini adalah faktor di luar harga.

3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual

Indonesia merupakan Negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia yang mengacu harga kakao ke bursa berjangka NYBOT di New York, Amerika Serikat. Bursa komoditi Indonesia yang terbentuk guna mengatasi permasalahan ini tidak dapat berperan sebagaimana mestinya dalam pembentukan harga, sehingga Indonesia hanya menjadi price taker di pasar perdagangan internasional kakao. Mekanisme pembentukan harga yang terjadi di bursa NYBOT dilakukan dengan pengumpulan harga dari pasar spot di beberapa Negara, kemudian memperhitungkan beberapa faktor yang berpengaruh. Pasar spot komoditi kakao Indonesia terletak di Makassar dimana para pedagang lokal bertemu dan

(43)

menetapkan harga berdasarkan jumlah produksi/panen, permintaan, dan faktor lainnya.

Harga bisaanya memberikan indikasi yang penting mengenai apakah pasar terintegrasi satu sama lain. Market share terintegrasi jika harga diantara lokasi yang berbeda bergerak dengan pola yang sama, perbedaan antar harga tersebut dijelaskan melalui biaya transfer dan biaya transaksi sebagaimana aliran perdagangan diantara lokasi-lokasinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menilai apakah pergerakan harga terjadi beriringan atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan koefisien korelasi sederhana atau plot harga pada grafik untuk melihat ada atau tidaknya kesamaan. Oleh karena itu dapat menggunakan korelasi sederhana atau plot harga di dalam grafik. Jika harga bergerak bersamaan, pasar mungkin terintegrasi.

Salah satu pendekatan yang sering digunakan untuk melihat integrasi pasar adalah dengan pendugaan dari model Ravallion (1986). Model Ravallion digunakan untuk menyusun model integrasi pasar yang dapat memperkirakan keadaan dimana harga lokal dipengaruhi oleh harga di tempat lain. Ia menggunakan model ini untuk mengukur harga beras di Bangladesh, terutama selama periode tahun 1974. Secara empiris, model Ravallion juga diterapkan oleh Heytens (1986) pada data yang sama di Nigeria. Timmer (1974) mengajukan penggunaan lebih lanjut parameter dari model Ravallion untuk membangun beberapa indikator yang dikenal sebagai index of market connectedness (IMC) yang didefinisikan sebagai rasio koefisien pasar regional terhadap pasar referensi.

Untuk melakukan analisis integrasi pasar (keterpaduan pasar) spasial antara harga kakao di pasar spot Makassar dan pasar bursa berjangka NYBOT, maka analisis integrasi pasar yang digunakan adalah menggunakan pendugaan model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986). Selanjutnya Timmer menyusun sebuah index of market connection (IMC) dalam rangka mengukur pengaruh relatif dari dua kekuatan pasar tersebut. IMC adalah lag rasio koefisien pasar lokal terhadap lag koefisien pasar sentral (acuan). Kedua tingkat pasar terpadu secara sempurna jika IMC = 0 dan masih cukup kuat jika IMC < 1, jika IMC > 1 berarti integrasi lemah dan jika IMC = ∞ berarti dua tingkatan pasar tersebut sama sekali tidak berhubungan.

Gambar

Gambar 1.  Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan  (TM) tahun 2003 – 2006
Tabel 1. Produksi Biji Kakao Dunia (ribu ton)
Tabel 2. Konsumsi Kakao Dunia (ribu ton)
Gambar 2. Proyeksi dan Konsumsi Kakao Dunia Tahun 2007 – 2011  Sumber : International Cocoa Organization (2008)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Reviu Rencana Strategis (Renstra) Pengadilan Negeri Klaten Kelas IA 2020-2024 merupakan dokumen reviu perencanaan Pengadilan Negeri Klaten Kelas IA yang memuat Visi, misi,

[r]

Besarnya nilai koefisien r=0,908 menunjukkan bahwa hubungan antara minat baca, kebiasaan belajar dengan hasil belajar geografi termasuk dalam kategori sangat kuat

Hasil pengamatan terhadap berat basah gabah yang ditunjukkan pada Gambar 7, tampak bahwa perlakuan bahan pemecah serat pupuk urea menghasilkan 3,28 g, sedangkan

[r]

Dengan menggunakan Model 7-S McKinsey, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam penerapan transaksi non-tunai (non-cash) sebagai formulasi dan implementasi

Kegiatan membuat karya tulis hasil alih bahasa suatu tulisan/karya dari bahasa tertentu ke bahasa lain, atau karya tulis hasil terjemahan secara bebas tanpa

Berdasarkan hasil analisa data pada 110 responden perkembangan perilaku sosial di TK Pertiwi Rambipuji Jember dapat disimpulkan bahwa besar pola hasil raport perilaku sosial anak