• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rhinitis Alergi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rhinitis Alergi"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Simulasi Kasus

RHINITIS ALERGIKA

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti

Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh :

Raudhah / I1A000064

Alfred H.L. Toruan / I1A004073

Pembimbing :

Dr. Agung Biworo, M.Kes

BAGIAN FARMAKOLOGI/TERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 DEFINISI

Rinitis tergolong infeksi saluran napas yang dapat muncul akut atau kronik. Rinitis akut biasanya disebabkan oleh virus yaitu pada selesma atau menyertai campak, tetapi dapat juga menyertai infeksi bakteri seperti pertusi. Rinitis disebut kronik bila radang berlangsung lebih dari 1 bulan. Rinitis alergi, rhinitis vasomotor, dan rhinitis medikamentosa digolongkan dalam rhinitis kronik. Rinitis kronik dapat berlanjut menjadi sinusitis. Salah satu bentuk rhinitis kronis adalah rhinitis atropi yang diduga disebabkan oleh kuman Kliebsiella ozaena atau akibat sinusits kronis, defisiensi vitamin A.1

Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE.4

Ada 2 jenis rhinitis alergika:5 1. Rhinitis alergika perennial 2. Rhinitis alergika seasonal

Rhinitis Alergika Perennial

• Alergi terjadi sepanjang tahun

• Alergen yang memicu terutama debu, bulu binatang, tungau, bau bahan-bahan kimia. Alergen ini ditemui sepanjang tahun

(3)

Rhinitis Alergika Seasonal

• Alergi terjadi pada musim-musim tertentu

• Alergen berupa serbuk sari bunga, kayu, rumput dll

Berdasarkan frekuensi serangan, WHO Initiative Allergic Rhinitis and Its

Impact on Asthma 2000 membagi rinitis alergi menjadi 2 jenis : Yaitu intermiten,

bila gejala <4 hari tiap minggu atau <4 minggu, dan persisten , bila gejala >4 hari tiap minggu atau >4 minggu. Sementara itu, klasifikasi menurut berat ringannya penyakit, dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu gejala ringan bila gejala rinitis tidak mengganggu aktivitas sehari-hari dan gejala sedang sampai berat, bila sudah terdapat 1 atau lebih gangguan seperti gangguan tidur, belajar, dan bekerja.6

Gambar. Seorang penderita rhinitis alergika.6

1.2 ETIOLOGI

Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor:4

1. Alergen

Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala rinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan alergen hirupan utama penyebab rinitis alergika dengan bertambahnya usia,

(4)

sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan penyebab yang penting.

2. Polutan

Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis. Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang disel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah diketahui lebih jelas.

3. Aspirin

Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitis alergika pada penderita tertentu.

1.3 PATOFISIOLOGI

Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal yang terjadi dengan perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi, ditemukan infiltrat inflamasi yang terdiri atas berbagai macam sel. Pada rinitis alergika selain granulosit, perubahan kualitatif monosit merupakan hal penting dan ternyata IgE rupanya tidak saja diproduksi lokal pada mukosa hidung. Tetapi terjadi respons selular yang meliputi: kemotaksis, pergerakan selektif dan migrasi sel-sel transendotel. Pelepasan sitokin dan kemokin antara lain IL-8, IL-13, eotaxin dan RANTES berpengaruh pada penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menyebabkan inflamasi alergi.4

Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam tipe sel termasuk: eosinofil, sel CD4+T, sel mast, dan sel epitel. Alergen menginduksi Sel Th-2, selanjutnya

(5)

terjadi peningkatan ekspresi sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10 yang merangsang IgE, dan sel Mast. Selanjutnya sel Mast menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, dan tryptase pada epitel. Mediator dan sitokin akan mengadakan upregulasi ICAM-1. Khemoattractant IL-5 dan RANTES menyebabkan infiltrasi eosinofil, basofil, sel Th-2, dan sel Mast. Perpanjangan masa hidup sel terutama dipengaruhi oleh IL-5.4

Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya histamin dan cystenil-leukotrien yang merupakan mediator utama dalam rinitis alergika menyebabkan gejala rinorea, gatal, dan buntu. Penyusupan eosinofil menyebabkan kerusakan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya iritasi langsung polutan dan alergen pada syaraf parasimpatik, bersama mediator

Eosinophil Derivative Neurotoxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala

bersin.4

Terdapat hubungan antara sistem imun dan sumsum tulang. Fakta ini membuktikan bahwa epitel mukosa hidung memproduksi Stem Cell Factor (SCF) dan berperan dalam atraksi, proliferasi, dan aktivasi sel Mast dalam inflamasi alergi pada mukosa hidung. Hipereaktivitas nasal merupakan akibat dari respons imun di atas, merupakan tanda penting rinitis alergika.4

1.4 GEJALA KLINIS

Gambaran klinis pada rhinitis meliputi:1

 Ingus kental umumnya menunjukkan telah ada infeksi sekunder oleh bakteri.

(6)

 Rinitis alergi maupun rhinitis vasomotor mudah dibedakan dari rhinitis infeksi karena ingus yang putih dan encer yang hanya keluar saat serangan saja.

 Pada rhinitis atropi ingus kental diserta krusta berwarna hijau. Pada pemeriksaan hidung tampak rongga hidung yang lapang karena konka mengalami atropi.

Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin dan sumbatan hidung. Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Tanda-tanda fisik yang sering ditemui juga meliputi perkembangan wajah yang abnormal, maloklusi gigi, allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernafas),

allergic shiners (kulit berwarna kehitaman dibawah kelopak mata bawah), lipatan

tranversal pada hidung (transverse nasal crease), edema konjungtiva, mata gatal dan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan. Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya, kecemasan, dan disfungsi keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan adanya ko-morbiditas. Pengobatan rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif maupun negatif. Sedatif antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non sedatif antihistamin berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lain yang lebih banyak diterima adalah dengan menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, menjadi intermiten sedang-berat, dan persisten ringan-sedang-berat.4

(7)

1.5 DIAGNOSIS

Cara pemeriksaan atau diagnosis rhinitis alergika:4

Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian.4

Gambar. Allergic crease dan allergic shiner sebagai gejala dan tanda dalam mendiagnosis rhinitis alergika.6

Menegakkan diagnosis rinitis alergi dapat dipersulit oleh perilaku buruk seperti sering mengucek-ucek mata dan hidung, timbullah tanda-tanda khas:

allergic shiner (bayangan gelap di bawah kelopak mata karena sumbatan

pembuluh darah vena), allergic salute (akibat sering menggosok hidung dengan punggung tangan ke arah atas), dan allergic crease (garis melintang di dorsum

(8)

nasi 1/3 bawah). Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau lipid disertai adanya sekret encer bening dan banyak. Perlu dicari keadaan yang dapat menjadi faktor predisposisi misalnya polip hidung dan kelainan septum. Sebagai pelengkap, dapat ditambah pemeriksaan sitologi hidung. Peningkatan eosinofil (5 sel / lapang pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Untuk mencari penyebab dapat dilakukan uji kulit dengan cara uji cukit (prick

test), uji gores (scratch test), uji intrakutan atau intradermal tunggal atau berseri

(skin end point titration). Bila alergen diduga berasal dari makanan, dapat dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau intracutaneous provocative food test (IPFT).6

1.6 DIAGNOSA BANDING

Rinitis alergika harus dibedakan dengan:4,7

1. Rinitis vasomotor

2. Rhinitis bacterial

3. Rinitis virus

4. Influenza (Flu)

(9)

Perbedaan rhinitis alergika dan influenza:7

1. Rinitis Alergi ( RA ) : Sesudah kontak dengan hal2 pencetus alergi

langsung timbul gejala.

Influenza ( I ) : Sesudah masuknya virus influenza selama 1 – 3 hari baru gejala timbul.

2. RA : Memiliki gejala hidung yang berlendir encer tanpa disertai

demam.

I : Lendir dari encer / cair, mengental kekuningan dan disertai dengan demam.

3. RA : Serangan yang terjadi dapat dalam kurun waktu selama masih ada

kontak dengan penyebab dan belum diobati.

(10)

pengobatan.

1.7 PROGNOSIS

Penyulit:4

1. Sinusitis kronis (tersering) 2. Poliposis nasal

3. Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan sensitive terhadap aspirin)

4. Asma

5. Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah 6. Hipertropi tonsil dan adenoid

7. Gangguan kognitif

1.8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan rhinitis alergika meliputi:1

 Rinitis akut yang menyertai influenza dapat diobati dengan dekongestan sistemik seperti influenza

 Kebiasaan menggunakan kongestan tetes hidung pada rhinitis kronis sering menyebabkan terjadinya rhinitis medikamentosa yang secara klinis menyerupai rhinitis vasomotor.

 Pada rhinitis atropi hidung dicuci dengan air garam. Dekongestan akan memperburuk keadaan.

 Pengobatan rhinitis alergi atau rhinitis vasomotor dapat ditambah dengan CTM 1-2mg/kali

(11)

Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain:4

1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang. 2. Tidak menimbulkan takifilaksis.

3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain. 4. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan

dengan adanya efek samping sistemik. Jenis obat yang sering digunakan (untuk Anak):

1. Kromolin, obat semprot mengandung kromolin 5,2 mg/dosis diberikan 3-4 kali/hari

2. Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.

3. Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2 5 tahun: 2.5� mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.

4. Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun: 30 mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari, 4 kali/hari.

5. Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5-11 tahun : 1 semprotan 2 kali/hari; > 12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.

6. Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-6 tahun : 15 mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30mg/hari, 4 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari.

(12)

7. Kortikosteroid intranasal

Digunakan pada pasien yang memiliki gejala yang lebih persisten dan lebih parah. Efektif untuk semua gejala dengan inflamasi eosinofilik.

• Fluticasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 4 tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.

• Mometasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia 3-11 tahun : 1 semprotan/dosis, 1 kali/hari; usia > 11 tahun : 2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.

• Budesonide intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 6 tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari. Budesonide mempunyai bioavaibilitas yang rendah dan keamanannya lebih baik.

8. Leukotrien antagonis

• Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/24jam. Terapi imun spesifik (TIAS) atau allergen specific immunotherapy, masih diperdebatkan rasional tidaknya. Dari berbagai penelitian ternyata TIAS efektif apabila diberikan pada pasien rintis alergi yang IgE mediated dan sensitif terhadap satu atau sejumlah terbatas alergen. TIAS saat ini telah direkomendasi oleh JTFPP (Joint Task Force on Practice Parameters) yang mewakili the AAAAI, the

ACAAI, dan JCAAI) yang merupakan 3 perhimpunan Alergi Immunologi

terkemuka di dunia. JTFPP mengakui bahwa TIAS merupakan satu-satunya pengobatan antigen-specific immuno-modulatory pada penggunaan rutin, dan diakui memiliki manfaat jangka panjang dalam menurunkan gejala rinitis alergi dan kualitas hidup pasien sampai 2-5 tahun setelah dihentikan.

(13)

Secara imunologis, TIAS mempengaruhi keseimbangan Th1/Th2 dalam lebih meningkatkan respon Th1, dan menekan respon Th2. TIAS juga meningkatkan kadar IgG4 spesifik yang mampu menghambat kinerja IgE in vitro. TIAS menginduksi IL-10 dan TGF - producing T cells (TReg). IL-10 dan TGF- memiliki potensi anti alergi terhadap sel mast, sel T, dan eosinofil. Kedua sitokin tersebut juga menginduksi sel B dalam memproduk IgG4. dan IgA.

Sesuai dengan anjuran ARIA-WHO, pasien rinitis alergi, derajat

mild-persistent atau moderate-severe mild-persistent, terhadap alergen debu rumah dan atau

tungau Dpt, maupun serbuk - serbuk bunga, yang mengalami kegagalan oleh pengobatan medikamentosa dan telah bergejala lebih dari setahun, perlu dianjurkan untuk menjalani TIAS. TIAS harus dikerjakan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.2

Antihistamin

Antihistamin bekerja dengan memblok reseptor histamin. Dikenal 3 macam reseptor histamin yaitu H1, H2 dan H3. Reseptor histamin yang diblok pada pengobatan rinitis alergi adalah H1 yang terdapat di bronkus, gastrointestinal, otot polos, dan otak.6

(14)

Gambar. Target-target terapi rhinitis alergika.6

Saat ini antihistamin (AH1) yang beredar di pasaran adalah generasi pertama dan kedua. AH1 generasi kedua sudah mulai menggeser kepamoran generasi pertama karena memiliki banyak kelebihan. Perbedaan menonjol di antara keduanya terletak pada kemampuan menembus sawar darah otak dan selektivitas/spesifisitas. AH1 generasi kedua bersifat lipofobik sehingga kurang mampu menembus sawar darah otak, yang akhirnya mengakibatkan penurunan efek sedasi. Di samping itu, generasi kedua lebih selektif sehingga tidak mempengaruhi reseptor fisiologik yang lain seperti muskarinik dan adrenergik alfa.

Kelebihan lain generasi dua adalah mempunyai efek antialergi dan antiinflamasi. Dikatakan antialergi karena dapat menghambat pelepasan histamin, prostaglandin, kinin, dan leukotrien. Sedangkan antiinflamasi dikarenakan dapat mengurangi ekspresi ICAM-1 pada epitel konjungtiva.6

(15)

Kortikosteroid

Berdasarkan pemakaiannya, kortikosteroid dibagi menjadi 2 yaitu topikal dan sistemik. Kortikosteroid topikal menjadi pilihan pertama untuk penderita rinitis alergi dengan gejala sedang sampai berat dan persisten (menetap), karena mempunyai efek antiinflamasi jangka panjang. Kortikosteroid topikal efektif mengurangi gejala sumbatan hidung yang timbul pada fase lambat.6

Efek spesifik kortikosteroid topikal antara lain menghambat fase cepat dan lambat dari rinitis alergi, menekan produksi sitokin Th2, sel mast dan basofil, mencegah switching dan sintesis IgE oleh sel B, menekan pengerahan lokal dan migrasi transepitel dari sel mast, basofil, dan eosinofil, menekan ekspresi GM-CSF, IL-6, IL-8, RANTES, sitokin, kemokin, mengurangi jumlah eosinofil di mukosa hidung dan juga menghambat pembentukan, fungsi, adhesi, kemotaksis dan apoptosis eosinofil 1.

Studi meta-analisis oleh Weiner JM dkk, seperti dilansir dari British

Medical Journal 1998, menyimpulkan bahwa kortikosteroid intranasal lebih baik

digunakan sebagai terapi lini pertama rinitis daripada antihistamin, ditilik dari segi keamanan dan cost-effective-nya.

Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada penderita rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan pertama.6

Dekongestan

Dekongestan dapat mengurangi sumbatan hidung dan kongesti dengan cara vasokonstriksi melalui reseptor adrenergik alfa. Preparat topikal bekerja dalam waktu 10 menit, dan dapat bertahan hingga 12 jam. Efek samping adalah

(16)

rasa panas dan kering di hidung, ulserasi mukosa, serta perforasi septum. Yang terakhir jarang terjadi. Takifilaksis dan gejala rebound (rinitis medikamentosa) dapat terjadi pada pemakaian dekongestan topikal jangka panjang.6

Efek terapi dari preparat oral dirasakan setelah 30 menit dan berakhir 6 jam kemudian, atau dapat lebih lama (8-24 jam) bila bentuk sediaanya adalah tablet lepas lambat (sustained release). Efek samping berupa iritabilitas, pusing melayang (dizziness), sakit kepala, tremor, takikardi, dan insomnia.6

Penstabil Sel Mast

Contoh golongan ini adalah sodium kromoglikat. Obat ini efektif mengontrol gejala rinitis dengan efek samping yang minimal. Sayangnya, efek terapi tersebut hanya dapat digunakan sebagai preventif. Preparat ini bekerja dengan cara menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion kalsium sehingga pelepasan mediator tidak terjadi. Kelemahan lain adalah frekuensi pemakaiannya sebanyak 6 kali per hari sehingga mempengaruhi kepatuhan pasien.6

Immunoterapi

Mekanisme immunoterapi dalam menekan gejala rinitis adalah dengan cara mengurangi jumlah IgE, neutrofil, eosinofil, sel mast, dan limfosit T dalam peredaran darah. Salah satu contoh preparat ini adalah omalizumab. Omalizumab merupakan antibodi anti-IgE monoklonal yang bekerja dengan mengikat IgE dalam darah.6

(17)

Penelitian menunjukkan, omalizumab berhasil menurunkan kadar IgE bebas dan memperbaiki gejala rinitis. Uji klinis fase II memaparkan, dosis omalizumab adalah 300 mg secara subkutan, 1 kali setiap 3-4 minggu.

Secrist H dkk dalam Journal of Experimental Medicine 2006 memaparkan, immunoterapi dapat mengurangi IL-4 yang diproduksi oleh limfosit T CD4+. Dengan demikian, produksi IgE pun akan berkurang.

Fototerapi

Alternatif terbaru yang ditawarkan bagi penderita rinitis yang tidak mendapat respon perbaikan dengan terapi konvensional adalah fototerapi. Hal itu dibuktikan oleh Koreck AI dkk seperti dikutip dalam Journal of Allergy and

Clinical Immunology 2005.6

Ide ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa fototerapi digunakan pada beberapa penyakit kulit seperti psoriasis karena dapat merangsang apoptosis limfosit T. Penelitian ini membandingkan kemampuan sinar ultraviolet dengan cahaya tampak intensitas rendah (low-intensity visible light) dalam mengurangi gejala rinitis. Subyek penelitian disinari sebanyak 3 kali per minggu selama 3 minggu. Dosis inisial sinar ultraviolet adalah 1,6 J/cm2 dan dinaikkan 0,25 J/cm2 setiap 3 kali pengobatan. Sedangkan cahaya tampak intensitas rendah diberikan sebesar 0,06 J/cm2.

Hasilnya, gejala rinitis berkurang dan didapatkan pula penurunan jumlah eosinofil, eosinophilic cationic protein (ECP) dan IL-5 pada kelompok sinar ultraviolet daripada kelompok cahaya tampak intensitas rendah.

(18)

Menghindari Alergen

Sebenarnya cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah dengan menghindari alergen. Cara ini murah dan rasional tapi sulit diterapkan. Ada 3 tipe pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier.

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah terjadinya tahap sensitisasi. Hal yang dapat dilakukan adalah menghindari paparan terhadap alergen inhalan maupun ingestan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makanan padat sehingga pemberian ASI lebih lama. Pencegahan sekunder adalah mencegah gejala timbul dengan cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa. Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi atau berlanjutnya penyakit.6

Banyak penelitian yang telah membuktikan adanya hubungan antara rinitis alergi dengan penurunan kualitas hidup penderitanya. Bahkan, bila dihitung secara kasar, negara pun ikut merugi. Sebagai contoh, International Congress of

Allergy and Clinical Immunology (ICACI) tahun 1997 di Mexico mengemukakan,

rinitis alergi menyebabkan hilangnya 3,5 juta hari kerja dan 2 juta hari sekolah setiap tahun dan menghabiskan dana 3,8 milyar US$ sebagai akibat kehilangan produktivitas kerja dan terapi dengan antihistamin di Amerika Serikat. Oleh karena itu, pencegahan melalui edukasi menjadi hal yang tak boleh dilupakan. Pasien perlu dimotivasi dan diberi pemahaman bahwa antihistamin dan kortikosteroid topikal perlu digunakan secara teratur dan tidak hanya saat diperlukan. Tujuannya adalah mengurangi terjadinya minimal persistant

(19)

Penderita juga diberitahu mengenai efek samping obat yang mungkin timbul, apa yang harus dilakukan bila gejala itu timbul, dan komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada rinitis alergi. Tanpa edukasi, mustahil dapat dicapai efek terapi yang optimal.6

BAB II SIMULASI KASUS 2.1 KASUS

Nn. Irma 22 tahun, pekerjaan tenaga administrasi honorer di Rektorat UNLAM. Alamat Jalan Sultan Adam No.12 Banjarmasin, datang ke klinik jam

(20)

08.00 pagi dengan keluhan pilek. Sejak setengah bulan yang lalu penderita memgeluh sering bersin dan hidung meler, terutama bila pagi atau bila hujan. Mata dan hidung terasa gatal dan keluar ingus yang berwarna bening. Bersin dan hidung meler sering kadang hilang sendiri bila sudah siang hari, kadang perlu diberi obat, yang sering dipakai pasien adalah Intunal®. Tetapi walapun sudah

minum obat, besoknya gejala muncul lagi. Tidak ada demam dan batuk jarang, kadang ada kadang tidak. Ibunya menderita asma, sedangkan ayahnya menderita kencing manis, dan seorang perokok berat.

Pemeriksaan fisik :

Tanda vital : TD : 110/60 mmHg Nadi : 90 kali/menit Suhu : 37 0C

Respirasi : 24 kali/menit Mata : dalam batas normal

Hidung : edem mukosa dan konka nasal, ada sekret encer bening Tenggorokan : tidak ada hiperemi

Thorak, abdomen, ekstremitas: tidak ada kelainan

Diagnosa : Rhinitis alergika 2.2 TUJUAN PENGOBATAN

• Mengobati simtomnya dengan memberikan dekongestan, antihistamin dan kortikosteroid

(21)

2.3 DAFTAR KELOMPOK OBAT DAN JENISNYA UNTUK KASUS TERSEBUT

Kelompok Obat Nama Obat

Dekongestan Oksimetazoline HCl,

fenilpropanolamin, antazoline HCl, Antihistamin H1 Klorfeniramin maleat, loratadin,

dimetinden maleat

Kortikosteroid Fluticasone, Mometasone, Budesonide 2.4 PERBANDINGAN KELOMPOK OBAT/JENIS OBAT TERSEBUT

MENURUT KHASIAT, KEAMANAN DAN KECOCOKANNYA:8,9,10,11

Kelompok/Jenis Obat

Khasiat (Efek) Keamanan BSO (Efek Samping Obat) Kecocokan (Kontraindikasi BSO) Obat Decongestan 1. Oksimetazolin HCl Pengobatan pada rhinitis, faringitis, laryngitis serta mengurangi edem mukosa untuk mksd diagnostic. Hidung  Pengobatan dan  pencegahan infeksi telinga tengah. Memudahkan  pemeriksaan intranasal. Persiapan  operasi.13 Rasa panas di tenggorokan, mual, sakit kepala, iritasi local, keekringan mukosa nasal.

Adakalanya 

timbul rasa panas di hidung atau

tenggorokan, iritasi lokal, mual, sakit kepala, mukosa hidung kering. Hidung tersumbat  kembali terjadi/kambuh (pada penggunaan jangka panjang). Kesulitan 

bernapas, kolaps pada bayi. Idiosinkrasi terhadap simpatomimetik, hipertensi, penyakit koroner, hipertiroid 2. Fenilpropanola

min sebagai dekongestan (meredakan penyumbatan

hidung). Seringkali digunakan sebagai campuran pada obat

Efek samping PPA meliputi jantung berdebar, hipertensi, rasa cemas, insomnia, pusing, gemetar, dan perasaan bingung.

apabila PPA digunakan

bersamaan dengan teofilin, maka akan terjadi interaksi merugikan yang

(22)

influenza.15 Selain itu terdapat

pula efek samping yang berpotensi fatal, yakni krisis hipertensi dan hemorrhagic stroke.15 dapat menyebabkan depresi pernafasan. Obat antihistamin H1 1. Klorfaniramin maleat Mengobati hipersensitifitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamine endogen berlebih; mengahmabt peningkatan permeabilitas dan udem akibat histamin;

Sedasi, tinnitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, euphoria, gelisah, tremor. Pemberian bersamaan dengan MAOI

2. Loratadin Loratadine efektif untuk mengobati gejala-gejala yang berhubungan dengan rinitis alergi, seperti pilek, bersin-bersin, rasa gatal-gatal pada hidung serta rasa gatal dan terbakar

pada mata.

Selain itu loratadine juga mengobati gejala-gejala seperti urtikaria kronik dan gangguan alergi pada kulit lainnya.16

Loratadine tidak memperlihatkan efek samping yang secara klinis bermakna, karena rasa mual, lelah, sakit kepala, mulut kering, jarang dilaporkan. Frekuensi efek-efek ini pada loratadine maupun placebo tidak berbeda secara statistik.

Hipersensitif terhadap loratadine.

3. Dimetinden

maleat

Alergi &

gatal-gatal.17 Sering : mengantuk.Kadang-kadang :

gangguan saluran pencernaan, kering pada

mulut/kerongkongan, vertigo, eksitasi, sakit kepala. Hindari mengoperasikan kendaraan atau mesin. Interaksi obat : alkohol, hipnotik, dan sedatif.

(23)

Obat kortikosteroi d 1. Fluticasone Pencegahan dan pengobatan rhinitis perineal dan rhinitis vasomotor

Iritasi dan kekeringan pada hidung dan tenggorokan

Ibu hamil

2. Mometasone Profilaksis dan mengobati gejala rhinitis atau sinusitis musiman atau parennial.14

Pendarahan, mukur bercampur darah, keluar flek darah, faringitas, nasal

burning, dan iritasi

hidung.14

Hipersensitif, infeksi local pada mukosa hidung yang tidak diobati, infeksi jamur lokal di hidung dan faring.

3. Budesonide Pengobatan dan pencegahan asma, Rhinitis, allergic and non-allergic, Crohn's disease.12 Endocrin metabolic: Cushing's syndrome Gastrointestinal: Diarrhea (10%), Indigestion (6%), Nausea (11%) Musculoskeletal: Arthralgia (5%) Neurologic: Pusing, Sakit kepala (21%) Respiratory: Epistaxis, nasal mukosa yang kering, rasa

terbakar/tersengat pada hidung, infeksi saluran nafas(11%), Sinusitis (8%), iritasi tenggorokan.

Efek samping yang cukup serius: Endocrine metabolic: Cushing's syndrome, symptoms of (5% to 15%), Secondary hypocortisolism Ophthalmi: Cataract, Glaucoma. 1. Reaksi hipersensitivitas terhadap produk budesonide 2. Sebagai terapi primer pada Status asthmaticus atau episode akut asma. Tidak dapat digunakan sebagai reliever pada bronkospasme akut.

2.5 OBAT PILIHAN UNTUK KASUS TERSEBUT 1. Obat Dekongestan

(24)

Uraian Obat Pilihan Obat alternatif

Nama Obat Generik:

fenilpropanolamin

Paten: Agrippin®

(Fenilpropanolamin HCl BSO dan kekuatan:

12,5 mg terdapat bersama-sama dengan paracetamol 300 mg, klorfeniramin malleat 1 mg, dan vit C 25 mg).

Generik:

-Paten: Iliadin®

(Oksimetazolin HCl) BSO dan kekuatan: Botol 10 ml tetes hidung; botol 10 ml semprot

BSO yang diberikan dan alasannya

Tablet. Orang dewasa lebih mudah menelannya.

Obat tetes atau semprot hidung, karena secara local sudah efektif

Dosis Referensi Dewasa 3-4 x 2 tablet. Spray 0,025%.17 Dewasa

dan Anak > 6 tahun 2 x 2-3 semprot sehari.

Dosis Kasus tersebut dan alasannya

3 x 2 tablet. Spray 2 x 2-3 semprot sehari

Frekuensi pemberian dan alasannya

3 x sehari selama 10 hari 2 kali sehari selama 10 hari Cara pemberian dan

alasannya

Diminum. Pasien dapat melakukanya sendiri.

Semprot hidung. Pasien dapat melakukan semprotan sendiri

Saat pemberian dan alasannya

Sesudah makan karena salah satu efeknya efek sampingnya menimbulkan mual

Sesudah makan karena salah satu efeknya efek sampingnya menimbulkan mual

Lama pemberian dan

alasannya 10 hari 10 hari

2. Obat Antihistamin

Uraian Obat Pilihan Obat alternatif

Nama obat Generik: klorfeniramin maleat

BSO dan kekuatan: tablet 4 mg

Paten: Alleron®

BSO dan kekuatan: Kaplet 4 mg.

Generik: loratadin: BSO dan kekuatan: Tablet 10 mg Paten: Alloris®

BSO dan kekuatan Tablet 10 mg

(25)

BSO yang diberikan dan alasannya

Tablet. Orang dewasa

dapat mudah

menelannya.

Tablet. Orang dewasa

dapat mudah

menelannya. Dosis Referensi 0,35 mg/kgbb/hari dalam

dosis terbagi.17

(3-4 x 1 tablet)

(2-12 tahun 6 mg/hari).17

1 x 1 tablet Dosis kasus tersebut dan

alasannya

3 x 1 tablet 1 x 1 tablet Frekuensi pemberian dan

alasannya

3x. sesuai referensi 1x. sesuai referensi Cara pemberian dan

alasannya

Diminum. Orang dewasa dapat melakukannya Saat pemberian dan

alasannya

Sesudah makan karena salah satu efeknya efek sampingnya

menimbulkan mual

Sesudah makan karena salah satu efeknya efek sampingnya

menimbulkan mual Lama pemberian dan

alasannya

10 hari 10 hari

3. Obat Kortikosteroid

Uraian Obat Pilihan Obat alternatif

Nama obat Generik: Fluticasone propionate.

BSO dan kekuatan: Paten: Flixonase®

BSO dan kekuatan:

Generik: Mometasone furoate.

BSO dan kekuatan: Paten: NASONEX®

BSO dan kekuatan: BSO yang diberikan dan

alasannya Semprotan untuk hidung 0,05%. (tiap semprot mengandung 50 mcg fluticasone propionate)

Semprotan untuk hidung 50 µg/dosis x 60 dosis terukur.

Dosis Referensi 2 semprotan per lubang hidung sekali sehari, dianjurkan pada pagi hari. Pada beberapa kasus kadang dibutuhkan 2 semprotan 2 kali sehari. Maksimal semprotan tiap hidung per hari adalah 4 semprot.

Dewasa dan anak >12 tahun : 2 semprotan (50 mcg/semprot) pada tiap lubang hidung sekali sehari. Total dosis 200 mcg.

Dosis kasus tersebut dan alasannya

1x2 semprot per lubang hidung

1x2 semprot per lubang hidung

(26)

alasannya

Cara pemberiam dan

alasannya Semprotan.dewasa Orang dapat melakukannya sendiri

Semprotan. Orang

dewasa dapat

melakukannya sendiri Saat pemberian dan

alasannya Pagi hari sesuai anjuran Pagi hari Lama pemberian dan

alasannya 10 hari. 10 hari.

2.6 RESEP YANG TEPAT DAN RASIONAL UNTUK KASUS TERSEBUT Resep Obat Pilihan

(27)
(28)

2.7 PENGENDALIAN OBAT

Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen, farmakoterapi dan imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam penatalaksanaan rinitis alergika, penghindaran alergen hendaknya merupakan bagian terpadu dari strategi penatalaksanaan, terutama bila alergen penyebab

(29)

dapat diidentifikasi. Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenaan dengan penyakit yang kronis, pengobatan memerlukan waktu yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika harus menggunakan kortikosteroid hirupan atau semprotan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan andalan utama sehubungan dengan kronisitas penyakit.4

Pada kasus di atas digunakan bentuk sediaan nasal spray dan tablet karena pasien mampu mengaplikasikannya sendiri. Pengobatan rhinitis alergika dapat dilakukan selama 1-2 minggu. Untuk menghindari efek samping pada pemakaian jika panjang, terapi dibatasi hingga 10 hari.

(30)

1. Puskesmas Banjarangkan II. Protap Pelayanan Pemeriksaan dan Pengobatan Pasien di Ruang Pengobatan Puskesma Banjarangkan II.

Dinas Kesehatan Banjarangkan II, 2005.

2. Peralmuni. Terapi Imun Alergen Spesifik Pada Rinitis Alergi: Kajian

Mekanisme Biomolekuler, Indikasi, Efektivitas. Online. 2006. Available from URL: http://peralmuni.medindo.com/

3. Kartika H. Rhinitis Vasomotor. Online. 2008. Available from URL:

http://hennykartika.wordpress.com/

4. Mohammad. Rhinitis alergika. Online. 2009. Available from URL:

http://nn-no.facebook.com/topic.php?uid=100064742713&topic=9732

5. Melya. Atasi rhinitis alergika sekarang juga. Online. 2008. Available from

URL: http://doktermelya.dagdigdug.com/2008/12/23/atasi-rhinitis-alergika-sekarang-juga/

6. Felix. Hidung Meler,

di Balik Turunnya Kualitas Hidup.

Antihistamin dan kortikosteroid mengurangi terjadinya inflamasi minimal yang menetap serta komplikasi rinitis alergi. Majalah Farmacia 2006, h.15.

Online. 2006.

Available

from

URL:

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp?IDCategory=8

7. Pinnaera. Rhinitis alergika. Online. 2008. Available from URL:

http://pinnaera.blog.friendster.com/

8. Ganiswarna. Farmakologi dan Terapi. Jakarta; FKUI, 1998.

9. Hardjasaputra P et al. Data Obat Indonesia (DOI). Jakarta: PT. Medipres

Grafidian, 2002.

10. Winotopradjoko M. ISO Indonesia Volume 8, 2003. Jakarta: PT. AKA, 2003. 11. Bromillow D. MIMS Indonesia Volume 29 No.3, 2000. Jakarta; Medimedia. 12. Dinkes Propinsi JaBar. Informasi obat: Budesonid. Online. 2009. Available

from URL: http://www.diskes.jabarprov.go.id/

13. Medicastore. Afrin. Online. 2009. Available from URL:

http://medicastore.com/

14. Farmasia. Semprotan Peredam Radang. MEDIKAMENTOSA - Vol.5 No.11,

Juni 2006. Online. 2006. Available from URL: http://www.majalah-farmacia.com

(31)

15. Diki. PPA vs Obat asama. Online. 2009. Available from URL:

http://mediapenunjangmedis.dikirismanto.com/

16. Indofarma. Loratadin 10 mg. Online. 2009. Available from URL:

http://www.indofarma.co.id/

17. Diktat Panduan Kepaniteraan Farmakologi dan Terapi. Banjarmasin, FK

Referensi

Dokumen terkait

• Efek samping terjadi karena interaksi yang rumit antara obat dengan sistem biologis tubuh, antar indivudu bervariasi. • Efek samping obat bisa terjadi antara

• Efek samping terjadi karena interaksi yang rumit antara obat dengan sistem biologis tubuh, antar individu bervariasi. • Efek samping obat bisa terjadi antara

Penderita di follow-up (gejala klinis dan efek samping) dilakukan setiap hari sampai kriteria pemulangan penderita terpenuhi. Penderita yang memenuhi kriteria pemulangan diambil

Meskipun demikian pemberian secara bersamaan membuat pasien menelan obat dalam jumlah yang banyak sehingga dapat terjadi ketidakpatuhan, komplikasi, efek samping,

Pemberian obat ini jarang menimbulkan efek samping sistemik, namun jika diberikan bersamaan dengan kortikosteroid topikal lainnya, harus dilakukan titrasi sampai dosis paling

masalah, Tetapi pendapat ini tidak sepenuhnya benar karena banyak penderita alergi  batuk saat tidur siang atau di kantor dengan AC yang sangat dingin tidak timbul gejala

Penderita di follow-up (gejala klinis dan efek samping) dilakukan setiap hari sampai kriteria pemulangan penderita terpenuhi. Penderita yang memenuhi kriteria pemulangan

Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek samping yang frekuensinya rendah atau yang timbul setelah pemakaian obat bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas obat pada