• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH SELESMA, INFLUENZA DAN RHINITIS ALERGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH SELESMA, INFLUENZA DAN RHINITIS ALERGI"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH : SWAMEDIKASI

MAKALAH

SELESMA, INFLUENZA DAN RHINITIS ALERGI

O L E H : KELOMPOK KELAS FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Selesma a. Pengertian

Selesma adalah iritasi atau peradangan selaput lendir hidung akibat infeksi dari suatu virus. Selaput lendir yang meradang memproduksi banyak lendir sehingga hidung menjadi tersumbat dan sulit bernafas. Tandanya di antaranya pilek, mata mengeluarkan banyak air, kepala pusing dan seringkali demam ringan. Lendir yang terbentuk mengakibatkan batuk dan bersin. Virus yang menyebabkan adalah rhinovirus (dalam bahasa yunani Rhino adalah hidung, dan virus adalah jasad renik terkecil dengan ukuran 0,02 –0,3 mikron jauh lebih kecil dari bakteri biasa) (Tjay dan Raharja, 2006)

b. Etiologi

Rhino virus adalah penyebab selesma. 50% selesma terjadi pada anak dan dewasa. Penyebab lain selain rhinovirusantara lain respiratory sincitial virus, coronaviruses, virus influenza,virus parainfluenza parainfluenza, adenovirus, echovirus, dan coxsackie virus. Proses transmisinya dapat melaluiinokulasi mukosa hidung dengan virus yang berada pada benda hidup (tangan) atau benda mati (gagang pintu dan telepon) (Berardi, 2004). Meskipun penyebab pilek baru dapat diidentifikasi pada 1950-an, penyakit tersebut telah ada di tengah kehidupan manusia sejak zaman purba. Gejala dan penanganannya dijelaskan dalam papirus Ebers

(3)

dari Mesir, teks medis tertua yang pernah ada, ditulis sebelum abad ke-16 Sebelum Masehi. Istilah “selesma” ("common cold") mulai digunakan pada abad ke-16, yakni karena kemiripan gejalanya dengan gejala orang yang terpajan cuaca dingin. Di Inggris, Common Cold Unit (CCU) dibuat oleh Medical Research Council pada 1946 dan di sanalah rhinovirus ditemukan pada 1956. Pada 1970-an, CCU menunjukkan bahwa penanganan dengan interferon selama fase inkubasi infeksi rhinovirus memberikan perlindungan dari penyakit tersebut. Belum ada penanganan praktis yang dapat dikembangkan. Unit tersebut ditutup pada 1989, dua tahun setelah unit tersebut menyelesaikan riset terhadap tablet hisap zink glukonat untuk pencegahan dan penanganan pilek yang disebabkan oleh rhinovirus. Zink menjadi satu-satunya penanganan yang berhasil yang dikembangkan sepanjang sejarah CCU (Al-Nakib,1987).

c. Penyebab Selesma

Selesma dapat disebabkan oleh adanya rhinovirus (rhino = hidung), ditandai dengan lendir (ingus) yang encer dan bening. Pada tingkat kedua baru dapat terjadi suprainfeksi oleh suatu bakteri, yang biasanya sudah berada dalam mulut atau hidung dan mendadak menjadi pathogen (menimbulkan penyakit). Selesma yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan lendir (ingus) yang kental dan berwarna kuning kehijauan. Penyebab lain dari selesma adalah suatu reaksi alergi dari tubuh terhadap suatu zat yang dapat

(4)

menimbulkan reaksi kepekaan berlebihan. Zat-zat alergen antara lain yaitu serbuk sari dari pohon, bunga atau jenis rumput-rumputan. Begitupula debu rumah tangga yang mengandung suatu serangga kecil tertentu (tungau) yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Selesma demikian disebut rhinitis alergi. Ciri-cirinya yang khas adalah ingus yang sangat encer, kelopak mata dan hidung bengkak dan gatal. Penurun kelembaban dan suhu udara oleh mesin air conditioner (AC) dapat mengiritasi mukosa hidung sehingga menimbulkan selesma. Begitu juga menghisap rokok melalui hidung atau adanya udara yang terpolusi. Ciri-ciri infeksi adalah demam tinggi, nyeri otot dan persendian dengan rasa letih, nyeri kepala dan tenggorokan, suara serak, hilang nafsu makan, adakalanya juga nyeri telinga, mual, muntah dan diare. Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold. Cold virus atau rhinovirus, Rhinovirus, Virus Parainfluenza, Virus sinsisial pernafasan. Gejala pilek yang paling sering timbul termasuk batuk, hidung meler, hidung tersumbat, dan sakit tenggorokan. Gejala lainnya bisa berupa nyeri otot (mialgia), sakit badan ringan, sakit kepala, dan hilangnya nafsu makan. Sakit tenggorokan timbul pada 40% dari penderita pilek. Batuk muncul pada sekira 50% dari mereka. Nyeri otot terjadi pada sekira setengah dari kasus pilek tersebut. Demam tidak termasuk gejala biasa muncul pada orang dewasa, namun muncul pada bayi dan anak kecil. Batuk yang

(5)

disebabkan oleh pilek biasanya lebih ringan daripada batuk yang disebabkan oleh flu (influenza). Beberapa jenis virus penyebab pilek mungkin juga tidak memunculkan gejala. Warna mukus yang dikeluarkan saat batuk dari saluran pernapasan bagian bawah (dahak) berbeda-beda, mulai dari kuning hingga hijau. Warna mukus tidak dapat mengindikasikan apakah penyebab infeksi tersebut adalah bakteri atau virus (Berardi, 2004).

d. Gejala Selesma

Gejala selesma muncul 1 sampai 3 hari setelah infeksi. Hidung tersumbat adalah gejala pertama diikuti dengan, rhinorrea, bersin, sakit tenggorokan dan batuk. Pasien kadang merasa kedinginan, sakit kepala, malaise, mialgia, batuk, atau demam ringan. Gejala biasanya terjadi selama 2 atau 3 hari. Batuk biasanya jarang terjadi dan jika muncul selama 4 atau 5 hari. Gejala selesma bertahan sekitar 7 hari. Tanda dan gejala selesmamungkin sulit dibedakan dengan influenza dan penyakit pernafasan lainnya (Berardi, 2004).

e. Patofisiologi

Rhinovirus mengikat molekul intraseluler 1 reseptors yang melekat pada sel-sel ephitelial pernapasan di hidung dan nasofaring sehingga dapat bereplikasi dan menyebar. Sel yang terinfeksi melepaskan chemokine “sinyal bahaya” dan sitokin yang mengaktifkan mediator inflamasi dan refleks neurogenik, sehingga ada tambahan mediator inflamasi, vasodilatasi, transudasi plasma, sekresi kelenjar, stimulasi saraf nyeri,refleks bersin dan batuk.

(6)

Rhinovirus berada dalam nasofaring selama 16 sampai 18 hari setelah infeksi awal. Infeksi virus berakhir dengan antibodi penetral (sekretori imunoglobulin A atau serum imunoglobulin G) masuk ke dalam mukosa sampai akhir replikasi virus (Berardi, 2004).

f. Pencegahan

a. Menjaga kebersihan perorangan seperti sering mencuci tangan, menutup mulut ketika batuk dan bersin, dan membuang ludah / dahak dari mulut dan ingus hidung dengan cara yang bersih dan tidak sembarangan.

b. Bila memungkinkan, hindari jangan sampai berjejal di satu ruangan, misalnya ruang keluarga, atau tempat tidur. Ruangan harus memiliki ventilasi yang cukup lega.

c. Hindari merokok di dalam rumah, apalagi dimana ada banyak anak-anak.

d. Berpola hidup sehat, hindari minum alkohol, stres, istirahat cukup, dll.

e. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan. f. Bila akan menyentuh/menggendong bayi, cucilah tangan

dahulu.

g. Makan makanan yang bersih, higienis, sehat, gizi-nutrisi seimbang. Idealnya 4 sehat 5 sempurna.

h. Memperhatikan dan menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.

i. Konsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum memutuskan untuk menggunakan obat-obatan, jamu, jamur, herbal, atau suplemen untuk mengatasi salesma.

j. Pengobatan

Saat ini, tidak ada terapi antiviral yang efektif untuk pengobatan salesma. Oleh karena salesma merupakan penyakit

(7)

yang self-limiting, yaitu sembuh dengan sendirinya, maka pengobatan hanya ditujukan untuk meredakan gejala. Terapi yang direkomendasikan adalah obat yang spesifik untuk gejala tertentu.Obat semprot hidung yang mengandung dekongestan dapat digunakan, tapi tidak melebihi 3 hari untuk mencegah efek rebound. Bersin-bersin dan hidung berair dapat diredakan dengan antihistamin. Namun tidak semua Antihistamin efektif untuk meredakan gejala tersebut (Danarti, 2010)

Selesma merupakan penyakit simptomatis yang dapat sembuh dengan sendirinya sehingga system pengobatannya hanya bersifat paliatif/meringankan gejala. Tidak semua gejala yang timbul harus diobati, Karena merupakan perluasan dari gejala sebelumnya, sehingga sasaran pengobatannya adalah gejala yang paling berat dan merupakan awal rantai gejala berikutnya yaitu cairan nasal dan sumbatan nasal. Untuk mengatasi selesma dan influenza, diperlukan daya tahan tubuh yang baik. Karena pada dasarnya, yang bertindak membunuh virus influenza atau selesma yang masuk itu adalah sistem imun tubuh kita sendiri. Sedangkan terapi obat, sebagian besar hanya digunakan untuk mengatasi dan mengurangi gejala penyakit yang cukup mengganggu. Sehingga obat-obat yang biasa diberikan untuk mengatasi selesma dan influenza biasanya adalah obat-obat penurun panas, analgetik, anti histamine atau anti alergi, dan obat-obat untuk mengatasi sekret yang dimaksudkan untuk mengurangi gejala-gejala penyakit. Bila

(8)

perlu ditambahkan vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga sistem imun mampu untuk membunuh virus penyebab penyakit. (Danarti, 2010)

B. Influenza a. Pengertian

Influenza adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus influenza, dan menyebar dengan mudah dari orang keorang. Virus ini beredar di seluruh dunia dan dapat mempengaruhi orang tanpa memandang usia dan jenis kelamin (WHO, 2009). Flu sendiri merupakan suatu penyakit yang self-limiting, dimana bila tidak terjadi komplikasi dengan penyakit lain, maka setelah 4-7 hari penyakit akan sembuh sendiri. Daya tahan tubuh seseorang akan sangat berpengaruh terhadap berat ringannya penyakit tersebut. Daya tahan tubuh dipengaruhi oleh pola hidup seseorang (BPOM, 2006)

b. Etiologi dan Epidemiologi

Infeksi influenza dapat terjadi setiap saat selama musim dingin. Tingkat infeksi tertinggi terjadi pada anak-anak, tapi tingkat tertinggi penyakit parah, rawat inap, dan kematian terjadi di antara mereka yang lebih tua dari usia 65 tahun, anak-anak (lebih muda dari 2 tahun), Epidemi Influenza dimulai dari tahun 1979 hingga tahun 2000 yang menghasilkan rata-rata 226.000 rawat inap. Untuk usia lanjut di atas 65 tahun lebih dari 90% terjadi kematian terkait influenza. Kematian dengan influenza penyebab dari pneumonia bakteri sekunder, pneumonia virus primer, dan atau eksaserbasi penyakit penyerta yang mendasari (Joseph,2002).

(9)

Dikenal tiga jenis influenza musiman (seasonal) yakni A, B dan Tipe C. Di antara banyak subtipe virus influenza A, saat ini subtipe influenza A (H1N1) dan A (H3N2) adalah yang banyak beredar di antara manusia. Virus influenza bersirkulasi di setiap bagian dunia. Kasus flu akibat virus tipe C terjadi lebih jarang dari A dan B. Itulah sebabnya hanya virus influenza A dan B termasuk dalam vaksin influenza musiman. Influenza musiman menyebar dengan mudah Saat seseorang yang terinfeksi batuk, tetesan yang terinfeksi masuk ke udara dan orang lain bisa tertular. Mekanisme ini dikenal sebagai air borne transmission.Virus juga dapat menyebar oleh tangan yang terinfeksi virus. Untuk mencegah penularan, orang harus menutup mulut dan hidung mereka dengan tisu ketika batuk, dan mencuci tangan mereka secara teratur (WHO, 2009).

Virus influenza A inang alamiahnya adalah unggas akuatik. Virus ini dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu wabah influenza manusia. Virus A merupakan patogen manusia yang paling virulen di antara ketiga tipe infleuenza dan menimbulkan penyakit paling berat, yang paling terkenal di Indonesia adalah flu babi (H1N1) dan flu burung (H5N1) (Spickler, 2009).

Virus influenza B hampir secara ekslusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan virus influenza A. karena

(10)

tidak mengalami keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan diperoleh pada usia muda, tapi sistem kekebalan ini tidak permanen karena adanya kemungkinan mutasi virus. (Spickler, 2009)

Virus influenza C menginfeksi manusia, anjing dan babi, kadangkala menyebabkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C jarang terjadi disbanding jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak -anak (Spickler, 2009).

Virus influenza tipe A dapat ditemukan di alam liar oleh burung terutama unggas air. Influenza tipe B biasanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A dan terutama menyerang anak-anak. Influenza tipe B biasanya lebih stabil jika dibandingkan dengan tipe A, dengan antigenic drift yang kurang dan akibat stabilitas imunologinya. Influenza tipe B ini hanya mempengaruhi manusia. Sedangkan influenza tipe C jarang dilaporkan sebagai penyebab penyakit pada manusia, mungkin karena kebanyakan kasus yang bersifat subklinis dan tidak menyebabkan penyakit epidemik (Pickering dkk., 2000).

Terdapat dua macam mutasi tergantung besar atau kecilnya perubahan RNA, yaitu (HTA Indonesia, 2003 ):

1. Antigenic shift, hanya terjadi pada influenza tipe A; perubahan genetik yang besar dan mendadak pada HA dan atau NA . 2. Antigenic drift, hanya terjadi pada influenza tipe A dan B; terjadi

(11)

asam amino RNA; tidak menghasilkan subtipe baru; dan dapat menyebabkan terjadinya epidemic

c. Patofisiologi Influenza

Salah satu mekanisme diyakini penghambatan hormon adrenokortikotropik (ACTH) sehingga menurunkan kadar kortisol. Mengetahui gen yang dibawa oleh strain tertentu dapat membantu memprediksi seberapa baik akan menginfeksi manusia dan seberapa parah infeksinya. Misalnya, bagian dari proses yang memungkinkan virus influenza menginvasi suatu sel adalah pembelahan protein hemaglutinin virus oleh salah satu enzim protease. Dalam virus ringan dan virulen, struktur hemaglutinin yang hanya bisa dipecah oleh protease yang ditemukan dalam tenggorok dan paru-paru, sehingga virus ini tidak dapat menginfeksi jaringan lain. Namun, dalam strain yang sangat virulen, seperti H5N1, hemaglutinin yang dapat di urai oleh berbagai protease, yang memungkinkan virus untuk menyebar ke seluruh tubuh (Schmitz N, 2005).

Protein hemaglutinin virus bertanggung jawab untuk menentukan kedua spesies dapat menginfeksi dan di mana pada saluran pernapasan manusia strain influenza akan mengikat. Strain yang mudah menular antara manusia memiliki protein hemaglutinin yang berikatan dengan reseptor di bagian atas dari saluran pernapasan, seperti di hidung, tenggorokan dan mulut (Winther B, 1998).

(12)

Virus influenza masuk ke dalam saluran napas melalui droplet, kemudian menempel dan menembus sel epitel saluran napas di trakea dan bronkus. Infeksi dapat terjadi bila virus menembus lapisan mukosa non-spesifik saluran napas dan terhindar dari inhibitor non-spesifik serta antibodi lokal yang spesifik. Daerah yang diserang adalah sel epitel silindris bersilia. Selanjutnya terjadi edema lokal dan infiltrasi oleh sel limfosit, histiosit, sel plasma dan polimorfonuklear. Nekrosis sel epitel ini terjadi pada hari pertama setelah gejala timbul. Perbaikan epitel dimulai pada hari ke-3 dan ke-5 dengan terlihatnya mitosis sel pada lapisan basal. Respons pseudometaplastik dari epitelium yang

undifferentiated timbul. Puncaknya dicapai pada hari ke–9 sampai

ke-15 setelah awitan penyakit. Setelah 15 hari, tampak produksi mukus dan silia kembali seperti sediakala. Adanya infeksi sekunder menyebabkan reaksi infiltrasi sel radang lebih luas dan kerusakan pada lapisan sel basal dan membrana basalis lebih hebat, yang akan mengakibatkan terhambatnya regenerasi sel epitel bersilia. Kemudian virus bereplikasi di dalam sel pejamu yang menyebabkan kerusakan sel pejamu. Viremia tidak terjadi. Virus terlindung di dalam sekret dari saluran napas selama 5-10 hari (Bridges C, 2002).

(13)

Tanda dan gejalanya termasuk cepat timbulnya demam, mialgia, sakit kepala, malaise, batuk, sakit tenggorokan, dan rhinitis. Mual, muntah, dan otitis media juga sering dilaporkan pada anak-anak. Tanda dan gejala biasanya dalam waktu sekitar 3-7 hari, meskipun batuk dan malaise dapat bertahan selama lebih dari 2 minggu. Pneumonia virus primer terjadi terutama pada wanita hamil dan disertai penyakit kardiovaskular biasanya ditandai dengan demam dan batuk kering, yang perubahan batuk produktif dahak berdarah ini cepat berkembang menjadi dyspnea, hipoksemia, dan sianosis dengan radiologis (Bridges C, 2002).

Selain itu terdapat gejala umum lainnya seperti demam sampai 39°C, hidung tersumbat, mual, menggigil dan berkeringat, kelelahan, nyeri otot (terutama di lengan, punggung dan kaki), batuk kering yang sering dan intens, sakit kepala dan kehilangan nafsu makan berkurang, sakit kepala, yang merupakan hasil dari sejumlah besar sitokin proinflamasi dan kemokin (seperti interferon atau tumor necrosis) yang dihasilkan dari sel-sel yang terinfeksi influenza. Berbeda dengan yang rhinovirus yang menyebabkan pilek, influenza tidak menyebabkan kerusakan jaringan, sehingga gejala tidak sepenuhnya disebabkan oleh respon inflamasi. Respon imun besar ini mungkin menghasilkan badai sitokin yang mengancam jiwa (Winther B, 1998).

(14)

Orang yang menderita flu disarankan banyak beristirahat,

meminum banyak cairan, dan bila perlu mengkonsumsi

obat-obatan untuk meredakan gejala yang mengganggu. Tindakan

yang dianjurkan untuk meringankan gejala flu tanpa pengobatan

meliputi antara lain (BPOM, 2006) :

a.

Beristirahat 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan.

b.

Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan

protein yang tinggi akan menambah daya tahan tahan tubuh.

Makan buah-buahan segar yang banyak mengandung

vitamin.

c.

Banyak minum air, teh, sari buah akan mengurangi rasa

kering di tenggorokan, mengencerkan dahak dan membantu

menurunkan demam.

d.

Sering-sering berkumur dengan air garam untuk mengurangi

rasa nyeri di tenggorokan.

e. Terapi Farmakologi

Beberapa obat yang dapat digunakan adalah penurun

panas pada saat terjadi demam, penghilang sakit untuk

meredakan nyeri serta obat batuk jika terjadi batuk. Karena

influenza disebabkan oleh virus, maka antibiotik tidak memiliki

pengaruh terhadap infeksi kecuali diberikan untuk infeksi

sekunder seperti pneumonia bakterialis. Pengobatan antiviral

dapat efektif, namun sebagian galur influenza dapat

(15)

menunjukan resistensi terhadap obat-obatan antivirus standar

(Abelson, 2009). Obat flu pada umumnya adalah obat tanpa

resep dokter yang dapat diperoleh di apotek-apotek dan toko

obat berizin. Obat flu umumnya merupakan kombinasi dari

beberapa zat aktif, seperti kombinasi-kombinasi dari :

a. Analgesik/antipiretik dikombinasikan dengan nasal

dekongestan.

b. Analgesik/antipretik dikombinasikan dengan nasal

dekongestan dan antihistamin.

c. Analgesik/antipiretik dikombinasikan dengan nasal

dekongestan, antihistamin dan antitusif atau ekspektoran.

Berikut adalah zat aktif yang umumnya terdapat sebagai

komponen obat flu (BPOM, 2006) :

a. Analgesik dan antipiretik

Secara umum obat golongan ini mempunyai cara kerja

obat yang dapat meringankan rasa sakit dan menurunkan

demam. Zat aktif yang memiliki khasiat analgesik sekaligus

antipiretik yang lazim digunakan dalam obat flu adalah :

parasetamol.

b. Antihistamin

Antihistamin adalah suatu kelompok obat yang dapat

berkompetisi melawan histamin, yaitu salah satu me diator

dalam tubuh yang dilepas pada saat terjadi reaksi alergi. Zat

(16)

aktif yang termasuk golongan ini antara lain klorfeniramin

maleat, deksklorfeniramin maleat.

c. Dekongestan hidung

Dekongestan hidung adalah obat yang mempunyai efek

mengurangi hidung tersumbat. Obat-obat yang dapat

digolongkan sebagai dekongestan hidung antara lain :

fenilpropanolamin, fenilefrin, pseudoefedrin dan efedrin.

d. Ekspektoran dan Mukolitik

Ekspektoran dan mukolitik digunakan untuk batuk

berdahak, dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran

dahak. Zat aktif yang termasuk ke dalam kelompok ini

antara lain gliseril guaiakolat, ammonium klorida,

bromheksin.

e. Antitusif

Antitusif yaitu obat yang bekerja pada susunan saraf

pusat menekan pusat batuk dan menaikkan ambang rangsang

batuk. Zat aktif yang termasuk antitusif antara lain

dekstrometorfan HBr dan difenhidramin HCl (dalam dosis

tertentu).

C. Rhinitis Alergi a. Pengertian

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya

(17)

suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986).

b. Epidemiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi Perennial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994)

(18)

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48

jam.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan

(19)

pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang suda h terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet

(20)

mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).ada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhent i sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad)

(21)

dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentukmukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1. Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

(22)

3. Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh. Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). d. Gejala

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar, 2004).

Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring.

(23)

Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telingatermasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringealtermasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laryngeal termasuk suara serak dan edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA Workshop Group. WHO, 2001). Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur (Harmadji, 1993).

e. Klasifikasi Rhinitis Alergi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) 2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya(Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari

(24)

WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi: 1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4

hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (Bousquet et al, 2001).

f. Penatalaksanaan (Mulyarjo, 2006) 1) Terapi Non-farmakologi

Terapi non-farmakologi adalah dengan menghindari allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi

2) Terapi Farmakologi (Terapi Simptomatis)

Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, obat-obatan simpatomimetik, kortikosteroid dan antikolinergik topikal.

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1. Antagonis reseptor

histamin H1 berikatan dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasi reseptor, yang mencegah ikatan dan kerja histamin. Merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi

(25)

dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Generasi kedua lebih bersifat lipofobik dan memiliki ukuran molekul lebih besar sehingga lebih banyak dan lebih kuat terikat dengan protein plasma dan berkurang kemampuannya melintasi otak. Generasi kedua AH1 mempunyai rasio efektivitas, keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung.

Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai

dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topikal. Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa. Beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak, dan memperbaiki pernapasan.

a) Dekongestan oral

Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin, merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit jantung harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi, berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit

(26)

kepala, kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat meningkat, namun efek samping juga bertambah.

b) Dekongestan intranasal

Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi lebih ringan. Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak di bawah usia l tahun karena batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.

c) Preparat Kortikosteroid

Kortikosteroid digunakan sangat luas dalam pengobatan berbagai penyakit alergi oleh karena sifat anti inflamasinya yang kuat. Beragam kerja anti inflamasi kortikosteroid diperantarai oleh pengaturan ekspresi dari bermacam gen target spesifik. Telah diketahui bahwa kortikosteroid menghambat sintesis sejumlah sitokin seperti interleukin IL-1 sampai IL-6, tumor nekrosis factor-α (TNF-α), dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor

(27)

(GM-CSF). Kortikosteroid juga menghambat sintesis khemokin IL-8, regulated on activation normal T cell expressed and secreted (RANTES), eotaxin, macrophage inflammatory protein- 1α (MIP-1α), dan monocyt chemoattractant protein-1.

d) Kortikosteroid intranasal

Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal terlihat setelah beberapa hari. Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.

e) Kortikosteroid oral/IM

Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison, metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal

(28)

obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.

g. Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

(29)

Pengobatan dengan Obat-Obatan Sintetik

Tidak ada terapi spesifik untuk selesma, influenza, dan rhinitis alergi. Semua pengobatannya bersifat simptomatis karena pada dasarnya selesma, influenza, dan rhinitis alergi adalah penyakit yang self-limiting (bisa sembuh sendiri). Obat penurun panas, dekongestan dan pengencer dahak, antialergi dapat diberikan bila gejala sangat mengganggu.

1. Antihistamin

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin. Obat yang tergolong antihistamin antara lain: Klorfeniramin maleat/klorfenon/ CTM, Difenhidramin HCl, Promethazin

a. Kegunaan obat Anti alergi

b. Hal yang harus diperhatikan :

• Hindari dosis melebihi yang dianjurkan

• Hindari penggunaan bersama minuman beralkohol atau obat tidur • Hati-hati pada penderita glaukoma dan hipertropi prostat atau minta

saran dokter.

• Jangan minum obat ini bila akan mengemudikan kendaraan dan menjalankan mesin.

c. Efek samping

• Mengantuk, pusing, gangguan sekresi saluran napas • Mual dan muntah (jarang)

d. Aturan pemakaian

o Klorfeniramin maleat (CTM)

• Dewasa : 1 tablet (2 mg) setiap 6-8 jam

• Anak : < 12 tahun ½ tablet (12,5 mg) setiap 6-8 jam o Difenhidramin HCl

• Dewasa : 1-2 kapsul (25-50 mg) setiap 8 jam • Anak : ½ tablet (12,5 mg) setiap 6-8 jam o Promethazin

(30)

• Dewasa : 50-300 mg sehari,

• Anak : usia 1-5 tahun 5-15 mg sehari

usia 5-10 tahun 10-25 mg setiap hari.

2. Dekongestan

Dekongestan mempunyai efek mengurangi hidung tersumbat. Obat dekongestan oral antara lain : Fenilpropanolamin, Fenilefrin, Pseudoefedrin dan Efedrin.

a. Kegunaan obat

Mengurangi hidung tersumbat b. Hal yang harus diperhatikan

Hati-hati pada penderita diabet juvenil karena dapat meningkatkan kadar gula darah, penderita tiroid, hipertensi, gangguan jantung dan penderita yang menggunakan antidepresi. Mintalah saran dokter atau Apoteker. c. Kontraindikasi

Obat tidak boleh digunakan pada penderita insomnia (sulit tidur), pusing, tremor, aritmia dan penderita yang menggunakan MAO (mono

aminoksidase) inhibitor.

d. Efek samping

• Menaikkan tekanan darah

• Aritmia terutama pada penderita penyakit jantung dan pembuluh darah. e. Aturan pemakaian

o Fenilpropanolamina

• Dewasa : maksimal 15 mg per takaran 3-4 kali sehari

• Anak : usia 6-12 tahun maksimal 7,5 mg per takaran 3-4 kali sehari o Fenilefrin

• Dewasa : 10 mg, 3 kali sehari

• Anak : usia 6 – 12 tahun : 5 mg, 3 kali sehari o Pseudoefedrin

• Dewasa : 60 mg, 3 – 4 kali sehari

(31)

usia 6-12 tahun : 30 mg, 3 - 4 kali sehari o Efedrin

• Dewasa : 25 – 30 mg, setiap 3 – 4 jam

• Anak : sehari 3 mg/kg berat badan, dibagi dalam 4 – 6 dosis yang sama

DekongestanTopikal (oksimetazolin)

a. Hal yang harus diperhatikan

• Hindari dosis melebihi yang dianjurkan • Hati-hati sewaktu meneteskan ke hidung

• Dosis tepat dan masuknya ke lubang hidung harus tepat, • Jangan mengalir keluar atau tertahan,

• Tidak boleh digunakan lebih dari 7-10 hari,

• Segera minum setelah menggunakan obat, karena air dapat mengencerkan obat yang tertelan,

• Ujung botol obat dibilas dengan air panas setiap kali dipakai,

• Penggunaan obat pada pagi dan menjelang tidur malam dan tidak boleh digunakan lebih dari 2 kali dalam 24 jam.

• Obat tidak boleh digunakan untuk anak berumur dibawah 6 tahun, karena efek samping yang timbul lebih parah, dan juga pada ibu hamil muda.

b. Efek samping

Merusak mukosa hidung karena hidung tersumbat makin parah, rasa terbakar, kering, bersin, sakit kepala, sukar tidur, berdebar.

c. Aturan pemakaian

• Dewasa dan Anak > 6 tahun 2-3 tetes/semprot oksimetazolin 0,005% setiap lubang hidung,

• Anakusia 2-5 tahun 2-3 tetes/semprot oksimetazolin 0,025% setiap lubang hidung

3. Analgesik dan Antipiretik

Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi keluhan demam dan nyeri yaitu: o Parasetamol/Asetaminofen

(32)

a. Kegunaan obat

Menurunkan demam, mengurangi rasa sakit b. Hal yang harus diperhatikan

• Dosis harus tepat, tidak berlebihan, bila dosis berlebihan dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan ginjal.

• Sebaiknya diminum setelah makan.

• Hindari penggunaan campuran obat demam lain karena dapat menimbulkan overdosis.

• Hindari penggunaan bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko gangguan fungsi hati.

• Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita gagal ginjal.

c. Kontra Indikasi

Obat demam tidak boleh digunakan pada : • Penderita gangguan fungsi hati

• Penderita yang alergi terhadap obat ini • Pecandu alkohol

d. Efek samping

Efek samping jarang; kecuali ruam kulit, kelainan darah, pankreatitis akut dilaporkan setelah penggunaan jangka panjang, penting pada kerusakan hati (dan lebih jarang kerusakan ginjal) setelah overdosis. e. Aturan pemakaian

 Dewasa : 1 tablet (500 mg) 3 – 4 kali sehari, (setiap 4 – 6 jam)  Anak :

• 0-1 tahun ½-1 sendok teh sirup, 3-4 kali sehari (setiap 4 - 6 jam) • 1-5 tahun 1-1 ½ sendok teh sirup, 3 - 4 kali sehari (setiap 4 - 6

jam)

• 6-12 tahun ½-1 tablet (250-500 mg), 3-4 kali sehari (setiap 4-6 jam)

o Asetosal (Aspirin) a. Kegunaan obat

Mengurangi rasa sakit, menurunkan demam, antiradang b. Hal yang harus diperhatikan

 Aturan pemakaian harus tepat, diminum setelah makan atau bersama makanan untuk mencegah nyeri dan perdarahan lambung.

 Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu menyusui dan dehidrasi.

(33)

 Jangan diminum bersama dengan minuman beralkohol karena dapat meningkatkan risiko perdarahan lambung.

 Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita yang menggunakan obat hipoglikemik, metotreksat, urikosurik, heparin, kumarin, antikoagulan, kortikosteroid, fluprofen, penisilin dan vitamin C.

c. Kontra Indikasi

Tidak boleh digunakan pada: • Penderita alergi termasuk asma.

• Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan di bawah kulit. • Penderita hemofilia dan trombositopenia.

d. Efek samping

• Nyeri lambung, mual, muntah

• Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan tukak dan perdarahan lambung.

e. Aturan pemakaian

• Dewasa : 500 mg setiap 4 jam (maksimal selama 4 hari) • Anak : ▪ 2 – 3 tahun : ½ - 1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam

▪ 4 – 5 tahun : 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam ▪ 6 – 8 tahun : ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam ▪ 9 – 11 tahun : ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam ▪ > 11 tahun : 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam o Ibuprofen

a. Kegunaan obat

Menekan rasa nyeri dan radang, misalnya dismenorea primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit kepala, paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.

b. Hal yang harus diperhatikan

 Gunakan obat dengan dosis tepat

 Hati-hati untuk penderita gangguan fungsi hati, ginjal, gagal jantung, asma dan bronkhospasmus atau konsultasikan ke dokter atau Apoteker

 Hati-hati untuk penderita yang menggunakan obat hipoglisemi, metotreksat, urikosurik, kumarin, antikoagulan, kortiko-steroid, penisilin dan vitamin C atau minta petunjuk dokter.

(34)

 Jangan minum obat ini bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna.

c. Kontra Indikasi

Obat tidak boleh digunakan pada:

• Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif • Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen

• Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk tonjolan pada hidung)

• Kehamilan tiga bulan terakhir d. Efek Samping

 Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, konstipasi (sembelit/susah buang air besar), nyeri lambung sampai pendarahan.

 Ruam kulit, bronkhospasmus, trombositopenia

 Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat dihentikan

 Gangguan fungsi hati

 Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksi

 Anemia kekurangan zat besi e. Aturan pemakaian

 Dewasa : 1 tablet 200 mg, 2 – 4 kali sehari,. Diminum setelah makan

 Anak : ▪ 1 – 2 tahun : ¼ tablet 200 mg, 3 – 4 kali sehari ▪ 3 – 7 tahun : ½ tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari ▪ 8 – 12 tahun : 1 tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari

Tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7 kg.

4. Ekspektoran

o Gliseril Guaiakolat a. Kegunaan obat

Mengencerkan lendir saluran napas b. Hal yang harus diperhatikan :

Hati-hati atau minta saran dokter untuk penggunaan bagi anak dibawah 2 tahun dan ibu hamil.

(35)

• Dewasa : 1-2 tablet (100 -200 mg), setiap 6 jam atau 8 jam sekali • Anak : ▪ 2-6 tahun : ½ tablet (50 mg) setiap 8 jam

▪ 6-12 tahun : ½ - 1 tablet (50-100 mg) setiap 8 jam o Bromheksin

a. Kegunaan obat

Mengencerkan lendir saluran napas. b. Hal yang harus diperhatikan

Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita tukak lambung dan wanita hamil 3 bulan pertama.

c. Efek samping

Rasa mual, diare dan perut kembung ringan d. Aturan pemakaian

• Dewasa : 1 tablet (8 mg) diminum 3 x sehari (setiap 8 jam)

• Anak : ▪ > 10 tahun: 1 tablet (8 mg) diminum 3 kali sehari (setiap 8 jam)

▪ 5-10 tahun : 1/2 tablet (4 mg) diminum 2 kali sehari (setiap 8 jam)

5. Antitusif

o Dekstrometorfan HBr (DMP HBr) a. Kegunaan obat

Penekan batuk cukup kuat kecuali untuk batuk akut yang berat b. Hal yang harus diperhatikan

• Hati-hati atau minta saran dokter untuk penderita hepatitis

• Jangan minum obat ini bersamaan obat penekan susunan syaraf pusat

• Tidak digunakan untuk menghambat keluarnya dahak c. Efek samping

• Efek samping jarang terjadi. Efek samping yang dialami ringan seperti mual dan pusing

• Dosis terlalu besar dapat menimbulkan depresi pernapasan d. Aturan pemakaian

• Dewasa : 10-20 mg setiap 8 jam • Anak : 5-10 mg setiap 8 jam • Bayi : 2,5-5 mg setiap 8 jam

(36)

o Difenhidramin HCl a. Kegunaan obat

Penekan batuk dan mempunyai efek antihistamin (antialergi) b. Hal yang harus diperhatikan

 Karena menyebabkan kantuk, jangan mengoperasikan mesin selama meminum obat ini

 Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita asma, ibu hamil, ibu menyusui dan bayi atau anak.

c. Efek Samping

Pengaruh pada kardiovaskular dan SSP seperti sedasi, sakit kepala, gangguan psikomotor, gangguan darah, gangguan saluran cerna, reaksi alergi, efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan kabur dan gangguan saluran cerna, palpitasi dan aritmia, hipotensi, reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, reaksi fotosensitivitas, efek ekstrapiramidal, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi, berkeringat dingin, mialgia, paraestesia, kelainan darah, disfungsi hepar, dan rambut rontok.

d. Aturan Pemakaian

• Dewasa : 1-2 kapsul (25-50 mg) setiap 8 jam • Anak : ½ tablet (12,5 mg) setiap 6-8 jam

Kontraindikasi : Peka terhadap obat simptomimetik lain, hipertensi berat dan gangguan fungsi hati, terapi bersama dengan MAOI

Efek samping : Gangguan psikomotorik, takikardia, aritmia, palpitasi, retensi urin, mengantuk, kerusakan hati (karena dosis besar dan penggunaan jangka lama).

Interaksi Obat : Dengan MAOI dapat menyebabkan hipertensi Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas

Produsen : PT Tempo Scan Pacific

(37)

Komposisi : Per 5 ml Pseudoephedrin HCl 7,5 mg, Chlorpheniramin maleate 0,5 mg

Indikasi : Meredakan rhinitis alergi, bersin-bersin, dan hidung tersumbat Dosis : Anak 6-12 tahun 2 sdt, 2-5 tahun 1 sdt. Diberikan 3 kali sehari Kontraindikasi : Peka terhadap obat simptomimetik lain, hipertensi berat,

dan terapi bersama dengan MAOI.

Efek samping : Gangguan GI, gangguan psikomotorik, takikardia, aritmia, palpitasi, retensi urin, sakit kepala, insomnia, eksitasi, tremor, kesulitan berkemih, mengantuk.

Interaksi Obat : MAOI

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Tempo Scan Pacific

2. Decolgen FX

Komposisi : Acetaminophen 650 mg, Pseudoephedrin HCl 30 mg, Chlorpheniramin maleat 2 mg

Indikasi : Flu disertai sakit kepala berat dan meringankan gejala flu lainnya seperti demam , hidung tersumbat, serta bersin.

Dosis : Dewasa 1 kapl Anak 6-12 tahun ½ kapl. Diberikan 3 kali sehari.

(38)

Produsen : PT Medifarma Lab

3. Mixagrip

Komposisi : Per kapl Paracetamol 500 mg, Chlopheniramin maleat 2 mg, Phenylpropanolamin HCl 25 mg

Indikasi : Pilek, flu, batuk, demam, nyeri

Dosis : Dewasa 1-2 kapl Anak ½-1 kapl.3-4 kali sehari

Kontraindikasi : Hipertiroid, hipertensi, peny koroner, nefropati,terapi MAOI

Efek samping : Mengantuk, pusing, mulut kering, serang seperti epilepsi (dosis besar), ruam kulit.

Interaksi Obat : Antihistamin dapat berpotensiasi dengan depresan SSP lainnya. Efek diperpanjang oleh MAOI, Penggunaan Paracetamol jangka panjang dapat berpotensi sebagai antikoagulan oral.

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Dankos Farma

4. Neozep Forte

Komposisi : Phenylpropanolamin HCl 15 mg, Paracetamol 250 mg, Salicylamid 150 mg, Chlorpheniramin maleat 2 mg, Ascorbic acid 25 mg

Indikasi : Flu, rhinitis alergi

(39)

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Medifarma Lab

5. Procold Tablet

Komposisi : Asetaminophen 500 mg, Pseudoephendrin HCl 30 mg, Chlorpheniramin maleat 2 mg

Indikasi : Meringankan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat, dan bersin-bersin

Dosis : Dewasa 1 kapl Anak ½ kapl. Diberikan 3 kali sehari Kontraindikasi : Terapi MAOI, usia lanjut

Efek Samping : Gangguan GI, gangguan psikomotor, takikardia, kerusakan hati, palpitasi, retensi urin, mulut kering.

Interaksi Obat : Penggunaan bersama antidepresan tipe penghambat MAO dapat menyebabkan krisis hipertensi

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Kalbe Farma

(40)

Komposisi : Bromhexin HCl 4 mg, Paracetamol 150 mg, Chlorpheniramin maleat 2 mg, Phenylephrin HCl 5 mg

Indikasi : Meredakan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat, dan bersin-bersin yang disertai batuk.

Dosis : Dewasa dan anak > 12 tahun 10 ml, Anak 6-12 tahun 5 ml. Diberikan 3 kali sehari

Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi jantung, Diabetes Melitus.

Efek samping : Mengantuk, gangguan pencernaan, sakit kepala, insomnia, eksitasi, tremor, takikardia, aritmia, mulut kering, palpitasi, sulit berkemih. Reaksi alergi, termasuk ruam kulit, urtikaria, bronkospasme.

Interaksi Obat : MAOI, antibiotik (amoksisilin, sefuroksim, eritromisin, doksisiklin), CaCl2, kanamisin sulfat, noradrenalin, Na

pentobarbital,meglumin adipidon, Anastesi lokal butakain Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas

Produsen : PT Boehringer Ingelheim

7. Panadol Cold & Flu

Komposisi : Paracetamol 500 mg, Pseudoephedrin HCl 30 mg, Dextrometorphan HBr 15 mg.

Indikasi : Meredakan gejala hidung tersumbat, batuk yang tidak berdahak, dan demam menyertai influenza

Dosis : Dewasa 1 kapl tiap 4-6 jam. Maks. 8 kapl/25jam. Tidak untuk anak <12 tahun.

Kontraindikasi : Peka terhadap obat simptomimetik lain, hipertensi berat dan gangguan fungsi hati, terapi bersama dengan MAOI.

Efek samping : Kadang-kadang takikardia, dispepsia, mual, kemerahan pada kulit, depresi pernafasan dan SSP, mengantuk, konstipasi, pusing.

(41)

Interaksi Obat : Penggunaan bersamaan dengan depresan tipe MAOI dapat mengakibatkan krisis hipertensi

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Glaxo Smith Kline

8. Woods’ Peppermint Antitussive sirup 50 ml

Komposisi : Dextrometorphan HBr 7,5 mg, Dipenhydramin HCl 12,5 mg Indikasi : Batuk non produktif yang berhubungan dengan alergi

Dosis : Dewasa dan anak >12 tahun 10 ml 3 kali sehari, Anak 6-12

tahun 5 ml 3 kali sehari

Kontraindikasi : Hamil, laktasi, glaukoma, asma bronkial, gagal nafas. Jangan digunakan bersama MAOI

Efek samping : Muntah, pusing, mengantuk, konstipasi Interaksi Obat : Jangan digunakan bersama MAOI Golongan Obat : Obat Bebas

Produsen : PT Inasentra Unisatya

9. Triaminic Expectorant sirup 60 ml

Komposisi : Pseudoephedrin HCl 15 mg, Guaifenesin 50 mg Indikasi : Meringankan batuk berdahak dan pilek

Dosis : Dewasa dan anak >12 tahun 2 sdt, Anak 6-12 tahun 1 sdt, 2-5

(42)

Kontraindikasi : Gangguan jantung, diabetes melitus, digunakan bersama MAOI

Efek samping : Mual, muntah, berkeringat, sakit kepala, rasa haus, takikardia, nyeri prekordial, palpitasi, kesulitan miksi, kelemahan otot, tremor, gelisah, insomnia, mulut kering. Interaksi Obat : Efek potensiasi terhadap simpatomimetik dan SSP depresan. Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas

Produsen : PT Bristol Myers Squibb

10. Ikadryl sirup

Komposisi : Dipenhydramin HCl 12,5 mg, Ammon Cl 125 mg, Na citrate 50 mg, Mentol 1 mg

Indikasi : Batuk yang berhubungan dengan selesma, flu dan iritasi pernafasan lain, bronkitis alergi.

Dosis : Dewasa dan anak 1-2 sdt setiap 4 jam.

Kontraindikasi : Neonatus atau bayi prematur, serangan asma akut

Efek samping : Gangguan GI, anoreksia atau peningkatan nafsu makan, penglihatan kabur, mulut kering, hipotensi, sakit kepala Interaksi Obat : Dapat meningkatkan efek sedatif depresan SSP. Efek

diperpanjang oleh MAOI Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas

Produsen : PT Ikapharmindo Putramas

(43)

Komposisi : Chlorpheniramin maleat

Indikasi : Hay fever, urtikaria, asma bronkial, rhinitis alergi dan reaksi alergi lain

Dosis : Dewasa 1 kapl 3-4 kali sehari, Anak 6-12 tahun ½ kapl 3-4 kali sehari, 2-6tahun ¼ kapl 3-4 kali sehari

Kontraindikasi : Infeksi saluran nafas bawah, bayi prematur atau baru lahir Efek samping : Sedasi, gangguan GI, antimuskarinik, hipotensi, kelemahan

otot, tinitus, euforia, sakit kepala, stimulasi SSP. Interaksi Obat : Alkohol, SSP depresan, antikolinergik, MAOI Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas

Produsen : Solas

12. Allerin

Komposisi : Glyceryl Guaicolat 50 mg, Na sitrat 180 mg, Diphenhydramin HCl 12,5 mg, Phenylprophanolamin HCl 12,5 mg, Alkohol 5% Indikasi : Batuk berdahak karena iritasi, alergi dan batuk spasmodik Dosis : Dewasa 1½ -2 sdt 4 kali sehari, Anak 7-12 tahun 1-1½ sdt

4 kali sehari, 2-6tahun ½-1sdt 4 kali sehari, bayi ¼ - ½ sdt 3-4 kali sehari

Kontraindikasi : Hipertiroidisme, hipertensi, jangan dipakai bersama MAOI selama 2 minggu

Efek samping : Mengantuk, pusing, mulut kering, kejang epileptiform (dosis tinggi)

(44)

Interaksi Obat : Meningkatkan efek depresan SSP lainnya, Masa kerja diperpanjang dengan MAOI.

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Medifarma Lab

13. Afrin

Komposisi : Oxymetazoline HCl

Indikasi : Pengobatan hidung tersumbat, pengobatan dan pencegahan infeksi telinga tengah.

Dosis : Semprot hidung Dewasa dan anak > 6tahun 2-3 semprot 2 kali sehar, Tetes hidung 2-3 tetes 2 kali sehari

Kontraindikasi : Hipersensitiv, hipertiroidisme, hipertensi, penyakit jantung, anak < 6 tahun

Efek samping : Rasa terbakar pada hidung/tenggorokan, iritasi lokal, mual, sakit kepala, mukosa hidung kering. Kongesti nasal (penggunaan jangka lama)Apnu dan kolaps tiba-tiba pada bayi

Interaksi Obat : MAOI, antihipertensi Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Schering-Plough

(45)

Komposisi : Oxymetazoline HCl Indikasi : Rhinitis akut

Dosis : Tetes anak2-6tahun 2-3 tetes 2 kali sehari. Semprot Dewasa

dan anak > 6 tahun 2-3 semprot 2 kali sehari ke dalam lubang

hidung. Maksimal 3 hari.

Kontraindikasi : Inflamasi mukosa dan kulit vestibulum nasal dengan inkrustasi.

Efek samping : kadang-kadang: rasa panas terbakar ringan, kekeringan pada mukosa hidung, bersin-bersin. Hidung seperti tersumbat (jarang).

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT. Merck

15. Benacol

Komposisi : Diphenhydramin HCl 12,5 mg, Ammon Cl 100 mg, K Guaicolsulfonat 30 mg, Na sitrat 50 mg, menthol 1 mg

Indikasi : Flu yang disertai gejala pilek, bersin dan batuk produktif

Dosis : Dewasa 1-2 sdt tiap 3-4 jam dan 2 sdt pada malam hari. Anak ½ - 1 sdt tiap 4 jam dan 1 sdt pada malam hari

Kontraindikasi : Bayi prematur atau neonatus, serangan asma akut.

Efek samping : Gangguan GI, anoreksia atau nafsu makan meningkat, mengantuk, penglihatan kabur, kesulitan miksi, mulut kering, dada terasa sesak, sakit kepala.

(46)

Interaksi Obat : Meningkatkan efek sedatif depresan SSP, aksi diperpanjang oleh MAOI

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Kalbe Farma

16. Contrex Tablet

Komposisi : Paracetamol 500 mg, Pseudoephedrin HCl 30 mg, chlorpheniramin maleat 2 mg

Indikasi : Meredakan gejala flu atau selesma (batuk pilek)

Dosis : Dewasa 1 tab Anak 6-12 tahun ½ tablet. Diberikan 3-4 kali sehari

Kontraindikasi : Hipertensi, hipertiroidisme, penyakit jantung, MAOI, nefropati

Efek samping : mengantuk, mulut kering, pusing

Interaksi Obat : Antihistamin dapat berpotensiasi dengan depresan SSP lainnya. Efek diperpanjang oleh MAOI, Penggunaan Paracetamol jangka panjang dapat berpotensi sebagai antikoagulan oral.

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Supra Ferbindo

(47)

Komposisi : Paracetamol 120 mg, Dextrometorphan HBr 3,5 mg, Chlorpheniramin maleat 0,5 mg, Phenylpropanolamin HCl 3,5 mg

Indikasi : Flu, selesma, batuk, demam, dan nyeri

Dosis : Dewasa & Anak 6-12 tahun 2 sdt 3-4 kali sehari

Kontraindikasi : Hipertiroid, hipertensi, penyakit jantung koroner, MAOI, nefropati.

Efek samping : Mengantuk, pusing, mulut kering, serangan seperti epilepsi (dosis tinggi), ruam kulit.

Interaksi Obat : Antihistamin dapat berpotensiasi dengan depresan SSP lainnya. Efek diperpanjang oleh MAOI, Penggunaan Paracetamol jangka panjang dapat berpotensi sebagai antikoagulan oral.

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Interbat

18. Farapon

Komposisi : Paracetamol 250 mg, Dextrometorphan HBr 15 mg, Chlorpheniramin maleat 1,5 mg, Phenylpropanolamin 12,5 mg, etanzamid 250 mg.

Indikasi : Meringankan gejala sakit kepala, nyeri otot, batuk, hidung tersumbat, alergi yang menyertai flu dan menurunkan demam. Dosis : Dewasa 1 tablet Anak >6 tahun ½ tablet. Diberikan 3-4 kali

sehari

Kontraindikasi : Hipertiroid, hipertensi, kerusakan hati Efek samping : Mengantuk, hipertensi ringan.

Interaksi Obat : Antihistamin dapat berpotensiasi dengan depresan SSP lainnya. Efek diperpanjang oleh MAOI, Penggunaan Paracetamol jangka panjang dapat berpotensi sebagai antikoagulan oral.

(48)

Produsen : PT Fahrenheit

19. Febrinex

Komposisi : Paracetamol 130 mg, Dextrometorphan HBr 15 mg, Dexchlorpheniramin maleat 1 mg, Thiocol 20 mg

Indikasi : Demam dan gejala lain pada flu.

Dosis : Anak <2 tahun ½ sdt, 2-4 tahun 1 sdt, 4-7 tahun 2 sdt. Diberikan 3 kali sehari.

Kontraindikasi : Nefropati

Efek samping : Mengantuk, pusing, mulut kering, ruam kulit, reaksi hematologi, serangan seperti epilepsi (dosis besar).

Interaksi Obat : Antihistamin dapat berpotensiasi dengan depresan SSP lainnya. Efek diperpanjang oleh MAOI, Penggunaan Paracetamol jangka panjang dapat berpotensi sebagai antikoagulan oral.

Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas Produsen : PT Phapros Tbk

Pengobatan dengan Obat-Obatan herbal

a. Resep 1

• Bahan : 15 gram daun sambiloto, 30 gram temulawak (kupas, potong-potong), 30 gram meniran. • Cara membuat : Cuci bersih semua bahan, rebus

dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, lalu saring. • Cara memakai : Diminum 2 kali sehari.

(Hembing W, 2008) b. Resep 2

(49)

• Bahan : 100 cc cuka beras (rice vinegar), 30 gram rimpang jahe, tumbuk. Ditambahkan gula merah secukupnya.

• Cara memakai : Rebus semua bahan dengan 300 cc air hingga mendidih.

• Cara membuat : Minum hangat-hangat.

(Hembing W, 2008) c. Resep 3 (pemakaian luar)

• Bahan : 60 gram daun patikan cina dan 10 lembar daun sirih.

• Cara Membuat : Cuci bersih kedua bahan, lalu rebus dengan 600 cc air hingga mendidih.

• Cara Memakai : Setelah dingin, gunakan untuk mencuci ruam kulit yang gatal karena alergi.

(Hembing W, 2008) d. Resep 4 (pemakaian luar)

• Bahan : 25 gram rimpang kunyit yang tua (kupas) dan 30 gram sambiloto segar.

• Cara Membuat : Cuci kunyit dan sambiloto hingga bersih, haluskan. • Cara Memakai : Oleskan pada bagian kulit yang gatal karena alergi.

(Hembing W, 2008) e. Resep 5

• Bahan : 3 batang serai, 2 ruas jahe merah, 7 biji cengkeh, 7 biji kapulaga, 1 batang kayu manis dan 1 sendok teh bubuk kayu secang.

• Cara membuat : Jahe merah dan serai dicuci hingga benar-benar bersih lalu dimemarkan. Jahe merah dan serai tersebut direbus dalam gelas air. Setelah agak mendidih, biji cengkih, baju kapulaga, kayu manis, dan bubuk kayu secang dimasukkan ke dalam air rebusan, lalu dididihkan terus hingga air rebusan tersisa tiga gelas. Setelah dingin, air rebusan disaring dan dimasukkan ke dalam botol yang bersih.

(50)

• Cara memakai : Ramuan tersebut diminum tiga kali sehari sebanyak setengah gelas. Sebelum diminum bisa ditambahkan satu sendok makan madu murni ke dalamnya.

(Redaksi Agromedia, 2008) f. Resep 6

• Bahan : Lima sendok makan air perasan jeruk panas, dua sendok teh minyak kayu putih, dan satu sendok makan air kapur sirih.

• Cara membuat : Ketiga bahan diatas dicampurkan dan diaduk hingga benar-benar menjadi satu larutan.

• Cara memakai : Ramuan ini digosokkan di bagian leher, dada, dan punggung. Dipakai dua kali sehari sampai gejala benar-benar mereda.

(Redaksi Agromedia, 2008) g. Resep 7

• Bahan : Lima belas gram jahe, lima belas gram tausi, dan tiga batang daun bawang putih.

• Cara membuat : Semua bahan dicuci bersih lalu direbus dengan 500 ml air hangat hingga tersisa sekitar 250 ml air, langsung disaring.

• Cara memakai : Airnya diminum selagi hangat. Diminum 2 kali sehari secara teratur.

(Redaksi Agromedia, 2008)

Bahan Obat Tradisional untuk pengobatan Influenza dan Selesma

a. Resep 1

• Bahan : 1 bagian bawang putih, 1 bagian bawang merah, 1 bagian jahe.

• Cara membuat : Kupas, cuci, kemudian seduh bahan-bahan tersebut. Tutup selama 15 menit, sisihkan jahenya, makan bawang merah dan bawang putih, kemudian minum airnya.

(51)

(Yuliarti, 2008) b. Resep 2

• Bahan : Labu air 4 jari, daun bayam 25 gram, air jeruk nipis 1 sendok makan, dan air masak ½ cangkir. • Cara membuat : Cuci labu air dan bayam, lalu

tumbuk halus dan remas-remas dengan air masak. Tambahkan jeruk nipis, lalu peras dan saring.

• Aturan pakai : Ramuan ini diminum sekaligus, 2 kali sehari.

(Herti dan Lusi, 2004) c. Resep 3

• Bahan : Jeruk nipis yang tua 1 buah dan madu murni 3 sendok makan.

• Cara Membuat : Peras dan ambil air jeruk nipis, lalu tambahkan madu dan aduk rata.

• Cara Memakai : Ramuan ini diminum 2 kali sehari, masing-masing 2 sendok makan.

(Herti dan Lusi, 2004) d. Resep 4

• Bahan : 10 lembar daun sirih dan 25 gram kunyit (dipotong-potong).

• Cara Membuat : Dicuci bersih, lalu direbus bahan-bahan tersebut dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, disaring, ditambahkan madu atau gula batu. • Cara Memakai : Airnya diminum 2-3 kali,

setiap kali minum 100-150 cc.

(Herti dan Lusi, 2004) e. Resep 5

• Bahan : Daun sambiloto kering dijadikan obat batuk, lalu ambil 1-2 gram bubuk tersebut dan diseduh dengan menggunakan air panas, kemudian tambahkan madu, diaduk dan diminum setelah hangat. Lakukan 3 kali sehari.

(52)

(Herti dan Lusi, 2004) f. Resep 6

• Bahan : Sambung nyawa segar dan 15 gram pegagan segar.

• Cara Membuat : Cuci bahan tersebut sampai bersih, kemudian diblender dengan 150 cc air matang dan disaring.

• Cara memakai : Airnya diminum 2 kali sehari. g. Resep 7

• Bahan : 10 gram jahe segar dan 1 siung bawang putih.

• Cara membuat : Cuci bersih bahan tersebut, lalu dihaluskan, diseduh dengan menggunakan 200 cc air panas, tambahkan air perasan dari ½ buah jeruk lemon dan madu.

• Cara Memakai : Diminum selagi hangat. Lakukan 3 kali sehari.

(Herti dan Lusi, 2004) h. Resep 8

• Bahan : Lima sendok makan air perasan jeruk nipis, dua sendok teh minyak kayu putih, dan satu sendok makan air kapur sirih.

• Cara membuat : Ketiga bahan di atas dicampurkan dan diaduk hingga benar-benar menjadi satu larutan.

• Cara memakai : Ramuan ini digosokkan di bagian leher, dada, dan punggung. dipakai dua kali sehari sampai gejala benar-benar mereda.

(Herti dan Lusi, 2004) i. Resep 9

• Bahan : Dua jari kulit kina, satu jari lempuyang wangi, tiga puluh butir biji pepaya, dua

(53)

sendok makan air jeruk nipis, dan tiga sendok makan madu.

• Cara membuat : Kulit kina, lempuyang wangi, dan biji papaya dibersihkan lalu ditumbuk hingga halus. Hasil tumbukan tadi dimasukkan ke dalam satu cangkir air hangat serta ditambahkan air jeruk nipis dan madu.larutan bahan-bahan tadi disaring.

• Cara memakai : Ramuan ini diminum tiga kali sehari dengan dosis setengah gelas untuk sekali minum.

(Herti dan Lusi, 2004) j. Resep 10

• Bahan : Lima belas gram jahe, lima belas gram tausi, dan tiga batang daun bawang putih.

• Cara membuat : Semua bahan dicuci bersih lalu direbus dengan 500 ml air hangat hingga tersisa sekitar 250 ml air, langsung disaring.

• Cara memakai : Airnya diminum selagi hangat, diminum dua kali setiap hari secara teratur.

(Herti dan Lusi, 2004)

IV.1.2 Tanaman dan Kandungannya  Daun Sambiloto

Nama latin : Andrographis paniculata Nees

Kandungan : Andrographolida mempunyai efek antiinflamasi, analgetik-antipiretik. Komponen aktifnya seperti ncoandrografolid, andrografolid, deoksiandrografolid dan 14-deoksi-11, 12-didehidroandrografolid berkhasiat antiradang dan antipiretik.

Referensi

Dokumen terkait

Pada organisasi profit bobot terbesar diberikan pada perspektif finansial, sedangkan pada Direktorat Pelayanan Usaha Penangkap- an Ikan yang merupakan organisasi non

mentah, sumber daya tenaga, suplasi tenaga kerja, suplai air, pasaran dan sarana transportasi. Teraglomerasinya industri kecil keripik tempe ini dipengaruhi oleh geografis

(gangguan teknis) Orientasi Pentas 4. Pengenalan pentas akan dilakukan 2 jam sebelum acara dilaksanakan. Pada saat pengenalan pentas setiap peserta diharapkan dapat

 Jika terisi cheklist bimbingan rohaniawan dari pihak keluarga, maka petugas rawat inap memberikan kontrk waktu yang tepat kapan akan dilakukan bimbingan. Kontrak waktu yang

Dye-sensitized Solar Cell (DSSC) berhasil difabrikasi menggunakan material semikonduktor TiO 2 yang dikompositkan dengan graphene dan dye dari ekstrak bunga geranium

Pelayanan Manajemen tersebut adalah rangkaian kegiatan dalam melayani semua karyawan baik untuk semua hak dan kewajiban karyawan, serta merupakan salah upaya peningkatan sumber

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan rata-rata ABI pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan tindakan konvensional sesuai standar rumah sakit di dapatkan nilai

Catatan : Surabaya Utara, Rayon (Indrapura, Polos, Kenjeran, Tandes, Embong Wungu) : Surabaya Selatan, Rayon (Darmo Permai, Dukuh Kupang, Ngagel, Rungkut, Gedangan) :