• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. melalui program-program yang direncanakan gereja dan didukung oleh jemaat. 1 Dewasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. melalui program-program yang direncanakan gereja dan didukung oleh jemaat. 1 Dewasa"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gereja hadir di tengah dunia dengan misinya untuk mendirikan tanda-tanda kerajaan Allah. Sejumlah kecenderungan dalam perubahan zaman merupakan petunjuk mengenai perubahan konteks, yang harus dijawab dalam implementasi misi gereja,

melalui program-program yang direncanakan gereja dan didukung oleh jemaat.1 Dewasa

ini, gereja-gereja Kristen mulai menyadari bahwa pelayanan gereja tidak lagi terbatas pada penyampaian Firman dalam ibadah semata tetapi juga mencakup aspek-aspek lain kehidupan manusia, seperti kesehatan, pendidikan, psikologis, sosial dan lain sebagainya. Kesadaran ini yang membuat banyak gereja mulai berlomba-lomba untuk membuat program pelayanan yang dapat menyentuh segala aspek kehidupan anggota jemaatnya.

Salah satu pelayanan yang dilakukan oleh gereja-gereja Kristen di Indonesia adalah Katekisasi. Di dalam Perjanjian Baru, gereja Kristen mula-mula menggunakan istilah katekisasi sebagai suatu kegiatan mengajar, mendidik, dan membentuk jemaatnya

dalam iman.2 Pengajaran Katekisasi diberikan untuk mengembangkan iman jemaat

menuju kematangan, iman yang "hidup, sadar dan aktif". Pengajaran katekisasi berusaha untuk mengkonkritkan pemahaman setiap orang tentang apa artinya menjadi anak Allah dan memungkinkan mereka untuk rela memikul tanggung jawab pribadi dan kolektif dari

hubungan itu.3

1

Weinata Sairin, Visi Gereja Memasuki Milenium Baru: Bunga Rampai Pemikiran (Jakarta: Gunung Mulia, 2002), 20.

2

John Paul Zenollito, “Theological Aspects of Catechesis in the United States o f America in the First Decade f the 21st Century”, Disertasi Doctor Facultatis Theologiae, Universitatis Navarrensis, 2014, 224.

3

(2)

2

Vincent Nichols mengatakan bahwa katekisasi merupakan suatu bentuk

pengajaran tentang iman yang membantu seseorang untuk menemukan hidup baru.4

Melalui pengajaran katekisasi ini, peserta akan dibimbing untuk menuju kedewasaan iman sebagai seorang Kristen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melalui pengajaran tersebut gereja berusaha turut serta dalam membentuk iman jemaat untuk dapat mereka terapkan dan pertanggungjawabkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang Kristen. Karena fungsinya yang membina dan mendidik jemaat, katekisasi dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk pendidikan agama Kristen.

Sebagai suatu bentuk pendidikan agama kristen, katekisasi sidi harus memenuhi aspek-aspek yang menjadi fondasi dari pendidikan agama kristen, antara lain fondasi alkitabiah, fondasi teologis, fondasi psikologis, fondasi filosofis, fondasi historis, fondasi

sosiologis, dan yang terakhir adalah fondasi kurikulum.5 Berbicara mengenai kurikulum

secara khusus, ada berbagai macam pandangan tentang hakekatnya. Untuk itu, kurikulum yang akan penulis gunakan dalam penulisan ini adalah kurikulum yang bersifat holistik, yang mengacu kepada empat pertanyaan, tentang apa yang harus diajarkan, mengapa, kepada siapa, dan dalam kondisi apa? Di mana semua pertanyaan-pertanyaan ini saling

berhubungan dan dapat berguna sebagai panduan untuk perencanaan kurikulum.6

Kurikulum Pendidikan agama Kristen secara khusus tentu saja berbeda dengan kurikulum pendidikan umum, sehingga dalam pelaksanaannya tidak cukup hanya menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang biasa dipakai dalam kurikulum biasa. Yang membedakan antara kurikulum pendidikan agama Kristen dengan kurikulum pendidikan umum adalah penyusunan kurikulum pendidikan agama Kristen berorientasi

4

Vincent Nichols, “The Challenge of Catechesis Today”. Journal compilation The Dominican Council. (Oxford: USA, 2006), 165.

5

Untuk informasi lebih lanjut mengenai penjelasan dari fondasi-fondasi pendidikan agama kristen, lihat Robert W. Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah Pengantar dalam Perspektif Injili (Bandung: STT Bandung, 2012).

6

Ted W. Ward, “Curriculum: The Path to High-Worth Outcomes”. Common Ground Journal. Volume 10, No. 1, (Michigan: 2012), 42.

(3)

3

pada alkitab dan ajaran Kristiani.7 Untuk itu, Kurikulum katekisasi sidi harus dirancang

agar dapat memenuhi tujuan dari pengajaran katekisasi sidi itu sendiri, yaitu membantu seseorang untuk bertumbuh dan mempertanggung jawabkan imannya berdasarkan ajaran Kristiani.

Peserta katekisasi sidi pada umumnya terdiri dari anak-anak muda yang bukan saja secara lahiriah, tetapi juga secara rohaniah banyak memiliki perbedaan. Sebagian besar peserta katekisasi yang berada dalam usia remaja akhir menjadi tantangan tersendiri dalam proses pengajaran katekisasi. James Dobson mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang penuh perubahan. Perasaan tidak menentu, ragu-ragu, rasa rendah diri sering menguasai hati para remaja. Dalam keadaan sulit itu, tidak sedikit para remaja yang terjerumus, dewasa tanpa diiringi perkembangan pribadi yang seimbang dan

sebagainya.8 Pertimbangan ini yang menjadi salah satu persoalan dan tantangan dalam

pengajaran dan penyusunan kurikulum katekisasi sidi. Katekisasi sidi diharapkan tidak hanya sekedar menjadi penyampaian ajaran agama semata tetapi juga dapat menjadi sarana bagi para peserta katekisasi untuk menemukan, mengembangkan dan mempertanggung jawabkan iman mereka.

Berbeda dengan pendidikan di sekolah yang diatur oleh pemerintah dan telah mengalami sejumlah perubahan, pendidikan di gereja ditentukan oleh sinode bahkan adapula yang menjadi tanggung jawab masing-masing gereja. Hal ini yang menyebabkan perkembangan kurikulum pengajaran tiap gereja berbeda-beda. Pendidikan dalam gereja, khususnya katekisasi memang tidak bisa disamakan dengan pendidikan sekolah. Mengacu kepada pengertian katekisasi itu sendiri, katekisasi sejak awal ditujukan untuk mengajarkan doktrin-doktrin maupun iman gereja kepada calon-calon anggota sidi

7 John Hull, “Education for Discipleship: A Curriculum Orientation for Christian Educators”. Jurnal Of Education

&Christian Belief. Volume 13: no. 2 (Kuyers Institute: 2009), 156.

(4)

4

jemaat. Materi-materi pengajaran yang disampaikan merupakan sesuatu yang tidak dapat diganggu-gugat menurut gereja. Hal ini membuat proses pengajaran menjadi sekedar sebuah proses penerusan warisan dan penghafalan yang harus diterima oleh para peserta katekisasi sidi sebagai anggota gereja.

Paulo Freire, dalam bukunya ”Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan” menamakan model pengajaran tersebut sebagai model “pendidikan gaya bank (banking system of education)”. Freire mengatakan bahwa dalam model ini, proses pendidikan berlangsung dengan melibatkan seorang subyek yang bercerita (guru) dan obyek-obyek yang patuh dan mendengarkan (murid-murid). Isi pelajaran yang diceritakan, baik yang menyangkut nilai-nilai maupun segi-segi empiris dari realitas, dalam proses cerita cenderung menjadi kaku dan tidak hidup. Murid-murid mencatat, menghafal dan mengulangi ungkapan-ungkapan tersebut tanpa memahami apa arti sesungguhnya. Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, di mana para murid adalah celengan dan guru adalah penabungnya. Padahal menurutnya, tanpa usaha mencari, tanpa praksis, manusia tidak akan menjadi benar-benar manusiawi. Dalam konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap diri berpengatahuan kepada mereka yang dianggap tidak memiliki

pengetahuan apa-apa.9

Gereja - gereja Kristen di Indonesia telah lama melaksanakan katekisasi sidi, tidak terkecuali di GMIT. Sinode GMIT menyadari tugas panggilan mereka dalam pekabaran injil tidak terbatas pada pemberitaan Firman dalam kebaktian minggu saja tetapi juga pengajaran Alkitab dan pembekalan iman bagi anggota jemaatnya. Hal ini dapat dilihat melalui upaya sinode dengan menghadirkan badan yang bertanggung jawab terhadap segala bentuk pengajaran di GMIT. Sinode GMIT telah lama menjadikan

(5)

5

katekisasi sebagai pengajaran yang wajib diikuti oleh setiap anggota jemaat berusia muda sebagai syarat mengikuti peneguhan sidi, perjamuan kudus dan pernikahan.

Sinode GMIT telah memiliki suatu pedoman penyusunan kurikulum katekisasi sidi yang mengatur jangka waktu pelaksanaan, metode pengajaran, isi pengajaran, tenaga pengajar, dan tujuan pengajaran tersebut. Pengajaran katekisasi sidi di GMIT sendiri mengacu pada kesadaran GMIT akan tugas dan panggilannya sebagai pemberita Firman yang terkandung dalam Peraturan Pokok Jemaat GMIT mengenai Panca Pelayanan (Koinonia, Diakonia, Marturia, Liturgia, dan Oikonomia). Dalam salah satu poin disebutkan bahwa kesaksian dalam lingkup jemaat dilaksanakan dengan cara: Khotbah, pengajaran, tulisan, kesenian, dan teknologi. Tujuan dari kesaksian itu sendiri salah satunya adalah untuk saling membangun, memelihara, dan meningkatkan iman anggota jemaat.10

Salah satu jemaat GMIT yang melaksanakan pengajaran katekisasi sidi adalah Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua. Para peserta katekisasi sidi di GMIT Kaisarea umumnya berada dalam usia remaja, usia di mana mereka membutuhkan perhatian yang lebih dalam proses pendidikan. Katekisasi sidi menjadi salah satu wadah penting bagi gereja untuk membimbing dan membina iman jemaat usia muda ke arah yang lebih baik. Penyusunan kurikulum katekisasi sidi saat ini menghadapi tantangan besar, di mana pengajaran katekisasi harus mampu membekali jemaat dalam menghadapi perubahan yang ada dalam masyarakat. Remaja Kristen membutuhkan lebih dari sekedar pemberitaan sejarah maupun dogma-dogma gerejawi semata yang hanya diwariskan oleh para pengajar kepada mereka. Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis ingin meneliti lebih dalam mengenai kurikulum katekisasi sidi dalam

10 Peraturan Pokok Jemaat GMIT Nomor: 3/TAP/SSI-GMIT/II/2010) Bab VII mengenai Panca Pelayanan, Bagian Kedua tentang Kesaksian, 123.

(6)

6

sebuah karya ilmiah yang lebih terstruktur dengan mengangkat judul; “Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ditinjau dari Perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah: Bagaimana Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ditinjau dari Perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: Mendeskripsikan dan menganalisis Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ditinjau dari Perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire.

1.4 Signifikansi Penelitian

Dengan melihat tujuan penulisan dan rumusan masalah di atas, maka signifikansi dari penulisan ini adalah :

1. Secara akademik, penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis mengenai kurikulum pendidikan agama Kristen di gereja, terutama kurikulum katekisasi sidi yang membebaskan bagi anggota jemaat.

2. Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan terapan tanggung jawab bagi semua pihak terkhusus Sinode GMIT dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum pengajaran di gereja, terutama kurikulum katekisasi sidi yang membebaskan jemaat dalam memahami dan merefleksikan iman Kristiani mereka.

(7)

7

1.5 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif analisis dan pendekatan yang akan digunakan adalah kualitatif. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan

makna data.11 Yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini adalah kurikulum

pengajaran katekisasi sidi di Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua, kemudian menganalisisnya dari Perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire.

1) Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data:

 Wawancara Mendalam: Teknik ini memungkinkan penulis untuk bertanya kepada responden guna mendapatkan informasi mengenai fenomena yang ingin

diteliti.12 Informan kunci dalam wawancara ini adalah pihak Sinode yang

berwenang dalam penyusunan kurikulum katekisasi sidi di GMIT, Pengajar Katekisasi sidi dan Pendeta Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhu.

 Focus Group Discussion: FGD merupakan diskusi yang dilakukan oleh

sekelompok kecil orang yang terorganisasi mengenai topik tertentu.13 Dengan

menggunakan diskusi kelompok terarah, penulis akan berdiskusi dengan sepuluh orang anggota jemaat selaku peserta katekisasi sidi (katekumen) dan juga sepuluh orang anggota jemaat yang pernah mengikuti katekisasi sidi. Anggota Jemaat yang pernah mengikuti katekisasi sidi ini dipilih secara acak.

11 John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 20- 21.

12 Richard & Lynn, Pengantar Teori Komunikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), 83.

13

Jane Strokes, How To Do Media and Cultural Studies: Panduan Untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian

(8)

8

Mereka ditahbiskan menjadi anggota sidi dalam waktu yang berbeda-beda, mulai dari tahun 2007 sampai 2014.

 Studi Dokumentasi: Merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subyek penelitian, tetapi mempelajari dokumen yang

tersedia.14 Melalu metode ini, penulis akan meneliti dokumen kurikulum

katekisasi sidi jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua (mencakup di dalamnya materi pengajaran dan aturan teknis penyelenggaraan katekisasi sidi).

 Observasi Lapangan: Mengumpulkan data-data yang diperlukan berdasarkan indra penglihatan tanpa mengajukan pertanyaan. Melalui teknik ini, penulis akan melihat bagaimana proses pengajaran katekisasi sidi GMIT Kaisarea

berlangsung.15

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Sinode Gereja Masehi Injili di Timor, dengan alamat: Jalan Perintis Kemerdekaan – Kupang dan Juga Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab satu tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan mengenai kurikulum katekisasi sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ditinjau dari perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire. Bab dua mengenai landasan teoritis yang berisi tentang teori Katekisasi sebagai bentuk Pendidikan Agama Kristen di Gereja: Perkembangan Katekisasi, Katekisasi Sidi; Kurikulum Pendidikan Agama Kristen: Konsep Kurikulum, Komponen Kurikulum; Latar Belakang Munculnya Pedagogi Pembebesasan Paulo Freire: Awal Kemunculan Pedagogi Pembebasan Paulo, Kritik terhadap Model Pendidikan Gaya Bank Yang Menindas, Mengganti Model

14

Sarini Abdulah dan Taufik Edy Sutanto, Statistika Tanpa Stres: Panduan Lengkap Penelitian (Jakarta: Transmedia, 2015), 38

15

(9)

9

Pendidikan Gaya Bank Dengan Pendidikan Hadap Masalah, Konsientisasi sebagai Tujuan Pendidikan Pembebasan, Pendidikan dan Teologi Pembebasan. Bab tiga tentang hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi Pengantar Gambaran Umum Lokasi Penelitian: Profil Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua, Bentuk Penatalayanan Dan Pengorganisasian Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua, Dasar Pengajaran Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua, serta Deskripsi dan Analisa Kurikulum Katekisasi Sidi Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua ditinjau dari perspektif Pedagogi Pembebasan Paulo Freire. Bab empat berisi kesimpulan berupa temuan-temuan dari hasil penelitian, pembahasan dan analisa; saran-saran dan yang terakhir rekomendasi untuk penelitian lanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

1 Gereja Masehi Injili di Timor (selanjutnya disebut dengan GMIT) adalah salah satu gereja yang diharapkan mampu untuk menghasilkan pendeta-pendeta yang

Penagihan Pengangkutan sampah merupakan salah satu kegiatan penting dalam melaksanakan proses atau kegiatan transaksi dibidang pengangkutan sampah baik pada instansi

inas Koperasi dan UMKM merupakan salah satu dinas teknis pengemban amanah masyarakat Kabupaten Kulon Progo melaksanakan kewajiban berakuntabilitas melalui penyajian

Untuk melaksanakan pembangunan desa tak hanya berbentuk atau nyata tapi yang tidak nyata pun dikatakan sebagai pembagunan desa dalam hal proses pembuatan kebijakan juga salah

Strategi yang ditempuh oleh PT.X dengan melakukan peningkatan kualitas produk dan melaksanakan pengembangan produk yang merupakan salah satu jalan keluar untuk mengatasi

Sementara ini jemaat-jemaat dalam lingkup GKI SW Jateng yang membuka kelas-kelas sekolah minggu untuk anak usia 3-6 tahun, yang biasanya disebut dengan kelas balita, pada umumnya

Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah satu urusan rumah tangga daerah dibidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, dengan

Yunani adalah salah satu anggota Uni eropa yang menggunakan mata uang Euro sehingga ketika salah satu negara anggotanya mengalami krisis dapat diperkirakan negara-negara