• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis – Jenis Karet Alam

Ada beberapa jenis karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.

Jenis – jenis karet alam yang dikenal luas adalah

1. Bahan olah karet (latek kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar)

2. Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe thin brown crepe remills, thick blacket ambers, flat bark crepe, pure smoked blanket crepe, dan off crepe)

3. Lateks pekat

4. Karet bongkah atau block rubber

5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber 6. Karet siap olah (tdyre rubber)

7. Karet reklim (rechlaimed rubber)

2.2 Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh di bawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimilikikaret alam

(2)

sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan karet alam yang tidak dimilii oleh karet sintetis adalah:

- Memiliki daya elastisitas atau daya lenting yang sempurna

- Memiliki plastisitas yang baik sehingga pwngolahan nya cukup mudah - Tidak mudah panas

- Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan

Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan yang terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu, maka biasanya pengiriman atau suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. Hal seperti ini sulit diharapkan dari karet alam. Harga dan pasokan karet alam selalu mengalami perubahan, bahkan kadang-kadang bergejolak. Harga bisa turun drastis sehingga merusak pasaran dan merisaukan para produsennya.

2.2.1 Bahan olah karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Haeva brasiliensis. Bahan olahan karet menurut pengolahannya dibagi menjadi empat macam, yaitu :

1. Lateks Kebun

Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik itu dengan tambahan ataupun tanpa bahan pemantap (zat antikoagulan).

(3)

Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam formiat, berupa sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.

3. Slab Tipis

Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam formiat dalam bak penampung.

4. Lump Segar

Lump segar adalah bahan olah karet yang berasal dari lateks kebun yang dikoagulasi dengan asam formiat di dalam mangkok (cup).

2.2.2 Karet alam konvensional

Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. Jenis itu pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Menurut buku Green book yang dikeluarkan oleh International Rubber Quality and Packing Conferencei (IRQPC), karet alam konvensional dimasukkan kedalam beberapa golongan mutu.

Jenis – jenis karet alam olahan yang tergolong konvensional menurut Green Book adalah sebagai berikut :

1. Ribbed smoked sheet 2. White crepe dan pale crepe 3. Estate brown crepe

4. Compo crepe

5. Thin brown crepe remills 6. Thick blanket crepes ambers 7. Flat bark crepe

(4)

9. Off crepe 2.2.3 Lateks pekat

Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual dipasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed latex dan melalui proses pemusingan atau cetruged latex. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan – bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

2.2.4 Karet bongkah atau block rubber

Karet bongkah adalah karet remah yang relah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela – bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.

2.2.5 Karet spesifikasi teknis atau Crumb Rubber

Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat – sifat teknis. Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis. Karet sintesis yang permintaannya cenderung meningkat memiliki jaminan mutu dalam setiap bandelanya. Keterangan sifat teknis serta keistimewaan tiap jenis mutu karet sintesis disertakan pula. Hal ini diterapkan juga pada karet spesifikasi teknis. Karet ini dikemas dalam bongkahan kecil, berat dan ukurannya seragam, ada sertifikat uji coba laboratorium dan ditutup dengan lembaran plastik polietilen.

2.2.6 Tyre rubber

Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan

(5)

ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre rubber sudah dibuat di Malaysia sejak tahun 1972. Pembuatannya dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintesis. Tyre rubber juga memiliki kelebihan, yaitu daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet sintesis.

2.2.7 Karet reklim atau Reclaim Rubber

Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang – barang karet bekas, terutama ban – ban mobil bekas dan bekas ban – ban berjalan. Karenanya, boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrab yang sudah divulkanisir.

Alexander Parkes adalah orang yang pertama kali mengusahakan jenis karet ini pada tahun 1846. Sampai sekarang ternyata karet reklim tetap dibutuhkan, bahkan dalam jumlah yang besar. Biasanya karet reklim banyak digunakan sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan tahan lama dipakai.

Kelemahan karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai. Oleh karena itu karet reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban.

2.2.8 Karet sintetis

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Pengembangan karet sintetis secara besar – besaran dilakukan sejak zaman Perang Dunia II. Negara – negara industri maju merupakan pelopor berkmbangnya jenis – jenis karet sintetis. Sekarang banyak karet sintetis yang dikenal. Biasanya tiap

(6)

jenis memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara dan bahkan ada yang kedap gas.

Berdasarkan tujuan pemanfaatannya, ada 2 macam karet yang dikenal, yaitu - Karet sintetis yang digunakan secara umum

- Karet sintetis yang digunakan untuk keperluan khusus 2.2.8.1 Karet sintetis untuk kegunaan umum

Karet sintetis ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Bahkan, banyak fungsi karet alam yang dapat digantikannya. Jenis – jenis karet sintetis untuk kegunaan umum diantaranya sebagai berikut :

1. SBR (Stirena Butadiena Rubber)

Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah. Namun, SBR yang tidak diberi tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih rendah dibanding vulkanisat karet alam. 2. BR (Butadiena rubber) atau Polybutadiena Rubber

Dibandingkan dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah, daya lekat lebih rendah dan pengolahannya juga tergolong sulit. Karet ini jarang digunkan tersendiri. Untuk membuat suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR

3. IR (Isoprene Rubber) atau polyisoprene rubber

Jenis karet ini mirip dengan karet alam karena sama – sama merupakan polimer isoprene. Dapat dikatakan, banyak sifat IR yang mirip sekali dengan karet alam, walupun tidak secara keseluruhan. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam, yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap.

(7)

2.2.8.2 Karet sintetis untuk kegunaan khusus

Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena memiliki sifat khusus yang tidak dipunyai karet sintetis untuk kegunaan umum. Sifat yang sekaligus mejadi kelbihannya ini adalah tahan terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi serta kedap terhadap gas.

Beberapa jenis karet sintetsi untuk kegunaan khusus yang banyak dibutuhkan diantaranya sebagai berikut :

1. IIR (Isobutene Isoprene Rubber)

IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga terkenal karena kedap gas. Dalam proses vulkanisasinya, jenis IIR lambat matang sehingga memerlukan bahan pemercepat dan belerang. Akibat jeleknya, IIR tidak baik dicampur dengan karet alam atau karet sintetis lainnya bila akan diolah menjadi suatu barang. Sekarang telah dikembangkan IIR jenis bromtimol biru dan klorobutil yang cepat matang pada proses vulkanisasinya

2. NBR (Nytril Butadiene Rubber) atau acylonytrile butadiene rubber

NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sekalipun didalam minyak, karet ini tidak mengembang. Sifat ini disebabkan oleh adanya kandungan akrilonitril didalamnya. Senakin besar akrilonitril yang dimiliki, maka daya tahan terhadap minyak, lemak dan bensin semakin tinggi, tetapi elastisitasnya semakin berkurang

(8)

3. CR (Chloroprene Rubber)

CR memiliki ketahanan terhadap minyak, tetapi dibanding dengan NBR ketahanannya masih kurang. CR juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh terhadap panas atau nyala api. Pembuatan karet sintetis CR tidak divulkanisasi dengan belerang melainkan menggunakan magnesium oksida, seng oksida dan bahan pemercepat tertentu. Minyak bahan pelunak ditambahkan kedalam CR untuk proses pengilahan yang baik.

4. EPR (Ethylene Propylene Rubber)

Keunggulan yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

2.3 Sifat Karet

1. Pengaruh komponen bukan karet (non-rubber)

Kandungan bukan lateks yang terdiri dari air dan senyawa – senyawa protein, lipida, karbohidrat, serta ion-ion anorganik mempengaruhi sifat karet.

Komponen senyawa-senyawa protein dan lipida selain berguna menyelubungi partikel karet (memantapkan lateks), juga berfungsi sebagai antioksidan alamiah dan bahan pencepat (accelerator) dalam proses pembuatan barang jadi karet. Oleh karet itu dalam penanganan bahan olah (lateks kebun atau koagulum) dan dan pengolahan karet ekspor (lateks pekat, RSS atau SIR) komponen non karet protein dan lipid harus dijaga sebaik mungkin. Hilangnya protein dan lipid dapat terjadi akibat pencucian yang terlalu berat atau akibat terjadinya pembusukan yang terlalu lama, sehingga habis dimakana mikroba. Menjaga kandungan protein dan lipida dapat dilakukan dengan menjaga

(9)

kebersihan peralatan serta pengawetan serta mencegah terjadinya proses pencucian yang terlalu berat sewaktu pengolahan. Karet yang telah habis kandungan protein dan lipidanya akan mudah dioksidasi oleh udara mengakibatkan sifat elastisitas dan PRI nya menjadi rendah.

Kandungan ion-ion anorganik (Ca, Mg, Fe,Cu, dll) berkorelasi dengan kadar abu didalam analisa karet. Semakin tinggi konsentrasi ion logam semakin tinggi kadar abu. Kadar abu karet diharapkan rendah, karena umumnya sifat logam dapat mempercepat terjadinya proses oksidasi karet. Dalam penanganan bahan oleh karet kotoran dari luar seperti pasir, tanah, dan lain-lain harus dihindarkan.

2. Pengaruh struktur kimia karet

Karet alam adalah suatu polimer dari isoprene dengan nama kimia cis 1,4 poliisopren. Rumus umum moinomer karet alam adalah (C5H8)n. n adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan menunjukkan jumlah monomer di dalam rantai polimer. Nilai n dalam karet alam berkisar antara 3000 – 15.000.

2.4 Komponen Karet

Lateks adalah getah kental, seringkali mirip susu, yang dihasilkan banyak tumbuhan dan membeku ketika terkena udara bebas. Selain tumbuhan, beberapa hifa jamur juga diketahui menghasilkan cairan kental mirip lateks. Pada tumbuhan, lateks diproduksi oleh sel-sel yang membentuk suatu pembuluh tersendiri, disebut pembuluh lateks. Sel-sel ini berada di sekitar pembuluh tapis (floem) dan memiliki inti banyak dan memproduksi butiran-butiran kecil lateks di bagian sitoplasma. Apabila jaringan pembuluh sel ini terbuka, misalnya karena keratan, akan terjadi proses pelepasan butiran-butiran ini ke pembuluh dan keluar sebagai getah kental.

(10)

Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air. Lateks juga merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu media yang mengandung berbagai macam zat. Di dalam lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75% serum yang terdiri dari air dan zat yang terlarut. Bahan karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0.2% gula, 0.5% jenis garam dari Na, K, Mg, Cn, Cu,Mn dan Fe. Partikel karet tersuspensi atau tersebar secara merata dalam serum lateks dengan ukuran 0.04-3.00 mikron dengan bentuk partikel bulat sampai lonjong.

Lateks merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula, (poli)terpena, minyak, tanin, resin, dan gom. Pada banyak tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga yang berwarna kuning, jingga, atau merah. Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata

(11)

yang disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang terlarut dalam air, seperti protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan, terdiri dari butir-butir karet yang dikelilingi lapisan tipis protein. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif kecil ternyata mempunyai peran penting dalam mengendalikan kestabilan sifat lateks dan karetnya. Lateks merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel karet di dalam lateks terletak tidak saling berdekatan, melainkan saling menjauh karena masing-masing partikel memiliki muatan listrik. Gaya tolak menolak muatan listrik ini menimbulkan gerak brown. Di dalam lateks, isoprene diselimuti oleh lapisan protein sehingga partikel karet bermuatan listrik.

2.5 Prakoagulasi

Lateks kebun akan menggumpal atau membeku secara alami dalam waktu beberapa jam setelah dikumpulkan. Penggumpalan alami atau spontan dapat disebabkan oleh timbulnya asam-asam akibat terurainya bahan bukan karet yang terdapat dalam lateks akibat aktivitas mikroorganisme. Hal itu pula yang menyebabkan mengapa lump hasil penggumpalan alami berbau busuk. Selain itu, penggumpalan juga disebabkan oleh timbulnya anion dari asam lemak hasil hidrolisis lipid yang ada di dalam lateks. Anion asam lemak ini sebagaian besar akan bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium dalam lateks membentuk sabun yang tidak larut, keduanya menyebabkan ketidakmantapan lateks yang pada akhirnya terjadi pembekuan. Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan tidak diinginkan yang menghasilkan lump atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Kejadian

(12)

seperti ini biasa terjadi ketika lateks berada di dalam tangki selama pengangkutan menuju pabrik pengolahan. Hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya dapat diolah menjadi karet dengan mutu rendah seperti karet remah jenis SIR 10 dan SIR 20. Prakoagulasi dapat terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung di dalam lateks berkurang akibat aktivitas bakteri, guncangan serta suhu lingkungan yang terlalu tinggi. Bagian-bagian koloidal yang berupa partikel karet ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar dan membeku. Untuk mencegah prakoagulasi, pengawetan lateks kebun mutlak diperlukan, terlebih jika jarak antara kebun dengan pabrik pengolahan cukup jauh. Zat yang digunakan sebagai bahan pengawet disebut dengan zat antikoagulan. Syarat zat antikoagulan adalah harus memiliki pH yang tinggi atau bersifat basa. Ion OH- di dalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H+ pada lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan. Terdapat beberapa jenis zat antikoagulan yang umumnya digunakan oleh perkebunan besar atau perkebunan rakyat diantaranya adalah amoniak, soda atau natrium karbonat, formaldehida serta natrium sulfit. Lateks para (Hevea brasiliensis) yang dikeringkan memiliki distribusi berat molekul dengan dua puncak pada Mr 1.2xE+5 dan 2xE+6. Lateks para, biasa disebut karet, selain mengandung senyawa yang disebut di atas juga mengandung politerpena yang khas yang menyebabkan memiliki sifat-sifat yang berbeda dari banyak lateks tumbuhan lainnya. Lateks ini sekarang dapat juga dibuat secara sintetis oleh polimerisasi sebuah monomer yang telah diemulsi oleh surfaktan.

2.5.1 Penyebab terjadinya prakoagulasi

Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau gumpalan – gumpalan pada cairan getah sadapan. Kejadian ini sering terjadi di

(13)

areal perkebunan karet sebelum karet sampai ke pabrik atau tempat pengolahan. Bila hal ini terjadi akan timbul kerugian yang tidak sedikit. Hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya dapat diolah menjadi karet yang bukan jenis baku dan kualitasnya pun rendah.

Prakoagulasi terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian – bagian koloidal ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi .

Getah karet atau lateks sebenarnya merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air.

Sebenarnya sistem koloidal bias dipertahankan agak lama, sampai satu hari atau lebih, sebab bagian-bagian karet yang dikelilingi oleh lapisan tipis sejenis protein mempunyai kestabilan sendiri. Stabilisatornya adalah lapisan protein yang mengelilingi tersebut. Dengan berkurangnya kestabilan ini maka terjadilah prakoagulasi. Penyebab terjadinya prakoagulasi antara lain sebagai berikut :

1. Jenis Karet yang Ditanam

Perbedaan antara jenis yang ditanam akan menghasilkan lateks yang berbeda-beda pula. Otomatis kestabilan atau kemantapan koloidalnya berbeda. Klon – klon tertentu ada uyang renddah kestabilannya. Namun, banyak pula jenis karet yang mempunyai kadar kestabilan koloidal yang tinggi. Kadar kestabilan koloidal ini sedikit banyak berpengaruh terhadap faktor lain yang juga mampu menyebabkan terjadinya prakoagulasi.

(14)

2. Mikroorganisme atau jasad-jasad renik

Mikroorganisme banyak terdapat di lingkungan perkebunan karet. Jasad ini dapat berada di pepohonan, udara, tanah, air, atau menempel pada alat-alat yang digunakan. Lateks yang berasal dari pohon karet yang sehatdan baru disadap dapat dikatakan steril atau bersih sama sekali dari mikroorganisme. Apabila mikroorganisme masuk ke dalam getah yang baru disadap, dan melakukan aktivitas hidup di dalamnya, maka akan terjadi reaksi dengan senyawa – senyawa yang terkandung di dalam lateks. Akibatnya , timbul senyawa – senyawa seperti asam dan sejenisnya. Bila banyak mikroorganisme dam lateks, maka senyawa asam yang dihasilkan akan banyak pula. Ini memungkinkan terjadinya prakoagulasi. Oleh karena itu, kebersihan kebun serta alat – alat yang digunakan perlu dijaga agar jumlah mikroorganisme yang merugikan dapat ditekan.

3. Enzim – enzim

Enzim dikenal sebagai biokatalis yang mampu mempercepat berlangsungnya suatu reaksi walaupun terdapat hanya dalam jumlah kecil. Cara kerjanya adalah dengan mengubah susunan protein yang melapisi bahan-bahan karet. Akibatnya, kemantapan lateks berkurang dan terjadilah prakoagulasi. Biasanya enzim – enzim mulai aktif setelah lateks keluar dari batang karet yang disadap.

4. Faktor cuaca atau musim

Faktor cuaca atau musim sering menyebabkan timbulnya prakoagulasi. Pada saat tanaman karet menggugurkan daunnya (musim gugur daun) prakoagulasi terjadim lebih sering. Begitu juga pada saat musim hujan. Itulah sebabnya penyadapan pada saat musim hujan. Itulah sebabnya penyadapan pada saat banyak turun hujan sering tidak dilakukan di perkebunan – perkebunan. Selain pelaksanaannya sulit, juga untuk

(15)

mencegah prakoagulasi. Akan tetapi, bila tindakan pencegahan prakoagulasi telah dilakukan. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidnya rusak oleh panas yang terjadi.

5. Kondisi tanaman

Tanaman karet yang sedang sedang sakit, masih muda, atau telah tua bias mempengaruhi prakoagulasi. Penyadapan pada tanaman yang belum siap sadap akan menghasilkan lateks yang kurang mantap, mudah menggumpal. Hasil sadapan dari tanaman yang menderita penyakit fisiologis sering membeku didalam mangkuk. Sedangkan tanaman karet tua yang sering sakit – sakitan sering menghasilkan lateks yang sudah membeku di atas bidang sadap.

6. Air sadah

Air sadah atau hard water adalah air yang memiliki reaksi kimia, biasanya bereaksi asam. Apabila air ini tercampur kedalam lateks, maka prakoagulasi akan terjadi dengan cepat. Untuk menjaga jangan sampai Air sadah dipakai kedalam pengolahan, maka dilakukan analisis kimia. Derajat kesadahan air yang masih mungkin digunakan adalah 6°(derajat jerman).

7. Cara pengangkutan

Sarana transportasi, baik jalan atau kendaran,yang buruk akan menambah frekuensi terjadinya prakoagulasi. Jalan yang buruk atau angkutan yang bergoncang – goncang mengakibatkan lateks yang diangkut terkocok – kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloidal. Jarak yang jauh yang menyebabkan lateks baru tiba di tempat pengolahan pada siang hari dan sempat terkena terik matahari di perjalanan juga dapat menyebabkan terjadin ya prakoagulasi.

(16)

8. Kotoran atau bahan – bahan lain yang tercampur

Prakoagulasi sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau bahan – bahan lain yang mengandung kapur atau asam. Air yang kotor juga berpengaruh sama. Lateks darri kebun karena rakyat biasanya lebih banyak tercampur kotoran atau bahan – bahan lain daripada lateks hasil perkebunan besar swasta atau milik pemerintah. 2.5.2 Tindakan pencegahan prakoagulasi dan zat anti koagulan

Prakoagulasi dapat dicegah atau dikurangi dengan menambahkan zat-zat tertentu yang lazim disebut antikoagulan. Namun, sebelum menggunakan antikoagulan perlu diketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya prakoagulasi. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk mengetahui penyebabnya. Apabila prakoagulasi disebabkan oleh penyakit fisiologis, maka tindakan kultur teknis prlu dilakukan terhadap tanaman karet yang tengah menderita. Begitu juga apabila ternyata penyebab prakoagulasi adalah masa penyadapan yang belum waktunya atau tanaman karet terlalu tua.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadin ya prakoagulasi antara lain sebagai berikut.

1. Menjaga kebersihan alat-alat yang digunkan dalam penyadapan, penampungan, maupun pengangkutan. Spouts, mangkuk penampung lateks, ember, dan lain-lainnya harus terlebih dahulu dibersihkan sebelum digunakan. Selama pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks dijaga agar tidak mengalami banyak guncangan. Seandainya diangkut dengan kendaraan, maka sarana jalan yang kurang baik perlu diperbaiki.

2. Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air saluran, atau air got.

(17)

3. Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit untuk membantu agar lateks dapat sampai ke pabrik atau tempat pengolahan sebelum udara menjadi panas. Keuntungan lain dari penyadapan sebelum matahari terbit adalah mempertinggi jumlah lateks yang dapat diahasilakan oleh pohon karet. Apabila langkah-langkah diatas sudah dilakukan tetapi hasilnya belum seperti yang diinginkan, maka zat antikoagulan dapat digunakan.

2.5.3 Antikoagulan yang banyak dipakai perusahaan 1. Soda atau natrium karbonat

Dibanding dengan zat antikoagulan yang lain, harga soda atau natrium karbonat memang lebih murah. Karena itu, soda banhyak digunakan di pabrik-pabrik pengolahan yang sederhana. Akan tetapi, zat ini tidak dianjurkan digunakan pada pabrik yang mengolah lateks menjadi ribbed smoked sheets atau RSS karena sheet kering yang dihasilkannya akan bergelembung-gelembung atau bubbles. Namun, bila pada keadaan tertentu tidak ada zat antikoagulan yang lain, penggunaan soda pada bahan karet yang nantinya akan dijadikan sheet masih diperkenankan. Yang penting harus dijaga agar jumlah soda tidak terlalu banya.

Pemakaian soda aman untuk karet yang akan diolahmenjadi crepe. Dosis soda yang digunakan adalah 5-10 mL larutan soda tanpa air Kristal (soda ash)10% setiap liter nlateks. Berarti, dalam 5-10 mL larutan soda tersebut terdapat 0,5-1 g soda ash. 2. Amonia

Zat antikoagulan yang satu ini termasuk banyak digunakan. Apabila segala sesuatunya dilakukan dengan benar dan cermat, maka hasil yang didapatkan dengan menggukan amoniak akan memuaskan. Dosis ammonia yang akan dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah 5-10 mL larutan ammonia 2,5% untuk setiap liter lateks. Misalkan ammonia yang digunakan berkadar 20%, maka jumlah ammonia

(18)

yang dibutuhkan adalah 0,6-1,2 mL. Bila dengan dosis seperti ini prakoagulasi belum bias dicegah, maka dosisnya dapat dinaikkan 2 kali lipat atau menggunakan larutan ammonia yang berkadar 5%.

3. Formaldehid

Pemakaian formaldehid sebagai antikoagulan paling merepotkan disbanding zat lainnya. Formaldehid kurang baik apabila digunakan pada musim hujan. Apabila disimpan, zat ini sering teroksidasi menjadi asam semut atau asam format. Asam semut dapat menyebabkan pembekuan apabila bercampur dengan lateks. Oleh karena itu, formaldehida yang akan digunakan terlebih dahulu harus diperiksa apakah larutan ini bereaksi asam atau tidak.

Formaldehida yang dipakai sebagai antikoagulan dalam lateks yang diolah menjadi sheets sering menyebabkan sheet yang dihasilkan berwarna lebih muda/pucat. Karet yang rapuh atau short sering terjadi akibat pemakaian formaldehida terlalu berlebihan. Peristiwa ini dikenal dengan shortnes. Dengan berbagaio kelemahannya ternyata formaldehida tetap banyak digunakan. Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml larutan dengan kadar 5% untuk setiap liter lateks yang akan dicegah prakoagulasinya. Misalkan menggunakan formalin 40%, maka jumlah yang dibutuhkan adalah 0,6-1,3 mL.

4. Natrium sulfit

Bahan ini tidak lama disimpan. Apabila ingin dipergunakan maka harus dibuat terlebih dahulu. Dalam jangka sehari saja akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat. Bila telah teroksidasi, maka sifatnya sebagai antikoagulan, natrium sulfit juga bisa memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan. Dosis yang digunakan adalah 5-10 mL larutan berkadar 10% untuk setiap liter lateks. Untuk membuat larutan seperti itu dibutuhkan natrium sulfit tanpa air Kristal sebanyak 0,5-1

(19)

g. Pabrik atau tempat pengolahan karet yang membuat karet jenis ribbed smoked sheets atau RSS rata-rata menggunakan ammonia dan natrium sulfit sebagai antikoagulum.

2.6 Pengolahan Karet Remah (Crumb Rubber)

Dalam perdagangan, karet remah atau crumb rubber dikenal juga sebagai “karet spesifikasi teknis”. Disebut demikian karena penentuan kulitas atau penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisis yang teliti di laboratorium dan menggunakan analisis yang mutakhir.

Dewasa ini terjadi persaingan antara karet sintesis dan karet alam, dimana penggunaan dan produksi karet sintetis lebih tinggi dari karet alam. Maka untuk mengatasi persaingan ini, biaya produksi karet alam perlu digunakan. Penyajian karet alam di pasar dunia juga diperbaiki dengna bentuk baru yang berbeda dengan hasil pengolahan secara konvensional, yaitu dengan mengikuti bentuk produk karet sintetis yang berupa bongkah. Bentuk bongkah dibuat setelah bahan baku karet alam ini melalui peremahan terlebih dahulu, sehingga disebut dengan karet remah atau crumb rubber.

Dalam pengolahan karet remah diperoleh beberapa keuntungan, yaitu proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih, lebih seragam dan penyajian lebih menarik. Proses opengolahan karet remah dapat dilakukan dengan beragam proses. Dalam uraian dibawah ini salah satu cara saja yaitu pengolahan proses Guhtrie dengan bahan baku lump dan gumpalan mutu rendah.

Secara umum pengolahan karet remah mengikuti proses – proses berikut : 1. Precleaning

2. Pemotongan dengan menggunakan alat Slab Cutter 3. Peremahan dengan prebreaker

(20)

4. Peremahan dengan extruder 5. Pengeringan (Dryer)

6. Pengempasan (Pengepresan) 7. Penentuan kualitas karet remah

Proses ini akan dibahas lebih dalam pada bab berikutnya (Proses Pengolahan). Adapun uinsur – unsur dalam penetapan kualitas secara spesifikasi teknis adalah :

1. Kadar Kotoran (Dirt Content)

Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriteria terpenting dalam spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang dari karet. Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran dalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanitas karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga menggangu pada pembuatan vulkanitas tinggi.

2. Kadar Abu (Ash Content)

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan – bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan.

Abu didalam karet mentah terdiri dari Oksida, Karbonat, dan Fosfat dari Kalium, Magnesium, Kalsium, Natrium dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silika atau silikat yang berasal dari karet atau benda asing yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet. Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral didalam karet

(21)

Analisa volatile matter digunakan untuk mengetahui kadar zat yang mudah menguap di dalam karet. Zat menguap didalam karet mentah sebahagian besar terdiri dari uap air dan sisanya adalah zat-zat seperti serum yang mudah menguap pada suhu 1000C. Kadar zat menguap adalah bobot yang hilang dari potongan uji setelah pengeringan.

4. Mooney Viscosity

Untuk menunjukkan panjangnnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Viskositas dari karet yang berbentuk padatan umumnya diiuji dengan alat Mooney Viscometer yang prinsip kerjanya adalah memutarkan sebuah rotor dengan bentuk silinder didalam karet tersebut.

5. Plasticity Original (Po)

Menunjukkan tingkat plastisitas awal bahan baku. 6. Plasticity Retention Index (PRI)

Untuk menganalisa perbedaan plastisitas awal dan plastisitas karet yang dilakukan dengan tindakan pemanasan

7. Nitrogen Content

Merupakan petunjuk besarnya kadar protein pada karet, Nitrogen yang terdapat didalam karet mentah terutama berasal dari protein dan dapat digunakan sebagai petunjuk besarnya kadar protein.

8. Accelerated Storage Hardening Test (ASHT)

Untuk mengetahui tingkat pertambahan ikatan silang selama penyimpanan, yaitu dengan mengukur selisih plastisitas mula – mula dengan plastisitas karet setelah disimpan pada kondisi yang diatur. Accelerated storage hardening test (ASHT) merupakan cara yang dipercepat yaitu dengan pengujian plastisitas

(22)

Wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah penyimpanan dalam waktu singkat dengan kondisi yang dapat mempercepat reaksi pengerasan.

2.7 Metode Kjeldhal

Metoda Mikrokjeldahl

Prinsipnya adalah penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung jumlah nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar protein dengan mengalikannya dengan konstanta tertentu. Disebut sebagai metode mikro (Mikrokjeldahl) karena ukuran sampel kecil, yaitu kurang dari 300 mg. Jika sampel yang digunakan lebih dari 300 mg disebut metode makro. Metode mikro digunakan pada bahan yang diduga hanya mengandung sedikit N. Analisa protein dengan metode Mikrokjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

1) Proses destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. 100 mg sampel yaitu kedelai, tepung terigu, dan kedelai ditambah dengan katalisator N 0,5-1 gram dibungkus dengan kertas saring untuk memudahkan dalam memasukkan ke dalam tabung reaksi besar, karena jika tidak sampel dan katalisator akan tercecer. Selain itu kertas saring juga berfungsi untuk menyaring filtrat dengan residu. Katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih asam sulfat saat dilakukan penambahan H2SO4 pekat serta mempercepat

(23)

kenaikan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Katalisator N terdiri dari campuran K2SO4 dan HgO dengan perbandingan 20 : 1. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikan titih didih 3 0C. Karena titik didih tinggi maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk menguap. Karena hal ini kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan lebih efektif. Selain itu juga dibuat blanko dalam tabung reaksi besar yang berisi katalisator N dan 3 ml H2SO4 agar analisa lebih tepat. Blanko ini berfungsi sebagai faktor koreksi dari adanya senyawa N yang berasal dari reagensia yang digunakan.

Setelah ditambah katalisator N, sampel dimasukkan dalam tabung reaksi besar kemudian ditambah dengan 3 ml H2SO4 pekat. H2SO4 pekat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan dari adanya bahan protein. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan mendestruksi sampel menjadi unsur-unsurnya. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh.

Tabung reaksi besar yang berisi sampel kemudian ditempatkan dalam alat destruksi (destruktor) dan ditutup. Setelah siap alat di-ON-kan dan akan terjadi pemanasan yang mengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernih yang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama destruksi, akan terjadi reaksi sebagai berikut :

HgO + H2SO4 HgSO4 + H2O

2 HgSO4 Hg2SO4 + SO2 + 2 On Hg2SO4 + 2 H2SO4 2 HgSO4 + 2 H2O + SO2 (CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4

(24)

Alat destruksi bekerja berdasar prinsip lemari asam. Selama proses destruksi akan dihasilkan gas SO2 yang berbau menyengat dan dapat membahayakan jika dihirup dalam jumlah relatif banyak. Gas yang dihasilkan ini akan bergerak ke atas (tersedot penutup) dan akan disalurkan ke alat penetral. Alat ini terdiri dari dua larutan yaitu NaOH dan aquadest. Awalnya gas SO2 akan masuk dalam tabung yang berisi NaOH. Dalam tabung ini terjadi penetralan gas SO2 oleh larutan NaOH. Kemudian gas hasil penetralan tahap pertama masuk dalam tabung kedua yang berisi aquadest. Dalam tabung ini kembali terjadi penetralan sehingga diharapkan semua gas SO2 telah ternetralkan. Selain dibebaskan gas SO2 juga dibebaskan gas CO2 dan H2O sesuai dengan reaksi sebagai berikut :

panas

Bahan organik + H2SO4 CO2 + SO2 + (NH4)2SO4 + H2O Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan karena reaksi yang sebelumnya sudah usai.

2) Proses destilasi

Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambah dengan aquadest untuk melarutkan sampel hasil destruksi dan blankonya agar hasil destruksi dapat didestilasi dengan sempurna serta untuk lebih memudahkan proses analisa karena hasil destruksi melekat pada tabung reaksi besar. Kemudian larutan sampel dan blanko didestilasi dalam Kjeltec. Pada dasarnya tujuan destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan memecah amonium sulfat menjadi amonia (NH3)

(25)

dengan menambah 20 ml NaOH-Na2S2O3 kemudian dipanaskan. Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Sedangkan fungsi penambahan Na2S2O3 adalah untuk mencegah terjadinya ion kompleks antar ammonium sulfat dengan Hg dari katalisator (HgO) yang membentuk merkuri ammonia sehingga membentuk ammonium sulfat. Kompleks yang terjadi ikatannya kuat dan sukar diuapkan. HgO merupakan senyawa yang sukar dipecah dan bersifat mudah meledak. Na2S2O3 berfungsi untuk mengendapkan HgO sehingga tidak mengganggu reaksi kimia selanjutnya.

Hg + aquades + SO4 HgSO4 + aquadest

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam alat Kjeltec. Selain itu sifat NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest menghasilkan panas, meski energinya tidak terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat Kjeltec, ikut memberikan masukan energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan alat Kjeltec juga berasal dari reaksi antara NaOH dengan (NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga energinya sangat tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat. Asam standar yang dapat dipakai adalah asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan.

Larutan sampel yang telah terdestruksi dimasukkan dalam Kjeltec dan ditempatkan di sebelah kiri. Kemudian alat destilasi berupa pipa kecil panjang dimasukkan ke dalamnya hingga hampir mencapai dasar tabung reaksi sehingga diharapkan proses destilasi akan berjalan maksimal (sempurna). Erlenmeyer yang

(26)

berisi 5 mL asam borat 4 % + BCG-MR (campuran brom cresol green dan methyl red) ditempatkan di bagian kanan Kjeltec. BCG-MR merupakan indikator yang bersifat amfoter, yaitu bisa bereaksi dengan asam maupun basa. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini adalah karena memiliki trayek pH 6-8 (melalui suasana asam dan basa / dapat bekerja pada suasana asam dan basa) yang berarti trayek kerjanya luas (meliputi asam-netral-basa). Pada suasana asam indikator akan berwarna merah muda, sedang pada suasana basa akan berwarna biru. Setelah ditambah BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena berada dalam kondisi asam.

Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat berupa gas yang bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat ditentukan jumlah protein sesuai dengan kadar protein bahan. Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah membiru karena larutan menangkap adanya ammonia dalam bahan yang bersifat basa sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru.

Reaksi yang terjadi :

(NH4)SO4 + NaOH Na2SO4 + 2 NH4OH 2NH4OH 2NH3 + 2H2O 4NH3 + 2H3BO3 2(NH4)2BO3 +H2

Reaksi destilasi akan berakhir bila ammonia yang telah terdestilasi tidak bereaksi basis. Setelah destilasi selesai larutan sampel berwarna keruh dan terdapat endapan di dasar tabung (endapan HgO) dan larutan asam dalam erlenmeyer berwarna biru karena dalam suasana basa akibat menangkap ammonia. Ammonia yang terbentuk selama destilasi dapat ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan

(27)

(kondensasi) oleh pendingin balik di bagian belakang alat Kjeltec dan dialirkan ke dalam erlenmeyer.

3.Tahap titrasi

Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan yang dianalisis. Dengan melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia. Untuk tahap titrasi, destilat dititrasi dengan HCl yang telah distandarisasi (telah disiapkan) sebelumnya. Normalitas yang diperoleh dari hasil standarisasi adalah 0,02 N. Selain destilat sampel, destilat blanko juga dititrasi karena selisih titrasi sampel dengan titrasi blanko merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi, banyaknya HCl yang diperlukan untuk menetralkan ekuivalen dengan banyaknya N. Titrasi HCl dilakukan sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan biru menjadi merah muda karena adanya HCl berlebih yang menyebabkan suasana asam (indikator BCG-MR berwarna merah muda pada suasana asam). Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam bentuk NH4 sehingga kandungan N dalam protein pada sampel dapat diketahui:

Kadar nitrogen (% N) dapat ditentukan dengan rumus : % N = (ts – tb) x N HCl x 14,008 x 100 % mg sampel

dengan ts : volume titrasi sampel tb : volume titrasi blanko % protein (wb) = % N x fk

(28)

Dasar perhitungan penentuan protein menurut metode ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16 % (dalam protein murni). Karena pada bahan belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti maka faktor konversi yang digunakan adalah 100/16 atau 6,25. Apabila pada bahan telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat maka faktor konversi yang digunakan adalah faktor konversi yang lebih tepat (telah diketahui per bahan) .

Referensi

Dokumen terkait

Lateks pekat yang diperoleh dengan cara pemusingan atau pendadihan digunakan untuk pembuatan barang jadi karet dari lateks dengan cara pembuatan lateks kompon yaitu persenyawaan

1) Lateks kebun, adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.. 2) Sheet angin, adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan

Oleh karena itu, diharapkan penggunaan alkanolamida dapat membuat interaksi antar fasa (interphase) antara bentonite clay dan lateks karet alam menjadi lebih kuat, dengan

kering tidak terlalu membaurkan air yang dipakai dalam pengolahan karet kering. Ini dapat dimengerti karena proses pembuatan lateks kering

Berdasarkan kadar amonia yang terdapat dalam lateks pekat kita mengenal : Lateks pekat amonia rendah ( Low Ammonia ) adalah lateks pekat yang mengandung

Slab adalah bahan baku karet yang terbuat dari lateks yang telah digumpalkan dengan adanya bantuan bahan kimia seperti asam formit, asam cuka, urea.. Bahan baku slab

Tujuan dari penyadapan karet adalah membuka jaringan pembuluh tapi (floem) pada kulit pohon agar getah (lateks) bisa keluar.. Kecepatan pengeluaran getah memerlukan

Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan karet remah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu lateks kebun dan lump serta gumpalan mutu rendah (Setyamidjaja, 1993).. Menurut