• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan II 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan II 2015"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN

REGIONAL

Provinsi DKI Jakarta

(2)

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Jl. Ir. H. Juanda No. 28 Jakarta Pusat 10120

DKI Jakarta

Telp : 021 - 3514070 Fax : 021 – 3514061 Webiste : http://www.bi.go.id

(3)
(4)

nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

Misi Bank Indonesia

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia

Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu Trust and Integrity, Profesionalism, Excellence, Public Interest, Coordination and Teamwork.

Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Menjadi kantor perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.

(5)
(6)

Pada triwulan II 2015 perekonomian DKI Jakarta tumbuh 5,2% (yoy), membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,1% (yoy). Membaiknya pertumbuhan terutama bersumber dari lapangan usaha konstruksi dan dari lapangan usaha jasa-jasa terutama pada jasa Pendidikan, Transportasi, serta Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum. Sementara, sektor utama ekonomi DKI Jakarta, yaitu lapangan usaha Perdagangan dan Jasa Keuangan tumbuh melemah karena melemahnya kegiatan konsumsi, baik pada konsumsi rumah tangga maupun konsumsi Pemerintah.

Di sisi eksternal, kinerja ekspor barang dan jasa juga mengalami pelemahan sejalan dengan masih melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Sementara itu, kinerja impor semakin terkontraksi akibat pelemahan permintaan regional DKI Jakarta dan pelemahan nilai tukar rupiah. Di sisi perdagangan antarwilayah, pelemahan ekonomi nasional berdampak pada terkontraksinya kinerja perdagangan antarwilayah neto DKI Jakarta.

Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2015 diprakirakan tumbuh melambat dan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yaitu di kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Lebih rendahnya prakiraan tersebut disebabkan oleh pemulihan perekonomian global dan nasional yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya, sehingga berpengaruh pada lebih rendahnya kinerja ekspor ke luar negeri dan kinerja perdagangan antardaerah. Pada semester II 2015, kinerja perekonomian DKI Jakarta diperkirakan meningkat sejalan dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah sejalan dengan peningkatan optimisme konsumen dan meningkatnya realisasi pengeluaran fiskal oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta.

Sejalan dengan pelemahan ekonomi, Inflasi Jakarta pada tahun 2015 diprediksi berada di kisaran 4,3% - 4,7% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2014. Kisaran angka perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya (4,1% 4,5%) akibat kondisi nilai tukar yang lebih melemah dan adanya dampak El-Nino yang diperkirakan dapat meningkatkan inflasi bahan makanan. Paparan lebih lengkap dan komprehensif mengenai perkembangan terkini dan prospek perekonomian Provinsi DKI Jakarta telah kami susun dalam publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi DKI Jakarta. Publikasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perumusan kebijakan moneter Bank Indonesia dan menjadi sumber referensi bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi Jakarta. Akhir kata, semoga kajian ini dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ekonomi Provinsi DKI Jakarta. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi kita dalam berkarya.

Jakarta, Agustus 2015

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA

(7)
(8)
(9)
(10)

Pada triwulan II 2015 perekonomian DKI Jakarta tumbuh 5,2% (yoy), membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,1% (yoy). Membaiknya pertumbuhan bersumber dari lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha jasa-jasa terutama pada jasa Pendidikan, Transportasi, serta Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum. Sementara, sektor utama ekonomi DKI Jakarta, yaitu lapangan usaha Perdagangan dan Jasa Keuangan tumbuh melemah karena melemahnya kegiatan konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi Pemerintah. Di sisi eksternal, kinerja ekspor barang dan jasa juga mengalami pelemahan sejalan dengan masih melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Sementara itu, kinerja impor semakin terkontraksi akibat pelemahan permintaan regional DKI Jakarta dan pelemahan nilai tukar rupiah. Di sisi perdagangan antar wilayah, pelemahan ekonomi nasional berdampak pada terkontraksinya kinerja net perdagangan antar wilayah DKI Jakarta. Masih terbatasnya aktivitas perekonomian berdampak pada terbatasnya pendapatan daerah DKI Jakarta pada triwulan II 2015. Di sisi penyerapan, realisasi belanja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih rendah meskipun sedikit membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rendahnya realisasi terutama disebabkan oleh terkendalanya proses penyusunan APBD DKI Jakarta tahun 2015, sehingga baru disahkan pada bulan April 2015.

Tekanan inflasi Jakarta pada triwulan II 2015 meningkat dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan laporan tercatat sebesar 7,59% (yoy). Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya serta lebih tinggi dari capaian inflasi nasional (7,26%). Kelompok administered prices mencatat inflasi paling tinggi, terutama terkait dengan penyesuaian harga bahan bakar Pertamax dan Solar serta tarif tenaga listrik (TTL). Sementara itu, tekanan inflasi volatile food juga cenderung meningkat sehubungan dengan berkurangnya pasokan beberapa komoditas strategis akibat faktor cuaca dan meningkatnya permintaan memasuki bulan puasa.

Kinerja perbankan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kondisi yang membaik seiring dengan kinerja perekonomian yang sedikit membaik pada triwulan II 2015. Indikasi ini terutama terlihat pada rasio Non Performing Loan (NPL) yang menurun dan meningkatnya fungsi intermediasi perbankan sejalan dengan peningkatan LDR dan mulai meningkatnya pertumbuhan kredit. Namun, ketahanan sektor rumah tangga walaupun masih dalam kondisi yang aman- tetap perlu diwaspadai karena tren pelemahan ekonomi yang terjadi saat ini masih berdampak pada penurunan kemampuan keuangannya sebagai mana tercermin pada peningkatan NPL dan pelemahan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, kinerja sistem pembayaran dan pengelolaan uang di Provinsi DKI Jakarta dapat turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui kemampuannya melayani peningkatan transaksi nontunai dan penyediaan kualitas uang yang lebih baik.

Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2015 diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun 2014 dan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yaitu di kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Lebih rendahnya prakiraan tersebut disebabkan oleh pemulihan perekonomian global dan nasional yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya sehingga berpengaruh pada lebih rendahnya kinerja ekspor ke luar negeri dan kinerja

(11)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta xii

konsumsi pemerintah sejalan dengan peningkatan optimisme konsumen dan meningkatnya realisasi pengeluaran fiskal oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta. Sejalan dengan pelemahan ekonomi, Inflasi Jakarta pada tahun 2015 diprediksi berada di kisaran 4,3% - 4,7% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2014. Kisaran angka perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya (4,1% 4,5%) akibat kondisi nilai tukar yang lebih melemah dan adanya dampak El-Nino yang diperkirakan dapat meningkatkan inflasi bahan makanan. Namun demikian, kisaran angka prakiraan tersebut masih mendukung target pencapaian sasaran inflasi nasional sebesar 4% ± 1% (yoy). Meskipun lebih rendah dari tahun sebelumnya, terdapat sejumlah risiko yang masih akan membayangi pergerakan inflasi. Beberapa risiko inflasi yang dihadapi pada tahun 2015, terutama berasal lebih kuatnya dampak anomali cuaca El-Nino, meningkatnya risiko pasar keuangan global yg berpotensi memperlemah nilai tukar rupiah, dan adanya potensi penyesuaian harga pada TTL dan BBM.

(12)

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)* 6.5 6.1 6.0 5.1 5.2 Berdasarkan Lapangan Usaha:

1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3.3 1.9 0.7 0.9 1.4

2 Pertambangan dan Penggalian -0.7 -0.2 -0.9 -1.1 -1.1

3 Industri Pengolahan 2.4 5.5 5.5 2.9 3.3

4 Pengadaan Listrik dan Gas 5.3 1.0 1.8 4.6 2.4

5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 4.1 3.7 3.8 1.1 0.9

6 Konstruksi 5.4 6.1 4.7 3.6 4.4

7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.8 5.3 5.0 3.8 3.3

8 Transportasi dan Pergudangan 6.9 7.1 13.7 7.5 9.3

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.3 6.5 5.8 4.0 5.7

10 Informasi dan Komunikasi 13.8 12.1 11.1 9.5 10.0

11 Jasa keuangan dan Asuransi 9.4 7.8 4.5 7.5 2.9

12 Real Estate 6.7 5.1 5.0 5.4 5.0

13 Jasa Perusahaan 7.0 8.2 9.0 7.3 7.7

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib 1.4 -2.9 1.2 1.1 1.2

15 Jasa Pendidikan 6.0 3.5 3.7 3.5 8.7

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.4 5.8 6.9 7.5 8.7

17 Jasa Lainnya 8.7 7.6 8.5 7.9 8.1

Berdasarkan Permintaan:

1 Konsumsi 6.3 6.0 5.1 4.2 3.1

a. Pengeluran Konsumsi Rumah Tangga 6.2 5.4 5.4 5.1 5.0

b. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 9.4 5.8 16.9 -12.9 -12.7

c. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6.0 8.7 2.0 2.1 -3.1

3 PMTB 9.6 5.8 3.0 3.7 2.5

4 Perubahan Inventori 7.2 7.9 -16.3 4.8 -47.7

5 Ekspor Barang dan Jasa 11.3 3.4 -0.5 -1.5 -2.9

6 Impor Barang dan Jasa 9.1 0.5 -1.2 6.2 -9.7

7 Net Ekspor Antar Daerah 4.8 -5.8 0.6 -11.2 -14.8

Ekspor

- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) 11,578 12,660 11,529 2,927 2,262 - Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 3,053 3,380 2,950 724 797 Impor

- Nilai Impor Non Migas (USD Juta) 63,877 70,197 56,039 12,470 12,101 - Volume Impor Non Migas (ribu ton) 30,382 38,043 22,514 7,032 6,659

Indeks Harga Konsumen 133.58 144.27 118.77 119.43 120.58

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) 4.52 8.00 8.95 7.10 7.59

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun) 1,618 1,852 2,088 2,132 2,161

Kredit (Rp Triliun) 902 1,102 1,206 1,806 1,198

- Modal Kerja 516 651 691 916 689

- Investasi 225 286 337 564 337

- Konsumsi 161 165 178 326 172

Kredit UMKM (Rp Triliun) 97 99 119 124 115

Loan to Deposit Ratio (%) 55.78 59.50 57.74 84.72 55.45

NPL Gross (%) 1.61 1.21 1.60 2.05 1.78

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) 86.3 95.8 108.6 105.5 104.0 - Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 23.5 25.7 25.1 15.3 15.9 Transaksi Kliring (Rp Triliun)

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) 2.4 2.6 2.6 2.4 2.3 - Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 60.1 57.5 54.3 50.4 49.8 Perbankan

(13)
(14)

EKONOMI MAKRO

REGIONAL

Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II 2015, sedikit membaik dibandingkan dengan triwulan I 2015. PDRB tumbuh sebesar 5,2% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,1% (yoy). Perbaikan pertumbuhan terutama bersumber dari sektor konstruksi terkait dengan peningkatan kegiatan proyek infrastruktur, antara lain pembangunan jalur MRT, serta dari sektor jasa-jasa terutama pada sektor pendidikan, transportasi, dan penyediaan akomodasi dan makan-minum. Sementara itu, sektor utama ekonomi DKI Jakarta, yaitu sektor perdagangan dan sektor jasa keuangan tumbuh melambat, seiring dengan melemahnya kegiatan konsumsi, baik pada konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Kegiatan investasi juga mengalami pelemahan yang cukup dalam terutama pada kelompok investasi non-bangunan. Perkembangan ini berdampak pada menurunnya kegiatan di sektor keuangan, sebagaimana tercermin dari menurunnya pertumbuhan kredit.

Di sisi eksternal, kinerja ekspor barang dan jasa juga mengalami penurunan sejalan dengan belum adanya perbaikan yang cukup solid dari perekonomian dunia. Perkembangan ini terutama terjadi pada kinerja ekspor jasa yang terkontraksi akibat semakin turunnya jumlah kunjungan wisman. Sebaliknya, kinerja ekspor barang mengalami peningkatan, terutama pada komoditas kendaraan yang mampu melakukan diversifikasi pasar luar negeri terutama ke Arab Saudi dan beberapa negara Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina dan Malaysia. Sejalan dengan itu, sektor industri pada periode laporan juga tumbuh meningkat terdorong oleh peningkatan produksi kendaraan. Sementara itu, kinerja impor khususnya impor bahan baku dan barang modal semakin terkontraksi akibat pelemahan permintaan regional DKI Jakarta dan penguatan Dolar Amerika terhadap Rupiah. Di sisi perdagangan antarwilayah, pelemahan ekonomi nasional berdampak pada terkontraksinya kinerja perdagangan antarwilayah neto Provinsi DKI Jakarta.

(15)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 2

A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta

Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II 2015 tumbuh lebih tinggi dari triwulan I 2015. Ekonomi Jakarta tumbuh sebesar 5,2% (yoy), membaik

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,1% (yoy). Membaiknya pertumbuhan ekonomi Jakarta didorong oleh sektor konstruksi, terkait dengan peningkatan kegiatan pembangunan infrastruktur dan pada sektor jasa-jasa terutama pada sektor Pendidikan, Transportasi, serta Penyediaan akomodasi dan makan minum. Perbaikan di sektor-sektor jasa tersebut sejalan dengan peningkatan belanja pendidikan baik dari pemerintah pusat maupun daerah, peningkatan frekuensi penerbangan di Halim Perdana Kusuma pada April 2015, dan mulai meningkatnya tingkat hunian hotel menyusul pelonggaran pelarangan dinas di hotel dari pemerintah. Dari sisi penyumbang pertumbuhan, kontribusi pertumbuhan utama bersumber dari konsumsi dan investasi (PMTB). Pengeluaran konsumsi dan PMTB, masing-masing berkontribusi sebesar 2,27% dan 1,16% terhadap total pertumbuhan DKI Jakarta. Sebagai penyumbang tertinggi, pertumbuhan konsumsi pada triwulan II 2015 lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata konsumsi sejak 3 tahun terakhir yaitu sebesar 5,8% (yoy). Selain dari kondisi perekonomian DKI Jakarta, tertahannya pertumbuhan konsumsi di DKI Jakarta juga dipengaruhi oleh lemahnya kondisi perekonomian global dan nasional.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2015 masih menunjukkan tren pelemahan. Meski demikian, level pertumbuhan sebesar

5,02% (yoy) masih dapat dipandang cukup tinggi dibandingkan komponen permintaan yang lain. Keberadaan masyarakat kelas menengah atas di Jakarta, menjadi penopang tingginya level konsumsi masyarakat Jakarta dibandingkan kota besar lainnya di Indonesia. Selain itu, ekspektasi masyarakat terhadap akan cairnya Tunjangan Hari Raya (THR) pada akhir bulan Juni 2015 diprakirakan mendorong masyarakat meningkatkan belanja konsumsi rumah tangga, khususnya untuk persiapan menghadapi bulan puasa yang jatuh pada pertengahan bulan Juni 2015.

Beberapa indikator mengonfirmasi pelemahan konsumsi rumah tangga.

Turunnya penyaluran kredit konsumsi merupakan salah satu indikator yang menunjukkan pelemahan konsumsi (Grafik I.1). Menurunnya daya beli masyarakat, meningkatkan risiko kemampuan mengembalikan berbagai kewajiban masyarakat (utang), sehingga baik penawaran maupun

(16)

permintaan kredit konsumsi turun. Perlambatan konsumsi rumah tangga juga tercermin pada hasil Survei Penjualan Eceran periode triwulan II 2015 yang menunjukkan tren penurunan pada beberapa indikator, di antaranya pada penjualan barang rumah tangga, penjualan makanan dan minuman, serta penjualan perlengkapan rumah tangga lain (Grafik I.2).

Grafik I.1 Kredit Konsumsi Grafik I.2 Indeks Penjualan Eceran dan

Konsumsi Barang Tahan Lama

Sejalan dengan tren penurunan pada Survei Penjualan Eceran, tingkat keyakinan konsumen yang tercermin pada Indeks Keyakinan Konsumen juga mengalami penurunan sampai level pesimis pada periode laporan, terutama untuk Indeks Penghasilan dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (Grafik I.3). Hal tersebut menunjukkan rumah tangga memiliki persepsi pesimis terhadap kemampuan belanja dan konsumsi mereka yang disebabkan oleh berkurangnya penghasilan dan kesempatan kerja.

Grafik I.3 Perkembangan Indeks Keyakinan

Konsumen, Penghasilan Konsumen, dan Ketersediaan Lapangan Kerja

Dari kegiatan liaison1, beberapa contact mengakui pelemahan konsumsi rumah tangga berimbas pada penurunan penjualan domestik mereka,

(17)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 4

sebagaimana digambarkan pada likert scale yang menunjukkan tren menurun (Grafik I.4). Namun, beberapa contact masih meyakini tingkat penjualan pada periode mendatang akan lebih baik dari saat ini, meski diperkirakan masih di bawah rata-rata normal (Grafik I.5). Optimisme belanja pemerintah yang akan terakselerasi, serta membaiknya pendapatan masyarakat, mendorong keyakinan contact liaison tentang adanya peningkatan tingkat penjualan pada semester II.

Grafik I.4 Likert Scale Penjualan Grafik I.5 Likert Scale Perkiraan

Penjualan

Sejumlah kebijakan pemerintah turut berperan dalam penurunan kemampuan konsumsi masyarakat. Kebijakan tersebut antara lain

diterapkannya sejumlah kebijakan energi (penyesuaian harga BBM, Tarif Tenaga Listrik dan LPG) dan kebijakan pajak oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat. Kenaikan pajak kendaraan bermotor oleh Pemerintah DKI Jakarta turut mempengaruhi tingkat penjualan kendaraan bermotor yang merupakan salah satu barometer konsumsi rumah tangga di Jakarta.

Kecenderungan peningkatan suku bunga kredit konsumsi berdampak pada menurunnya permintaan kredit konsumsi. Rata-rata suku bunga

tertimbang kredit konsumsi pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 17.14%, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tertimbang triwulan sebelumnya sebesar 16.76% (Grafik I.6). Realisasi kredit konsumsi pada triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp509 triliun, tumbuh negatif 0,81% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp514 triliun. Pertumbuhan kredit konsumsi Jakarta pada triwulan II 2015 tersebut juga

dan arah kegiatan usaha dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan dan likert scale.

(18)

sangat jauh di bawah realisasi kredit konsumsi triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 7,96% (yoy).

Grafik I.6 Rata-rata Tertimbang Suku

Bunga Kredit Konsumsi

Dari sisi konsumsi pemerintah, kinerja belanja pemerintah hingga triwulan II 2015 terlihat masih belum optimal. Hal ini tercermin dari

kontribusi pengeluaran pemerintah yang relatif terbatas dalam pertumbuhan ekonomi Jakarta, yaitu hanya sebesar 0,2%, sedikit lebih kecil dari kontribusi pada triwulan sebelumnya sebesar 0,3%. Kinerja pengeluaran yang belum optimal tersebut, terutama disebabkan oleh kendala terlambatnya pengesahan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta, yang menghambat kegiatan belanja (pencairan anggaran) Pemerintah Daerah Jakarta.

Investasi (PMTB) Jakarta menunjukkan perlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada triwulan II 2015, investasi

Jakarta tumbuh sebesar 2,48% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 3,81%. Perlambatan tersebut disebabkan oleh belum optimalnya kegiatan belanja modal Pemprov DKI Jakarta yang terkendala oleh terlambatnya pengesahan APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015. Selain itu, melambatnya kinerja investasi di Jakarta juga disebabkan oleh kegiatan investasi swasta yang masih terkendala oleh kondisi ekonomi yang belum solid, serta meningkatnya berbagai biaya sebagai imbas dari depresiasi nilai tukar. Pelemahan investasi juga terkonfirmasi oleh pertumbuhan penyaluran kredit investasi yang berada dalam tren menurun (Grafik I.7). Meskipun demikian, kinerja investasi Jakarta dapat terdorong oleh beberapa progres pembangunan infrastruktur berskala besar meskipun masih terbatas, di antaranya pembangunan jalur MRT, pembangunan Terminal Peti Kemas Kalibaru (New Priok), jalan tol akses Priok,

(19)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 6

jalu kereta api Bandara Soekarno-Hatta, serta pembangunan jalan layang Mampang-Ciledug untuk jalur bus TransJakarta.

Grafik I.7 Perkembangan Kredit Investasi

Sebagai pengaruh dari lemahnya perekonomian global, kinerja ekspor luar negeri DKI Jakarta pada triwulan II 2015 terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan periode sebelumnya. Ekspor DKI Jakarta mengalami

pertumbuhan negatif sebesar 2,88% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan I 2015 yang tercatat sebesar 1,52% (yoy). Perkembangan ini terutama terjadi pada kinerja ekspor jasa yang terkontraksi akibat semakin turunnya jumlah kunjungan wisman. Kontraksi lebih dalam tersebut disebabkan oleh masih berlanjutnya perlambatan ekonomi global. Sebaliknya, kinerja ekspor barang mengalami peningkatan terutama pada komoditas kendaraan, yang mampu memanfaatkan peluang pasar luar negeri dan melakukan diversifikasi pasar terutama ke Arab Saudi dan beberapa negara Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina dan Malaysia. Berdasarkan data pencatatan Bea dan Cukai, nilai ekspor produk Jakarta tercatat tumbuh sebesar 9,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan lalu sebesar 6,5% (yoy) (Grafik I.8). Pertumbuhan ekspor barang pada triwulan laporan juga terdorong oleh masih terjaganya permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama (AS) meski belum optimal. Meski demikian, terdapat potensi peningkatan ekspor yang cukup tinggi terutama untuk komoditas garmen dan perhiasan ke AS (seiring pemulihan ekonomi AS) dan ekspor otomotif ke pasar-pasar baru sehubungan dengan diberlakukannya kebijakan impor kendaraan hemat bahan bakar di negara-negara Timur Tengah pada tahun depan.

(20)

Grafik I.8 Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor

Sejalan dengan ekspor, kinerja impor Jakarta pada triwulan II 2015 juga mengalami kontraksi yang cukup dalam dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kondisi ini terutama disebabkan oleh pelemahan permintaan

DKI Jakarta dan penguatan Dolar Amerika terhadap Rupiah. Impor Jakarta pada triwulan laporan tercatat tumbuh negatif 9,66% (yoy), terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan pada triwulan I 2015 yang tercatat tumbuh negatif 6,17% (yoy) (Grafik I.9). Penguatan nilai Dolar Amerika terhadap Rupiah diperkirakan berdampak pada menurunnya kinerja impor Jakarta. Selain itu, penurunan impor kendaraan bermotor juga berkontribusi terhadap kontraksi pada impor Jakarta. Impor barang modal tercatat tumbuh negatif 26,61% (Grafik I.10). Hal tersebut merupakan implikasi dari belum didatangkannya peralatan konstruksi skala besar seperti mesin pengeboran terowongan bawah tanah dan alat berat untuk mendukung pembangunan kontruksi jalur Mass Rapid Transportation (MRT) Jakarta. Kontraksi pertumbuhan impor tersebut sejalan dengan hasil liaison, yang menunjukkan para pengusaha cenderung menunda kegiatan impor barang modal maupun bahan baku, sambil menunggu kebijakan-kebijakan baru terkait dengan kemudahan berbisnis. Kontraksi yang lebih dalam juga tercatat pada impor barang konsumsi dan bahan baku akibat dampak depresiasi rupiah yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga berdampak pada kenaikan biaya produksi.

(21)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 8

Grafik I.9 Perkembangan Nilai dan

Volume Impor Jakarta

Grafik I.10 Perkembangan Nilai Impor

Barang Konsumsi, Barang Modal, dan Bahan Baku

B. Dinamika Lapangan Usaha Utama Jakarta

Struktur perekonomian Jakarta menurut lapangan usaha tahun 2015 (berdasarkan tahun dasar 2010) didominasi oleh empat lapangan usaha utama. Empat lapangan usaha utama di Provinsi DKI Jakarta yaitu

perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (16,8%); industri pengolahan (13,9%); konstruksi (13,2%) dan jasa keuangan dan asuransi (10%)2. Keempat lapangan usaha tersebut memberikan kontribusi sebesar 2,3% terhadap total pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan II 2015 sebesar 5,15%.

Lapangan Usaha Konstruksi

Kinerja sektor konstruksi Jakarta pada triwulan II 2015 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2015. Pada periode laporan,

kategori konstruksi tumbuh sebesar 4,43% (yoy), atau meningkat dibandingkan periode triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,6% (yoy). Meningkatnya kinerja lapangan usaha konstruksi lebih ditopang oleh aktivitas proyek-proyek infrastruktur seperti pembangunan MRT, pembangunan jalan layang di Permata Hijau, proyek jalan Trans Jakarta (Koridor XIII Ciledug - Blok M), Proyek rel Dwiganda (double double track) dan Pembangunan Tol Bekasi Cawang Kampung Melayu (Becakayu). Sementara itu kegiatan pembangunan properti relatif terbatas. Daya beli

2 Pada rilis BPS triwulan IV 2014, terjadi perubahan perhitungan tahun dasar dari 2000

menjadi 2010, dimana struktur PDRB. Pada sisi penawaran, strukturlapangan usaha 9 sektor berubah menjadi 17 kategori. Sedangkan pada sisi permintaan, menambah point net ekspor antar daerah.

(22)

masyarakat yang masih lemahditengarai menjadi penyebab para pelaku usaha menahan investasinya.

Sementara itu, menurunnya optimisme pelaku usaha properti terhadap

perbaikan kinerja ekonomi nasional menyebabkan ekspansi

pembangunan properti tertahan. Perlambatan bisnis properti sudah terasa

sejak tahun lalu, saat konsentrasi lebih tercurah pada aktivitas pemilihan umum. Pada saat itu, banyak pelaku usaha lebih cenderung menunda ekspansi usaha, menunggu kepastian hasil pemilu. Setelah hasil Pemilu diketahui, pelaku usaha kini dihadapkan oleh situasi ketidakpastian usaha, menyusul kondisi perekonomian baik global maupun domestik yang kurang kondusif, dan berujung pada pelemahan daya beli. Beberapa proyek properti tetap berjalan, namun dari sisi jumlah relatif sedikit. Rendahnya aktivitas pada pembangunan properti tercermin dari konsumsi semen yang menunjukkan tren penurunan sejak triwulan I 2015 (Grafik I.11). Selain dari faktor daya beli, berlanjutnya pelemahan rupiah juga memicu meningkatnya harga bahan-bahan bangunan, dan mendorong biaya produksi menjadi lebih tinggi, sehingga kian menyurutkan rencana investasi yang ekspansif. Meski demikian tetap disadari bahwa kebutuhan rumah di Jakarta masih cukup besar, dan keberadaan kelas menengah yang masih bertumbuh menyimpan potensi yang tinggi. Pelonggaran kebijakan Loan-to-Value untuk kepemilikan rumah pada akhir bulan Juni 2015 sedikit memberi angin segar untuk tetap optimis, mengingat pasar perumahan di Jakarta masih cukup besar.

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

(23)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 10

Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Lapangan usaha industri pengolahan Jakarta masih tumbuh positif. Sektor

industri pengolahan Jakarta mencatat pertumbuhan sebesar 3,25% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 2,88%. Perbaikan kinerja lapangan usaha industri pengolahan juga didukung oleh sisi pembiayaan, sebagaimana tercermin dari kredit pada sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar 3,19% (yoy) (Grafik I.12). Kegiatan industri yang menopang kinerja lapangan usaha industri pengolahan yaitu industri kendaraan bermotor, industri makanan, industri pakaian jadi dan industri barang logam. Perbaikan kinerja industri kendaraan bermotor juga tercermin dari peningkatan ekspor barang-barang otomotif.

Grafik I.12 Perkembangan Kredit Sektoral

Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.

Lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Survei Konsumen menunjukkan indeks penghasilan

konsumen saat ini berada pada level pesimis. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berkonsumsi masyarakat melemah. Selain itu, hasil liaison mengonfirmasi bahwa produsen kendaraan bermotor merasakan adanya tekanan pada margin keuntungan. Menurunnya margin disebabkan oleh penjualan yang turun, di samping terjadi peningkatan biaya produksi karena faktor pelemahan nilai tukar yang meningkatkan biaya impor bahan baku. Meskipun demikian, faktor seasonal bulan puasa menjadi penahan pelemahan lapangan usaha perdagangan dan reparasi mobil dan motor. Memasuki bulan puasa dan dalam rangka persiapan menyambut hari raya Lebaran masyarakat cenderung meningkatkan belanja dan konsumsinya, termasuk reparasi mobil dan sepeda motor untuk persiapan kegiatan mudik. Pelemahan kinerja

(24)

lapangan usaha ini ini juga tercermin dari kegiatan bongkar muat barang. Pada triwulan II 2015, kegiatan bongkar muat dan muat barang di pelabuhan menunjukkan pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan triwulan I 2015 (Grafik I.13). Hal ini mengindikasikan menurunnya arus pasok barang yang akan diperdagangkan di suatu daerah.

Sumber: BPS

Grafik I.13 Bongkar dan Muat Barang Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi

Pada triwulan II 2015, lapangan usaha keuangan dan asuransi mencatat perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan. Pertumbuhan Sektor

keuangan dan asuransi tercatat hanya sebesar 2,93% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 7,5% (yoy). Terbatasnya pertumbuhan kategori dimaksud sejalan dengan rendahnya pertumbuhan kredit yang hanya sebesar 3,19% (yoy) pada triwulan II 2015, melambat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,97% (yoy) (Grafik I.14). Kondisi perekonomian yang belum cukup kuat menyebabkan penyaluran kredit menjadi terbatas.

Grafik I.14 Perkembangan Kredit di

Jakarta

Kinerja pasar modal pada triwulan II 2015 juga tidak menunjukkan perbaikan. Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi pada periode akhir

(25)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 12

terdapatnya sejumlah risiko yang dapat menghadang proses pemulihan ekonomi, serta masih tingginya ketidakpastian dunia usaha menciptakan persepsi negatif pada investor. Penguatan nilai tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah (Grafik I.16) dan dukungan fiskal yang masih terbatas terhadap pembangunan ekonomi menurunkan keyakinan akan prospek positif dari perekonomian Indonesia.

Grafik I.15 Indeks Harga Saham

Gabungan

(26)

KEUANGAN

PEMERINTAH

Perkembangan realisasi keuangan pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta masih terbatas pada triwulan II 2015. Dari sisi penerimaan, pendapatan daerah DKI Jakarta tumbuh terbatas pada triwulan II 2015, sejalan dengan masih terbatasnya aktivitas perekonomian. Di sisi penyerapan, realisasi belanja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih rendah meskipun sedikit membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rendahnya realisasi terutama disebabkan oleh terkendalanya proses penyusunan APBD DKI Jakarta tahun 2015, sehingga baru disahkan pada bulan April 2015.

A. Pendapatan Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada triwulan II 2015 tumbuh terbatas. Penerimaan pajak yang merupakan

sumber utama pendapatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya tumbuh 3,1% yoy pada triwulan II 2015 (Tabel II.1). Sementara itu, pendapatan transfer tumbuh negatif karena penurunan pagu anggaran di tahun 2015, meskipun secara realisasi cukup baik (37,1%). Dengan demikian, secara keseluruhan pendapatan pada triwulan II 2015 tumbuh -5,6% yoy.

Terbatasnya pertumbuhan penerimaan pajak sejalan dengan terbatasnya aktivitas perekonomian di DKI Jakarta. Meskipun tumbuh sedikit membaik

dari triwulan sebelumnya, angka pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan pada triwulan II dalam tiga tahun terakhir yang mencapai 17,6% yoy. Dibandingkan dengan targetnya, realisasi penerimaan pajak pada triwulan II 2015 mencapai 16,0%, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata dalam tiga tahun terakhir yang sebesar 23,3% (Grafik II.1). Secara kumulatif, pencapaian penerimaan pajak pada semester I 2015 baru mencapai 28,7% dari targetnya.

(27)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 14

Tabel II.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak

Sumber: Pemprov. DKI Jakarta, Dinas Pendapatan Daerah

Terbatasnya aktivitas perekonomian di Jakarta memengaruhi

pertumbuhan penerimaan pajak. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

DKI Jakarta tumbuh terbatas pada triwulan II 2015, yang berpengaruh terhadap terbatasnya penerimaan pajak (Grafik II.2). Aktivitas konsumsi, baik pada konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Hal ini di antaranya tercermin dari menurunnya pertumbuhan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), seiring menurunnya penjualan kendaraan bermotor. Selain BBN-KB, penerimaan pajak yang mengalami penurunan cukup signifikan adalah pajak reklame, pajak hiburan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) (Grafik II.3).

Grafik II.1 Realisasi Peneriman Pajak Grafik II.2 Penerimaan Pajak dan PDRB

Miliar Rp

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) 7,000.0 1,258.9 18.0% 6.7 1,469.7 21.0% 13.0 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) 6,500.0 1,194.8 18.4% -13.2 1,229.4 18.9% -15.6 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) 1,400.0 302.5 21.6% 8.3 310.6 22.2% 5.2 Pajak Hotel 2,301.0 291.4 12.7% -10.9 364.4 15.8% 10.4 Pajak Restoran 2,768.1 438.3 15.8% 2.7 494.1 17.8% 11.9 Pajak Hiburan 1,000.0 122.0 12.2% 10.8 133.4 13.3% 7.4 Pajak Reklame 1,800.0 164.6 9.1% 12.2 163.8 9.1% -17.0 Pajak Penerangan Jalan (PPJ) 690.0 182.9 26.5% 19.4 171.3 24.8% 13.5 Pajak Air Tanah (PAT) 120.0 23.0 19.2% -1.6 24.7 20.6% 8.8 Pajak Parkir 800.0 91.7 11.5% -2.1 115.0 14.4% 13.3 Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5,500.0 504.1 9.2% 4.9 715.2 13.0% -10.7 Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 8,000.0 295.0 3.7% 45.3 856.4 10.7% 23.1 Pajak Rokok 500.0 - 0.0% - 93.1 18.6% 124.5 JUMLAH 38,379.1 4,869.2 12.7% 1.4 6,140.9 16.0% 3.1 Realisasi Pencapaian (%) Pertumbuhan (%, yoy) Jenis Pajak Daerah

Triwulan I 2015 Triwulan II 2015 Realisasi Pencapaian (%) Pertumbuhan (%, yoy) Target Penerimaan Pajak 2015 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 1 2 2014 2015 %, yoy

Sumber: BPS, Dispenda DKI Jakarta %, yoy

PDRB (skala kanan)

Penerimaan Pajak

(28)

Grafik II.3 Rincian Penerimaan Pajak DKI

Jakarta

Grafik II.4 Pangsa Penerimaan Pajak DKI

Jakarta

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), penerimaan pajak hotel dan restoran, dan pajak parkir masih tumbuh membaik. PKB tumbuh membaik karena

adanya program stimulus berupa penghapusan denda keterlambatan oleh Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta (Grafik II.3). Program tersebut penting, karena sekitar 30% kendaraan di Jakarta menunggak pajak dengan total tunggakan mencapai sekitar Rp 895 miliar. Sementara itu, pajak hotel dan restoran tumbuh meningkat, menyusul pelonggaran pelarangan dinas di hotel dari pemerintah dan penerapan pemungutan pajak secara online di lapangan usaha tersebut. Selain itu, peningkatan pada pajak parkir didorong oleh program penerapan parkir meter elektronik di beberapa ruas jalan di Jakarta. Upaya intensifikasi pajak melalui online dan elektronifikasi perlu terus ditingkatkan mengingat masih lemahnya konsumsi yang dapat berdampak negatif terhadap pajak kendaraan bermotor yang menjadi sumber utama pendapatan DKI Jakarta (Grafik II.4).

Realisasi pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat mengalami penurunan. Pendapatan transfer pada triwulan II 2015 tumbuh -5,0%

karena penurunan pagu anggaran di tahun 2015. Berdasarkan komponennya, penurunan tersebut bersumber dari menurunnya transfer dana bagi hasil pajak. Namun demikian, realisasi pada triwulan II 2015 cukup baik yaitu mencapai 37,1%.

B. Belanja Daerah

Realisasi belanja daerah DKI Jakarta masih terbatas, namun mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan II 2015. Realisasi belanja pada

triwulan II 2015 mencapai Rp7,86 triliun atau 12,4% dari anggaran (Tabel II.2). Realisasi tersebut membaik dibandingkan dengan realisasi triwulan sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp0,51 triliun atau 0,80% dari total

(29)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 16

mengalami kontraksi 21,5% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara akumulasi, realisasi belanja pada semester I 2015 baru mencapai 13,1% (Grafik II.5). Realisasi tersebut jauh di bawah rata-rata lima tahun terakhir yang mencapai 23,4% dan menempati posisi kedua terendah di regional. Rendahnya realisasi terutama disebabkan oleh terkendalanya proses APBD DKI Jakarta tahun 2015, sehingga baru disahkan pada bulan April 2015.

Tabel II.2 Pendapatan dan Belanja APBD DKI Jakarta Triwulan II 2015

(Rp Miliar)

Sumber : Pemprov. DKI Jakarta, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah

Belanja operasional sedikit membaik, namun belanja modal masih minim.

Pada triwulan II 2015, realisasi belanja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih terkonsentrasi pada belanja operasional. Meskipun membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, realisasi tersebut masih rendah daripada historisnya dan tumbuh negatif. Lambatnya belanja operasional ini tidak hanya terjadi pada belanja barang, namun juga pada belanja pegawai. Sementara itu, realisasi belanja modal masih sangat terbatas, yaitu hanya mencapai 1,3% pada triwulan laporan. Rendahnya realisasi belanja

Realisasi (miliar Rp) Realisasi (%) Pertumbuhan (%,yoy) Realisasi (miliar Rp) Realisasi (%) Pertumbuhan (%,yoy) PENDAPATAN 64,715.7 12,491.8 19.8 15.0 28.2 60,442.7 11,796.0 19.5 -5.6 27.9 PAD 39,559.4 6,767.8 14.3 (12.5) 31.6 40,355.9 7,062.5 17.5 4.4 34.8 Pajak Daerah 32,500.0 5,958.8 14.9 (13.6) 33.0 36,079.1 6,140.9 17.0 3.1 35.1 Retribusi Daerah 1,760.1 83.0 4.7 (0.6) 10.4 600.0 92.9 15.5 11.9 21.2 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 1,000.0 7.0 0.7 (92.8) 17.4 600.0 34.2 5.7 389.3 22.4 Lain-Lain PAD 4,299.3 719.0 16.7 7.3 33.0 3,076.8 794.4 25.8 10.5 42.1

PENDAPATAN TRANSFER 17,770.0 4,979.0 28.0 6.6 28.0 12,760.5 4,731.8 37.1 -5.0 37.1

Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 17,770.0 4,979.0 28.0 19.5 28.0 12,760.5 3,953.7 150.3 (20.6) 150.3 Dana Bagi Hasil Pajak 17,434.0 4,809.5 27.6 20.3 27.6 12,660.0 3,833.1 30.3 (20.3) 30.3 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 250.0 126.5 50.6 34.6 50.6 100.5 120.6 120.0 (4.7) 120.0 Dana Alokasi Umum 86.0 43.0 50.0 (42.8) 50.0 0.0 Dana Alokasi Khusus - - - 0.0 - - 0.0 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya - - - - 0.0 - 778.2 0.0

Transfer Pemerintah Provinsi - - - - 0.0 - - 0.0

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 7,386.3 745.0 10.1 - 10.1 7,326.4 1.8 0.0 -99.8 0.0

Pendapatan Hibah 7,386.3 - - - 0.0 4,566.9 1.8 0.0 0.0 Pendapatan Dana Darurat - - - - 0.0 - - 0.0 Pendapatan Lainnya - 745.0 - - 0.0 2,759.5 - - (100.0) 0.0 BELANJA 64,882.7 10,009.2 12.4 0.0 15.4 63,650.1 7,859.51 12.3 (21.5) 15.4 -BELANJA OPERASI 35,767.7 9,546.8 26.7 26.1 26.7 43,138.6 7,589.9 17.6 -20.5 17.6 Belanja Pegawai 14,784.8 4,744.6 32.1 49.8 32.1 21,097.4 3,719.9 17.6 (21.6) 17.6 Belanja Barang 17,104.0 4,229.4 24.7 17.2 24.7 16,659.1 2,604.1 15.6 (38.4) 15.6 Belanja Bunga 4.4 0.7 15.9 - 15.9 46.1 - - (100.0) 0.0 Belanja Hibah 2,617.2 572.1 21.9 (6.2) 21.9 1,681.9 309.2 18.4 (45.9) 18.4 Belanja Bantuan Sosial 1,221.0 - - (100.0) 0.0 3,252.9 956.6 29.4 29.4 Belanja Bantuan Keuangan 36.4 - - - 0.0 401.2 - - 0.0

BELANJA MODAL 29,036.4 462.4 1.6 2.4 1.6 20,444.0 269.1 1.3 (41.8) 1.3 BELANJA TIDAK TERDUGA 78.6 0.6 0.8 - 0.8 67.5 0.5 0.7 (19.3) 0.7 TRANSFER - - - - - - - -Total Realisasi Semester I (%) APBD 2014 Tw II Tw II Anggaran (miliar Rp) Anggaran (miliar Rp) Total Realisasi Semester I (%) U R A I A N APBD 2015

(30)

dipengaruhi oleh terkendalanya pengesahan APBD 2015 dan kendala teknis penerapan e-budgeting.

Grafik II.5 Realisasi Belanja DKI Jakarta

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan upaya untuk mempercepat realisasi belanja APBD. Pada awal bulan Juli 2015 Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Keputusan Gubernur No. 1245 Tahun 2015 tentang Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran Daerah. Tim tersebut bertugas untuk: (1) mempercepat pengadaan barang dan jasa; (2) memantau penyerapan anggaran setiap bulan; dan (3) mengomunikasikan hambatan penyerapan kepada Gubernur. Selain itu, upaya percepatan realisasi belanja juga ditempuh melalui percepatan program prioritas, di antaranya penambahan armada Transjakarta, pembangunan Light Rail Transit (LRT), pembangunan rumah susun, dan pembebasan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH).

(31)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 18

BOKS 1

Peran Belanja Pemerintah DKI Jakarta dalam Pertumbuhan PDRB Belanja Pemerintah DKI Jakarta telah menunjukkan perbaikan, walau masih rendah. Penyerapan anggaran belanja pemerintah menjadi poin

penting terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Saat ini, realisasi belanja Pemerintah DKI Jakarta masih terbatas, namun mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan II 2015. Meski demikian, penyerapan anggaran belanja Pemerintah DKI Jakarta perlu menjadi perhatian bagi para pemangku kepentingan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta.

Sumber: IRIO 2005, BPS

Grafik B1.1 Share PDRB Konsumsi

Pemerintah DKI Jakarta

Sumber: IRIO 2005, BPS

Grafik B1.2 Share PDRB Investasi DKI

Jakarta

Penyerapan APBD berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta. Dalam struktur PDRB, belanja Pemerintah DKI Jakarta terbagi ke

dalam dua komponen. Komponen pertama yaitu belanja operasional (belanja pegawai, barang dan jasa, hibah, bunga, dan bantuan sosial), yang masuk ke dalam komponen Konsumsi Pemerintah. Komponen kedua yaitu belanja modal, yang berkontribusi ke dalam komponen investasi. Karena posisi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara, belanja Pemerintah Pusat lebih mendominasi dalam struktur PDRB konsumsi pemerintah. Demikian halnya dengan belanja modal, pangsa belanja modal swasta dan pemerintah pusat lebih dominan. Berdasarkan data IRIO (Inter Regional Input Output) BPS tahun 2005, pangsa belanja operasional Pemerintah DKI Jakarta mencapai 12,4% dalam PDRB konsumsi pemerintah. Sementara, peran belanja modal dalam PDRB investasi mencapai 3,0%.

(32)

Sumber: IRIO 2005, BPS

Grafik B1.3 Share Input Belanja

Operasional DKI Jakarta

Sumber: IRIO 2005, BPS

Grafik B1.4 Share Input Belanja Modal

DKI Jakarta

Belanja APBD DKI Jakarta sebagian besar dipenuhi dari daerahnya sendiri. Berdasarkan tabel IRIO 2005, belanja operasional Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta terutama dipenuhi dari daerahnya sendiri (79,8%) dan impor (5,4%) (Grafik B 1.3). Demikian juga dengan belanja modal, sebagian besar inputnya berasal dari Jakarta (80,0%) dan impor (10%) (Grafik B 1.4).

Gambar B1.1 Elastisitas belanja pemerintah DKI Jakarta (Sumber : IRIO BPS 2005, diolah) Peningkatan penyerapan belanja APBD DKI Jakarta berdampak pada pertumbuhan PDRB. Berdasarkan pangsa belanja APBD dalam PDRB dan

pangsa input belanja dalam tabel IRIO BPS 2005, diperoleh elastisitas belanja operasional dan belanja modal pemerintah daerah terhadap pertumbuhan PDRB (Gambar B1.1). Peningkatan 1% belanja operasional dan belanja modal APBD DKI Jakarta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta sebesar 0,013%. Jakarta 79.8% Impor 5.4% Jabar 2.2% Kalsel 1.4% Lainnya 11.2% DKI Jakarta Jakarta 79.8% Impor 10.0% Jabar 1.2% Lainnya 5.3% DKI Jakarta

(33)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 20

Grafik B1.5 Asumsi realisasi belanja pemerintah DKI Jakarta (Sumber : Pemprov DKI Jakarta)

Dengan menggunakan hasil perhitungan tersebut, proyeksi pertumbuhan PDRB tahun 2015 yang sebesar 5,24% dapat dicapai melalui realisasi belanja APBD sebesar 62% (Grafik B1.5). Pencapaian realisasi yang lebih besar dari 62% mampu mendorong pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta lebih tinggi (Gambar B1.2.). Oleh karena itu, Pemerintah DKI Jakarta perlu terus meningkatkan penyerapan APBD 2015 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

(Sumber : IRIO BPS 2005, diolah)

(34)

BOKS 2

Dampak Peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui Implementasi Terminal Parkir Elektronik di Provinsi DKI Jakarta

Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 2014 telah diiplementasikan. Gerakan Nasional

Non Tunai dimulai dengan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, dan Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia. Nota kesepahaman tersebut telah ditindaklanjuti oleh beberapa daerah melalui elektronifikasi beberapa penyelesaian transaksi. Upaya elektronifikasi untuk setiap transaksi ekonomi diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam mendorong transparansi, efisiensi, dan meningkatkan akses masyarakat kepada sistem keuangan.

Beberapa kegiatan layanan publik telah menggunakan instrumen pembayaran nontunai. Hal ini dapat dilihat pada kegiatan di sektor

transportasi publik di beberapa daerah, seperti TransJogja, TransSolo, dan TransJakarta; serta akselerasi peningkatan penggunaan pembayaran nontunai di lingkungan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia dan Kementerian. Pemanfaatan fasilitas cara pembayaran nontunai pada fasilitas layanan publik tersebut akan memudahkan akses bagi masyarakat sekaligus peningkatan efisiensi pelayanan.

Sumber: m.wartabuana.com

Gambar B2.1 Terminal Parkir Elektronik

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan elektronifikasi pembayaran untuk menata sistem retribusi perparkiran. Salah satu bentuk pemanfaatan

pembayaran nontunai yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan (UP Perparkiran -

(35)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 22

area parkir tepi jalan di Jakarta. Inovasi ini diperlukan mengingat pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak berbanding lurus dengan jumlah lokasi perparkiran. Selain itu, sistem pungutan parkir yang dilakukan juru parkir secara tunai sangat rawan kebocoran karena tidak transparan dan akuntabel. Dengan semangat mendukung GNNT, pada September 2014, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan uji coba TPE di lokasi parkir tepi jalan area Jl. Agus Salim - Sabang dengan menggunakan uang koin. Keberhasilan awal tersebut dilanjutkan dengan Kerjasama Operasional (KSO) antara UP Perparkiran - DishubProvinsi DKI Jakarta dengan operator pengelola pada bulan November 2014 untuk melakukan implementasi TPE secara nontunai di tiga area parkir tepi jalan, yaitu Jl. Agus Salim (11 TPE), Jl. Kelapa Gading (90 TPE), dan Jl. Faletehan (13 TPE).

Kerjasama Operasi (KSO) yang dilakukan UP Perparkiran Dishub juga melibatkan beberapa bank. Saat ini terdapat enam bank penyedia layangan

uang elektronik. Kerjasama yang mempunyai bagi hasil 70 : 30 untuk operator pengelola dan Pemprov. DKI Jakarta berjalan dengan lancar, sehingga direncanakan akan menambah hingga 1.000 TPE di seluruh wilayah Jakarta.

Selain memberikan kemudahan dalam pelayanan kepada masyarakat, implementasi TPE juga berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang sangat signifikan. Hal ini tercermin dari melonjaknya

penerimaan parkir dari ketiga TPE tersebut dengan besaran antara 300% 1.000%. Peningkatan tertinggi terjadi pada TPE Jl. Agus Salim yang tercatat meningkat lebih dari 1.000%, diikuti oleh TPE JL. Boulevard Kelapa Gading sebesar 930% dan TPE Jl. Faletehan sebesar 300%.

Grafik B.2.1

Perkembangan Pendapatan Parkir Jl. Agus Salim - Sabang

Grafik B.3.1

Perbandingan Pendapatan Parkir Jl. Agus Salim - Sabang 0 50 100 150 200 250 300 350 22 246 314 Rp juta

Sumber: Dishub Pemprov. DKI Jakarta

Rp juta

Sumber: Dishub Pemprov. DKI Jakarta

0.5 12.0 2 4 6 8 10 12 14 Sebelum Sesudah Rp juta/hari

(36)

Grafik B.4.1

Perkembangan Pendapatan Parkir Jl. Boulevard Kelapa Gading

Grafik B.5.1

Perbandingan Pendapatan Parkir Jl. Boulevard Kelapa Gading

Grafik B.6.1

Perkembangan Pendapatan Parkir Jl. Falatehan Blok M

Grafik B.7.1

Perbandingan Pendapatan Parkir Jl. Falatehan Blok M

Implementasi GNNT akan terus diperluas pada beberapa fasilitas layanan publik yang dikelola Pemprov. DKI Jakarta. Rencana ini sejalan dengan

program Bank Indonesia yang sedang berupaya melakukan akselerasi elektronifikasi pembayaran. Akselerasi elektronifikasi pembayaran tersebut ditujukan baik untuk pembayaran antarindividu atau entitas bisnis, pembayaran bantuan pemerintah ke masyarakat, maupun penerimaan pemerintah, baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Setelah melakukan elektronifikasi pada TransJakarta, tiga lokasi perparkiran di DKI Jakarta, pembayaran pajak dan retribusi, pembayaran sewa rumah susun milik Pemprov. DKI Jakarta, area lain yang sedang diupayakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk dilakukan pembayaran secara elektronik, antara lain pembayaran masuk tempat wisata, seperti Monas, Ragunan, beberapa museum, dan Taman Ismail Marzuki. Selain itu, pembayaran transportasi kapal dari Jakarta ke Kepulauan Seribu juga masuk dalam rencana pengembangan ke depan. Elektronifikasi pembayaran juga akan dikenakan pada TKI dan pemberian bantuan pemerintah daerah kepada masyarakat. Dalam upaya mendukung rencana tersebut, edukasi keuangan kepada TKI dan penerima bantuan G2P (Government to People) serta upaya mengenalkan instrumen pembayaran nontunai kepada penerima Program Keluarga Harapan (PKH) di Koja dan Cilincing menjadi program pendukung.

0 200 400 600 800 1,000 1,200

Mar-15 Apr May

93

957

1,149

Rp juta

Sumber: Dishub Pemprov. DKI Jakarta

Rp juta

Sumber: Dishub Pemprov. DKI Jakarta

4.7 45.0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Sebelum Sesudah Rp juta/hari

Sumber: Dishub Pemprov. DKI Jakarta

0 50 100 150 Apr-15 May 28 118 Rp juta

Sumber: Dishub Pemprov. DKI Jakarta

Rp juta

Sumber: Dishub Pemprov. DKI Jakarta

0.3 8.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sebelum Sesudah Rp juta/hari

(37)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 24

Selain perluasan implementasi GNNT yang akan dilaksanakan Pemprov DKI tersebut, saat ini Bank Indonesia juga sedang melaksanakan mapping proses transaksi pembayaran di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hasil dari mapping terhadap bussiness process pembayaran di Pemprov DKI Jakarta, akan digunakan untuk menyusun roadmap elektronifikasi transaksi pembayaran nontunai di Pemprov DKI.

Diharapkan melalui perubahan metode pembayaran secara tunai menjadi nontunai akan mendorong para pelaku transaksi keuangan yang sebelumnya bersifat eksklusif menjadi inklusif. Hal ini juga merupakan

merupakan salah satu langkah reformasi pada modernisasi sistem pembayaran untuk mendukung Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.32/PMK.05/2014, yaitu tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik, yang disusun dalam rangka meningkatkan kualitas penatausahaan dan pertanggungjawaban penerimaan negara, dengan menerapkan Sistem Penerimaan Negara secara elektronik melalui pemanfaatan teknologi informasi. Penyempurnaan ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam hal pembayaran/penyetoran penerimaan negara, serta untuk mewujudkan good governance. Bagi Bank Indonesia, inovasi-inovasi tersebut perlu untuk memastikan agar setiap perkembangan sistem pembayaran tersebut harus selalu berada pada koridor ketentuan yang berlaku demi kelancaran dan keamanan kegiatan sistem pembayaran.

(38)

INFLASI

Tekanan inflasi Jakarta pada triwulan II 2015 meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan laporan tercatat sebesar 7,59% (yoy). Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya serta lebih tinggi dari capaian inflasi nasional (7,26%). Kelompok administered prices mencatat inflasi paling tinggi, terutama terkait dengan penyesuaian harga bahan bakar (premium, solar, pertamax) serta tarif tenaga listrik (TTL) sebagai dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah dan tren peningkatan harga minyak dunia pada triwulan laporan. Sementara itu, tekanan inflasi volatile food juga cenderung meningkat sehubungan dengan berkurangnya pasokan beberapa komoditas strategis akibat faktor cuaca. Selain itu, peningkatan permintaan masyarakat musiman memasuki hari puasa pada pertengahan Juni 2015 turut meningkatkan tekanan inflasi kelompok volatile food. Kelompok inflasi inti juga cenderung mengalami sedikit peningkatan terkait penyesuaian harga beberapa komoditas akibat naiknya harga bensin dan TTL.

Tekanan inflasi Jakarta pada triwulan II 2015 meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2015. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan II 2015 tercatat

sebesar 7,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang tercatat 7,10% (yoy). Capaian inflasi Jakarta pada periode laporan juga tercatat lebih tinggi dari inflasi nasional sebesar 7,26% (yoy) (Grafik III.1). Hal ini utamanya disebabkan olehkenaikan harga pada kelompok volatile food seperti komoditas daging ayam ras dan cabai merah serta telur ayam ras yang dipicu oleh meningkatnya permintaan pada bulan puasa Juni 2015. Kenaikan kelompok administered price disebabkan oleh kenaikan harga pada komoditas bensin dan TTL terkait pergerakan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah. Adapun kelompok inflasi inti relatif stabil dan sedikit menurun. Dari sisi disagregasi inflasi, semua kelompok, baik administered prices, volatile food, maupun inti berkontribusi terhadap peningkatan tekanan inflasi pada periode laporan (Grafik III.2).

(39)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 26

Sumber: BPS

Grafik III.1 Inflasi Jakarta dan Nasional

Sumber: BPS diolah dengan pendekatan kelompok komoditas

Grafik III.2 Disagregasi Inflasi Jakarta Berdasarkan disagregasi inflasi, kelompok administered prices mencatat inflasi paling tinggi pada triwulan II 2015. Tren kenaikan harga minyak dunia

dan pelemahan nilai tukar menyebabkan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi (premium dan solar) pada tanggal 27 Maret 2015. Kebijakan ini memengaruh cukup signifikan inflasi komoditas bensin pada April 2015, yang mencapai 5,16% (mtm). Tren peningkatan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar ini terus berlanjut hingga Juni 2015, sehingga tekanan harga pada kemoditas bensin juga masih berlangsung hingga bulan Juni, terutama terkait dengan penyesuaian harga pertamax. Selain komoditas bensin, komoditas lain yang terpengaruh oleh fluktuasi harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar yaitu tarif tenaga listrik (TTL), dalam rangka penyesuaian harga keekonomian tarif listrik nonsubsidi. Hal ini terjadi karena harga minyak dunia menjadi salah satu komponen pembentuk batas harga keekonomian TTL. Pemberlakuan tarif adjustment TTL, terutama ditujukan kepada kelompok rumah tangga dengan daya 1300 VA keatas, bisnis dengan daya 6600 VA keatas, industri berdaya 200.000 VA keatas, Kantor Pemerintahan berdaya 6600 VA keatas, lampu penerangan jalan dan layanan khusus. Selain karena fluktuasi harga minyak global, penyesuaian beberapa komoditas energi di atas juga didorong oleh pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang triwulan II 2015.

Grafik III.3 Pergerakan Harga Minyak Dunia

5 10 15 20 25 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 2012 2013 2014 2015 %, yoy

(40)

Selain komoditas-komoditas terkait dengan energi, tingginya inflasi administered prices pada triwulan II 2015 juga disebabkan oleh kenaikan harga komoditas terkait dengan transportasi. Angkutan udara merupakan

salah satu penyumbang inflasi administered prices dari subkelompok transportasi. Adanya libur nasional dan hari besar keagamaan pada bulan April dan Mei 2015 mendorong meningkatnya permintaan jasa angkutan udara, sehingga harga tiket pesawat meningkat. Selain karena faktor permintaan, inflasi angkutan udara juga disebabkan oleh tren kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah. Kondisi ini mendorong meningkatnya biaya operasional, sehingga berdampak pada kenaikan harga tiket pesawat. Komoditas lain terkait dengan transportasi yang turut berperan pada relatif tingginya inflasi administered prices yaitu tarif kereta api. Penyesuaian tarif kereta api pada 1 April 2015 mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No.17 tahun 2015. Peraturan tersebut menyebabkan kenaikan tarif kereta api sebesar 30% hingga 60% untuk jarak menengah-jauh. Penyesuaian tarif tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kenaikan BBM bersubsidi, perubahan margin dalam perhitungan Biaya Operasional Perjalanan (BOP) kereta api kelas ekonomi, yang semula 8% menjadi 10%, dan pelemahan nilai tukar rupiah.

Kenaikan harga produk tembakau juga memengaruhi kinerja inflasi administered prices pada triwulan II 2015. Tren kenaikan harga produk

tembakau tidak terlepas dari kebijakan pemerintah terkait dengan perubahan tarif cukai produk dari hasil tembakau yang mulai efektif diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2015. Perubahan tarif tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 205/PMK.011/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Berdasarkan peraturan tersebut tarif cukai tembakau meningkat rata-rata 8,7%. Pada saat pemberlakuan ketentuan ini, pelaku usaha belum banyak menaikkan harga rokok di tingkat konsumen. Namun, adanya kebijakan pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap produk hasil tembakau dari 8,4% menjadi 10% pada April 2015, mendorong pelaku usaha menaikkan harga produk tembakau, seperti rokok putih, rokok kretek dan rokok kretek filter, sebagaimana tercermin pada inflasi bulan Mei dan Juni 2015.

(41)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 28

Tabel III.1 Komoditas dengan Kontribusi Administered Prices

Sumber: BPS

Setelah pada triwulan I 2015 tekanan cenderung turun, inflasi volatile food pada triwulan II 2015 kembali meningkat. Tekanan inflasi pada kelompok

volatile food, terutama didorong oleh kenaikan harga pada kelompok daging dan hasil-hasilnya, serta aneka bumbu. Meningkatnya inflasi kelompok volatile food terutama didorong oleh gejolak harga-harga pangan pada bulan Mei dan Juni 2015, sementara pada bulan April 2015 tekanan inflasi dari harga-harga kelompok pangan masih rendah. Relatif rendahnya tekanan inflasi volatile food pada April 2015 terutama diakibatkan oleh penurunan harga pada komoditas beras, cabai merah dan telur ayam ras masing-masing sebesar 4,1%, 4,0% dan 1,1% (mtm).

Tabel III.2 Komoditas dengan Kontribusi Volatile Foods

Sumber: BPS

Dua bulan menjelang akhir triwulan II 2015, sebagian besar komoditas pangan strategis yang sempat mengalami deflasi pada awal periode laporan, justru mengalami kenaikan, antara lain komoditas cabai merah, daging ayam ras, dan telur ayam. Kenaikan harga cabai merah disebabkan oleh berkurangnya pasokan, di tengah meningkatnya permintaan. Beberapa sentra cabai memasuki masa tanam, terutama di luar Jawa. Akibat dari itu, produksi cabai merah di sentra Sumatera dan Jawa yang dipasok ke Jakarta relatif terbatas dibandingkan dengan kebutuhan Jakarta. Pada bulan Mei 2015 pasokan cabai merah ke pasar Keramat Jati bahkan jauh di bawah pasokan pada periode yang

Komoditas Kontribusi (%, mtm) Komoditas Kontribusi (%, mtm) Komoditas Kontribusi (%, mtm) Bensin 0.1775 Tarip listrik 0.0397 Bensin 0.0470 Angkutan udara 0.0666 Bensin 0.0209 Tarip listrik 0.0367 Tarip kereta api 0.0522 Rokok putih 0.0095 Rokok kretek filter 0.0058 Solar 0.0026 Angkutan udara 0.0089

Rokok kretek filter 0.0081 Rokok kretek 0.0056

Administered prices

April 2015 Mei 2015 Juni 2015

Komoditas Kontribusi (%, mtm) Komoditas Kontribusi (%, mtm) Komoditas Kontribusi (%, mtm) Tomat sayur 0.0119 Cabai merah 0.0507 Daging ayam ras 0.0281 Jeruk 0.0118 Daging ayam ras 0.0492 Cabai merah 0.0247 Bawang merah 0.0108 Bawang merah 0.0361 Telur ayam ras 0.0217

Pisang 0.0107 Telur ayam ras 0.0263 Pepaya 0.0160

Daging sapi 0.0057 Tomat sayur 0.0128 Daging sapi 0.0121 Bawang putih 0.0049 Bawang putih 0.0096 Apel 0.0096

Tomat buah 0.0045 Jeruk 0.0063 Bayam 0.0089

Teri 0.0040 Kangkung 0.0050 Tongkol/ambu-ambu 0.0082

Daun singkong 0.0026 Apel 0.0048 Kangkung 0.0081

Selar/tude 0.0021 Jagung manis 0.0047 Petai 0.0074

Volatile Foods

(42)

sama dalam tiga tahun terakhir. Sementara itu, kenaikan harga daging ayam terutama dipicu oleh kenaikan harga pakan dan peningkatan permintaan menjelang bulan Ramadhan. Harga komoditas daging sapi juga mulai merangkak naik pada Juni 2015, didorong oleh meningkatnya permintaan pada bulan Ramadhan.

Hal yang berbeda terjadi pada komoditas beras dan bawang merah. Sepanjang triwulan II 2015 harga beras bergerak relatif stabil. Kenaikan harga beras yang terjadi dirasakan tidak terlalu signifikan sepanjang triwulan II 2015. Stabilitas harga beras didukung oleh stok yang cukup dan pasokan yang relatif stabil. Demikian juga untuk komoditas bawang merah, stok yang melimpah menyebabkan harga bawang merah cenderung turun, baik di tingkat grosir maupun pengecer (Grafik III.6 dan III.7)

Grafik III.4 Pasokan dan Harga Cabai

Merah di Pasar Induk Kramat Jati

Grafik III.5 Perkembangan Harga Daging

Ayam, Telur Ayam, dan Daging Sapi

Grafik III.6 Pasokan dan Harga Beras

Di Pasar Induk Beras Cipinang

Grafik III.7 Pasokan dan Harga Bawang

Merah di Pasar Induk Kramat Jati

Inflasi inti sejak akhir tahun 2014 hingga pada triwulan II 2015 masih menunjukkan tren yang meningkat. Ditengah pelemahan tekanan

permintaan sebagai dampak dari pelemahan ekonomi, inflasi inti masih menunjukkan tren peningkatan. Hal ini disebabkan oleh dorongan biaya

Gambar

Grafik I.1 Kredit Konsumsi Grafik I.2 Indeks Penjualan Eceran dan  Konsumsi Barang Tahan Lama
Grafik I.4 Likert Scale Penjualan Grafik I.5 Likert Scale Perkiraan  Penjualan
Grafik I.7 Perkembangan Kredit Investasi
Grafik I.9 Perkembangan  Nilai dan  Volume Impor Jakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Merendah di sisi belakang kemudian meninggi dengan kenaikan sudut yang !ukup tajam pada area (asade menjadi sebuah ungkapan kehati#hatian untuk menunjukkan eksistensinya

Kur hapësira për memorizimin e skedave bëhet duke përdorur VFAT, mund të memeorizohen një numer më i madh skedash në disk , dimensionet e cluster-it janë standard

b. emberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersi)at negati)8 karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko8 dan pada setiap tindakan medik ada

Jakarta, Khazanah— Jakarta, Khazanah— Jakarta, Khazanah— Jakarta, Khazanah— Jakarta, Khazanah— Tidak hanya menyoal waktu (keseren- takan), namun siapa-siapa yang akan

Mohd Yusoff Sahab Penolong Pengarah, BTPN P.Pinang

Mulai tahun 2013, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30 tahun 2012 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Cadangan Penjaminan Dalam Rangka

pengembangan industri kecil jamu menunjukkan bahwa sub elemen kunci pada elemen kebutuhan adalah : kebutuhan jaminan pasar produk jamu yang dihasilkan (A-1), kontinyuitas

Kalimat dasar adalah kalimat yang (1) terdiri atas dua klausa, (2) unsur-unsurnya lengkap, (3) susunan unsur-unsurnya berdasarkan urutan yang paling umum, dan (4) tidak mengnadung