• Tidak ada hasil yang ditemukan

A N T R O P O L O G I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A N T R O P O L O G I"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

MelaluiPendekatanSaintifik

DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

2014

Pembelajaran

(2)
(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan ... 3

C. Ruang Lingkup ... 3

D. Landasan Hukum ... 3

BAB II PEMBELAJARAN SAINTIFIK DAN PENILAIAN AUTENTIK... 5

A. Prinsip Pembelajaran dan Penilaian ... 5

B. Pendekatan Pembelajaran Saintifik dalam Pembelajaran Antropologi ... 6

C. Model Pembelajaran dalam Antropologi ... 16

1. Problem Based Learning (PBL) ... 16

2. Project Based Learning (PjBL) ... 17

3. Discovery Learning ... 18

D. Kaitan Materi-Materi dan Model Pembelajaran ... 20

E. Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Antropologi ... 21

1. Penilaian Sikap ... 21

2. Penilaian Pengetahuan ... 23

3. Penilaian Keterampilan ... 24

BAB III ANALISIS KOMPETENSI ... 27

A. Standar Kompetensi Lulusan dan Kompetensi Inti ... 27

B. Keterkaitan Kompetensi Dalam Pembelajaran dan Penilaian. ... 28

BAB IV PENUTUP ... 42

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut disusun standar nasional pendidikan, terdiri atas: standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses menyebutkan bahwa setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Oleh karena itu setiap satuan pendidikan perlu melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran dengan strategi yang benar untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Strategi pembelajaran sangat diperlukan dalam menunjang terwujudnya seluruh kompetensi yang dimuat dalam Kurikulum 2013. Kurikulum memuat apa yang seharusnya diajarkan kepada peserta didik, sedangkan pembelajaran merupakan cara bagaimana apa yang diajarkan bisa dikuasai oleh peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran didahului dengan penyiapan RPP yang dikembangkan oleh guru baik secara individual maupun kelompok yang mengacu pada Silabus dan buku.

(5)

Strategi penilaian disiapkan untuk memfasilitasi guru dalam mengembangkan teknik, bentuk, dan instrumen serta pedoman penilaian hasil belajar dengan pendekatan autentik. Penilaian memungkinkan pendidik mampu menerapkan program remedial bagi peserta didik yang tergolong pebelajar lambat dan program pengayaan bagi peserta didik yang termasuk kategori pebelajar cepat.

Pemerintah melalui surat edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nomor 156928/MPK.A/KR/2013 tanggal 8 November 2013 menyatakan bahwa mulai tahun pelajaran 2014/2015 seluruh SMA sejumlah 12.637 wajib melaksanakan Kurikulum 2013 di kelas X dan kelas XI. Untuk menyiapkan kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran saintifik, serta melakukan penilaiain autentik, Pemerintah telah melatih guru inti dan guru sasaran, serta menyediakan silabus, buku guru, dan buku teks untuk peserta didik.

Mata Pelajaran Antropologi adalah ilmu yang berusaha mencapai pemahaman tentang makhluk manusia dengan mempelajari aneka warna bentuk fisik, kehidupan bermasyarakat, serta kebudayaannya.

Mata pelajaran Antropologi membantu peserta didik untuk memahami berbagai persoalan dan kekuatan budaya dalam mebangun kehidupan bermasyarakat, hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan. Bagaimana berempati antar sesama, toleran dan menghargai keberadaan setiap orang dalam sebuah komunitas, kelompok dan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa ilmu Antropologi adalah ilmu yang dinamis dan terbuka karena dalam berbagai kajianya, Antropologi seringkali menggunakan data-data sejarah, sosiologis, politik, seni, bahasa, psikologi dan sebaginya.

Dewasa ini teori Antropologi telah berkembang sedemikan pesat dengan berbagai perspektif, seperti yang dikenal dengan teori-teori post modernis, feminis, teori kritis yang mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, dan sebaganya akan tetapi perkembangan itu tidak serta merta menggugurkan teori-teori sebelumnya. Oleh karena itu untuk pemahaman antropologi lebih komprehensif seorang guru perlu juga mempelajari teori-teori tersebut dalam rujukan materi pembelajarannya di kelas, dan bukan mengajarkan teori tersebut kepada siswa.

Guru mata pelajaran Antropologi masih memerlukan panduan dan rambu-rambu dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran saintifik serta melakukan penilaian autentik berdasarkan silabus dan buku (buku guru dan buku siswa).

(6)

Dalam hal ini Direktorat PSMA berupaya memenuhi kebutuhan tersebut melalui penyusunan Naskah Pembelajaran Antropologi yang diharapkan dapat memfasilitasi guru secara individual dan kelompok dalam mengembangkan dan melaksanakan pembelajaran dalam berbagai modus, strategi, dan model untuk muatan dan/atau mata pelajaran yang diampunya.

B. Tujuan

Secara umum tujuan penulisan naskah ini adalah membantu guru mata pelajaran Antropologi dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Secara khusus naskah ini bertujuan untuk:

1. Memberikan rambu-rambu bagi guru dalam menganalisis kompetensi inti dan kompetensi dasar.

2. Mengembangkan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)

3. Mengembangkan materi pembelajaran berdasarkan materi pokok dari silabus. 4. Mengembangkan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan pendekatan

saintifik.

5. Merancang penilaian autentik.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup buku ini terdiri atas:

1. Penjelasan tentang Pembelajaran Saintifik dan Penilaian Autentik

2. Langkah-langkah pembelajaran saintifik dalam mata pelajaran Antropologi 3. Penilaian Autentik dalam pembelajaran Antropologi

4. Penjelasan tentang Analisis Kompetensi 5. Contoh Hasil analisis kompetensi

D. Landasan Hukum

(7)

2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan

4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah

5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan

7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah 8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A tentang Implementasi

Kurikulum

9. Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 156928/MPK.A/KR/2013 Tahun 2013 tanggal 8 November Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 10. Surat Edaran bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 0258/MPK.A/KR/2014 Tahun 2014 dan Nomor 420/176/SJ tanggal 9 Januari Tahun 2014 tentang Implementasi Kurikulum

(8)

BAB II

PEMBELAJARAN SAINTIFIK DAN PENILAIAN AUTENTIK A. Prinsip Pembelajaran dan Penilaian

Karakteristik pembelajaran terkait erat dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai, dan Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang dikembangkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang memiliki karakteristik berbeda untuk masing-masing mata pelajaran. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Pencapain kompetensi tersebut berkaitan erat dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus merencanakan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum dengan menggunakan pendekatan saintifik dan model pembelajaran yang mendorong kemampuan peserta didik untuk melakukan penyingkapan/penelitian, serta dapat menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok. Pendidik disarankan untuk menggunakan menggunakan model pembelajaran antara lain model inkuiri, discovery, problem, dan projek.

Prinsip pembelajaran pada kurikulum 2013 menekankan perubahan paradigma: (1) peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu; (2) guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; (3) pendekatan tekstual menjadi pendekatan proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; (4) pembelajaran berbasis konten menjadi pembelajaran berbasis kompetensi; (5) pembelajaran parsial menjadi pembelajaran terpadu; (6) pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menjadi pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; (7) pembelajaran verbalisme menjadi keterampilan aplikatif; (8) peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); (9) pembelajaran yang

(9)

mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pebelajar sepanjang hayat; (10) pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); (11) pembelajaranyang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; (12) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas; (13) pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan (14) pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut. (1) Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai. (2) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan. (3) Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya. (4) Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak. (5) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya. (6) Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.

B. Pendekatan Pembelajaran Saintifik dalam Pembelajaran Antropologi

Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989). Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar (Joice & Weil: 1996), bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh peserta didik (Zamroni, 2000; & Semiawan, 1998).

(10)

Model ini juga tercakup penemuan makna (meanings), organisasi, dan struktur dari ide atau gagasan, sehingga secara bertahap siswa belajar bagaimana mengorganisasikan dan melakukan penelitian. Pembelajaran berbasis keterampilan proses sains menekankan pada kemampuan peserta didik dalam menemukan sendiri (discover) pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi (Houston, 1988). Dengan demikian peserta didik lebih diberdayakan sebagai subjek belajar yang harus berperan aktif dalam memburu informasi dari berbagai sumber belajar, dan guru lebih berperan sebagai organisator dan fasilitator pembelajaran.

Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains berpotensi membangun kompetensi dasar hidup siswa melalui pengembangan keterampilan proses sains, sikap ilmiah, dan proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan proses sains pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic learning tools) yaitu kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam mengembangkan diri (Chain and Evans: 1990).

Suatu pengetahuan ilmiah hanya dapat diperoleh dari metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus (unik) dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan pada simpulan. Dengan demikian diperlukan adanya penalaran dalam rangka pencarian (penemuan). Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Dalam Kurikulum 2013, langkah-langkah pembelajaran saintifik adalah;

1. Mengamati 2. Menanya

3. Mengumpulkan informasi 4. Mengasosiasi

5. Mengomunikasikan

Kelima langkah pembelajaran saintifik dalam berbagai kegiatan belajar Antropologi dapat dirinci sebagai berikut:

(11)

1. Mengamati

Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak. Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan bagi peserta didik untuk secara luas dan bervariasi melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.

Dalam pembelajaran ilmu Antropologi, pengamatan dapat dilakukan terhadap hal- hal sebagai berikut, contoh:

a. Keragaman budaya

b. Hasil kebudayaan masyarakat c. Pengaruh budaya asing

Sedangkan dalam pembelajaran di kelas, mengamati dapat dilakukan melalui berbagai media yang dapat diamati siswa, misalnya : video, gambar, grafik, bagan, dsb.

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.

a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi

b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi

c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder

(12)

e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar

f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdot (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdot dapat berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanik dapat berupa berupa alat mekanik yang dapat dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.

2. Menanya

Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong siswa untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Artinya guru dapat menumbuhkan sikap ingin tahu siswa, yang diekspresikan dalam bentuk pertanyaan. Misalnya: mengapa setiap suku bangsa memiliki keragaman budaya?, faktor apa saja yang menyebabkan setiap suku bangsa memiliki budaya yang beragam?, mengapa terjadi perbedaan dialek dalam ragam bahasa?.

Diusahakan setelah ada pengamatan, yang bertanya bukan guru, tetapi yang bertanya adalah peserta didik. Berikut manfaat / fungsi bertanya:

a. Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.

(13)

b. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.

c. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.

d. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.

e. Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

f. Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.

g. Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.

h. Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.

i. Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

3. Mengumpulkan Informasi/Mengeksplorasi

Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui peningkatan pemahaman atas suatu fenomena. Strategi yang digunakan adalah memperluas dan memperdalam pengetahuan yang menerapkan strategi belajar aktif. Pendekatan pembelajaran yang berkembang saat ini secara empirik telah melahirkan disiplin baru pada proses belajar. Tidak hanya berfokus pada apa yang dapat peserta didik temukan, namun sampai pada bagaimana cara mengeksplorasi ilmu pengetahuan. Istilah yang populer untuk menggambarkan kegiatan ini adalah “explorative learning”.

Pendekatan belajar yang eksploratif tidak hanya berfokus pada bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan, pemahaman, dan interpretasi, namun harus diimbangi dengan peningkatan mutu materi ajar. Dalam hal ini peserta didik

(14)

menyusun dan memvalidasi informasi sebagai input bagi kegiatan belajar. Peta Konsep yang dikembangkan menunjukan kompleksitas kegiatan eksplorasi dalam proses pembelajaran yang mengharuskan adanya proses dialog yang : (1) interaktif (2) adaptif, interaktif dan reflektif (3) menggambarkan tingkat-tingkat penguasaan pokok bahasan (4) menggambarkan level kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan keterampilan menyelesaikan tugas sehingga memperoleh pengalaman yang bermakna.

Mengintegrasikan pendekatan ini dengan lima faktor yang menyebabkan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna, yaitu belajar aktif, belajar konstruktif, belajar intens, belajar autentik, dan kolaboratif yang menegaskan pernyataan bahwa pembelajaran eksploratif lebih menekankan pada pengalaman belajar dari pada pada materi pelajaran.

Eksplorasi merupakan proses kerja dalam memfasilitasi proses belajar peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu. Peserta didik menghubungkan pikiran yang terdahulu dengan pengalaman belajarnya. Mereka menggambarkan pemahaman yang mendalam untuk memberikan respon yang mendalam juga. Bagaimana membedakan peran masing-masing dalam kegiatan belajar bersama. Mereka melakukan pembagian tugas seperti dalam tugas merekam, mencari informasi melalui internet serta memberikan respon kreatif dalam berdialog. Di samping itu peserta didik menindaklanjuti penelusuran informasi dengan membandingkan hasil telaah. Secara kolektif, mereka juga dapat mengembangkan hasil penelusuran informasi dalam bentuk grafik, tabel, diagram serta mempresentasikan gagasan yang dimiliki.

Pelaksanaan kegiatan mengumpulkan data (eksplorasi) pada mata pelajaran ilmu-ilmu sosial dapat dilakukan melalui kerja sama dalam kelompok kecil. Bersama teman sekelompoknya peserta didik dalam menelusuri informasi yang mereka butuhkan, merumuskan masalah dalam kehidupan nyata, berpikir kritis untuk menerapkan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan yang nyata dan bermakna. Melalui kegiatan mengumpulkan data (eksplorasi) peserta didik dapat mengembangkan pengalaman belajar, meningkatkan penguasaan ilmu-ilmu sosial, serta menerapkannya untuk menjawab fenomena yang ada. Peserta didik juga dapat mengeksploitasi informasi untuk memperoleh manfaat tertentu sebagai produk belajar.

(15)

4. Mengasosiasi/Menalar/Mengolah Informasi

Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memeroses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan ini dapat mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Mengasosiasi adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan Mengasosiasi sering juga disebut menalar. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.

a. Cara menalar

Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik.

Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum

(16)

terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.

Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis, sedangkan simpulan tidak langsung ditarik dari dua premis.

Contoh:

 Sistem religi, meliputi sistem kepercayaan, sistem nilai, pandangan hidup, komunikasi keagamaan, atau upacara keagamaan

 Sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial, mencakup kekerabatan, asosiasi (perkumpulan), sistem kenegaraan, dan sistem kesatuan hidup.

 Sistem pengetahuan, meliputi pengetahuan tentang flora dan fauna, waktu, ruang, bilangan, tubuh manusia, dan perilaku antar sesama manusia.

 Sistem bahasa, terdiri dari bahasa lisan dan tulisan.

 Kesenian meliputi seni patung/pahat, relief lukis dan gambar, seni rias, vokal, musik, bangunan, kesusastraan, atau drama.

 Sistem mata pencaharian hidup/ekonomi meliputi berburu, mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan, dan perdagangan.

 Sistem teknologi, meliputi produksi, distribusi, transportasi, peralatan komunikasi, peralatan konsumsi dalam bentuk wadah, pakaian, perhiasan, tempat berlindung (perumahan) atau senjata.

 Simpulan sistem religi, sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial, sistem pengetahuani, sistem bahasa, sistem kesenian, sistem teknologi, merupakan urutan unsur-unsur kebudayaan secara universal yang dimiliki oleh setiap masyarakat.

b. Analogi dalam Pembelajaran

Selama proses pembelajaran, guru dan peserta didik sering kali menemukan fenomena yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan peserta didik adakalanya menalar secara analogis. Analogi adalah suatu proses penalaran dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial yang mempunyai kesamaan atau persamaan.

(17)

Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran ilmu antropologi, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi terdiri dari dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deklaratif. Kedua analogi itu dijelaskan berikut ini.

Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena atau gejala. Atas dasar persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa apa yang ada pada fenomena atau gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau gejala kedua. Analogi induktif merupakan suatu “metode menalar” yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu simpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang diperbandingkan

Contoh:

Kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga, memelihara, dan melestarikan kebudayaan merupakan kewajiban dari setiap individu. Setiap suku bangsa harus menjaga, memelihara, dan melestarikan kebudayaan.

Analogi deklaratif merupakan suatu “metode menalar” untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Analogi deklaratif ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah diketahui secara nyata dan dipercayai.

Contoh:

Ketekunan dan ketaatan yang dijalankan secara benar oleh umat beragama dapat menciptakan perilaku baik. Dengan berperilaku baik, tercipta keharmonisan di dalam masyarakat. Begitu pula terciptanya suatu keharmonisan di sekolah tidak terlepas dari adanya sikap ketekunan dan ketaatan beragama dari dewan guru, peserta didik, dan seluruh stake holder sekolah.

(18)

c. Hubungan Antarfenomena

Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan antarfenomena atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Disinilah esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenomena atau gejala, khususnya hubungan sebab-akibat.

Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta yang satu dengan satu atau beberapa fakta yang lain. Suatu simpulan yang menjadi sebab dari satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi akibat dari satu atau beberapa fakta tersebut.

Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang disebut dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induktif sebab akibat terdiri dari tiga jenis.

Hubungan sebab–akibat.Pada penalaranhubungan sebab-akibat, hal-hal yang menjadi sebab dikemukakan terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan yang berupa akibat.

Contoh:

 Fanatisme yang berlebihan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu di masyarakat dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat dan dapat merusak tatanan yang telah terbina dengan baik.

 Dampak positif seni adalah dapat melestarikan nilai-nilai budaya bangsa yang luhur, menimbulkan solidaritas di dalam masyarakat, mengajarkan etika pada masyarakat, dan dapat dipakai untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan negara. Dampak-dampak positif tersebut dapat membawa masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik.

Hubungan akibat–sebab. Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal-hal yang menjadi akibat dikemukakan terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang merupakan penyebabnya.

Contoh :

 Memudarnya nilai-nilai dari pengetahuan lokal membuat bangsa Indonesia kehilangan identitas sebagai sebuah bangsa, disebabkan karena

(19)

pendidikan yang terlalu berpedoman pada pendidikan Barat yang diterima secara mentah-mentah.

 Kemajuan teknologi di bidang industri ternyata menghasilkan pencemaran lingkungan, disebabkan banyak industri yang tidak memperhatikan lingkungan sekitar.

Hubungan sebab–akibat 1 – akibat 2. Pada penalaran hubungan sebab-akibat 1 –akibat 2, suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat yang pertama menjadi penyebab, sehingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga menimbulkan akibat ketiga, dan seterusnya.

5. Mengomunikasikan

Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok. Kegiatan mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan, dan/atau unjuk karya.

C. Model Pembelajaran dalam Antropologi

Sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2013, ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan, antara lain, pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran berbasis proyek (project based learning), dan discovery learning.

1. Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). 1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta

(20)

didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan; (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

2. Project Based Learning (PjBL)

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.

Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.

Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik, yaitu:  Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong

kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.

 Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

 Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan masalah-masalah yang kompleks.

(21)

 Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.

 Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.

 Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

 Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.

 Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.

 Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.

3. Discovery Learning

Metode Discovery Learningadalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Dalam Discovery Learning,hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau

(22)

ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan:

 Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

 Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

 Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

 Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

 Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

 Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

 Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

 Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

 Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;

 Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru;

Ketiga model pembelajaran sangat relevan dengan tujuan dan kekhasan pembelajaran mata pelajaran Antropologi. Sesuai dengan karakteristik pendidikan antropologi, untuk membekali siswa agar mampu memahami dan menyikapi secara bijak tentang keberagaman budaya dalam rangka membangun karakter yang menerima dan memahami perbedaan, maka siswa dibekali dengan pengalaman yang berpikir kritis dan analitis melalui, studi kasus (problem based

(23)

learning). Studi etnografi (project based learning), dan observasi partisipasi (discovery learning).

a. Studi Kasus

Studi kasus dapat dilaksanakan dalam rangka bentuk operasional dari problem based learning. Tujuan utama menggunakan model ini adalah untuk menganalisis kasus-kasus tertentu yang ada di lingkungan setempat bersifat khas yang menggunakan tinjauan antropologi, misalnya kehidupan komunitas pemecah batu, petani ladang, pedagang kaki lima, pemulung, nelayan, buruh atau kehidupan di komplek-komplek perumahan atau perkampungan.

b. Studi Etnografi

Studi etnografi merupakan penabaran model pembelajaran berbasis proyek. Model ini bertujuan untuk melatih cara berfikir holistik sehingga mereka terlatih untuk melihat suatu persoalan dari berbagai sudut pandang sehingga mereka berpandangan luas dan tidak mudah menjastifikasi secara negatif, misalnya, melihat kehidupan suku terasing, komunitas tertentu yang ada di sekitarnya.

c. Observasi Partisipasi

Observasi partisipasi merupakan ciri utama kajian antropologi. Apabila disejajarkan dengan model pembelajaran, observasi partsipasi ini dapat dikatakan sebagai penyesuaian dari model pembelajaran discovery learning. Observasi partisipasi ini akan mendorong peserta didik untuk menemukan hal-hal baru yang disimpulkan dari berbagai data yang diperoleh. Penerapan model ini bertujuan agar muncul rasa empati siswa perlu dilatih melalui kegiatan observasi partisipasi, artinya, siswa sebagai pengamat juga terlibat secara langsung sehingga merasakan apa yang sebenarnya dirasakan oleh si pelaku. Hal ini untuk melatih siswa bagaimana memahami orang lain secara emik.

D. Kaitan Materi-Materi dan Model Pembelajaran

Keterkaitan antara materi pelajaran dengan model pembelajaran sangat erat. Untuk materi-materi yang bersifat faktual, kita dapat menerapkan model pembelajaran

(24)

berbasis masalah. Peserta didik dilatih untuk mengungkap berbagai permasalahan yang ada untuk dicari jawabanya melalui berbagai metode dan sudut pandang. Dengan demikian peserta didik akan terbiasa berpandangan obyektif, kritis, dan peka terhadap kejadian-kejadian yang ada di masyarakat setempat.

Untuk materi-materi yang bersifat konseptual, model pembelajaran berbasis proyek sangat relevan mengingat keunikan model ini yang memberikan peluang besar bagi peserta didik untuk mengkaji lebih dalam dan menerapkan konsep-konsep dasar Antropologi. Sementara untuk materi-materi yang bersifat prosedural dan metakognitif, model pembelaaran yang sangat relevan adalah discovery learning. Lewat model pembelajaran ini peserta didik memiliki kesempatan untuk menggali hal-hal baru dan menemukan hal-hal-hal-hal yang selama ini belum terungkap.

Meskipun ada keterkaitan antara materi pelajaran dengan model pembelajaran, namun pengelompokkan materi berdasarkan model-model pembelajaran di atas bukanlah pembagian yang saklek. Model-model itu dapat dilakukan secara bergantian, atau bersamaan (berkolaborasi). .

E. Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Antropologi

Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik, serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen (input – proses – output) tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan hasil belajar peserta didik, bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran.

Antropologi merupakan salah satu mata pelajaran yang ada pada struktur kurikulum 2013, oleh sebab itu penilaian hasil belajar Antropologi harus dikembangkan sesuai dengan konsep penilaian Kurikulum 2013, yaitu penilaian autentik yang mencakup domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dicapai peserta didik secara terpadu.

1. Penilaian Sikap

(25)

“teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.

Contoh kompetensi inti dan kompetensi dasar sikap spiritual dan sosial sebagai berikut:

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Perilaku 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 1.1 Mensyukuri keberagaman agama dan religi/kepercay aan, budaya, tradisi dan bahasa dalam kehidupan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa.. o Menghayati, dan o Mengamalkan o Ilmiah, o Bersyukur, o Peduli, o Waspada, dan o Berdo’a. ii. Menghayati, mengamalkan perilaku jujur, disiplin,tanggun g jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai 2.1. Merespon secara positif berbagai permasalahan bangsa terkait dengan keberagaman agama, religi/kepercay aan, budaya, tradisi dan bahasa di masyarakat. o Menunjukkan, o Menghayati, dan o Mengamalkan o proaktif, o tanggung jawab, o responsif, dan o peduli o Toleran 2.2. Menunjukkan sikap toleransi dan empati dalam keberagaman agama, religi/kepercay aan, budaya, tradisi, dan bahasa.

(26)

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Perilaku cerminan

bangsa dalam pergaulan dunia

2. Penilaian Pengetahuan

Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran. Tes uraian mampu memberikan multi jawaban yang memiliki nilai kebenaran yang sama. Tes uraian menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi, atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks. Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

Tes lisan adalah tes yang menuntut siswa memberikan jawaban secara lisan. Pelaksanaan Tes lisan dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik.

Instrumen penugasan dapat berupa pekerjaan rumah dan/atau tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik, baik secara individu atau kelompok, sesuai dengan karakteristik tugas.

Penilaian pengetahuan pada pembelajaran Antropologi mencakup kompetensi inti 3 (pengetahuan), kompetensi dasar pengetahuan.

Contoh kompetensi inti dan kompetensi dasar pengetahuan sebagai berikut:

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Materi Pokok 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural 3.1 Konsep dasar, peran fungsi, dan keterampilan Antropologi dalam  Memahami,  Menerapka dan  Menganalisis  Konsep dasar Antropologi

 Peran dan Fungsi Antropologi

(27)

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Materi Pokok berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan

pengetahuan

prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. mengkaji kesamaan dan keberagaman budaya, agama, religi/keperca yaan, tradisi, dan bahasa.. . Antropologi dalam  Mengkaji kesamaan dan keberagaman budaya, agama, religi/kepercayaan, tradisi, dan bahasa..

3. Penilaian Keterampilan

Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. Untuk melaksanakan tes praktik diperlukan penyusunan rubrik penilaian.

Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. Penilaian projek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema pelajaran. Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data.

(28)

Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk proyek. Dalam kaitan ini serial kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan dan instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.

Penilaian keterampilan juga dapat dilakukan melalui penilaian portofolio. Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya. Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.

Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang relevan dengan keterampilan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu. Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik sendiri.

Penilaian keterampilan pada pembelajaran Antropologi mencakup kompetensi inti keterampilan, dan kompetensi dasar keterampilan.

Contoh kompetensi inti dan kompetensi dasar keterampilan sebagai berikut:

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Konten 4. Mengolah,

(29)

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Konten menyaji dalam

ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. literatur, diskusi, dan pengamata n terkait dengan manfaat Antropologi dalam mengkaji tentang kesamaan dan keragaman budaya, agama, religi/keper cayaan, tradisi, dan bahasa beserta unsur-unsurnya. o Menalar, dan o Menyajikan pengetahuan dasar Antropologi dalam memahami kesamaan dan keragaman budaya, agama, religi/kepercay aan, tradisi, dan bahasa beserta unsur-unsurnya.

(30)

BAB III

ANALISIS KOMPETENSI A. Standar Kompetensi Lulusan dan Kompetensi Inti

Kurikulum berbasis kompetensi menekankan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dalam standar kompetensi lulusan, komptensi inti dan kompetensi dasar. Oleh karena itu fokus pertama dan utama bagi guru dalam menyiapkan pembelajaran adalah melakukan analisis pada ketiga kompetensi itu. Dari analisis itulah akan diperoleh penjabaran materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian yang diperlukan.

Standar kompetensi lulusan adalah muara utama pencapaian yang dituju semua mata pelajaran pada jenjang tertentu. Sedangkan kompetensi inti adalah pijakan pertama pencapaian yang dituju semua mata pelajaran pada tingkat kompetensi tertentu. Penjabaran kompetensi inti untuk tiap mata pelajaran tersaji dalam rumusan kompetensi dasar.

Rumusan standar kompetensi lulusan seperti yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 tahun 2013 untuk tingkat SMA adalah sebagai berikut.

Tabel 3: Kompetensi Inti kelas X

Dimensi Kualifikasi Kemampuan

Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural,dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi,seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.

Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.

(31)

Kompetensi inti tingkat SMA terdiri atas dua tingkatan, yaitu tingkat kompetensi ke lima yang mencakup kelas X dan kelas XI, dan tingkat kompetensi ke enam untuk kelas XII. Rumusan kompetensi yang relevan bagi kelas X sesua Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi adalah sebagai berikut;

Tabel 4: Kompetensi Inti Kelsa XI dan XII

Kompetensi Deskripsi Kompetensi

Sikap Spiritual 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

Sikap Sosial 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

Pengetahuan 3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

Keterampilan 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan

B. Keterkaitan Kompetensi Dalam Pembelajaran dan Penilaian.

Keterkaitan antar kompetensi dalam pembelajaran dan penilaian dapat digambarkan seperti berikut;

(32)

Gambar 3.1

KI dan KD dalam silabus maupun buku Penjelasan gambar;

1. Keterkaitan antar kompetensi dalam pembelajaran dan penilaian.

a. KI-3 dan KI-4 merupakan kompetensi pengetahuan dan keterampilan yang harus dicapai oleh peserta didik melalui kegiatan pembelajaran (though curriculum) yang akan memberikan pengalaman belajar secara langsung (direct teaching) kepada peserta didik.

b. KI-1 dan KI-2 merupakan kompetensi sikap religius dan sikap sosial yang harus dicapai peserta didik sebagai dampak pengiring (nurturant effects) yang merupakan pengalaman belajar tidak langsung (indirect teaching)

c. Keempat kompetensi tersebut harus merupakan hasil pembelajaran secara utuh atau terpadu.

2. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)

a. Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu matapelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:

1) kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;

(33)

2) kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;

3) kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3; dan

4) kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.

b. Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Dalam penyusunan indikator pencapaian kompetensi perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:

1) Indikator dirumuskan dengan kata kerja operasional yang terukur, didalamnya terdapat dua unsur, yaitu tingkat kompetensi dan konten (pengetahuan dan keterampilan);

2) Penyusunan indikator mengacu pada kompetensi inti, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran dan penilaian dalam silabus;

3) Tingkat kompetensi indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal yang tercantum pada kompetensi dasar maupun kompetensi inti dan dapat dikembangkan hingga ke tingkat yang paling tinggi untuk mencapai target pencapaian kompetensi sesuai dengan karakteristik dan daya dukung sekolah dan lingkungannya;

4) Tingkat kompetensi pada aspek sikap adalah menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan;

5) Tingkat kompetensi pada aspek pengetahuan adalah mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevalasi, dan mengkreasi; 6) Tingkat kompetensi pada aspek keterampilan adalah mengamati,

menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta, dan

7) Keseluruhan indikator yang disusun memadai untuk mencapai kompetensi dasar, kompetensi inti, dan standar kompetensi lulusan.

(34)

Contoh pengembangan indikator pencapaian kompetensi mata pelajaran Antropologi.

1) Kompetensi Spiritual

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Pencapaian Indikator Kompetensi 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 1.1 Mensyukuri keberagaman agama dan religi/kepercayaan,

budaya, tradisi dan bahasa dalam kehidupan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa.

o Menampilkan perilaku ilmiah o Bersyukur atas keberagaman agama dan religi/kepercaya an, budaya, tradisi dan bahasa dalam kehidupan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. 2) Kompetensi Sosial

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menghayati, mengamalkan perilaku jujur, disiplin,tanggun g jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas 2.1. Merespon secara positif berbagai permasalahan bangsa terkait dengan keberagaman agama, religi/kepercaya an, budaya, tradisi dan bahasa di masyarakat. o Menunjukkan perilaku positif, o Menunjukkan perilaku toleran, o Menunjukkan perilaku responsive

(35)

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia 3) Kompetensi Pengetahuan

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa keingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan 3.1 Mengidentifikasi manfaat Antropologi dalam mengkaji tentang kesamaan dan keragaman budaya, agama, religi/kepercaya an, tradisi, dan bahasa o Menjelaskan konsep Antropologi o Mengidentifikasi dan Mendeskripsikan manfaat Antropologi o dalam mengkaji tentang kesamaan dan keragaman budaya, agama, religi/kepercayaan, tradisi, dan bahasa

(36)

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi peradaban terkait

penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan

pengetahuan

prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan

masalah.

4) Kompetensi Keterampilan

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi 4. Mengolah,

menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. 4.1 Melakukan kajian literatur, diskusi, dan pengamatan terkait dengan manfaat Antropologi dalam mengkaji tentang kesamaan dan keragaman budaya, agama, religi/kepercay aan, tradisi, dan bahasa beserta unsur-unsurnya.  Menyajikan informasi tertulis mengenai manfaat Antropologi dalam mengkaji tentang

kesamaan dan

keragaman budaya, agama,

religi/kepercayaan, tradisi, dan bahasa beserta unsur-unsurnya.

(37)

3. Materi Pokok dan Materi Pembelajaran

Pengembangan materi pokok memperhatikan; potensi peserta didik, relevansi dengan karakteristik daerah, tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik, kebermanfaatan bagi peserta didik, struktur keilmuan, aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran, relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan alokasi waktu. Materi pembelajaran dikembangkan sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar pengetahuan, materi pokok dalam silabus, dan materi pembelajaran dalam buku guru dan buku siswa. Guru dapat mengembangkan materi pembelajaran yang sudah tercantum di silabus sesuai dengan karakteristik peserta didik. Pengembangan materi pembelajaran merujuk pada materi pokok dalam silabus dan kompetensi dasar yang termuat dalam kompetensi inti ketiga (pengetahuan). Hasil pengembangan materi pembelajaran harus mencakup pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural (untuk kelas X), serta pengetahuan metakognitif (untuk kelas XI dan XII)

a. Pengetahuan faktual adalah pengetahuan tentang Fakta, fenomena, kejadian, atau peristiwa yang dapat dilihat, didengar, dibaca, disentuh, atau diamati atau materi yang berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen suatu benda dan lain sebagainya.

Contoh:

 Keberagaman suku bangsa (Jawa, Sunda, Batak dll.)

b. Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang ide yang mempersatukan fakta-fakta yang berupa pengertian, definisi, hakikat, dan inti isi, misalnya tentang Paleoantropologi, somatologi, prehistori, etnolinguistik dll. c. Pengetahuan prosedural yang merupakan pengetahuan tentang sederetan langkah yang bertahap dan sistematis. Langkah prosedural merupakan bagian dari kompetensi pada aspek keterampilan.

Contohnya antara lain keterampilan dalam memahami langkah-langkah pembentukkan kepribadian, proses terjadinya perilaku menyimpang.

(38)

Untuk selanjutnya, materi pembelajaran juga harus mempertimbangkan materi yang dapat melatih peserta didik dalam penguasaan Lower Oerder Thinking Skills (LOTS) dan Higher Order Thinking Skills (HOTS), integrasi Muatan Lokal dan materi bahan aktualisasi pembelajaran dalam kegiatan Kepramukaan. Contoh LOTS : Menyebutkan pengertian Paleoantropologi;

Contoh HOTS : Hubungan antarbudaya di Indonesia;

Contoh materi integrasi muatan lokal : Menganalisis hubungan antaragama dan antarbudaya di lingkungan sekitar tempat tinggal

Contoh aktualisasi Antropologi dalam kegiatan kepramukaan: Peserta didik membuat laporan tentang berbagai bentuk perilaku menyimpang yang terjadi di lingkungan sekolah dan upaya penanggulangannya. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memupuk nilai-nilai kepramukaan diantaranya: kecintaan kepada sesama, kecintaan kepada lingkungan, disiplin, toleran, tanggung jawab dll.

4. Kegiatan Pembelajaran dan Langkah-langkah Pembelajaran

Guru dapat mengembangkan kegiatan pembelajaran yang sudah tercantum di silabus dan buku menjadi langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan hasil kajian terhadap materi pembelajaran dikaitkan dengan hasil kajian terhadap KI-1 dan KI-2. Kegiatan pembelajaran dikembangkan dengan pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

a. Mengamati adalah kegiatan yang dilakukan dengan memaksimalkan panca indra dengan cara melihat, mendengar, membaca, menyentuh, atau menyimak. Yang diamati adalah materi yang berbentuk fakta, yaitu fenomena atau peristiwa dalam bentuk gambar, video, rekaman suara, atau fakta langsung yang bisa disentuh, dilihat, dan sebagainya. Pengamatan terhadap materi fakta, yaitu fenomena atau peristiwa dalam bentuk gambar, video, rekaman suara, atau fakta langsung yang bisa disentuh, dilihat, dan sebagainya. Semua objek Antropologi dapat diamati oleh seluruh peserta didik asalkan guru mampu mengarahkan ke hal tersebut.

(39)

Contoh:

Kegiatan Pembelajaran Langkah-langkah Pembelajaran (RPP)

 membaca buku teks dan sumber bacaan lainnya tentang Konsep dasar, peran fungsi, dan keterampilan Antropologi

 dalam mengkaji kesamaan dan keberagaman budaya, agama, religi/kepercayaan, tradisi, dan bahasa.

 Peserta didik melihat, mengamati, menyimak, mendengar berbagai tayangan gambar, peta dan cuplikan film peristiwa yang masih hangat seperti peringatann hari besar agama, upacara adat dll.

 Peserta didik mengamati, melihat, menyimak, mendengar tayangan slide presentasi, tentang keberagaman agama, suku bangsa dan budaya

 Peserta didik melakukan kegiatan membaca berbagai sumber tentang kesamaan dan keberagaman agama, suku bangsa dan budaya

b. Menanya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik)

Contoh:

Kegiatan Pembelajaran Langkah-langkah Pembelajaran (RPP)

 Peserta didik ditugasi untuk mengajukan pertanyaan tentang Konsep dasar, peran fungsi, dan keterampilan Antropologi dalam mengkaji kesamaan dan keberagaman

budaya, agama,

religi/kepercayaan, tradisi, dan bahasa.

 Peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya mengenai apa yang belum mereka pahami atau ingin mengetahui lebih jauh tentang latar belakang terjadinya kesamaan dan keberagaman agama, suku bangsa dan budaya.

 Guru membimbing/mendorong peserta didik mengajukan pertanyaan berdasarkan peristiwa yang masih hangat terjadi baik hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik

(40)

Kegiatan Pembelajaran Langkah-langkah Pembelajaran (RPP) menyusun pertanyaan dan mengajukan pertanyaan secara mandiri (hipotesis) berkaitan dengan aspek fisik dan sosial di lingkungan sekitar sekolah

c. Mengumpulkan data adalah melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian, dan aktivitas wawancara dengan nara sumber. Mencoba merupakan proses kegiatan memperkuat pemahaman faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif Antropologi melalui kegiatan langsung mengumpulkan data-data Antropologi. Kegiatan mencoba dapat dilakukan dalam dua jenis, yaitu mencoba prinsip/prosedur seperti yang diperoleh melalui diskusi, dan mencoba mengaplikasikan prinsip/prosedur pada situasi baru. Kegiatan mencoba dapat dilakukan dalam bentuk ekperimen (mengamati arah angin dengan kain bendera), tugas projek dalam pembuatan proyeksi peta secara kelompok, atau tugas produk. Pada kegiatan mencoba jenis pertama, data yang diperoleh digunakan untuk memverifikasi prinsip/prosedur yang dipelajari. Kegiatan ini akan meningkatkan kebermaknaan belajar (meaningfull learning) bagi siswa. Mereka menjadi lebih yakin dengan pengetahuan yang dimiliki yang dibuktikan melalui data-data yang diperoleh. Pada kegiatan mencoba jenis ke dua merupakan kelanjutan dari jenis yang pertama. Setelah proses mencoba yang pertama merupakan bagian dari kegiatan membangun pengetahuan konseptual dan prosedural dapat dilanjutkan dengan kegiatan mencoba jenis kedua untuk mengaplikasikannya dalam situasi baru. Data baru yang diperoleh mendorong pemikiran lebih tinggi karena bukan sekedar membuktikan prinsip/prosedur yang diketahui melainkan mencoba menerapkan dalam situasi baru. Kegiatan jenis kedua diperlukan kreativitas dan inovasi guru Antropologi dalam merancang dan mendesainya, serta mencobanya agar prosedur dan data yang diharapkan dapat diterima (acceptable) secara keilmuan.

Gambar

Tabel 3: Kompetensi Inti kelas X
Tabel 4: Kompetensi  Inti Kelsa XI dan XII

Referensi

Dokumen terkait

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. JAKARTA,

Dipimpin oleh seorang Kepala Pengolahan yang bertanggung jawab terhadap seluruh proses pengolahan tebu menjadi gula yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh

2) Penelitian ini akan ditekankan pada struktur teks kidung Rahayu; klasifikasi dan deskripsi kidung Rahayu; konsep hidup rahayu yang tercermin dari kidung

Graedorf (1976) menyatakan bahwa “PAK adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung kepada Roh Kudus, yang membimbing

contoh teroris, komunis, dan penggunaan istilah sehari-hari misalkan “Junk” dan “crippled”. 8) Penggunaan istilah yang dipinjam dari bahasa lain, misalkan

Di Indonesia penelitian tentang faktor yang mempengaruhi holding period saham biasa membuktikan bahwa market value yang menunjukkan ukuran perusahaan (Atkin dan Dyl,

Kemampuan pedagogik guru di Kecamatan Koja, Jakarta Utara dalam mengelola pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat Sekolah Dasar yaitu guru memiliki kompetensi pedagogik yang

Agar dapat diterima dengan baik dan mendatangkan hasil yang diinginkan, entah secara verbal atau nonverbal pesan itu dirumuskan dalam bentuk yang tepat,