• Tidak ada hasil yang ditemukan

May Day SINERGI SDM INDONESIA DALAM PERSAINGAN GLOBAL BURUH SEJARAH BURUH DAN ORGANISASI BURUH DI INDONESIA AWAL ABAD 20

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "May Day SINERGI SDM INDONESIA DALAM PERSAINGAN GLOBAL BURUH SEJARAH BURUH DAN ORGANISASI BURUH DI INDONESIA AWAL ABAD 20"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ESA HILANG DUA TERBILANG

IS

S

N

1978 - 8080 | NOMOR 137 TAHUN 2014 | TAHUN XII MEI 2014

ESA HILANG

www.tebingtinggikota.go.id

SINERGI

REFERENSI TEBING TINGGI DELI

SEJARAH BURUH DAN ORGANISASI

BURUH DI INDONESIA AWAL ABAD 20

SDM INDONESIA DALAM

PERSAINGAN GLOBAL

00137 7 7 1 9 7 9 8 0 0 8 8 5 9

B U R U H

May Day

(2)

ESA HILANG DUA TERBILANG

DA R I R E DA K S I

Drs. BAMBANG SUDARYONO

Pembaca Budiman...

May Day. Belakangan kata-kata ini akrab ditelinga anak negeri. Khususnya ketika bulan Mei men-jelang. Pasalnya pada 1 Mei diraya-kan sebagai ‘hari besar’ kaum bu-ruh di selubu-ruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pada hari itu, seluruh buruh dan pekerja akan menun-jukkan keberadaan mereka dalam lingkaran sosial dunia. Umumnya mereka akan menuntut satu hal, yakni agar nasib mereka diperhati-kan oleh para majidiperhati-kan pemilik capi-tal. Hingga hari ini, tuntutan agar kesejahteraan kaum buruh diperha-tikan terus menggema. Mereka me-nilai pengusaha sampai kapan pun tidak pernah punya niat baik untuk mensejahterakan buruh mereka, meski dari keringat buruh, mereka bisa hidup berlebihan dan kaya raya.

Sejarah buruh di negeri ini penuh sesak dengan berbagai kisah tuntutan yang nilai heroismenya

demikian menggoda untuk dikaji dan diketahui. Baruh di masa Ko-lonial Belanda, adalah kisah ten-tang penderitaan akibat adanya kebijakan cultur stelsel alias tana-man paksa yang dipaksakan kepada anak negeri. Industrialisasi yang diawali dengan kahadiran perke-bunan di Sumatera Timur menjadi kisah pilu tentang ‘penghisaban darah’ Kolonial Capitalis terhadap warga jajahan.Sehingga berbun-tut pada upaya konsolidasi buruh untuk memperjuangkan nasib mereka berhadapan dengan pengusaha, bah-kan belabah-kangan dengan penguasa. Belum lagi merdeka, sejumlah organisasi buruh tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan power share dalam memperjuang-kan nasib mereka. Serikat Islam (SI) sebagai organisasi awal memper-juangkan keadilan terhadap warga Inlander menjadi cika bakal berdi-rinya organisasi buruh ‘merah’ yang kemudian menjadi pertai politik PKI (Partai Komunias Indonesia). PKI adalah salah satu corong buruh yang paling kuat dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh. Dengan pen-dekatan Sosialisme Marxis, mereka menjadi gerakan politik yang san-gat garang, hingga berakhir den-gan terseraknya darah di negeri ini. Belakangan, ketika refor-masi menggelinding orgnisasi buruh kian memiliki power share politik yang signifikan. Bahkan, belakangan Pemerintah sudah menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional. Edisi kali Sinergi Mei 2014 ini, mencoba un-tuk melihat realitas buruh dan peker-ja kita dalam berbagai perspektif.

Pembaca terhormat…

Pada rubrik lain, kami men-coba meneropong sejauh mana hak bersekolah terhadap anak dari warga miskin. Demikian pula dengan ru-bric ekonomi yang mencoba melihat apa saja usaha-usaha prospektif yang bisa dimulai oleh masyarakat. Tak lupa, dalam rubric lingkungan, kam menyajikan laporan tentang kam-panye rokok dalam perspektif me-nolak dan menerima kampanye itu.

Ada juga beberapa rubric yang kami sajikan ditulis oleh be-berapa rekan wartawan serta penulis lepas lainnya. Kami berharap rubric itu akan memperkaya isi Sinergi edisi Mei ini. Misalnya, halaman sosial adalah tulisan tentang nasib pedagang lemang Cong A Fie yang selama ini jadi ikon kota Tebing Tinggi. Tulisan ini kami ajukan, karena prihatin atas nasib peda-gang lemang yang di era 1980-an sangat dinamis, bahkan membuat para pedagang menjadi orang-orang sukses. Tapi kali ini kondisi mere-ka hidup segan mati pun tak mau. Seperti biasa, edisi kali ini pun terlambat, karena sudah menja-di penyakit setiap memenja-dia cetak, jika sekali terlambat, maka seterusnya akan terjadi kelambatan dalam pe-muatan dan pencetakan. Kami memo-hon maaf yang sebesar-besarnya atas kinerja yang tak maksimal ini, karena faktanya hal itu sangat mengggang-gu sekali. Pada akhirnya kami tetap berharap agar pembaca tidak com-plain atas kinerjanya, karena kami berusaha agar media kesayangan kita ini bisa tampil maksimal dalam isi meski lambat dalam penyampaian.

(3)

ESA HILANG DUA TERBILANG

KETUA PENGARAH

Ir.Umar Zunaidi Hasibuan, MM ( WaliKota Tebing Tinggi )

PENGENDALI

H. Johan Samose Harahap, SH, MSP (Sekdako Tebing Tinggi Deli )

PENANGGUNG JAWAB

Ir. H. Zainul Halim

(Asisten Administrasi Umum )

PIMPINAN REDAKSI

Drs. Bambang Sudaryono (Kabag Adm. Humas PP)

WAKIL PIMPINAN REDAKSI

Maslina Dalimunthe.SE (Kasubag Adm. Humas PP)

BENDAHARA :

Jafet Candra Saragih

KOORDINATOR LIPUTAN

Drs Abdul Khalik, MAP

SEKRETARIS REDAKSI

Dian Astuti

REDAKSI

Rizal Syam, Khairul Hakim, Juanda, Ulfa Andriani,S.Sos

LAYOUT DESAIN GRAFIS

Aswin Nasution, ST

FOTOGRAFER :

Sulaiman Tejo, Tomy Erlangga, Agung Purnomo

KOORDINATOR DISTRIBUSI

Edi Suardi, S.Sos Ridwan

LIPUTAN DAN REPORTER

Wartawan Unit Pemko Tebing Tinggi Redaksi menerima tulis,photo juga surat berisi saran penyempurnaan dari pembaca dengan melampirkan tanda pengenal (KTP, SIM, Paspor) dan Redaksi berhak mengubah tulisan sepanjang tidak mengubah isi dan maknanya.

Bagian Administrasi Humasy Pimpinan dan Protokol Sekreariat Daerah Kota Tebing Tinggi

Jl,Dr Sutomo No : 14 Kota Tebing Tinggi Eimail :

sinergi@tebingtinggikota.go.id Facebook :

majalah_sinergi@tebingtinggikota.go.id

TERBIT SEJAK 16 Juli 2002 SK WALIKOTA TEBING TINGGI NO.480.05/ 286 TAHUN 2002

SINERGI

Redaksi

JUANDA KHARUL HAKIMRedaksi Sekretaris Redaksi

DIAN ASTUTI JAFET CHANDRA SARAGIHBendahara Koordinator Liputan

Drs.ABDUL KHALIK,MAP

Redaksi Redaksi Layout Desain Grafis Koordinator Distributor Distributor Foto Grafer Sinergi Foto Grafer Sinergi Foto Grafer Sinergi Pimpinan Redaksi

Drs.BAMBANG SUDARYONOMASLINA DALIMUNTHE,SEWakil Pimpinan Redaksi

ESA HILANG DUA TERBILANG

JAJARAN REDAKSI TAHUN 2014 REFERENSI TEBING TINGGI DELI

2. 4. 6. 7. 18. 20. 21. 22. 23. 25. 26. 30. 40. 42. 43. 44. 47. 49. 55. 57. 58. 59. SALAM REDAKSI MOMENTUM SINERGITAS Buruh UTAMA

SDM Indonesia Dalam Persaingan Global

Sejarah Buruh Dan Organisasi Buruh Di Indonesia Awal Abad 20 Nasib Buruh Indonesia Dalam Cerita Film

PENDIDIKAN

Semua Orang Berhak Peroleh Pendidikan

EKONOMI

Tembakau, Rokok Serta Rakyat

KESEHATAN

Bersama Posbindu Ubah Gaya Hidup

LINGKUNGAN HIDUP WANITA HUKUM LENSA PEMKO PEMKO KITA PARLEMENTARIA AGAMA OLAH RAGA PUISI/CERPEN OPINI RAGAM PLURALIS JURNAL ILMIAH INFO NASIONAL

IKLAN OVOP GRATIS TEPIAN

D A F T A R I S I

(4)

ESA HILANG DUA TERBILANG

M o m e n t u m

ESA HILANG DUA TERBILANG

(5)

ESA HILANG DUA TERBILANG

(6)

ESA HILANG DUA TERBILANG

S I N E R G I TA S

A

kan tetapi pada intinya, keem-pat kata ini sama m e m p u n y a i arti satu yaitu: pekerja. Hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang ber-laku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.

May Day yang dirayakan setiap tanggal 1 Mei merupakan momentum untuk memperingati perjuangan kaum buruh. Perin-gatan hari buruh ini, tentu saja berkaitan dengan peningkatkan kesejahteraan dan memantapkan eksistensi kaum buruh di tengah cengkraman kaum pemodal yang kerap kali mengeksplotasi kaum buruh guna mengejar keuntungan. Saat ini kaum buruh Indonesia masih diperhadapkan pada berba-gai masalah yang akan menggerus kesejahteraan dan eksistensi buruh. Dan sudah hampir menjadi kenis-cayaan, bahwa nasib buruh akan terus dimarjinalkan oleh berbagai kebijakan. Buruh selalu ditempat-kan sebagai obyek pembangunan

dan korban pertumbuhan ekonomi. Rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi menyebabkan semakin menurunnya tingkat pembukaan lapa-ngan kerja, sementara calon pekerja usia produktif sudah menunggu un-tuk ditampung dalam dunia kerja.

Kegagalan menghadirkan lapangan kerja yang layak me-nyebabkan tenaga kerja kita banyak memutuskan bekerja di luar neg-eri sebagai TKI. Namun tragisnya, pemerintah tidak bisa melindungi para TKI yang menghadapi berbagai masalah di luar negeri. Nasib pekerja Indonesia dibiarkan dalam pusaran liberalisasi. Pemerintah belum juga mmpersiapkan SDM pekerja Indo-nesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan dimulai 1 Januari 2015 ini. Pemerin-tah telah membuka pasar tenaga kerja bagi pekerja asing dan membiarkan pekerja Indonesia berpotensi menja-di “penonton” menja-di negerinya senmenja-diri.

Kebebasan politik yang tersedia di masa reformasi, telah mendatangkan berkah bagi kebang-kitan gerakan sosial di Indonesia. Termasuk di dalamnya, gerakan

buruh. Ada begitu banyak organ-isasi buruh yang tumbuh, ada be-gitu sering demonstrasi buruh ter-jadi. Soalnya, sejauh mana iklim kebebasan itu secara optimal di-manfaatkan untuk sebesar-besarn-ya pembangunan gerakan buruh? Peringatan Hari Buruh In-ternasional (May Day) telah di-peringati termasuk di Indonesia. Pemerintah baru harus berusaha keras untuk menstabilkan harga dan mendukung peningkatan daya beli buruh, seperti pembanguan rumah murah bagi buruh, transportasi lay-ak dan terjangkau, operasi pasar bagi kebutuhan pokok buruh di kawasan-kawasan industri, pendidi-kan bermutu dan terjangkau bagi anak-anak buruh, jaminan keseha-tan yang mempunyai dan jaminan sosial yang memproteksi buruh ke depan (Jaminan Hari Tua, Pensiun, Kematian dan Kecelakaan Kerja).

Semoga dengan perayaan Hari Buruh tahun 2014 ini, terus membuat kaum buruh lebih optimis dan bekerja keras dalam menyelsai-kan segala permasalahannya. Sela-mat Hari Buruh! (Kairul Hakim)

B u r u h

Pada dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja maupun karyawan adalah sama.

Namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja

rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. Sedangkan pekerja, tenaga

kerja dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan

diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak

dalam melakukan kerja.

(7)

ESA HILANG DUA TERBILANG

U TA M A

SDM Indonesia Dalam

Persaingan Global

Dalam kaitan terse-but setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondi-si SDM Indonekondi-sia, yaitu: Pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan ang-katan kerja. Jumlah angang-katan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesem-patan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini menin-gkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.

Kedua, tingkat pendidi-kan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan

angkatan kerja Indonesia masih did-ominasi pendidikan dasar yaitu seki-tar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara na-sional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjan-gan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja teru-tama bagi lulusan perguruan ting-gi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai den-gan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang

ter-batas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sar-jana di Indonesia. Menurut cata-tan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di In-donesia lebih dari 300.000 orang.

Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyo-gyanya perguruan tinggi ikut ber-tanggungjawab. Fenomena pengan-guran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi, karena ketidak-mampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam

reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas

dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan

global yang selama ini kita abaikan.

(8)

ESA HILANG DUA TERBILANG

U TA M A

Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan den-gan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal as-ing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manaje-rial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi na-sional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahn-ya kualitas SDM dalam mengha-dapi persaingan ekonomi global. Kenyataan ini belum men-jadi kesadaran bagi bangsa Indone-sia untuk kembali memperbaiki ke-salahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidi-kan -- tidak lebih dari 12% -- pada peme-rintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada per-hatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerin-tah baik tingkat pusat maupun dae-rah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan as-ing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam mem-bangun perekonomian nasional.

Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja.

Hambat-an kultural yHambat-ang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah be-lum adanya standar baku kurikube-lum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembang-kan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk me-menuhi kebutuhan pasar kerja. Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, meru-pakan suatu proses kegiatan ekono-mi dan perdagangan, di mana nega-ra-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisa-si yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang men-yangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari se-luruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).

Perwujudan nyata dari glo-balisasi ekonomi yang akan diha-dapi bangsa Indonesia antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut: Produksi, di mana perusahaan ber-produksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi men-jadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang ren-dah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai atau-pun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global. Pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memper-oleh pinjaman atau melakukan

inv-estasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Tel-kom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sis-tem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari mancanegara.Tena-ga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesion-al diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman inter-nasional dan\atau buruh diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas. Jaringan informasi. Masyarakat sua-tu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu me-luasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh KFC, Hoka Hoka Bento, Mac Donald, dll melanda pasar di mana-mana. Akibatnya se-lera masyarakat dunia --baik yang berdomisili di kota maupun di desa-- menuju pada selera global.

Perdagangan.

Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambat-an nontarif. Denghambat-an demikihambat-an keg-iatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bah-kan, transaksi menjadi semakin ce-pat karena "less papers/documents" dalam perdagangan, tetapi dapat mempergunakan jaringan teknologi telekomunikasi yang semakin cang-gih.Dengan kegiatan bisnis korpora-si (bisnis corporate) di atas dapat di

(9)

ESA HILANG DUA TERBILANG

U TA M A

katakan bahwa globalisasi mengarah pada meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara melalui pen-ingkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara (cross-border transactions) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional (international capital flows), per-gerakan tenaga kerja (human move-ment) dan penyebaran teknologi in-formasi yang cepat. Sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bah-wa globalisasi secara hampir pasti telah merupakan salah satu kekuatan yang memberikan pengaruh terhadap bangsa, masyarakat, kehidupan ma-nusia, lingkungan kerja dan kegiatan bisnis corporate di Indonesia. Kekua-tan ekonomi global menyebabkan bisnis korporasi perlu melakukan tinjauan ulang terhadap struktur dan strategi usaha serta melandas-kan strategi manajemennya dengan basis entrepreneurship, cost effi-ciency dan competitive advantages. Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam po-sisi pasar domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang bersaing, keunggu-lan kompetitif (competitive advan-tage) merupakan faktor yang desisif dalam meningkatkan kinerja perusa-haan. Oleh karena itu, upaya menin-gkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendi-ri tetapi juga bagi aparat birokrasi, berbagai organisasi dan anggota masyarakat yang merupakan ling-kungan kerja dari bisnis corporate.

Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah imp-likasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan glo-balisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwu-jud bila didukung oleh SDM yang handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diper-lukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan diang-gap sebagai mekanisme kelemba-gaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidi-kan merupaPendidi-kan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimana-pun pembangunan ekonomi mem-butuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun sikap mental, se-hingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, peny-iapan pendidikan perlu juga disin-ergikan dengan tuntutan kompetisi.

Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM mel-alui pendidikan merupakan tun-tutan yang harus dikedepankan. Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupa-kan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reforma-si pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertum-buhan ekonomi. Visi pembangunan yang demikian kurang kondusif bagi pengembangan SDM, sehingga pen-dekatan fisik melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tidak diimbangi dengan tolok ukur kualitatif atau mutu pendidikan.

Problem utama dalam pem-bangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada era sebelum

reformasi, pasar tenaga kerja mengi-kuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada cend-erung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mu-lai dari sektor industri manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi poli-tik, yakni terjadinya kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struk-tur pasar yang masih terdistorsi. Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya memecahkan masalah ekonomi, tapi malah mem-perkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang memperta-jam kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kon-dusif untuk itu. Di sinilah dapat disa-dari bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi politik yang dic-iptakan pemerintah.Sementara pada pascareformasi belum ada proses egalitarianisme SDM yang dibutuh-kan oleh struktur bangsa yang dapat memperkuat kemandirian bangsa.

Pada era reformasi yang ter-jadi barulah relatif tercipta reformasi politik dan belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama dalam memecahkan problem struk-tural seperti telah diuraikan di atas. Sistem politik multipartai yang telah terjadi dewasa ini justru menciptakan oligarki partai untuk mempertahan-kan kekuasaan. Pemilu 1999 yang konon merupakan pemilu paling demokratis telah menciptakan oli-garki politik dan ekonomi. Olioli-garki ini justru bisa menjadi alasan menge-lak terhadap pertanggungjawaban setiap kegagalan pembangunan.

(10)

ESA HILANG DUA TERBILANG

U TA M A

Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsen-trasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indone-sia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan mod-el AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa? Bukankah hara-pannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan.

Dengan begitu, seandain-ya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta aki-bat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala jual diri bangsa dengan hanya men-gandalkan sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah-masalah sosial ekonomi seperti kemiski-nan, pengangguran dan kesenjan-gan ekonomi, tetapi akan semak-in menciptakan ketergantungan kepada negara maju karena utang luar negeri yang semakin berlipat.

Oleh karena itu, untuk men-gantisipasi tuntutan globalisasi

sey-ogyanya kebijakan link and match mendapat tempat sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pen-didikan. Namun sayangnya ide link and match yang tujuannya untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan be-lum ditunjang oleh kualitas kuriku-lum sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap pa-kai. Yang lebih penting dalam hal ini adalah strategi pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya berbasis sumber-daya yang dimiliki, yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau strategi ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses pen-gulangan kegagalan karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar negeri, teknologi, dan manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka mikro hanya semakin memperkuat proses ketergantungan tersebut.

Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, me-miliki posisi wilayah yang strategis (geo strategis), yakni sebagai ne-gara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat sumber kekayaan yang dimiliki ke-pada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan local genuin. Yang

terjadi adalah sumber kekayaan alam Indonesia semakin mendalam dikua-sai oleh asing. Sebab meskipun an-daikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang dic-iptakan tidak berbasis pada sumber-daya yang dimiliki (resources base), maka ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam.

Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi terse-but pun terjadi di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total ke-bijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi perpan-jangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional. Oleh: Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ekono-mi IPB dan Pengamat EkonoEkono-mi Sumber: http://www.sinarharapan. co.id/berita/0306/13/opi01.html.

(Dikutip A. Khalik untuk Majalah SINERGI)

Nasib Buruh Indonesia Dalam Cerita Film

S

ekarang ini yang mengua-sai dunia. Penyebab dari eksploitasi terhadap bu-ruh dan akar dari pergera-kan buruh yang menuntut keadilan. Bagaimana semua itu bisa dicapai apabila organisasi buruh masih saja lemah ? bagaimana mungkin bu-ruh bisa mendapat keadilan apabila aparat yang berwenang pun masih mempersulit proses yang

merugui-kan buruh ? negara dengan pemerin-tahan yang bersih dan beradab san-gat dibutuhkan Indonesia dan negara negara dunia ketiga lain FILM do-kumenter karya john pilger berjudul ‘The New Rules Of The World’ menceritakan tentang kapitalis-kapitalis dari Amerika dan Barat yang memiliki industri di Indonesia.

Diceritakan bahwa para ka-pitalis ini begitu kejamnya dalam

melakukan eksploitasi dan dehu-manisani terhadap para pekerjanya. Upah yang rendah serta jam kerja yang melebihi batas telah menjadi makanan sehari hari bagi kaum pekerja yang bekerja di Industri asing tersebut.globalisasi yang digadang gadang akan memajukan ekonomi negara dan akan memberikan man-faat yang baik masyarakat kecil

(11)

ESA HILANG DUA TERBILANG

U TA M A

serta akan memberikan pemer-ataandalam hal ekonomi ternyata malah memberikan penderitaan bagi negara negara berkembang yang menjadi sarang kapitalis tersebut. Yang terjadi adalah si kaya akan makin kaya dan si miskin akan se-makin miskin. Di film ini dicerita-kan bahwa teryata kapitalis malah menjadikan cepatnya arus glo-balisasi ini sebagai ajang untuk ne-gara berkembang yang dikuasainya. John mengungkapkan fak-ta tenfak-tang penderifak-taan masyarakat terutama kaum pekerja dan beru-saha mengkaikannya dengan adanya aliansi kapitalis internasional yaitu MNC (multi national corporate) dan kekejaman pada rezim orde baru suharto. Ketimpangan benar be-nar terlihat jelas bila kita saksikan seksama dari film ini. Pada bagin awal ditampilkan sebuah

tayan-gan tentang sepasang kekasih dari golongan bangsawan yang diper-temukan dan sedang menjalani resepsi pernikahan yang megah.

Dijelaskan dalam film, sak-ing mahalnya biaya pernikahan sepasang bangsawan ini, seorang pe-layan yang mepe-layani para tamu pada esepsi itu membutuhkan waktu 400 tahun untuk bisa menyelenggarakan resepsi pernikahan yang sama. Jika diambil rata-rata umur penduduk indonesia adalah 70 tahun , empat generasi dari pelayan itu pun tidak sanggup untuk mengumpulkan uang untuk menyelenggarakan pesta yang serupa. Sementara tidak jauh dari tempat pernikahan tersebut terda-pat suatu perkampunganh kumuh yang sebahagian warganya ada yang bekerja di pabrik pabrik kapitalis global yang membuat barang

sep-erti Nike, Adidas, Reebok dan GAP. Warga disini banyak yang tidak ter-penuhi hak untuk kesehatan dan pendidikannya. Jelas sekali, bahwa kaum elit di Indonesia kini dengan adanya globalisasi yang semakin kencang arusnya ini akan semak-in menumpuk kapital mereka dan yang miskin akan semakin miskin.

Pertanyaannya sekarang ada-lah kenapa bisa terjadi seperti itu ? globalisasi itu memicu terjadinya pertumbuhan ekonomi yang be-bas dan tanpa pandang bulu akan melibas siapa siapa yang tidak me-miliki modal baik berupa kapital maupun alat produksi. Elit dengan kemampuan kapital yang kuat akan menanamkan modalnya pada cor-porate asing yang masuk ke indo-nesia. Imbasnya para rakyat kecil yang tidak memiliki modal kapital

(12)

ESA HILANG DUA TERBILANG

U TA M A

mapun alat produksi akan menjadi semakin terasing dan mau tidak mau harus bekerja pada industri yang membayar pekerjanya dengan harga murah. Alienasi seperti ini mem-buat kualitas SDM semakin susah untuk ditingkatkan. Kenapa buruh tidak ada pilihan lain untuk bekerja dilain sektor selain di sektor indus-tri yang meng-eksploitasi mereka.? Seorang pimpinan organisasi dan tahanan politik bernama Dita Sari mengutarakan fakta pada film ini bahwa pemerintah pun tidak bisa menanggulangi permasalah pen-gangguran yang ada di Indonesia. Pemerintah hanya mengeluh dan kode etik pekerja pun tidak akan pernah berlaku di Indonesia. Orang miskin sudah semakin miskin, pen-gangguran semakin banyak meun-cul. Ini membuat pekerja tidak akan pernah bisa menolak untuk bekerja walaupun dengan upah yang rendah.

Begitu kejamnya kapitalis ! ada fakta lain dari film ini yang saya anggap cukup miris , dimana si peneliti yaitu john pilger mem-beli celana tinju di sebuah outlet GAP di London dengan harga 112 ribu rupiah. Dia mengungkapkan kalau celana itu diproduksi di Indo-nesia dan buruh yang di IndoIndo-nesia hanya mendapatkan 500 rupiah saja dari hasil satu celana begitu juga dengan sepatu yang dihargai 1,4 juta tetapi para buruh yang mem-buat hanya mendapat 5000 rupiah saja. John berkata, “untuk mem-beli tali sepatu pun tidak cukup!” Pada bagian pertengahan dari film ini diungkapkan bagaimana organ-isasi seperti World Trade Organiza-tion (WTO), InternaOrganiza-tional Monetary Fund (IMF), dan World Bank den-gan licik memanfaatkan globalisasi untuk memasuki negara-negara du-nia ketiga seperti Indonesia agar bisa mengintervensi kebijakan negara tersebut dan memuluskan kepentin-gan untuk menguasai dunia ketiga. WTO , IMF dan World Bank

ber-hasil masuk ke Indonesia tidak lain dan tidak bukan adalah andil besar dari soeharto yang memiliki kekua-saan pada masa masa itu. Tragedi kemanusiaan yang sangat biadab terjadi pada masa sebelum suharto mulai menjabat sebagai presiden pada saat itu. Pembantaian lebih dari satu juta orang yang di klaim sebagai seorang komunis terjadi. Tidak pandang bulu, semua orang dari kalangan komunis pada saat itu dibantai tanpa pandang bulu.

Hal ini ternyata mendapat-kan apresiasi yang besar dari bangsa Indonesia dan membuat suharto naik ke kursi president menggantikan se-orang nasionalis bernama sukarno yang menginginkan kemandirian ekonomi bagi negaranya. Ini lah permulaan dimana organisasi organ-isasi seperti WTO, IMF dan World Bank mulai masuk dan mengacak acak Indonesia. Mereka berhasil menjebak Indonesia dengan mem-berikan pinjaman dengan tujuan un-tuk pembangunan. Tapi dijelaskan pada oleh John melallui film ini bah-wa sebagian besar pinjaman tersebut tidak digunakan untuk melakukan pembangunan pada level nasional tapi malah masuk ke kantong busuk Soeharto dan antek-anteknya. Kalau begitu logika sederhananya kalau pinjam haruslah dikembalikan lagi. Lalu siapa yang mengembalikan ? ya rakyat sekarang yang menanggung akibatnya untuk semua uang yang sudah di bawa “mati” oleh si biadab suharto. Mau menuntut siapa ? raky-at tidak berdaya , pemerintah santai-santai saja dan suharto pun sudah bu-suk dimakan ulat didalam kuburnya. Globalisasi memang men-imbulkan banyak implikasi baik positif maupun negatif. Tapi jelas pada film ini John Pilger memun-culkan lagi wacana wacana tentang buruknya globalisasi yang terjadi di Indonesia. Mulai dari pekerja yang sangat dieksploitasi sangat tidak dimanusiakan , sampai dengan

or-ganisasi oror-ganisasi global seperti IMF, WTO, World Bank yang se-benarnya malah mencekik negeri ini untuk terus menggelontorkan uangnya. Kesenjangan juga terlihat jelas disini dimana yang kaya akan menjadi semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal ini merupakan suatu jalan untuk mem-buat kesenjangan yang semakin jauh dan akan semakin akan mempersu-lit terjadinya integrasi sosial karena adanya perbedaan strata dan juga kepentingan yang terlau jauh antara rakyat kecil yang miskin dengan elit yang semakin kenyang akan kapital. Dikaitkan Dengan Teori

Review film dokumenter John Pilger diatas membuat mata kita terbuka tentang apa itu makna globalisasi yang sebenarnya dan apa-kah implementasinya di Indonesia benar benar maksimal ? Disini saya mencoba mengkaitkan antara isi dari review diatas dengan menggunakan teory ketergantungan (dependency theory) Theotonio Dos Santos. Dos Santos mengurai teori ketergantun-gan ini sebagai keadaan dimana ke-hidupan ekonomi negara – negara tertentu yaitu negara dunia ketiga dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi ne-gara – nene-gara lain yaitu nene-gara maju. Negara negara dunia ketiga hanya akan berperan sebagai peneri-ma dari akibat dan negara peneri-maju akan menikmati limpahan kapital yang terus menerus mengalir. Negara du-nia ketiga ini, setelah disentuh oleh kapitalis maju, bukan malah maju mengikuti alur dan perkembangan pembangunan dunia maju namun malah akan menjadi terbelakang dan tereksploitasi. Mengapa ? karena ne-gara nene-gara dunia ketiga yang praka-pitalis memiliki karakter dan dinami-ka tersendiri sehingga bila disentuh

(13)

ESA HILANG DUA TERBILANG

U TA M A

oleh negara maju belu tentu akan akan maju justru perkembangan-nya akan terhambat. Dos Santos men-guraikan 3 bentuk ketergantungan: 1. Ketergantungan Kolonial

Terjadi penjajahan dari negara pu-sat ke negara pinggiran. Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat. Hubungan penjajah – pen-duduk sekitar bersifat eksploitatif. 2. Ketergantungan

Finansial-Indus-trial:

Negara pinggiran merdeka tetapi kekuatan finansialnya masih dikua-sai oleh negara-negara pusat. Ek-spor masih berupa barang – barang yang dibutuhkan negara pusat. Ne-gara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui ker-jasama dengan pengusaha lokal. 3. Ketergantungan

Teknologis-Indus-trial:

Bentuk ketergantungan baru. Keg-iatan ekonomi di negara pinggi-ran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat. Perusa-haan multinasional mulai menana-mkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran. Walaupun de-mikian Dos Santos sendiri mengu-tarkan bahwa teknologi dan paten sebenarnya itu masih dikuasai oleh negara maju. Jika demikian maka struktur produksi pada proses in-distrialisasi di dunia ketiga adalah : 1. Upah yang dibayarkan ke-pada buruh rendah sehing-ga daya beli buruh rendah. 2. Teknologi padat modal memun-culkan industri modern, sehingga: Menghilangkan lapangan kerja yang sudah ada. Menciptakan lapa-ngan kerja baru yang jumlahnya lebih sedikit. Larinya keuntungan ke luar negeri membuat ketiadaan modal untuk membentuk indus-tri nasional sendiri.Jika fakta yang

ada dilapangan adalah seperti itu maka sebenarnya sistem ekonomi kapitalisme bukan merupakan so-lusi yang tepat jika diterapkan di ne-gara dunia ketiga seperti indonesia.

Latar belakang teori ketergan-tungan pertama yang paling pokok ada-lah hubungan antara negara maju den-gan negara dunia ketiga yang bersifat eksploitatif. Ini terbukti dengan paparan dari film john pilder mengenai konteks di Indonesia. Bagaimana para kapitalis itu menguras habis tenaga para buruh atau pun pekerjanya untuk melakukan apa yang diperintahkan si “bos” tanpa memberikan insentif ataupun upah yang layak. Dimana para buruh di indonesia dibayar rata rata 9000 rupiah perharinya dengan waktu bekerja yang bisa menca-pai 12 jam atau bahkan yang sangat tidak dimanusiakan adalah ada juga sebagian buruh dengan alasan untuk menge-jar kuantitas dan kualitas ekspor harus bekerja selama 24 jam dalam seharinya. Betapa biadabnya seorang bos kapitalis yang sampai tega melakukan tinda-kan yang sangat tidak manusiawi demi mengejar limpahan kapital yang dia cari. Dengan sistem yang seperti itu , maka nalar tentang teori ketergantungan yang menguntungkan kaum elit yang semakin menjadi kaya dan kaum mis-kin akan semamis-kin termarjinalisasi dan tereksploitasi terjawab sudah. Dimana kaum kapitalis akan semakin mengejar kapital mereka dan akan menguntung-kan kaum elit di negara dunia ketiga dengan pmberlakukan tentang regulasi yang melemahkan kaum pekerja dan semakin menguatkan kaum kapitalis. Disisi lain kaum pekerja tidak memi-liki pilihan lain untuk bekerja, karena saking banyaknya pekerja dan lapa-ngan pekerjaan yang semakin sempit membuat harga buruh menjadi murah.

Latar belakang yang kedua ada-lah kemampuan negara dunia ketiga un-tuk melakukan pengembangan ekonomi dalam sistem kapitalistik terbukti tidak sama. Karena sebenarnya indonesia

se-bagai negara dunia ketiga memiliki cara tersendiri untuk maju. Soekarno pada rezim orde baru Orde lama memiliki kontruksi pemikiran tentang bagaimana indonesia bisa maju dengan mengguna-kan caranya sendiri dan menolak ban-tuan asing. Orde baru sebagai tonggak masuknya kapitalis kapitalis pada sistem ekonomi indonesia membuat sekarang indonesia menjadi negara yang menda-pat efek dari neo imperialisme baru yang berwujud sisitem kapitalis. Soeharto sebagai president pada masa orde baru berhasil menumpas rezim ore lama ala soekarno yang nasionalis dengan pem-bantaian besar besaran pada kelompok yang dianggap komunis. Pada masa orde baru , teori pembangunan yang di cetus-kan oleh barat diterapcetus-kan oleh pemer-intahan yang berkuasa pada waktu itu. Memang benar pada permukaan terlihat jelas keberhasilan dari penerapan teori pembangunan ini, tatapi jika ditelisik lebih dalam, pengangguran meningkat pesat, angka ketergantungan semakin tinggi , dan tingkat eksploitasi semak-in besar akibat dari para bos semak-industri yang tidak memberikan upah semes-tinya untuk kerja yang mereka lakukan. Latar belakang yang ketiga ada-lah modernisasi sebagai bentuk ekspan-si ekspan-sistem ekonomi kapitalis. Modernisaekspan-si erat kaitannya dengan globalisasi seka-rang ini. Arus globalisasi yang semakin kencang membuat informasi semakin cepae untuk didapat. Globalisasi juga membuat kapitalis kapitalis yang ada diseluruh dunia untuk mencari tempat yamg memiliki tingkat upah terhadap buruh yang rendah seperti indonesia , china , dan juaga di wilayah wilayah dunia ketiga lain. Hal ini menurut saya adalah merupakan cita cita sekelompok orang yang berkuasa di dunia untuk men-ciptakan suatu tatanan sistem ekono-mi yang global yaitu sistem kapitalis. ‘New Rules Of The World’ begitu un-gkapan John Pilger terhadap sistem kapitalis sekarang ini.nikris-rivian-syah.blogspot.com/2013/12. (Dikutip

(14)

ESA HILANG DUA TERBILANG

U TA M A

Sejarah Buruh Dan Organisasi Buruh

Di Indonesia Awal Abad 20

Tulisan ini adalah Cuplikan tulisan dari buku Gerakan Serikat Buruh Jaman Kolonial

Hingga Orde Baru karangan Edy Cahyono dan Soegiri DS Terbitan Hasta Mitra yang

berbentuk e-book. Dengan cuplikan ini kita dapat melihat bagaimana perkembangan

transformasi petani menjadi buruh dan penderitaan buruh dibawah kekuasaan

modal yang mulai masuk ke Hindia Belanda bagai banjir dengan

perkebunan-perkebunannya hingga munculnya organisasi

buruh yang mencoba untuk memperjuangkan kaum buruh

yang tertindas pada masa kolonial Belanda.

A

bad ke-19 adalah abad pal-ing revolusioner dan penuh perubahan dalam sejarah kepulauan yang saat ini dike-nal sebagai Indonesia. Di awal abad itu konsep negara—kolonial Hindia Belanda¬disiapkan oleh Herman Wil-lem Daendels (1808-1811)—seorang penga-gum revolusi Perancis—untuk mempertegas pengelolaan wilayah koloni yang sebelumnya hanya meru-pakan mitra perdagangan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).

Di abad itu pula struktur masyarakat kapitalistik terbentuk. Lem-baga keuangan Nederlansche

Handels-Maaatschapij (NHm) danJavasche Bank didirikan. Tampil pengusaha-pengusaha Eropa mengelola industri perkebunan dan pabrik-pabrik, setara kaum bumiputera disiapkan men-jadi buruh. Perjalanan perburuhan sejak jaman kolonial Hindia Berlanda¬ tong-gak pentingnya adalah 1830-1870 seba-gai kurun Cultuurstelsel, sedang setelah 1870,—pencanangan Agrarische Wet— , adalah jaman liberalism, tentu tidak semua aktivitas buruh dan serikat buruh dapat dicakup di dalam tulisan ini. Na-mun paling tidak tonggak-tonggak be-sar maupun peristiwa yang berpengaruh luas akan dicoba untuk ditampilkan.

Di abad 19 ini telah ada bu-ruh—karena industrial kapitalistik (hubungan buruh dengan modal) untuk memproduksi barang ¬dagangan secara masal (generalized commodity produc-tion) telah dimulai sejak 1830. Pada Mei 1842,saat terjadi rotasi penanaman la-han tebu di kabupaten Batang—Ka-residenan Pekalongan—di desa-desa Kaliepoetjang Koelon, Karanganjar dan Wates Ageng akan diadakan perluasan penanaman tebu. Res-iden meminta tanah-tanah barn yang berkondisi balk untuk dipakai mena-nam tebu dalam jangka dua tahun.

(15)

ESA HILANG DUA TERBILANG

U TA M A

Instruksi gubernemen ini disampaikan langsung oleh bupati Batang kepada para kepala desa. Pada 22 Oktober, kon-trolir Batang melaporkan, sejumlah 46 desa yang penduduknya melakukan cul-tuurdienst tebu untuk masa tanam tahun yang lalu belum dilunasi upahnya untuk kerja musim panen tahun ini. Sebabnya, mereka dianggap belum cukup memen-uhi pajak natura tebu yang hams diser-ahkan, yang ada dalam kontrak-kerja tahun 1841, dengan upah sebesar 14,22 gulden per kepala. Keadaan menggent-ing, planter (penanam tebu) yang terli-bat kerjaondernemingtersebut tidak mau melunasi pajak natura yang dibebankan melainkan justru berbalik melakukan tuntutan untuk kenaikan upah dari 14,22 gulden menjadi 25 gulden. Protes plant-er ini tplant-erjadi pada 24 Oktobplant-er 1842, dan diikuti 600 planter dari 51 desa. Di Yogyakarta tahun 1882 ter-jadi pemogokan berturut-turut. Gelom-bang pertama berlangsung sejak awal minggu terakhir bulan Juli 1882 sampai tanggal 4 Agustus 1882 melanda empat pabrik gula (PG). Gelombang kedua berlangsung dan tanggal 5 Agustus sampai dengan 22 Agustus 1882, mel-anda 5 pabrik dan perkebunan. Gelom-bang ketiga berlangsung dari tanggal 23 Agustus sampai pertengahan Oktober 1882, melanda 21 perkebunan. Lokasi pemogokan adalah Kabupaten Kalasan (pabrik gula Barongan), Kabupaten Sle-man (PG. Padokan, PG. Cebongan, PG. Bantul). Isu pemogokan tersebut adalah: 1). Upah; 2). kerja gugur-gunung yang terlalu berat; 3). kerja jaga (wachtdien-sten) yang dilakukan 1 hari untuk setiap 7 hari; 4). kerja moorgan yang tetap di-laksanakan padahal tidak lazim lagi; 5). upah tanam (plaantloon) yang sering tidak dibayar; 6). banyak pekerjaan tidak dibayar padahal itu bukan kerja wajib; 7). harga bambu petani yang dibayarkan oleh pabrik terlalu murah bila diband-ingkan harga pasar; 8). beberapa pen-gawas Belanda sering memukul petani. Dilihat dan jumlah orang dan desa yang terlibat protes tentu ini protes besar. Namun disebabkan belum ada or-ganisasi modem (serikat, partai, dsb.), seringkali aktivitas politik buruh sep-erti melakukan protes dan mogok belum

menjadi perhatian para penulis, peneliti sejarah sosial-politik. Hal serupa ini ten-tu bias didapatkan di berbagai wilayah kantung (enclave) industri masa tersebut.

Bila kita membaca hasil-hasil penelitian abad ke-19 cenderung di-angkat persoalan protes petani. Semen-tara petani di Hindia Belanda adalah petani yang tidak dapat dikategorikan sebagai farmer (man tanah kapital-is), namun lebih merupakan peasant (petani g-urem/miskin). Kaum tani gurem ini untuk hidupnya hams bek-erj a pada industri-perkebunan yang diciptakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sehingga sebetulnya yang dimaksud dengan protes petani—den-gan telah adanya produksi barang da-gangan secara massal—adalah buruh.

Sedikit penjelasan tentang petani di abad ke-19. Dalam konsepsi Barat akses seseorang terhadap tanah akan menentukan seseorang diklasi-fikasikan sebagai farmer atau worker (buruh). Sementara di masyarakat Asia (Asiatic mode ofproduction) hal ini berbeda. Memang petani di pulau Jawa punya akses terhadap tanah negara (souverein bezit). Hal ini dalam kon-struksi Van den Bosch adalah pranata bumiputra. Sedangkan untuk mengolah tanah dugunakan ikatan-ikatan adat. Pengalokasian sebidang tanah kepada satu keluarga, berarti pembebanan dari negara (tradisional/kerajaan) atas petani untuk menuntut sebagian dan hasil tanah tersebut bagi kepentingan pen-guasa bumiputra tertinggi (souverein). Di dalam desa-desa terdapat distribusi periodik atas tanah, dan ada surplus agrikultrur yang dialirkan atau diser-ahkan kepada bupati atau raja dalam bentuk-bentuk upeti. Dengan menggu-nakan bentuk penguasaan tanah-upeti seperti ini diterapkan suatu sistem yang mengandalkan jalur-jalur ini, untuk memobilisasi petani menjadi buruh.

Thomas Stamford Raffles, dalam kurun pemerintahannya yang singkat di Jawa (1811-1816), telah meletakkan dasar-dasar penting bagi perubahan mendasar di Jawa. Dia me-nerapkan pengambil-alihan seluruh tanah di Jawa menjadi milk negara (domein), bagi dia tidak ada

pemi-likan tanah pribadi/individual dalam masyarakat bumiputra. Raffles mengin-terpretasikan gejala penye-rahan upeti pada para penguasa bumiputra sebagai bukti dari pemilikan tanah negara. Ke-bijakan Raffles sebetulnya dipengaruhi oleh sistem sosial Zamindar (“tuan-tan-ah’) yang ada di India, jajahan Inggris.

Oleh Van den Bosch, konsep Raffles tentang pemilikan tanah nega-ra ini diadaptasi dan digunakan untuk berlangsungnya cultuursteisel dengan melakukan modifikasi-modifikasi Sep-erti, jika dalam konsep Raffles, tanah yang diambil negara itu sebagai upaya menarik uang dan petani karena petani menjadi penyewa sehingga wajib mem-bayar sewa tanah (/andrente); oleh den Bosch kini dibalik yaitu tanah-tanah dikembalikan kepada rakyat bumiputra, namun pengembalian tanah-tanah terse-but disertai beban yakni setiap petani yang mendapat atau menguasai tanah, wajib menanami tanah tersebut dengan tanaman dagang konsumsi dunia, atau menyediakan din untuk bekerja selama 66 hari padaonderneming¬onderneming pemerintah. Pewajiban kerja yang diajukan Bosch ini dianggap lebih ringan jika dibandingkan dengan ke-wajiban membayar pajak (lanrente).

Di masa selanjutnya, mem-pekerjakan petani sebagai buruh semak-in tidak dilandaskan pada penguasaan tanah, seperti dilaporkan oleh Com-misie Umbgrove. Diferensiasi sosial masyarakat desa sejak sikep (petani kaya) yang juga dapat mencakup posisi loerah, wedono dsb., jelas mempunyai akses terhadap tanah. Namun beberapa lapisan sosial di bawah seperti menoem-pang, boedjang lebih merupakan buruh ketimbang lapisan sosial berakses tanah. Dua klasifikasi sosial belakangan adalah potensial menjadi buruh. Dan meskipun di beberapa daerah terjadi perubahan istilah dan sikepmenjadi kuli kenceng atau kuli kendo hal ini tidak berarti mereka dapat dipaksa melepas hak-hak istimewa yangdimilikinya, atau turun statusnya menjadi buruh tani. Mereka tetap bertahan sebagai klas petani-kaya yang tidak perlu menjual tenaga ker-janya pada orang lain, atau pada pabrik.

(16)

ESA HILANG DUA TERBILANG

Setelah 1870 perkembangan industri menjadi demikian pesat. Jaman yang dikenal sebagai Jaman Liberal ini direspon secara optimal oleh kalangan swasta Eropa. Beberapa perusahaan perdagangan swasta mengambil alih peran yang selama ini dilakukan oleh NHM, seperti Maclaine Watson (telah berdiri sejak 1820), George Wehry (1862), Borneo Sumatra Maatschap-pij (Borsumij) (1894). Dan beroperasi bank-bank swasta seperti Nederlandsch-Indisch Escompto Maatschappij (1857), Nederlandsch Indisch Handelsbank (1863), Rotterdamsche Bank (1863), Internationale Credit-en Handelsver-eeniging Rotterdam (Internatio) (1863) , Handelsvereeniging Amsterdam (HVA) (1878), dan Koloniale Bank (1881), dan sebuah bank yang terbatas operasinya di Vorstenlanden, Dorrep-aalsche Bank (1884). Karena aktivitas mereka mendukung dana industri per-tanian/perkebunan, bank-bank tersebut dikenal pula sebagai cultuurbanken.

Dalam hal pertanahan, para ka-pitalis perkebunan tersebut diperkenan-kan melakudiperkenan-kan penyewaan tanah jang-ka panjang, selama 75 tahun disebut erfi,acht. Investasi tidak hanya di Pulau Jawa saja namun juga merambah Pulau Sumatera. Bila Investasi di Jawa memer-lukan proses-proses panjang dalam men-trans-formasikan petani menjadi buruh; struktur feodal/kerajaan menjadi struk-tur birokrasi kolonial. Hal ini tidak ter-jadi dalam pembukaan Sumatera Timur. Hal berbeda yang berkembang di Sumatera Timur adalah, perkebunan-perkebunan tembakau dibangun mulai tahun 1863 di daerah Deli oleh Jacobus Nienhuys, mendatangkan buruh-buruh dari luar wilayah tersebut, seperti dari Semenanjung Melayu (Malaysia dan Singapura), Pulau Jawa. Mereka diikat dengan kontrak. Dan kontrak tersebut tidak dapat diakhiri oleh sang buruh. Bila buruh berusaha melarikan diri dari tempat kerja mereka akan dikenakan hukuman yang dikenal sebagai poenale sanctie: suatu hukuman yang dalam ukuran sejaman pun sangat kejam yaitu dapat berupa hukum cambuk untuk bu-ruh laki-laki hingga dibunuh—Jacobus Nienhuys, pemilik Deli Maatschap-pij, menghukum cambuk 7 buruhnya hingga mati, hal mana membuat dia pergi tergesa-gesa dan Sumatera Timur. Kasus lain, seorang buruh perempuan diikat pada bungalow tuan kebun dan kemaluannya digosok dengan lada.

Pe-nyiksaan-penyiksaan ini, oleh Breman, disebut menjalankan produksi meng-gunakan teror. Para pemilik perkebunan mempunyai otonomi begitu luas sehing-ga perkebunan-perkebunan itu menjadi “negara dalam negara.” Peristiwa aksi buruh menjadi tidak atau kurang mun-cul di dalam abad ke-19 lebih disebab-kan belum ada organisasi serikat buruh. Serikat-serikat buruh orang-orang Eropa di Hindia Belanda berdiri sejak akhir abad ke-19. Berturut-turut lahir Nederlandsch-Indisch Onderwijz-ers Genootschap (NIOG) tahun 1897; Staatsspoor Bond (SS Bond) didnikan di Bandung pada 1905; Suikerbond (1906); Cultu.urbond, Vereeniging v. Assistenten in Deli (1907); Vereenig-ing voor Spoor-en Tramweg Personeel in Ned-Indie, berdiri 1908 di Semarang; Bond van Geemployeerden bij de Suik-erindustrie op Java (Suikerbond) tahun 1909 di Surabaya; Bond van Amb-tenaren bij de In-en Uitvoerrechten en Accijnzijn in Ned-Indie (Duanebond) tahun 1911; Bond van Ambtenaren bij den Post-, Telegraaft-en Telefoondi-enst (Postbond) tahun 1912; Burger-lijke Openbare Werken in Ned-Indie (BOWNI) tahun 1912; Bond van Pand-huis Personeel (PandPand-huisbond) (1913). Ciri serikat-serikat buruh ini adalah: Pertama, tidak ada motif-motif ekonomi dalam proses pendiriannya. Tidak ada masalah pada sekitar tahun berdirinya serikat-serikat buruh tersebut misalnya, soal rendahnya tingkat upah, atau pun buruknya kondisi sosial tenaga kerja “impor.” Faktor yang mendorong pembentukan mereka adalah pertumbu-han pergerakan buruh di Belanda. Pada sekitar 1860-1870 di Nederland sedang mengalami pertumbuhan pergerakan bu-ruh. Dan sejak 1878 ada pengaruh gera-kan sosial¬demokrat yang mendorong berdirinya National Arbeids Secretari-ats (NAS) sebagai induk organisasi.

Pada saat itu di Hindia Belan-da aBelan-da ketentuan pasal 111 Regeling Reglement (RR) yang melarang dilaku-kannya rapat dan pembentukan sebuah organisasi tanpa ijin khusus dan pemer-intah kolonial. Namun disebabkan pada tahun 1903 pemerintah kolonial men-erapkan desentralisasi susunan pemer-intah kolonial seperti Bandung, Sema-rang, Surabaya, Batavia menj adi suatu gemente dan pengaturannya dilaksana-kan oleh gementeraad (dewan kota). Menjadikan 111 RR tidak berlaku. “hak berserikat dan berkoempoel

dia-koe tentang praktijknja, artinja di-beri kelapangan, meskipoen beloem ditetapkan didalam oendang-oendang. Dengan segera peroebahan-peroeba-han itoe kelihatan pengaroehnja: gera-kan politiek jang amat ramai terbit-lah dalam golongan bangsa Eropah.”

Pembentukan serikat - serikat oleh buruh “impor” ini selain merupa-kan pengaruh dari perkembangan gera-kan buruh yang berlangsung di Eropa pula merupakan bagian dari kepentin-gan “politik” terbatas kehidupan kota. Perkembangan selanjutnya dalam keanggotaan serikat-serikat buruh ini tidak hanya merekrut anggota “impor” saja, akan tetapi juga menerima kalan-gan bumiputera. Ini terjadi sebagai pengaruh semangat etis. Program Pen-didikan yang merupakan salah satu pro-gram dalam politik balas jasa Etische Politiek di awal 1900 memberi nuansa baru dalam perkembangan intelektual bumiputera. Ditambah lagi dengan pembentukan serikat-serikat oleh buruh “impor,” telah memicu serikat buruh dibangun oleh kaum bumiputera dalam masa-masa sesudahnya. Beberapa di antaranya yang dapat disebutkan adalah: Perkoempoelan Boemipoetera Pabean (PBP) tahun 1911; Persatoean Goeroe Bantoe (PGB) tahun 1912; Perserika-tan Goeroe Hindia Belanda (PGHB) berdiri tahun 1912; Persatoean Pega-wai Pegadaian Boemipoetera (PPPB) tahun 1914; Opium Regie Bond (ORB) dan Vereeniging van Indlandsch Per-soneel Burgerlijk Openbare Werken (VIPBOUW) tahun 1916; Person-eel Fabriek Bond (PFB) tahun 1917.

Di kalangan Tionghoa pada 26 September 1909, di Jakarta, diben-tuk Tiong Hoa Sim Gie dipimpin oleh Lie Yan Hoei. Empat bulan ke-mudian kelompok ini merubah nama menjadi Tiong Hoa Keng Kie Hwee yang kemudian menjadi inti dan Federasi Kaum Boeroeh Tionghoa. Perhimpoenan Kaoem Boeroeh dan Tani (PKBT) didirikan tahun 1917, di lingkungan industri gula. Organ-isasi ini dikembangkan dan Poro-jitno yang dibentuk oleh Sarekat Is-lam (SI) dan ISDV Surabaya pada tahun 1916. PKBT kemudian dipec-ah menjadi dua di tdipec-ahun 1918 yaitu Perhimpoenan Kaoem Tani (PKT) danPerhimpoenan Kaoem Boeroeh Onderneming (PKBO). PKBO kemudi-an digabung dengkemudi-an Personeel Fabriek Bond (PFB), sebuah organisasi yang

(17)

ESA HILANG DUA TERBILANG dibentuk oleh Soerjopranoto tahun 1917.

Vereniging Sp00r-Traam Personen (VSTP) didirikan pada 14 November 1908 di Semarang, Jawa Tengah oleh 63 buruh “impor” Eropa yang bekerja pada 3 jalur kereta Nederlansch¬Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), Sema-rang-Joana Maatschappij Stoomtram (SJS) dan Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS). Rapat umum VSTP pada Pebruari 1914 diputuskan dan posisi tujuh anggota eksekutif tiga diambil dan kaum bumiputera. Jumlah anggota VSTP diakhir 1913 adalah 1.242 (673 Eropa dan 569 Bumiputera), dan pada Januari 1915 beranggotakan 2.292 dan anggota bumi-putera telah mencapai 1.439. Tahun 1915 VSTP menerbitkan orgaan (surat kabar) Si Tetap, dalam bahasa Melayu. Moe-hamad Joesoefmenjadi editornya. Joesoef pun terpilih menjadi Ketua Pusat bersa-ma pemuda berusia 16 tahun, Sebersa-maoen. Semaoen kemudian masuk ke VSTP cabang Surabaya pada paruh akh-ir 1914, dan dia terpilih menjadi ketua cabang di awal 1915. Pada 1 Juli 1916, Semaoen pindah ke Semarang menjadi propagandis utama VSTP dan editor Si Tetap. Semaoen begitu gigih membangun VSTP. Pada 1920 dia telah membangun 93 (sembilan-puluh tiga) cabang di Pulau Jawa (Cirebon, Semarang, Yogya, Sura-baya, Madiun), beberapa di pantai Barat Sumatera dan pada perkebunan Deli. Ang-gota VSTP pada Mei 1923 telah menca-pai 13.000 orang, atau seperempat buruh industri perkereta¬apian Hindia Belanda. Tercatat 60 persen anggota pasti mem-bayar iuran, sisanya memmem-bayar iuran or-ganisasi pula namun tidak terlalu patuh. Pemogokan VSTP pada April 1923 berakibat Semaoen¬berdasarkan Gouvernement Besluit tanggal 4 Agustus 1923— diasingkan ke Nederland. Dia be-rangkat pada 18 Agustus 1923 menump-ang kapalS.S. Koningin der Nederlanden. Persatoean Pergerakan Kaoem Boeroeh (PPKB) adalah gagasan Sosrokardono, ketua PPPB (Pegawai Pegadaian), dilon-tarkan Mei 1919. Hal ini juga dilontar-kan dalam Kongres SI ke IV, Oktober 1919, di Surabaya. Soerjopranoto mem-perkuat untuk realisasi PPKB. Berdi-rilah PPKB dengan Semaoen sebagai ketua dan Soerjopranoto sebagai wakil ketua. Maksud dan tujuan PPKB seperti di dalam anggaran dasar pasal 2 adalah: “la bermaksud mengadjak dan mengada-kan persatoean antara sederadjat kaum bu-ruh supaja dapat suatu kekuasaan; kekua-saan itoe akan dipergunakan umumnja buat memperhatikan keperluannja kaum

buruh dalam perkaranja lahir dan batin, jang pertama keperluannja lid2nja vak-bond jang sudah bersatu dalam PPKB.” Cara yang akan ditempuh: “PPKB akan memasakkan itu dengan 3 djalan long ada, jaitu: “berichtiar men-dapat kuasa dalam pamerintahan neg-eri supaja negneg-eri terpneg-erintah—oleh— rakjat—sendiri mengurus djalannja redjeki”(sociaal democratisch `Menger-atkan kaum buruh dalam pekerdjaan-nja guna merobah nasibpekerdjaan-nja”(vakstrijd, mengadakan perdagangan—oleh—

dan—boeat—rakjat (koperasi).” Kongres I PPKB dilakukan pada

1 Agustus 1920 di Semarang. Pada bulan Juni 1921 diadakan suatu konperensi di Yogya. Hal ini menimbulkan perpecahan PPKB. Sehingga kemudian kedudukan organisasi dipindah dari Semarang ke Yogyakarta. Pecahan PPKB memben-tuk gabungan baru bernama Revolution-aire Vakcentrale diketuai oleh Semaoen. Pemogokan-pemogokan dengan mengan-dalkan organisasi mulai gencar terjadi di tahun 1920-an. PFB tahun 1920 memobi-lisasi pemogokan disebabkan majikan me-nolak mengakui PFB sebagai organisasi yang mewakili anggotanya. Di Surabaya pada 15 Nopember 1920 pada Droogdok Maatschappij terjadi pemogokan diikuti sekitar 800 buruh. Agustus 1921 pemogo-kan terjadi di lingkungan buruh pelabuhan Surabaya. Medio Januari 1922 pegawai pegadaian mogok mencakup 79 rumah-gadai dengan sekitar 1.200 buruh (PPPB). Buruh kereta-api didukung sekitar 8.500 buruh mogok pada April 1923 (VSTP).

Dalam merespon aksi-aksi buruh tersebut pemerintah kolonial mengada-kan peraturan “Dewan Perdamaian untuk Spoor dan Tram di Djawa dan Madura” yang diharapkan menjadi perantara bila terjadi perselisihan industrial. Namun ke-mudian pemerintah kolonial merasakan bahwa pemogokan mempunyai tujuan politik untuk menggulingkan kekuasaan mereka. Untuk itu pada 10 Mei 1923 diu-mumkan undang-undang larangan mogok yang dikenal dengan artike1161 bis. Me-mang artike1161 bis dikeluarkan seba-gai respon terhadap pemogokan VSTP. Namun artikel ini bukan alat ampuh me-nyetop pemogokan. Pemogokan di pe-rusahaan percetakan di Semarang terjadi pada 21 Juli 1925. Menyusul pemogo-kan di C.B.Z. pada 1 Agustus 1925; dii-kuti dengan pemogokan di Stoomboot en Prauwenveer yang diikuti sekitar 1.000 anggota yang berakhir pada September 1925. Percetakan Van Dorp di Surabaya juga mengalami pemogokan pada 1

Sep-tember; sedang pada 5 Oktober dan 9 Nopember pemogokan terjadi di pabrik mesin N.I. Industriedan Braat. Serikat Boeroeh Bengkel dan Elektris (SBBE) mogok pada 14 Desember 1925. Men-cakup 7 pabrik mesin dan konstruksi. Penyebab pemogokan adalah Vereenig-ing van Machinefabrieken yang mem-bawahi 7 pabrik tersebut memutuskan tidak ingin berhubungan dengan SBBE25 Pemogokan-pemogokan yang semakin menjalar tersebut direspon gubeme-men dengan gubeme-menerbitkan peraturan baru yang mendukung artikel 161 bis: Dioendangken dengen beslit rad-ja, jaitoe tentang doea artikel No. 153 bis dan 153 ter dalem W.v.S.

153 Bis

Barang siapa, jang sengadja mel-ahirken dengen perkata’an, toelisan atau gambar, jang bermaksoed, baik sindiran, baik tengah2 atau bisa didoega-doega, mengganggoe ketentereman oemoem, baik berkehendak atau setoedjoe dengen angan-angan jang mendjatoehken atau menjerang dari kekoeasa’an di negeri Belanda atau di Indonesia, aken dihoe-koem dengen hoedihoe-koeman pendjara set-inggi-tingginja enam tahoen atau denda oeang setinggi2nja tiga ratoes roepiah.

153 TER

Barang siapa, jangmenjetoedjoei atau menjebarken dengen toelisan atau gambar, jang bermaksoed baik sindiran, tengah-tengah atau dengen perkataan lain-lain, jang bisa menjebabken kegadoehan ke-tenteraman oemoem, atau mendjatoehken atau menjerang kekoeasa’an jang ada di negeri Belanda atau di Indonesia, dengen bermaksoed itoe di oemoemken atau mem-besarken, menjebar, mem¬beritahoeken pada oemoem atau berkata, aken dihoe-koem dengen hoedihoe-koeman pendjara seting-gi-tingginja lima tahoen atau denda oeang setinggi-tingginya tiga ratoes roepiah.

INI BESLIT RADJA, AKEN BERLA-KOE MOLAI TGL. 1 MEI 1926

Dengan keluarnya peraturan pemerintah kolonial tersebut bisa dipasti-kan Geradipasti-kan Buruh pada awal-awal abad ke-20 mengalami represifitas dan ban-yak para pemimpinnya yang ditangkap dan dibuang ke pengasingan. Perjuangan melawan kapitalisme memang perjuan-gan yang tak pernah selesai. www.phe-solo.wordpress.com/2012/05/01. (Dikutip

A. Khalik untuk Majalah SINERGI).

(18)

ESA HILANG DUA TERBILANG

“Kami bukan sumber daya manusia. Kami ingin pendidikan”. Demikian tulisan pada plakat para mahasiswa Spanyol, ketika awal tahun 2012 mereka memprotes ren-cana swastanisasi perguruan ting-gi. Sebuah seruan kepada negara untuk menerapkan hak asasi ma-nusia di bidang pendidikan. “Ke-wajiban negara adalah membuka akses bagi semua orang untuk se-kolah dan pendidikan, terlepas dari latar belakang ekonomi. Dengan demikian negara menjamin janji dalam pernyataan umum mengenai hak memperoleh pendidikan," ujar Claudia Lohrenscheit, pakar pada pusat kajian Jerman untuk HAM.

Pendidikan lebih dari sekedar bekali murid dengan kemampuan kerja

Pelaksanaan HAM untuk memperoleh pendidikan bukan hanya masalah di negara miskin, melainkan juga di negara-negara industri Barat. Globalisasi yang di-dorong faktor finansial membawa perubahan global. Dalam laporan terbaru Badan PBB untuk Perdagan-gan dan PengembanPerdagan-gan UNCTAD lebih lanjut disebutkan, pada sek-tor di mana negara berkurang pen-garuhnya, bertambah banyak insti-tusi pendidikan yang dibiayai swasta atau gereja. Tren ini juga diamati oleh Lutz Möller dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebu-dayaan PBB UNESCO sesi Jerman.

Mendorong Kepribadian dan Menentukan Diri Sendiri

Jika pendidikan terutama berlandaskan pada Employability,

yakni berlatarbelakang kemampuan bekerja, maka hak asasi manusia tidak terpenuhi. "Dengan demikian pendidikan dimengerti sebagai sa-rana teknis. Orang-orang ditujukan fit untuk lapangan kerja.“ Menurut Claudia Lohrenscheit dari Pusat Kajian HAM, "Itu pendidikan yang tidak mempedulikan perkemban-gan pribadi manusia.“ Jika apa yang dipelajari tidak dapat dipergunakan, misalnya untuk meraih kualifikasi di lapangan tenaga kerja, maka apa yang dipelajari akan cepat terlupakan. Hal serupa sudah disimpulkan pada tahun 1970-an oleh pendidik asal Brasil Paulo Freire dalam sebuah kampanye pendidikan untuk men-urunkan tingkat buta huruf. Jika orang belajar membaca dan menu-lis, tapi ini tidak dapat digunakan untuk meningkatkan kondisi ke-hidupannya sendiri, kemampuan ini akan segera hilang. "Jadi pendidikan harus selalu ditujukan terutama un-tuk memperbaiki kondisi kehidu-pannya yang ditentukannya sendiri. Jika tidak, orang akan segera men-inggalkan tuntutan pendidikan bagi dirinya sendiri.“ Demikian kesim-pulan pakar HAM Lohrenscheit.

164 negara sepakati enam sasaran pendidikan

Menjamin konsep pen-didikan semacam ini adalah tugas masyarakat internasional. Untuk itu yang utama adalah memperbaiki hak pendidikan bagi manusia yang hidup dalam kemiskinan, keterbatasan atau misalnya di kawasan perang atau konflik. "Pada mereka yang pe-luang pendidikannya yang lemah, kemajuan kehidupan sipil dan juga kemanusiaan dalam masyarakat

da-pat diukur,“ demikian ditekankan pakar HAM Claudia Lohrenscheit. Terutama di kawasan dunia yang miskin, akses memperoleh pendidi-kan banyak gagal. Misalnya jika di kawasan pedesaan sekolah-sekolah hanya dilengkapi dengan sarana WC bersama untuk anak perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan ser-ingkali tidak mau pergi ke sekolah, karena bagi mereka dari segi bu-daya atau higienis kondisi tersebut tidak dapat diterima. Dilaporkan pakar HAM Lutz Möller dari penga-malan UNESCO di banyak negara di kawasan bumi bagian selatan.

Demokrasi Menunjang Sasaran Pendidikan

Hak Asasi Manusia untuk pendidikan yang memungkinkan ke-hidupan bersama secara damai, tan-pa diskriminasi dalam masyarakat dunia yang sedang berkembang, menjadi tugas seluruh bangsa di du-nia. Juga memotivasi manusia dewa-sa untuk belajar seumur hidup, bagi pakar HAM Claudia Lohrenscheit adalah hal yang penting. Hak asasi manusia untuk memperoleh pendidi-kan dapat dipenuhi secara kualitatif, terutama jika otonomi manusia di-tunjang agar mereka sendiri dapat aktif dan bertanggung jawab untuk kehidupannya sendiri. "Setiap manu-sia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan dan mengembangkan se-cara penuh kepribadiannya guna be-lajar menghormati dan menghargai hak asasi manusia dan hak-hak dasar manusia.“ www.dw.de.com, Ulrike Mast-Kirschning/Dyan Kostermans.

(Dikutip A. Khalik untuk Majalah SINERGI)

Pendidikan adalah hak asasi manusia. Ini disepakati masyarakat internasional

tahun 2000 di bawah pimpinan UNESCO. Apakah janji besar ini sudah ditepati ?

Semua Orang Berhak

Peroleh Pendidikan

(19)

ESA HILANG DUA TERBILANG

Sejak Dari Dini Harus Rajin Melaksanakan Ibadah

Oleh : Zikri Sikumbang

KEPADA

anak-anak bapak

ingatkan beberapa hal, yang pertama sejak dari dini harus rajin melaksana-kan ibadah, yang beragama Islam harus rajin mengaji Shalat, demikian juga agama lain. Jangan sekali-kali melawan terhadap Bapak dan Ibu guru serta gu-ru-guru, jika ingin menjadi orang yang sukses dibelakang hari, sayang terhadap sesame teman dan saling menghormati.

Himbauan ini dipetik dari kata-kata Walikota Tebing Tinggi

Ir. H. Umar Zunaidi Hasibuan, MM baru-baru ini pada acara pelepasan anak TK PAUD se-Kota Tebing Tinggi di Gedung Olah Raga Asber Nasution Jl. Gunung Leuser Kota Tebing Tinggi. Kiranya himbauan ini telah lama dilaksanakan oleh TK Qurrata A’yun dan Nahwan Nur, kini telah pindah lokasi sekolahn-ya di Jl. Yos Sudarso atau depan RM. Takari Kota Tebing Tinggi Telah melaksanakan pelepasan murid TK Islam Qur-rata A’yun tahun pelajaran 2013-2014, pada tanggal 17 Juni 2014 di Gedung Balai Pertemuan Kartini Jl. Imam Bonjol kota Tebing Tinggi oleh yang mewakili Walikota Tebing Tinggi H. Ismail Budiman, SH Staf Ahli Bidang SDM Pemko Tebing Tinggi yang juga sebagai penasehat pada Perguruan ini.

H. Ismail Budiman, SH pada acara wisuda dan Khataman Al-Qur’an ini mengatakan, atas nama pemerintah kota tebing tinggi mengucapkan selamat dan sukses kepada anak-anak kami yang wisuda dan khataman Al-Qur’an, apa-bila anak-anak kita seluruhnya seperti ini alangkah bahagianya kita warga kota Tebing Tinggi. Anak kita adalah amanah dari Allah, apalah salahnya kalau kita masukkan ke sekolah Agama. Pesan saya tolong dilaksanakan sholat, karena sholat itu membawa berkah, kata Ismail.

Ketua Yayasan LAPI NAIM-LPPT-KA Kota Tebing Tinggi Purnawanto, S.Pd, MSi pada acara khataman dan wisuda santri TPA, SD, TK Qurrata A’Yun menyampaikan kepada penulis, perguruan Swasta ini pertama sekali berdiri dari tahun 1993 dengan Kepa-la SekoKepa-lahnya Yusnani,S.Pd.I, MPd, menompang secara bayar sewa pada Madrasah milik organisasi Alwasliyah Kota Tebing Tinggi, lokasinya persis di

belakang Masjid Simpang Paya Lom-bang Jl. Yos Sudarso Tebing Tinggi. Setiap tahun Perguruan ini keli-hatan meningkat prestasinya di segala bi-dang, dan muridnya bertambah banyak, kini telah pindah di pinggir jalan besar Yos Sudarso persis di depan RM. Takari Kota Tebing Tinggi, sebuah ruko masih memakai izin Nomor izin Operasional 421.1/.0222/PP/2009NPSN=10261382 NSS :002076202007 jalan Yos Sudarso Kota Tebing Tinggi. Dengan kepinda-han ini murid yang mendaftar untuk tahun ajaran baru sudah tidak tertampung lagi, kata purnawanto kapada penulis. Dihadapan tidak kurang dari 1000 orang tua murid TK, Qurrata A’Yun, Nahwan Nur yang hadir pada wisuda Khatam Al-Qur’an, Purnawanto S.Pd, MSi

melapor-kan, untuk tahun ajaran 2013-2014 anak TK Qurrata A’Yun yang tamat 131 orang dan TK Nahwan Nur sebanyak 26 orang.

Adapun murid-murid yang di-wisuda TK Qurrata A’Yun 51 orang, TK Nahwan Nur sebanyak 28 orang, taman pendidikan Al-Qur’an Qurrata A’Yun 14 orang, taman pendidikan Al-Qur’an Nahwan Nur 29 orang, SD Qurrata A’Yun sebanyak 23 orang. Di-lanjutkan dengan khataman AlQur’an,

taman pendidikan Al-Qur’an 15 orang, taman pendidi-kan Al-Qur’an Nahwan Nur 13 orang, sedangkan untuk SD Qurrata A’Yun seban-yak 12 orang, dilaksanakan oleh yang mewakili walikota Ir. H. Umar Zunaidi Hasibuan MM, H. Ismail Budiman, SH dan Purnawanto S.Pd, MSi. Selanjutnya prestasi yang telah diraih oleh pergu-ruan ini antara lain, juara II olimpiade IPA, juara II olimpiade Matematika tingkat Kota Tebing

Ting-gi, juara I lomba adzan dan ikomah tingkah Kota Tebing Tinggi, juara III adzan dan iqomah tingkat Propinsi Sumatera Utara, juara I Lomba Prak-tek Sholat Tingkat Kota Tebing Tinggi, Juara I lomba Tartil Qur’an Tingkat Kota Tebing Tinggi, Juara II Lomba Tartil Qur’an Tingkat Kota Tebing Ting-gi, Juara harapan III lomba Story Tell-ing TTell-ingkat Kota TebTell-ing TTell-inggi.

Salah seorang yang mewakili orang tua murid yang hadir pada acara ini, menyampaikan sambutan antara lain mengatakan, kita yang hadir pada acara ini, mengetahui bahwa Perguruan Qur-rata A’Yun ini cukup berprestasi di ting-kat Kota Tebing Tinggi dan Provinsi, apa pendidikan yang diperguruan ini belum tentu ada di dapat di sekolah ini, katatnya.

Gambar

Gambar Di Ambil Dari Http://Www.Voa-Islam.Com;

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran 5 Total Aset

Jika suatu perusahaan memiliki kinerja keuangan yang baik maka investor akan menanamkan modalnya, karena bisa dipastikan akan memperoleh keuntungan dari penanaman

bentuk pecahan aljabar.  Menyelesaikan model matematika dari suatu masalah dalam matematika atau mata pelajaran lain yang berhubungan dengan pertidaksamaan satu variabel

Dalam peradaban islam, kita juga membutuhkan orang-orang yang tidak hanya menyampaikan mengenai ilmu-ilmu duniawi, kita juga membutuhkan SDM yang juga bisa

Sehubungan dengan rendahnya nilai hasil belajar dan keterampilan argumentasi di lingkungan siswa kelas X SMK Farmasi Sekesal Surabaya terutama pada materi Reaksi

Pemodelan optimasi guna lahan untuk pengendalian banjir perkotaan dalam DAS dapat digunakan untuk menentukan kawasan rawan banjir, arahan peruntukkan lahan, debit

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan kasih Karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi yang berjudul