PEMEROLEHAN MORFEM ANAK AUTIS DI PUSAT TERAPI AUTIS BINA PERMATA KELUARGA
(THE ACQUISITION OF MORPHEMES OF CHILD AUTISM IN AUTISM TREATMENT CENTER BINA PERMATA KELUARGA)
Marfu’ah dan Rusma Noortyani
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjend. H. Hasan Basry, Kampus Kayu Tangi, Banjarmasin, Kode Pos 70123, e-mail rtyani@yahoo.com
Abstract
The Acquisition of Morphemes of Child Autism in Autism Treatment Center Bina Permata Keluarga. In acquiring language learning follow a certain order, such as in the Indonesian language. This study examined the acquisition of morphemes in children with autism therapy center Bina Permata Keluarga, which is how the ability of children with autism in morpheme acquisition took place at the time of therapy and determine the ability of autistic children in the acquisition of morphemes. Source of research data that is two children as research subjects studied during ongoing therapy, both therapies are in a special room and the room was music therapy and play. This study uses a descriptive qualitative method. That is, data collected on the basis of the actual environment and the situation is, the conversation between the therapist with the child during ongoing therapy. Data retrieval begins with observation techniques, recording techniques, interview techniques, analytical techniques and discussion seta. The results of this study indicate that there are 9 types of morphemes are acquired by children at the time of speech therapy at the Autism Treatment Center Bina Permata Keluarga, namely (1) free morphemes, (2) bound morphemes, (3) morphemes intact, (4) morpheme is divided, (5) segmental morphemes, (6) morphemes beralomorf zero, (7) meaningful lexical morphemes, (8) is not meaningful lexical morphemes, and (9) basic morphemes. Morpheme acquisition acquired by a child is more dominant because it is free morpheme, free morpheme is more easily obtained by children during ongoing therapy. Based on these results, it is expected that readers, especially teachers in the treatment of autism Bina Permata Keluarga to pay more attention to the child's language during ongoing therapy.
Keywords: acquisition of morphemes, children with autism
Abstrak
Pemerolehan Morfem Anak Autis di Pusat Terapi Autis Bina Permata Keluarga. Dalam memperoleh pembelajaran bahasa mengikuti urutan tertentu, misalnya dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini menguji akuisisi morfem pada anak-anak dengan autisme terapi center "Bina Permata Keluarga", yang adalah bagaimana kemampuan anak autis dalam akuisisi morfem terjadi pada saat terapi dan menentukan kemampuan anak-anak autis dalam akuisisi morfem. Sumber data penelitian yang dua anak sebagai subyek penelitian yang dilaksanakan selama terapi berlangsung, kedua terapi berada dalam ruangan
khusus dan ruangan itu terapi musik dan bermain. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Artinya, data yang dikumpulkan berdasarkan dari lingkungan yang sebenarnya dan situasi, percakapan antara terapis dengan anak selama terapi berlangsung. Pengambilan data dimulai dengan teknik observasi, teknik merekam, teknik wawancara, teknik analisis dan seta diskusi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada 9 jenis morfem yang diperoleh oleh anak-anak pada saat terapi wicara di Pusat Perawatan Autisme "Bina Permata Keluarga", yaitu (1) morfem bebas, (2) morfem terikat, (3 ) morfem utuh, (4) morfem terbagi, (5) morfem segmental, (6) morfem beralomorf nol, (7) morfem leksikal bermakna, (8) tidak morfem leksikal bermakna, dan (9) morfem dasar. Akuisisi morfem diakuisisi oleh seorang anak lebih dominan karena adalah morfem bebas, bebas morfem lebih mudah diperoleh oleh anak-anak selama terapi berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan pembaca, khususnya guru dalam pengobatan autisme "Bina Permata Keluarga" untuk lebih memperhatikan bahasa anak selama terapi berlangsung.
Kata-kata kunci: pemerolehan morfem, anak autis
PENDAHULUAN
Cummings (1999: 389) mengatakan bahwa kemungkinan penyandang autisme tiga hingga empat kali lebih mungkin mengenai anak laki-laki daripada anak perempuan, sedangkan Chaer (2009: 134) mengemukakan bahwa anak perempuan lebih besar ukuran otaknya daripada laki-laki serta anak perempuan lebih kaya akan neuron, dengan banyaknya neuron di suatu daerah semakin kuat fungsi otak di sana.
Anak autis itu kadang bersifat seperti orang yang tuli yang tidak dapat mendengar apa yang dibicarakan oleh orang lain, kadang pernah berbicara namun apa yang dibicarakan itu sebentar saja sudah hilang. Anak autis juga tidak ada kefokusan dalam melakukan interaksi kepada orang lain, misalnya saja dia sedang diajak berkomunikasi dia akan menjawab tapi pandangan dia tidak ke arah lawan bicara. Bahkan dia tidak akan merespon apa yang dibicarakan oleh lawan bicara.
Setelah peneliti melakukan observasi pada tanggal 30 Maret 2011 di tempat terapi anak autis di yayasan “ Pusat Terapi Autis Bina Permata Keluarga”, dapat dilihat bahwa kebanyakan anak yang mengikuti terapi tersebut mengalami autis yang hiperaktif. Pada saat terapi, anak akan dibimbing oleh para terapis. Setiap ruangan terdapat satu anak dan satu orang penerapi. Hal itu dilakukan agar saat memberikan pengajaran anak dapat fokus untuk menerima apa yang diberikan oleh penerapi.
Handojo (2009: 5) mengatakan bahwa ruang terapi one-one tidak perlu terlalu luas. Sebaiknya berkisar antara 1,5 1,5 m sampai dengan 2 . Karena kalau terlalu luas, akan lebih banyak kesempatan bagi anak untuk lolos dari kontrol terapis. Akan lebih banyak waktu terbuang untuk “menangkap” anak kembali. Penerangan harus mencukupi, ventilasi dan suhu ruangan harus sejuk, bila terlalu panas, dapat diberi AC. Dinding dan jendela harus bebas distraksi. Sebaiknya, jangan ada hiasan dinding yang mencolok. Pandangan keluar jendela sebaiknya dihalangi dengan gorden.
Terapi dapat dilakukan dengan meletakkan anak di lantai, di pangkuan atau di kursi. Kursi dan meja dapat disesuaikan dengan tinggi dan berat badan anak. Tinggi mata terapis sebaiknya sejajar dengan kedua mata anak. Apabila anak masih sering tantrum,
sebaiknya dipakai meja yang diberi lubang setengah lingkaran, sehingga bila berada di atas kursinya, anak masuk ke dalam lubang meja. Bila dipepetkan ke dinding, anak tidak bisa keluar dari kursinya. Kursi anak sebaiknya dibuat dari bahan yang berat, sehingga tidak mudah diangkat dan digeser oleh anak.
Ruang dibuat kedap suara, sehingga suara di luar tidak mendistraksi anak. Sebaiknya suara instruksi terapis juga tidak mengganggu suara di luar ruangan terapi. Ruangan-ruangan lain di dalam rumah dan perabotannya sebaiknya diatur dan disusun sedemikian rupa, sehingga tidak menarik perhatian anak untuk mengacak-acaknya. Form atau buku pencatat proses dan hasil terapi harus disediakan selengkap mungkin. Pencatatan ini sangat penting dilakukan karena proses terapi sering kali berlangsung lama.
Pada kegiatan terapi wicara anak autis, anak tidak hanya diajarkan mengenai respon berbicara tetapi anak juga diberikan pengajaran mengenai kemandirian, keaktifan motorik anak pada saat melakukan kegiatan misalnya, saat berolahraga atau senam. Anak juga diajarkan kepada hal-hal yang berkaitan dengan keadaan di sekitar dia misalnya, bagaimana kemandiriannya memakai baju sendiri, memakai celana sendiri, dan anak juga diajarkan bermain secara cermat misalnya, bagaimana menyusun sebuah benda menjadi sesuatu yang diinginkan misalnya menyusun sebuah rangkaian menjadi bentuk gambar.
Pada saat terapi dilakukan salah satu hal yang diperhatikan adalah bagaimana anak mengeluarkan kata-kata pada saat berinteraksi dengan penerapi atau orang-orang di sekitarnya. Biasanya, penyandang autis sangat sulit untuk mengeluarkan kata-kata pada saat berada di tengah-tengah orang banyak. Anak autis sulit berkomunikasi dengan orang lain sehingga anak autis berkomunikasi hanya dengan isyarat atau dengan menarik-narik orang untuk mengambilkan apa yang dia inginkan.
Dari permasalahan komunikasi, yang perlu diperhatikan pertama kalinya adalah bagaimana anak autis memperoleh kata-kata yang ingin diungkapkannya dan mengungkapkannya kembali. Dari kata atau morfologi itulah terdapat bagian-bagian yang salah satunya adalah morfem.
Pemerolehan bahasa termasuk di dalamnya pemerolehan morfem sangatlah sulit bagi anak yang memiliki gangguan dalam berkomunikasi. Anak yang memiliki gangguan dalam berkomunikasi salah satunya penyandang autis sulit untuk melakukan komunikasi sehingga pemerolehan morfemnya sangat sedikit dari anak-anak biasanya yang mudah dalam hal berkomunikasi. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian terhadap pemerolehan morfem anak autis layak untuk diteliti. Adapun yang diteliti adalah bagaimana anak autis dalam pemerolehan morfemnya pada saat terapi wicara dilakukan. Sejalan dengan itu, judul penelitian ini adalah Pemerolehan Morfem Anak Autis di Pusat
Terapi Autis Bina Permata Keluarga.
METODE
Jenis penelitian ini ialah pemerolehan morfem anak autis di pusat terapi autis Bina Permata Keluarga. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah metode yang berusaha menggambarkan sesuatu yang terjadi dengan apa adanya. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, teknik rekaman, dan teknik wawancara. Peneliti dalam mengumpulkan data juga menggunakan teknik pencatatan dan pengamatan berperan serta.
Analisis data dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Mentranskripsikan hasil rekaman anak autis.
2. Mengelompokkan pemerolehan morfem anak autis berdasarkan jenisnya. 3. Menyimpulkan hasil penelitian pemerolehan morfem anak autis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Morfem pada Anak Pertama (RY) Jum’at
Terapis : Hari ini hari apa? RY : Jum’at
Pada percakapan di atas terdapat kata Jum’at. Kata Jum’at yang dikatakan oleh anak dalam percakapan termasuk dalam morfem bebas karena morfem {jum’at} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain. Morfem {jum’at} yang dikatakan oleh anak dalam percakapan tersebut juga termasuk dalam morfem bermakna leksikal karena morfem {jum’at} telah memiliki makna tersendiri tanpa berproses dulu dengan morfem lain.
Mendengar
RY : Telinga Terapis : Untuk RY : Mendengar
Pada percakapan di atas terdapat kata mendengar. Kata mendengar yang dikatakan anak terdiri atas dua morfem. Morfem pertama adalah {me-}, morfem {me-} pada kata mendengar termasuk dalam morfem terikat karena morfem {me-} tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain.
Morfem {me-} yang dikatakan anak pada kata mendengar juga termasuk dalam morfem utuh yang bersifat terikat karena morfem {me-} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil. Selain morfem terikat dan morfem utuh yang bersifat terikat morfem {me-} juga termasuk dalam morfem tidak bermakna leksikal karena morfem {me-} tidak memiliki makna apabila tidak berproses dulu dengan morfem yang lain, sedangkan morfem {dengar} pada kata mendengar termasuk dalam morfem bebas karena morfem {dengar} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem yang lain. Morfem {dengar} juga termasuk dalam morfem utuh karena morfem {dengar} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil.
Bekerja
Terapis: Tangan untuk apa? RY : Bekerja
Pada percakapan di atas terdapat kata bekerja. Kata bekerja yang dikatakan anak terdiri atas dua morfem. Morfem pertama adalah {ber-}, morfem {ber-} pada kata
bekerja termasuk dalam morfem terikat karena morfem {ber-} tidak dapat muncul dalam
Morfem {ber-} yang dikatakan anak pada kata bekerja juga termasuk dalam morfem utuh yang bersifat terikat karena morfem {ber-} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil. Selain morfem terikat dan morfem utuh yang bersifat terikat morfem {ber-} juga termasuk dalam morfem tidak bermakna leksikal karena morfem {ber-} tidak memiliki makna apabila tidak berproses dulu dengan morfem yang lain, sedangkan morfem {kerja} pada kata bekerja termasuk dalam morfem bebas karena morfem {kerja} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem yang lain. Morfem {kerja} juga termasuk dalam morfem utuh karena morfem {kerja} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil.
Memegang
Terapis: Memegang RY : Memegang
Pada percakapan di atas terdapat kata memegang. Kata memegang terdiri atas dua morfem, morfem yang pertama adalah morfem {mem-}, morfem {mem-} pada kata
memegang adalah termasuk dalam morfem terikat karena morfem {mem-} tidak dapat
hadir dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain.
Morfem {mem-} yang dikatakan anak pada kata memegang juga termasuk dalam morfem utuh yang bersifat terikat, karena morfem {mem-} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil. Selain morfem terikat dan morfem utuh yang bersifat terikat morfem {mem-} juga termasuk dalam morfem tidak bermakna leksikal karena morfem {mem-} tidak memiliki makna apabila tidak berproses dulu dengan morfem yang lain.
Pada kata memegang selain morfem {mem-} juga terdapat morfem {pegang}, morfem {pegang} adalah termasuk dalam morfem bebas karena morfem {pegang} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain. Morfem {pegang} juga termasuk dalam morfem utuh karena morfem {pegang} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil.
Berjalan
Terapis : Berjalan
RY : Berjalan
Pada percakapan di atas terdapat kata berjalan. Kata berjalan yang dikatakan anak terdiri atas dua morfem. Morfem pertama adalah {ber-}, morfem {ber-} pada kata berjalan termasuk dalam morfem terikat karena morfem {ber-} tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain.
Morfem {ber-} yang dikatakan anak pada kata berjalan juga termasuk dalam morfem utuh yang bersifat terikat karena morfem {ber-} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil. Selain morfem terikat dan morfem utuh yang bersifat terikat morfem {ber-} juga termasuk dalam morfem tidak bermakna leksikal karena morfem {ber-} tidak memiliki makna apabila tidak berproses dulu dengan morfem yang lain, sedangkan morfem {jalan} pada kata bekerja termasuk dalam morfem bebas karena morfem {jalan} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem yang lain. Morfem {jalan} juga termasuk dalam morfem utuh karena morfem {jalan} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil.
Kacang
Terapis : Tidak, kacang RY : Kacang
Pada percakapan di atas terdapat kata kacang. Kata kacang yang dikatakan oleh anak dalam percakapan termasuk dalam morfem bebas karena morfem {kacang}dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain. Morfem {kacang} yang dikatakan oleh anak dalam percakapan tersebut juga termasuk dalam morfem bermakna leksikal karena morfem {kacang}telah memiliki makna tersendiri tanpa berproses dulu dengan morfem lain.
Hilang
Terapis : ---- RY : Hilang
Pada percakapan di atas terdapat kata hilang. Kata hilang yang dikatakan oleh anak dalam percakapan termasuk dalam morfem bebas karena morfem {hilang}dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain. Morfem {hilang} yang dikatakan oleh anak dalam percakapan tersebut juga termasuk dalam morfem bermakna leksikal karena morfem {hilang}telah memiliki makna tersendiri tanpa berproses dulu dengan morfem lain.
Gelang
Terapis : ---- RY : Gelang
Pada percakapan di atas terdapat kata gelang. Kata gelang yang dikatakan oleh anak termasuk dalam morfem bebas karena morfem {gelang} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain. Morfem {gelang} yang dikatakan oleh anak dalam percakapan tersebut juga termasuk dalam morfem bermakna leksikal karena morfem {gelang}telah memiliki makna tersendiri tanpa berproses dulu dengan morfem lain.
Nyanyi
Terapis: Nyanyi RY : Nyanyi
Pada percakapan di atas terdapat kata nyanyi. Kata nyanyi yang dikatakan oleh anak morfem terikat karena morfem {nyanyi} tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain. Pada percakapan di atas terdapat kata nyanyi. Kata nyanyi yang dikatakan oleh anak termasuk dalam morfem dasar yang bersifat terikat karena morfem {nyanyi} merupakan morfem dasar untuk pembentukan morfem yang lebih besar. Pada percakapan di atas terdapat kata nyanyi. Kata nyanyi yang dikatakan oleh anak termasuk morfem utuh bersifat terikat karena morfemnya tidak dapat terbagi lagi.
Punya
RY : Puna Terapis : Punya RY : Punya
Pada percakapan di atas terdapat kata punya. Kata punya yang dikatakan oleh anak termasuk dalam morfem bebas karena morfem {punya} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem yang lain. Pada percakapan di atas terdapat kata
punya. Kata punya yang dikatakan oleh anak adalah termasuk dalam morfem dasar yang
bersifat bebas karena morfem dasar {punya} merupakan morfem dasar untuk pembentukan morfem yang lebih besar.
Nyaman (enak)
RY : Nyaman (enak) Terapis : Nyaman (enak)
Pada percakapan di atas terdapat kata nyaman. Kata nyaman merupakan bahasa banjar yang artinya enak yang juga termasuk dalam morfem bebas karena morfem {nyaman} ini dapat muncul dalam pertuturan tanpa ada kehadiran morfem lain. Pada percakapan di atas terdapat kata nyaman. Kata nyaman yang dikatakan oleh anak dalam percakapan itu termasuk dalam morfem dasar yang bersifat bebas. Morfem {nyaman} merupakan morfem dasar untuk pembentukan morfem yang lebih besar.
Nyaring
Terapis : Nyaring RY : Nyaring
Pada percakapan di atas terdapat kata nyaring. Kata nyaring yang dikatakan oleh anak termasuk dalam morfem bebas karena morfem {nyaring} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem yang lain. Pada percakapan di atas terdapat kata
nyaring. Kata nyaring yang dikatakan oleh anak adalah termasuk dalam morfem dasar
yang bersifat bebas karena morfem {nyaring} merupakan morfem dasar untuk pembentukan morfem yang lebih besar. Pada percakapan di atas terdapat kata nyaring, kata nyaring yang dikatakan oleh anak adalah termasuk dalam morfem utuh bersifat bebas yang morfemnya tidak dapat terbagi lagi.
Jenis Morfem pada Anak Kedua (MER) Memakan
Terapis: Di depan kakinya! pintar. Terapis: Memakan
MER : Memakan
Pada percakapan di atas terdapat kata memakan. Kata memakan yang dikatakan anak terdiri atas dua morfem. Morfem pertama adalah {me-}, morfem {me-} pada kata memakan termasuk dalam morfem terikat karena morfem {me-} tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain.
Morfem {me-} yang dikatakan anak pada kata memakan juga termasuk dalam morfem utuh yang bersifat terikat karena morfem {me-} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil. Selain morfem terikat dan morfem utuh yang bersifat terikat morfem {me-} juga termasuk dalam morfem tidak bermakna leksikal karena morfem {me-} tidak memiliki makna apabila tidak berproses dulu dengan morfem yang lain.
Pada percakapan di atas terdapat kata memakan, kata memakan yang dikatakan oleh anak terdiri atas morfem {makan}, morfem {makan}termasuk dalam morfem bebas karena morfem {makan} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain.
Morfem {makan} yang dikatakan anak dalam pertuturan itu juga termasuk dalam morfem zero (kekosongan) karena morfem {makan} apabila dimasukkan dalam sebuah kalimat dia dapat muncul tanpa morfem afiks. Morfem {makan} yang dikatakan anak dalam pertuturan adalah termasuk dalam morfem bermakna leksikal karena morfem {makan} telah memiliki makna tersendiri tanpa berproses dulu dengan morfem lain. Menyapu
Terapis : Menyapu MER : Mem-nyapu
Terapis : Tidak Mem-, menyapu MER : Menyapu
Terapis : Iya
Pada percakapan di atas terdapat kata menyapu. Kata menyapu yang dikatakan anak terdiri atas dua morfem. Morfem pertama adalah {meny-}, morfem {meny-} pada kata menyapu termasuk dalam morfem terikat karena morfem {meny-} tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain.
Morfem {meny-} yang dikatakan anak pada kata menyapu juga termasuk dalam morfem utuh yang bersifat terikat karena morfem {meny-} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil. Selain morfem terikat dan morfem utuh yang bersifat terikat morfem {meny-} juga termasuk dalam morfem tidak bermakna leksikal karena morfem {meny-} tidak memiliki makna apabila tidak berproses dulu dengan morfem yang lain.
Pada percakapan di atas terdapat kata menyapu. Kata menyapu yang dikatakan oleh anak terdiri atas morfem {sapu}, morfem {sapu} termasuk dalam morfem bebas karena morfem {sapu} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain. Morfem {sapu} yang dikatakan anak dalam pertuturan termasuk dalam morfem bermakna leksikal karena morfem {sapu} telah memiliki makna tersendiri tanpa berproses dulu dengan morfem lain.
Memasak
Terapis : Ulangi lagi! Me-ma-sak MEF : Memasak
Terapis : lagi, Pintar MER : Memasak
Pada percakapan di atas terdapat kata memasak. Kata memasak yang dikatakan anak terdiri atas dua morfem. Morfem pertama adalah {me-}, morfem {me-} pada kata memasak termasuk dalam morfem terikat karena morfem {me-} tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain.
Morfem {me-} yang dikatakan anak pada kata memasak juga termasuk dalam morfem utuh yang bersifat terikat karena morfem {me-} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil. Selain morfem terikat dan morfem utuh yang bersifat terikat morfem {me-} juga termasuk dalam morfem tidak bermakna leksikal karena morfem {me-} tidak memiliki makna apabila tidak berproses dulu dengan morfem yang lain.
Pada percakapan di atas terdapat kata memasak, kata memasak yang dikatakan oleh anak terdiri atas morfem {masak}, morfem {masak}termasuk dalam morfem bebas
karena morfem {masak} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain. Morfem {masak} yang dikatakan anak dalam pertuturan termasuk dalam morfem bermakna leksikal karena morfem {masak} telah memiliki makna tersendiri tanpa berproses dulu dengan morfem lain.
Masuk
Terapis: Masuk MER : Masuk Terapis: Pintar
Pada percakapan di atas terdapat kata masuk. Kata masuk yang dikatakan oleh anak terdiri dari morfem {masuk}, morfem {masuk}termasuk dalam morfem bebas karena morfem {masuk} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain. Morfem {masuk} yang dikatakan anak dalam pertuturan termasuk dalam morfem bermakna leksikal karena morfem {masuk} telah memiliki makna tersendiri tanpa berproses dulu dengan morfem lain.
Bermain
Terapis : Tidak ada di belakangnya itu, bermain MER : Bermain I’innn
Terapis :Tidak begitu, ber-main MER : Bermain
Pada percakapan di atas terdapat kata bermain. Kata bermain yang dikatakan anak terdiri atas dua morfem. Morfem pertama adalah {ber-}, morfem {ber-} pada kata
bermain termasuk dalam morfem terikat karena morfem {ber-} tidak dapat muncul dalam
pertuturan tanpa kehadiran morfem lain.
Morfem {ber-} yang dikatakan anak pada kata bermain juga termasuk dalam morfem utuh yang bersifat terikat karena morfem {ber-} tidak dapat dibagi lagi menjadi morfem yang lebih kecil. Selain morfem terikat dan morfem utuh yang bersifat terikat morfem {ber-} juga termasuk dalam morfem tidak bermakna leksikal karena morfem {ber-} tidak memiliki makna apabila tidak berproses dulu dengan morfem yang lain. Pada percakapan di atas terdapat kata bermain. Kata bermain yang dikatakan oleh anak terdiri atas morfem {main}, morfem {main}termasuk dalam morfem bebas karena morfem {main} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain.
Insyaallah
Terapis : Yang mana MER : (tidak menjawab)
Terapis : Ye lupa, lagu Maherzen insya allah MER : Insyaallah
Pada percakapan di atas terdapat kata insyaallah. Kata insyaallah yang dikatakan oleh anak terdiri atas morfem {insyaallah}, morfem {insyaallah} termasuk dalam morfem bebas karena morfem {insyaallah} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain. Morfem {insyaallah} yang dikatakan anak dalam pertuturan termasuk dalam morfem bermakna leksikal karena morfem {insyaallah} telah memiliki makna tersendiri tanpa berproses dulu dengan morfem lain.
Diam
Terapis : Coba mulutnya diam, tidak begitu! MER : Diam
Pada percakapan di atas terdapat kata diam. Kata diam yang dikatakan oleh anak terdiri atas morfem {diam}, morfem {diam}termasuk dalam morfem bebas karena morfem {diam} dapat muncul dalam pertuturan tanpa kehadiran morfem lain.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua anak yang menjadi subjek penelitian dapat mengujarkan morfem secara baik dan benar pada saat terapi wicara berlangsung. Kedua subjek ini akan mengujarkan morfem apabila terapis terlebih dahulu mengujarkannya, yaitu dengan menggunakan metode ABA. Perkembangan penguasaan anak terhadap morfem tergantung pada pola kehidupan berbahasa yang ada pada lingkungan saat anak diterapi dan di lingkungan keluarga. Hal ini penting karena tingkat perkembangan morfologi seorang anak sangat menentukan untuk meraih kemampuan di bidang ilmu pengetahuan lainnya yang menunjang perkembangan pemerolehan bahasa anak tersebut. Artinya, semakin baik dan cepat perkembangan morfologi anak, menunjukkan bahwa anak itu akan lebih mudah meraih tingkat kemampuan pemerolehan bahasa dan kemampuan di bidang keilmuan lainnya.
Dalam aktivitas terapi wicara, anak dapat memperoleh morfem. Morfem-morfem yang diperoleh tersebut meliputi (1) morfem bebas, (2) morfem terikat, (3) morfem utuh, (4) morfem terbagi, (5) morfem segmental, (6) morfem beralomorf zero, (7) morfem bermakna leksikal, (8) morfem tidak bermakna leksikal, dan (9) morfem dasar. Morfem yang lebih dominan diperoleh anak adalah morfem bebas karena morfem bebas merupakan morfem yang hanya terdiri atas satu kata yang mudah dikatakan.
Saran
Disarankan kepada peneliti berikutnya untuk meneliti secara lebih mendalam mengenai pemerolehan morfem bebas dan terikat pada subjek banyak. Disarankan pula untuk meneliti perbandingan pemerolehan morfem bebas dan terikat pada anak usia Pendidikan Anak Usia Dini dan Taman Kanak-Kanak.
DAFTAR RUJUKAN
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. .
Cummings, Louse. 1999. Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner. Terjemahan oleh Eti Setiawati, dkk. 2007. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Handojo, Y. 2009. Autisme Pada Anak. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.