• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pend. Luar Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konsep Pend. Luar Sekolah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

Makalah

KONSEP PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

KONSEP PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Oleh. M. Nur Azmi, S.Thi, M.Pd Oleh. M. Nur Azmi, S.Thi, M.Pd

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Upaya pengembangan pendidikan dalam laju pembangunan merupakan suatu Upaya pengembangan pendidikan dalam laju pembangunan merupakan suatu keharusan dan kewajaran. Dikatakan sebagai suatu keharusan, karena pendidikan perlu keharusan dan kewajaran. Dikatakan sebagai suatu keharusan, karena pendidikan perlu mengembangkan dirinya untuk lebih berperan sebagai pendidikan untuk mengembangkan mengembangkan dirinya untuk lebih berperan sebagai pendidikan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Disebut sebagai suatu kewajaran, karena kehadiran pendidikan sumber daya manusia. Disebut sebagai suatu kewajaran, karena kehadiran pendidikan yang merupakan produk budaya masyarakat dan bangsa, terus berkembang untuk  yang merupakan produk budaya masyarakat dan bangsa, terus berkembang untuk  mencari bentuknya yang paling cocok sesuai dengan perubahan dinamis yang terjadi di mencari bentuknya yang paling cocok sesuai dengan perubahan dinamis yang terjadi di dalam masyarakat setiap bangsa. Perubahan dinamis itu terjadi sebagai akibat wajar dari dalam masyarakat setiap bangsa. Perubahan dinamis itu terjadi sebagai akibat wajar dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan nilai-nilai budaya yang makin perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan nilai-nilai budaya yang makin cepat dan meningkatkannya tuntutan masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang cepat dan meningkatkannya tuntutan masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang dapat memenuhi laju pembangunan dan dapat berkiprah pada kehidupan global. dapat memenuhi laju pembangunan dan dapat berkiprah pada kehidupan global. Pengembangan pendidikan yang harus dan wajar itu merupakan bukti adanya daya Pengembangan pendidikan yang harus dan wajar itu merupakan bukti adanya daya tanggap pendidikan terhadap peluang dan tantangan yang timbul.

tanggap pendidikan terhadap peluang dan tantangan yang timbul.

Pendidikan nasional memiliki dua subsistem pendidikan, yaitu pendidikan Pendidikan nasional memiliki dua subsistem pendidikan, yaitu pendidikan sekolah (

sekolah (in-school educationin-school education) dan pendidikan luar sekolah () dan pendidikan luar sekolah (out-of shool educationout-of shool education).). Pendidikan sekolah disebut sebagai pendidikan formal dan subsitem pendidikan luar Pendidikan sekolah disebut sebagai pendidikan formal dan subsitem pendidikan luar sekolah mencakup pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Di Indonesia, sekolah mencakup pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Di Indonesia, subsistem kedua tidak mengenal lagi istilah pendidikan nonformal dan informal karena subsistem kedua tidak mengenal lagi istilah pendidikan nonformal dan informal karena Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menetapkan Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menetapkan istilah pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah telah dan tengah diselenggrakan istilah pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah telah dan tengah diselenggrakan di dalam masyarakat, lembaga-lembaga, dan keluarga.

di dalam masyarakat, lembaga-lembaga, dan keluarga.

Dengan variasi penamaan lain baginya dan menurut asal-usul dan sejarahnya, Dengan variasi penamaan lain baginya dan menurut asal-usul dan sejarahnya, pendidikan luar sekolah telah lahir di dunia ini setua usia manusia yang hidup pendidikan luar sekolah telah lahir di dunia ini setua usia manusia yang hidup bermasyarakat. Pendidikan luar sekolah telah tumbuh dan berkembang dalam alur bermasyarakat. Pendidikan luar sekolah telah tumbuh dan berkembang dalam alur kebudayaan setiap masyarakat dan sering bersumber pada agama dan tradisi yang kebudayaan setiap masyarakat dan sering bersumber pada agama dan tradisi yang

(2)

berkembang di masyarakat, sehingga kehadirannya mempunyai akar yang kuat pada budaya yang dianut masyarakat.

Pembahasan tentang pendidikan luar sekolah dalam makalah ini meliputi konsep dan ruang lingkup pendidikan luar sekolah, serta asal-usul pendidikan luar sekolah.

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan luar sekolah merupakan konsep yang muncul dalam studi kependidikan. Kaplan (1964) mengemukakan bahwa “ A concept is a construct (konsep adalah sebuah bentuk). Pengertian lebih luas ialah “Concept are mental images we used 

as summary devices for bringing together observations and experiences that seem to have

 something in common” (konsep adalah citra mental yang kita gunakan sebagai alat untuk  memadukan pengamatan dan pengalaman yang memiliki kesamaan) (Babbie, 1986:114). Menurut Turner (1974) “Concepts are abstract elements representing classes of 

  phenomena within the field of study” (konsep adalah unsur-unsur abstrak yang menunjukan pengelompokan fenomena dalam suatu bidang studi tertentu). Kemp (1985)

mengemukakan pembentukan konsep sebagai berikut : “C oncepts relating together facts,

objects, or events that have common features and assigning them a single name” (konsep di bentuk dengan menghubungkan fakta, benda, atau peristiwa yang memiliki kesamaan ciri yang kemudian diberi nama tersendiri).

Konsep pendidikan luar sekolah muncul atas dasar hasil observasi dan pengalaman langsung atau tidak langsung. Hasil observasi dan pengalaman ini kemudian dibentuk sehingga dapat diketahui persamaan dan perbedaan ciri-ciri antara pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah. Disamping itu pendidikan luar sekolah memiliki pengertian, sistem, prinsip-prinsip tersendiri yang berbeda dengan yang digunakan oleh pendidikan sekolah.

(3)

Pendidikan luar sekolah mempunyai perbedaan dengan pendidikan sekolah. Unesco (1972) menjelaskan bahwa pendidikan luar sekolah mempunyai derajat keketatan dan keseragaman yang lebih rendah dibanding dengan tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah memiliki bentuk dan isi program yang bervariasi, seangkan pendidikan sekolah, pada umumnya, memiliki bentuk dan isi program yang seragam untuk setiap satuan, jenis, dan jenjang pendidikan. Perbedaan inipun tampak pada teknik-teknik yang digunakan dalam merencanakan, dan mengevaluasi proses dan hasil program pendidikan. Tujuan program pendidikan luar sekolah tidak seragam, sedangkan tujuan pendidikan sekolah seragam untuk setiap satuan dan jenjang pendidikan. Peserta didik (warga belajar) dalam program pendidikan luar sekolah tidak memiliki persyaratan ketat sebagaimana persyaratan yang berlaku bagi siswa pendidikan sekolah. Tanggung jawab pengelolaan dan pembiayaan pendidikan luar sekolah dipikul oleh pihak yang berbeda-beda, baik pemerintah, lembaga kemasyarakatan, maupun perorangan yang berminat untuk menyelenggarakan program pendidikan. Dilain pihak tanggung jawab pengelolaan program pendidikan sekoloh pada umumnya berada pada pihak pemerintah dan lembaga yang khusus menyelenggarakan pendidikan persekolahan. Dengan demikian, perbedaan antara kedua jalur pendidikan itu terdapat dalam berbagai segi baik sistemnya maupun penyelenggaraannya.

2. Pengertian Tiga Jenis Pendidikan

Berkaitan dengan pengertian pendidikan terdapat perbedaan yang jelas antara pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Sehubungan dengan hal ini Coombs (1973) membedakan pengertian ketiga jenis pendidikan itu sebagai berikut:

Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf  dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.

(4)

Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan   yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan

termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.

Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, di luar  sistem persekolahan yang , dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian   penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani  peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya.

Ketiga pengertian di atas dapat digunakan untuk membedakan program pendidikan yang termasuk ke dalam setiap jalur pendidikan tersebut. Sebagai bahan untuk menganalisis berbagai program pendidikan maka ketiga batasan pendidikan di atas perlu diperjelas lagi dengan kriteria yang dapat membedakan antara pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal dengan pendidikan yang program-programnya bersifat informal dan formal. Perbedaan antara pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal dan informal dapat dikemukakan sebagai berikut. Pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal memiliki tujuan dan kegiatan yang terorganisasi, diselenggarakan di lingkungan masyarakat dan lembaga-lembaga, untuk melayani kebutuhan belajar khusus para peserta didik. Sedangkan pendidikan yang program-programnya bersifat informal tidak diarahkan untuk melayani kebutuhan belajar yang terorganisasi. Kegiatan pendidikan ini lebih umum, berjalan dengan sendirinya, berlangsung terutama dalam lingkungan keluarga, serta melalui media massa, tempat bermain, dan lain sebagainya.

Apabila kegiatan yang termasuk pendidikan yang program-programnya bersifat informal ini diarahkan untuk mencapai tujuan belajar tertentu maka kegiatan tersebut dikategorikan baik ke dalam pendidikan yang program-programnya bersifat nonformal maupun pendidikan yang program-programnya bersifat formal.

Kleis (1974) memberi batasan umum bahwa pendidikan adalah sejumlah pengalaman yang dengan pengalaman itu, seseorang atau kelompok orang dapat

(5)

memahami sesuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami Pengalaman itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok  dalam lingkungannya.

Proses belajar itu akan menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif ( penalaran,   penafsiran, pemahaman, dan penerapan informasi), peningkatan kompetensi (keterampilan intelektual dan sosial), serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan dan perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan. Proses perubahan (belajar) dapat terjadi dengan disengaja atau tidak disengaja.

Pandangan lain tentang pendidikan dikemukakan oleh   Axiin (1974), yang membuat penggolongan program-program kegiatan yang termasuk ke dalam pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan menggunakan kriteria adanya atau tidak adanya kesengajaan dari kedua pihak yang berkomunikasi, yaitu pihak  pendidik (sumber belajar atau fasilitator) dan pihak  peserta didik (siswa atau warga belajar). Pandangan pendidikan yang dikemukakan oleh Axinn ini tertuang dalam bentuk tabel:

PENDIDIK PESERTA

DIDIK

BERSENGAJA TIDAK BERSENGAJA

BERSENGAJA Pendidikan sekolah atau

Pendidikan luar sekolah

Kegiatan belajar diarahkan diri sendiri (self-directed learning)

TIDAK BERSENGAJA Pendidikan informal Belajar secara kebetulan (incidental learning)

Melalui tabel di atas dapat kita ketahui bahwa dengan adanya kesengajaan dari kedua pihak dalam proses pembelajaran merupakan ciri utama pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah dan pendidikan sekolah mempunyai ciri umum yang sama, yaitu adanya kegiatan yang disengaja dan terorganisasi. Dan keduanya merupakan subsistem dari pendidikan nasional.

(6)

Dengan membandingkan karakteristik pendidikan sekolah terhadap karakteristik  pendidikan luar sekolah (Ryan, 1972:11), sebagai ilustrasi, di satu pihak, pendidikan sekolah memiliki program berurutan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan dan dapat diterapkn secara seragam di semua tempat yang memiliki kondisi sama. Di pihak lain, pendidikan luar sekolah mempunyai program yang tidak selalu ketat dalam penyelenggaraan programnya. Program pendidikan sekolah memiliki tingkat keseragaman yang ketat, sedangkan program pendidikan luar sekolah lebih bervariasi dan lebih luwes.

3. Karakteristik Program Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah

Berdasarkan model yang digunakan Paulston (1972), dapat dibedakan karakteristik pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah sebagaimana tercantum pada tabel berikut di bawah ini:

PERBEDAAN KARAKTERISTIK PROGRAM PROGRAM PENDIDIKAN

SEKOLAH

PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH A. TUJUAN

1. Jangka panjang dan umum

Bertujuan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan umum untuk kehidupan masa depan.

2. Orientasi pada pemilikan ijazah

Hasil belajar akhir ditandai dengan pengesahan kemampuan melalui ijazah. Ijazah diperlukan untuk  memperoleh pekerjaan, kedudukan, dan/atau untuk meneruskan studi ke   jenjang berikutnya. Ganjaran atas

keberhasilan terutama diperoleh pada akhir program.

B. WAKTU

1. Jangka pendek dan khusus

Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu yang fungsional dalam kehidupan masa kini dan masa depan.

2. Kurang menekankan pentingnya ijazah

Hasil belajar, berijazah atau tidak, dapat diterapkan langsung dalam kehidupan di lingkungan pekerjaan atau masyarakat. Ganjaran diperoleh selama proses dan akhir program berwujud hasil produksi, pendapatan, keterampilan.

(7)

1. Relatif lama

Jarang selesai dalam waktu kurang dari setahun; sering melampaui batas waktu yang ditetapkan. Kadang-kadang diselesaikan lebih dari sepuluh tahun. Satu jenjang menjadi syarat untuk mengikuti jenjang yang lebih tinggi.

2. Berorientasi ke masa depan

Menyiapkan untuk masa depan kehidupan peserta didik.

3. Menggunakan waktu penuh dan terus menerus.

Karena penggunaan waku yang terus menerus maka kecil kemungkinan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan paralel rutin.

C. ISI PROGRAM

1. Kurikulum disusun secara terpusat dan seragam berdasarkan kepentingan. Lembaga di tingkat nasional. Menyusun kurikulum berupa paket dan dikenakan pada semua peserta didik sesuai dengan  jenis dan jenjang.

2. Bersifat akademis.

Kurikulum lebih memberi bobot pada ranah kognitif dan teoritis.

3. Seleksi penerimaan peserta didik  dilakukan dengan persyaratan ketat. Persyaratan masuk terutama untuk    jenjang yang lebih tinggi dilakukan melalui seleksi yang ketat (ujian) guna mengetahui kemampuan yang diperlukan.

1. Relatif singkat

Jarang lebih dari satu tahun, pada umumnya kurang dari setahun. Lama penyelenggaraan program tergantung pada kebutahan belajar peserta didik. Persyaratan untuk mengikuti program pendidikan ialah kebutuhan, minat, dan kesmpatan.

2. Menenkankan masa sekarang

Memusatkan layanan untuk  memenuhi kebutuhan peserta didik  dalam meningkatkan kemampuan sosial ekonominya.

3. Menggunakan waktu tidak terus menerus.

Waktu ditetapkan dengan berbagai cara sesuai dengan kesempatan peserta didik serta memungkinan untuk melakukan kegiatan belajar sambil bekerja atau berusaha.

1. Kurikulum berpusat pada kepentingan peserta didik.

Kurikulum bermacam ragam sesuai dengan perbedaan kebutuhan belajar peserta didik dan potensi daerahnya.

2. Mengutamakan aplikasi

Kurikulum lebih menekankan pada pemilikan keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didik dan lingkungannya

3. Pesyaratan masuk ditetapkan bersama peserta didik.

Karena program diarahkan untuk  memenuhi kebutuhan belajar dan potensi peserta didik maka kualifikasi pendidikan sekolah sering tidak  menjadi persyaratan utama.

(8)

D. PROSES PEMBELAJARAN

1. Dipusatkan di lingkungan sekolah. Kegiatan belajar dilakukan di lingkungan sekolah.

2. Terlepas dari lingkungan kehidupan peserta didik di masyarakat.

Pada waktu belajar di sekolah, peserta didik dipisahkan dari kehidupan dalam keluarga dan masyarakatnya. Program kegiatan belajar terpisah dari

kondisi social-ekonomi

masyarakatnya.

3. Struktur program yang ketat

Program pembelajaran disusun secara ketat. Waktu, kegiatan dan usia peserta didik ditetapkan secara seragam

4. Berpusat pada pendidik 

Kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh pendidik yang diberi wewenang pada jenjang pendidikan tertentu. Kegiatan belajar lebih dominan dibandingkan dengan kegiatan belajar.

5. Pengerahan daya dukung secara maksimal

Menggunakan tenaga dan sarana yang relatife mahal.

E. PENGENDALIAN

1. Dilakukan oleh pengelola di tingkat yang lebih tinggi.

1. Dipusatkan di lingkungan masyarakat dan lembaga.

Kegiatan belajar dapat dilakukan di berbagai lingkungan (komunitas, tempat kerja) atau satuan pendidikan luar sekolah (Sanggar Kegiatan Balajar, pusat latihan).

2. Berkaitan dengan kehidupan peserta didik dan masyarakat.

Pada waktu mengikuti pendidikan, peserta didik berkomunkasi dengan dunia kehidupan atau pekerjaannya. Lingkungan dihubungkan secara fungsional dengan kegiatan belajar.

3. Struktur program yang luwes

Jenis dan urutan program kegiatan belajar bervariasi. Pengembangan program dapat dilakukan sewaktu program sedang berjalan.

4. Berpusat pada peserta didik.

Kegitan pembelajaran dapat memggunakan sumber belajar dari berbagai keahlian dan juru didik. Peserta didik dapat menjadi sumber belajar. Lebih menekankan kegiatan membelajarkan dibandingkan mengajar.

5. Penghematan sumber-sumber yang tersedia

Memanfaatkan tenaga dan sarana yang terdapat di masyarakat dan lngkungan kerja dalam rangka menghemat biaya.

1. Dilakukan oleh pelaksana program. Pengendalian tidak terpusat.

(9)

Pengawasan dan keberjasilan program dikendalikan oleh pihak dari tingkat yang lebih tinggi dan diterapkan secara seragam.

2. Pendekatan berdasarkan kekuasaan Hubungan fungsional antara pendidik  dengan peserta didik menggunakan pendekatan kekuasaan, perbedaan didasarkan atas peranan dan kedudukan.

Koordinasi dilakukan lembaga-lembaga terkait. Otonomi pada tingkat program dan daerah dengan menekankan inisiatif dan partisipasi masyarakat.

2. Pendekatan demokratis.

Hubungan antara pendidik dengan peserta didik bercorak hubungan sejajar. Pembinaan program dilakukan secara demokratik.

4. Komponen, Proses dan Tujuan Pendidikan Luar Sekolah

Sebagaimana halnya pendidikan sekolah, pendidikan luar sekolah pun mempunyai komponen, proses, dan tujuan. Perbedaan komponennya terutama pada program pendidikan yang terkait dengan dunia kerja, dunia usaha, dan program yang diintegrasikan ke dalam gerakan pembangunan masyarakat (integrated community development).

Lingkungan terdiri atas unsur-unsur lingkungan yang menunjang atau mendorong berjalannya program pendidikan luar sekolah. Unsur-unsur ini meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sosial seperti teman bergaul atau teman bekerja, lapangan kerja, kelompok sosial dan sebagainya, serta lingkungan daerah yang mencakup kebijakan dan perkembangan pendidikan, sosial ekonomi dan budaya, lapangan kerja/usaha, dan potensi alam sekitar di tingkat daerah.

Sarana meliputi keseluruhan sumber dan fasilitas yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok dapat melakukan kegiatan belajar. Sarana ini termasuk juga tugas belajar atau pelatihan, metode serta kurikulum (tujuan, bahan/materi belajar, metode dan teknik, media, dan evaluasi hasil belajar), pendidik (tutor, pelatih, fasilitator, pamong belajar), tenaga kependidikan lainnya (pengelola program, peyelenggara program) fasilitas dan biaya.

Peserta didik (warga belajar) dengan berbagai ciri yang dimilikinya, yaitu karateristik internal dan karateristik eksternal. Karakteristik internal meliputi fisik, psikis

(10)

dan fungsional. Fisik meliputi jenis kelamin, usia, tinggi dan berat badan dan lain sebagainya, psikis seperti kognitif, pengalaman, sikap, minat, keterampilan, dan kebutuhan belajar, serta fungsional misalnya pekerjaan dan status sosial ekonomi. Sedangkan karakteristik eksternal berkaitan dengan lingkungan kehidupan peserta didik  seperti keadaan keluarga dalam segi ekonomi, pendidikan, status sosial, teman bergaul dan bekerja, biaya dan sarana belajar.

Proses menyangkut interaksi edukasi antara sarana (pendidik) dengan peserta didik (warga belajar). Proses ini terdiri atas kegiatan pembelajaran, bimbingan penyuluhan atau pelatihan, serta evaluasi. Kegiatan pembelajaran lebih mengutamakan peranan pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka aktif melakukan kegiatan belajar, dan bukan menekankan peranan guru untuk mengajar. Kegiatan belajar dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber, termasuk perpustakaan, pengalaman dan lingkungan sekitar tempat pembelajaran. Proses belajar dilakukan secara mandiri dan berkelompok.

Keluaran (output) merupakan tujuan antara pendidikan luar sekolah. Keluaran mencakup kuantitas lulusan yang disertai kualitas perubahan tingkah laku yang didapat melalui kegiatan pembelajaran. Perubahan tingkah laku ini mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang sesuai dengan kebutuhan belajar yang mereka perlukan.

Kinsey (1977) mengemukakan bahwa perubahan tingkah laku ini mencakup pengetahuan

(knowledge), sikap(attitude), keterampilan (skills), dan aspirasi (aspiration).

Dalam pendidikan luar sekolah, perubahan ranah psikomotor atau keterampilan lebih diutamakan disamping perubahan ranah kognitif dan afektif. Colletta dan Radcliffe (1980) membedakan lingkungan belajar, kebutuhan belajar, dan orientasi perubahan tingkah laku yang terdapat dalam ketiga lingkungan pendidikan yaitu pendidikan di lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan/atau lembaga. Pendidikan di lingkungan sekolah lebih mengutakan tujuannya untuk memenuhi kebutuhan belajar dalam ranah kognitif sehingga pengetahuan menjadi ciri utama perubahan tingkah laku peserta didik  dan lulusan. Pendidikan dalam lingkungan keluarga, lebih mengutamakan kebutuhan ranah afektif, sehingga sikap dan nilai-nilai menjadi ciri utama perolehan belajarnya melalui interaksi di dalam dan antar keluarga. Sedangkan pendidikan di lingkungan

(11)

masyarakat dan lembaga lebih mengutamakan kebutuhan ranah psikomotor sehingga perubahan kemampuan keterampilan menjadi lebih meningkat/baik.

Pengaruh (outcome atau impact) merupakan tujuan akhir program pendidikan luar sekolah. Pengaruh ini meliputi; (a) perubahan taraf hidup lulusan yang ditandai dengan perolehan pekerjaan, atau berwirausaha, perolehan atau peningkatan pendapatan, dan kesehatan; (b) membelajarkan orang lain terhadap hasil belajar yang telah dimiliki dan dirasakan manfaatnya oleh lulusan; dan (c) peningkatan partisipasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat, baik parstisipasi pikiran, tenaga, dan dana. Dengan demikian pendidikan luar sekolah memiliki komponen, proses, dan tujuan pendidikan yang saling berhubungan secara fungsional, meliputi komponen (masukan sarana, masukan mentah, masukan lingkungan), proses, dan tujuan (keluaran dan pengaruh).

B. Asal Usul Pendidikan Luar Sekolah

Kegiatan pendidikan, walaupun dalam bentuknya yang paling sederhana, yang kini dikenal dengan istilah pendidikan luar sekolah, telah hadir di dunia ini sama tuan ya dengan kehadiran manusia yang berinteraksi dengan lingkungan di muka bumi ini. Setelah jumlah manusia makin berkembang, situasi pendidikan ini muncul dalam kehidupan kelompok dan masyarakat. Kegiatan pendidikan dalam kelompok dan masyarakat elah dilakukan oleh umat manusia jauh sebelum pendidikan sekolah lahir di dalam kehidupan masyarakat.

1. Pengaruh Pendidikan Informal

Pada waktu permulaan kegadirannya, pendidikan luar sekolah dipengaruhi oleh pendidikan informal, yaitu kegiatan yang terutama berlangsung dalam keuarga. Di dalam kehidupan keluarga ini terjadi interaksi antar orang tua, antara orang tua dengan anak, dan antara anak dengan anak. Pola-pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya pada dalam kehidupan kelompok, misalnya keterampilan bercocok tanam atau membuat peralatan sederhana yang biasa digunakan. Cara- cara seperti itu digunakan pula oleh kepala suku atau kepala adat terhadap warganya atau oleh ketua tani terhadap para petani.

(12)

2. Pengaruh Tradisi di Masyarakat

Dalam masyarakat terdapat tradisi dan adat istiadat yang mendorong penduduk  untuk belajar, berusaha, dan bekerjasama atas dasar nilai-nilai budaya dan moral yang dianut oleh masyarakat itu. Seperti pesan orang tua kepada anak- cucunya: “Tuntutlah ilmu, carilah harta, jauhilah perilaku yang tidak  baik”. Tutur kata yang lain diantaranya: “Berpikirlah sejak kecil, belajar sejak kanak -kanak, untuk bekal di masa dewasa, teruslah berikhtiar dengan sabar dan tawakal, berhematlah, aturlah rejeki sehingga tatkala sedikit dapat mencukupi dan tatkala tidak banyak tapi bersisa.” Pesan lain adalah “Hidup harus banyak teman, untuk saling menolong dan saling menitipkan diri; budi dan akal diperoleh dari sesama insan”

Pesan yang terkandung didalam tutur kata tersebut mendorong penduduk untuk  melakukan kegiatan belajar, berusaha, dan bekerjasama di dalam masyarakat. Pesan itu pun memberi makna bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian kehidupan manusia yang harus dilakukan oleh setiap warga masyarakat.

3. Pengaruh Agama

Kehadiran agama dalam kehidupan masyarakat lebih melandasi lagi perkembangan pendidikan luar sekolah. Belajar membaca kitab suci, kaidah-kaidah agama, tata cara sembahyang, yang pada umumnya dilakukan di tempat-tempat peribadatan, merupakan kegiatan belajar mengajar yang mendasari situasi pendidikan luar sekolah. Dalam perkembangan selanjutnya, agama memberikan motivasi kepada masyarakat bahwa belajar itu merupakan kewajiban bagi setiap pemeluk agama, dan kegiatan belajar dilakukan di dalam dan terhadap lingkungan kehidupannya. Sebagai ilustrasi, Agama Islam memberikan dorongan kuat agar pemeluknya senantiasa belajar. Belajar ialah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah untuk dilakukan oleh setiap orang. Syarat utama yang perlu dimiliki oleh setiap individu untuk melakukan kegiatan belajar adalah kemampuan membaca. Oleh sebab itulah, wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, untuk disampaikan kepada manusia, adalah perintah untuk membaca. “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan” (Q.S. Al -„Alaq, ayat 1).

Dalam makna yang lebih luas, perintah membaca ini mendorong agar manusia menelaah petunjuk Tuhan yang tercantum dalam Kitab Suci, sebagai pedoman hidup di

(13)

dunia ini, mengkaji alam dan lingkungan kehidupan sebagai ciptaan-Nya, dan menggunakan petunjuk Tuhan itu dalam berinteraksi dengan lingkungan kehidupannya. Berdasarkan makna ini maka kemampuan membaca adalah prasyarat yang sangat penting dalam kegiatan belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dengan demikian, kegiatan belajar memiliki motivasi ibadah yaitu untuk melakukan kewajiban yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Kewajiban umat untuk belajar ini dipertegas oleh Rasulullah SAW dalam hadistnya: “  Menuntut ilmu adalah wa  jib bagi setiap Muslim pria dan wanita”.

“Tuntutlah ilmu sejak dalam buaian sampai masuk ke liang kubur”. Secara singkat dapat dipahami bahwa belajar adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam selama hidupnya.

Menurut agama, belajar adalah kunci utama untuk mencapai kemajuan dan kebahagiaan. Belajar, dalam pengertian ini adalah proses pencarian dan penguasaan ilmu untuk diterapkan dalam kehidupan.

Motivasi agama bagi manusia, untuk mengembangkan kemampuan berpikir dalam mengolah potensi alamini telah ditegaskan oleh Allah SWT: “Dan Dia (Allah)

menundukkan untukmu segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi semuanya, (sebagai suatu rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berpikir” (Q.S. Al  - Jatsiyah, 14). Dan berbagai perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka

berpikir” (Q.S. Al -Hasyr, 21)

Dalam mengembangkan kemampuan manusia di masa dating agama memberi motivasi untuk mengantarkan mereka guna memasuki ruang dan waktu yang berbeda dengan yang dialami saat ini. Untuk mengantarkan ke dalam kehidupan masa depan itu, peranan pendidikan ialah untuk membelajarkan manusia terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapinya di masa yang akan datang. Rasulullah SAW telah memberi petunjuk: “Belajarkanlah anak -anakmu karena mereka adalah makhluk, ciptaan Tuhan, yang akan memasuki jaman yang berbeda dengan keadaan jamanmu sekarang”. Petunjuk ini menegaskan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk membantu manusia dalam mengembangkan kemampuan fungsional yang diperlukan dalam kehidupan masa depan.

(14)

Berdasarkan beberaba Hadits tersebut pendidikan hendaknya dilandasi oleh kaidah-kaidah agama sehingga terjadi motivasi belajar yang bertujuan untuk memperoleh pahala dari Tuhan Yang maha Pemurah dan Maha Penyayang dengan cara menunaikan kewajiban menuntut ilmu dan untuk meningkatkan taraf hidup dan kehidupan di dunia dan mencapai kebahagiaan dalam kehidupan abadi di akhirat.

(15)

BAB III KESIMPULAN

Pendidikan laur sekolah menggarap program-program pendidikan yang berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, lapangan kerja, kewirausahaan, dan pembangunan pada umumnya. Sejalan dengan itu, pendidikan ini didasarkan atas kebutuhan pendidikan dan kebutuhan belajar yang tumbuh di masyarakat.

Pendidikan dalam pengertian umum, dapat diberi arti sebagai komunikasi terorganisasi dan berkelanjutan yang disusun untuk menumbuhkan kegiatan belajar. Berdasarkan pengertian ini pendidikan luar sekolah dan pendidikan sekolah dapat dibedakan dengan menggunakan ciri-ciri tentang adanya atau tidak adanya kesengajaan dari setiap pihak yang berkomunikasi, yaitu antara pihak pendidik atau sumber belajar dengan pihak peserta didik atau warga belajar. Proses pendidikan terjadi pula karena adanya kesengajaan dari salah satu pihak. Adanya kesengajaan dari kedua pihak ini terjadi pula pada pendidikan di sekolah.

Pendidikan menegaskan tentang perlunya pengembangan pendidikan di tiga pusat kegiatan pendidikan. Pendidikan sekolah berpusat di lingkungan sekolah, sejak jenjang sekolah dasar yang bersinambungan sampai dengan perguruan tinggi. Adapun pendidikan luar sekolah berpusat di lingkungan masyarakat, ligkungan lembaga, dan lingkungan keluarga. Singkatnya pendidikan dilakukan di tiga lingkungan pendidikan yaitu sekolah, masyarakat dan lembaga, serta keluarga.

Asal-usul subsistem pendidilan luar sekolah berakar pada kaidah-kaidah agama dan tradisi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Menurut agama, belajar adalah kunci utama untuk mencapai kemajuan dan kebahagiaan. Belajar, dalam pengertian ini adalah pencarian dan penguasaan ilmu untuk diterapkan dalam kehidupan. Hadits Nabi menjelaskan: “Barangsiapa ingin memperoleh kebaikan di dunia maka ia harus menguasai ilmu, barangsiapa ingin meraih kebahagiaan akhirat maka ia harus

(16)

menguasai ilmu, barangsiapa ingin mendapatkan kebahagiaan keduanya maka ia harus menguasai ilmu”.

Dari asal-usulnya dapat disimak bahwa pendidikan luar sekolah telah mampu mendorong kreatifitas masyarakat, sebagai contoh, banyak karya besar yang dibangun oleh bangsa Mesir kuno sampai penemuan-penemuan di tempat lain yang telah dilahirkan pada waktu sebelum pendidikan sekolah lahir di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Pendidikan luar sekolah dipandang sebagai suatu alternatif yang perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang ditimbulkan oleh pendidikan sekolah atau yang tidak dapat diatasi oleh pendidikan sekolah.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Axinn, George (1976).   Nonformal Education and Rural Development . East Lansing: Michigan State University.

Babbie, Earl R. (1980). Sociology: An Introduction. Belmont Ca: Wadsworth Publishing Co.

Callaway, A. (1973). Frontiers of Out of School Education. In Breembeck and Thompson Coombs, Phillip H., and Ahmed, Manzoor (1978). Attacking Rural Poverty: How

Nonformal Education Can Help. Baltimore: The John Hopkin Press.

Djudju Sudjana, (1988). Segi-segi Sistemik Pengembangan Pendidikan Nonformal   Menjelang Abad Ke-21. IKIP Bandung: Panitia Konvensi Pendidikan Nasional

Indonesia ke-1.

Kaplan, Abraham (1964). The Conduct of Inquiry. San Francisco Chandler. Kellog Fellow (1981), in ASPBAE Courier, 1981.

Kemp, Jerrold E. (1985). The Instructional Design Process. New York: Harper and Row Publihser.

Kinsey, David. (1978). Evaluation of Nonformal Education. Amherst: CIEUMass.

Kleis, R. (1974). Case Studies in Nonformal Education. East Lansing: Michigan State University.

Paulston, Ronald G. (1972).   Nonformal Education: An Annotated Bibliography. New York: Praeger.

Ryan, J (ed) (1972). Planning Out-of School Education for Development . Report of  Seminar, Unesco: International Institute for Educational Planning.

Sudjana,D.H. Prof. S.Pd., M.Ed., Ph.D. (2001). Pendidikan Luar Sekolah. Falah Production.

Sulaiman, Yusuf. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah.

Sihombing, U. Pendidikan Luar Sekolah: Masalah, Tantangan, Peluang.

UNESCO (1972). Learning to Be: The world of education today and tomorrow, Unesco and Harrap.

(18)

Zainuddin Arief (1987). Supervisi, Evaluasi, Monitoring dan Pelaporan PLS. Jakarta: Karunika, UT.

Referensi

Dokumen terkait

Diperkuat dengan hasil penelitian Pala (2011) yang berjudul “The Need For Character Education” bahwa pengembangan keterampilan sosialisasi dan integrasi pendidikan

Pokja Barang/Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Aceh Barat Daya akan melakukan klarifikasi dan/atau verifikasi kepada penerbit

Disusun dalam rangka untuk memperoleh gelar Magister Manajemen Pendidikan Islam (M.Pd)?. Program Pascasarjana

AICS - Inventarisasi Bahan Kimia Australia; ASTM - Masyarakat Amerika untuk Pengujian Bahan; bw - Berat badan; CERCLA - Undang-Undang Tanggapan, Kompensasi, dan Tanggung Jawab

 Timbulnya Konflik Konflik yang ditimbulkan oleh mobilitas sosial dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut. Kelompok dalam lapisan tersebut disebut kelas sosial.

Freenstra (2000) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan agroforestri sebagai pertanian berkelanjutan perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu: 1) pemilihan jenis tanaman

Areal tambak menjadi salah satu lokasi penting bagi burung, selain karena memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, areal tambak juga menjadi salah satu habitat pilihan

Berdasarkan hasil uji reliabilitas diatas menunjukan bahwa seluruh item pada variabel Kemasan dalam kuesioner mempunyai nilai Cronbach’s Alpha > 0,600 maka dapat