1
(Studi Kasus di Pengandilan Negeri Karanganyar)
Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Disusun Oleh :
EKO SUPRIYANTO S.F
C 100 070 064
FAKULTAS HUKUM
HALAMAN PENGESAHAN
Naskah Publikasi ini telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk di Publikasikan
Pembimbing I
(Darsono, S.H )
Pembimbing II
“TINJAUAN YURIDIS TENTANG AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri
Karanganyar).
Nama : Eko Supriyanto SF NIM : C 100 070 064
Jur/Fak : Hukum Universitas Muhannadiyah Surakarta
ABSTRAK
Tujuan penelitihan ini adalah untuk mengetahui penilaian hakim tentang kekuatan alat bukti akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata dalam praktek di Pengadilan Negeri Karanganyar dan pertimbangan hakim (legal reasoning) dalam menilai akta otentik yang didalilkan adanya dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang).
Dalam penelitihan ini penulis menggunakan metode pendekatan hukum sosiologis empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir.
4
ABSTRAK
The purpose of this study was to determine the judge's assessment of the strength of the evidence authentic act in the examination process in the practice of civil cases in district court of Karanganyar and judges consideration (legal reasoning) in assessing the postulated existence of an authentic deed dwaling (mistake), fraud (bedrog) or coercion (dwang).
In this study the authors used the method of empirical sociological law approach is methods of research conducted to obtain primary data and to discover the truth by using the method of inductive thinking and correspondence criterion of truth and facts used to make the process of induction and testing the truth of the correspondent is the latest facts.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Lebih kongkrit lagi dapatlah dikatakan, bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa, serta memutuskan dan pelaksanaan dari putusannya.1
Berdasarkan pengertian tersebut di atas apa yang dilakukan oleh hakim dalam rangka memperoleh kepastian dan kebenaran peristiwa itu sendiri menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH mempunyai beberapa pengertian, yaitu :
1. Membuktikan dalam arti logis yaitu memberi kepastianyang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang hingga tidak memingkinkan adanya bukti lawan.
2. Membuktikan. dalam, arti, konvensional, di. sinipun membuktikann berarti juga memberikan kepastian, hanya saja kepastian yang nisbi atau relatif sifatnya.
3. Membuktikan dalam arti yuridis, pembuktian di sini hanya beklaku bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka. Deagan demikian pembuktuan dalam arti yuridis tidak menuju kepada kebenaran mutlak, sebab ada kemungkinan jika pengakuan, kesaksian atau surat-surat itu tidak benar atau palsu atau dipalsukan maka dimungkinkan adanya bukti lawan.2
Surat akta ini ada dua macam pula yaitu surat akta otentik dan surat akta dibawah tangan. Menurut ketentuan Pasal 165 HIR akta otentik yaitu
1
Sudikno Mertokusumo, 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Hal 3.
2
6
“Akta yang dibuat oleh atau dihadapkan pejabat yang diberi wewenang untuk
itu. Merupakan bukti yang lengkap bagi kedua belah pihak dan ahli
warisannya serta orang yang mendapatkan hak dari pdanya tentang segala
hal yang tersebut dalam surat itu dan pemberitahuan saja, tetapi yang
disebutkan terakhir ini hanya sepanjang yang diberitahukan itu langsung
berhubungan dengan pokok dalam akta itu”.
Pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk membuat akta otentik itu misalnya notaris, pegawai catatan sipil, hakim, panitera, juru sita, dan sebagainya. Dalam melakukan pekerjaannya, pejabat-pejabat itu terikat pada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang sehingga merupakan jaminan untuk mempercayai pejabat itu berserta hasil pekerjaannya.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik dan menuangkan dalam penelitihan skripsi dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TENTANG
AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI PERKARA PERDATA
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)
B. Perumusan Masalah
Dengan berdasarkan pada uraian-uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan problematikanya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Hakim Dalam Menilai Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata dalam praktek di Pengadilan Negeri Karanganyar ?
otentik yang didalilkan adanya dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penilaian hakim tentang kekuatan alat bukti akta otentik dalam proses pemeriksaan perkara perdata dalam praktek di Pengadilan Negeri Karanganyar.
2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim (legal reasoning) dalam menilai akta otentik yang didalilkan adanya dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang).
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan dan menambah pengembangan ilmu pengetahuan yang telah penulis peroleh selama di bangku kuliah.
2. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul, khususnya masalah yang berhubungan dengan alat bukti akta otentik.
3. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana dibidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
E. Metodologi Penelitian
8
HASIL PENELITIHAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitihan
1. Penilaian Hakim Dalam Menilai Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik
dalam proses pemeriksaan perkara perdata dalam praktek di
Pengadilan Negeri Karanganyar.
Kekuatan alat bukti yang diperoleh oleh Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar dalam memberikan putusannya berdasarkan seberapa kuat bukti-bukti surat yang diajukan berupa foto copy, syarat-syarat yang diberi materai dilegalisasi dan bukti tersebut akan dikroscek kebenarannya dengan bukti asli surat. 3
Bahwa bukti surat Akta Otentik yang sudah dibuktikan kebenarannnya di pengadilan sesuai dengan aslinya, maka bukti itu dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan serta merta. Sesuai dengan Pasal 180 HIR Ayat (1) berbunyi “Biarpun orang membantah putusan hakim pengadilan negeri atau meminta apel, maka pengadilan negeri itu boleh
memerintahkan supaya putusan hakim itu dijalankan dahulu, jika ada surat
yang sah, suatu surat tulisan yang menurut peraturan tentang hal itu boleh
diterima sebagai bukti, atau jika ada keputusan hukuman lebih dahulu
dengan putusan hakim yang sudah menjadi tetap, demikian pula jika
dikabulkan tuntutan dahulu, lagipula di dalam perselisihan tentang hak
3
Wawancara Pribadi, Benny Eko Supriyadi, Hakim Pengadilan Negeri Karangnyar, 9 Februari
milik.” Ayat (2) berbunyi “akan tetapi hal menjalankan dahulu putusan
hakim itu sekali-kali tidak boleh diluaskan kepada penyendaraan”.
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil gugatannya kuasa penggugat dipersidangan menyerahkan alat bukti tertulis berupa foto copy surat-surat yang diberi materai sebagai berikut:
1. Foto copy surat pengadilan Somasi No. 32/Pdt.Som/1998/PN.Kray. tanggal 8 Juni 1998 kepada DJOKO TRIYANTO (P.la);
2. Foto copy Berita Acara Somasi No. 32/Pdt.Som/1998/PN.Kray. tanggal 8 Juni 1998 bahwa DJOKO TRIYANTO telah diperingatkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar (P.l.b);
3. Foto copy permohonan Somasi atas hak tanggungan peringkat I No. 992/1997 berdasarkan Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 71/Jat/1997 tertanggal 10-4-1997 (P.l.c);
4. Foto copy surat Undangan untuk memperpanjang sewa rumah dari Bank Danamon Indonesia Cabang Solo kepada Sonny Kurniawan tertanggal 21 Januari 1999 (P.2.a);
5. Foto copy surat panggilan ke II untuk memperpanjang sewa rumah dari PT. Bank Danamon Indonesia Cabang Solo kepada Sonny Kurniawan tertanggal 27 Januari 1999 (P.2.b);
6. Foto copy Pemberitahuan Pengosongan rumah dari SRI KUSPARIATI kepada NY. WAHYUNI INDAHYANI, DJOKO TRIYANTO dan NY.LIE STAUW TAN tertanggal 29 Januari 1999 (P.2.c);
7. Foto copy pemberitahuan ke II untuk mengosongkan rumah dari Sri Kuspariati tertanggal 18 Pebruari 1999 (P.2.c);
8. Foto copy dari foto copy Akta Jual Beli No. 82/JB/JTN/1998 tertanggal 26 Juni 1998 antara DJOKO TRIYANTO (penjual) dengan Nona Sri Kuspariati, SH (pembeli) dihadapan PPAT. Andrea Indirawati, SH .(P.3); 9. Foto copy pembayaran Pajak Penjualan, Jual Beli, Roya atas SHM No.
1540 Dagen, Perjanjian pengosongan, Surat kuasa pinjam nama, Sewa menyewa dan perjanjian atas nama DJOKO TRIYANTO tertanggal 24 Juni 1998 dari Kantor Notaris Sunarto, SH. (P.4.a);
10.Foto copy Nota Debet No. 15/052/021/0358/0698 tertanggal 26 Juni 1998 dari Bank Danamon Cabang Solo kepada Sonny Kurniawan (P.4.b);
11.Foto copy Relas Panggilan Somasi No. 32/Pdt.Som/1998/PN.Kray. tertanggal 30 Juni 1998 kepada Sonny Kurniawan (P.5);4
Akta otentik adalah akta yang sempurna yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yang sesuai dengan ketentuan undang-undang dan memiliki
4
10
kekuatan pembuktian yang lebih kuat dibandingkan akta di bawah tangan. Namun akta otentik dapat dibatalkan apabila ada pembuktian yang mengatakan bahwa akta otentik ternyata dibuat mengandung cacat hukum melalui pemeriksaan di persidangan. Akta otentik yang dapat dibatalkan apabila akta otentik tersebut dibuat mengandung cacat hukum misalkan suatu akta otentik berupa sertifikat tanah yang terbit secara ganda, maka sertifikat mana yang dianggap sah dan mempunyai kekuatan alat bukti yang kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan di persidangan dan memeriksa saksi-saksi yang mengetahui latar belakang dari sertifikat yang terbit.5
Dalam Putusan No. 06/Pdt.G/1999/PN. Kray. di Pengadilan Negeri Karanganyar misalkan, bahwa dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar berbendapat bahwa untuk menguatkan dalil bantahnnya, Tergugat yang telah mengajukan bukti tertulis berupa foto copy surat-surat yang telah diberi materai secukupnya dan telah dicocokkan aslinya menunnjukkan bahwa majelis hakim secara cermat telah melakukan pemeriksaan bukti surat yang diajukan para pihak. Posita dari putusan Putusan No. 06/Pdt.G/1999/PN. Kray. adalah sebagai berikut:
Kekuatan alat bukti akta otentik akan lemah bahkan dapat dibatalkan apabila dalam pemeriksaan dipersidangan, ternyata akta otentik tersebut dibuat atas dasar kekeliruan harus ada pembuktian pada waktu akta diajukan, maka dalam persidangan hakim akan bertanya apakah ada tekanan (ada unsure ketidak seimbangan) termasuk adanya penipuan dan dipaksa di bawah
5
tekanan. Jika dalam pembuatan akta otentik terbukti bahwa akta otentik itu dibuat berdasarkan kekeliruan maka akta otentik tersebut dapat dibatalkan. Untuk pembatalan akta otentik, maka harus ada yang menggugat sehingga akta tersebut batal demi hukum.6
2. Pertimbangan Hakim (legal reasoning) Dalam Menilai Akta Otentik
Yang Di dalilkan Adanya Dwaling (kekeliruan), Penipuan (bedrog) atau
Paksaan (dwang).
Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar dalam menilai suatu akta otentik yang dibuat atas dasar dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang), maka hakim memerlukan keyakinannya
bahwa akta otentik tersebut dibuat atas dasar dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) atau tidak. Para pihak wajib membuktikan dalilnya dalam persidangan sesuai dalam Pasal 1865 KUHPerdata jo Pasal 163 HIR. Pasal 1865 KUHPerdata yang berbunyi “Setiap orang yang mendalilkan sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun
membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan
membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. Pasal 163 HIR yang
menyebutkan bahwa, “Barang siapa yang mengatakan mempunyai barang suatu hak atau menyebutkkan suatu kejadian untuk meneguhkan haknya itu,
6
Wawancara Pribadi, Benny Eko Supriyadi, Hakim Pengadilan Negeri Karangnyar, 9 Februari
12
atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan
adanya hak itu atau adanya kejadian itu”. 7
Akta otentik yang dibuat atas dasar dwaling (kekeliruan) misalkan seorang notaris karena jabatannnya melakukan legalisasi jual beli atas tanah tanpa melihat secara teliti kesehatan jasmani dan rohani dari subyek hukum yang ikut menandatangani akta jual beli tersebut. Baru setelah akta jual beli tersebut dilegalisasi dan ternyata salah satu pihak merasa keberatan karena pihak lain sebagai subyek hukum ternyata baru diketahui mengalami gangguan mental sejak proses pembuatan akta otentik tersebut walaupun bisa menandatangani akta jual beli tersebut, penipuan (bedrog) misalkan bahwa subyek hukum melakukan pemalsuan KTP (Kartu Tanda Penduduk) yang sebenarnya subyek hukum belum dewasa dalam menandatangani akta otentik atau paksaan (dwang) misalkan suatu perjanjian yang tertuang di dalam akta otentik dibuat atas dasar paksaan dari orang lain maka akibatnya tidak sah, cacat hukum, dan dapat dibatalkan oleh pengadilan dan tidak sah menurut hukum. Dalam pembuatan akta otentik tidak boleh dipermainkan atau direkayasa dan harus memenuhi prosedur yang berlaku. Bagi pihak yang merasa kepentingannya dirugikan atas terbitnya suatu akta otentik, harus melalui gugatan ke pengadilan dan harus dapat menunjukkan bukti surat dan saksi-saksi.8
7
Wawancara Pribadi, Benny Eko Supriyadi, Hakim Pengadilan Negeri Karangnyar, 9 Februari
2012. 8
Menurut Penulis, hakim dalam menghindari kesalahan dalam meyakini suuatu alat bukti akta otentik maka memerlukan suatu kecermatan dan ketelitian dalam meyakini bahwa akta otentik yang diajukan para pihak dijamin keabsahannya dan tidak mengandung cacat hukum seperti dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) supaya dalam memberikan putusan atas gugatan yang diajukan para pihak dapat memberikan keadilan bagi para pihak yang bersengketa dan mampu menegakkan nilai-nilai kejujuran dan kebenaran.
Sebuah akta autentik merupakan dokumen yang sah dan dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Sempurna di sini berarti hakim menganggap semua yang tertera dalam akta merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat membuktikan bahwa isi akta pertama tersebut salah misalkan terjadi cacat hukum seperti dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang). Oleh karena itu, menurut Penulis, pembuatan sebuah akta autentik
14
15
Berdasarkan sistematika pembahasan di bab sebelumnnya, maka sampailah pada tahap kesimpulan dari jawaban rumusan masalah yang telah dibahas pada BAB III yang oleh penulis jelaskan sebagai berikut:
1. Kekuatan alat bukti yang diperoleh oleh Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar dalam memberikan putusannya berdasarkan seberapa kuat bukti-bukti surat yang diajukan berupa foto copy, syarat-syarat yang diberi materai dilegalisasi dan bukti tersebut akan dikroscek kebenarannya dengan bukti asli surat (akta autentiknya). Kekuatan alat bukti akta otentik akan lemah bahkan dapat dibatalkan apabila dalam pemeriksaan dipersidangan, ternyata akta otentik tersebut dibuat atas dasar kekeliruan. Harus ada pembuktian pada waktu akta diajukan, maka dalam persidangan hakim akan bertanya apakah ada tekanan (ada unsur ketidak seimbangan) termasuk adanya penipuan dan dipaksa di bawah tekanan. Jika dalam pembuatan akta otentik terbukti bahwa akta otentik itu dibuat berdasarkan kekeliruan maka akta otentik tersebut dapat dibatalkan. Untuk pembatalan akta otentik, maka harus ada yang menggugat sehingga akta tersebut batal demi hukum.
16
bahwa akta otentik tersebut dibuat atas dasar dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) atau tidak. Para pihak wajib membuktikan dalilnya dalam persidangan sesuai dalam Pasal 1865 KUHPerdata jo Pasal 163 HIR yang berbunyi “Setiap orang yang mendalilkan sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun
membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa,
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”.
B. Saran
Saran dan kritik yang ingin disampaikan oleh Penulis dalam penulisan skripsi ini akan penulis uraikan sebagai berikut:
1. Hendaknya terhadap para pihak yang berperkara dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri Karangnyar dalam mengajukan gugatan maupun jawaban gugatan dapat memahami arti pentingnya bukti atka aotentik aslinya. Sehingga dalam persidangan hakim dapat memiliki keyakinan tentang seberapa kuat suatu akta otentik yang dijadikan bukti dalam persidangan.
2. Terhadap hakim Pengadilan Negeri Karangnyar sebaiknya mempertahankan usaha untuk mencari keabsahan suatu akta otentik yang dibuat bebas dari dwaling (kekeliruan), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang).
18
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir, Muhammad, 1992. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
M. Yahya Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika.
Retnowulan Sutantio, Ny. dan Iskandar Oeripkartowinoto, 1986. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Alumni.
Soebekti, R., 1987. Hukum Acara Perdata. Bandung: Bina Cipta.
Soerjono Soekanto, 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Pres.
Sudikno Mertokusumo, 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Wirjono Prodjodikoro, 1980. Hukum Acara Perdata. Bandung: Bina Cipta. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata