BRANDING
KONSUMEN SUSU CAIR ULTRA MILK DI KOTA
BOGOR
Oleh
PUTRI MASITHA
H24062215
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
Putri Masitha. H24062215. Faktor-faktor yang berpengaruh pada Loyalitas Pembentuk Experiential Marketing dan Emotional Branding Konsumen Susu cair Ultra Milk di Kota Bogor. Di bawah Bimbingan Siti Rahmawati.
Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap pentingnya kesehatan berimplikasi dengan peningkatan preferensi konsumen terhadap produk-produk yang memiliki kandungan gizi yang tinggi, serta yang diolah dan dikemas secara higienis. Hal tersebut menyebabkan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk kesehatan cenderung meningkat. Salah satu peningkatan permintaan terhadap produk kesehatan tersebut adalah peningkatan permintaan pada komoditi susu dan produk turunannya. PT Ultrajaya sebagai salah satu pemain besar di industri susu dalam kemasan dan selaku produsen
brand Ultra Milk tidak cukup hanya dengan menawarkan produk berdasarkan kualitas, fungsi dan manfaat yang diberikan untuk mengungguli kompetitor-kompetitornya, tetapi mereka harus memperhatikan komunikasi dan kegiatan pemasaran yang menyentuh emosi dan perasaan konsumennya, yaitu melalui konsep pemasaran Experiential Marketing dan Emotional Branding. Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis faktor-faktor yang terbentuk berdasarkan variabel-variabel Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM)pada susu cair Ultra Milk, (2) Mengetahui faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) apa saja yang berpengaruh pada loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk di Kota Bogor, (3) Menganalisis tingkat loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk di Kota Bogor.
Penelitian ini menggunakan metode Quota Sampling untuk memperoleh kuota yang diinginkan per kecamatan pada Kota Bogor dan prosedur pencarian responden dilakukan berdasarkan convenience sampling. Uji validitas kuesioner dilakukan dengan uji Product Moment Pearson dan uji reliabilitas menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Faktor dan Analisis Tabulasi Silang (crosstab).
Berdasarkan hasil Analisis Faktor, terdapat enam faktor yang terbentuk, yaitu faktor indera, faktor hubungan, faktor komunikasi, faktor identitas visual/verbal, faktor lingkungan dan yang terakhir adalah faktor website/media elektronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk, sementara itu tingkat loyalitas konsumen Ultra Milk di Kota Bogor didominasi oleh tipe advocate.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA
LOYALITAS PEMBENTUK
EXPERIENTIAL MARKETING
DAN
EMOTIONAL BRANDING
KONSUMEN SUSU CAIR
ULTRA MILK DI KOTA BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
Pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
PUTRI MASITHA
H24062215
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Februari 1989
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Zuhaeri
Abdullah dan Anizar Desmawati. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah TK Islam Az-zahrah Palembang,
kemudian melanjutkan pendidikan ke SD Islam Az-zahrah
Palembang dan SLTP Negeri 1 Pamulang, Tangerang Selatan.
Pada tahun 2003, penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 74 Jakarta
Selatan. Tahun 2006 lulus dari SMA Negeri 74 Jakarta dan pada tahun yang sama
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) pada Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan
kelembagaan mahasiswa, penulis tergabung dalam Organisasi Mahasiswa Daerah
IAS3 (Ikatan Alumni Se-Kebayoran Lama, Se-Pesanggrahan dan Sekitarnya)
sebagai bendahara pada periode 2007/2008. Penulis juga aktif pada BEM FEM
(Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen) periode
2007/2008 sebagai staf divisi perekonomian dan kewirausahaan. Selain itu,
penulis juga tergabung dalam Komunitas Ladang Seni yang sudah
menyelenggarakan beberapa event seni di IPB.
Penulis juga aktif menjadi panitia dalam berbagai seminar dan pelatihan
yang diadakan oleh BEM FEM, Himpro Com@ (Centre of Management) dan BEM KM IPB (Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa IPB), diantaranya adalah
acara Insurance Goes To Campus, acara Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen, acara Management Event for Great Encouragement (MOVE) dan acara Olimpiade Mahasiswa IPB. Prestasi yang penulis raih selama menjadi
mahasiswa antara lain meraih juara I dalam kategori cipta lagu Sportakuler yang
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Faktor-Faktor yang berpengaruh pada Loyalitas Pembentuk Experiential Marketing dan Emotional Branding Konsumen Ultramilk di Kota Bogor” dengan baik. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor. Adapun skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan
dalam memberikan rekomendasi terkait dengan penerapan Experiential Marketing
dan Emotional Branding terhadap para konsumennya.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah
membantu proses penulisan skripsi ini. Namun, seperti lazimnya suatu penelitian,
penelitian ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritikan yang
membangun sangat diharapkan oleh penulis. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat. Terima kasih.
Bogor, Desember 2010
Penulis
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis merasa dalam menjalani dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dra. Siti Rahmawati, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan dukungan moril dalam proses penyusunan dan
penulisan skripsi ini.
2. Ir. Pramono D. Fewidarto, M.S. selaku dosen penguji ujian sidang yang telah
memberikan segala masukan, saran dan kritik yang membangun sebagai acuan
perbaikan bagi skripsi ini.
3. Raden Dikky Indrawan, S.P, MM. selaku dosen penguji ujian sidang yang
telah memberikan segala masukan, saran dan kritik yang membangun sebagai
acuan perbaikan bagi skripsi ini.
4. Dr. Ir. Syamsun, M.Sc. dan Dedy Cahyadi Sutarman, S.TP, MM. yang telah
memberikan masukan, kritik yang membangun, serta motivasi kepada penulis.
5. Dr. Ir. Jono Munandar, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik penulis dan
Ketua Departemen Manajemen, FEM IPB.
6. PT Ultrajaya yang telah mengizinkan dijalankannya penelitian.
7. Seluruh Staf Pendidik dan Staf Kependidikan Departemen Manajemen atas
segala bantuan yang diberikan.
8. Orangtua tercinta (H. Zuhaeri Abdullah dan Anizar Desmawati) atas curahan
kasih sayang dan pengorbanan yang tidak terhingga serta kepada kakak adik
penulis (Lukman Hadi dan Hairunnisa Fatimah) yang telah memberikan
dukungan, semangat dan do’a, sehingga penulis dapat menyelesaikan program Sarjana ini.
9. Teman-teman satu bimbingan skripsi, Heni, Putri Ayu, Basti, Iis, Tono, dan
Akmal yang telah berjuang bersama pada proses penyusunan skripsi.
vi
11.Teman-teman Manajemen 43 yang telah menjalani kebersamaan selama tiga
tahun ini.
12.Teman-teman seperjuangan BEM FEM 2007/2008, teman-teman komunitas
Ladang Seni (Tisondo, Reza, Ozo, Ipung, Hari, Didi, Agung, Anom),
teman-teman satu kostan Padasuka (Emil, Mery, Mutty, Mei, Intan, Molly, Nabe, Eka, Mprit, Ria, Fera, Dilla, Nase), serta teman-teman yang telah mewarnai
kehidupan kuliah penulis (Febi, Rauf, Iman, Edo, Pipit ESL, Putri Ayu, Mia,
Elsha, Jihan, Pipit IE). Terima kasih atas kebersamaan dan segala
dukungannya.
13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak
membantu penulis. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan kalian dengan
berlipat ganda.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian. Penulis
sepenuhnya menyadari skripsi ini masih terdapat kekurangan, maka segala kritik,
saran, dan masukan sangatlah diharapkan dalam evaluasi dan perbaikan. Akhir
kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi
yang berarti bagi berbagai pihak dalam menghadapi perkembangan dunia
pemasaran yang semakin pesat ini.
Bogor, Desember 2010 Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Karakteristik Susu ... 7
2.1.1 Sifat-sifat fisik dan kimiawi susu ... 8
2.1.2 Jenis Susu Cair Menurut Teknik Pemrosesan ... 11
2.1.3 Keunggulan Susu UHT ... 12
2.2. Experiential Marketing ... 13
2.2.1 Lahirnya Experiential Marketing ... 13
2.2.2 Kegunaan Experiential Marketing ... 14
2.2.3 Strategic Experiential Modules (SEMs) ... 14
2.2.4 Alat-alat Penting dari Experiential Marketing: Experiential Providers (ExPros) ... 18
2.3. Dimensi Kualitas Produk ... 19
2.4. Emotional Branding ... 20
2.5. Loyalitas Konsumen ... 21
2.6. Analisis Faktor ... ... 24
2.7. Analisis Tabulasi Silang (Crosstab) ... 26
2.8. Penelitian Terdahulu ... 26
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29
viii
3.8.4Analisis Tabulasi Silang (Crosstab) ... 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
4.3. Analisis Data Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 47
4.3.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner... 47
4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ... 47
4.4. Karakteristik Konsumen Ultramilk ... 48
4.4.1 Jenis Kelamin ... 48
4.5.2 Cara Konsumen Mendapatkan Informasi Mengenai Ultramilk ... 52
4.5.3 Frekuensi Konsumen dalam Mengkonsumsi Susu Kemasan Karton Tetrapack ... 53
4.5.4 Tempat Konsumen Melakukan Pembelian Susu dalam Kemasan Karton Tetrapack ... 54
4.5.5 Kecenderungan Konsumen dalam Mengkonsumsi Susu Kemasan Karton Tetrapack dengan Merek Berbeda ... 55
ix
4.6.1 Faktor-faktor Experiential Marketing & Emotional Branding
yang mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen
Ultra Milk di Kota Bogor ... 62
4.6.2 Normalisasi Analisis Faktor ... 66
4.7. Hasil Analisis Tabulasi Silang (Crosstab) ... 68
4.7.1 Karakteristik berdasarkan jenis kelamin dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... 68
4.7.2 Karakteristik berdasarkan usia dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... 69
4.7.3 Karakteristik berdasarkan pendapatan dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... 69
4.7.4 Karakteristik berdasarkan pengeluaran dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... . 69
4.7.5 Karakteristik berdasarkan pekerjaan dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... 69
4.7.6 Karakteristik berdasarkan pendidikan dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... 70
4.8. Tingkat Loyalitas Konsumen ... 70
4.9. Implikasi Manajerial ... 71
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
5.1. Kesimpulan ... 74
5.2. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 76
x
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Komposisi rata-rata air susu halaman ... 8
2. Skor untuk Experiential Marketing dan Emotional Branding, serta Loyalitas Konsumen ... 32
3. Proporsi pengambilan sampel per kecamatan ... 34
4. Operasionalisasi Variabel ... 35
5. Operasionalisasi Variabel dalam Pernyataan pada Kuesioner ... 36
6. Komposisi Karyawan Menurut Penempatan ... 43
7. Komposisi Karyawan Menurut Jenjang Pendidikan ... 43
8. Produk, Merek Dagang, dan Varian Rasa yang diproduksi PT Ultrajaya Tbk ... 45
9. Top of Mind Susu dalam Kemasan Karton Tetrapack ... 53
10.Sumber Informasi Mengenai Produk Susu Kemasan Karton Tetrapack ... 53
11.Frekuensi Responden Mengkonsumsi Produk Susu dalam Kemasan Karton Tetrapack ... 54
12.Tempat Pembelian Susu dalam Kemasan Karton Tetrapack ... 55
13.Merek Susu Kemasan Karton Tetrapack yang Biasa Diminati Konsumen .... 55
14.Alasan Konsumen Mengkonsumsi Merek Susu yang Berbeda ... 56
15.Alasan Konsumen Mengkonsumsi Merek Susu Tertentu ... 56
16.Urutan Nilai Communality Masing-masing Variabel ... 58
17.Total Variance Explained ... 59
18.Component Matrix (a) ... 61
19.Rotated Component Matrix(a) ..... 62
20.Hasil Proses Analisis Faktor ... 64
21.Normalisasi faktor-faktor ... 67
22.Jumlah Konsumen dari Masing-masing Tipe Loyalitas Konsumen Ultramilk di wilayah Bogor ... 71
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Strategic Experiential Modules/SEMs ... 15
2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 30
3. Struktur Organisasi PT Ultrajaya Tbk ... 42
4. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berasarkan Jenis Kelamin ... 48
5. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berasarkan Status Pernikahan ... 49
6. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berdasarkan Usia ... 49
7. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berdasarkan Pendapatan Per Bulan .... 50
8. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berdasarkan Tingkat Pengeluaran ... 51
9. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berdasarkan Pekerjaan ... 51
10. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 52
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 79
2. Hasil Perhitungan Uji Validitas dan Reliabilitas ... 83
3. Hasil Perhitungan Analisis Faktor ... 85
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat Indonesia mengenai pentingnya kesehatan, turut berimplikasi
juga terhadap peningkatan preferensi konsumen pada produk-produk yang
memiliki nilai kandungan gizi yang tinggi, serta diolah dan dikemas secara
higienis. Hal tersebut menyebabkan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap
produk-produk kesehatan cenderung meningkat. Salah satu peningkatan
permintaan terhadap produk kesehatan tersebut adalah peningkatan
permintaan pada komoditi susu dan produk turunannya. Susu merupakan
sumber kalsium, fosfor, vitamin B dan protein yang sangat baik. Selain itu,
mutu protein susu setara dengan protein daging dan telur. Protein yang
terkandung dalam susu berguna bagi tubuh manusia untuk membantu proses
pertumbuhan serta mempertahankan substansi tubuh seperti enzim, hormon,
atau jaringan-jaringan seperti organ dan otot serta membantu proses
metabolisme.
Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia sendiri mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, walaupun masih tergolong rendah
dibandingkan negara-negara lainnya. Angka tingkat konsumsi susu di
Indonesia berkisar pada 7,7 liter/kapita/tahun atau setara dengan 19 gram
perhari atau sekitar 1/10 konsumsi susu di dunia (Wirakartakusuma, 2010).
Meskipun demikian produksi susu nasional belum mampu memenuhi seluruh
kebutuhan konsumsi nasional. Pada beberapa tahun terakhir produksi susu
nasional belum mampu mengimbangi permintaan konsumen terhadap susu.
Hal ini berimbas dengan munculnya kebijakan impor pada susu dan produk
olahannya dari beberapa negara, seperti New Zealand, Australia danFilipina.
Situasi tersebut tentunya harus diantisipasi oleh produsen susu selaku
supplier susu untuk masyarakat. Meningkatnya kebutuhan konsumen terhadap susu harus diimbangi dengan meningkatnya jumlah ketersediaan
berkompetisi satu sama lain dengan berlomba-lomba menawarkan produknya
kepada konsumen. Ketatnya persaingan antar perusahaan selaku produsen
susu menyebabkan perusahaan-perusahaan tersebut harus terus berinovasi
agar unggul dalam persaingan demi mendapatkan konsumen maupun untuk
mempertahankan konsumen yang sudah ada.
Pasar industri produk susu dalam kemasan tetrapack ini ternyata telah dikuasai oleh pemain-pemain besar yang sudah tidak asing lagi di industri
susu. PT Ultrajaya menguasai 60% pangsa pasar susu UHT (Ultra High
Temperature) di Indonesia, diikuti oleh PT Frisian Flag yang menguasai
sebesar 30%, dan sisanya sebesar 10% dikuasai oleh kompetitor lainnya
(http://www.kontan.co.id/index.php/bisnis/news, 2010). Berdasarkan data tersebut, dari segi volume PT Ultrajaya telah menjadi perusahaan dengan
pangsa pasar terbesar dalam industri minuman susu dengan teknologi UHT.
Pangsa pasar PT Ultrajaya semakin bertambah pada tahun-tahun
berikutnya, brand Ultra Milk dan Buavita merupakan pemimpin pasar di Indonesia, seperti dikutip dari laporan jajak pendapat AC Nielsen untuk
perdagangan modern (berakhir 17 Juli 2007). Ultra Milk menguasai pangsa
pasar sebesar 52% dari total Kategori Susu UHT (Ultra High Temperature),
Buavita lebih dari 62% dari total kategori jus UHT (Ultra High Temperature),
Teh Kotak dan produk lain dari Ultrajaya mendapatkan 47% bagian dari Kategori Karton RTD, sedangkan Sari Asem Asli dan Sari Kacang Ijo secara
total terhitung sebesar 57% dari kategori minuman kesehatan UHT (Ultra
High Temperature) dalam karton.
PT Ultrajaya yang hadir sebagai perusahaan dengan pangsa pasar yang
cukup tinggi ini merupakan pelopor produsen minuman yang diolah dengan
metode sterilisasi berteknologi tinggi UHT (Ultra High Temperature) dan
dikemas dalam kemasan karton aseptik (Aseptic Packaging Material) yang
steril. PT Ultrajaya bergerak dalam industri makanan dan minuman,
khususnya minuman yang diproduksi dengan teknologi UHT (Ultra High
Temperature). Terdapat berbagai macam makanan dan minuman yang
diproduksi, namun PT Ultrajaya lebih memfokuskan diri dalam produksi susu
dengan merek dagang dan variasi rasa yang beragam, seperti Ultra Milk,
Susu Sekolah, Susu UKS, Susu sehat, Low Fat Hi Cal serta Ultra Mimi. Dalam hal ini penelitian akan berfokus pada susu cair Ultra Milk (white fresh
milk dan flavored fresh milk).
Meningkatnya jumlah perusahaan yang memproduksi susu
menyebabkan persaingan yang ketat antar perusahaan dalam industri, maka
PT Ultrajaya harus semakin meningkatkan performansinya dalam kancah
industri minuman susu tersebut. Seiring berkembangnya zaman dan
teknologi, perusahaan harus terus melakukan inovasi dalam diferensiasi
produknya agar dapat mengungguli para kompetitornya. PT Ultrajaya tidak
cukup hanya dengan menawarkan produk berdasarkan kualitas, fungsi dan
manfaat (feature and benefit) yang diberikan, tetapi lebih dari itu, mereka
harus memperhatikan komunikasi dan kegiatan pemasaran yang menyentuh
emosi dan perasaan konsumennya.
Penelitian mengenai penerapan konsep pemasaran Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) terhadap loyalitas konsumen Ultra Milk ini dapat membantu memberikan solusi terhadap perkembangan
pola pikir konsumen yang lebih selektif dalam memilih produk yang
diinginkannya. Konsep pemasaran Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) dapat memberikan pengalaman-pengalaman unik, positif dan mengesankan kepada konsumen melalui produknya, sehingga membuat
para konsumen dapat membedakan produk yang satu dengan yang lainnya,
baik sebelum maupun ketika sedang mengkonsumsi produk tersebut.
Kemampuan konsumen dalam membedakan produk tersebut disebabkan
konsumen telah merasakan dan memperoleh pengalaman secara langsung
melalui lima unsur experiential modules, yaitu: sense (melalui panca indera: mata, telinga, hidung, kulit, lidah), feel (perasaan), think (pikiran), act
(tindakan) dan relate (kaitan) yang memfokuskan pada penciptaan persepsi positif tertentu di pandangan konsumen. Pengalaman mengesankan tersebut
tampilannya mengesankan dan punya dimensi interaktif yang tinggi) dan juga
orang-orang yang menawarkan produk tersebut ke konsumen. Semua faktor
tersebut tercakup pada konsep pemasaran Experiential Marketing dan
Emotional Branding (EXEM) dan sangat perlu diidentifikasi bagaimana keterkaitan faktor-faktor tersebut pada produk Ultra Milk. Hal tersebut sangat penting untuk dipertimbangkan, mengingat konsumen tidak hanya menilai
produk dan jasa berdasarkan kualitas, fungsi dan manfaat yang diberikan,
tetapi lebih dari itu, mereka menginginkan komunikasi dan kegiatan
pemasaran yang menyentuh emosi dan perasaan mereka. Konsumen
menginginkan produk yang dapat menimbulkan keinginan dan kesukaan
yang mendalam, sehingga dapat menanamkan kebutuhan terhadap produk
yang ditawarkan dalam jangka panjang di dalam benak mereka dan dapat
meningkatkan loyalitas bagi konsumen yang bersangkutan.
1.2. Perumusan Masalah
Persaingan yang sangat ketat antar perusahaan pada industri minuman
susu, menuntut PT Ultrajaya selaku perusahaan besar maupun pemilik pangsa
pasar yang besar di industri susu dalam kemasan untuk mempertahankan
posisinya dengan cara merancang strategi serta menerapkannya dengan
tujuan mengungguli para kompetitornya. PT Ultrajaya harus bersaing dengan
pemain-pemain besar pada industri minuman susu, seperti Indomilk, Frisian Flag dan perusahaan lainnya yang terus menerus melakukan inovasi produk.
PT Ultrajaya membutuhkan diferensiasi produk yang baik agar dapat
mengalahkan para kompetitornya. Usaha PT Ultrajaya dalam meningkatkan
dan mempertahankan pangsa pasar tentunya tidak lepas dari pengenalan
kebutuhan konsumen yang menjadi target pasarnya. Hal ini bertujuan untuk
mendekati, mendapatkan dan mempertahankan konsumen yang loyal.
Kehadiran konsep pemasaran Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) membantu kita untuk mengetahui perubahan preferensi konsumen yang lebih berfokus pada emosi dan perasaan. Konsep ini berbeda
dari konsep pemasaran tradisional yang cenderung menekankan pentingnya
fungsi dan manfaat yang melekat pada suatu produk (fungtional features and
produknya sebaiknya menghadirkan pengalaman-pengalaman yang unik,
positif dan mengesankan kepada konsumen yang tercakup dalam konsep
Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) tersebut. Hal ini bertujuan agar konsumen tidak hanya puas terhadap produk yang ditawarkan
produsen, tetapi diharapkan agar konsumen dapat mengkonsumsi produk dalam jangka panjang dan meningkatkan loyalitas pada produk yang
bersangkutan.
Berdasarkan permasalahan tersebut dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah faktor-faktor yang terbentuk berdasarkan variabel-variabel
Experiential Marketing dan Emotional Branding pada susu cair Ultra Milk?
2. Faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) apa saja yang berpengaruh pada loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk
di Kota Bogor?
3. Bagaimana tingkat loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk di Kota
Bogor?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang terbentuk berdasarkan variabel-variabel
Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) pada susu cair Ultra Milk.
2. Mengetahui faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding
(EXEM) apa saja yang berpengaruh pada loyalitas konsumen susu cair
Ultra Milk di Kota Bogor.
3. Menganalisis tingkat loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk di Kota
Bogor.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis sebagai sarana pembelajaran dengan mempraktikkan
teori-teori yang telah dipelajari pada masa perkuliahan dan mengaplikasikannya
2. Menjadi salah satu acuan bagi perusahaan dalam menerapkan konsep
pemasaran Experiential Marketing dan Emotional Branding dengan hubungannya dalam mempertahankan loyalitas konsumen.
3. Menjadi sarana dalam menambah wawasan lebih mendalam bagi kalangan
akademisi mengenai konsep pemasaran Experiential Marketing dan
Emotional Branding (EXEM).
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) apa saja yang berpengaruh terhadap loyalitas konsumen Ultra Milk di Kota Bogor. Penyebaran
kuesioner bertujuan untuk melihat persepsi konsumen terhadap penerapan
Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) oleh PT Ultra Jaya. Selain itu, penyebaran kuesioner juga bertujuan mengukur tingkat
loyalitas konsumen, terutama pada saat pasca pembelian produk. Pengamatan
yang dilakukan pada konsumen dilakukan pada saat konsumen melakukan
pembelian produk Ultra Milk pada beberapa supermarket, minimarket dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Susu
Susu jika dilihat dari segi gizi merupakan makanan sekaligus bahan
pangan yang memiliki kandungan gizi mendekati sempurna dan merupakan
hasil sekresi dari kelenjar susu binatang mamalia (Buckle, 1988). Menurut
Buckle (1988) susu merupakan bahan pangan yang memiliki daya cerna
tinggi karena hampir seluruh bagian protein, hidrat arang dan lemak susu
dapat diserap dan digunakan oleh tubuh, selain itu susu dapat diandalkan
sebagai pemasok mineral, kalsium yang penting dan sebagai sumber vitamin,
yaitu vitamin A, B dan C. Secara kimiawi susu adalah emulsi (campuran zat
yang tidak saling larut) butiran lemak dalam cairan berbahan dasar air.
Menurut definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kandungan terbesar
dalam susu adalah air dan lemak (http://en.wikipedia.org/wiki/Emulsion).
Air susu ialah air susu sapi yang tidak dikurangi atau dibubuhi sesuatu
apapun dan diperoleh dengan pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan
sekaligus (Ressang dan Nasution 1986). Susu dapat dikategorikan sebagai
susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak
mengandung spora mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak mengandung debu
atau kotoran lainnya, mempunyai cita rasa (flavour) yang baik, serta tidak dipalsukan. Susu mengandung semua bahan-bahan yang diperlukan untuk
pertumbuhan makhluk hidup dan sebagai bahan minuman penyempurna, hal
ini disebabkan tingginya nilai gizi di dalam susu dan terdapat bahan-bahan
lain yang diperlukan dalam menghasilkan produk turunan susu itu sendiri
(milk products and dairy products). Berikut disajikan komposisi air susu
rata-rata yang dapat dilihat pada Tabel 1. Buckle (1988) menyatakan bahwa
komposisi susu dapat menjadi sangat beragam tergantung dari beberapa
faktor yang mempengaruhinya, diantaranya bergantung dari jenis ternak,
waktu pemerahan, urutan pemerahan, keragaman akibat musim, umur ternak,
penyakit, makanan ternak dan beragam faktor-faktor eksternal seperti
pemalsuan dengan air/bahan lain, aktivitas bakteri, kurangnya pengadukan
Tabel 1. Komposisi rata-rata air susu
Sumber: Ressang dan Nasution (1986)
Komponen-komponen susu yang terpenting adalah protein dan lemak.
Kandungan protein susu berkisar antara 3-5% sedangkan kandungan lemak
berkisar antara 3-8%. Kandungan energi adalah 65 kkal, dan pH susu adalah
6,7. Komposisi zat gizi yang paling tinggi di dalam air susu seberat 100 gram
adalah air, sebesar 87,90%. Air tersebut mempunyai fungsi penting, yakni
sebagai bahan sebar dari bahan-bahan kering di dalam air susu. Sejumlah
bahan kering ini akan mengapung sebagai bahan-bahan yang halus, misalnya
lemak dan bahan keju, sedangkan laktose, albumin, mineral-mineral serta
vitamin akan terlarut didalamnya.
2.1.1 Sifat-sifat Fisik dan Kimiawi susu
Seperti bahan pangan lain pada umumnya, susu juga memiliki
sifat-sifat fisik dan kimiawi. Menurut Buckle (1988) sifat-sifat-sifat-sifat fisik dan
kimiawi susu meliputi kerapatan, pH (derajat keasaman), sifat-sifat krim,
warna, cita rasa serta penggumpalan.
1. Kerapatan
Kerapatan susu bervariasi antara 1,0260 dan 1,0320 pada suhu 20°C.
Keragaman ini disebabkan karena perbedaan kandungan lemak dan
zat-zat padat bukan lemak. Kerapatan susu berangsur-angsur
meningkat dari saat pemerahan dan mencapai maksimum pada 12 jam
sesudah pemerahan. Meningkatnya kerapatan ini terutama disebabkan
karena terbebasnya gas-gas seperti CO2 dan N2 yang terdapat di dalam
susu yang baru saja diperoleh dari perahan. Kehilangan ini dapat
mencapai 4-5%. Akibatnya, jika ukuran kerapatan digunakan untuk
untuk menyingkirkan gas-gas tersebut dan kemudian didinginkan lagi
sampai 20°C untuk mengukur.
2. pH (Derajat Keasaman)
Susu segar biasanya memiliki pH yang berkisar antara 6,6-6,7 dan jika
terjadi cukup banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri, angka-angka
ini akan menurun secara nyata. Tentunya hal ini disebabkan karena
aktivitas buffer fosfat, sitrat dan protein yang biasanya ada di dalam
susu. Jika pH susu naik di atas pH 6,6-6,8 biasanya hal ini dianggap
sebagai tanda adanya mastitis pada sapi, karena penyakit ini
menyebabkan perubahan keseimbangan mineral di dalam susu.
3. Sifat-sifat Krim
Butiran-butiran lemak pada susu timbul ke permukaan bagian atas
membentuk suatu lapisan krim yang jelas. Tebal krim seringkali
dipakai sebagai petunjuk bagi richness atau mutu susu. Waktu yang diperlukan bagi naiknya krim dan tebalnya lapisan krim tergantung
pada tiga faktor yaitu banyaknya lemak, ukuran butiran lemak, dan
sampai seberapa jauh perlakuan dengan pemanasan dilakukan terhadap
susu. Susu mentah segar yang telah didinginkan hingga 4°C akan
mempunyai lapisan krim yang tebal dan maksimum. Susu yang telah
dipasteurisasi selama 15 detik pada suhu 71,7°C mempunyai lapisan krim yang sedikit lebih tipis dan tidak jelas. Susu yang dipanaskan
pada suhu 75°C akan kehilangan sifat-sifat krimnya, homogenisasi
juga merusak sifat-sifat krim tersebut.
4. Warna
Susu mempunyai warna putih kebiru-biruan sampai kuning
kecoklat-coklatan. Warna putih pada susu serta penampakannya diakibatkan
penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat dan
kalsium fosfat, sedangkan bahan utama yang member warna
kekuning-kuningan adalah karoten dan riboflavin. Jenis sapi dan jenis
5. Cita Rasa
Menurut Buckle (1988) cita rasa asli susu hampir tidak dapat
diterangkan, tetapi susu mendapatkan rasa manis dari kandungan
laktosa, sedangkan rasa asin didapatkan dari kandungan klorida, sitrat
dan garam-garam mineral lainnya. Cita rasa yang kurang normal
mudah sekali berkembang di dalam susu dan hal ini biasanya
disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
a. Fisiologis, seperti cita rasa makanan sapi misalnya alfafa, bawang
merah, bawang putih dan cita rasa algae yang akan masuk ke
dalam susu jika bahan-bahan itu mencemari makanan dan air
minum sapi.
b. Enzim yang menghasilkan cita rasa tengik karena kegiatan lipase
pada lemak susu.
c. Kimiawi, yang disebabkan oleh oksidasi lemak.
d. Bakteri yang timbul sebagai akibat pencemaran dan pertumbuhan
bakteri yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam laktat
dan hasil samping metabolik lainnya yang mudah menguap.
e. Mekanis, bila susu mungkin menyerap cita rasa cat yang
kemungkinan ada di sekitarnya, sabun dan dari larutan chlor.
6. Penggumpalan
Penggumpalan atau pengentalan merupakan salah satu sifat susu yang
paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau
penambahan asam. Enzim rennet (dadi) yang dihasilkan di dalam perut
besar anak sapi atau enzim proteolitik lain yang dihasilkan oleh bakteri
dapat menyebabkan penggumpalan susu. Sementara itu penggumpalan
oleh asam dikendalikan oleh pH. Partikel casein berada pada titik
isoelektris pada pH 4,6. Pada pH tersebut afinitas partikel terhadap air
2.1.2 Jenis Susu Cair menurut Teknik Pemrosesan
Susu cair yang dipasarkan tentunya diolah dan diproses terlebih
dahulu sebelum dikonsumsi. Pengolahan air susu bertujuan untuk
mengolah susu menjadi bahan makanan yang enak, bergizi, aroma yang
baik serta memiliki daya simpan yang lebih tahan lama. Menurut jenis
teknik pemrosesannya, susu cair terbagi menjadi empat macam, yaitu susu
mentah dalam kemasan botolan atau karton (yang tidak mengalami
pengolahan), susu pasteurisasi, susu UHT dan susu sterilisasi (Jane et al.1986). Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis teknik pemrosesan susu: 1. Susu mentah
Susu mentah adalah susu yang tidak diproses, baik pasteurisasi
(pemanasan) maupun homogenisasi (perlakuan tekanan udara terhadap
susu untuk mencegah krim terpisah dari cairan) sebelum dikonsumsi
oleh manusia (http://en.wikipedia.org/wiki/Rawmilk). Rasanya berbeda dengan susu yang telah diproses, begitu juga dengan kemudahan
cernanya, namun susu mentah lebih berisiko menyebabkan penyakit
apabila dikonsumsi, karena kemungkinan terdapat mikroorganisme
pathogen yang terkandung di dalamnya.
2. Susu Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan proses memanaskan susu baik pada suhu 62,8°C selama 30 menit (suhu relatif rendah dan waktu yang lama)
atau biasanya pada suhu 71,7°C selama 15 detik (suhu tinggi dan
waktu yang singkat). Proses pasteurisasi bertujuan untuk membunuh
organisme patogen, seperti bakteri, virus, protozoa, jamur (kapang)
dan ragi. Umur simpan susu pasteurisasi maksimal satu minggu
terhitung sejak tanggal produksi.
3. Susu UHT (Ultra High Temperature/Ultra Heat Treated)
Susu UHT diproses melalui pemanasan susu pada suhu 132°C selama
tidak kurang dari satu detik (Jane et al.1986). Literatur lain mengatakan bahwa susu UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah
menggunakan pemanasan yang sangat tinggi dan dalam waktu yang
2002). Pemanasan dengan suhu yang tinggi bertujuan untuk
membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk dan patogen) dan
spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah
kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan
rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya, sehingga
memiliki mutu yang sangat baik.
4. Susu Sterilisasi
Susu sterilisasi merupakan susu cair yang diproses menggunakan
pemanasan pada suhu tidak kurang dari 100°C. Proses sterilisasi
mematikan seluruh organisme, baik yang patogen maupun yang
menguntungkan.
2.1.3 Keunggulan Susu UHT
Menurut Astawan (2008) terdapat tiga keunggulan yang dimiliki
susu UHT dibandingkan susu pateurisasi dan susu segar. Tiga keunggulan
tersebut, yaitu:
1. Kelebihan-kelebihan susu UHT adalah waktu penyimpanannya yang
sangat panjang pada suhu kamar yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa
bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin.
2. Selain itu susu UHT merupakan susu yang sangat higienis karena
bebas dari seluruh mikroba (patogen/penyebab penyakit dan pembusuk) serta spora sehingga potensi kerusakan mikrobiologis
sangat minimal, bahkan hampir tidak ada.
3. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan
mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat
gizi, relatif tidak berubah. Sedangkan kesulitan UHT adalah
penggunaan teknologi sehingga membutuhkan peralatan yang lengkap
dan steril kndisinya. Pabrik juga perlu dijaga agar tetap pada suhu
steril, demikian pula antara pemrosesan dan pengemasan (bahan
pengemasan, pipa saluran, tangki, pompa). Tenaga ahli dibutuhkan
untuk pengoperasian mesin pabrik. Selain itu, proses sterilisasi harus
2.2. Experiential Marketing
Schmitt (1999) menyatakan bahwa experiential marketing (pemasaran yang memberikan pengalaman) ada dimana-mana. Dalam berbagai macam
pasar dari barang-barang konsumen ke produk-produk industri dan
berteknologi tinggi, perusahaan menggunakan experiential marketing untuk tujuan yang berbeda-beda. Tujuan tersebut adalah mengembangkan produk
baru, berkomunikasi dengan pelanggan, memperbaiki hubungan penjualan,
merancang jarak retail, dan membangun website.
Menurut Schmitt (1999), pengalaman adalah peristiwa khusus yang
terjadi pada orang sebagai tanggapan atas beberapa jenis rangsangan.
Pengalaman merupakan hasil pengamatan dan keterlibatan dalam
peristiwa-peristiwa yang nyata dan rekayasa. Pengalaman-pengalaman seperti itu
melibatkan bagian dalam diri yaitu indera, perasaan, pikiran dan badan.
Pengalaman melibatkan rasional dan emosional pada diri manusia. Jadi,
experiential marketing adalah kemampuan produk untuk menawarkan pengalaman emosi hingga menyentuh hati dan perasaan konsumen.
2.2.1 Lahirnya Experiential Marketing
Seiring dengan masuknya manusia ke dalam abad baru,
perusahaan-perusahaan mere-engineer diri mereka dan mendefinisikan keunggulan utama mereka, dan mereka sekarang telah siap untuk mengkapitalisasikan kekuatan baru serta mengembangkan asset mereka. Fokusnya ada pada
pertumbuhan (growth), kebangkitan (revival) dan perluasan (expansion).
Perusahaan ingin mengkapitalisasikan kesempatan yang disediakan oleh
revolusi informasi. Mereka ingin membangun merek mereka dan
menciptakan komunikasi dua arah yang terintegrasi secara global dengan
para konsumennya (Schmitt, 1999), namun pemasaran tradisional
(traditional marketing) dan konsep-konsep bisnis tidak banyak
memberikan arahan mengenai bagaimana untuk mengkapitalisasikan
munculnya Experiential Economy. Traditional marketing dikembangkan untuk merespon revolusi industri, bukan revolusi informasi, branding dan komunikasi yang kita hadapi sekarang ini. Saat ini, konsumen
image yang positif sebagai sesuatu yang mutlak ada pada sebuah produk. Apa yang mereka inginkan sekarang adalah produk, komunikasi dan
kampanye pemasaran yang menggugah indera, menyentuh hati dan
merangsang pikiran mereka. Mereka menginginkan produk dan kampanye
pemasaran yang memberikan sebuah pengalaman. Kemampuan sebuah
perusahaan untuk menciptakan sebuah pengalaman konsumen (customer
experience) yang diinginkan dan menggunakan teknologi informasi,
merek, komunikasi yang terintegrasi dan hiburan akan sangat menentukan
kesuksesan perusahaan tersebut di dalam pasar global di era baru ini.
2.2.2 Kegunaan Experiential Marketing
Experiential Marketing semakin banyak digunakan oleh
perusahaan-perusahaan untuk menciptakan experiential connection dengan
konsumennya. Experiential Marketing khususnya sangat relevan bagi perusahaan multinasional untuk mendorong terbentuknya global brands
(merek global). Experiential Marketing dapat digunakan secara menguntungkan di dalam banyak situasi,diantaranya:
1. Membangkitkan kembali merek yang telah mengalami penurunan.
2. Mendiferensiasikan sebuah produk dari para pesaingnya.
3. Menciptakan sebuah image dan identitas untuk sebuah perusahaan. 4. Mempromosikan inovasi.
5. Mendorong percobaan (trial) pembelian dan yang paling penting
adalah loyalitas konsumen.
Selain hal-hal tersebut, menurut Kartajaya (2006), konsep
experiential marketing dapat menimbulkan memorable experience yang menyebabkan pelanggan menjadi advocator setia perusahaan. Hal tersebut juga dapat menjadi pemicu buzz marketing atau cerita dari mulut ke mulut yang sangat positif bagi citra suatu merek.
2.2.3 Strategic Experiential Modules (SEMs)
Daya tarik experience jarang sekali hadir hanya dalam satu bentuk modul, sehingga lebih baik jika ditetapkan sistem kombinasi. Sehingga
merupakan lima experience yang menyusun Strategic Experience Modules
(SEMs) yang ditunjukkan pada Gambar 1:
Gambar 1. Strategic Experiential Modules/SEMs (Schmitt, 1999)
1. Sense
Sense marketing mengacu pada kelima panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, pengecapan dan sentuhan (Schmitt, 1999).
Tujuan umum dari sense marketing adalah untuk menghasilkan kenikmatan estetika (kegembiraan, keindahan, kepuasan) konsumen
melalui rangsangan panca indera. Estetika dalam lingkup pemasaran
adalah suatu cara memasarkan produk melalui rangsangan panca
indera yang menghasilkan output berupa identitas merek produk itu
sendiri. Seringkali sensory experience merupakan faktor penentu daya tarik sebuah produk. Menurut Kertajaya (2006) penggunaan multi-sensory pada panca indera akan memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan single-sensory, dan yang terpenting adalah harus bisa menjaga konsistensi pesan yang hendak
disampaikan. Kelima panca indera yang distimulasi ini diharapkan bisa
membawa masuk suatu pesan yang solid dan terintegrasi.
EXPERIENTIAL MODULES
SENSE
FEEL
THINK
ACT
2. Feel
Setelah panca indera sudah di stimulasi melalui sense, maka langkah
selanjutnya adalah tahap feel. Produsen harus mengusahakan agar pelanggannya memiliki perasaan (feel) yang baik, karena perasaan
yang baik akan menimbulkan kemudahan untuk berfikir positif
(Kertajaya, 2006). Menurut Schmitt (1999) feel adalah suatu strategi dan implementasi yang bermaksud mempengaruhi pasar atas produk
melalui media Experience Providers, untuk dapat berhasil harus dipahami bagaimana cara menciptakan suatu perasaan pada saat proses
konsumsi terhadap produk berlangsung. Tujuan utama dari Feel Marketing adalah menciptakan ikatan yang kuat antara merek dengan konsumennya. Feel Marketing terdapat pada iklan, produk, merek produk bahkan desain produk dan kemasannya. Di dalam mengelola
feel terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu mood dan emotion.
Seorang experiential marketer yang baik sebaiknya dapat membuat
mood dan emotion konsumen sama dengan apa yang diinginkannya. Metode paling ampuh untuk melaksanakan Feel Marketing yaitu: a. Diperlukan kesabaran. Sebagai contoh, dalam dunia periklanan
untuk mendapatkan awareness produk, konsumen harus
mengalami repetisi iklan karena dari repetisi tersebut akan muncul rasa familiar yang kemudian bisa berkembang menjadi perasaan
suka ataupun justru benci.
b. Kualitas prosedur diperhitungkan, kampanye iklan yang baik
biasanya dilakukan oleh orang yang memang ahli di bidangnya.
c. Menggunakan iklan sebagai media interpretasi produk,
menyampaikan pesan produk ke dalam benak konsumennya.
Dalam arti memberikan kesempatan konsumen yang tidak mampu
membeli produk untuk merasakan experience yang dimaksudkan. 3. Think
Tujuan utama dari Think Marketing adalah mendorong konsumen untuk terlibat dalam suatu pemikiran kreatif yang luas dan berdampak
merubah asumsi dan ekspetasi konsumen yang kuno. Inti dari Think Marketing adalah bagaimana cara menarik minat konsumen pada perusahaan dan produk yang ditawarkan melalui ajakan untuk berfikir
kreatif (Schmitt, 1999). Dengan kata lain konsumen dipaksa secara
halus dalam menarikkesimpulan tentang produk yang ditawarkan, dan
penting untuk diingat bahwa pemasar harus senantiasa sadar siapa
yang menjadi target pemasarannya. Kunci keberhasilan Think Campaign adalah penggabungan dari konsentrasi dan perhatian konsumen pada produk yang ditawarkan pemasar. Konsentrasi adalah
suatu keadaan pikiran dimana seseorang terfokus mendeteksi input
yang relevan dengan tujuannya. Perhatian adalah suatu keadaan pikiran
yang terjadi saat seseorang begitu mencermati secara detail dan
berupaya membedakan satu objek dengan objek lainnya.
4. Act
Act marketing didesain untuk menciptakan experience konsumen yang berkaitan dengan kondisi fisik, pola perilaku jangka panjang dan gaya
hidup sebagai manifestasi dari interaksi dengan orang lain. Pada
pemasaran tradisional seringkali diabaikan kemungkinan
diciptakannya Act Experience. Dari sisi perilaku konsumen, pemasar lebih memusatkan perhatian pada bagaimana cara mempengaruhi dan mengelompokkan perilaku dan gaya hidup konsumen daripada
memahami keseluruhan kualitas Act experience yang meliputi: a. Physical body experience
b. Life style
c. Interaction
d. Non-verbal behavior
e. Self perceptions
f. Behavioural modifications
g. Reasoned action
5. Relate
individu pada konteks sosial budaya yang lebih luas dalam
merefleksikan suatu merek. Relate Marketing seringkali menghasilkan
experience dalam bentuk sense, feel, think dan act walaupun tujuan utamanya adalah membangun relasi antara arti sosial dari produk
tersebut dengan konsumennya. Inti dari Relate Marketing adalah mengajak orang untuk bersosialisasi, berhubungan atau mempunyai
ikatan dengan orang lain atau kelompok sosial lain bahkan dengan
kebudayaannya secara keseluruhan melalui media produk tersebut.
Tujuan lain dari Relate Marketing adalah setara dengan tujuan kita mengkaitkan diri dengan orang lain yaitu memenuhi kebutuhan untuk
berada dalam suatu kelompok dan memperoleh apa yang disebut
sebagai identitas sosial.
2.2.4 Alat-alat penting dari Experiential Marketing:Experiential Providers
(ExPros)
Experience Providers (ExPros) merupakan komponen implementasi taktis dalam tahap penyelesaian pemasaran untuk menciptakan kampanye
sense, feel, think, actdan relate. Alat-alat penting yang diperlukan dalam pelaksanaan experiential marketing adalah:
a. Komunikasi, mencakup periklanan, komunikasi internal dan
eksternal perusahaan sebaik kampanye hubungan publik (public
relations) terhadap merek.
b. Identitas visual/verbal, mencakup nama, logo dan lambang.
c. Produk, mencakup desain produk, pengemasan dan penampakan
produk dan karakter merek yang digunakan sebagai bagian dari
pengemasan dan poin dari material penjualan.
d. Co-Branding (kerjasama merek), mencakup event marketing dan
sponsorship, aliansi dan partnership, perizinan, penempatan produk dalam film, kerjasama kampanye dan tipe lain dari pengaturan
kerjasama.
e. Lingkungan, mencakup bangunan, kantor, jarak pabrik, retail dan
jarak pabrik dan perdagangan.
g. Orang, mencakup sales people, perwakilan perusahaan, penyedia jasa, penyedia pelayanan pelanggan dan siapa saja yang terlibat
dengan perusahaan atau merek.
Experiential Providers tersebut dapat memberikan pemahaman baru tentang hubungan antara produk dan konsumennya. Demi mendekati,
mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal, Experiential Providers dapat menghadirkan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan. Pemasar harus dapat memutuskan Experiential Providers
mana yang akan digunakan untuk menciptakan SEMs tertentu agar dapat
menemukan Experiential image dari perusahaan atau brand secara tepat.
2.3. Dimensi Kualitas Produk
Menurut Garvin dalam Umar (2005) untuk menentukan dimensi kualitas barang, dapat melalui delapan dimensi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan
dalam membeli barang tersebut.
2. Features, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
3. Reliability, merupakan hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali
digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4. Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan
pelanggan. Konfirmasi merefleksikan derajat ketepatan antara
karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang
telah ditetapkan.
5. Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang.
6. Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk
7. Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan
refleksi dari preferensi individual.
8. Fit and finish, yaitu sifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang
berkualitas.
2.4. Emotional Branding
Emotional Branding adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk membangun kekuatan loyalitas merek, bagaimana mengikat konsumen yang
saat ini semakin kritis ke dalam tingkat emosional yang terdalam (Gobe,
2001). Menurut Gobe (2001), ada sepuluh petunjuk untuk menjadikan merek
yang emosional, yaitu:
1. Dari konsumen ke masyarakat, memberikan yang terbaik ke konsumen
pada saat pembelian walaupun tidak berhubungan langsung dengan
mereka dan membangun hubungan partnership berdasarkan hubungan yang saling menguntungkan.
2. Dari produk ke pengalaman, menciptakan produk yang mengesankan
dengan memberi nilai tambah sehingga akan terpatri atau terpelihara
dalam ingatan emosi konsumen yang paling dalam.
3. Dari kejujuran ke kepercayaan, strategi ini menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi konsumen serta memberikan prioritas utama dalam pilihan
mereka.
4. Dari kualitas ke pilihan, memberikan kualitas yang terbaik dan
mempertajam fokus (merek yang kuat akan selalu dimulai dengan
mempertajam kategori produk dan bukan memperluasnya), sehingga
membekas di benak konsumen.
5. Dari kemahsyuran ke aspirasi, menjadi dikenali tidak berarti bahwa produk
Anda juga dicintai. Anda tidak hanya memperkenalkan produk jika ingin
diminati, tetapi juga berusaha menghasilkan produk yang sesuai dengan
aspirasi/keinginan konsumen.
6. Dari identitas ke kepribadian, identitas merek adalah unik dan
persaingan, tapi ini hanyalah langkah pertama, di sisi lain ada kepribadian
merek yang istimewa karena memiliki karakter yang berkarisma dan dapat
membangkitkan reaksi emosional konsumen.
7. Dari fungsi ke perasaan, membuat identifikasi produk dengan menekankan
pada manfaat produk hanya relevan jika inovasi produk adalah
mengesankan dan menyenangkan konsumen, karena hal tersebut
memberikan manfaat yang sangat berarti sehingga menyentuh jiwa
konsumen.
8. Dari ada dimana-mana ke kehadiran, hampir tidak ada tempat di dunia ini
yang belum digunakan untuk promosi sebuah merek. Hal ini dapat kita
lihat pada papan iklan, halte bus, dinding/tembok, T-shirt, topi, mug, stadion dan sebagainya. Semua itu merupakan strategi perusahaan agar
produknya dikenal dan hadir di benak konsumen.
9. Dari konsumen ke dialog, perusahaan tidak hanya dituntut untuk
menyampaikan iklan dan pesan kepada banyak orang, namun juga dituntut
untuk menciptakan dialog/percakapan yang lebih akrab dengan konsumen.
10.Dari pelayanan ke hubungan, memberikan pelayanan yang terbaik dan
perhatian khusus bagi konsumen, sehingga akan membangun hubungan
yang langgeng dengan konsumen.
Emotional branding mengajarkan cara mengidentifikasi dan memberi kekuatan penawaran produk serta brand dan menghubungkan pada pengalaman pelanggan dengan produk serta brand, sehingga akan terbangun hubungan yang kuat antara produk serta brand dan konsumen. Hasilnya adalah membuka rahasia emotional branding, menciptakan hubungan konsumen dengan merek dan menunjukkan kejayaan baru bisnis
kita, dimana semua itu merupakan penemuan dan penerapan kekuatan cara
baru dengan menggunakan “perasaan”.
2.5. Loyalitas Konsumen
Lovelock dan Wright (2005) menyatakan bahwa loyalitas merupakan
istilah kuno yang secara tradisional telah digunakan untuk melukiskan
kesetiaan dan pengabdian antusias kepada negara, cita-cita, atau individu.
untuk melukiskan kesediaan pelanggan untuk terus berlangganan pada
sebuah perusahaan dalam jangka panjang, dengan membeli dan
menggunakan barang dan jasanya secara berulang-ulang dan lebih baik lagi
secara eksklusif, dan dengan sukarela merekomendasikan produk
perusahaan tersebut kepada teman-teman dan rekan-rekannya. Loyalitas
akan berlanjut hanya sepanjang pelanggan merasakan bahwa ia menerima
nilai yang lebih baik dibandingkan dengan yang dapat diperoleh dengan
beralih ke penyedia jasa lain.
Setiap perusahaan tentunya ingin mendapatkan konsumen dengan
loyalitas yang tinggi. Untuk itu, perusahaan harus berusaha mempertahankan
pelanggannya dengan berbagai cara. Dengan mengetahui bagaimana cara
membentuk loyalitas konsumen mulai dari mencari konsumen potensial
sampai dengan mendapatkan advocate customers, perusahaan dapat mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan keuntungan. Dalam
bukunya, Kartajaya (2006) menyatakan bahwa kata kunci untuk mengukur
kepuasan dan loyalitas pelanggan adalah rekomendasi. Loyalitas pelanggan
adalah sesuatu yang lebih daripada sekadar pembelian berulang (repeat
purchases). Banyak yang masih menyangka bahwa jika pembeli membeli
suatu produk secara terus-menerus, maka sudah pasti ia merupakan
pelanggan yang loyal. Padahal belum tentu demikian. Seseorang melakukan pembelian berulang atau rutin menggunakan jasa belum tentu dikarenakan
loyal, melainkan dapat disebabkan hal-hal lain, seperti terbatasnya pilihan
atau kurangnya informasi tentang produk lain.
Menurut Griffin (2005), loyalitas konsumen adalah suatu komitmen
yang kuat dari konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang
terhadap produk atau jasas yang disukai secara konsisten dan dalam jangka
panjang, tanpa terpengaruh oleh situasi dan usaha-usaha marketing dari
produk lain yang berusaha membuat mereka beralih untuk membeli produk
lain tersebut. Jadi loyalitas konsumen adalah suatu sikap yang berkomitmen
untuk tetap menggunakan produk atau pelayanan dari penyedia tertentu.
Membentuk konsumen menjadi konsumen yang loyal bukan hal yang
waktu cukup lama dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk
masing-masing tahap. Dengan memenuhi kebutuhan dari setiap tahap
tersebut, maka perusahaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk
membentuk calon pembelinya menjadi konsumen dan klien yang loyal.
Menurut Griffin (2005), bahwa tahapan tingkatan konsumen yang loyal
adalah:
1. Suspects (tersangka), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspects karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum mengetahui apapum
mengenai perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan.
2. Prospects (yang diharapkan), adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan barang atau jasa tertentu, dan mempunyai keyakinan
unutk membelinya. Para prospects ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang
atau jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan
barang atau jasa tersebut kepadanya.
3. Disqualified prospects ( yang tidak berkemampuan), yaitu prospek yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu tetapi tidak
mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut.
4. First time customer (pembeli baru), yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya, mereka masih menjadi konsumen baru.
5. Repeat customer (pembeli berulang-ulang), yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih.
6. Clients (pelanggan tetap), yaitu membeli semua barang atau jasa yang mereka butuhkan dan ditawarkan perusahaan, mereka membeli secara
teratur. Hubungan dengan jenis konsumen ini sudah kuat dan berlangsung
lama yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh daya tarik produk
perussahaan pesaing.
7. Advocates (pelanggan tetap dan pendukung), yaitu seperti clients akan tetapi juga mengajak teman-teman mereka yang lain agar membeli barang
Menurut Griffin (2005), dengan meningkatkan loyalitas konsumen
maka akan memberikan manfaat bagi perusahaan, setidaknya dalam
beberapa hal berikut :
1. Menurunkan biaya pemasaran, bahwa biaya untuk menarik pelanggan
baru jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mempertahankan
pelanggan yang ada.
2. Menurunkan biaya transaksi, seperti biaya negosiasi kontrak,
pemrosesan pesanan, pembuatan akun baru, dan biaya lain-lain.
3. Menurunkan biaya turn over konsumen, karana tingkat kehilangan konsumen rendah.
4. Menaikkan penjualan yang akan memperbesar pangsa pasar
perusahaan.
5. Word of mouth yang bertambah, dengan asusmsi bahwa pelanggan yang setia berarti puas terhadap produk yang ditawarkan.
6. Menurunkan biaya kegagalan, seperti biaya penggantian atas produk
yang rusak.
2.6. Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan suatu teknik untuk menganalisis tentang
saling ketergantungan (interdependence) dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit
daripada variabel yang diteliti (Suliyanto, 2005). Fungsi analisis faktor antara
lain untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat
menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel, mengidentifikasi
variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel-variabel tidak berkorelasi
dari serangkaian variabel asli yang berkolerasi, dan mengidentifikasi
beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk di analisis
dengan analisis multivariat lainnya.
Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi dalam
analisis faktor berkaitan erat dengan korelasi berikut (Suliyanto, 2005) :
Hal ini dapat diidentifikasikan dari nilai determinannya yang mendekati
nol.
2. Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien
korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Nilai kaiser-meyer-olkin measure of sampling adequacy (KMO). KMO merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi
parsialnya secara keseluruhan. Untuk dapat dilakukan analisis factor, nilai
KMO dianggap cukup apabila nilai KMO ≥ 0,5.
3. Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien
korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. MSA (measure of sampling adequacy) merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara parsial setiap
item/variabel. Untuk dapat dilakukan analisis factor, nilai MSA dianggap
cukup apabila nilai MSA ≥ 0,5. Apabila ada item/variabel yang tidak memiliki nilai MSA ≥ 0,5 variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis
faktor secara bertahap satu per satu.
4. Pada beberapa kasus, setiap variabel yang akan dianalisis dengan
menggunakan analisis faktor harus menyebar secara normal.
Kemudian proses analisis faktor dilakukan menggunakan bantuan
program SPSS 15 for Windows yang menurut Santoso (2004), memiliki garis besar tahapan sebagai berikut:
1. Pemilihan variabel yang layak dimasukan kedalam analisis faktor. Karena
analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka
seharusnya ada korelasi yang cukup kuat diantara variabel, sehingga akan
terjadi pengelompokkan. Kaiser Meyer-Olkin Measure of Sampling Adiquacy (KMO-MSA) and Barlett’s test dapat digunakan untuk keperluan tersebut. Bila angka KMO-MSA diatas 0,5, maka kumpulan
vaariabel tersebut dapat diproses lebih lanjut.
2. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ekstraksi variabel hinga
menjadi satu atau beberapa faktor. Metode pencarian faktor yang populer
3. Memperjelas apabila faktor yang terbentuk sudah secara signifikan
berbeda dengan faktor lain, maka dilakukan proses rotasi. Hal ini
dilakukan, karena biasanya faktor yang terbentuk kurang menggambarkan
perbedaan diantara faktor-faktor sehingga menyulitkan analisis.
4. Menghilangkan angka pada tabel (factor loading) yang berada dibawah 0,5
sebagai angka pembatas (Cut off Point) agar sebuah variabel dapat secara
nyata termasuk sebuah faktor. Factor loading adalah besar korelasi antara suatu variabel dengan faktornya.
5. Menamakan faktor yang terbentuk. Penamaan faktor tergantung pada
nama-nama variabel yang terkumpul pada satu faktor dan interpretasi
masing-masing analisis, sehingga sebenarnya pemberian nama bersifat
secara subjektif, karena tidak ada ketentuan pasti mengenai pemberian
nama tersebut.Kelebihan analisis faktor adalah dapat menerangkan
struktur hubungan diantara banyak variabel yang diamati dalam sejumlah
kecil faktor-faktor yang merupakan besaran acak yang tidak dapat diukur
secara langsung. Analisis ini juga memiliki kelemahan yaitu analisis ini
memiliki banyak pemecahan masalah yang dikemukakan para ahli,
sehingga akhirnya tergantung penilaian peneliti mngenai kegunaan dan
interpretabilitas ilmiahnya.
2.7. Tabulasi Silang (Crosstab)
Tabulasi silang (crosstab) merupakan salah satu bentuk statistik
deskriptif yang menyajikan data dalam bentuk tabulasi, yang meliputi baris
dan kolom (Santoso dan Tjiptono, 2001). Tabulasi silang ini memiliki ciri
adanya dua variabel atau lebih yang mempunyai hubungan secara deskriptif.
Data untuk penyajian tabulasi silang pada umumnya adalah data kualitatif,
khususnya yang berskala nominal, seperti jenis kelamin, usia, dan
sebagainya.
2.8. Penelitian Terdahulu
Studi yang telah dilakukan berkaitan dengan experiential marketing