BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1.1
1.1 Latar BelakangLatar Belakang
Pertumbuhan ekonomi yang pesat telah menimbulkan persaingan Pertumbuhan ekonomi yang pesat telah menimbulkan persaingan ekonomi yang ketat. Persaingan mengharuskan perusahaan untuk berpikir lebih ekonomi yang ketat. Persaingan mengharuskan perusahaan untuk berpikir lebih kritis dalam pemanfaatan dan pengalokasian sumber dayanya yang berarti untuk kritis dalam pemanfaatan dan pengalokasian sumber dayanya yang berarti untuk menghadapi pesaing bisnisnya, perusahaan harus memanfaatkan dan menghadapi pesaing bisnisnya, perusahaan harus memanfaatkan dan mengalokasikan sumber daya secara lebih efektif dan efisien.
mengalokasikan sumber daya secara lebih efektif dan efisien. Agar
Agar perusahaan perusahaan dapat dapat bertahan bertahan dalam dalam menghadmenghadapi api persaingan persaingan yangyang semakin ketat dan kompleks, dibutuhkan pengendalian intern yang memadai, semakin ketat dan kompleks, dibutuhkan pengendalian intern yang memadai, oleh karena itu manajemen perusahaan membutuhkan bantuan dari fungsi oleh karena itu manajemen perusahaan membutuhkan bantuan dari fungsi pemeriksaan intern atau audit internal. Untuk saat ini peran audit internal adalah pemeriksaan intern atau audit internal. Untuk saat ini peran audit internal adalah lebih mengutamakan peran
lebih mengutamakan peran consultingconsulting daripada daripada watchdogwatchdog (mencari-cari(mencari-cari kesalahan) dikarenakan paradigma lama yang sudah bergeser bahwa peran kesalahan) dikarenakan paradigma lama yang sudah bergeser bahwa peran audit internal lebih mengedepankan sifat pencegahan (
audit internal lebih mengedepankan sifat pencegahan (preventif preventif ) dan hal ini) dan hal ini tentunya dibutuhkan keterbukaan dari manajemen agar audit internal dapat tentunya dibutuhkan keterbukaan dari manajemen agar audit internal dapat mendeteksi dan memberi saran kepada manajemen atas operasional yang ada. mendeteksi dan memberi saran kepada manajemen atas operasional yang ada.
Pada prinsipnya audit internal merupakan pemeriksaan intern yang Pada prinsipnya audit internal merupakan pemeriksaan intern yang independen
independen, yang , yang ada pada suatu perusahaan dengan tujuan untuk menguji danada pada suatu perusahaan dengan tujuan untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan perusahaan yang dilaksanakan. Tujuan dari pemeriksaan mengevaluasi kegiatan perusahaan yang dilaksanakan. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah ada tugas dan tanggung jawab yang ini adalah untuk memastikan apakah ada tugas dan tanggung jawab yang diberikan telah dilaksanakan sesuai dengan yang seharusnya. Untuk itu audit diberikan telah dilaksanakan sesuai dengan yang seharusnya. Untuk itu audit internal perlu me
guna memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk ditindak lanjuti. guna memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk ditindak lanjuti. Salah satu temuan auditor int
Salah satu temuan auditor internal adalah kecuranganernal adalah kecurangan(fraud).(fraud). Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan
Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan (pressure)(pressure) untukuntuk melakukan
melakukan penyelewengan penyelewengan atau atau dorongan dorongan untuk untuk memanfaatmemanfaatkan kan kesempatankesempatan (opportunity)
(opportunity) yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Kecurangan
terhadap tindakan tersebut. Kecurangan (fraud)(fraud) sering juga disebutkan dalam sering juga disebutkan dalam istilah yang lebih umum
istilah yang lebih umum seperti pencurian, penggelseperti pencurian, penggelapan, pemalsuan dan lainnya.apan, pemalsuan dan lainnya. Biasanya kecurangan tidak mudah ditemukan. Kecurangan biasanya ditemukan Biasanya kecurangan tidak mudah ditemukan. Kecurangan biasanya ditemukan karena kebetulan maupun karena suatu hal yang disengaja. Dengan demikian karena kebetulan maupun karena suatu hal yang disengaja. Dengan demikian manajemen harus berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya kecurangan manajemen harus berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya kecurangan yang mungkin terjadi di perusahaan yang dikelolanya.
yang mungkin terjadi di perusahaan yang dikelolanya.
Untuk mengatasi potensi timbulnya kecurangan, audit internal diperlukan Untuk mengatasi potensi timbulnya kecurangan, audit internal diperlukan keberadaannya di dalam perusahaan. Audit internal bertugas untuk keberadaannya di dalam perusahaan. Audit internal bertugas untuk mengevaluasi suatu sistem dan prosedur yang telah disusun rapih, benar dan mengevaluasi suatu sistem dan prosedur yang telah disusun rapih, benar dan sistematis serta apakah telah diimplementasikan secara benar, melalui sistematis serta apakah telah diimplementasikan secara benar, melalui pengamatan, penelitian dan pemeriksaan atas pelaksaan tugas yang telah pengamatan, penelitian dan pemeriksaan atas pelaksaan tugas yang telah diberikan di setiap unit perusahaan.
diberikan di setiap unit perusahaan.
Pada beberapa perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam Pada beberapa perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam bidang pengelolaan, pendistribus
bidang pengelolaan, pendistribusian ian dan penyediaan jasa dan penyediaan jasa publik bagi publik bagi masymasyarakatarakat sebagai badan usaha, maka perusahaan harus menjalankan pengelolaan yang sebagai badan usaha, maka perusahaan harus menjalankan pengelolaan yang sehat, berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Untuk dapat memenuhi fungsi sehat, berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Untuk dapat memenuhi fungsi ekonominya yaitu optimalisasi laba maka perusahaan harus menyadari perlunya ekonominya yaitu optimalisasi laba maka perusahaan harus menyadari perlunya manajemen yang baik.
manajemen yang baik.
Pemeriksaan intern yang dilakukan oleh satuan pengawas intern akan Pemeriksaan intern yang dilakukan oleh satuan pengawas intern akan menghasilkan temuan-temuan, dan setiap temuan tersebut akan diberikan menghasilkan temuan-temuan, dan setiap temuan tersebut akan diberikan rekomendasi dan saran-saran yang diperlukan. Salah satu jenis pemeriksaan rekomendasi dan saran-saran yang diperlukan. Salah satu jenis pemeriksaan
guna memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk ditindak lanjuti. guna memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk ditindak lanjuti. Salah satu temuan auditor int
Salah satu temuan auditor internal adalah kecuranganernal adalah kecurangan(fraud).(fraud). Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan
Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan (pressure)(pressure) untukuntuk melakukan
melakukan penyelewengan penyelewengan atau atau dorongan dorongan untuk untuk memanfaatmemanfaatkan kan kesempatankesempatan (opportunity)
(opportunity) yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Kecurangan
terhadap tindakan tersebut. Kecurangan (fraud)(fraud) sering juga disebutkan dalam sering juga disebutkan dalam istilah yang lebih umum
istilah yang lebih umum seperti pencurian, penggelseperti pencurian, penggelapan, pemalsuan dan lainnya.apan, pemalsuan dan lainnya. Biasanya kecurangan tidak mudah ditemukan. Kecurangan biasanya ditemukan Biasanya kecurangan tidak mudah ditemukan. Kecurangan biasanya ditemukan karena kebetulan maupun karena suatu hal yang disengaja. Dengan demikian karena kebetulan maupun karena suatu hal yang disengaja. Dengan demikian manajemen harus berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya kecurangan manajemen harus berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya kecurangan yang mungkin terjadi di perusahaan yang dikelolanya.
yang mungkin terjadi di perusahaan yang dikelolanya.
Untuk mengatasi potensi timbulnya kecurangan, audit internal diperlukan Untuk mengatasi potensi timbulnya kecurangan, audit internal diperlukan keberadaannya di dalam perusahaan. Audit internal bertugas untuk keberadaannya di dalam perusahaan. Audit internal bertugas untuk mengevaluasi suatu sistem dan prosedur yang telah disusun rapih, benar dan mengevaluasi suatu sistem dan prosedur yang telah disusun rapih, benar dan sistematis serta apakah telah diimplementasikan secara benar, melalui sistematis serta apakah telah diimplementasikan secara benar, melalui pengamatan, penelitian dan pemeriksaan atas pelaksaan tugas yang telah pengamatan, penelitian dan pemeriksaan atas pelaksaan tugas yang telah diberikan di setiap unit perusahaan.
diberikan di setiap unit perusahaan.
Pada beberapa perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam Pada beberapa perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam bidang pengelolaan, pendistribus
bidang pengelolaan, pendistribusian ian dan penyediaan jasa dan penyediaan jasa publik bagi publik bagi masymasyarakatarakat sebagai badan usaha, maka perusahaan harus menjalankan pengelolaan yang sebagai badan usaha, maka perusahaan harus menjalankan pengelolaan yang sehat, berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Untuk dapat memenuhi fungsi sehat, berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Untuk dapat memenuhi fungsi ekonominya yaitu optimalisasi laba maka perusahaan harus menyadari perlunya ekonominya yaitu optimalisasi laba maka perusahaan harus menyadari perlunya manajemen yang baik.
manajemen yang baik.
Pemeriksaan intern yang dilakukan oleh satuan pengawas intern akan Pemeriksaan intern yang dilakukan oleh satuan pengawas intern akan menghasilkan temuan-temuan, dan setiap temuan tersebut akan diberikan menghasilkan temuan-temuan, dan setiap temuan tersebut akan diberikan rekomendasi dan saran-saran yang diperlukan. Salah satu jenis pemeriksaan rekomendasi dan saran-saran yang diperlukan. Salah satu jenis pemeriksaan
yang dilakukan pada perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam yang dilakukan pada perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam bidang pengelolaan, pendistribus
bidang pengelolaan, pendistribusian ian dan penyediaan jasa dan penyediaan jasa publik bagi publik bagi masymasyarakatarakat adalah kemungkinan adanya penyimpangan, baik secara sengaja maupun tidak adalah kemungkinan adanya penyimpangan, baik secara sengaja maupun tidak disengaja.
disengaja.
Pada tahun 2012 pihak auditor internal PT PLN (persero) Kantor Pusat Pada tahun 2012 pihak auditor internal PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawsan Internal Regional X Sulawesi menemukan suatu indikasi Satuan Pengawsan Internal Regional X Sulawesi menemukan suatu indikasi terjadinya
terjadinya FraudFraud disalah satu kantor rayon.disalah satu kantor rayon. FraudFraud yang ditemukan pihak auditor yang ditemukan pihak auditor tersebut berkaitan dengan pembohongan publik yang dilakukan oknum tersebut berkaitan dengan pembohongan publik yang dilakukan oknum perusahaan yang memberikan biaya pasang listrik baru
perusahaan yang memberikan biaya pasang listrik baru kepada pelanggan. Padakepada pelanggan. Pada saat mengevaluasi rekapitulasi pasang listrik baru, pihak auditor melakukan saat mengevaluasi rekapitulasi pasang listrik baru, pihak auditor melakukan wawancara kepada pelanggan berdaya besar untuk mengetahui berapa biaya wawancara kepada pelanggan berdaya besar untuk mengetahui berapa biaya yang dikeluarkan pelanggan tersebut pada saat pasang listrik baru. Pihak auditor yang dikeluarkan pelanggan tersebut pada saat pasang listrik baru. Pihak auditor menemukan adanya perbedaan nilai rupiah yang seharusnya dibayarkan pihak menemukan adanya perbedaan nilai rupiah yang seharusnya dibayarkan pihak pelanggan kepada perusahaan. Rencana anggaran biaya yang diberikan oknum pelanggan kepada perusahaan. Rencana anggaran biaya yang diberikan oknum perusahaan kepada pihak pelanggan tersebut tidak sesuai dengan peraturan perusahaan kepada pihak pelanggan tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia yang dikeluarkan menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia sehingga merugikan pihak pelanggan. Oknum tersebut dapat dengan mudah sehingga merugikan pihak pelanggan. Oknum tersebut dapat dengan mudah melakukan pembohongan publik ini dikarenakan masyarakat pelanggan tidak melakukan pembohongan publik ini dikarenakan masyarakat pelanggan tidak mengetahui betul mengenai peraturan yang dikeluarkan menteri energi dan mengetahui betul mengenai peraturan yang dikeluarkan menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia mengenai biaya pasang listrik baru. sumber daya mineral Republik Indonesia mengenai biaya pasang listrik baru.
Penulis melihat adanya masalah yang perlu dikaji, yaitu peranan dari Penulis melihat adanya masalah yang perlu dikaji, yaitu peranan dari audit internal, dengan sejumlah temuan yang kemungkinan atau dapat audit internal, dengan sejumlah temuan yang kemungkinan atau dapat diidentifikasi sebagai temuan kecurangan
diidentifikasi sebagai temuan kecurangan (fraud)(fraud) pada dunia perusahaan yangpada dunia perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam bidang pengelolaan, pendistribusian dan kegiatan utamanya bergerak dalam bidang pengelolaan, pendistribusian dan penyediaan jasa publik bagi masyarakat, yang diterangkan dalam sebuah karya penyediaan jasa publik bagi masyarakat, yang diterangkan dalam sebuah karya ilmiah dengan judul :
Kecurangan (fraud); Studi Kasus pada PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan, penulis menyadari bahwa akan banyak masalah yang akan timbul pada saat melaksanakan pembahasan masalah yang akan diteliti. Agar masalah yang dibahas memperoleh suatu kejelasan dan pembahasannya lebih terarah, maka penulis mengambil rumusan masalah yang berkaitan dengan bagaimana perbandingan biaya pasang listrik yang dikeluarkan oleh oknum perusahaan (manajer kantor PLN Rayon) dengan list biaya resmi dari kementerian energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia pada kasus fraud yang terdeteksi oleh auditor PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.
1.3 Tujuan Peneli tian
Dari perumusan masalah yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan biaya pasang listrik baru yang dikeluarkan oknum perusahaan dengan list biaya resmi dari kementerian energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia pada kasus fraud yang terdeteksi oleh auditor PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.
1.4 Ruang Ling kup Penalit ian
Pada penelitian ini peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada peranan audit internal di PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal (KPSPI) Regional X Sulawesi dalam menangani kasus pembohongan publik yang dilakukan oknum perusahaan pada pelanggan yang ingin memasang listrik baru.
1.5 Kegunaan Penelit ian
Penelitian ini dilakukan dan diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun secara tidak langsung bagi:
1. Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang masalah fraud yang terjadi di PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi dan cara kerja sistem pengendalian intern yang sesungguhnya.
2. Perusahaan
Penelitian ini dapat menambah informasi bagi manajemen tentang pentingnya pengaruh audit internal terhadap pencegahan fraud untuk dijadikan bahan masukan dalam penyusunan kebijakan perencanaan dan pengendalian operasi yang lebih efektif.
3. Pihak Lain
Hasil dari penelitian diharapakan akan memberikan ilmu pengetahuan dan dalam rangka pengembangan disiplin ilmu akuntansi, serta memberikan referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
1.6 Sistemati ka Penul isan BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi penjelasan mengenai landasan teori yang membahas mengenai teori-teori dan konsep-konsep umum yang akan digunakan dalam penelitian serta penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai bagaimana penelitian ini dilakukan. Dimulai dari rancangan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, hingga tahap-tahap penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai analisa data dan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dan studi kepustakaan. Dengan demikian akan diperoleh suatu hasil analisa yang akan dijadikan dasar dalam pembuatan kesimpulan dan saran penelitian ini.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian ini bagi PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengert ian Aud it
Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan utama untuk memperoleh laba disamping beberapa tujuan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua tahap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, dianalisa dan diteliti secara seksama terlebih dahulu oleh mereka yang bertanggung jawab.
Dengan makin luas dan rumitnya masalah-masalah yang ada pada perusahaan, maka ruang lingkup dan luasnya tugas yang dipikul oleh manajemen semakin bertambah besar. Oleh karena itu manajemen memerlukan alat bantu yang dapat digunakan untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya. Salah satu alat bantu dalam melaksanakan fungsi utama manajemen, fungsi pengawasan dan pengendalian adalah aktivitas audit.
Arens et al. (2008:3) mendefinisikan pengertian audit “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”.
Untuk melakukan audit harus tersedia informasi dalam bentuk yang dapat diverifikasi dan beberapa standar (kriteria) yang digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi tersebut dan memiliki banyak bentuk. Para auditor secara rutin melakukan audit atas informasi yang dapat diukur termasuk laporan keungan perusahaan dan SPT pajak penghasilan federal perorangan. Auditor
juga mengaudit informasi yang lebih subjektif seperti efektifitas sistem komputer dan efisiensi operasi manufaktur.
2.1.1 Jenis-j enis Aud it
Beberapa jenis audit dilakukan untuk memastikan bahwa proses operasi didalam perusahaan telah berjalan sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku serta pengelolaan terhadap sumber daya dalam p roses tersebut berjalan secara efektif dan efisien.
Menurut Bayangkara (2011:2-3) terdapat beberapa jenis-jenis audit, yaitu: 1. Pada audit kepatuhan (compliance audit), auditor berusaha mendapatkan
dan mengevaluasi informasi untuk menentukan apakah pengelolaan keuangan, operasi atau aktivitas yang lain dari suatu entitas telah sesuai denga kriteria, kebijakan atau regulasi yang mendasarinya.
2. Dalam audit internal (internal auditing) auditor melakukan penilaian secara independen dengan berbagai aktivitas dalam memberikan jasanya kepada perusahaan. Secara lengkap Institute of Internal Auditing (IIA) mendefinisikan audit internal sebagai: “an independent appraisal activity established within an organization to exemine and evaluate is activitie s as a service to the organization. The object of Internal Auditing is to assist members in the organization in the effective discharge of their duties”.
Dari definisi di atas sudah jelas bahwa kegiatan penilai independen yang dibentuk dalam organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan sebagai pelayanan kepada organisasi. Tujuan dari audit internal adalah untuk membantu anggota dalam organisasi dalam melaksanakan tugasnya dengan efektif.
3. Audit operasional (operation auditing) memfokuskan penilaiannya kepada efisiensi dan efektifitas operasi suatu entitas. Lebih lanjut AICPA mendefinisikan operational auditing sebagai: “a systematic review of an organization activities...in relation to specified objective. The purpose of the engagement may be: (a) to asses performance, (b) to identify opportunities fot improvement, and (c) to develop recommendation for improvement or further action”.
Dari definisi di atas sudah jelas bahwa review sistematis dari suatu kegiatan organisasi dalam kaitannya dengan tujuan tertentu. Tujuan dari keterlibatan mungkin: (a) untuk menilai kinerja, (b) untuk mengidentifikasi peluang untuk perbaikan dan (c) untuk mengembangkan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.
4. Audit keuangan (financial auditing) merupakan audit yang paling tua dan paling populer. Audit ini dilaksanakan dengan melakukan pengkajian dan penilaian terhadap sistem pelaporaan akuntansi dan keuangan. Dilihat dari prosedur ketersediaan dan teknik audit, audit jenis ini merupakan jenis audit yang memiliki prosedur dan teknik yang paling lengkap dan baku. Disamping pelaksanaan auditnya telah dipimpin dengan norma audit yang standar, karena dikeluarkan oleh asosiasi profesi dibidangnya, juga objek yang diaudit telah dipimpin oleh suatu prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum(general accepted accounting principle-GAAP).
Dari berbagai jenis audit yang dilakukan kecuali audit keuangan, keseluruhan audit memiliki tujuan yang (hampir) sama yaitu menilai bagaimana manajemen mengoprasikan perusahaan, mengelola sumber daya yang dimiliki,
meningkatkan efisiensi proses dalam mencapai tujuan perusahaan secara taat asas.
2.2 Audi t Internal
2.2.1 Pengert ian Aud it Internal
Audit internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Perlunya konsep audit internal dikarenakan bertambah luasnya ruang lingkup perusahaan. Oleh karena itu semakin besar suatu perusahaan maka semakin l uas pula rentang pengendalian yang dipikul pimpinan, sehingga manajemen harus menciptakan suatu pengendalian intern yang efektif untuk mencapai suatu pengelolaan yang optimal dengan mempertimbangkan manfaat dan biayanya. Audit internal yang dilakukan dalam suatu perusahaan merupakan kegiatan penilaian dan verifikasi atas prosedur-prosedur, data yang tercatat berdasarkan atas kebijakan dan rencana perusahaan, sebagai salah satu fungsi dalam upaya mengawasi aktivitasnya. Aktivitas audit internal menjadi pendukung utama untuk tercapainya tujuan
pengendalian internal. Ketika melaksanakan kegiatannya, audit internal harus bersifat objektif dan kedudukannya dalam perusahaan adalah independen.
Pengertian audit internal yang didefinisikan The Institute of Internal Auditors dalam Standards for The Proffesionals Practice of Internal Auditing yang dikutip oleh Ratliff et al. (1996) dan Moeller dan Witt (1999) : “Internal Audit is an independent appraisal function established within an organization t o exemine and evaluate its activities as a service to the organization”.
Pengertian tersebut menyatakan bahwa audit internal merupakan suatu fungsi penilaian yang independen yang ditetapkan dalam organisasi untuk
menguji dan mengevaluasi aktivitasnya sebagai suatu pelayanan terhadap organisasi.
Sedangkan Valery G. Kumat (2011:35) mendefinisikan audit internal adalah: “Audit internal adalah agen yang paling ‘pas’ untuk mewujudkan internal control, risk management dan good corporate governance yang pastinya akan memberi nilai tambah bagi sumber daya dan perusahaan”.
Dari definisi di atas sudah jelas bahwa audit internal merupakan jaminan, independen, obyektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan prosesgovernance.
2.2.2 Tujuan Audi t Internal
Menurut Hery (2010:39) tujuan dari audit internal adalah : “Audit internal secara umum memiliki tujuan untuk membantu segenap anggota manajemen dalam menyelesaikan tanggung jawab mereka secara efektif, dengan memberi mereka analisis, penilaian, saran dan komentar yang objektif mengenai kegiatan atau hal-hal yang diperiksa”.
Untuk mencapai keseluruhan tujuan tersebut, maka auditor harus melakukan beberapa aktivitas sebagai berikut :
1. Memeriksa dan menilai baik buruknya pengendalian atas akuntansi keuangan dan operasi lainnya.
2. Memeriksa sampai sejauh mana hubungan para pelaksana terhadap kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan.
3. Memeriksa sampai sejauh mana hubungan para pelaksana terhadap kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan.
4. Memeriksa kecermatan pembukuan dan data lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan.
5. Menilai prestasi kerja para pejabat/pelaksana dalam menyelesaikan tanggung jawab yang telah ditugaskan.
Adapun aktivitas dari audit internal yang disebutkan di atas digolongkan kedalam dua macam, diantaranya :
1. Financial auditing
Kegiatan ini antara lain mencakup pengecekan atas kecermatan dan kebenaran segala data keuangan, mencegah terjadinya kesalahan ataufraud dan menjaga kekayaan perusahaan.
2. Operational auditing
Kegiatan pemeriksaan ini lebih ditujukan pada operasional untuk dapat memberikan rekomendasi yang berupa perbaikan dalam cara kerja, sistem pengendalian dan sebagainya.
2.2.3 Peranan Audi t Internal
Mengingat pentingnya peran pengawasan terhadap tindak fraud, maka audit internal menjadi satu-satunya unit kerja yang paling tepat melakoninya. Karena itu, peran audit internal yang selama ini selalu berkaitan dengan urusan physical control harus sudah bergeser dari sekedar terkesan sebagai “provoost” perusahaan menjadi unit yang mampu berperan dalam pencegahan sekaligus pendeteksian fraud.
Menurut BPKP (2008:43) peran yang ideal bagi audit internal yaitu sebagai berikut:
1. Peran audit internal dalam pencegahan fraud 2. Peran audit internal dalm pendeteksianfraud
Audit internal dituntut untuk waspada terhadap setiap hal yang menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya fraud, yang mencakup:
1. Identifikasi titik-titik kritis terhadap kemungkinan terjadinyafraud.
2. Penilaian terhadap sistem pengendalian yang ada, dimulai sejak lingkungan pengendalian hingga pemantauan terhadap penerapan sistem pengendalian. Seandainya terjadi fraud, audit internal bertanggung jawab untuk membantu manajemen mencegah fraud dengan melakukan pengujian dan evaluasi keandalan dan efektivitas dari pengendalian, seiring dengan potensi risiko terjadinya fraud dalam berbagai segmen. Tidak hanya manajemen puncak, audit internal juga harus mendapat sumber daya yang memadai dalam rangka memenuhi misinya untuk mencegah fraud.
Tanggung jawab audit internal dalam rangka mendeteksi kecurangan, selama penugasan audit termasuk:
1. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang kecurangan, dalam rangka mengidentifikasi indikasi-indikasi yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh anggota organisasi.
2. Memiliki sensitivitas yang berkaitan dengan kemungkinan adanya kesempatan terjadi kecurangan.
3. Melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator yang mungkin dapat memberikan peluang terjadinya kecurangan dan menentukan apakah perlu diadakan investigasi lanjutan.
5. Melakukan penilaian kembali terhadap pelaksanaan pengendalian di lingkungan dimana terjadinya tindak kecurangan dan selanjutnya menentukan upaya untuk memperkuat pengendalian di dalamnya.
2.2.4 Kom petensi Audi t Internal
Melihat banyak beban yang harus dipikul oleh tim audit internal, maka dapat diidentifikasi kebutuhan yang sesuai akan kompetensi dasar (basic competency) yang sama bagi para auditor. Menurut Kumaat (2011: 25-27) dijelaskan kompetensi audit internal mulai dari head of department hingga para pelaksana sebagaimana penulis uraikan berikut ini:
1. Soft Competency – Audit Internal : Menentukan Sosok Audit yang Ideal Kepribadian atau karaktek positif yang kuat sekarang ini diakui sebagai penentu keberhasilan seseorang dalam meniti karier, lebih dari bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Sosok audit internal yang ideal harus memiliki keunikan tersendiri, yaitu perpaduan karakter yang jarang dijumpai pada posisi/profesi lain. Karena harus independen dalam mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan akar masalah hingga mengeluarkan rekomendasi solusi, integritas menjadi hal yang tidak dapat ditawar. Secara kasat mata orang-orang seperti ini umumnya dijumpai dengan kemiripan ciri dalam hal: a. Sangat berminat dengan topik-topik meyangkut religoisitas, spriritualitas,
humanitas, filsafat, atau te rtarik berdiskusi tentang masalah keadilan. b. Memiliki prinsip hidup dan pendirian teguh, yaitu hasil bentukan dari
pengalaman hidup yang lebih banyak gejolak ketimbang kisah sukses. c. Menampilkan gaya hidup yang cenderung sederhana dengan tingkat
persistensi dan disiplin diri yang relatif tinggi dan konsisten yang sudah teruji oleh waktu.
Selanjutnya, karena sifat pekerjaan auditor yang harus selalu berinteraksi dengan berbagai tipe manusia, bahkan mempengaruhi orang lain, auditor mau tidak mau juga harus memiliki aura kepemimpinan yang memadai. Kumaat (2011:26) berpendapat bahwa pemimpin bisa berasal dari bakat (borned to be a leader ) maupun hasil pembentukan (leader by learning experience). Secara umum orang-orang ini terlihat dari ciri-ciri:
a. Minat yang tinggi atau pengalaman yang konsisten, mulai dari masa sekolah/kuliah hingga meniti karier, terlibat dalam aktivitas organisasi. b. Relatif dewasa (matured) dibanding rekan sebayanya, serta memiliki
kepercayaan diri (self confidance) dan kemandirian (self-driven) yang relatif tinggi.
c. Memiliki kemampuaninterpersonal relation, empathy, danteamworkyang baik, yang juga ditopang oleh lingustic intelligence yang baik, khususnya fasih secara moral (terlihat saat berdiskusi atau ketika tampil sebagai public speaker ).
2. Hard Competency – Audit Internal : Menentukan Bobot Auditor
Meskipun Soft Competency memegang peranan penting, auditor juga dituntut memiliki tingkat berpikir, pengetahuan, dan keterampilan (Hard Competency) di atas rata-rata, tepatnya sebuah kombinasi kompetensi yang terdiri dari Analytical Thinking,Multi-Dimensional Knowledge, dan Advisory Skill.
Dalam menjalankan perannya, auditor tidak hanya dituntut mengenal setiap business process (sistem kerja) yang sedang berjalan maupun yang lazim berlaku, tetapi juga harus mampu:
a. Mengidentifikasi setiap critical point di dalamnya, serta setiap kemungkinan logis dari praktek yang tidak memadai pada titik-titik tersebut.
b. Menganalisis perubahan, penyimpangan, bahkan potensi risiko yang ada. c. Membuktikan root cause yang sebenarnya dan mengukur besarnya
negative impact situasi yang sudah/mungkin terjadi.
Tuntutan berpikir analitis ini tidak dapat dihindarkan mengingat audit internal harus berada di garis depan dalam mengembangkan risk management perusahaan. Auditor juga dituntut memiliki kapasitas Intellectual Knowledge yang memadai agar dapat inline dengan wawasan berpikir dan pengetahuan yang dimiliki paraauditee. Pengetahuan yang dikuasai setidaknya harus mampu:
a. Menunjangvalue added bagi bisnis maupun fungsi audit
b. Mengikuti perkembangan dunia bisnis dan bidang pengawasan dari waktu ke waktu (contextual).
Karena itu, auditor tidak boleh hanya berbekal pengetahuan dasar auditing saja (accounting financial management, statistic, dan sebagainya), apalagi sekedar mengandalkan hasil studi/pelatihan formal (yang terkadang tidak link & match dengan dinamika kebutuhan bisnis), tetapi juga bersedia menjelajah secara self learning setiap informasi di luar serta pengalaman di dalam institusi bisnis, baik yang bersifat technical maupun managerial, terkait seluruh bidang yang ditekuni para auditee (IT, supply-chain,strategy management, marketing, dan sebagainya).
Secara umum ada 3 tingkatan yang diharapkanauditee dari diri auditor: a. Memiliki kecakapan teknis yang baik, paling tidak sepadan dengan yang
dimiliki oleh auditee, khususnya dalam urusan administrasi/pengendalian pekerjaan atau dalam menjalankan proses sebuah sistem. Auditor harus dapat menunjukkan metode yang lebih efektif/efisien ketimbang yang dijalankan olehauditee.
b. Memiliki kecakapan supervisory yang tidak hanya terkait dengan penguasaan instrumen pengawasan (standar dan peraturan kerja, sistem reward & punishment, dan sebagainya), tetapi juga pemahaman terhadap prinsip-prinsipinterpersonal skilldan leadershipyang baik.
c. Memiliki kecakapan komunikasi yang handal, tidak hanya dalam hal meyakinkanauditee tentang urgensi persoalan atau potential risk beserta dampaknya, tetapi juga dapat menunjukkan alasan mengapa saran/rekomendasi yang diberikan benar-benar applicable, bahkan sebagai best practicebagiauditee.
2.2.5 Standar Profesi onal Audit Internal
Menurut Hery (2010:73) standar profesional audit internal terbagi atas empat macam diantaranya yaitu:
1. Independensi
Audit internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa. Auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian audit internal sangat penting terutama dalam memberikan penilaian yang tidak memihak (netral). Hal ini hanya dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif dari para audit internal. Status organisasi audit internal harus dapat memberikan keleluasaan bagi audit internal dalam menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan secara maksimal.
2. Kemampuan Professional
Kemampuan profesional wajib dimiliki oleh auditor internal. Dalam setiap pemeriksaan, pimpinan audit internal haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki pengetahuan dan kemampuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti akuntansi, ekonomi, keuangan, statistik, pemrosesan data elektronik, perpajakan, dan hukum yang memang diperlukan unutk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.
b. Pengawasan
Pimpinan audit internal bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terhadap segala aktivitas pemeriksaan yang dilakukan oleh para stafnya. Pengawasan yang dilakukan sifatnya berkelanjutan, yang dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan penyimpulan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pengawasan yang dimaksud mencakup:
a) Memberikan instruksi kepada para staf audit internal pada awal pemeriksaan dan menyetujui program-program pemeriksaan.
b) Apakah program pemeriksaan yang telah disetujui dilaksanakan, kecuali bila terdapat penyimpangan yang dibenarkan atau disalahkan.
1. Menentukan apakah kertas kerja pemeriksaan telah cukup untuk mendukung temuan pemeriksaan, kesimpulan-kesimpulan, dan laporan hasil pemeriksaan.
2. Meyakinkan apakah laporan pemeriksaan tersebut akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif dan tepat waktu.
c. Ketelitian profesional
Audit internal harus dapat berkerja secara teliti dan melaksanakan pemeriksaan. Audit internal harus mewaspadai berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan, kelalaian, ketidakefektifan, pemborosan dan konflik kepentingan.
3. Lingkup pekerjaan
a. Keandalan informasi
Audit internal haruslah menguji sistem informasi tersebut, dan menentukan apakah berbagai catatan, laporan finansial dan laporan operasional perusahaan mengandung informasi yang akurat, dapat dibuktikan kebenarannya, tepat waktu, lengkap, dan berguna.
b. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur dan ketentuan perundang-undangan
Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan sistem, yang dibuat dengan tujuan memastikan pemenuhan berbagai persyaratan, seperti kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan perundang-undangan. Audit internal bertanggung jawab untuk menentukan apakah sistem tersebut telah cukup efektif dan apakah berbagai kegiatan yang diperiksa telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan.
c. Perlindungan aktiva
Audit internal harus meninjau berbagai alat atau cara yang digunakan untuk melindungi aktiva perusahan terhadap berbagai jenis kerugian, seperti kerugian yang diakibatkan oleh pencurian dan kegiatan yang
illegal. Pada saat memverifikasi keadaan suatu aktiva, audit internal harus menggunakan prosedur pemeriksaan yang sesuai dan tepat. d. Penggunaan sumber daya
Audit internal harus dapat memastikan keekonomisan dan keefisienan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Audit internal bertanggung jawab untuk:
1. Telah menetapkan suatu standar operasional untuk mengukur keekonomisan dan keefeisienan
2. Standar operasional tersebut telah dipahami dan dipenuhi 3. Berbagai penyimpangan dari standar operasional telah
diidentifikasi, dianalisis dan diberitahukan kepada berbagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan perbaikan
4. Tindakan perbaikan dilakukan e. Pencapaian tujuan
Audit internal harus dapat memberikan kepastian bahwa semua pemeriksaan yang dilakukan sudah mengarah kepada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan a. Perencanaan kegiatan pemeriksaan
Audit internal harus terlebih dahulu melakukan perencanaan pemeriksaan dengan meliputi:
1. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan
2. Memperoleh informasi dasar tentang objek yang akan diperiksa 3. Penentuan tenaga yang diperlukan dalam menjalankan
4. Pemberitahuan kepada pihak yang dipandang perlu
5. Melakukan survei secara tepat untuk lebih mengenali bidang atau area yang akan diperiksa
6. Penetapan program pemeriksaan
7. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil pemeriksaan disampaikan
8. Memperoleh persetujuan atas rencana kerja pemeriksaan. b. Pengujian dan pengevaluasian
Audit internal harus melakukan pengujian dan pengevaluasian terhadap semua informasi yang ada guna memastikan ketepatan dari informasi tersebut yang nantinya akan digunakan untuk pemeriksaan. c. Pelaporan hasil pemeriksaan
Audit internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Laporan yang dibuat haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu. Objektif adalah laporan yang faktual, tidak berpihak, dan terbebas dari distorsi. Laporan yang jelas adalah laporan yang mudah dimengerti dan logis. Laporan yang singkat adalah laporan yang diringkas langsung membicarakan pokok permasalahan dan menghindari berbagai perincian yang tidak diperlukan. Laporan yang konstruktif adalah laporan yang berdasarkan isi dan sifatnya akan membantu pihak yang diperiksa dan organisasi serta menghasilkan berbagai perbaikan yang diperlukan. Laporan yang tepat waktu adalah laporan yang pemberitaannya tidak ditunda dan mempercepat kemungkinan pelaksanaan berbagai tindakan yang koreksi dan efektif. Audit internal
juga harus langsung melaporkan hasil pemeriksaannya kepada pimpinan dan karyawan lain apabila membutuhkan.
d. Tindak lanjut pemeriksaan
Audit internal harus secara terus menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut untuk memastikan apakah suatu tindakan perbaikan telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut audit internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh menejemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan.
2.3 Fraud
2.3.1 Pengertian Fraud
Pada umumnya dikenal dua tipe kesalahan, yaitu kekeliruan (errors) dan ketidakberesan (irregulatiries).Errors merupakan kesalahan yang timbul sebagai akibat tindakan yang tidak disengaja yang dilakukan oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan teknis perhitungan, pemindahbukuan daln lain-lain. Sedangkan irregularities merupakan kesalahan yang sengaja dilakukan oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan material terhadap penyajian laporan keuangan, misalnya kecurangan (fraud).
Tindakfraud adalah “manusia” dengan berbagai alasan dari dalam dirinya untuk melakukan tindakan tercela (Kumaat, 2011:135). Adapun pengertian fraud menurut BPKP (2008:11) adalah sebagai berikut:
“Dalam istilah sehari-hari, fraud dimaknai sebagai ketidakjujuran. Dalam terminologi awam fraud lebih ditekankan pada aktivitas penyimpangan perilaku yang berkaitan dengan konsekuensi hukum, seperti penggelapan, pencurian
dengan tipu muslihat, fraud pelaporan keuangan, korupsi, kolusi, nepotisme, penyuapan, penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain”.
Sedangkan Tunggal (2012:169) mengartikan fraud adalah sebagai berikut:
“Fraud is an advantage gained by unfair or wrong ful means, an infraction of the rules of fair trade; a false representation of fact made knowingly; without belief in its truth, recklessly, not caring whether it i s true or false”.
Pada dasarnya fraud merupakan tindakan yang melanggar hukum dan bisa merugikan berbagai pihak. Fraud merupakan suatu hal yang sangat sulit diberantas, bahkan korupsi di Indonesia sudah dilakukan secara sistematis sehingga perlu penanganan yang sistematis. Akan tetapi kita harus optimis bahwa bisa dicegah atau paling tidak bisa dikurangi dengan menerapkan pengendalian anti fraud.
Dari beberapa uraian di atas dapat diketahui bahwa fraud berarti suatu item tidak dimasukkan sehingga menyebabkan informasi tidak benar, apabila suatu kesalahan adalah disengaja maka kesalahan tersebut merupakan fraud (fraudulent). Fraud auditing hendaknya disebut dengan istilah audit atas fraud , yang dapat didefinisikan sebagai audit khusus yang dimaksudkan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan atau fraud atas transaksi keuangan. Fraud auditing termasuk dalam audit khusus yang berbeda dengan audit umum terutama dalam hal tujuan yaitu fraud auditing mempunyai tujuan yang lebih sempit (khusus) dan cenderung untuk mengungkap suatu fraud yang diduga terjadi dalam pengelolaan asset/aktiva.
2.3.2 Kon dis i Penyebab Fraud
Tunggal (2012:10) menyatakan bahwa terdapat beberapa kondisi penyebabfraud, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Insentif atau tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukanfraud.
b. Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukanfraud
c. Sikap atau rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur.
Dari pernyataan di atas, jelas bahwa kondisi penyebab fraud itu diantaranya disebabkan oleh adanya intensif/tekanan, kesempatan, dan juga sikap atau rasionalisasi. Insentif yang umum bagi perusahaan untuk memanipulasi laporan keuangan adalah menurunnya prospek keuangan perusahaan.
2.3.3 Faktor-f aktor Pendorong Terjadinya Fraud
Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan dan dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Faktor pendorong fraud boleh diartikan sebagai pola pemanfaatan “kesempatan/peluang” untuk mengambil keuntungan melalui cara-cara yang merugikan.
Kumaat (2011:139) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadinyafraud adalah sebagai berikut:
1. Desain pengendalian internalnya kurang tepat, sehingga meninggalkan “celah” risiko.
2. Praktek yang menyimpang dari desain atau kelaziman (common business sense) yang berlaku.
3. Pemantauan pengendalian yang tidak konsisten terhadap implementasi business process.
4. Evaluasi yang berjalan terhadap business process yang berlaku.
Simanjuntak (2008:4) dalam Nur Asiah (2012) menyatakan terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu:
1. Greed(keserakahan). 2. Opportunity (kesempatan). 3. Need (Kebutuhan).
4. Exposure(pengungkapan).
Greed dan need termasuk dalam faktor individu yang merupakan hal bersifat sangat personal dan diluar kendali perusahaan sehingga sulit sekali dapat dihilangkan oleh ketentuan perundang-undangan. Dengan adanya alasan kebutuhan ditambah dengan motivasi yang mendorongnya, maka sikap serakah seseorang akan cenderung melanggar ketentuan dan aturan.
Opportunity dan Exposure disebut sebagai faktor genetik karena merupakan faktor yang masih didalam kendali perusahaan sebagai korban perbuatan fraud. Pada umumnya terdapatnya kesempatan akan mendorong seseorang untuk berbuat fraud kerena pelaku cenderung berpikir bahwa kapan lagi ada kesempatan jika tidak sekarang. Sementara exposure berkaitan dengan proses pembelajaran berbuat curang karena menganggap sanksi terhadap pelaku fraud tergolong ringan sehingga para karyawan perusahaan tidak merasa takut apabila melakukan fraud. Pada umumnya faktor pendorong seseorang melakukan tindakan fraudadalah tekanan, baik itu tekanan finansial maupun non
finansial yang didukung dengan adanya kesempatan karena perusahaan tidak menindak tegas pelaku fraud sehingga tidak membuat efek jera bagi para pelaku fraud.
2.3.4 Pencegahan Fraud
Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka akan berakibat fatal bagi perusahaan. Untuk itu, manajemen perusahaan harus mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud.
Pencegahan fraud menurut BPKP (2008:37) merupakan upaya terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebabfraud (fraud triangle) yaitu:
1. Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk berbuat kecurangan. 2. Menurunkan tekanan pada pegawai agar ia mampu memenuhi
kebutuhannya.
3. Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas tindakanfraud yang dilakukan.
Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh perusahaan dapat memperkecil peluang terjadinya fraud karena setiap tindakan fraud dapat terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh perusahaan. Setiap karyawan tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud yang dapat merugikan banyak pihak.
2.3.5 Tujuan Penc egahan Fraud
Adanya penerapan Good Corporate Governance membuat sejumlah perusahaan mengeluarkan kebijakan terkait dengan upaya pencegahan fraud.
Salah satu cara tersebut adalah dengan memberikan kesempatan kepada audit internal untuk mendeteksi dan mencegah fraud yang mungkin terjadi dalam lingkungan organisasi. Apabila teknik p encegahan fraud berjalan baik dan efektif akan membuat citra positif bagi perusahaan karena meningkatnya kepercayaan publik.
Menurut BPKP (2008:38) pencegahan fraud yang efektif memiliki lima tujuan yaitu:
1. Preventation, yaitu mencegah terjadinya fraud secara nyata pada semua lini organisasi.
2. Deterence, yaitu menangkal pelaku potensial bahkan tindakan untuk yang bersifat coba-coba.
3. Discruption, yaitu mempersulit gerak langkah pelaku fraud sejauh mungkin.
4. Identification, yaitu mengidentifikasi kegiatan beresiko tinggi dan kelemahan pengendalian.
5. Civil action prosecution, yaitu melakukan tuntutan dan penjatuhan sanksi yang setimpal atas perbuatanfraud kepada pelakunya.
Fraudmerupakan suatu masalah di dalam perusahaan dan harus dicegah sedini mungkin, Tunggal (2012:59) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tata kelola untuk mencegahfraud diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Budaya Jujur dan Etika yang Tinggi
Riset menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mencegah dan menghalangi fraud adalah mengimplementasikan program serta pengendalian antifraud , yang didasarkan pada nilai-nilai inti yang dianut perusahaan. Nilai-nilai semacam itu menciptakan lingkungan yang
dapat menggunakan nilai itu untuk mengarahkan tindakan mereka. Nilai-nilai itu membantu menciptakan budaya jujur dan etika yang menjadi dasar bagi tanggung jawab pekerjaan para karyawan. Menciptakan budaya jujur dan etika yang tinggi mencakup lima unsur:
a. MenetapkanTone at the Top
Manajemen dan dewan direksi bertanggung jawab untuk menetapkan “Tone at the Top” terhadap perilaku etis dalam perusahaan. Kejujuran dan integritas manajemen akan memperkuat kejujuran serta integritas karyawan di seluruh organisasi. Tone at the Top yang dilandasi kejujuran dan integritas akan menjadi dasar bagi kode etik perilaku yang lebih terinci, yang dapat dikembangkan untuk memberikan pedoman yang lebih khusus mengenai perilaku yang diperbolehkan dan dilarang.
b. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif
Dari riset yang dilakukan terlihat bahwa pelanggaran lebih jarang terjadi bila karyawan mempunyai perasaan positif tentang atasan mereka ketimbang bila mereka merasa diperalat, diancam, atau diabaikan. Tempat kerja yang positif dapat mendongkrak semangat karyawan, yang dapat mengurangi kemungkinan karyawan melakukan fraud terhadap perusahaan.
c. Mempekerjakan dan Mempromosikan Pegawai yang Tepat
Agar berhasil mencegah fraud , perusahaan yang dikelola dengan baik mengimplementasikan kebijakan penyaringan yang efektif untuk mengurangi kemungkinan mempekerjakan dan mempromosikan orang-orang yang tingkat kejujurannya rendah, terutama yang akan menduduki jabatan yang bertanggung jawab
atau penting. Kebijakan semacam itu mungkin mencakup pengecekan latar belakang orang-orang yang dipertimbangkan akan dipekerjakan atau dipromosikan menduduki jabatan yang bertanggung jawab atau penting. Pengecekan latar belakang memverifikasi pendidikan, riwayat pekerjaan, serta referensi pribadi calon karyawan, termasuk referensi tentang karakter dan integritas. Setelah seorang pegawai diangkat, evaluasi yang berkelanjutan atas kepatuhan pegawai itu pada nilai-nilai dan kode perilaku perusahaan juga akan mengurangi kemungkinanfraud.
d. Pelatihan
Semua pegawai baru harus dilatih tentang ekspektasi perusahaan menyangkut perilaku etis pegawai. Pegawai harus diberi tahu tentang tugasnya untuk menyampaikan fraud aktual atau yang dicurigai serta cara yang tepat untuk menyampaikannya. Selain itu, pelatihan kewaspadaan terhadap fraud juga harus disesuaikan dengan tanggung jawab pekerjaan khusus pegawai itu, misalnya, pelatihan yang berbeda untuk agen pembelian dan penjualan.
e. Konfirmasi
Sebagian perusahaan mengharuskan pegawainya untuk secara periodik mengkonfirmasikan tanggung jawabnya mematuhi kode perilaku. Pegawai diminta untuk menyatakan bahwa mereka memahami ekspektasi perusahaan serta sudah mematuhi kode perilaku, dan mereka tidak mengetahui adanya pelanggaran. Konfirmasi tersebut akan membantu mengokohkan kebijakan kode perilaku dan juga membantu menghalangi pegawai melakukan fraud atau pelanggaran etika lainnya.
2. Tanggung jawab Manajemen untuk Mengevaluasi Pencegahan Fraud Fraud tidak mungkin terjadi tanpa adanya kesempatan untuk melakukannya dan menyembunyikan perbuatan itu. Manajemen bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan mencegah fraud, mengambil langkah-langkah yang teridentifikasi untuk mencegah fraud, serta memantau pengendalian internal yang mencegah dan mengidentifikasifraud.
3. Pengawasan oleh Komite Audit
Komite audit mengemban tanggung jawab utama mengawasi pelaporan keuangan serta proses pengendalian internal organisasi. Dalam memenuhi tanggung jawab ini komite audit memperhitungkan potensi diabaikannya pengendalian internal oleh manajemen serta mengawasi proses pencegahan fraud oleh manajemen, dan program serta pengendalian anti fraud. Komite audit juga membantu menciptakan “tone at the top” yang efektif tentang pentingnya kejujuran dan perilaku etis dengan mendukung toleransi nol manajemen terhadapfraud.
2.3.6 Metod e Pencegahan Fraud
BPKP (2008:38) menyatakan beberapa metode pencegahan yang lazim ditetapkan oleh manajemen mencakup beberapa langkah berikut:
1. Penetapan kebijakan antifraud. 2. Prosedur pencegahan baku. 3. Organisasi.
4. Teknik pengendalian. 5. Kepekaan terhadap fraud.
Kebijakan unit organisasi harus memuat a high ethical tone dan harus dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk mencegah tindakan-tindakan fraud dan kejahatan ekonomi lainnya. Seluruh jajaran manajemen dan karyawan harus mempunyai komitmen yang sama untuk menjalankannya sehingga kebijaksanaan yang ada akan dilaksanakan dengan baik. Pada dasarnya komitmen manajemen dan kebijakan suatu instansi/organisasi merupakan kunci utama dalam mencegah dan mendeteksi fraud. Namun demikian, harus pula dilengkapi dengan prosedur penanganan pencegahan secara tertulis dan ditetapkan secara baku sebagai media pendukung.
Adanya komite audit yang independen menjadi nilai plus karena unit audit internal mempunyai tanggung jawab untuk melakukan evaluasi secara berkala atas aktivitas organisasi secara berkesinambungan. Bagian ini juga berfungsi untuk menganalisis pengendalian intern dan tetap waspada terhadap fraud saat melaksanakan audit.
Sistem yang dirancang dan dilaksanakan secara kurang baik akan menjadi sumber atau peluang terjadinya fraud, yang pada gilirannya menimbulkan kerugian finansial bagi organisasi sehingga diperlukan teknik-teknik pengendalian dan audit yang efektif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraud. Kerugian dan fraud dapat dicegah pula apabila organisasi atau instansi mempunyai staf yang berpengalaman sehingga mereka peka terhadap sinyal-sinyal fraud.
Karena fraud merupakan suatu masalah di dalam perusahaan dan harus dicegah sedini mungkin, Pickett (2001:614-618) mengemukakan beberapa metode pencegahan yang harus dilakukan adalah:
1. Good recruitment procedures 2. Independent checks over work
3. Regular staff meetings
4. An employee code of conduct 5. Good communication
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa beberapa teknik pencegahan fraud dapat dilakukan dengan prosedur yang tepat dalam perusahaan karena hal ini merupakan langkah awal untuk mencegah fraud. Prosedur yang tepat tidak berarti tanpa dukungan karyawan yang berkerja dalam perusahan. Oleh karena itu, dibutuhkan audit yang independen terhadap karyawan. Untuk menciptakan hubungan yang baik antara manajemen dengan karyawan, manajemen harus sering mengadakan pertemuan yang dimanfaatkan untuk menyampaikan pendapat atau keluhan-keluhan yang dihadapi. Dari pertemuan yang telah dilakukan, tingkah laku masing-masing karyawan dapat diketahui sehingga terjalin komunikasi yang baik antara kedua belah p ihak.
2.4 Penelit ian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan acuan yang bersumber dari penelitian-penelitian sebelumnya, yang dijadikan pembanding untuk pengembangan penelitian ini. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut.
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Amalia (2013) yaitu “Pengaruh Audit Internal Terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud (kecurangan) studi kasus pada Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Jawa Barat”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaruh audit internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat sudah cukup memadai. Hal ini ditandai dengan terdapat komitmen yang kuat antara pengurus, pegawai untuk melaksanakan kebijakan anti fraud sehingga pencegahan fraud di
unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat berjalan efektif dan audit internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah melaksanakan tanggung jawab untuk melakukan evalusi berkala dan aktivitas organisasi secara berkesinambungan di GKPRI Jawa Barat. Hal ini memudahkan audit internal (pengawas) dalam melakukan pengawasan agar tidak terjadifraud.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Wardhini (2010) yaitu “Peranan Audit Internal Dalam Pencegahan Kecurangan(Fraud)Studi Kasus pada PT.PLN
(persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa peranan audit internal dalam pencegahan kecurangan(Fraud) studi kasus pada PT.PLN (persero) distribusi Jawa Barat dan Banten sudah memadai, hal ini dikarenakan kegiatan audit telah dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan tujuan audit dalam menilai keefektifan sistem pengendalian intern. Audit internal juga telah bertanggung jawab atas penyediaan informasi mengenai cukup efektifnya sistem pengendalian intern tersebut, audit internal juga sudah mampu mengidentifikasi kemungkinan terjadinya fraud melalui bukti-bukti yang cukup dan kompeten.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancang an Penelit ian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif. Studi ini dilakukan untuk mengetahui peranan audit internal terhadap pencegahan fraud di PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi. Studi deskriptif ini bertujuan untuk memberikan kepada peneliti sebuah riwayat atau untuk menggambarkan aspek-aspek yang relevan dengan fenomena perhatian dari persfektif seseorang, organisasi atau lainnya (Sekaran, 2010:159).
Penelitian ini pun termasuk kedalam penelitian terapan (applied research), dimana penelitian ini dilakukan berkenaan dengan kenyataan-kenyataan praktis, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh penelitian dasar dalam kehidupan nyata. Penelitian ini berfungsi untuk mencari solusi tentang masalah-masalah tertentu yang hasilnya dapat secara langsung diterapkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Jenis investigasi dalam penelitian ini adalah korelasional, dimana penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan variable penting yang berkaitan dengan masalah. Studi korelasional yang dilakukan di dalam PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi ini disebut juga studi lapangan atau field study (Sekaran, 2010:170). Penelitian ini dilakukan dalam situasi tidak diatur, sama seperti studi korelasi pada umumnya. Adapun unit analisis yang digunakan untuk merujuk pada tingkat kesatuan data yang dikumpulkan selama tahap analisis data selanjutnya adalah unit analisis
3.2 Kehadiran Peneliti
Penelitian ini merupakan studi korelasional yang dilakukan dalam lingkungan alami organisasi dengan intervensi minimum oleh peneliti dan arus kerja yang normal (Sekaran, 2010:166). Sehingga di dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti bertindak sebagai non-participant observer. Peneliti bertindak sebagai pengamat penuh. Pengamatan tersebut berbentuk penilaian terhadap hasil wawancara dan dokumentasi terhadap objek penelitian. Kehadiran peneliti sebagai pengamat penuh ini sebelumnya telah diketahui oleh objek penelitian melalui surat izin penelitian.
3.3 Lok asi Penelitian
Lokasi penelitian ini yaitu PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.
3. 4 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan satu jenis data, yaitu data kualitatif. Data kualitatif adalah hasil pengamatan yang berbentuk kategori dan bukan bilangan (Nuryanti, 2012). Dalam penelitian ini data kualitatifnya berupa dokumentasi dan hasil wawancara terhadap objek penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan dua sumber data, yaitu: 1. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil
dokumentasi dan wawancara oleh peneliti terhadap objek penelitian. 2. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil dokumentasi
yang dilakukan oleh objek penelitian maupun dari pihak lain yang memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan.
3. 5 Teknik Pengumpu lan Data
Untuk memperoleh informasi dan data yang akan dikelolah dalam penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1. Penelitian kepustakaan (library research)
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih.
2. Penelitian lapangan (field research)
Untuk memperoleh data, maka peneliti mengadakan penelitian ke PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi dengan melakukan hal-hal sebagai be rikut:
a. Wawancara (interview)
Merupakan suatu tanya jawab langsung kepada informan yang dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer dan informasi yang diperlukan.
b. Dokumentasi (documentation)
Merupakan suatu pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi dari PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.
3. 6 Teknik Analis a Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa data kualitatif. pendekatan penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang sifatnya deskriktif. Prosedur penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku objek yang diamati. Pendekatan ini diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan dan
perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, atau organisasi tertentu. Penelitian sebuah fenomena berdasarkan dari data yang ada, bukan dari teori. Landasan teori hanya digunakan sebagai penopang fokus penelitian. Pendekatan ini berangkat dari suatu teori dan gagasan para ahli, kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta pemecahannya.
3. 7 Tahap-Tahap Penelit ian
Tahapan-tahapan penelitian ini menguraikan proses pelaksanaan penelitian yang terbagi dalam empat tahapan, yaitu:
1. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini dimulai dengan mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih.
2. Pengembangan desain
Pengumpulan data-data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih inilah yang dijadikan landasan dalam pengembangan desain penelitian.
3. Penelitian sebenarnya
Setelah tahap penelitian pendahuluan dan pengembangan desain penelitian selesai, maka tahapan selanjutnya adalah penelitian yang sebenarnya (inti). Peneliti akan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang dihasilkan dari tahapan-tahapan sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan ini akan diajukan kepada pihak objek penelitian dalam proses wawancara dan dilengkapi
dengan data-data dari proses dokumentasi. Tahapan inilah yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam mencapai tujuan penelitian.
4. Penulisan hasil penelitian
Tahapan ini merupakan tahapan penyelesaian penelitian, dimana tahapan ini dilakukan dalam bentuk penyusunan dan penulisan hasil penelitian. Hasil penelitian ini dikomunikasikan dalam bentuk laporan yang berisi kesimpulan dan saran-saran atau masukan dari peneliti kepada objek penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum PT PLN (Persero ) Kanto r Pusat Satuan Pengawasan Int ernal Regional X Sulawesi
4.1.1 Sejarah PLN
Berawal diakhir abad ke 19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak dibidang pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit listrik untuk keperluan sendiri. Antara tahun 1942-1945 terjadi peralihan pengelolaan perusahaan- perusahaan Belanda tersebut oleh Jepang, setelah Belanda menyerah kepada pasukan tentara Jepang diawal Perang Dunia II.
Proses peralihan kekuasaan kembali terjadi diakhir Perang Dunia II pada Agustus 1945, saat Jepang menyerah kepada sekutu. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para pemuda dan buruh listrik melalui delegasi Buruh/Pegawai Listrik dan Gas yang bersama-sama dengan pimpinan KNI pusat berinisiatif menghadap Presiden Soekarno untuk menyerahkan perusahaan-perusahaan tersebut kepada pemerintah Republik Indonesia. Pada 27 oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 157,5 MW.
Pada tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak dibidang listrik, gas dan kokas yang dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1965. Pada saat yang sama, 2 (dua) perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik
Negara (PLN) sebagai pengelola tenaga listrik milik negara dan Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai pengelola gas diresmikan.
Pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.17, status Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum. Seiring dengan kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari perusahaan umum menjadi perusahaan perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang.
4.1.2 Struk tur Organisasi PLN
Struktur organisasi PLN berdasarkan keputusan direksi PT PLN (Persero) Nomor 273.K/DIR/2013 tanggal 27 Maret 2013.
Gambar 4.1. Struktur Organisasi PLN berdasarkan keputusan direksi PT PLN (Persero)
4.2 Satuan Pengawasan Internal (SPI) 4.2.1 Sejarah SPI
4.2.1.1 Organisasi SPI Sampai dengan 30 Juni 2012
Sesuai surat keputusan direksi no 061.K/DIR/2010 tanggal 12 februari 2010 tentang susunan organisasi tanggung jawab dan tugas pokok pada SPI, dimana KSPI berada dibawah direktur utama dan kepala audit internal berada
dibawah general manager unit bisnis. Proses reorganisasi SPI mengacu pada surat direktur utama nomor 00382/402/DIRUT/2010 tanggal 12 mei 2010 tentang transformasi organisasi SPI, selanjutnya telah ditindaklanjuti dengan nota dinas KSPI nomor 087/072/KSPI/2011 tanggal 21 juni 2011 perihal tanggapan reorganisasi SPI, secara operasional pada posisi P1, yang mana secara koordinasi pekerjaan seluruh Kepala Audit Intern (KAI) dibawah kendali KSPI, sedangkan secara organisasi masih dibawah kendali general manajer unit induknya masing-masing.
4.2.1.2 Transf ormasi SPI
Pada bulan desember 2010 sampai dengan bulan maret 2011, PT Pricewaterhouse Coopers (PwC) Indonesia, telah melakukan kajian strategi terhadap SPI PLN. Hasil pelaksanaan uji banding dan kajian strategi memberikan sebuah dasar rencana kerja, yang bila berhasil diterapkan akan membantu SPI bergerak maju menuju praktik internal audit terbaik (best practice).
Kajian PwC yang dilaksanakan terhadap SPI, antara lain dengan membandingkan standar yang dikeluarkan oleh IIA dan praktik terbaik dari industri yang sejenis seluruh dunia. Rekomendasi yang diberikan oleh konsultan PwC untuk meningkatkan kinerja SPI menuju praktik int ernal audit terbaik adalah sebagai berikut:
1. Strategi
a. Menyusun rencana jangka panjang sesuai piagam audit b. KPI disusun dengan mempertimbangkan RJP SPI 2. Struktur
a. Menjalankan fungsi audit evaluasi (Audit Quality Assurance) untuk melaksanakan quality assurance dan memperbaharui metodologi standar atau proses audit.
b. Melakukan review struktur organisasi secara berkala untuk melihat apakah organisasi SPI masih selaras dengan bisnis dan risiko perusahaan.
c. Mengharuskan setiap staf SPI untuk melengkapi pernyataan benturan kepentingan.
d. Melaksanakan audit IT general control dan application control testing dengan mengacu kepada standar yang umumnya digunakan Control Objectives For Information And Related Technology (COBIT).
3. Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Melaksanakan dan mendokumentasikan kompetensi gap analisi untuk mengetahui kebutuhan SDM dan pendidikan personel SPI.
b. Menyusun rencana pengembangan karir dan talenta serta berkoordinasi dengan direktur SDM dan pendidikan personel SPI.
c. Menfinalisasikan rencana training tahun 2011 mengenai 10 pendidikan profesi dan menyampaikan kepada PT PLN Pusdiklat.
d. Mendorong staf SPI untuk memiliki sertifikat QIA, CIA dan sertifikasi profesi nasional maupun i nternasional lainnya.
e. Menyusun manpower planning dalam melaksanakan mandatnya dan menyampaikan planning tersebut kepada direktorat SDM.
4. Proses
a. Menetapkan prosedur untuk memperbaharui metodologi SPI dan melakukan review secara regular terkait metodologi.