CASE REPORT
STRUMA NODOSA NON TOKSIK
Disusun Oleh :
Robiah Aladawiyah 1102012256
Pembimbing :
dr. Hadiyana Suryadi, SpB
DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
SMF BEDAH RSUD DR. SLAMET GARUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 28 NOVEMBER 2016 – 3 FEBRUARI 2017
BAB I PENDAHULUAN
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid, kelainan ini dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Berdasarkan fisiologisnya, struma dibagi menjadi
struma toksik dan non toksik. Struma nodusa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid dengan perabaa suatu nodul tanpa adanya tanda – tanda hipertiroid dan hipotiroid.1
Di seluruh dunia, penyebab paling umum dari struma adalah defisiensi yodium. Diperkirakan bahwa struma memengaruhi sebanyak 200 juta dari 800 juta. Struma endemik sering ditemukan di daerah pegunungan. Prevalensi struma toksik pada wanita lebih sering dibandingkan dengan pria yaitu 20 kasus dari 1000 wanita dan 1 kasus dari 1000 pria.2
Beberapa modalitas pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis seperti pemeriksaan kadar TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) FNAB (Fine Needle
Aspiration Biopsy), dan ultrasonografi tiroid. Penatalaksanaan struma tergantung dari
penyebab dan gejala klinisnya, baik pemberian medikamentosa maupun tindakan pembedahan.
BAB II LAPORAN KASUS
I.Identitas
Nama : Ny. Linda
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : P
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk RS : 5 Desember 2016 Nomor rekam medis : 892825
Ruangan : Marjan Bawah
II. Anamnesis
Keluhan utama :
Benjolan pada leher sebelah kanan
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Slamet dengan keluhan benjolan pada leher sebelah kanan yang dirasakan sejak 6 tahun yang lalu. Benjolan dirasakan ikut bergerak bila pasien menelan, nyeri pada benjolan tidak ada, pasien juga tidak merasakan nyeri menelan dan tidak ada sesak nafas. Benjolan awalanya sebesar kelereng, kemudian lama-kelamaan semakin membesar. Keluhan jantung berdebar-debar, tangan gemetar, cepat lelah, tangan sering berkeringat disangkal oleh pasien. Pasien tidak mengeluhkan berat badan yang bertambah naik ataupun turun selama terdapat benjolan tersebut, pasien juga tidak memiliki keluhan terhadap nafsu makannya.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, alergi obat, maupun penyakit jantung, kencing manis, darah tinggi, dan asma.
Riwayat keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa seperti pasien. Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit kencing manis, tekanan darah tinggi maupun sakit jantung.
Riwayat kebiasaan :
Os mengaku kurang memperhatikan konsumsi yodium. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, dan menggunakan narkoba.
Riwayat social ekonomi :
Keadaan sosial ekonomi pasien menengah kebawah, suaminya bekerja sebagai buruh, ayah pasien bekerja sebagai petani dan ibunya seorang ibu rumah tangga.
III. Pemeriksaan fisik Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang Vital sign : TD : 120/100 mmHg Nadi : 82 x / menit RR : 16 x / menit Suhu : 37,0 oC Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks
pupil
+/+ normal
Hidung : Discharge (-/-) deviasi septum (-/-) Telinga : Bentuk normal, otorea (-/-)
Mulut : Mukosa hiperemis (-), lidah kotor (-), bibir kering (-) Lidah : Lidah berwarna merah, tidak ada coated tongue
Thoraks :
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula sinistra Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-) Gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan dinamis
simetris kanan dan kiri.
Palpasi : fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri simetris, tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru. Auskultasi : vesikuler, rhonki , wheezing
-/-Abdomen : Inspeksi : tampak datar simetris
Palpasi : supel, NT/NL/NK : -/-/- ; hepar dan lien tidak teraba besar Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas atas : akral hangat, edema , sianosis Ekstremitas bawah : akral hangat, edema sianosis
-/-Status lokalis :
a/r Colli
Inspeksi : tampak benjolan di regio colli anterior ukuran sebesar telur ayam, warna kulit sama dengan sekitarnya, massa ikut bergerak saat menelan.
Palpasi : teraba massa soliter dengan ukuran 7 cm x 6 cm x 3 cm di regio colli anterior, konsistensi keras, permukaan rata, batas tegas, terfiksir pada jaringan di bawahnya, massa ikut bergerak saat menelan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran KGB di servikal, submandibular dan klavikular.
Auskultasi : bruit (-)
IV. Diagnosa Kerja
Struma Nodosa Non Toksik Dextra
V. Diagnosis Banding 1. Tiroiditis
2. Karsinoma tiroid
VI. Pemeriksaan Penunjang 1. Hematologi Darah Rutin Hb : 12.6 g/dL Ht : 34 % Leukosit : 8.400 /mm3 Trombosit : 265.000 /mm3 Eritrosit : 3.62 x 106 unit 2. Imunoserologi Tiroid T3 : 0.86 nmol/mL (0.6 – 1.52 nmol/mL) T4 : 1.44 nmol/dL (4.56 – 5.32 nmol/dL) TSH : 1.29 uIU/mL (0.19 – 4.7 uIU/mL) 3. Radiologi X-Foto thorax
Pemeriksaan Rontgen Thorax AP: cor, pulmo, tulang normal. Kesan : normal thorax
Pemeriksaan USG
Thyroid kanan : ukuran membesar, tampak nodul berukuran 6 x 4 x 3.2 cm. Intensitas echo parenkim homogen rata. Tak tampak kista maupun kalsifikasi.
Thyroid kiri : bentuk dan ukuran normal. Intensitas echo parenkim homogen
Kesan : nodul soliter thyroid kanan DD/ struma nodosa.
VII. Diagnosis
Struma Nodosa Non Toksik Dextra
VIII. Penatalaksanaan - Isthmolobectomy Dextra IX. Prognosis Ad vitam : ad bonam Ad functionam : ad bonam Ad sanationam : ad bonam X. Laporan Operasi Operator : dr. M. Rizal, Sp.B Asisten I : dr. Neng Sari Asisten II : sr. Ajat Perawat instrumen: sr. Ari
Diagnosa prabedah : SNNT Dextra curiga jinak Indikasi operasi : Adenomatous Dextra Diagnosa pasca bedah : SNNT Dextra curiga jinak Jenis operasi : Isthmolobectomy Dextra Kategori operasi : Besar
Desinfeksi kulit dengan: Povidone Iodine Jaringan dikirim ke PA
Laporan operasi lengkap:
DO:
1. Tampak massa tumor pada lobus tiroid dextra. Kenyal, batas tak tegas, iameter 6 cm. TO:
1. Pasien tidur terlentang dalam anestesi umum
2. Dilakukan tindakan a dan antiseptik pada lapang operasi 3. Insisi sedalam kutis sampai ke platisma
4. Insisi dilakukan ditengah
5. Identifikasi tiroid, A. tiroidea superior, media, dan inferior 6. Ditemukan DO
7. Dilakukan isthmolobectomy dextra
8. Luka operasi dijahit lapis demi lapis, dengan memasukkan 1 buah drain 9. Perdarahan dirawat
10. Operasi selesai
XI. Follow Up
Tanggal Catatan
6 Desember 2016 S Benjolan yang mengganggu, sudah puasa untuk persiapan operasi.
O KU: SS
T: 120/90 mmHg N: 86 x/menit R: 16 x/menit S: 36.8 oC Laboratorium (5/12/2016) : 1. Darah Rutin Hb : 12.6 g/dL Ht : 34 % Leukosit : 8.400 /mm3 Trombosit : 265.000 /mm3 Eritrosit : 3.62 x 106 unit
A Struma Nodosa Non Toksik Dextra P Isthmolobectomy dextra
Instruksi post operasi: 1. Terapi:
- Infus RL 20 gtt/menit
- Inj. Cefoperazone 1 gr/ 12 jam (Skin Test) - Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam - Inj. Metilprednisolon 125 mg/ 8 jam 2. Monitoring produksi drain per 2 jam 3. Kirim sample PA
7 Desember 2016
POD I
S Nyeri pada luka operasi, suara serak (-), sesak nafas (-) O KU: SS KS: CM T: 130/80 mmHg N: 88 x/menit R: 16 x/menit S: 36.5 oC Drain : 50 cc
a/r colli : tampak luka tertutup verban, darah merembes (-)
A Post Isthmolobectomy Dextra a/i Struma Nodosa Non Toksik Dextra
P - Inf. RL 20 gtt/menit
- Inj. Cefoperazone 1 gr/ 12 jam - Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam - Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam
- Monitoring drain - Diet bubur nasi 8 Desember 2016
POD II
S Tidak ada keluhan.
O KU: SS KS: CM T: 120/90 mmHg N: 92 x/menit R: 16 x/menit S: 36.3 oC Drain : <5 cc
a/r colli : luka operasi kering, darah (-), pus (-) A Post Isthmolobectomy Dextra a/i Struma Nodosa
Non Toksik Dextra P - Inf. RL 20 gtt/menit
- Inj. Cefoperazone 1 gr/ 12 jam - Inj. Ketorolac 30 mg/ 12 jam - Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam
- Inj. Metilprednisolon 125 mg/ 24jam - Aff drain
9 Desember 2016
POD III
S Tidak ada keluhan.
O KU: SS KS: CM T: 120/90 mmHg N: 90 x/menit R: 18 x/menit S: 36.5 oC
a/r colli : luka operasi kering, darah (-), pus (-) A Post Isthmolobectomy Dextra a/i Struma Nodosa
Non Toksik Dextra
P BLPL
Terapi :
- Cefixime 2x100 mg - Dexketoprofen 2x200 mg - Ranitidine 2x1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Tiroid berasal dari bahasa Yunani yaitu thyreos yang berarti pelindung dan eidos yang berarti bentuk.3 Kelenjar tiroid terletak di leher bawah, yaitu setinggi vertebrae servikal 5
hingga thorakal 1, anterior dari trakea, menutupi cincin trakea ke-2 hingga ke-4, di antara kartilago krikoid dan takik suprasternal. Tiroid terdiri dari dua lobus lateral dengan kutub superior dan inferior yang dihubungkan oleh isthmus. Normalnya ia berukuran 12 hingga 15 mm, kaya vaskularisasi, berwarna cokelat kemerah-merahan dan berkonsistensi lunak. 3,4
Empat kelenjar paratiroid yang memproduksi hormon paratiroid berlokasi di bagian posterior dari tiap kutub tiroid. Saraf laringeal recurrent berjalan melewati pinggir lateral kelenjar tiroid dan harus diidentifikasi saat operasi tiroid untuk mencegah paralisis pita suara.1
Gambar 2.1 Kelenjar tiroid2
Tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup (diameternya antara 100-300 mikrometer) yang dipernuhi oleh bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi oleh sel-sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel tersebut. Unsur utama dari koloid adalah glikoprotein tiroglobulin besar yang mengandung hormon tiroid di dalam molekul-molekulnya. Begitu hormon yang disekresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormon itu harus diabsorpsi kembali melalui epitel folikel ke dalam darah, sebelum dapat berfungsi dalam tubuh.5
Persarafan kelenjar tiroid diatur oleh sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis berasal dari nervus vagus, dan serabut simpatis berasal dari ganglion superior, media dan inferior dari trunkus simpatis. Saraf-saraf kecil ini memasuki kelenjar bersamaan dengan pembuluh darah. Regulasi saraf otonom dari sekresi kelenjar tidak belum sepenuhnya dipahami, tetapi kebanyakan efek berasal dari pembuluh-pembuluh darah.2
Gambar 2.3 Anatomi Leher
Perdarahan arteri pada kelenjar tiroid berasal dari arteri tiroid superior dan inferior dan kadang-kadang dari ima tiroid. Arteri-arteri ini mempunyai banyak anastomosis kolateral satu sama lain, secara ipselateral dan kontralateral. Arteri tiroid ima merupakan pembuluh tunggal
yang berasal dari arkus aorta atau arteri inominata dan memasuki kelenjar tiroid dari batas inferior isthmus.4
2.2. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid
Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya dibutuhkan kira-kira 50 mg yodium yang ditelan dalam bentuk iodida, atau kira-kira 1mg/minggu. Agar tidak terjadi defisiensi yodium, garam dapur diiodisasi dengan kira-kira 1 bagian natrium iodida untuk setiap 100.000 bagian natrium klorida.5
Iodida yang ditelan per oral akan diabsorpsi dari saluran cerna ke dalam darah dengan cara yang sama seperti klorida. Normalnya sebagian besar iodida tersebut akan segera diekskresikan oleh ginjal, tetapi hanya setelah seperlima bagiannya secara selektif dipindahkan dari sirkulasi ke dalam kelenjar tiroid dan digunakan untuk sintesis hormon tiroid.5 Membran sel tiroid mempunyai kemampuan spesifik untuk memompakan iodida
secara aktif ke bagian dalam sel. Kemampuan ini disebut penjeratan iodida (iodide trapping). Pada kelenjar tiroid yang normal, pompa iodida dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali dari konsentrasinya di dalam darah. Bila kelenjar tiroid menjadi sangat aktif, maka rasio konsentrasi tadi dapat meningkat menjadi 250 kali dari nilai normal. Kecepatan penjeratan iodida oleh tiroid dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang paling penting adalah konsentrasi TSH dimana TSH merangsang sedangkan hipofisektomi menghilangkan aktivitas pompa iodida di sel tiroid.5
Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin, yang merupakan substrat utama yang dikombinasikan iodida untuk membentuk hormon tiroid. Jadi, hormon tiroid dibentuk dalam tiroglobulin dan tetap menjadi bagian dari tiroglobulin sebagai hormon yang disimpan dalam koloid folikel.5
Gambar 2.4 Sintesis Hormon Tiroid
2.3. Struma
2.3.1. Definisi dan Klasifikasi
Struma atau biasa disebut goiter merupakan pembengkakan abnormal dari kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat terjadi secara menyeluruh dan halus yang disebut struma difusa atau ia dapat menjadi besar oleh karena pertumbuhan satu atau lebih benjolan (nodul) di dalam kelenjar tersebut sehingga disebut struma noduler.6
Struma dapat terus menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah normal, yang mana dalam kasus ini disebut struma eutiroid atau non toksik. Tetapi struma juga dapat berkembang menghasilkan overproduksi hormon tiroid yang dinamakan struma toksik atau ketidakmampuan memproduksi hormon tiroid sama sekali yang disebut hipotiroidisme.6
2.3.2. Penyebab
Terdapat tiga kategori penyebab pembesaran kelenjar tiroid, yaitu : 1. Insufisiensi produksi hormon tiroid
Ketika kelenjar tidak efesien dalam menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah yang cukup, ia mengkompensasi dengan cara memperbesar ukurannya. Di seluruh dunia, penyebab paling sering adalah defisiensi asupan iodin, yang diperkirakan mengenai hampir 100 juta manusia yang tinggal dalam kemiskinan.6
2. Inflamasi kelenjar (Tiroiditis)
Inflamasi kelenjar dapat membuat kelenjar tersebut membengkak. Beberapa jenis penyebab inflamasi kelenjar tiroid yang umum yaitu tiroiditis autoimun dan tiroiditis
postpartum. Tiroiditis autoimun atau yang disebut juga tiroiditis Hashimoto terjadi ketika sistem imun seseorang berbalik menyerang kelenjar tiroidnya sendiri, membuatnya meradang sehingga kelenjar membengkak.6
3. Tumor kelenjar
Struma juga dapat berasal dari tumor yang biasanya jinak tetapi kadang bisa jadi ganas. Kebanyakan tumor tiroid muncul sebagai nodul-nodul diskret, tetapi terdapat beberapa jenis kanker tiroid yang dapat menimbullkan pembesaran secara umum pada kelenjar.
Tabel 2.1. Tipe, penyebab dan tanda serta gejala struma
Tipe Struma Penyebab Tanda dan gejala umum
Defisiensi yodium (goiter endemik)
Asupan yodium yang tidak adekuat
Pembesaran kelenjar tiroid (struma) Fungsi tiroid normal atau menurun (hipotiroidisme)
Graves disease
(Struma difusa toksik)
Stimulasi autoimun kelenjar tiroid Struma Hipertiroidisme Tiroiditis autoimun (Hashimoto, limfositik kronik)
Inflamasi sistem imun persisten pada kelenjar tiroid
Struma
Hipotiroidisme
Tiroiditis subakut
(de Quervain)
Infeksi virus Pembesaran kelenjar yang sangat
nyeri dan lunak
Lemah, demam, menggigil, dan berkeringat dingin
Tirotoksikosis, sering diikuti hipotiroidisme
Adenoma toksik dan Struma multinoduler toksik
Tumor tiroid jinak Struma noduler Hipertiroidisme Struma dan nodul tiroid
curiga keganasan
Tumor tiroid ganas Tidak ada gejala Gejala lokal pada leher Gejala penyebaran tumor
2.3.3. Patofisiologi
Kelenjar tiroid menyekresikan dua macam hormon utama, yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon ini sangat meningkatkan kecepatan
metabolisme tubuh. Kekurangan total sekresi tiroid biasanya menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40 sampai 50 persen di bawah normal, dan bila kelebihan sekresi tiroid sangat hebat dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal sampai 60 hingga 100 persen di atas normal. Selain itu kelenjar tiroid juga menyekresikan kalsitonin, hormon yang mengatur metabolisme kalsium.5
Gambar 2.4 Regulasi hormon tiroid
Sekresi kelenjar tiroid terutama diatur oleh Thyroid-stimulating hormone (TSH) atau tirotropin yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang dipengaruhi oleh Thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. TSH mengatur pertumbuhan dan diferensiasi selular serta produksi dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.3
Kira-kira 93 persen hormon aktif metabolisme yang disekresikan oleh kelenjar tiroid dalam bentuk tiroksin dan 7 persen yaitu triiodotironin. Keduanya berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerjanya, dimana triiodotironin kira-kira 4 kali lebih kuat daripada tiroksin. Akan tetapi, hampir semua tiroksin akhirnya akan diubah menjadi triiodotironin di dalam jaringan, sehingga secara fungsional keduanya bersifat penting.5
Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Mekanisme umpan balik ini berguna untuk menjaga agar
tingkat metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka setiap saat harus disekresikan hormon tiroid dengan jumlah yang tepat.3 Gangguan pada aksis TRH-TSH-hormon
tiroid ini menyebabkan perubahan pada fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi reseptor TSH pada kelenjar tiroid oleh TSH, antibodi reseptor-TSH, atau agonis reseptor-TSH seperti gonadotropin korionik dapat menyebabkan struma difusa. Ketika sebagian kecil sel tiroid, sel-sel yang meradang atau sel keganasan yang bermetastasis ke kelenjar tiroid, nodul tiroid atau struma noduler dapat terbentuk.7
2.3.4. Prosedur Diagnostik7
1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik a. Pengaruh usia dan jenis kelamin
Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun, dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko malignansi lebih tinggi
b. Pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala
Radiasi pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan malignansi pada tiroid kurang lebih 33 – 37%
c. Kecepatan tumbuh tumor
- Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat - Nodul ganas membesar dengan cepat - Nodul anaplastik membesar sangat cepat - Kista dapat membesar dengan cepat d. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher
Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor
e. Riwayat penyakit serupa pada famili/keluarga
Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare f. Temuan pada Pemeriksaan Fisik7
- Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi (PA)nya
- Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional - Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang
belakang, klavikula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati, ginjal dan otak
Pemeriksaan struma paling baik dilakukan dengan posisi pasien duduk atau berdiri. Dimulai dari inspeksi dari depan dan samping, identifikasi massa, bekas luka operasi, dan vena yang terdistensi. Tiroid dapat dipalpasi dengan kedua tangan dari belakang atau menghadap pasien menggunakan ibu jari untuk mempalpasi setiap lobus. Dengan menyuruh pasien menelan air, tiroid dapat diidentifikasi lebih baik
karena kelenjar bergerak mengikuti gerakan menelan.2 Hal-hal yang harus dicari tahu
termasuk ukuran tiroid, batas, konsistensi, nodularitas, dapat digerakkan atau terfiksasi. Adanya bruit dari auskultasi menandakan peningkatan vaskularisasi seperti yang terjadi pada hipertiroidisme. Jika batas bawah lobus tiroid tidak terasa jelas, struma mungkin berada di retrosternal. Pemeriksaan ada atau tidaknya limfadenopati di supraklavikular dan servikal leher juga harus dilakukan.3
Table 2.2. Klasifikasi pembesaran kelenjar tiroid adalah sebagai berikut7 :
Derajat 0 Subjek tanpa struma Derajat 1
IA
IB
Subjek dengan struma yang dapat diraba (palpable).
teraba membesar tapi tidak terlihat meskipun leher sudah ditengadahkan maksimal.
teraba membesar tetapi terlihat dengan sikap kepala biasa, artinya leher tidak ditengadahkan.
Derajat 2 Subjek dengan struma terlihat (visible).
Derajat 3 Subjek dengan struma yang besar sekali, dan terlihat dari jarak beberapa meter.
Selain pemeriksaan tiroid itu sendiri, pemeriksaan fisik keseluruhan harus dilakukan untuk mencari tanda-tanda fungsi tiroid abnormal dan gambaran ekstratiroidal oftalmopati dan dermopati.1 Tanda-tanda hipertiroidisme sudah
dirangkum dalam indeks Wayne yang berguna untuk menegakkan diagnosis secara klinis, dan membedakan antara keadaan klinis hipertiroidisme dengan eutiroidisme.
Tabel 2.3. Indeks Wayne : sistem skoring tanda dan gejala hipertiroidisme7
Gejala yang baru muncul dan/atau bertambah berat
Skor Tanda Ada Tidak ada
Sesak saat beraktivitas
+1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit tiroid +2 -2
Kelelahan +2 Eksoftalmus +2
-Suka udara panas -5 Retraksi kelopak mata +2
-Suka udara dingin +5 Lid lag +1
-Keringat berlebihan +3 Hiperkinesis +4 -2
Gugup +2 Tangan panas +2 -2
Nafsu makan turun -3 Denyut nadi : >80/menit
>90/menit
Berat badan naik -3 - -3
+3
-Berat badan turun +3 Fibrilasi atrium +4
-Interpretasi skor total : >19 = Toksik
11-19 = Meragukan <11 = eutiroid/normal
2) Pemeriksaan Penunjang7
a. Pemeriksaan laboratorium
- Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (“tumor marker”) untuk keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk fellow up - Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid
- Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma medulera b. Pemeriksaan radiologis
- Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode “soft tissue technique” dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi
- Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasike esofagus
- Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang bersangkutan
c. Pemeriksaan ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.
d. Pemeriksaan sidik tiroid
Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap yodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot nodule).
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodul dingin. Sekitar 10 – 17% struma dengan nodul dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan bajah tergantung dari 2 hal yaitu : faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare hamper mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasike kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.
f. Pemeriksaan histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi. Untuk kasus inoperable, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi.
2.3.5. Klasifikasi Histopatologi
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO : Tumor epitel maligna
1. Karsinoma folikulare 2. Karsinoma papilare
3. Campuran karsinoma folikulkare-papilare 4. Karsinoma anaplastik (undifferentiated) 5. Karsinoma sel skuamosa
6. Karsinoma tiroid medulare Tumor non-epitel maligna
1. Fibrosarkoma
2. Lain-lain
Tumor maligna lainnya 1. Sarkoma
2. Limfoma maligna
3. Haemangiothelioma maligna 4. Teratoma maligna
Tumor sekunder dan unclassified tumors
Rosal J. membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare, karsinoma folikulare, “hurthle cell tumors”, “clear cell tumors”, tumor sel skuamos,
tumor musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan “undifferentiated carcinoma”
Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kankertiroid atas 4 tipe yaitu karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma anaplastik.
Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 – 2002 T-Tumor Primer
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak didapat tumor primer
T1 Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang masih
terbatas pada tiroid
T2 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid
T3 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih
terbatas pada tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat berikut : jaringan lunak subkutan, laring, trachea, esophagus, n. laringeus recurren
T4b Tumor menginvasi fasia prevertebrata, pembuluh mediastinal atau arteri karotis
T4a*(karsinoma anaplastik)
Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada tiroid T4b*(karsinoma
anaplastik)
Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar kapsul tiroid
Catatan :
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4 Karsinoma anaplastik Intratiroid – resektabel secara bedah Karsinoma anaplastik ekstra tiroid – irreektabel secara bedah
N Kelenjar Getah Bening Regional
Nx Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening
(pretrakheal dan paratrakheal, termasuk prelaringeal dan delphian)
N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral atau kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior
M Metastasis jauh
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat Metastasis jauh
Terdapat empat tipe histopatologi mayor:
1. Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular)
2. Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hurthle cell carcinoma) 3. Medullary carcinoma
4. Anaplastic/undifferentiated carcinoma Stadium klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 5 Tahun Stadium I Tiap T Tiap N M0 Stadium II Tiap T Tiap N M1 Papilare atau Folikulare umur ≥ 5 Tahun danMedulare
Stadium I T1 N0 M0 Stadium II T2 N0 M0 Stadium III T2 N0 M0 T1,T2,T3 N1a M0 Stadium IVA T1,T2,T3 N1b M0 T4a N0,N1 M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1 Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)
Stadium IVA T4a Tiap N M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1
2.3.6. Penatalaksanaan Nodul Tiroid
Secara umum, penatalaksanaan struma ialah tergantung dari penyebabnya, antara lain:9
A. Defisiensi Iodium
Struma yang disebabkan kekurangan asupan yodium dalam makanan maka akan diberikan suplementasi yodium per oral sebagai penatalaksanaannya. Hal ini akan menyebabkan penurunan ukuran struma, tapi sering kali ukuran struma tidak akan benar-benar mngecil sehingga membutuhkan operasi.
B. Tiroiditis Hasimoto
Struma yang disebabkan Tiroiditis Hashimoto akan mengalami keadaan hipotiroid, maka akan diberikan suplemen hormon tiroid eksternal sebagai dalam bentuk pil setiap hari. Perawatan ini akan mengembalikan tingkat hormon tiroid normal, tetapi terkadang tidak mengembalikan ukuran kelenjar tiroid seperti semula, walaupun ukuranya juga bisa lebih kecil, sehingga membutuhkan operasi. Pengobatan hormon tiroid biasanya akan mencegah bertambah besarnya struma. C. Hipertiroidisme
Pada struma karena hipertiroidisme, penatalaksanaan akan tergantung pada penyebab hipertiroidisme. Misalnya, pengobatan penyakit Graves dengan yodium radioaktif biasanya menyebabkan penurunan atau hilangnya struma.
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
o Obat anti tiroid
Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
Indikasi :
1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif. 3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia 5. Pasien dengan krisis tiroid
o Iodium radioaktif (Iodium 131)
Iodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka dapat diberikan iodium radioaktif yang dapat mengurangi ukuran struma sekitar 50%. Iodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya.
Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukemia, atau kelainan genetik. Iodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit pada kamar isolasi, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin. Indikasi :
1. Pasien umur 35 tahun atau lebih 2. Hipertiroidisme yang kambuh
3. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid 4. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Disamping mengetahui penyebabnya, pemeriksaan klinis juga diperlukan untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemerikasaan potong beku (VC).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat : 1. Lesi jinak
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. 2. Karsionoma papilare
Dibedakan atas risiko tinggi dan resiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES. a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare
Dilakukan tindakan tiroidektomi total. 4. Karsionoma medulera
Dilakukan tindakan tiroidektomi total. 5. Karsionoma anaplastik
a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna ataukemo-radioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigma dilakukan tindakan FNAB (biopsy aspirasi jarum halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, “Foliculare Pattern” dan “Hurtle Cell”.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaaan potong beku seperti diatas.
2. hasil FNAB benigna
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku.
Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid
23 Nodul Tiroid Resiko rendah Resiko tinggi
Papilar Folikul Medula Anaplas
Radiasi eksterna/ kemoterapiDebulking
Tiroidektomi total Mengeci
Membesa r tidak
ada
Observasi Supresi TSH 6
Lesi Jinak Suspek
maligna Folikulare Benigna FNAB Suspek Maligna Suspek Benigna Biopsi Insisi Operabel Inoperabe l Klinis Isthmolobekto mi
2.3.7 Komplikasi Pasca Pembedahan10
1. Perdarahan
Perdarahan yang ditimbulkan biasanya dari arteri tyroidalis.
2. Obstruksi Saluran Nafas
Obstruksi saluran nafas biasanya dikaitkan dengan adanya trauma pada trakea atau udem laring akibat hematoma.
3. Paralisis nervus laringeus recurrent dan suara serak
Keadaan ini disebabkan akibat cedera pada nervus laringeus baik unilateral maupun bilateral.
4. Insufiensi tiroid 5. Insufiensi paratiroid 6. Infeksi pada bekas luka
1. R. Sjamsuhidajat, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudima R. Buku Ajar Ilmu Bedah, 1st. Jakarta: Jakarta: EGC; 2002.p808-11.
2. Gharib H, Papini E, Paschke R, Duick DS, Valcavi E, Hegediis L, et al. Association medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management of thyroid nodules. Endocr Pract. 2006; 12(1) : 63-102.
3. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-16. New York: McGraw-Hill; 2005. h.2104
4. Dorion D. Thyroid Anatomy. Diunduh dari
http://reference.medscape.com/article/835535-overview.
5. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Edisi ke-11. Philadephia: Elsevier Saunder; 2006.
6. Ladenson PW. Goiter and Thyroid Nodule. Diunduh dari
http://endocrine.surgery.ucsf.edu/conditions--procedures/goiter.aspx.
7. Protokol PERABOI 2003
8. The Indonesian Society of Endocrinology. Indonesian Clinical Practice Guidelines for Hyperthyroidism. Journal of the ASEAN Federation of Endocrine Societies 2012; 27(1) 9. Gharib H, Papini E, Paschke R, Duick DS, Valcavi E, Hegediis L, et al. Association
medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management of thyroid nodules. Endocr Pract. 2006; 12(1) : 63-102.