• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT SNNT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFERAT SNNT"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

STRUMA NODOSA NON TOKSIK

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah di RSUD Tugurejo Semarang

Pembimbing : dr. Bondan Prasetyo,M.Si.Med,Sp.B Disusun Oleh : Anita Mayasari H2A010006 FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2014

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid. Toksik dan non toksik merujuk pada ada tidaknya kelainan fisiologi seperti hipertiroidisme. Nodusa atau diffusa merupakan gambaran anatomi struma. Struma nodusa non toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid berbatas jelas yang tanpa disertai dengan hipertiroidisme.

Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.

Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.

Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.

B. Embriologi

Glandula tiroidea pertama dikenal sebagai penebalan endoderm lantai faring dalam awal embriosomit. Endoderm ini menurun di dalam leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian membentuk dua lobus. Penurunan ini terjadi pada garis tengah. Saluran pada struktur ini menetap dan menjadi duktus atau lobus piramidalis kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke 12 masa kehidupan intra uterine.

C. Anatomi

Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan fasia prevertebralis melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar pada tiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid. Arteri karotis komunis, a. jugularis interna dan n. vagus terletak bersama di dalam sarung tertutup di laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Perdarahan kelenjar tiroid yang kaya berasal dari empat sumber yaitu kedua a. karutis eksterna (a. tiroidea superior) dan kedua a. brakhialis (a. tiroidea inferior).

(4)

D. Fisiologi

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4), bentuk aktifnya triyodotironin (T3). Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.

 Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : 1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid terangsang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor- TSH-R) danterjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat

(5)

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

 Efek metabolisme Hormon Tyroid : 1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

(6)

E. HISTOLOGI

Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid.

Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells dan C cells (parafollicular cells). Sel folikular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone, yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel parafolikular membuat calcitonin, suatu hormone yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium

F. ETIOLOGI

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis.

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

1. Defisiensi iodium

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.

2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.  Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam

(7)

 Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

 Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.

Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH. Beberapa bahan goitrogenik ditemukan pada beberapa varietas lobak dan kubis.

G. KLASIFIKASI

 Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi: 1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan

2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan

3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal 4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh.

Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:

1. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.

2. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala ditegakkan.

(8)

 Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut: 1. Nontoxic diffuse goiter

2. Endemic

3. Iodine deficiency 4. Iodine excess 5. Dietary goitrogenic 6. Sporadic

7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis

8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid 9. Iodine deficiency

10. Compensatory following thyroidectomy

11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above 12. Uninodular or multinodular

13. Functional, nonfunctional, or both.

 Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin, maka bisa dibagi menjadi:

1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin berlebihan.

2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal. 3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.

4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi

Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu: 1. Berdasarkan jumlah nodul;

a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)

(9)

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu :

a. nodul dingin b. nodul hangat c. nodul panas. 3. Berdasarkan konsistensinya a. nodul lunak b. nodul kistik c. nodul keras

d. nodul sangat keras.

H. PATOFISIOLOGI

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid.

Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3).

Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

(10)

I. GAMBARAN KLINIS

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal : 1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel). 2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

J. DIAGNOSIS

Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.

Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.

(11)

1. Anamnesis

Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.

Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher.

Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan :  Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus  Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

(12)

 Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)  Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

 Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

 Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoideus

 Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak

Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak.

2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,

walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.

4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid 5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas

terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif.

6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau perubahan suara menjadi serak.

7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berry’s sign)

(13)

Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum: 1. Sangat mencurigakan

 riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare

 cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin  nodul padat atau keras

 sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar  paralisis pita suara

 metastasis jauh 2. Kecurigaan sedang

 umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun  pria

 riwayat iradiasi pada leher dan kepala  nodul >4cm atau sebagian kistik

 keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk. 3. Nodul jinak

 riwayat keluarga: nodul jinak  struma difusa atau multinodosa  besarnya tetap

 FNAB: jinak  kista simpleks

 nodul hangat atau panas

(14)

Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid

Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3

Palpitasi +2 Bruit diatas

systole

+2 -2

Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -

Suka panas -5 Lid retraksi +2 -

Suka dingin +5 Lid lag +1 -

Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2

Nervous +2 Tangan panas +2 -2

Tangan basah +1 Nadi

Tangan panas -1 <80x/m - -3 Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m - Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3 BB ↑ -3 < 11  eutiroid 11-18  normal > 19  hipertiroid BB ↓ +3 Fibrilasi atrium +3 Jumlah 3. Pemeriksaan Penunjang

Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi atas:

1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total

(15)

dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.

2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun.

a. antibodi tiroglobulin b. antibodi mikrosomal

c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies) d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody) e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

3. Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher.

USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:  Dapat menentukan jumlah nodul

 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,  Dapat mengukur volume dari nodul tiroid

 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.

 Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.

(16)

 Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah

 Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.

4. Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain.

5. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

6. Termografi

Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila < 0,9o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

(17)

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak ratarata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

K. PENATALAKSANAAN 1. Medika Mentosa

Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol

2. Non Medika Mentosa 1. Operasi/Pembedahan

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.

Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa

(18)

mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.

Indikasi operasi pada struma adalah:

 struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa  struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan  struma dengan gangguan tekanan

 kosmetik.

Kontra indikasi operasi pada struma:

 struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya

 struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum terkontrol

 struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.

 struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.

2. Yodium Radioaktif

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar

(19)

tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik.

Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.

L. Komplikasi Komplikasi tiroidektomi 1. Perdarahan.

2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. 3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.

4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan.

5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.

6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid. 7. Trakeumalasia (melunaknya trakea).

Trakea mempunyai rangka tulang rawan. Bila tiroid demikian besar dan menekan trakea, tulang-tulang rawan akan melunak dan tiroid tersebut menjadi kerangka bagian trakea.

(20)

BAB III PENUTUP

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroidi.

Klasifikasi dari struma nodosa non toksik didasarkan atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah nodul, berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif dan berdasarkan konsistensinya.

Etiologi dari struma nodosa non toksik adalah multifaktorial namun kebanyakan struma diseluruh dunia diakibatkan oleh defisiensi yodium langsung atau akibat makan goitrogen dalam dietnya.

Gejala klinis tidak khas biasanya penderita datang dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan tanpa keluhan hipo atau hipertiroidi.

Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa. Pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Bajah), termografi, dan petanda Tumor (tumor marker).

Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-thyroksin atau terapi pembedahan yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau lobektomi total.

Komplikasi dari tindakan pembedahan (tiroidektomi) meliputi perdarahan, terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara, trauma pada nervus laryngeus recurrens, sepsis, hipotiroidisme dan traceomalasia.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 2004., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakarta.

2. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta.

3. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine., http://www.emedicine.com/med/topic919.htm

4. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine., http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm

5. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill., Newyork.

6. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Pembesaran kelenjar tiroid dapat terjadi secara menyeluruh dan halus yang disebut struma difusa atau ia dapat menjadi besar oleh karena pertumbuhan satu atau lebih benjolan

Menurut Rumahorbo (2003) pada kebanyakan pasien hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai.. Perubahan pada

b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar tiroid, yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut ditandai dengan benjolan di leher yang

Struma Struma endemik endemik adalah adalah pembesaran pembesaran kelenjar kelenjar tyroid tyroid yang yang disebabkan disebabkan oleh asupan mineral yodium yang

Meluasnya penggunaan USG dalam teknik diagnostik patologi kelenjar tiroid juga didukung oleh beberapa kelebihannya, antara lain pemeriksaan yang non-invasif,

Hipertiroidisme pada penyakit Graves’ disebabkan oleh aktivasi reseptor tiroid oleh thyroid stimulating hormone receptor antibodies yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid

Yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa nontoksik adalah respon dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada tiap

Pada pasien Graves disease, ditemukan TSH receptor antibody yang terus menerus memicu kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid hingga terjadi hipertiroidisme.. Kelebihan hormon