• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi merupakan rangkaian proses berpindahnya air permukaan bumi dari suatu tempat ke tempat lainnya hingga kembali ke tempat asalnya. Air naik ke udara dari permukaan laut atau dari daratan melalui evaporasi. Air di atmosfer dalam bentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar di atas benua dan dipanaskan oleh radiasi tanah. Panas membuat uap air lebih naik lagi sehingga cukup tinggi dan dingin untuk terjadi kondensasi. Uap air berubah jadi embun dan seterusnya jadi hujan atau salju. Curahan (precipitation) turun ke bawah, ke daratan atau langsung ke laut. Air yang tiba di daratan kemudian mengalir di atas permukaan sebagai sungai, terus kembali ke laut.

Sebagian dari air hujan yang turun dari awan menguap sebelum tiba di permukaan bumi, sebagian lagi jatuh di atas daun tumbuh-tumbuhan (intercception) dan menguap dari permukaan daun-daun. Air yang tiba di tanah dapat mengalir terus ke laut, namun ada juga yang meresap dulu ke dalam tanah (infiltration) dan sampai ke lapisan batuan sebagai air tanah. Sebagian dari air tanah dihisap oleh tumbuh-tumbuhan melalui daun-daunan lalu menguapkan airnya ke udara (transpiration). Air yang mengalir di atas permukaan menuju sungai kemungkinan tertahan di kolam, selokan, dan sebagainya (surface detention), ada juga yang sementara tersimpan di danau, tetapi kemudian menguap atau sebaliknya, sebagian air mengalir di atas permukaan tanah melalui parit, sungai, hingga menuju ke laut (surface run off), sebagian lagi infiltrasi ke

(2)

dasar danau dan bergabung di dalam tanah sebagai air tanah yang pada akhirnya ke luar sebagai mata air. Siklus hidrologi dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu: 1. Siklus Pendek : Air laut menguap kemudian melalui proses kondensasi

berubah menjadi butir-butir air yang halus atau awan dan selanjutnya hujan langsung jatuh ke laut dan akan kembali berulang. Siklus pendek dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Siklus Pendek

2. Siklus Sedang : Air laut menguap lalu dibawa oleh angin menuju daratan dan melalui proses kondensasi berubah menjadi awan lalu jatuh sebagai hujan di daratan dan selanjutnya meresap ke dalam tanah lalu kembali ke laut melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air. Siklus sedang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(3)

3. Siklus Panjang : Air laut menguap, setelah menjadi awan melalui proses kondensasi, lalu terbawa oleh angin ke tempat yang lebih tinggi di daratan dan terjadilah hujan salju atau es di pegunungan-pegunungan yang tinggi. Bongkah-bongkah es mengendap di puncak gunung dan karena gaya beratnya meluncur ke tempat yang lebih rendah, mencair terbentuk gletser lalu mengalir melalui sungai-sungai kembali ke laut. Siklus panjang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Siklus Panjang

Siklus hidrologi secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(4)

2.2 Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak – anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas didarat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.

Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan sementara di sungai, danau, dan dalam tanah. Pembagian daerah aliran sungai berdasarkan fungsi hulu, tengah dan hilir yaitu :

1. Bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelolah untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air, dan curah hujan.

2. Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelolah untuk memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengolahan sungai, waduk, dan danau.

3. Bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelolah untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,

(5)

ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengolahan air limbah.

Bentuk dae adaah aliran sungai terbagi atas tiga jenis, yaitu :

1. Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola bulu burung, di daerah aliran sungai ini selain terdapat sungai utama, tidak jauh dari sungai utama tersebut, di sebelah kirinya dan kanan terdapat pola-pola sungai kecil atau anak-anak sungai.

2. Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola radial atau melebar, di daerah aliran sungai ini pun terdapat sungai utama (besar dengan beberapa anak sungainya), hanya anak-anak sungainya melingkar dan akan bertemu pada satu titik daerah.

3. Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola paralel atau sejajar, daerah aliran sungai ini memiliki 2 jalur daerah aliran, yang memang paralel, yang di bagian hilir keduanya bersatu membentuk sungai besar.

2.3 Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya.

Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder.Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan daerah irigasi.

(6)

2.3.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Jaringan irigasi sederhana. 2. Jaringan irigasi semi teknis. 3. Jaringan irigasi teknis.

Klasifikasi Jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi Klasifikasi Jaringan Irigasi

Teknis Semi Teknis Sederhana

Bangunan Utama Bangunan Permanen

Bangunan Permanen atau semi

Permanen Bangunan Sementara Kemampuan dalam mengukur dan mengatur debit

Baik Sedang Tidak mampu

mengatur/mengukur

Jaringan saluran Saluran pemberi dan pembuang terpisah

Saluran pemberi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah

Saluran pemberi dan pembuang menjadi satu

Petak tersier Dikembangkan sepenuhnya

Belum

dikembangkan dentitas bangunan tersier jarang

Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan Efisiensi secara

keseluruhan

50-60% 40-50% <40%

Ukuran Tak ada

batasan

<2000 hektar <500 hektar Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01

2.3.1.1. Jaringan Irigasi Sederhana

Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya

(7)

mudah untuk mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasikan karena menyangkutpemakai air dari latar belakang sosial yang sama namun jaringan ini masih memiliki beberapa kelemahan antara lain:

1. Terjadi pemborosan air karena banyak air yang terbuang.

2. Air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih subur.

3. Bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama.

(8)

2.3.1.2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen atau pun semi permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit.

Ilustrasi jaringan irigasi semi teknis sebagai bentuk pengembangan dari jaringan irigasi sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.6.

(9)

2.3.1.3. Jaringan Irigasi Teknis

Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen. Bangunan sadap serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier.

Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil. Gambar 2.7. memberikan ilustrasi jaringan irigasi teknis sebagai pengembangan dari jaringan irigasi semi teknis.

(10)

2.3.2. Petak Tersier

Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kuranglebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan perneliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbing pemerintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas--batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman. Apabila kondisi topografi memungkinkan, petak tersier sebaiknya berbentuk bujur sangkar atau segi empat. Hal ini akan memudahkan dalam pengaturan tata letak dan pembagian air yang efisien.

Petak tersier sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan saluran muka tersier yang mebatasi petak-petak tersier lainnya.

2.3.3. Petak Sekunder

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada urnumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan.

(11)

Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng lereng medan yang lebih rendah.

2.3.4. Petak Primer

Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung airdari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.

2.4. Bangunan irigasi

Keberadaan bangunan ingasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam praktek irigasi antara lain :

1. Bangunan utama 2. Bangunan pembawa 3. Bangunan bagi dan sadap 4. Bangunan pengatur muka air 5. Bangunan pernbuangdan penguras 6. Bangunan pelengkap.

(12)

2.4.1. Bangunan Utama

Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utarna dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu:

1. Bendung

2. Pengambilan bebas 3. Pengambilan dari waduk 4. Stasiun pompa.

2.4.1.1. Bendung

Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun melintang dengan sungai yang sengaja dibuat dengan maksud untuk meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat beberapa jenis bendung, diantaranya adalah:

1. Bendung tetap (weir) 2. Bendung gerak (barrage)

3. Bendung karet (inflamble weir).

Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas , kantong lumpur dan tanggul banjir.

(13)

2.4.1.2. Pengambilan Bebas

Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan bendung adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara, gravitasi muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani.

2.4.1.3. Pengambilan dari Waduk

Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan air dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk dapat bersifat multi guna. Pada urnumnya waduk dibangun memiliki banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pernbangkit listrik, peredam banjir, pariwisata, dan perikanan. Apabila salah satu kegunaan waduk untuk irigasi, maka pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi pernberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta karakteristik waduk.

2.4.1.4. Stasiun Pompa

Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik dari segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi dan eksploitasi yang sangat besar.

(14)

2.4.2. Bangunan Pembawa

Bangunan pernbawa mempunyai fungsi mernbawa/mengalirkan air dari surnbemya menuju petak irigasi. Bangunan pernbawa meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pernbawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got miring. Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya. Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut ini penjelasan berbagai saluran yang ada dalam suatu sistern irigasi yaitu:

1. Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.

2. Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir. 3. Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran

sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir.

4. Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terkahir

(15)

2.4.3. Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian bangunan.Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3 (tiga) bagian utama, yaitu:

1. Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan tinggi pelayanan yang direncanakan.

2. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-gorong.Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur.

3. Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur besarnya debit yang mengalir.

2.4.4. Bangunan Pengatur dan Pengukur

Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang

(16)

konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan pangatur. Beberapa contoh bangunan pengukur debit diberikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Contoh Bangunan Pengukur Debit

Tipe Alat Ukur Mengukur Dengan Kemampuan Mengatur

Ambang Lebar Aliran atas Tidak

Parshal Flume Aliran atas Tidak

Cipoletti Aliran atas Tidak

Romijn Aliran atas Ya

Crump de Gruyter Aliran bawah Ya

Constant Head Orifice Aliran bawah Ya

Bangunan Sadap Pipa Sederhana Aliran bawah Ya

Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01

2.4.5. Bangunan Drainase

Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pernbuang, sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bengunan pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang kuerter, saluran pernbuang tersier, saluran pernbuang sekunder dan saluran pernbuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :

1. Mengeringkan sawah.

2. Mernbuang kelebihan air hujan. 3. Membuang kelebihan air irigasi

Saluran pembuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah atasnya atau dari saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran pembuang tersier menampung air buangan dari saluran pembuang kuarter. Saluran pembuang

(17)

primer menampung dari saluran pembuang tersier dan membawanya untuk dialirkan kembali ke sungai.

2.4.6. Bangunan Pelengkap

Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap berfungsi sebagai untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul, jembatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya.

2.5. Analisa Hidrologi 2.5.1. Curah Hujan Regional

Curah hujan wilayah yang terdapat pada suatu daerah aliran sungai (DAS) sangat diperlukan untuk mengetahui mengenai informasi tentang pengaturan air irigasi, mengetahui neraca air dalam suatu lahan dan untuk mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).

Curah hujan regional di dapat melalui penakaran curah hujan yang terdapat pada setiap wilayah/daerah. Semakin banyak penakar dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata-rata CH yang menunjukkan besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi CH di suatu titik pengamatan. Ada tiga cara untuk menghitung hujan rata-rata daearah aliran yang bisa dilakukan, yaitu :

(18)

1. Metode Arithmetic Mean

Metode ini adalah metode yang paling sederhana untuk menghitung hujan rerata pada suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah berada di dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan. Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila

a. Stasiun hujan tersebut tersebar secara merata di DAS b. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS Persamaan rerata aljabar

R=n1

(R1 + R2 + ... + Rn ) ...2-1

di mana:

R = area rainfall (mm) n = jumlah stasiun pengamat R1 ,R2 , ..., Rn = point rainfall stasiun ke-i (mm).

2. Metode Thiessen

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan disekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Pembentukan poligon Thiessen adalah sebagai berikut :

a. Stasiun pencatat hujan digambarkan pada peta DAS yang ditinjau termasuk stasiun hujan diluar DAS yang berdekatan.

(19)

b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis terputus) sehingga membentuk segitiga-segitiga, yang sebaiknya mempunyai sisi dengan panjang yang kira-kira sama.

c. Dibuat garis berat pada sisi-sisi segitiga.

d. Garis-garis berat tersebut membentuk poligon yang mengelilingi tiap stasiun. Tiap stasiun mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon. Untuk stasiun yang berada didekat batas DAS, garis batas DAS membentuk batas tertutup dari poligon.

e. Luas tiap poligon di ukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan di stasiun yang berada didalam poligon.

f. Jumlah dari hitungan pada butir e untuk semua stasiun dibagi dengan luas daerah yang ditinjau menghasilkan hujan rerata daerah tersebut yang dalam bentuk matematik mempunyai bentuk berikut ini :

P = 𝑝1 𝐴1+ 𝑝2 𝐴2 + 𝑝3 𝐴3+⋯+𝑝𝑛 𝐴𝑛

𝐴1+𝐴2+𝐴3+⋯+𝐴𝑛 ...2-2

di mana:

P = curah hujan wilayah P1,P2,...Pn = hujan di stasiun 1,2,3...n

A1,A2,...An = luas daerah yang mewakili stasiun 1,2,3....n

3. Metode Isohyet

Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada metode isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di

(20)

garis isohyet tersebut. Pembuatan garis isohyet dilakukan dengan prosedur berikut ini :

a. Lokasi stasiun hujan dan kedalaman hujan digambarkan pada peta daerah yang ditinjau.

b. Dari kedua nilai kedalaman hujan di stasiun yang berdampingan dibuat interpolasi dengan pertambahan nilai yang ditetapkan.

c. Dibuat kurva yang meenghubungkan titik-titik interpolasi yang mempunyai kedalaman hujan yang sama. Ketelitian tergantungpada pembuatan garis isohyet dan intervalnya.

d. Diukur luas daerah antara dua isohyet yang berurutan dan kemudian dikalikan dengan nilai rata-rata dari nilai kedua garis isohyet.

e. Jumlah dari hitungan pada butir d untuk seluruh garis isohyet dibagi dengan luas daerah yang ditinjau menghasilkan kedalaman hujan rerata daerah tersebut. Secara matematis hujan rerata tersebut dapat ditulis.

P = 𝐴1𝐼1+𝐼2 2 +𝐴2 𝐼2+𝐼3 2 +⋯+𝐴𝑛 𝐼𝑛+𝐼𝑛+1 2 𝐴1+𝐴2+⋯+𝐴𝑛 ...2-3 di mana :

P = curah hujan wilayah I1,I2,...In = garis isohyet ke 1,2, dan 3

A1,A2,...An = luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke 1,2 dan 3.

(21)

2.5.2. Kesetimbangan Air 2.5.2.1. Metode F.J. Mock

Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock. Metode ini dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Dengan metode ini, besarnya aliran dari data curah hujan, karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), di mana infiltrasi pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow). Prinsip Metode F.J.Mock adalah :

1. Memperhitungkan volume air yang masuk (hujan), keluar (infiltrasi, perkolasi, dan evapotranspirasi) dan yang disimpan dalam tanah (soil storage).

2. Dalam sistem mengacu pada waterbalance, volume air total yang berada di bumi tetap, hanya sirkulasi dan distribusi yang bervariasi.

Adapun ketentuan dari metode ini adalah sebagai berikut : 1. Data meteorologi

Data meterologi yang digunakan mencakup :

a. Data presipitasi dalam hal ini adalah curah hujan bulanan dan data curah hujan harian.

b. Data klimatologi berupa data kecepatan angin, kelembapan udara, tempratur udara dan penyinaran matahari untuk menentukan

(22)

evapotranspirasi potensial (Eto) yang dihitung berdasarkan metode “Penman Modifikasi“

2. Evapotranspirasi aktual ( Ea)

Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang terbatas, dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau ( exposed surface ) pada musim kemarau.

Untuk menentukan harga evapotranspirasi aktual dapat dirumuskan sebagai berikut : E = Eto x ( d 30 ) x m ...2-4 E = Eto x ( 𝑚 20 ) x (18-n)...2-5 Ea = Eto – E ...2-6 di mana: Ea = evapotranspirasi aktual (mm) Eto = evapotranspirasi potensial (mm) d = 27 – (3/2) x n

n = jumlah hari hujan dalam sebulan

m = Perbandingan permukaan tanah tanah yang tidak tertutup dengan tumbuh-tumbuhan penahan hujan koefisien yang tergantung jenis areal dan musiman dalam %.

3. Keseimbangan air dipermukaan tanah (ΔS)

a. Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut:

ΔS = R – Ea ...2- 7 di mana:

(23)

R = hujan bulanan

Ea = evapotranspirasi aktual.

Bila harga positif (R>Ea) maka air akan masuk ke dalam tanah bila kapasitas kelembapan tanah belum terpenuhi. Sebaliknya bila kondisi kelembapan tanah sudah tercapai maka akan terjadi limpasan permukaan (surface runoff).

Bila harga tanah ΔS negatif (R>Ea), air hujan tidak dapat masuk kedalam tanah (infiltrasi) tetapi air tanah akan keluar dan tanah akan kekurangan air (defisit).

b. Perubahan kandungan air tanah (soil storage) tergantung dari harga ΔS. Bila ΔS negatif maka kapasitas kelembapan tanah akan kekurangan dan bila harga ΔS positif akan menambah kekurangan kapasitas kelembapan tanah bulan sebelumnya.

c. Kapasitas kelembapan tanah (soil moisture capacity). Didalam memperkirakan kapasitas kelembapan tanah awal diperlukan pada saat dimulainya perhitungan dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan tanah atas dari daerah pengaliran. Biasanya diambil 50 s/d 250 mm, yaitu kapasitas kandungan air didalam tanah per m3. Semakin besar porositas tanah maka kelembapan tanah akan besar pula.

d. Kelebihan Air (water surplus)

Water surplus adalah air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan mengisi tampungan tanah ( soil stroge, ss)

Water surplus ( Ws) diformulasikan dengan

(24)

Water surplus merupakan air limpasan permukaan ditambah air yang mengalami infiltrasi.

e. Besarnya air lebih dapat mengikuti formula sbb :

WS = ΔS - Tampungan tanah ... 2- 9 di mana:

WS = water surplus S = R-Ea

tampungan tanah = perbedaan kelembapan tanah.

4. Limpasan dan penyimpanan air tanah (Run off dan Ground Water storage). a. Infiltrasi (i)

Infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Daya infiltrasi ditentukan oleh permukaan lapisan atas dari tanah. Misalnya kerikil mempuyai daya infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah liat yang kedap air. Untuk lahan yang terjal dimana air sangat cepat menipis diatas permukaan tanah sehingga air tidak dapat sempat berinfltrasi yang menyebabkan daya infiltrasi lebih kecil. Formula dari infiltrasi ini adalah sebagai berikut:

i = Koefisien Infiltrasi x WS ...2-10 di mana:

i = infiltrasi (koefisien infiltrasi (i) = 0 s/d 1,0 ) WS = kelebihan air.

b. Penyimpanan air tanah (ground water storage).

Pada permulaan perhitungan yang telah ditentukan penyimpanan air awal yang besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Persamaan yang digunakan adalah:

(25)

di mana:

Vn = volume simpanan ait tanah periode n ( m3) Vn-1 = volume simpanan air tanah periode n – 1 (m3)

k = qt/qo = faktor resesi aliran air tanah (catchment are recession factor). Faktor resesi aliran tanah (k) berkisar antara 0 s/d 1,

qt = aliran tanah pada waktu t (bulan ke t) qo = aliran tanah pada awal (bulan ke 0) in = Infiltrasi bulan ke n (mm).

Untuk mendapatkan perubahan volume aliran air dalam tanah mengikuti persamaan :

ΔVn = Vn – Vn-1 ...2- 12

c. Limpasan (Run off )

Air hujan atau presipitasi akan menempuh tiga jalur menuju kesungai. Satu bagian akan mengalir sebagai limpasan permukaan dan masuk kedalam tanah lalu mengalir ke kiri dan kananya membentuk aliran antara. Bagian ketiga akan berperkolasi jauh kedalam tanah hingga mencapai lapisan air tanah. Aliran permukaan tanah serta aliran antara sering digabungkan sebagai limpasan langsung (direc runoff) Untuk memperoleh limpasan, maka persamaan yang digunakan adalah :

BF = I - (Δ Vn ) ...2-13 Dro = WS – I ...2-14 Ron = BF +Dro ...2-15 di mana: BF = aliran dasar (m3/dtk/km) I = infltrasi (mm)

(26)

Dro = limpasan langsung (mm) WS = kelebihan air

Ron = limpasan periode n (m3/dtk/km2). d. Banyaknya air yang tersedia dari sumbernya.

Persamaan yang digunakan adalah:

Qn = Ron x A...2-16 di mana:

Qn = banyaknya air yg tersedia dari sumbernya, periode n (m3/dtk)

A = luas daerah tangkapan (catchment area) km2.

2.5.3. Debit 2.5.3.1. Debit air

Debit air merupakan ukuran banyaknya volume air yang dapat lewat dalam suatu tempat tiap satuan waktu. Aliran air dikatakan memiliki sifat ideal apabila air tersebut tidak dapat dimanfaatkan dan berpindah tanpa mengalami gesekan, hal ini berarti pada gerakan air tersebut memiliki kecepatan yang tetap pada masing - masing titik saluran dan gerakannya beraturan akibat pengaruh gravitasi bumi.

2.5.3.2. Pengukuran Debit

Pada hakekatnya penyaluran air secara gravitasi dinyatakan layak apabila debit air memungkinkan. Pengukuran debit merupakan bagian yang sangat penting dalam merencanakan sebuah saluran.

(27)

Tabel 2.3 menjelaskan jenis-jenis alat pengukuran debit dan kemampuan mengaturnya.

Tabel 2.3 Jenis dan Alat Pengukur Debit

Tipe Alat Ukur Mengukur Dengan

Kemampuan Mengatur

Ambang Lebar Aliran atas Tidak

Parshal Flume Aliran atas Tidak

Cipoletti Aliran atas Tidak

Romijn Aliran atas Ya

Crump de Gruyter Aliran bawah Ya

Constant Head Orifice Aliran bawah Ya

Bangunan Sadap Pipa Sederhana

Aliran bawah Ya

Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01 1. Debit secara Langsung

Dalam pengukuran debit air secara langsung digunakan beberapa alat pengukur yang langsung dapat menunjukkan ketersediaan air pengairan bagi penyaluran melalui jaringan-jaringan yang telah ada atau telah dibangun. Dalam hal ini berbagai alat pengukur yang telah biasa digunakan yaitu:

a. Alat Ukur Pintu Romijn

Alat ini ditemukan oleh seorang insinyur dari belanda pada tahun 1932 bernama D.G Romijn. Selain berfungsi sebagai alat ukur juga sebagai pintu penyaluran air, ambang dari pintu romijn ini dapat dinaik-turunkan dengan perantara alat pengangkat.

(28)

b. Sekat Ukur Thompson

Berbentuk segitiga sama kaki dengan sudut 90o, disebut sesuai dengan nama orang yang menggunakan pertama kali yaitu orang inggris bernama Y. Thomson. Sekat ukur ini digunakan untuk mengukur debit yang relatif kecil dan sering dipakai untuk mengukur air saluran tersier dan kwarter. Alat ukur ini dapat dibuat dalam bentuk yang dapat dipindah-pindahkan (potable).

Alat ukur ini menggunakan rumus sebagai berikut : Q = 0,0186 ℎ

5

2 ...2-17

Dimana :

Q = debit air ( liter/detik)

h = tinggi muka air ( centimeter) c. Alat Ukur Parshall Flume

Alat ukur tipe ini ditentukan oleh lebar dari bagian penyempitan,yang artinya debit air diukur berdasarkan mengalirnya air melalui bagian yang menyempit (tenggorokan) dengan bagian dasar yang direndahkan.

d. Bangunan Ukur Cipoletti

Alat ukur ini berbentuk trapesium dengan perbandingan sisi 1: 4 disebut sesuai dengan nama orang yang pertama kali menggunakannya, seorang insiyur italia yang bernama Cipoletti, dapat digunakan untuk mengukur debit air yang relatif besar.

Pengukuran debit air dengan menggunakan sekat ukur Cipoletti ini dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Q = 0,0186 b.h

3

(29)

Dimana :

Q = debit air ( liter/detik) b = lebar ambang ( centimeter ) h = tinggi muka air ( centimeter )

2. Pengukuran debit air secara tidak langsung a. Pelampung

Pengukuran debit secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan Pelampung. Terdapat dua tipe pelampung yaitu:

a) Pelampung permukaan. b) Pelampung tangkai..

Tipe pelampung tangkai lebih teliti dibandingkan tipe pelampung permukaan. Pada permukaan debit dengan pelampung dipilih bagian sungai yang lurus dan seragam, kondisi aliran seragam dengan pergolakannya seminim mungkin. Pengukuran dilakukan pada saat tidak ada angin. Pada bentang terpilih (jarak tergantung pada kecepatan aliran, waktu yang ditempuh pelampung untuk jarak tersebut tidak boleh lebih dari 20 detik) paling sedikit lebih panjang dibanding lebar aliran. Kecepatan aliran permukaan ditentukan berdasarkan rata- rata yang diperlukan pelampung menempuh jarak tersebut. Sedang kecepatan rata-rata didekati dengan pengukuran kecepatan permukaan dengan suatu koefisien yang besarnya tergantung dari perbandingan antara lebar dan kedalaman air.

Dalam pelepasan pelampung harus diingat bahwa pada waktu pelepasannya, pelampung tidak stabil oleh karena itu perhitungan kecepatan tidak dapat dilakukan pada saat pelampung baru dilepaskan, keadaan stabil akan dicapai 5 detik sesudah pelepasannya. Pada keadaan pelampung stabil baru dapat dimulai

(30)

rata-rata kali luas penampang. Pada pengukuran dengan pelampung, dibutuhkan paling sedikit 2 penampang melintang. Dari 2 pengukuran penampang melintang ini dicari penampang melintang rata-ratanya, dengan jangka garis tengah lebar permukaan air kedua penampang melintang yang diukur pada waktu bersama-sama disusun berimpitan, penampang lintang rata-rata didapat dengan menentukan titik – titik pertengahan garis – garis horizontal dan vertikal dari penampang itu, jika terdapat tiga penampang melintang, maka mula – mula dibuat penampang melintang rata – rata antara penampang melintang rata – rata yang diperoleh dari penampang lintang teratas dan terbawah. Debit aliran kecepatan rata – rata:

Q = C . Vp Ap... 2-19 di mana :

Q = debit aliran,

C = koefisien yang tergantung dari macam pelampung yang digunakan, Vp = kecepatan rata – rata pelampung, dan

Ap = luas aliran rata – rata. b. Pengukuran dengan Current Meter

Alat ini terdiri dari flow detecting unit dan counter unit. Aliran yang diterima detecting unit akan terbaca pada counter unit, yang terbaca pada counter unit dapat merupakan jumlah putaran dari propeller maupun langsung menunjukkan kecepatan aliran, aliran dihitung terlebih dahulu denganmemasukkan dalam rumus yang sudah dibuat oleh pembuat alat untuk tiap – tiap propeller. Pada jenis yang menunjukkan langsung, kecepatan aliran yang sebenarnya diperoleh dengan mengalihkan factor koreksi yang dilengkapi pada masing-masing alat bersangkutan. Propeler pada detecting unit dapat berupa : mangkok, bilah dan

(31)

sekrup. Bentuk dan ukuran propeler ini berkaitan dengan besar kecilnya aliran yang diukur. Debit aliran dihitung dari rumus :

Q = V x A... 2-20 di mana :

V = kecepatang aliran, dan A = luas penampang.

Dengan demikian dalam pengukuran tersebut disamping harus mengukur kecepatan aliran, diukur pula luas penampangnya. Distribusi kecepatan untuk tiap bagian pada saluran tidak sama, distribusi kecepatan tergantung pada :

a. Bentuk saluran b. Kekasaran saluran

c. Kondisi kelurusan saluran

Dalam penggunaan current meter pengetahuan mengenai distribusi kecepatan ini amat penting. Hal ini bertalian dengan penentuan kecepatan aliran yang dapat dianggap mewakili rata-rata kecepatan pada bidang tersebut. Dari hasil penelitian “United Stated Geological Survey” aliran air di saluran (stream) dan sungai mempunyai karakteristik distribusi kecepatan sebagai berikut:

a. Kurva distribusi kecepatan pada penampang melintang berbentuk parabolic. b. Lokasi kecepatan maksimum berada antara 0,05 s/d 0,25 h kedalam air

dihitung dari permukaan aliran.

c. Kecepatan rata-rata berada ± 0,6 kedalaman dibawah permukaan air. d. Kecepatan rata-rata ± 85% kecepatan permukaan.

e. Untuk memperoleh ketelitian yang lebih besar dilakukan pengukuran secara mendetail kearah vertical dengan menggunakan integrasi dari pengukuran

(32)

tersebut dapat dihitung kecepatan rata-ratanya. Dalam pelaksanaan kecepatan rata-rata nya.

c. Menggunakan Persamaan Manning

Rumus manning pada pengaliran disaluran terbuka dapat rumuskan dalam bentuk: V = 1 𝑛

R 2/3 I1/2 ...2-21 di mana : V = kecepatan aliran,

n = koefisien kekasaran Manning, R = jari-jari hidrolik, dan

I = kemiringan dasar saluran.

Berdasarkan pengukuran yang sesungguhnya dan pengalaman dengan jenis saluran yang berbeda, harga-harga n berikut ini umumkan disarankan untuk saluran bertepi kukuh (Tabel 2.4)

Tabel 2.4. Harga Koefisien Kekasaram Manning

No Permukaan Harga n yang

disarankan

1 Kaca, plastik, kuningan 0,010

2 Kayu 0,011-0,014 3 Besi tuang 0,013 4 Plesteran semen 0,011 5 Pipa pembuangan 0,013 6 Beton 0,012-0,017 7 Pasangan batu 0,017-0,025 8 Batu Pecah 0,035-0,040 9 Batu bata 0,014

Sumber :Standar Perencanaan Irigasi KP-01

2.5.3. Debit Andalan

Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air dengan resiko yang telah diperhitungkan. Tujuan utama untuk

(33)

mencari debit andalan adalah untuk menentukan debit perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai sepanjang tahun. Dalam penelitian ini debit andalan merupakan debit yang memiliki probabilitas 80%. Debit dengan probabilitas 80% adalah debit yang memiliki kemungkinan terlampaui sebesar 80% dari 100% kejadian. Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang diperlukan untuk analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data.

Dalam analisis ini, dikarenakan minimalnya data yang diperoleh maka dalam perhitungan debit andalan digunakan metode Dr. F.J.Mock (KP.01,1986). Sebagai data masukan digunakan dari curah hujan di daerah aliran sungai, evapotraspirasi, vegetasi dan karakteristik geologi daerah aliran yang terdapat di Batang Angkola.

2.6 Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi

Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian. Sehingga kebutuhan air dapat dirumuskan sebagai berikut (Sudjarwadi 1990):

(34)

KAI = ET + KA + KK ... 2-22 dengan,

KAI = Kebutuhan Air Irigasi ET = Evapotranspirasi KA = Kehilangan air KK = Kebutuhan Khusus

Misalnya evapotranspirasi suatu tanaman pada suatu lahan tertentu pada suatu periode adalah 5 mm per hari, kehilangan air ke bawah (perkolasi) adalah 2 mm per hari dan kebutuhan khusus untuk penggantian lapis air adalah 3 mm per hari maka. kebutuhan air pada periode tersebut dapat dihitung sebagai berikut

KAI = 5 + 2 + 3 KAI = 10 mm perhari

Untuk memenuhi kebutuhan air ingasi terdapat dua sumber utama. Yaitu pernberian air irigasi (PAI) dan hujan efektif (HE). Disamping itu terdapat sumber lain yang dapat dimanfaatkan adalah kelengasan yang ada di daerah perakaran serta kontribusi air bawah permukaan. Pemberian Air Irigasi dapat dipandang sebagai kebutuhan air dikurangi hujan efektif dan sumbangan air tanah.

PAI = KAI - HE – KAT... 2-23 dengan,

PAI = Pemberian air irigasi KAI = Kebutuhan air HE = Hujan efektif

KAT = Kontribusi air tanah

Sebagai contoh misalnya kebutuhan air pada suatu periode telah dihitung sebesar 10 mm per hari, sumbangan hujan efektif pada periode tersebut juga telah

(35)

dihitung sebesar 3 mm per hari dan kontribusi air tanah adalah 1 mm per ha, maka air yang perlu diberikan adalah :

PAI = 10 – 3 -1 PAI = 6 mm per hari

2.7 Kebutuhan Air Padi di Sawah

Analisis kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini :

1. Pengolahan lahan 2. Penggunaan konsumtif 3. Perkolasi

4. Penggantian lapisan air 5. Sumbangan. hujan efektif 6. Efisiensi irigasi

7. Efektifitas irigasi 8. Kebutuhan air di sawah

Kebutuhan air total di sawah merupakan jumlah faktor 1 sampai dengan 4, sedangkan kebutuhan netto air di sawah merupakan kebutuhan total dikurangi faktor hujan efektif. Kebutuhan air di sawah dapat dinyatakan dalam satuan mm/hari ataupun lt/dt.

2.7.1. Kebutuhan Air Untuk Pengolahan Lahan Padi

Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada

(36)

suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan ialah:

1. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan. 2. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.

Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan salah satunya adalah metode yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :

IR = M. ek/(ek – 1) ...2-24 M = Eo + P ... 2-25

K = MT/S ... 2-26 di mana:

IR = kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari)

M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan (= Eo + P)

Eo = evaporasi air terbuka (mm/hari) (= Eto x 1,10) P = perkolasi (mm/hari)

T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 250 + 50 = 300 mm

k = Konstanta

2.7.2. Penggunaan Konsumtif

Penggunaan air untuk kebutuhan tanaman (consumtive use) dapat didekati dengan menghitung evapotranspirasi tanaman, yang besarnya dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman dan faktor klimatologi. Nilai evapotranspirasi

(37)

evaporasi adalah proses perubahan molekul air di permukaan menjadi molekul air di atmosfir. Sedangkan transpirasi adalah proses fisiologis alamiah pada tanarnan, dimana air yang dihisap oleh akar diteruskan lewat tubuh tanaman dan diuapkan kembali melalui pucuk daun. Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran di lapangan atau dengan rumus-rumus empiris. Untuk keperluan perhitungan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Eto) yaitu evapotranspirasi yang terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Eto dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

Etc = Kc x Eto ...2- 27 di mana:

Kc = koefisien tanaman

Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari) Etc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari).

Kebutuhan air konsumtif ini dipengaruhi oleh jenis dan usia tanaman (tingkat pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi maksimum. Setelah mencapai maksimum dan berlangsung beberapa saat menurut jenis tanaman, nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan pematangan biji. Pengaruh watak tanaman terhadap kebutuhan tersebut dengan faktor tanaman (kc). Nilai koefisien pertumbuhan tanaman ini tergantung jenis tanaman yang ditanam. Untuk tanaman jenis yang sama juga berbeda menurut varietasnya. Harga koefisien tanaman ditunjukkan pada tabel 2.5.

(38)

Tabel 2.5 Harga Koefisien Tanaman Bulan Padi Palawija Varietas Biasa Varietas Unggul Kedelai K. Tanah Jagung 0,5 1,10 0,50 1,0 1,10 0,51 1,5 1,10 1,10 0,50 0,66 0,50 2,0 1,10 1,10 0,75 0,85 0,95 2,5 1,10 1,05 1,00 0,95 0,96 3,0 1,05 1,05 1,00 0,95 1,05 3,5 0,95 0,95 0,82 0,95 1,02 4,0 0,00 0,00 0,55 4,5

Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01

1. Kebutuhan air irigasi selama jangka waktu penyiapan lahan

IR = M.ek/(ek – 1) ...2-28 di mana:

IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari) M = kebutuhan ait untuk mengganti menkonspensasi air yang hilang akibat evaporasi, M=Eo+P

E0 = Evaporasi air terbuka yang diambil dari 1,1 x ET0 selama

penyiapan lahan

k = MT/S, T = jangka waktu penyiapan lahan (hari), dan S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm. 2. Kebutuhan bersih air di sawah untuk padi (NFR)

NFR = ETc + P – Re + WLR ...2-29

3. Kebutuhan irigasi untuk padi

IR = NFR/e ...2-30 di mana:

Etc = penggunaan konsumtif (mm)

(39)

Re = curah hujan per hari (mm/hari) E = efisiensi irigasi secara keseluruhan WLR = penggantian lapisan air (mm/hari).

2.7.3. Perkolasi

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah maka diperlukan penyelidikan kelulusan tanah. Pada tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi. Untuk menentukan laju perkolasi, perlu diperhitungkan tinggi muka air tanahnya. Sedangkan rembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.

2.7.4. Penggantian lapisan air

Setelah pemupukan perlu dijadwalkan dan mengganti lapisan air menurut kebutuhan. Penggantian diperkirakan sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm satu bulan dan dua bulan setelah transplantasi (atau 3,3 mm/hari selama 1/2 bulan).

2.7.5. Curah Hujan Efektif

Analisa curah hujan yang dimaksud adalah curah hujan efektif untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andal adalah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air irigasi.

Curah hujan efektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R80 yang

(40)

dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Artinya, bahwa besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai

kemungkinan hanya 20%. Untuk menghitung besarnya curah hujan efektif dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

R80 = (n/5) + 1 ...2-31

di mana:

Reff = curah hujan efektif 80% (mm/hari)

(n/5)+1 = rangking curah hujan efektif dihitung dari curah hujan terkecil

n = jumlah data.

Untuk menghitung curah hujan efektif padi digunakan persamaan sebagai berikut: Reff = 0,7 x

1

15 x R... 2-32

Di mana :

Reff = curah hujan efektif 80 %

R = curah hujan minimum pada tengah bulanan

2.7.6. Efisiensi Irigasi

Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer.

(41)

Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah. Besarnya nilai efisiensi irigasi ini dipengaruhi oleh jumlah air yang hilang selama di perjalanan. Efisiensi kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan tersier berbeda-beda pada daerah irigasi. Besarnya kehilangan air di tingkat saluran primer 80%, sekunder 90% dan tersier 90%. Sehingga efisiensi irigasi total = 90% x 90% x 80% = 65 %.

Rumus efisiensi irigasi dinyatakan sebagai berikut : Ec = 𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑙−𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑈𝑗𝑢𝑛𝑔

𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑙 x 100 % ...2-33

Dimana :

Ec = Efisiensi irigasi

Debit pangkal = Jumlah air yang masuk Debit ujung = Jumlah air yang keluar

2.7.7. Efektifitas Irigasi

Tingkat efektifitas jaringan irigasi terutama pada jaringan irigasi induk dan jaringan irigasi sekunder diperoleh menggunakan persamaan berikut.

IA =Luas Areal Terairi

Luas Rancangan X 100 % ...2-34

Dimana semakin tinggi nilai IA menunjukkan semakin efektifitas pengolahan jaringan irigasi.

2.7.8. Kebutuhan Air Sawah

Perkiraan banyaknya air untuk irigasi didasarkan pada faktor-faktor jenis tanaman, jenis tanah, cara pemberiaan airnya, cara pengolahan tanah, banyak

(42)

bendung dan sebagainya. Banyaknya air pada petak sawah dapat dirumuskan sebagai berikut :

NFR = Etc + P + WLR – Re ...2-35 di mana:

NFR = kebutuhan air irigasi di sawah (lt/det/Ha Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari) WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) P = perkolasi (mm/hari)

Re = curah hujan efektif

Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat dirumuskan sebagai berikut : DR = (NFR x A)/e ...2-36 di mana:

NFR = kebutuhan air irigasi di sawah (lt/det/Ha) DR = kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/Ha) A = luas areal irigasi rencana (ha)

Gambar

Gambar 2.1. Siklus Pendek
Gambar 2.4. Siklus Hidrologi Secara Lengkap
Tabel 2.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi  Klasifikasi Jaringan Irigasi
Ilustrasi jaringan irigasi sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.5.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tersebut dapat dilihat pada layanan video streaming vs data (web browsing) yang memiliki perbandingan ukuran packet size terbesar dengan delay sebesar 2,848 ms..

a. Dalam transaksinya nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. Dalam kapasitasnya

Proses belajar pendidikan jasmani merupakan suatu peristiwa belajar yang dilakukan oleh seluruh siswa dan siswi di sekolah, di mana dalam pelaksanaannya diperlukan adanya suatu

Melalui PMR (Pendidikan Matematika Realistik) yang berbasis ethnomathematics, siswa diharapkan dapat lebih mengembangkan kreativitasnya dengan memahami implementasi matematika

Dimana toko wallpaper murah menyediakan berbagai kebutuhan wallpaper , dimana tersedia berbagai ukuran, jenis serta corak dan warna sehingga bisa menyesuaikan dengan keinginan

Metode interpolasi membutuhkan perhitungan iterasi yang lebih singkat dari metode setengah interval.. Metode ini biasa juga disebut metode

Setelah berhasil, maka pada sistem akan muncul halaman home yang berfungsi untuk melihat absensi dari student labor tersebut.. Lalu, data tersebut dengan otomatis akan tersimpan

Full costing merupakan metode penetuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya