• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoretis

Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan fungsi kawasan hutan negara dan lahan milik yang rusak serta tidak produktif, dan menumbuhkan kegiatan perekonomian yang berbasis kayu. Prioritas sasaran adalah hutan lindung, hutan konservasi, serta lahan milik di luar kawasan hutan negara. Sebagian besar kegiatan rehabilitasi mendapat bantuan dana pemerintah antara lain melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL), Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK), dan sebagian kecil dilaksanakan secara swadaya baik oleh masyarakat maupun pelaku usaha. Pemanfaatan hasil rehabilitasi antara lain diarahkan untuk melindungi kawasan hutan dan lahan yang mempunyai fungsi lindung, serta sekaligus diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan pembangunan di daerahnya.

Manfaat yang diberikan oleh hutan dapat dilihat dari seberapa besar lahan tersebut mampu menghasilkan tegakan pohon. Semakin banyak tegakan pohon yang dihasilkan semakin besar manfaatnya bagi kesejahteraan dan pembangunan wilayah. Dalam pandangan ekonomi, luasnya tegakan pohon akan memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat yang diperoleh dari hasil pemanfaatan kayu dan produk-produk kayu, serta dari hasil hutan non kayu. Kayu gelondongan yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut menjadi kayu gergajian atau produk-produk olahan setengah jadi lainnya (semi-finishing). Ini berarti, proses pengolahan produk-produk kayu dan ikutannya juga dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat setempat.

(2)

Pengelolaan hutan di Kabupaten Garut dan di Provinsi Jawa Barat pada umumnya, dilaksanakan oleh masyarakat, pelaku usaha, Perum Perhutani (BUMN Kehutanan) dan Departemen Kehutanan. Hutan negara dikelola oleh Perum Perhutani (BUMN Kehutanan) dan Departemen Kehutanan, walaupun pada beberapa areal terbatas, masyarakat diberi kesempatan untuk turut mengelola hutan negara dengan suatu ikatan perjanjian. Masyarakat dan pelaku usaha, pada umumnya mengelola hutan milik. Pengelolaan hutan oleh Perum Perhutani dan Departemen Kehutanan memiliki karakteristik: lahan luas, cukup modal, sumberdaya manusia dan kemampuan manajerial relatif lebih baik, serta penggunaan teknologi tinggi, sehingga pengelolaan hutan oleh institusi ini lebih mandiri. Sebaliknya pengelolaan hutan oleh masyarakat dicirikan oleh luasan lahan yang sempit, ketersediaan modal yang terbatas, sumberdaya manusia dan kemampuan manajerial yang terbatas, serta penerapan teknologi yang sederhana. Berdasarkan kenyataan ini, intervensi pemerintah dipandang perlu dalam pengelolaan hutan milik masyarakat melalui langkah-langkah nyata untuk lebih menjamin terbentuknya hutan rakyat dimaksud.

Program rehabilitasi lahan milik yang kondisinya kritis dan tidak produktif merupakan bentuk kegiatan nyata yang telah diterapkan oleh pemerintah untuk membantu masyarakat dalam mengelola lahan miliknya. Program rehabilitasi lahan milik yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Garut selama ini lebih diprioritaskan pada bantuan bibit, pembuatan tanaman, pemeliharaan tanaman, sarana produksi, penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan kelembagaan. Masing-masing tahapan kegiatan tersebut membutuhkan tenaga kerja untuk melaksanakannya. Harapan pemerintah dengan memfokuskan program pada

(3)

tahapan rehabilitasi tersebut agar kesadaran dan partisipasi masyarakat menjadi lebih besar dan maksimal untuk merehabilitasi lahan dan hutan yang kritis secara mandiri. Indikator keberhasilan dapat diamati dari jumlah tegakan pohon yang tumbuh di lahan milik masyarakat. Pemberian bantuan pada setiap tahapan, mulai bantuan bibit sampai pada pendampingan tidak semata-mata hanya terkait dengan komoditi kehutanan. Pemerintah dalam melaksanakan program rehabilitasi juga memberikan bantuan untuk komoditi buah-buahan serta penyuluhannya, walaupun dalam proporsi yang relatif kecil. Dana bantuan rehabilitasi lahan milik tersebut juga diharapkan memberi dampak terhadap pendapatan masyarakat dari hasil-hasil tanaman lain di luar sektor kehutanan.

Memperhatikan konsep-konsep pemikiran yang diungkapkan di atas, terlihat bahwa bantuan rehabilitasi lahan milik masyarakat akan membawa pengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap pendapatan, kesempatan kerja dan nilai tambah pada masyarakat penerima bantuan dan secara tidak langsung terhadap perubahan pendapatan masyarakat yang berada di wilayah sekitarnya. Peningkatan pendapatan masyarakat secara langsung berdampak terhadap perolehan PDRB sektor kehutanan, dan selanjutnya berdampak terhadap perolehan pendapatan sektor lainnya, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan di Kabupaten Garut secara keseluruhan. Simplifikasi kerangka pemikiran dampak bantuan rehabilitasi lahan milik terhadap perekonomian masyarakat dan wilayah di Kabupaten Garut disajikan pada Gambar 11.

(4)

Gambar 11. Kerangka Pemikiran Dampak Bantuan Rehabilitasi Lahan Milik Terhadap Pendapatan Masyarakat dan Perekonomian Wilayah di

Kabupaten Garut Tidak dianalisis Fokus Studi PENGELOLA HUTAN DI KABUPATEN GARUT

Masyarakat Pemilik Lahan

Karakteristik: • Lahan sempit • Modal terbatas

• SDM/manajerial rendah • Teknologi sederhana

Perum Perhutani dan Dep.Hut

Karakteristik: • Lahan luas

• Modal cukup tersedia • SDM/manajerial baik • Teknologi tinggi

Perlu Intervensi

Pemerintah Mandiri

Bantuan Dana Rehabilitasi Lahan Milik (Faktor Kebijakan): • Teknis budidaya dan Manajemen usahatani • Biaya tanam dan pemeliharaan • Penyediaan input lain

Tujuan yang Diharapkan Perbaikan pendapatan masyarakat Perbaikan Lingkungan Perbaikan ekonomi wilayah Analisis LISREL Analisis SNSE Analisis B-C Pertumbuhan Ekonomi Distribusi Pendapatan Faktor Lain: • Profil Petani • Kelembagaan Petani • Ekonomi Petani • Kebijakan bantuan dana

(5)

3.2. Sistem Neraca Sosial Ekonomi 3.2.1. Kerangka Dasar

Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) sudah lebih dari 30 tahun dijadikan alat bagi para ahli ekonomi regional. SNSE mempunyai keunggulan dalam melakukan analisa deskriptif dan pemecahan masalah. Kelemahan yang paling banyak dijumpai di dalam membangun SNSE adalah diperlukannya data yang sangat banyak. Memperhatikan karakteristik suatu wilayah yang akan dianalisa serta berbagai tujuan yang diharapkan dari SNSE, biasanya akan ditemui sedikit hambatan dalam mendefinisikan keperluan data. Apabila SNSE harus dilakukan analisa lebih lanjut (disaggregasi) maka data yang diperlukan akan lebih banyak. Langkah pertama dalam pembuatan SNSE harus didasarkan pada ketersediaan data di wilayah tersebut. Disaggregasi dari neraca didasarkan pada tiga kumpulan data berikut: Pertama, data kegiatan dan komoditi biasanya diperoleh dari tabel input output. Kedua, disaggregasi nilai tambah terhadap pendapatan yang dicirikan oleh kelompok tenaga kerja dan keuntungan, biasanya menggunakan hasil survei tenaga kerja ataupun survei kegiatan sektor produksi. Dalam beberapa hal, kegiatan-kegiatan informal susah diperoleh karena jarang ditemui dalam topik bahasan survei. Ketiga, penentuan pendapatan dan pengeluaran dari institusi swasta terutama rumah tangga merupakan bagian yang sulit dalam membangun SNSE. Ditinjau dari segi pengeluaran, data konsumsi sering diperoleh dan pajak pun dapat dilihat pada neraca anggaran pemerintah. Untuk memperoleh data pendapatan biasanya survei rumah tangga akan diperlukan. Apabila data ini tidak tersedia biasanya menggunakan data hasil survei pengeluaran keluarga atau data yang berasal dari distribusi pendapatan penduduk perkotaan dan perdesaan.

(6)

Pendapatan dan pengeluaran semua perusahaan dapat digabungkan dan biasanya diperoleh di dalam data nasional. Secara singkat dalam membangun SNSE diperlukan data yang cukup banyak walaupun data statistik sudah tersedia, rekonsiliasi dari berbagai sumber, dan mungkin kegiatan survei harus dilaksanakan (Thorbecke, 1989).

Pada awalnya, analisa SNSE digunakan hanya untuk wilayah yang luas seperti suatu provinsi atau suatu negara. Keengganan wilayah yang kecil untuk membangun SNSE karena pertimbangan kebutuhan data yang sangat rinci. Memperhatikan keberhasilan para peneliti dan penentu kebijakan dalam menganalisa kebijakan, maka permintaan untuk melakukan analisa SNSE mulai diminati oleh wilayah yang lebih kecil.

SNSE merupakan suatu sistem data dan kerangka konsepsi dalam analisa kebijakan. Oleh sebab itu SNSE dapat dijadikan analisa kebijakan yang bersifat deskriptif dan membantu dalam pemecahan masalah. Kerangka SNSE dapat menjelaskan dimensi sektor dan distribusi dari teori pengembangan wilayah dan perdesaan serta melalui penggunaan model antar regional dan dimensi ruang (Pyatt and Thorbecke, 1976).

SNSE merupakan sistem data yang bersifat lengkap, dapat dikelompokkan, konsisten, dan menyeluruh. SNSE dapat menyajikan informasi yang berguna tentang gambaran penting seperti hubungan antar sektor, hubungan antar wilayah dalam suatu perekonomian, penentuan distribusi pendapatan menurut kelompok sosial atau ekonomi yang didasarkan pada sektor produksi, penggunaan teknologi, pemanfaatan sumber daya alam dari kelompok tersebut, serta hubungan perekonomian dalam suatu negara, ataupun hubungan dengan dunia lainnya.

(7)

SNSE dapat dikembangkan untuk menganalisa kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan pendidikan, kesehatan, serta fasilitas lain antara wilayah miskin dan kaya. Sebaliknya SNSE dapat dipakai untuk merancang konsep dampak perubahan neraca eksogen seperti pengeluaran pemerintah serta investasi dalam sistem perekonomian yang berhubungan terhadap perubahan struktur produksi dan distribusi pendapatan rumah tangga.

SNSE adalah matrik sistem neraca. Data yang dicantumkan dalam matrik adalah data produksi dan penghasilan pendapatan yang dihasilkan kelompok institusi yang berbeda serta data pengeluaran pendapatan yang diperoleh oleh kelompok tersebut. Di samping itu, pendapatan ditunjukan dalam neraca baris sedangkan pengeluaran ditunjukan dalam neraca lajur. Di dalam SNSE, semua pendapatan akan dipergunakan oleh pengeluaran sehingga jumlah baris dan jumlah lajur harus sama untuk suatu neraca tertentu. SNSE adalah sistem data termasuk data sosial dan data ekonomi pada suatu perekonomian. Sumber data berasal dari tabel input-output, data pendapatan nasional, data pendapatan keluarga, dan data pengeluaran. SNSE lebih luas dari tabel input-output dan neraca nasional tertentu yang menggambarkan semua transaksi dalam suatu perekonomian.

Ada enam tipe neraca dalam model Sistem Neraca Sosial Ekonomi, yakni neraca: aktivitas produksi; komoditas; faktor produksi yang terdiri atas tenaga kerja dan kapital, institusi domestik yang terdiri atas rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, modal, dan rest of the world sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1 (Thorbecke, 2001).

(8)

Tabel 1. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Pendapatan Pengeluaran 1 2 3 Faktor Produksi 4 Institusi 5 6 7 Aktivitas Produksi Komoditas Tenaga

Kerja Kapital Rumah tangga Perusahaan Pemerintah Neraca Kapital

Rest of the World Total 1. Aktivitas Produksi Penjualan domestik Bantuan ekspor Ekspor Produksi 2. Komoditas Permintaan antara Konsumsi rumah tangga Konsumsi pemerintah Investasi Permintaan domestik 3. Faktor Produksi

Tenaga kerja Upah Pendap.

faktor dari LN GNP atas faktor produksi Kapital Sewa 4. Institusi Rumah tangga Pendap. tenaga kerja Keuntungan yang didistribusi Transfer antar

rumah tangga Transfer Transfer

Pendapatan rumah-tangga Perusahaan Keuntungan yang Tidak Didistribusi Transfer Transfer Transfer dari LN Pendapatan perusahaan Pemerintah Nilai tambah pajak Pajak tidak langsung Pajak sosial Pajak Pendapatan Pajak langsung Pajak Pendapatan pemerintah

5. Neraca Kapital Tabungan

rumah tangga Tabungan perusahaan Tabungan pemerintah Transfer kapital Total tabungan

6. Rest of World Impor Pembay. faktor Impor Total Produksi Penawaran domestik Pengeluaran faktor produksi Pengeluaran rumah tangga Pengeluaran perusahaan Pengeluaran

pemerintah Total investasi

Pengel. pertukaran

internas. Sumber: Thorbecke (2001)

(9)

Neraca Aktivitas Produksi merupakan neraca yang menjelaskan mengenai transaksi pembelian raw materials (bahan-bahan mentah), intermediate goods (barang-barang antara) dan sewa faktor produksi untuk memproduksi komoditas. Pengeluaran aktivitas (kolom 1) meliputi permintaan antara, upah, sewa, dan value added (nilai tambah) dari pajak. Penerimaan (baris 1) dari aktivitas produksi diperoleh dari penjualan pada pasar domestik, penerimaan ekspor dan penerimaan bantuan ekspor dari pemerintah seperti pajak ekspor yang dicatat sebagai bantuan ekspor bernilai negatif

Neraca Komoditas menggambarkan pasar domestik. Pada kolom 2, Neraca Komoditas meliputi pengeluaran untuk impor dan pengeluaran untuk memproduksi barang-barang domestik yang di dalamnya terdapat biaya-biaya dari jasa sektor perdagangan, pembayaran pajak tidak langsung dan impor. Baris 2 memperlihatkan penerimaan dari penjualan domestik barang-barang antara, permintaan akhir dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi pada Neraca Modal.

Neraca Faktor Produksi, mencakup tenaga kerja dan modal. Faktor produksi menerima pendapatan (baris 3) dari penjualan jasanya untuk aktivitas produksi. Jasa tenaga kerja diterima dalam bentuk upah, sedangkan jasa modal diterima dalam bentuk sewa. Di samping itu, neraca faktor produksi memperoleh pendapatan yang diterima dari luar negeri. Sedangkan kolom 3 menunjukkan pengeluaran yang didistribusikan ke rumah tangga sebagai distribusi keuntungan dan pendapatan tenaga kerja, dan pengeluaran ke perusahaan sebagai keuntungan yang tidak didistribusikan dan keuntungan perusahaan setelah dikurangi pajak.

(10)

Neraca Institusi, yang mencakup rumah tangga (selanjutnya dapat dirinci menurut kelompok sosial ekonomi), perusahaan, dan pemerintah. Dari baris 4a dapat dinyatakan bahwa rumah tangga menerima pendapatan faktor produksi, berbagai bentuk transfer seperti transfer pendapatan diantara rumah tangga itu sendiri, transfer pendapatan dari pemerintah, transfer dari perusahaan (berupa asuransi) atau transfer dari luar negeri seperti remittances. Sementara itu pengeluaran rumah tangga (kolom 4a) terdiri dari pengeluaran atas barang-barang konsumsi, transfer antara rumah tangga, pajak pendapatan dan sisanya dimasukkan sebagai tabungan dalam Neraca Modal. Perusahaan (baris 4b) menerima keuntungan dan transfer, serta membayar (kolom 4b) pajak dan transfer, kemudian sisanya dimasukkan sebagai tabungan dalam Neraca Modal. Selanjutnya pengeluaran pemerintah (kolom 4c) berupa bantuan ekspor, konsumsi barang dan jasa, transfer ke rumah tangga dan perusahaan, dan menabung. Di sisi lain penerimaan pemerintah (baris 4c) berasal dari pajak dan transfer pendapatan dari luar negeri.

Neraca Kapital yang memperoleh penerimaan (baris 5) dari tabungan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Sedangkan sisi pengeluaran (kolom 5) berupa pengeluaran investasi untuk Neraca Komoditas.

Neraca Rest of the World mencatat transaksi antara domestik dan luar negeri. Pengeluaran (kolom 6) yang berhubungan dengan luar negeri dalam perekonomian domestik berasal dari ekspor, transfer pendapatan institusi dari luar negeri, transfer pendapatan dari faktor produksi dan pemasukan modal dari luar negeri. Sedangkan penerimaannya (baris 6) berupa impor, pembayaran faktor, dan transfer ke luar negeri.

(11)

3.2.2. Analisis Pengganda

Dengan terpenuhinya asumsi bahwa di dalam perekonomian terdapat kelebihan kapasitas suatu kegiatan dan pengangguran dari sumber tenaga kerja, kerangka SNSE dapat dipakai untuk mengestimasi dampak perubahan neraca eksogen dan injeksi. Peningkatan terhadap permintaan suatu kegiatan produksi, pengeluaran pemerintah atau kegiatan ekspor merupakan bentuk kekuatan neraca eksogen yang akan mempengaruhi neraca lain dalam SNSE. Demikian juga halnya dengan adanya injeksi suatu kegiatan eksogen akan mempengaruhi tehadap sistem SNSE. Pengaruh total, pengaruh langsung, dan pengaruh tidak langsung dari adanya injeksi terhadap neraca endogen seperti total output dari berbagai kegiatan produksi dan pendapatan dari berbagai faktor produksi serta kelompok masyarakat akan dihitung melalui proses nilai pengganda.

Tiga neraca endogen yang akan menerima dampak injeksi yaitu kegiatan produksi, faktor produksi, dan institusi. Selanjutnya neraca eksogen terdiri dari pengeluaran pemerintah, modal, dan rest of the world. Ketiga neraca eksogen tersebut dapat terlihat dalam penyederhanaan SNSE seperti pada Tabel 2. Injeksi neraca eksogen berupa pengeluaran pemerintah (f1), institusi (f2), dan ekspor (f3).

Vektor f1 menggambarkan jumlah permintaan eksogen untuk kegiatan produksi

setelah adanya permintaan konsumsi pemerintah, investasi, dan permintaan ekspor. Demikian juga f2 dan f3 menggambarkan jumlah permintaan untuk faktor

produksi dan jumlah pendapatan berbagai kelompok rumah tangga dan perusahaan akibat misalnya subsidi pemerintah dan pendapatan dari luar negeri. Ii menggambarkan adanya bocoran dari tabungan, impor, dan pajak.

(12)

Tabel 2. Simplifikasi Kerangka Dasar SNSE PENGELUARAN Neraca Endogen Neraca Eksogen TOTAL Faktor Produksi Institusi Kegiatan Produksi PE N E RIMAAN Neraca Endogen Faktor Produksi T13 f1 y1 Institusi T21 T22 f2 y2 Kegiatan Produksi T32 T33 f3 y3 Neraca Eksogen I1 I2 I3 t yx

TOTAL y’1 y’2 y’3 y’x

Sumber: Thorbecke (1997)

Kerangka tabel di atas menjelaskan bahwa perubahan neraca eksogen (f1)

melalui interaksi matrik SNSE akan mempengaruhi pendapatan dari neraca endogen seperti faktor produksi (vektor y1), pendapatan institusi rumah tangga

dan perusahaan (y2), dan pendapatan kegiatan produksi (y3).

Analisis pengganda di dalam model SAM dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu: pengganda neraca (accounting multiplier) dan pengganda harga tetap (fixed price multiplier). Analisis pengganda neraca pada prinsipnya sama dengan pengganda dari Leontief Inverse Matrix yang diuraikan dalam model I-O. Ini berarti semua analisis pengganda yang terungkap pada model I-O seperti own multiplier, other linkage multiplier dan pengganda total dapat juga diterapkan dalam analisis SAM. Sedangkan analisis pengganda harga tetap menjurus pada analisis respon rumah tangga terhadap perubahan Neraca Eksogen yang memperhitungkan expenditure propensity (Isard et al. 1998).

Selanjutnya jika besarnya kecenderungan rata-rata pengeluaran, Aij,

dianggap sebagai perbandingan antara pengeluaran sektor ke-j untuk sektor ke-i dengan total pengeluaran ke-j (Yj), maka:

(13)

atau dalam bentuk matrik adalah: ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 33 32 22 21 13 0 0 0 0 A A A A A A ……….... (2)

Apabila persamaan (1) dibagi dengan Y, maka diperoleh:

Y/Y = T/Y + X/Y ……… (3)

Selanjutnya persamaan (2) disubsitusikan ke persamaan (3) sehingga menjadi: I = A + X/Y I – A = X/Y (I – A)Y = X Y = (I – A)-1 X ……… (4) Jika, Ma = (I – A)-1 maka: Y = Ma X ………... (5)

Dimana A adalah koefisien-koefisien yang menunjukkan pengaruh langsung (direct coefficients) dari perubahan yang terjadi pada suatu sektor terhadap sektor lainnya. Sementara itu Ma adalah pengganda neraca yang menunjukkan pengaruh

perubahan suatu sektor terhadap sektor lainnya dari seluruh sistem SAM.

Pyatt and Round (1985) melakukan dekomposisi terhadap pengganda neraca tersebut, yang hasilnya dalam bentuk multiplikatif:

Ma = Ma3 Ma2 Ma1 ……….. (6)

atau secara aditif dapat ditulis:

Ma = I + Ma1 - I + (Ma2 - I) Ma1 + (Ma3 - I) Ma2 Ma1 ……….... (7)

dimana:

I adalah initial injection

Ma1 – I adalah net contribution on transfer multiplier

(Ma2 – I)Ma1 adalah effects multiplier-cross atau loop open of on

contribution net

(Ma3 – I)Ma2 Ma1 adalah effect multiplier loop-closed atau circular of

(14)

Secara berurutan matrik Ma1, Ma2, dan Ma3 dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, Ma1 disebut sebagai pengganda transfer yang menunjukkan pengaruh

dari satu blok neraca pada dirinya sendiri, yang dirumuskan sebagai berikut:

Sumber: Thorbecke (1998)

Gambar 12. Proses Pengganda antara Neraca Endogen SAM

Ma1 = (I – A0 )–1 ...……….... (8) dimana: ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 33 22 0 0 0 0 0 0 0 0 A A A ……….. (9) sehingga: ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − = − − 1 33 1 22 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 ) A ( ) A ( Ma ……… (10) Y3 Aktivitas Produksi (I-A33)-1X3 X3= permintaan ekspor A*32=(I-A33)-1A32 A*13=A13 Y1 Distribusi pendapatan faktor produksi Y2 Distribusi pendapatan faktor produksi (I-A22)-1X2 X2= pendapatan non-faktor

dari luar negeri

X1= pendapatan faktor

dari luar negeri A*21=(I-A22)-1A21

(15)

Kedua, Ma2 adalah pengganda open loop atau cross effect yang menunjukkan

pengaruh langsung dari satu blok ke blok lain. Dalam hal ini Ma2 dapat

dirumuskan: Ma2 = (I + A* + A*2) ……… (11) dimana A* = (I – A0)-1 (A – A0) Oleh karena: A*13 = A13 A*21 = (I – A22)-1 A21 A*32 = (I – A33)-1 A32

maka Ma2 dapat ditulis sebagai berikut:

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 1 1 1 32 21 32 13 21 21 13 32 13 2 * * * * * * * * * a A A A A A A A A A M ……… (12)

Proses pengganda open loop antar blok tersebut disajikan pada Gambar 12. Dari Gambar 12 dapat dijelaskan bahwa berawal dari peningkatan (injeksi) permintaan ekspor (X3) akan meningkatkan output yang berhubungan dengan blok

aktivitas produksi (Y3) akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok faktor

produksi (Y1) dengan nilai pengganda sebesar A13.

Peningkatan pendapatan pada blok faktor produksi akan mempengaruhi pendapatan pada blok institusi (Y2) dengan nilai pengganda sebesar A*21.

Selanjutnya peningkatan pendapatan blok institusi akan berpengaruh terhadap pendapatan blok produksi dengan nilai pengganda sebesar A*32.

Apabila injeksi berawal dari peningkatan pendapatan blok faktor produksi yang berasal dari luar negeri (X1) akan berpengaruh terhadap pendapatan pada

blok institusi dengan nilai pengganda sebesar A*21 dan selanjutnya akan

(16)

pengganda A*32. Peningkatan pendapatan pada blok aktivitas produksi akan

berpengaruh terhadap pendapatan pada blok faktor produksi dengan nilai pengganda sebesar A13. Terakhir, apabila injeksi berawal dari peningkatan

pendapatan blok non-faktor produksi yang berasal dari luar negeri (X2) akan

berpengaruh terhadap pendapatan pada blok aktivitas produksi dengan nilai pengganda sebesar A*32 dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pendapatan

pada blok faktor produksi dengan nilai pengganda A13. Peningkatan pendapatan

pada blok faktor produksi akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok institusi dengan nilai pengganda sebesar A*21.

Ketiga, Ma3 merupakan closed loop yang menunjukkan pengaruh dari satu

blok ke blok lain, kemudian kembali pada blok semula. Dalam bentuk matrik Ma3

dapat ditulis sebagai berikut:

Ma3 = (I – A*3)-1 ……… (13)

Persamaan (13) secara rinci dapat ditulis sebagai berikut:

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − − = − − − 1 32 32 13 1 32 32 13 1 32 32 13 3 1 0 0 0 1 0 0 0 1 ) A A A ( ) A A A ( ) A A A ( M * * * * * * * * * a ... (14)

Dekomposisi pengganda neraca tidak hanya dilakukan dengan menggunakan pendekatan rata-rata, melainkan juga dengan pendekatan marjinal. Untuk hal ini dibutuhkan sebuah matrik yang disebut marginal expenditure propensities yang dinotasikan dengan C. Matrik C dibentuk berdasarkan asumsi harga tetap, sehingga pengganda yang diperoleh dengan cara ini seringkali disebut pengganda harga tetap. Pada dasarnya antara matrik C dan matrik A tidak jauh berbeda. Kalau matrik A diperoleh dari rata-rata pengeluaran, sedangkan matrik C diperoleh dari marjinalnya, atau:

(17)

C = ∂T/∂Y ……… (15) Secara rinci ditulis sebagai:

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 33 32 22 21 0 0 0 0 0 C C C C C ……… (16) karena Y = T + X, maka: ∂Y = ∂T + ∂X ……… (17) dengan demikian: ∂Y = C∂T + ∂X ∂Y = (I – C)-1 ∂X ……… (18) atau ∂Y = Mc ∂X ……… (19)

Dimana Mc adalah pengganda harga tetap, yang selanjutnya dapat didekomposisi

ke dalam Mc1 (pengganda transfer), Mc2 (pengganda open loop), dan Mc3

(pengganda closed loop), sehingga:

Mc = Mc3Mc2Mc1 ……… (20)

Bentuk matrik Mc3, Mc2, Mc1 sama seperti pada matrik dekomposisi

sebelumnya, hanya saja yang digunakan disini adalah marjinal pengeluaran.

3.2.3. Analisis Jalur Struktural

Dalam ulasan angka pengganda SNSE telah diungkapkan bagaimana pengaruh bantuan dana rehabilitasi lahan milik masyarakat terhadap perekonomian wilayah Garut ketika variabel eksogennya diinjeksi sebanyak satu-satuan moneter. Informasi yang disampaikan melalui analisis angka pengganda tersebut hanya sebatas pada besaran dampak saja, dan tidak memberi penjelasan bagaimana dampak tersebut mengalir dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain

(18)

sebelum sampai pada aktivitas akhir yang dituju. Informasi mengenai alur dampak seperti ini sangat penting untuk ditelusuri, karena dapat menggambarkan keterkaitan dari aktivitas bantuan dana rehabilitasi terhadap perekonomian wilayah Garut secara komprehensif. Sebagai contoh, telah diketahui sebelumnya bahwa pemberian dana bantuan rehabilitasi dapat menaikkan pendapatan rumah tangga tani. Perubahan pendapatan ini secara langsung akan menaikkan jumlah konsumsi rumah tangga, yang akhirnya akan menaikkan jumlah permintaan dalam pasar barang atau jasa. Situasi ini kemudian di respon oleh produsen dengan menaikkan jumlah produksi untuk menambah suplai di pasar, dan ini berarti kegiatan produksi dalam perekonomian akhirnya semakin meningkat. Dari alur keterkaitan ekonomi seperti ini kita telah memperoleh informasi bahwa aktivitas pemberian dana bantuan rehabilitasi lahan milik ternyata tidak memberi dampak terhadap peningkatan produksi regional secara langsung, namun akan melalui beberapa aliran dampak sebelum mencapai sektor-sektor produksi.

Alur keterkaitaan ekonomi dari kegiatan rehabilitasi lahan milik yang disampaikan di atas, yang bisa disebut juga black box, tidak bisa diungkap hanya melalui analisis multiplier saja. Untuk membuka black box tersebut umumnya digunakan alat analisis SNSE lain yang disebut Structural Path Analysis (SPA) atau Analisis Jalur Struktural. Melalui SPA, dampak dari bantuan dana rehabilitasi terhadap perekonomian wilayah Garut yang diindikatorkan oleh besaran multiplier atau efek global akan diturunkan kepada efek langsung, efek tidak langsung, dan efek total. Dengan ketiga efek tersebut nantinya dapat ditelusuri jalur keterkaitan ekonomi bagaimana yang paling kuat terlihat dari kegiatan pemberian dana rehabilitasi dalam perekonomian wilayah. Informasi ini bisa

(19)

menambah wawasan yang lebih luas mengenai peranan dari dana rehabilitasi terhadap kesejahteraan rumah tangga tani, pendapatan tenaga kerja, kegiatan produksi, dan perekonomian wilayah secara menyeluruh.

Dalam studi ini perhitungan SPA dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Matrix Accounts Transformation System (MATS), yang berhasil menghitung jalur dampak dari semua aktivitas yang tertuang dalam SNSE Kabupaten Garut Tahun 2003. Namun demikian, dalam studi kali ini hanya difokuskan kepada jalur dampak dari kegiatan dana bantuan pemerintah terhadap rehabilitasi lahan milik masyarakat, terutama kepada penerimaan faktor produksi tenaga kerja, rumah tangga, dan sektor-sektor produksi yang terkait yakni buah-buahan, kehutanan (kayu), industri pengolahan, perdagangan dan transportasi (perhubungan).

Perhitungan analisis jalur struktural dari bantuan dana rehabilitasi lahan di Kabupaten Garut dapat dilihat dari koefisien yang dihasilkannya. Besaran-besaran koefisien analisis jalur struktural antara lain global effect (GE) yang sama dengan multiplier (angka pengganda) SNSE, direct effect (DE) yang tercantum dalam SNSE sebagai matrik koefisien input, path multiplier yang menunjukkan besaran angka pengganda jalur, dan total effect (TE) atau total dampak dari kegiatan dana rehabilitasi lahan sesuai dengan jalurnya masing-masing. Untuk menentukan jalur mana yang paling kuat, digunakan angka persentase total effect terhadap global effect (% GE). Jalur yang memiliki persentase yang paling besar dianggap sebagai jalur yang paling kuat.

(20)

3.3. Konsep Model Persamaan Struktural

Analisis persamaan struktural sering disebut juga latent variable analysis, covariance structural analysis, linear structural relationships (LISREL), dan Structural Equation Modeling (SEM) atau Model Persamaan Stuktural (Bachrudin dan Tobing, 2003; Schumacker and Lomax, 1996). SEM merupakan teknik multivariate yang menggabungkan aspek multiple regression dan analisa faktor untuk meramalkan serangkaian hubungan secara simultan. SEM dicirikan oleh dua komponen dasar yaitu: model struktural dan model pengukuran. Model pengukuran adalah model jalur (path) yang menghubungkan variabel bebas terhadap variabel tidak bebas (Hair et al. 2006). Selanjutnya, Joreskog dan Sorbom (1993) menjelaskan bahwa model pengukuran menjelaskan sifat pengukuran (reliability dan validity). Model pengukuran menjelaskan tentang variabel laten yang dipengaruhi oleh variabel yang bisa diukur. Model persamaan struktural menjelaskan hubungan kausal diantara variabel laten, menjelaskan efek hubungan, dan menentukan keragaman.

SEM juga merupakan metoda analisis yang menggabungkan analisis faktor dan analisis jalur untuk menguji secara empiris dan simultan tentang model pengukuran dan model struktural (Kusnendi, 2004). Di dalam SEM, dapat dilakukan kegiatan secara serempak, yaitu pemeriksaan validitas dan reliabilitas instrumen (setara dengan analisis konfirmatori), pengujian hubungan antara variabel (setara dengan analisis jalur), dan membuat model yang bermanfaat untuk estimasi (setara dengan analisis model struktural atau analisis regresi). Tujuan akhir dari SEM adalah untuk mendapatkan konfirmasi nilai-nilai parameter dan varian dari variabel-variabel yang tercakup dalam model struktural. SEM pada

(21)

prinsipnya merupakan derivasi dari penjelasan teori dan konsep dasar (basic concept) serta hubungan variabel-variabelnya dari suatu fenomena atau permasalahan ke dalam bentuk visualisasi diagram yang lebih mudah untuk dimengerti. Model persamaan struktural tersebut menggambarkan secara jelas hubungan kausal antara variabel independen dengan variabel dependen atau antara latent variable (construct variable) dengan observable variable (measured variable), maupun hubungan-hubungan antar variabel lainnya secara menyeluruh.

Dalam kaitannya dengan pembuktian hipotesis penelitian, SEM merupakan salah satu metode analisis yang berkenaan dengan model struktural dan analisis jalur. Di dalam pengumpulan data, SEM berkenaan dengan pemeriksaan seberapa valid dan reliabel instrumen penelitian (diantaranya berupa kuesioner yang dipakai untuk koleksi data). Pendekatan yang digunakan untuk memeriksa hal tersebut adalah Faktor Analisis Konfirmatori, sehingga di dalamnya juga tercakup measurement model (Solimun, 2002).

Agar interpretasi hubungan struktural variabel-variabel yang dibangun dalam sebuah model SEM dapat dilakukan dengan sistematis dan dapat dipahami secara sederhana, maka ada beberapa tahapan yang mendasari pembentukan pemodelan SEM tersebut, yaitu: spesifikasi model, identifikasi, matrik input, estimasi, dan evaluasi model (Gozali, 2004; Bachrudin dan Tobing, 2003; Ferdinand, 2002; Schumacker dan Lomax, 1996; Joreskog dan Sorborn, 1993).

3.3.1. Spesifikasi Model

SEM merupakan model persamaan struktural yang mendasarkan pada

(22)

variabel dan yang sekurang-kurangnya terdapat satu variabel kriteria (dependent) dan satu variabel bebas (independent). Kuat atau lemahnya hubungan kausalitas antara dua variabel tersebut bukan terletak pada metode analisis yang dipilih, melainkan pada pertimbangan teoretis untuk mendukung analisis (Gozali, 2004; Schumacker dan Lomax, 1996; Joreskog dan Sorbom, 1993).

Langkah pertama dalam pengembangan SEM adalah pencarian sebuah model yang mempunyai justifikasi teoretis. Model tersebut dikembangkan secara empirik melalui pemograman SEM. Untuk pengembangan model teoretis, harus dilakukan kajian deduksi teori dan eksplorasi ilmiah dari telaah sejumlah pustaka maupun hasil penelitian empiris terdahulu untuk memperkuat pembenaran hubungan kausalitas variabel yang diasumsikan dalam model. Tanpa pertimbangan teori yang kuat maka SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan karena SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model, melainkan digunakan untuk mengkomfirmasi model teoretis tersebut melalui data empirik (Ferdinand, 2002). Keyakinan untuk mengajukan sebuah model kausalitas dengan menganggap adanya hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih, bukan didasarkan pada metode analisis yang digunakan, tetapi haruslah berdasarkan pada pertimbangan teoretis yang mapan (Hair et al. 2006).

Dengan terbangunnya dasar teori yang menjelaskan hubungan-hubungan variabel, selanjutnya dibuat hubungan kausalitas antar variabel tersebut ke dalam diagram jalur (path diagram) dan persamaan strukturalnya, sehingga lebih menarik dan mudah dipahami. Dalam hal ini, ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu: pertama, menyusun model struktural yang menghubungkan antar konstruk latent baik endogen maupun eksogen, dan kedua menyusun model pengukuran yaitu menghubungkan konstruk latent endogen atau eksogen dengan variabel

(23)

indikator atau manifest (Gozali, 2004). Apabila pengembangan diagram dirasakan cukup maka dilakukan perumusan diagram ke dalam simbol dan persamaan matematika.

3.3.2. Identifikasi

Identifikasi berhubungan dengan pertanyaan apakah model yang dikembangkan dapat menghasilkan suatu dugaan yang tepat dan unik atau sebaliknya. Syarat perlu agar dapat mengidentifikasi taksiran parameter adalah banyaknya korelasi antara variabel yang diukur lebih besar atau sama dengan jumlah parameter yang diidentifikasi. Jika banyaknya variabel yang diukur adalah p, maka banyaknya korelasi adalah (1/2)p(p-1). Parameter yang dihitung termasuk semua koefisien jalur, semua korelasi untuk variabel eksogen, dan semua korelasi antara disturbances atau error tetapi tidak termasuk koefisien jalurnya (Kenny, 1979). Selanjutnya, Saris dan Stronkhorst (1984) di dalam Bachrudin dan Tobing (2003), memberikan arahan dalam melakukan identifikasi

model:

1. Persamaan model tunggal dengan korelasi antara error dan variabel eksogen sama dengan nol, maka model persamaan tersebut selalu dapat diidentifikasi. Model-model demikian dikenal sebagai model-model regresi.

2. Model-model persamaan simultan tanpa hubungan kausal reciprocal dan asumsi-asumsi standar selalu dapat diidentifikasi. Jenis model-model demikian dikenal sebagai recursive.

3. Model-model tunggal atau persamaan simultan kekeliruan dan variabel eksogen tidak sama dengan nol, tidak termasuk dapat diidentifikasi.

(24)

4. Model-model persamaan simultan dengan hubungan kausal reciprocal tidak termasuk dapat diidentifikasi. Jenis-jenis model seperti ini disebut nonrecursive.

Dalam persamaan identifikasi dapat dilakukan secara matematik dengan pemecahan masing-masing parameter θ dalam kaitan dengan elemen-eleman yang diidentifikasi. Jumlah persamaan dalam model struktur kovarians adalah (1/2) (p + q)(p + q + 1), dimana p adalah jumlah variabel y dan q adalah jumlah variabel x. Jika parameter-parameter dalam model yang diekspresikan sebagai fungsi satu atau lebih elemen-elemen yang dikenal dalam sistem, maka model tersebut dikatakan teridentifikasi. Hal ini adalah kasus untuk semua elemen-elemen dalam model dari keseluruhan model teridentifikasi (Bollen, 1989).

Dalam studi ini, identifikasi model mengacu pada metode dua tahap seperti yang dianjurkan oleh Rigdon (1995). Pertama, model-model pengukuran untuk variabel laten dibangun dan diuji secara terpisah dalam membangun analisis data cross-sectional. Kedua, identifikasi struktural kemudian dibuktikan berdasarkan pada aturan simultan atau menggunakan petunjuk untuk model-model blok persamaan simultan atau rekursif.

3.3.3. Matrik Input

Model persamaan struktural pada umumnya menggunakan matrik kovarians (matrik dispersi) dan matrik korelasi sebagai dasar analisis atau data masukan dalam paket-paket program statistik. Kedua matrik tersebut pada dasarnya sama. Matrik kovarians merupakan matrik yang unsur-unsur diagonal utama adalah ukuran varians dan unsur-unsur di luar diagonal utama merupakan ukuran kovarians. Pemilihan apakah matrik kovarians atau korelasi dalam suatu analisis

(25)

data sebaiknya didasarkan kepada theoretical concern dan preferensi disiplin ilmu pengetahuan. Secara teoretis, jika kita tertarik hanya pada pola hubungan antara variabel, matrik korelasi merupakan pilihan yang sesuai. Kelemahannya, penggunaan matrik korelasi menyederhanakan interpretasi karena informasi satuan pengukuran pengamatan akan hilang. Oleh karena itu pemilihan matrik kovarians sangat dianjurkan. Model persamaan struktural tidak selalu bebas dari satuan pengukuran. Yang jelas terdapat kasus suatu model akan tepat untuk matrik korelasi, tetapi tidak selalu sesuai untuk matrik kovarians (Kelloway, 1998).

Matrik input yang ideal digunakan adalah matrik kovarians sampel bersifat kontinu dan variabel-variabel normal multivariate. Ada permasalahan dengan setiap kondisi ideal ini untuk pemodelan persamaan struktural dalam kaitan dengan karakteristik data yang ada (Kiiskinen, 2002), yaitu variabel-variabel yang diukur secara ordinal dan skala interval. Dalam hal skala interval akan menyebabkan perbedaan yang besar dalam unit dan perbedaan yang besar dalam kovarians dan kovarians penduga. Begitu juga skala dari variabel-variabel ordinal selalu ditetapkan secara arbitrary. Oleh karenanya dalam praktek secara umum menggunakan matrik korelasi sampel (R) sebagai ganti matrik kovarians (S).

3.3.4. Estimasi Model

Model persamaan struktural menggunakan koefisien struktur, matrik

kovarians dari variabel laten independen, dan matrik kovarians dari kesalahan persamaan struktural. Kemudian model pengukuran menggunakan faktor loading

variabel x dan y, dan matrik kovarians dari kesalahan pengukuran. Estimasi model dilakukan untuk memperoleh estimasi setiap parameter seakurat mungkin dengan kovarians dari variabel yang diamati. Proses estimasi menggunakan fungsi kecocokan untuk mengurangi perbedaan antara parameter di dalam model dengan

(26)

variabel pengukuran. Beberapa metode yang lama untuk melakukan estimasi antara lain teknik kemampuan maksimum (maximum likelihood, ML), kuadrat terkecil biasa (ordinary least square, OLS), dan kuadrat terkecil umum (generalized least square, GLS), dan sebagainya. Pada perkembangan saat ini, prosedur estimasi telah dikembangkan dengan analisa kovarians model struktural dengan perangkat lunak program LISREL.

Salah satu kelemahan penggunaan model persamaan struktural umumnya akan sesuai untuk ukuran sampel sangat besar. Kebutuhan teoretis metode penaksiran kemungkinan maksimum dan uji kesesuaian (fit) model didasarkan kepada asumsi sampel besar. Secara umum, ukuran sampel untuk model persamaan struktural paling sedikit 200 pengamatan (Kelloway, 1998). Bentler dan Chou (1987) dalam Kelloway (1998) menyarankan bahwa rasio antara ukuran sampel dan parameter yang ditaksir adalah 5 : 1 dan 10 : 1.

3.3.5. Evaluasi Model

Ukuran kesesuaian dalam model persamaan struktural bisa dilakukan secara deskriptif atau inferensial. Statistik khi-kuadrat dapat digunakan untuk menguji kesesuaian model secara inferensial, sedangkan ukuran kesesuaian secara deskriptif yang dinyatakan dalam suatu indeks, misalnya yang sering digunakan adalah goodness of fit Indices (GFI), dan adjusted goodness of fit Indices (AGFI).

Ada banyak ukuran tersedia untuk menilai validitas secara menyeluruh dari model. Pada dasarnya, semua statistik tersebut diperoleh dari nilai minimum fungsi. Ketika chi-square didefinisikan dengan cara yang tergantung pada ukuran sampel, hal tersebut cenderung menghasilkan nilai-nilai yang tinggi dalam sampel besar. Sebagaimana telah disebut di muka bahwa model SEM merupakan model pendekatan yang mengintegrasikan sekaligus teknis analisis faktor, model

(27)

struktural, dan analisis jalur. Oleh karena itu, dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model (Ferdinand, 2000; Joreskog and Sorbom, 1993). Untuk mengukur derajat kesesuaian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan maka perlu dilakukan uji kesesuaian model. Beberapa teknik sebagai alat pengujian hipotesis-hipotesis parameter dalam model antara lain yaitu; Chi Square Statistic (χ2

), The Root Means Square Error of Approximation (RMSEA), Goodness of Fit Index (AGFI), the minimum sampel discrepancy function dibagi dengan degree of freedom-nya (CMIN/DF), Normed Fit Index (NFI), dan Tuker-Lewis Index (TLI). Adapun batas nilai (Cut off Value) dari indek kriteria untuk tiap-tiap teknik uji kesesuaian tersebut disajikan pada Tabel 3 (Gozali, 2004; Bachrudin dan Tobing, 2003; Ferdinand, 2000; Schumacker dan Lomax, 1996). Dalam penelitian ini, evaluasi model dilakukan menggunakan indeks kecocokan komparatif (CFI) berdasarkan statistik non sentral. Hal ini mengacu pada pendapat Fan et al. (1999) dan Hulland et al. (1996) dalam Ferdinand (2000) yang menyatakan bahwa CFI sangat baik digunakan untuk evaluasi model karena tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan model yang relatif kompleks.

Tabel 3. Goodness of Fit Cretion Index

No. Goodness of Fit Cretion Index Cut off Value

1. Chi Square Statistic Diharapkan kecil

2. Significant Probability (P) ≤ 0.05 3. CMIN/DF ≥ 2.00 4. GFI ≥ 0.90 5. AGFI ≥ 0.90 6. NFI ≥ 0.90 7. CFI ≥ 0.95 8. RFI ≥ 0.90 9. IFI ≥ 0.90 10. TLI ≥ 0.95 11. RMSEA ≤ 0.08

(28)

3.4. Analisa Biaya Manfaat

Analisis biaya manfaat (benefit and Cost) bertujuan untuk menggambarkan tentang kelayakan kegiatan rehabilitasi lahan milik yang dilakukan oleh masyarakat baik itu secara finansial maupun ekonomis. Dari analisis ini dapat diketengahkan apakah kegiatan rehabilitasi lahan tersebut bisa memberi benefit atau tidak terhadap masyarakat, khususnya dalam rangka meningkatkan pendapatan petani. Asumsi yang dipergunakan dalam analisa biaya manfaat adalah: Pertama, biaya dan manfaat dari kegiatan rehabilitasi lahan milik dapat dinilai dengan uang. Kedua, resiko kegagalan dapat didekati dengan probability discount. Ketiga, nilai aset pada waktu yang akan datang, dan nilai sekarang dari biaya serta manfaat yang akan datang dapat dihitung melalui metoda discounting waktu, yaitu compound interest dan discount rates.

Benefit cost analysis dapat dilaksanakan apabila biaya dan manfaat kegiatan rehabilitasi lahan tersebut dapat diukur dengan mengurangi dampak dari kegiatan dan perolehan ataupun pengurangan konsumen surplus. Pendapatan ataupun hilangnya konsumen surplus tersebut dapat dinilai dengan uang.

Dalam menentukan resiko kegagalan biasanya ditemui kesulitan yang memerlukan pengetahuan tentang perhitungan probabiliti dan pengetahuan tentang distribusi dan hasil distribusi dari alternatif kebijakan. Pendekatan probabiliti biasanya berasal dari perkiraan yang pernah dilakukan ataupun menggunakan hasil penelitian orang lain.

Discounting mempunyai arti kurang dari nilai sebenarnya. Konsep utama dalam discounting waktu adalah present value atau nilai barang pada saat ini. Present value dapat menggambarkan beberapa keadaan yang terjadi pada masa

(29)

yang akan datang ataupun pada saat ini. Present value dapat membandingkan keuntungan atau manfaat hari ini dan biaya yang dibutuhkan pada masa yang akan datang ataupun biaya saat ini yang akan dirasakan pada beberapa waktu di masa mendatang. Perbedaan nilai pada kurun waktu yang berbeda disebut dengan discount rate atau rate of time preference. Tiga hal penting dalam discount rate: 1. Apabila nilai discount rate tinggi, maka penilaian barang pada saat ini akan

mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan dengan penilaian pada waktu mendatang.

2. Apabila nilai discount rate rendah, maka pembayaran dari jasa pada saat ini hanya sedikit berbeda dengan pembayaran pada masa yang akan datang. 3. Apabila discount rate atau kesukaan merupakan pola konsumsi, maka tidak

ada perbedaan antara nilai uang saat ini dengan nilai uang di masa mendatang. Uang merupakan nilai abstrak terhadap barang dan jasa. Keinginan mempunyai uang adalah suatu ukuran keinginan untuk menggambarkan konsumsi atau investasi pada saat ini. Keinginan ini merupakan variabel suatu permintaan yang berlebihan (excests demand) terhadap uang atau sama dengan kekurangan dalam permintaan agregat terhadap barang dan jasa.

Analisa biaya manfaat suatu kegiatan memerlukan identifikasi semua efek dari kegiatan tersebut terhadap kesejahteraan individu dan semua anggota masyarakat. Oleh sebab itu, efek tersebut harus dapat diukur dalam satuan unit sehingga benefit keseluruhan dapat dibandingkan dengan biayanya.

Beberapa cara untuk mengidentifikasi, mengukur dan membandingkan perubahan dalam kesejateraan masyarakat. Salah satu satuan yang berhubungan dengan perubahan kesejahteraan terletak pada analisa biaya manfaat, yaitu criteria

(30)

pareto improvement potensial. Dalam bahasa ekonomi kesejahteraan, suatu perubahan yang membuat minimal satu anggota masyarakat lebih baik dan membuat tidak satu orang pun yang merasa dirugikan. Pelaksanaan suatu kegiatan dapat menimbulkan suatu pareto improvement potensial jika dalam kemungkinan tertentu terdapat peningkatan pareto dengan menghubungkan suatu kegiatan dengan kondisi yang cocok tentang adanya transfer uang diantara yang diuntungkan dan yang merugi, walaupun pada kenyataannya transfer tersebut tidak nampak. Dengan kata lain, suatu kegiatan akan menimbulkan potensial pareto improvement apabila sejumlah uang dimana yang merasa beruntung bersedia membayar yang meyakinkan bahwa kegiatan akan dilaksanakan melebihi sejumlah uang, dimana yang merugi akan menerima sebagai suatu kompensasi dari keadaan tersebut. Sebagai patokan umum, suatu kegiatan selayaknya dilaksanakan jika dan hanya jika kegiatan tersebut menghasilkan potensial pareto improvement yang dikenal sebagai potensial pareto improvement criteria. Di dalam potensial pareto improvement criteria memerlukan adanya perubahan dalam kesejahteraan yang harus diukur willingness to pay, yaitu sejumlah yang mereka mau membayar untuk suatu keuntungan dari kegiatan dan dengan sejumlah yang mereka mau menerima sebagai kompensasi dari kerugian yang dideritanya. Manfaat dan biaya yang berasal dari individu tersebut dijumlahkan ke dalam “social benefit” dan “social cost”. Suatu kegiatan perlu dilaksanakan jika social benefit melebihi social cost atau net social benefitnya adalah positif. Hampir setiap analisa biaya manfaat menggunakan potensial pareto improvement walaupun dinyatakan secara emplisit. Di dalam pasar persaingan sempurna nilai uang yang dibayarkan untuk suatu barang merupakan marginal social cost dari

(31)

penggunaan satu unit tambahan barang tersebut. Sedangkan harga nilai barang yang terjual merupakan marginal social value dari memproduksi satu unit tambahan barang tersebut.

Di dalam perekonomian sempurna, ada dua cara dimana harga proses dapat dijadikan ukuran nilai sosial. Apabila pembeli dengan bebas dapat membeli barang sebanyak mungkin dengan harga pasar, maka tingkat harga tersebut merupakan ukuran nilai marginal terhadap konsumen. Sebaliknya jika produsen bebas dapat menghasilkan barangnya untuk dijual pada harga pasar, maka harga tersebut dapat menjadi ukuran biaya marginal dari barang yang dihasilkan. Namun demikian, biasanya pemerintah mengenakan pajak. Pembeli barang membayarnya sudah termasuk pajak. Barang yang dibelinya tersebut menjadikan nilai marginal sama dengan harga barang termasuk pajak. Produsen hanya menerima harga yang dibayar pembeli tetapi tanpa pajak, banyaknya barang yang diproduksi menjadikan biaya marginal sama dengan harga barang tanpa pajak.

3.4.1. Perhitungan Present Value dari Arus Biaya dan Benefit

Jika “nilai sekarang” dari biaya dan benefit yang terjadi pada tahun t mempunyai pengertian dan dapat dihitung, maka jelas bahwa nilai sekarang dari seluruh arus biaya dan benefit yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan sampai akhir umur ekonomisnya pun dapat diperkirakan dan dihitung. Nilai ini tidak lain adalah jumlah nilai sekarang untuk biaya atau benefit pada tiap-tiap tahun.

Jadi, arus benefit dan biayanya nampak sebagai berikut: B0 (yang sering

sama dengan nol), B1, B2; dan C0 (= investasi), C1 dan C2 sebagai biaya eksploitasi

dan pemeliharaan (rutin). Nilai sekarang dari masing-masing unsur Bt atau Ct

(32)

t t

i

B

)

1

(

+

………...……… (21) atau, t t

i

C

)

1

(

+

………...……… (22)

Dalam istilah penjumlahan dapat ditulis:

(

)

+

=

t t

i

B

1

benefit

arus

PV

...……… (23)

(

)

+

=

t t

i

C

1

benefit

arus

PV

…...……… (24)

Pengertian atas kedua persamaan ini adalah bahwa nilai sekarang dari arus benefit adalah jumlah modal terendah yang dapat menciptakan arus tersebut apabila ditanamkan dengan rate of return sebesar i. Nilai sekarang dari arus biaya sama dengan investasi terendah yang akan menyediakan dana yang diperlukan untuk menutup arus biaya itu setelah ditanamkan pada tingkat yang sama.

3.4.2. Net Present Value dari Arus Benefit dan Biaya (NPV)

Keuntungan netto suatu usaha adalah pendapatan bruto dikurangi jumlah biaya. Maka, NPV suatu kegiatan adalah selisih PV arus benefit dengan PV arus biaya.

+

=

= n 1 t t t t

i)

(1

C

B

NPV

………...……… (25)

Seperti telah dijelaskan Bt adalah benefit social bruto kegiatan pada tahun t,

yang terdiri dari segala jenis penerimaan atau keuntungan non-finansial yang diterima atau dirasakan oleh penyelenggara kegiatan dalam tahun t, apakah sebagai pembayaran rendemen atau pengembalian investasi semula; Ct adalah

B

t

(1 + i)

t

C

t

(33)

biaya sosial bruto dalam sehubungan dengan kegiatan pada tahun t, termasuk segala jenis pengeluaran, baik yang bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dan sebagainya) maupun yang rutin, entah dalam bentuk uang atau non-finansial, yang dibebani kepada penyelenggara kegiatan dalam tahun t (termasuk investasi semula dalam tahun ke-nol dan seterusnya); n adalah umur ekonomis kegiatan; dan i merupakan social opportunity cost of capital yang digunakan sebagai social discount rate.

3.4.3. Net Benefit –Cost Ratio (Net B/C)

Untuk menghitung indeks ini terlebih dulu dihitung (Bt – Ct) / (1 + i)t untuk

setiap tahun t. Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif (sebagai pembilang) dengan jumlah present value yang negatif (sebagai penyebut). Secara umum, rumusnya adalah:

(

)

(

)

= =

+

+

=

n 1 t t n 0 t t

i)

(1

i)

(1

B/C

Net

t t t t

B

C

C

B

………...………… (26)

3.4.4. Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C)

Kriteria investasi ini hampir sama dengan kriteria investasi Net B/C. Perbedaannya adalah bahwa dalam perhitungan Net B/C, biaya tiap tahun dikurangkan dari benefit tiap tahun untuk mengetahui benefit netto yang positif dan negatif. Kemudian, jumlah present value yang positif dibandingkan dengan jumlah present value yang negatif. Sebaliknya dalam perhitungan Gross B/C, pembilang adalah jumlah present value arus benefit (bruto) dan penyebut adalah jumlah present value arus biaya (bruto). Jadi rumusnya adalah:

untuk Bt – Ct > 0

(34)

= =

+

+

=

n 0 t t t n 0 t t t

i)

(1

C

i)

(1

B

B/C

Gross

………...……… (27)

Semakin besar Gross B/C, semakin besar perbandingan antara benefit dengan biaya, yang berarti kegiatan relatif semakin menguntungkan.

3.5. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran seperti yang diungkapkan di atas, dapat disampaikan hipotesis mayor dalam penelitian ini, yaitu: “Diduga dana bantuan rehabilitasi lahan milik mempunyai pengaruh terhadap pendapatan masyarakat dan perekonomian wilayah di Kabupaten Garut”.

Beranjak dari hipotesa mayor di atas dapat diturunkan beberapa hipotesis minor sebagai berikut:

1. Diduga faktor-faktor yang berhubungan dengan kebijakan bantuan dana rehabilitasi lahan milik dalam bentuk bantuan sarana produksi, bantuan biaya tanam serta penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan merupakan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kinerja keberhasilan rehabilitasi lahan milik masyarakat.

2. Diduga faktor-faktor yang berhubungan dengan profil petani (faktor internal masyarakat penerima bantuan dana rehabilitasi lahan milik), yakni pendidikan, pengalaman kepala rumah tangga, dan jumlah anggota rumah tangga, merupakan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kinerja keberhasilan rehabilitasi lahan milik masyarakat.

(35)

3. Diduga faktor-faktor yang berhubungan dengan kelembagaan petani, yakni kelas kelompok tani, tingkat partisipasi dalam pertemuan, penyuluhan dan pelatihan, dan persepsi terhadap penyuluhan dan pelatihan, merupakan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kinerja keberhasilan rehabilitasi lahan milik masyarakat.

4. Diduga faktor-faktor yang berhubungan dengan ekonomi rumah tangga petani, yakni pendapatan rumah tangga, jenis pekerjaan utama, dan jumlah anggota rumah tangga yang bekerja, merupakan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kinerja keberhasilan rehabilitasi lahan milik masyarakat.

5. Diduga kebijakan rehabilitasi lahan milik memberikan manfaat yang lebih besar bagi pendapatan usahatani.

Gambar

Gambar 11.  Kerangka  Pemikiran  Dampak  Bantuan  Rehabilitasi  Lahan  Milik                    Terhadap Pendapatan Masyarakat dan Perekonomian Wilayah di
Tabel 1. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi  Pendapatan  Pengeluaran 1 2 3 Faktor Produksi 4  Institusi  5 6 7  Aktivitas
Tabel 2. Simplifikasi Kerangka Dasar SNSE  PENGELUARAN  Neraca Endogen  Neraca  Eksogen  TOTAL Faktor
Gambar  12. Proses Pengganda antara Neraca Endogen SAM
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kursus ini membolehkan pelajar mengembangkan lagi pengetahuan, pemahaman dan kemahiran yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah dalam bidang berkaitan dengan kaedah saintifik.

yaitu peserta didik kelas X AKL 2, Data tes hasil belajar ini berupa data kuantitatif, yang akan dianalisa dengan analisa statistik atau metode statistik. yaitu

• 1) PROMPT menggunakan prasyarat perkembangan: YA; 2) PROMPT menggunakan latihan untuk gerakan rahang, bibir, bahasa: TIDAK, gerakan hanya dalam konteks

The mission-based accreditation standards of the Associa- tion to Advance Collegiate Schools of Business (AACSB) require that busi- ness schools develop and put in place

Gagasan yang diberikan cukup variatif, mulai dari gagasan untuk melakukan verifikasi administrasi gereja kepada instansi terkait, melakukan survei rumah kelayakan

Perpustakaan Instituut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, merupakan unsur penunjang kegiatan akademik yang menyediakan layanan bahan pustaka dan audio visual , untuk

Saat user memilih tombol “MyProfile” pada layar “FriendList” maka akan muncul layar baru seperti Gambar 4.9, yang membedakan kali ini yang ditampilkan adalah data –

Adapun metode yang dapat digunakan dalam pelaksanaan program pelatihan menurut Dessler (2000) yaitu, On the job training (pelatihan di tempat kerja), merupakan