• Tidak ada hasil yang ditemukan

MN 115 Ketergantungan Tc Terhadap Medan Magnet Pada Superkonduktor Fase (Bi,Pb)-2212 Terdoping Nd Made Sumadiyasa 1, Putu Suardana 1, I Gusti Agung Pu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MN 115 Ketergantungan Tc Terhadap Medan Magnet Pada Superkonduktor Fase (Bi,Pb)-2212 Terdoping Nd Made Sumadiyasa 1, Putu Suardana 1, I Gusti Agung Pu"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

410

Ketergantungan Tc Terhadap Medan Magnet Pada Superkonduktor

Fase (Bi,Pb)-2212 Terdoping Nd

Made Sumadiyasa1, Putu Suardana1, I Gusti Agung Putra Adnyana1, Gelys Anisa Nindri1 1 Jurusan Fisika FMIPA Univ. Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Bali

sumadiyasa64@gmail.com

Abstrak

Salah satu masalah dari superkonduktor bersuhu tinggi (Bi,Pb)-2212 adalah masih kurang baiknya kinerja fase tersebut di dalam medan magnet. Dalam usaha meningkatkan kinerja fase tersebut di dalam medan magnet pada penelitian ini telah dilakukan doping Nd pada (Bi,Pb)-2212. Sampel dibuat dengan metode reaksi padatan dengan suhu sintering pada suhu 8300C selama 400 jam. Karakterisasi dilakukan dengan XRD. pengukuran suhu kritis menggunakan SQUID Magnetometer pada beberapa medan magnet dc yang berbeda. Hasil pengukuran XRD menunjukkan pada sampel telah terbentuk fase (Bi,Pb)-2212 dengan fraksi folume 88% dengan parameter kisi a= 5.4079Å, b= 5.4317Å, c= 30.5813Å. Hasil pengukuran SQUID Magnetometer pada medan magnet dc Hdc= 0,1 – 6 Oe, dari kurva magnetisasi zero field-cooled memperlihatkan adanya

ketergantungan Tcon-set pada medan magnet. Dalam hal ini Tcon-set bergeser ke arah suhu yang lebih rendah

dengan bertambahnya kuat medan magnet yang diberikan. Demikian juga suhu puncak Tp-nya, bergeser ke arah suhu yang lebih rendah dengan penurunan yang lebih cepat dari pada penurunan Tconset. Ini memberikan indikasi

adanya ketergantungan rapat arus kritis pada suhu, dan adanya efek persambungan yang lemah antara butiran

.

Kata kunci : Fase (Bi,Pb)-2212, doping Nd, suhu kritis Tcon-set,, suhu puncak Tp, persambungan lemah Abstract

One of the problems of high-temperature superconducting (Bi, Pb) -2212 is still lack of good performance of the phases in the magnetic field. In an effort to improve the performance of these phases in the magnetic field in this research has been done Nd doping on (Bi, Pb)-2212. Samples were prepared by solid state reaction method with temperature sintering at a temperature of 8300C for 400 hours. Characterization is done by XRD,. critical temperature measurements by a SQUID magnetometer at several different dc magnetic field. The results of XRD measurements indicate the formation of the sample have phases (Bi, Pb) -2212 with volume fraction of 88%, with lattice parameters a = 5.4079Å, b = 5.4317Å, c = 30.5813Å. The results of SQUID Magnetometer measurements on the dc magnetic field Hdc = 0.1 to 6 Oe, from the curve of zero field - cooled magnetization

showed presence the Tcon-set dependence on the magnetic field. In this case the Tcon-set shifted toward lower

temperatures with increasing magnetic field strength is given. Likewise to the peak temperature Tp, shifted toward lower temperatures with a faster decrease than the decrease of the Tcon-set. It gives an indication

presence of the critical current density dependence on temperature, and the presence of a weak linkage effects between grains.

Keywords : phase (Bi,Pb)-2212, Nd doping, critical temperature Tcon-set , peak temperature Tp, weak linkage

1. PENDAHULUAN

Sampai sekarang masih dilakukan penelitian bahan superkonduktor baik dari aspek metode pembuatannya, mempelajari sifat-sifat fisika dan kimianya, [1,2,3] maupun aplikasinya [4,5,6]. Salah satu superkonduktor ber-Tc tinggi yang mendapatkan perhatian adalah superkonduktor sistem BSCCO yang mana dapat diformulasikan dalam bentuk rumusan Bi2Sr2Can-1CunOz dengan n=1,2,3

[7,8]. Untuk n=2 fase Bi2Sr2Ca1Cu2Oz

(Bi-2212) memiliki Tc antara 80 -95 K merupakan salah satu kandidat yang dipromosikan untuk dapat digunakan dalam manufaktur

elektronika. Sampai sekarang yang menjadi masalah bagi fase tersebut adalah masih adanya ketergantungan yang kuat suhu kritis Tc dan rapat arus Jc terhadap medan magnet luar. Oleh karenanya sampai sekarang masih banyak dilakukan penelitian terhadap fase Bi-2212 terutama dalam rangka meningkatkan Tc, Jc dan unjuk kerjanya di dalam medan magnet yang tinggi pada suhu pengoperasiannya.

Dalam usaha untuk meningkatkan unjuk kerja superkonduktor salah satu caranya adalah dengan mensubtitusi salah satu komponen penyusun utamanya dengan atom MN 115

(8)

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

411 lain. Studi penggantian Ca dengan Nd pada Bi1,7Pb0,3Sr2Ca1-xNdxCu2Oy telah dilakukan,

memperlihatkan bahwa bahan bersifat superkonduktif pada rentang konsentrasi 0  x  1 [9]. Dalam rentang tersebut konsentrasi pembawa muatan hole menurun dengan meningkatnya konsentrasi ion Nd.

Telah dilakukan juga substitusi Nd dalam sistem Bi1.7Pb0.3Sr2Ca1-xRExCu2Oy dimana RE

= Sm, Nd dengan 0.0 ≤ x ≤ 1.0 [10]. Kandungan oksigen ditemukan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi Sm/Nd. Dari pengukuran magnetisasi DC menunjukkan penurunan fraksi volume superkonduktor dengan bertambahnya x. Diperoleh bahwa substitusi Ca oleh Sm atau Nd mengakibatkan perubahan pada konsentrasi hole. Penurunan volume superkonduktor yang lebih besar pada Nd menunjukkan bahwa momen magnetik dari ion tanah jarang RE memainkan peran penting di samping valensinya.

Sementara itu kelompok A. Biju telah melakukan penggantian Sr dengan Nd pada campuran Bi1.7Pb0.4Sr2-xNdxCa1.1Cu2.1Oy untuk

0.0 < x < 0.5 [11]. Diklaim bahwa penggantian Nd terhadap Sr memiliki pengaruh yang besar pada sifat-sifat listrik (Bi,Pb)-2212. Suhu transisi Tconset, Tc0 dan rapat arus Jc meningkat

dengan bertambahnya Nd sampai pada konsentrasi optimum. Pada Nd optimum x = 0,2 Tconset = 93,7 K dengan Jc = 464 A/cm

2

pada 64 K. Sistem berubah dari keadaan “over-doped” menjadi kondisi “optimal-doped” dan kemudian menjadi “under-“optimal-doped”.

Dalam penelitian yang kami lakukan lebih jauh telah diteliti bagaimana efek medan magnet luar terhadap Tc dan sifat transport yang terkait. Ini penting untuk melihat bagaimana unjuk kerja fase (Bi,Pb)-2212 yang ditambahkan Nd di dalam medan magnet.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Sampel dibuat dari bahan kimia Bi2O3,

PbO, SrCO3 Y2O3, CaCO3, Nd2O3 dan CuO

dari Aldrich, 99.9+%. Pada penelitian ini dibuat sampel dengan campuran awal dengan komposisi Bi : Pb :Sr: Ca : Nd : Cu = 1,6 : 0,4 : 2,0 : 0,85 : 0,15 : 2,0 untuk mendapatkan struktur stoikiometri (Bi,Pb)2Sr2(Ca,Nd)1

Cu2O. Sampel dibuat dengan metode reaksi

padatan konvensional. Setelah dikalsinasi pada suhu 810oC selama 20 jam dilakukan

penggerusan dan selajutnya dipanaskan (sintering) dalam bentuk pelet berdiameter ~ 1.2 cm pada suhu 830oC selama 120 dan 400 jam.

Karakterisasi sampel meliputi, pengukuran dengan XRD menggunakan difrakto-meter XPERT-PRO dengan anoda Cu : pada sudut antara 10o – 60o, step size 2 = 0,0200o, scan step time 1.00s. Dari difraktogramnya dilakukan identifikasi puncak-puncak keberadaan fase Bi-2212 dengan referensi PDF index 01-074-4509, PDF index 00-045-1224. Kemudian dari puncak-puncak yang telah teridentifikasi dilakukan perhitungan fraksi volume bagi fase Bi-2212 dengan menggunakan persamaan Fraksi Volume = puncak seluruh Intensitas 2212 -Bi fase Int.

(1)

Untuk melihat efek medan magnetik terhadap Tc dan sifat-sifat lainnya pada penelitian ini dilakukan pengukuran magnetisasi (momen magnetik) sebagai fungsi suhu di dalam medan magnet dari Hdc = 0,1 –

6 Oe. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan SQUID Magnetometer (Quantum design MPMS-XL 7). Untuk itu sampel dipotong dalam ukuran 3,62 x 4,37 x 10,12 mm3 dan berat sampel terukur adalah 0,54 g. Cara perlakuan pemberian medan magnetik DC dapat dilakukan dengan pendinginan dengan medan field cooled (FC) yang mana merepresentasikan efek Meissner, dan dengan pendinginan tanpa medan zero field cooled (ZFC) yang merepresentasikan efek perlindungan [12 Ginsberg]. Analisis diarahkan untuk mendapatkan informasi mengenai sifat-sifat fisis superkonduktor, seperti kerapatan arus kritis, granularitas, mengidentifikasi adanya kehilangan superkonduksi pada superkonduktor [12]. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengukuran XRD

Gambar 1 memperlihatkan pola difraksi sinar-X dari sampel dalam bentuk pelet yang telah dipanaskan pada suhu 8300C selama 120 jam. Puncak-puncak (peaks) yang sesuai dengan difraksi dari fase (Bi,Pb)-2212 terdoping Nd ditandai sesuai dengan indeks bidang Miller (hkl)-nya. Dari difraktogramnya telah dapat diidentifikasi puncak-puncak yang

(9)

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

412 Gambar 1. Pola difraksi XRD sampel yang disinterring

pada 8300C selama 120 jam Sejumlah puncak (peaks)

dapat ditandai sesuai dengan indek Miller (hkl)nya, fase (Bi,Pb)-2212 dengan tanda hurup L dan fase

(Bi,Pb)-2223 dengan tanda hurup H, sedangkan puncak yang tidak ditandai adalah berasal

dari pengotor.

berasal dari difraksi fase Bi-2223 dan fase Bi2Sr2Ca1Cu3Ox serta fase non-superkonduktif

seperti Ca5Sr9Cu24O41. Setelah dilakukan

pencocokan (fitting) diperoleh kisi kristal fase (Bi,Pb)-2212 yang orthorombik dengan parameter kisi a=5.4115Å, b=5.4658Å, c=30.7689Å. Dari intensitas puncak-puncak yang telah ditandai dan dengan menggunakan pers. (1) diperoleh fraksi volume dari fase (Bi,Pb)-2212 sebesar ~73%, fase (Bi,Pb)-2223 sebesar ~11% dan fase pengotor lainnya ~16%. Jadi sampel masih bersifat polikristal. Sedangkan untuk sampel yang disinterring selama 400 jam, hasil pengukuran XRD-nya diperoleh fraksi volume fase untuk (Bi,Pb)-2212 sebesar 88%, (Bi,Pb)-2223 sebesar 9%, dan fase pengotor lainnya sebesar 3%. Fase (Bi,Pb)-2212 yang terbentuk adalah dalam simetri orthorombik dengan parameter kisi a = 5.4079Å, b = 5.4317Å, c = 30.5813Å. Jadi terjadi peningkatan fraksi volume fase (Bi,Pb)-2212) sebesar ~ 15 %.

3.2. Efek Medan Magnet DC

Untuk mengetahui ketergantungan magnetisasinya terhadap suhu telah dilakukan pengukuran magnetisasi dengan cara zero field cooling (ZFC) : pada saat pendinginan tanpa medan, dan medan magnet konstan diberikan pada saat dilakukan pengukuran magnetisasi dari suhu rendah ke suhu tinggi. Pengukuran magnetisasi dilakukan pada beberapa variasi kuat medan, yaitu HDC = 0.1,

0.3, 1.0, 3.0, dan 6.0 Oe (ini adalah sama

dengan 79.58, 23.87, 79.58, 238.73 dan 477.46 A/m).

Dengan mendefinisikan bahwa  = m/HDC

dimana m = momen magnetik magnetisasi (dalam satuan emu) dan HDC = medan

magnetik yang diberikan dalam satuan Oe diperoleh grafik hubungan antara  vs. T sebagaimana diberikan pada Gambar 2. Dari gambar tersebut magnetisasi keadaan jenuh yang merepleksikan penolakan medan magnet

Gambar 2. ZFC momen magnetik sebagai fungsi suhu di dalam medan magnet 0.1 – 6 Oe. secara total oleh sampel tidak tampak sampai pada batas pengukuran 50 K. Dapat diamati dengan jelas bahwa pada pemberian medan magnet 0.1 – 1.0 Oe kurvanya tidak memperlihatkan adanya dua transisi yang berhubungan dengan arus perlindungan intragranular dan intergranular. Sampel di dalam medan tersebut hanya memperlihatkan transisi intragranular saja, tidak dapat dibedakan dari intergranularnya. Ini mengindikasikan bahwa pada medan magnet 0.1 dan 0.3 Oe superkonduktor masih terkopel dengan baik [14 ]. Tampak juga bahwa kurva melebar ke arah respon diamagnetik yang lebih kecil, dan pada medan HDC > 3 Oe

respon diamagnetik sangat kecil sekali. Pada penelitian ini suhu transisi Tcon-set

ditentukan dari mulai turunnya magnetisasi ke arah yang lebih negatif, yaitu mulai adanya respon diamagnetik. Dari Gambar 2 diperoleh bahwa pada penggunaan medan magnet HDC =

0.1 Oe suhu kritis Tcon-set = 87.23 K. Ini lebih

kecil dari pada Tconset dari fase (Bi,Pb)-2212

terdoping Nd yang Tc-nya diukur dengan tanpa medan magnet, yaitu Tcon-set = 93.7 K

(10)

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

413 Dari Gambar 2 dapat diperoleh bahwa dengan bertambahnya kuat medan magnet yang diberikan Tcon-set adalah semakin

berkurang sebagaimana diberikan pada Gambar 3. Tampak Tcon-set turun secara tajam

dan tidak linier pada medan di bawah 1.0 Oe,

Gambar 3. Ketergantungan Tcon-set pada medan

magnet

dan turun hampir linier dengan kemiringan yang cukup kecil pada medan di atas 1 Oe.

Untuk lebih memahami lebih lanjut efek penggunaan medan magnet terhadap sifat-sifat superkonduksinya, dilakukan pendiferensialan  terhadap suhu T sebagai d/dT [14]. Grafik hasil pendiferensialan d/dT sebagai fungsi suhu T diberikan pada Gambar 4. Dari gambar tersebut dapat dicatat :

(i). Terdapat keadaan dimana kurva maksimum pada suhu tertentu, dan ini ditandai sebagai suhu puncak (peak

temperature) Tp yang mana

merepresentasikan suhu transisi intragranular dan intergranular [14, 15]. (ii). Pada medan 0.1 dan 0.3 hanya

memperlihatkan adanya satu puncak maksimum, keberadaan dari suhu transisi intragranular dan intergranular masih belum dapat dibedakan. Jadi pada peggunaan medan 0.1 – 0.3 Oe belum cukup kuat memisahkan kedua komponen tersebut.

(iii). Pada medan 1 Oe tampak adanya dua puncak terpisah. Ini berkaitan dengan dua puncak kehilangan [13], yaitu pertama, puncak pada suhu yang lebih tinggi merepresentasikan kehilangan karena adanya penetrasi medan magnetik London. Kedua, puncak maksimum tertinggi

sebagai transisi intergranular akibat adanya penetrasi fluks pada perbatasan butiran, merepresentasikan adanya persam-bungan (Josephson Junction) lemah antar butiran terdekat.

(iv). Posisi Tp dipengaruhi oleh kuat medan magnet yang diberikan : posisi Tp bergeser ke arah suhu yang lebih rendah dengan bertambahnya kuat medan magnet. Ketergantungan suhu puncak Tp pada medan magnet sebgaimana diperlihatkan pada Gambar 5.

(v). Tampak juga adanya penurunan tinggi dan bertambah lebarnya kurva dari setiap puncak dengan bertambahnya kuat medan medan magnet. Tp Tp Tp Tp 0.1 Oe 0.3 Oe 1.0 Oe 3.0 Oe

(11)

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

414 Gambar 4. Turunan pertama  terhadap suhu, d/dT

(emu/Oe.K) terhada suhu T (K). Gambar kecil memperlihatkan d/dT untuk medan magnet

3.0 dan 6.0 Oe.

Gambar 5. Besar pergeseran Tp terhadap medan magnetik

3.3. Diskusi

Sebagaimana diberikan pada Gambar 3 dan Gambar 5, bahwa dengan bertambahnya medan magnet Tcon-set dan Tp turun secara

tidak linier. Bila keduanya dibandingkan, penurunan Tp lebih cepat dari pada penurunan suhu transisi Tcon-set. Posisi puncak Tp adalah

berhubungan dengan penetrasi medan magnet pada butiran dan bagian dalam sampel [15]. Pergeseran Tp yang lebih besar mengindikasi-kan semakin lemahnya kemampuan pinning dan semakin kecilnya rapat arus kritis intergranular [16]. Pada saat medan magnet mulai menembus bahan secara penuh sehingga mengakibatkan kehilangan sifat superkonduktor mencapai maksimum, dan rapat arus kritis sebagai fungsi suhu puncak Tp. Dengan demikian sampel fase (Bi,Pb)-2212 terdoping Nd yang diperoleh dalam penelitian ini masih memperlihatkan secara tidak lansung adanya ketergantungan rapat

arus kritis terhadap medan magnetik yang diberikan.

Rapat arus kritis adalah berhubungan dengan garis ireversibilitas (irreversibility line). Pada umumnya kurva ireversibilitas untuk superkonduktor ber-Tc tinggi (HTS) dapat diungkapkan dalam bentuk persamaan berpangkat [12, 17],

(1-Tp/Tc) = cHq (2) c dan q adalah konstanta. Untuk YBaCuO nilai q bervariasi antara ½ - ¾.

Dengan mengambil Tc = Tcon-set maka dapat

dibuat grafik untuk persamaan (2) seperti pada Gambar 6 (skala dalam logaritma). Pada gambar dapat dibuat garis lurus yang dapat didekati dengan sangat baik dengan persamaan,

(1-Tp/Tc) = 0.0178H0.4452 (3) dengan konstanta determinasi R² = 99.72%. Diperoleh garis lurus dengan kemiringan q = 0,4452 dan konstanta c = 0.0178. Tampak hanya ada satu garis lurus. Sementara itu dalam kasus substitusi Fe dan Zn pada (Bi,Pb)-2223 memperlihatkan adanya dua daerah yang masing-masing dapat diungkapkan dalam persamaan garis lurus dengan nilai q antara 0.33 – 0.20 [17].

Gambar 6. Hubungan antara 1-Tp/Tc dengan medan magnet H.

Selanjutnya, untuk mendapatkan ketergantungan medan kritis intergrain sesuai dengan penembusan medan secara penuh digunakan relasi [18, 20], n c T T Hc        Hc(0) 1 (4)

di mana n adalah eksponen kritis yang merepresentasikan ukuran gaya pinning pada Tp

(12)

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

415 perbatasan butiran. Nilai n yang lebih kecil mengindikasikan medan kritis intergrain yang lebih besar.

Dari data hasil pengukuran Tp pada beberapa pemberian medan magnet diperoleh hubungan antara medan penetrasi secara penuh dengan suhu Tp sebagaimana diberikan pada Gambar 7. Pada gambar tersebut dapat dibuat kurva yang memenuhi persamaan,

2396 . 2 1 8197.9 ) (         set on p c Tc T Tp H (5)

Gambar 7. Ketergantungan medan kritis intergain terhadap suhu puncak Tp

Memperhatikan pers. (4) maka pada penelitian ini diperoleh Hc(0) = 8197.9 A/m

dan eksponen kritis n = 2.2396. Sementara itu dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada fase Bi-2212 tanpa pemberian Nd diperoleh n = 3.85 dengan Jc(0) = 154 A/cm2 [19]. Pada substitusi Ca dengan Nd pada superkonduktor (Bi,Pb)-2223 konstanta eksponennya n = 2,1dengan Jc(0) = 15950 A/cm2 [16]. Dengan demikian diperoleh indikasi bahwa penambahan Nd dapat memperkecil nilai n, atau meningkatkan medan krtis intergrain.

Dari Gambar 4 dapat juga diamati adanya perurunan tinggi maksimum dari Tp dan bertambah melebarnya kurva dengan bertambahnya kuat medan magnet. Hal ini mungkin dapat dikaitkan dengan berkurangnya nilai suseptibilitas absolut yang berkorelasi dengan bertambahnya kedalaman penetrasi ke dalam butiran dan persambungan intergrain. Berkurangnya nilai suseptibilitas absolut berhubungan dengan berkurangnya kerapatan pembawa muatan [21, Uribe].

5. KESIMPULAN

Pada penelitian ini telah diperoleh fase (Bi,Pb)-2212 terdoping Nd dengan fraksi volume 89%. Pemberian medan magnet luar pada superkonduktor fase (Bi.Pb)-2212 terdoping Nd masih memberikan dampak terhadap suhu transisi Tcon-set dan suhu puncak

(peak temperature) Tp : Tcon-set dan Tp

bergeser ke arah suhu yang lebih rendah dengan bertambah besarnya kuat medan magnet yang diberikan. Ini mengindikasikan masih adanya efek granularitas dalam bentuk persambungan yang lemah antar butiran. Ketergantungan medan kristis intergrain terhadap suhu dapat diungkapkan dalam bentuk persamaan berpangkat dengan konstanta n=2.2396, menunjukkan bahwa penambahan Nd dapat meningkatkan sifat-sifat magnetik dari fase Bi-2212.

6. UCAPAN TERIMA KASIH

Kami ucapkan banyak terima-kasih kepada Prof. H. Taniguchi, Graduate School of Science & Enginering, Saitama University Japan atas bantuannya dan kesempatan yang telah diberikan untuk melakukan pengukuran sampel dengan SQUID magnetometer, serta pelatihan kepada mahasiswa kami.

7. REFERENSI

1. Maljuk, B. Liang, C. T. Lin, G. A. Presure, Physica C 355, 140 – 146 (2001). 2. Liang, C. T. Lin, Journal of Crystal

Growth 237 – 239, 756 – 761 (2002). 3. N. H. Mohammed, A. Ramadan, A. I.

Abon-Aly, I. H. Ibrahim, M. S. Hassan, Material Sciences and Applications, 3, 224 – 233 (2012).

4. Stephen. March, A. Ballarino, Y. Yang,

IEEE/CSC & ESAS European

Superconductivity New Forum (ESNF), No. 6, 1 – 4 (2008).

5. K. Hayashi, Japanese Journal of Applied Physics, 50, 1 – 13 (2011).

6. Ballarino, K. Hubert M., and T. Taylor,

IEEE Transactions on Applied

Superconductivity, 18, 1455 – 14 558 (2008).

7. W. Chu, Y. Y. Xue, Z. L. Due, Y. Y. Sun, L. Gao, N. L. Wu, Y. Cao, I. Rusakova, K. Ross, Science, 277, 1081 – 1983 (1997).

(13)

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

416 8. M. B. Maple, Journal of Magnetism and

Magnetic Materials, 177 – 181, 18 – 30 (1998).

9. S. Satyavathi, K Nanda Kishore, V. Hari Babu and O. Pena, Supercond. Sci. Technol. 9, 93-97 (1996).

10. S. Satyavathi, K. Nanda Kishore, M. Muralidhar, O. Pena, V. Hari Babu,

Advances in Cryogenic Engineering

Materials, 42, 603-608 (1997).

11. Biju, U. Syamaprasad, A. Rao, J. G. Xu, K. M. Sivakumar, Y.K. Kuo, Physica C, 466, 69–75 (2007).

12. M. Ginsberg, Physical Properties of High

Temperature Superconductors I,

Singapore, World Scientific, 1989, 73 – 82.

13. Candida C. Silva and M. E. McHenry, IEE Transaction on Applied Superconductivity,

Vol. 7, 1596 – 1599 (1997).

14. M. Friend, L. Le Lay, T. P. Beales, M. Penny and C. Beduz, Procceding of 16th “International Cryogenic Engineering

Conference/International Cryogenic

Materials Conference” 3, 1541 – 1544 (1997).

15. V. Mihalache, G. Aldica, S. Popa, A. Crisan, Physica C 384, 451 – 457 (2003). 16. S. Celebi , A. I. Malik, S. A. Hali, Journal

of Alloys and Compounds 337, 237–242, (2002).

17. V. Pop, D. Marconi, V. Pop, M. Pop,

Journal of optoelectronics and advanced materials, Vol. 8, No. 2, 476 – 479 (2006). 18. H. Salamati, Parvis Kameli, Toktam Morshedloo, Ismaeil Abdolhosseini, Hosein Ahmadvand, Marzieh Baghi, Hossein Koohani, Hadi Beirami, J,

Supercond. Nov. Magn, Springer,

Published online 06 August 2010.

19. Jagdish Kumar, Devina Sharma, P. K. Ahluwalia and V.P.S. Awana, Materials Chem. and Phys. 139, 681-688 (2013). 20. N. Zheng, J. D. Johnson, A. R. Jones, A.

M. Campbel, W. Y. Liang, T. Doi, M. Okada, K. Higashyama, J. Appl. Phys., 77, 5287 – 5292 (1995).

21. M. A. Uribe Laverde, D. A. Landinez Tellez and J. Roa Rojas, Modern Physics Letters B, 23, 1-7 (2009).

Gambar

Gambar 1. Pola difraksi XRD sampel yang disinterring  pada 830 0 C selama 120 jam Sejumlah puncak (peaks)
Gambar 4. Turunan pertama  terhadap suhu, d/dT  (emu/Oe.K) terhada suhu T (K). Gambar kecil
Gambar 7. Ketergantungan medan kritis intergain  terhadap suhu puncak Tp

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titer antibodi terhadap penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam petelur fase layer I dan fase layer II pasca vaksinasi ND..

Jika medan luar diterapkan pada superkonduktor dengan suhu &lt; Tc, tidak akan terjadi penetrasi fluksi medan ke dalam rongga silinder sehubungan dengan peniadaannya oleh arus

Definisi : Sebuah trasformasi T yang bersifat bahwa sebuah garis petanya juga garis dinamakan kolineasi. Oleh karena refleksi adalah kolineasi maka setengah putaran juga suatu

Hasil analisis karakteristik lahan di Kecamatan Batang Alai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan metode matching dari kriteria

Dari ekspe- rimen yang telah dilakukan, jumlah fitur yang optimal berada di antara 30 – 60 untuk database dengan 12 orang, masing- masing 8 image training, dengan recognition

di Indonesia. Kebudayaan yang paling mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat Batak Toba adalah hubungan kekerabatan, tertuang dalam sistem marga dan falsafah Dalihan

Adanya respons yang berbeda pada tanaman yang diperlakukan penggenangan dibanding kontrol terhadap beberapa peubah, di antaranya tinggi tanaman, luas daun, jumlah

Kecepatan pengendapan partikel dalam gas dapat dipercepat jika gaya sentrifugal lebih besar dari gaya gravitasi.. Di dalam siklon, gas diumpankan secara tangensial ke dalam