BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan dijelaskan ciri pokok superkonduktor yang dipandang dari sifat magnetik dan sifat transport listrik secara terpisah serta perbedaannya dibandingkan konduktor (logam). Untuk memahami fenomena baru tersebut, selanjutnya akan digunakan model London yang disusul dengan pengembangan versi kuantum makroskopiknya yang berhasil memperdalam pengertian arus super dan menunjukkan adanya kuantisasi fluksoid. Pembahasan selanjutnya mengenai alat-alat dan piranti (device) yang digunakan untuk pengukuran dan pengendalian medan magnet yang diperlukan pada eksperimen kuantisasi fluksoid.
2.1 Ciri Pokok Superkonduktor 2.1.1 Diamagnetisme Sempurna
Superkonduktor sempurna adalah bahan yang menunjukkan dua buah
karakteristik, yaitu konduktivitas super dan diamagnetisme sempurna, saat
didinginkan di bawah temperatur tertentu T
c,yang biasa disebut temperatur kritis
atau temperatur saat terjadi transisi keadaan normal menjadi keadaan
superkonduktif. Superkonduktor ini (sekarang dikenal sebagai superkonduktor
tipe I) akan menolak secara total medan magnet dari luar H dan kembali ke
keadaan normal jika dikenai medan magnet yang lebih besar dari nilai medan
kritisnya (H
c), bahkan saat temperaturnya di bawah temperatur kritisnya. Pada umumnya H
cbergantung pada suhu seperti ditunjukkan oleh gambar berikut.
H H
c(0)
H
c(T)
T
cT
Normal Meissner
Gambar 2.1. kurva H-T untuk superkonduktor
Karakteristik ini dikenal sebagai efek Meissner. Di bawah kurva H
c(T) medan magnet induksi B dalam bahan bernilai nol atau magnetisasi bahan memenuhi persamaan M = - H. Di atas H
c, maka superkonduktor akan kembali ke keadaan normal. (Cyrot, M., 1992)
Gambar 2.2. kurva M(H) dan B(H) untuk superkonduktor
Sebenarnya efek perisai dalam bahan superkonduktor tidak berfungsi
sempurna sepenuhnya, yang berarti diamagnetisme sempurna atau efek Meissner
hanya berlaku ”jauh” di dalam bahan. Hal ini telah dibuktikan oleh Fritz dan Heinz London (1935) yang mengusulkan dua persamaan yaitu :
( )
J Edt
d Λ =
(1)
( )
ΛJ =−B×
∇
(2)
dengan ketentuan parameter
= Λ 1
2 s s
m q
n (3)
Dengan J ,
s E, m
s, n
s, dan q
smasing-masing adalah rapat arus super, medan listrik, massa elektron super yang berharga 2m
edengan m
eadalah massa elektron, rapat elektron super, dan muatan elektron super yang berharga 2e.
Selanjutnya dengan bantuan persamaan Maxwell ∇ × B = μ
0J , persamaan London II dapat ditulis dalam ungkapan lain,
2 2
B = B / λ
∇ (4)
dengan λ = Λ / μ
0= m
s/ μ
0n
sq
s2. Seperti tampak dalam gambar, untuk penerapannya pada bahan superkonduktor berbentuk papan dengan ketebalan 2α, dan berada dalam medan magnet luar H sejajar bidang y-z dengan syarat batas
H
B = μ
0pada x = α dan x = - α , persamaan di atas akan menghasilkan solusi berbentuk
( ) ( )
( a ) z
H x x
B ˆ
/ cosh
/ cosh
0
λ
μ λ
= (5)
Gambar 2.3. papan superkonduktor dalam medan magnet luar H
Solusi di atas menyatakan bahwa medan magnet luar dapat menerobos
secara efektif ke dalam bahan superkonduktor dengan panjang penetrasi
karakteristik λ (sering juga ditulis dengan notasi λ
L) seperti ditunjukkan oleh
gambar.
Gambar 2.4. kedalaman penetrasi λ dalam bahan papan berketebalan 2 α (a) (a/ λ) << 1 dan (b)(a/ λ)>> 1
Sumber : (Orlando, Terry P., 1991)
Kehadiran medan inhomogen tersebut akan mengimbas arus permukaan (super perisai atau arus screening) superkonduktor yang mengalir sebatas kedalaman yang sama sesuai dengan persamaan Maxwell J = ( ∇ × B ) / μ
0. Oleh karena itu, efek Meissner dalam superkonduktor bergantung pula pada perbandingan ketebalan bahan terhadap λ. (Orlando, Terry P., 1991)
2.1.2 Resistivitas Nol
Bahan superkonduktor memiliki ciri transport listrik yang berbeda dari konduktor (logam). Pertama, resistivitas konduktor tidak pernah menuju nol karena kontribusi tumbukan elektron dengan impuritas yang menghasilkan resistivitas residual, kecuali pada bahan konduktor murni (sempurna) yang bebas impuritas. Namun untuk konduktor murni pun resistivitas hanya dapat menjadi nol pada suhu mutlak 0 K. Di pihak lain superkonduktor dapat memperlihatkan transisi tajam menuju resistivitas nol pada suhu kritis Tc, di atas suhu mutlak 0 K, seperti pada gambar berikut. (Cyrot, M., 1992)
Gambar 2.5. kurva resistivitas terhadap suhu untuk konduktor
Kedua, hubungan konstitutif yang melandasi sifat bahan konduktor adalah berdasarkan hukum Ohm, yaitu J = σ E , sedangkan untuk bahan superkonduktor berlaku hubungan konstitutif London yang merupakan akibat dari dua persamaan London, yaitu :
A J =−Λ1
(6)
dengan gauge london : ∇ A ⋅ = 0 , A ⋅ n ˆ = 0 , yang menjamin sifat stasioner J :
= 0
⋅
∇ J , dan tiadanya arus yang mengalir keluar/masuk SK : J ⋅ n ˆ = 0
(Orlando, Terry P., 1991)
2.2 Model Kuantum Makroskopik
Sejauh ini telah diuraikan fenomena superkonduktivitas berdasarkan rumusan elektrodinamika klasik (F. & H. London). Dalam pasal ini akan diperkenalkan rumusan kuantum makroskopik (F. London) yang berhasil memperdalam pengertian arus super dan menunjukkan adanya kuantisasi fluksoid.
F. London (1948) menyadari bahwa persamaan London dapat diturunkan dari ide yang fundamental dengan mengasumsikan ensembel super-elektron secara keseluruhan berkelakuan sebagai suatu sistem kuantum pada skala makroskopik.
Oleh karena itu, hadir sebuah fungsi gelombang kuantum makroskopik
Ψ( )
x,tyang menggambarkan kelakuan seluruh ensembel super-elektron di dalam superkonduktor. (Orlando, Terry P., 1991)
2.2.1 Arus probabilitas dalam teori kuantum schrodinger
Sebagai pendahuluan pasal ini, tinjau persamaan Schrodinger yang berlaku untuk partikel tunggal dengan fungsi keadaan ψ :
Ψ + Ψ
∇
−
=
∂ Ψ
∂ V
m
i t
22
2
h h (7)
dengan penafsiran fisik (M. Bohr) :
( ) =
Ψ x ,t
2rapat probabilitas
=Ψ*( ) ( )
x,t Ψ x,t ≡Ρ(8)
yang memenuhi syarat normalisasi :
( ) , 2 = 1
∫ Ψ x t dV (9)
Persamaan di atas dapat diringkas menjadi persamaan kontinuitas :
t =−∇⋅J∂
∂
ρ
(10)
yang menyatakan kekekalan probabilitas dengan
(
* *2
2 Ψ ∇ Ψ − Ψ ∇ Ψ
−
= m
J h ) (11)
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡Ψ ∇Ψ im
Re * 2h
: rapat arus probabilitas (12) Jika persamaan kontinuitas ini menyatakan kekekalan probabilitas secara lokal, maka syarat normalisasi di depan merupakan pernyataan kekekalan secara global. Pengaruh kehadiran medan elektromagnet luar dengan fungsi potensial skalar φ dan potensial vektor
Adapat diperhitungkan berdasarkan cara substitusi minimal momentum linier
pdalam persamaan kanonik mekanika klasik dengan perumusan invarian gauge lokal dalam teori medan. Untuk partikel bermuatan q, pengalihannya ke dalam bentuk kuantum dan hamiltonian yang bersangkutan juga berubah (andaikan V = qφ ). Persamaan Schrodinger yang bersangkutan menjadi :
⎪⎭ Ψ
⎪ ⎬
⎫
⎪⎩
⎪ ⎨
⎧ ⎟ +
⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ ∇ −
=
∂ Ψ
∂ q A q φ
i m i t
2
2 1 h
h (13)
dan rapat arus probabilitas yang bersangkutan menjadi :
⎥ ⎦
⎢ ⎤
⎣
⎡ ⎟ Ψ
⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ ∇ − Ψ
= A
m q
J Re
*im h (14)
(Orlando, Terry P., 1991)
2.2.2 Perumusan Kuantum makroskopik
Dengan asumsi pokok ensembel super-elektron secara keseluruhan berkelakuan sebagai suatu sistem kuantum dan kelakuan/keadaannya dapat dilukiskan oleh suatu fungsi keadaan kuantum makroskopik yang memenuhi persamaan arus super dalam kehadiran medan elektromagnet, maka dapat dispotulatkan kehadiran
Ψ( )
x,tuntuk mendeskripsikan kelakuan ensembel super- elektron.
( ) q A ( ) ( ) x t x t q ( ) ( x t x t
i t m
t x
i
s ss
, , ,
2 , , 1
2
Ψ +
⎥⎦ Ψ
⎢⎣ ⎤
⎡ ∇ −
=
∂ Ψ
∂ h φ
h ) (15)
dengan m
sdan q
smasing-masing menyatakan massa dan muatan super-elektron dan syarat normalisasi :
( ) ( )
∫
Ψ* x,t Ψ x,tdV =Ns(jumlah super-elektron) (16)
sehingga
Ψ*( ) ( )
x,t Ψ x,t= rapat lokal super-elektron= n
s( ) x , : real. Selanjutnya t rumus arus probabilitas diperluas menjadi rapat arus super
⎥⎦
⎢ ⎤
⎣
⎡ ⎟⎟Ψ
⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛ ∇− Ψ
= A
m q q im
J
s s s
s sRe * h
(17)
Substitusi ungkapan
Ψ( )
x,tdi atas ke dalam ungkapan arus super untuk menghasilkan persamaan :
( ) ( ) ( )
s s s ss s
s
s s
A x t q n v
m t q m x
t x n q
J ⎥ =
⎦
⎢ ⎤
⎣
⎡ ∇ −
= , h θ , , (18)
dengan ( ) A ( ) x t
m t q m x
v
s s s
s
= h ∇ θ , − , .
Di dalam superkonduktor, J
s= 0 yang berarti q
sA
⎟ ⎠
⎜ ⎞
⎝
= ⎛
∇ θ D Invarian gauge.
J
ssebagai besaran fisis harus invarian terhadap pemilihan fase θ maupun fungsi potensial
A, kedua-duanya tidak dapat diukur secara eksperimen.
Kebebasan dalam memilih
Ahanya dibatasi oleh definisinya B = ∇ × A , yang berarti tidak boleh mengubah harga
B. Batasan tersebut masih memungkinkan variasi
Asebagai berikut :
χ
∇ +
=
→A A
A '
(19)
yang berarti perubahan φ sebagai berikut :
∂t
−∂
=
→
φ φ χ
φ (20)
Berdasarkan persamaan S bagi
Ψ( )
x,tdapat ditunjukkan bahwa ini berarti pula perubahan :
( ) x , t ns( ) x , t ei '( )
x,t
( )
x,t' =
θΨ
→
Ψ (21)
Selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa J akan tetap sama (invarian) bila dipenuhi
ssyarat :
χ θ
θ h
q
s+
=
' (22)
(Orlando, Terry P., 1991)
2.2.3 Kuantisasi fluksoid
Di dalam bahan superkonduktor padat/tak berlubang/simply connected
yang cukup tebal (a/λ>>1), telah ditunjukkan bahwa medan
Batau fluksi yang
bersangkutan ∫
B⋅ dsselalu sama dengan nol. Namun, tidak demikian halnya bila
bahan tersebut mengandung lubang (mengandung daerah yang multiply connected). Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa lubang tersebut merupakan daerah normal/non-superkonducting. Oleh karena itu, pada dasarnya medan
Batau fluksi magnet di dalam daerah lubang tidak selalu =0.
Pada sebuah bahan yang berbentuk cincin tebal/silinder berongga dengan dinding tebal seperti tampak pada gambar berikut.
Gambar 2.6. cincin tebal superkonduktor
Jika medan luar diterapkan pada superkonduktor dengan suhu < Tc, tidak akan terjadi penetrasi fluksi medan ke dalam rongga silinder sehubungan dengan peniadaannya oleh arus super yang terimbas itu. Dalam hal ini efek Meissner tampak operatif sepenuhnya. Sementara itu, pada kehadiran medan luar melalui penurunan T sampai di bawah T
c, fluksi medan akan terperangkap oleh rongga silinder, walaupun tidak terjadi penetrasi medan ke dalam bahan superkonduktor.
Kehadiran medan magnet dalam rongga akan menimbulkan arus imbas yang
bersirkulasi sepanjang lintasan tertutup dalam cincin sesuai dengan persamaan
Maxwell J = ∇ × H .
Gambar 2.7. fluksi medan magnet dalam rongga cincin
Secara klasik (teori London klasik), tidak terdapat batasan pada besarnya fluksi medan magnet yang terperangkap itu. Menurut perumus model kuantum makroskopik (MKM), J
s= 0 sepanjang lintasan tertutup C di dalam dinding silinder, ini berarti berlakunya hubungan :
θ
∇
= qs
A h
(23)
Sepanjang C, jadi :
∫ ⋅ = ∫ ∇
C C s
q dl dl
A h θ (24)
∫ ∇ × ⋅ =
S s C
q d ds
A h ∫ θ (25)
∫ ⋅ =
S s C
q d ds
B h ∫ θ (26)
Ingatlah bahwa fase θ pada fungsi gelombang ensembel dapat mengambil harga yang merupakan kelipatan bulat dari harga utamanya
−π
≤θ
p ≤+π , yaitu :
( ) ( ) θ π
θ x , t =
px , t + 2 n (27)
karena
( ) e s e
i( n )
i
s
n p
n t
x, = θ = θ +2 π
Ψ
(28)
Selanjutnya karena θ
p( ) x , t bernilai tunggal, maka ∫dθ
p = 0, sehingga π
θ n
d
C
= 2
∫ (29)
Dengan kata lain
∫ ⋅ = = Φ
S s
n q n
ds
B h 2 π
0(30)
e qs 2
0 = h → h
Φ
, bila superkonduktor = pasangan Cooper = kuantum fluxoid
Dengan n melambangkan bilangan bulat. Jadi penetrasi fluksi medan luar dalam superkonduktor memiliki nilai kuantisasi yang tetap, yaitu
. (Orlando, Terry P., 1991)
Webere
h 15
0 = /2 =2.0678×10− Φ
Gambar berikut menunjukkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh
Deaver dan Fairbank (USA) dan Doll dan Näbauer (Jerman) yang identik secara
esensial.
Gambar 2.8. fluksi yang terperangkap dalam rongga cincin. (a) hasil eksperimen Deaver dan Fairbank (USA). (b) data ideal
Sumber : (Orlando, Terry P., 1991)
Dengan mengukur penetrasi fluks medan luar, konsep super-elektron telah
dikonfirmasi secara eksperimen.
2.3 Efek Hall
Efek Hall adalah salah satu cara untuk menentukan konsentrasi pembawa muatan. Gambar menunjukkan prinsip pengukuran konsentrasi lubang (hole) dalam semikonduktor tipe-p.
Gambar 2-9. Pengukuran efek Hall
Lubang dalam semikonduktor pada arah sumbu x dipercepat dalam medan listrik, sedangkan pada arah sumbu z diberikan medan magnet. Gerakan dari partikel bermuatan dalam medan magnet diberikan sebagai :
F = q (v × B) (23)
Dimana F adalah vektor gaya yang bekerja pada partikel yang disebut gaya Lorentz (Newton), v adalah kecepatan partikel ( s m ), dan B adalah medan
magnet (Tesla). Bila i , , dan adalah vektor-vektor satuan masing-masing pada arah x, y, dan z. Dari gambar didapat :
ˆ
jˆkˆ
B = B
zk ˆ (24)
v = v
xi ˆ
Dengan mensubstitusikan persamaan (23) ke (24) didapat :
F = q v
xB
Bz( i × ) = -(q v ˆ kˆ
xB
zB)
jˆ(25) Dengan q adalah muatan partikel (Coulomb).
Persamaan tersebut menyatakan gaya dengan arah negatif pada sumbu y.
Berarti lubang ditolak oleh gaya Lorentz ke arah sisi permukaan A. Bila hanya terdapat gaya Lorentz, lubang akan dikonsentrasikan secara tak terhingga pada permukaan A, namun ada yang menghentikan proses tersebut, saat lubang didistribusikan ke satu sisi pada permukaan A, timbul gaya listrik pada arah y, yaitu dari permukaan A ke permukaan B. Keadaan seimbang tercapai apabila adanya keseimbangan antara medan listrik dan gaya Lorentz, dan timbul beda tegangan antara permukaan A dan B. Tegangan ini disebut tegangan Hall yang nilainya sebanding dengan konsentrasi pembawa (dalam hal ini konsentrasi lubang), sebagai berikut :
Bila E
yadalah medan listrik ( m V ) dan dalam keadaan gaya-gaya seimbang didapat :
qE
y- q v
xB
Bz= 0 (26) atau
E
y= v
xB
Bz(27)
Tegangan Hall (Volt) diberikan sebagai :
V
H= lE
y(28)
Bila p adalah konsentrasi lubang, maka arus I (Ampere) adalah :
I = q pv
xdl (29)
Persamaan diatas dapat direduksi menjadi :
d B qdp
I
B z
H z
H
R
V
= =(30)
Bila V
H, B
z, q, dan d diketahui, maka p dapat dihitung menggunakan persamaan (30) dimana
R
H= qp 1 disebut koefisien Hall. Konsentrasi elektron dapat dihitung dengan cara yang sama, tetapi harus diingat bahwa elektron bermuatan negatif. Hasilnya :
qdn I Bz
V
H =−(31)
Arah dari medan medan listrik Hall dalam semikonduktor tipe-n berlawanan dengan pada semikonduktor tipe-p. Dengan cara ini pula dapat ditentukan tipe konduksi semikonduktor yaitu dengan mengetahui polaritas tegangan Hall.
Sementara itu, pada semikonduktor ekstrinsik yang memiliki dua pembawa muatan, yaitu elektron dan lubang dengan konsentrasi dan mobilitas yang berbeda maka koefisien Hall memiliki bentuk :
( )
22 2
h e
h e
H
e n p
p
R = − n μ μ + + μ μ (32)
Dengan n adalah konsentrasi elektron, p adalah konsentrasi lubang, μ
eadalah mobilitas elektron dan μ
hadalah mobilitas lubang. (Rio, S. Reka, 1980)
2.4 Penguat Operasional
Penguat operasional adalah suatu rangkaian elektronika yang dikemas dalam bentuk rangkaian terpadu (IC). Perangkat ini sering digunakan sebagai penguat sinyal, baik yang linier maupun yang non linier terutama dalam sistem pengaturan dan pengendalian, instrumentasi, serta komputasi analog. Keuntungan dari pemakaian penguat operasional ini adalah karakteristiknya yang mendekati ideal sehingga dalam merancang rangkaian yang menggunakan penguat ini lebih mudah dan juga karena penguat ini bekerja pada tingkatan yang cukup dekat dengan karakteristik kerjanya secara teoritis. Dari sudut sinyal sebuah penguat operasional mempunyai tiga terminal, yaitu dua terminal masukan dan satu terminal keluaran.
Input 2
Gambar2.10. simbol rangkaian penguat operasional
Gambar menunjukkan simbol dari sebuah penguat operasional. Teminal input 1 dan 2 adalah terminal masukan dan terminal output adalah terminal keluaran. Kebanyakan penguat operasional membutuhkan catu daya DC dengan dua polaritas untuk dapat beroperasi. Terminal V
B+ disambungkan ke tegangan positif (+V) dan terminal V
B- disambungkan ke tegangan negatif (-V).
Karakteristik utama sebuah penguat operasional yang ideal adalah :
1. Impedansi masukan tak terhingga
Penguat yang ideal diharapkan tidak menarik arus masukan, artinya tidak ada arus yang masuk kedalam terminal input 1 maupun 2 (I
1= I
2= 0)
2. Impedansi keluaran sama dengan nol
Terminal output merupakan keluaran penguat operasional, idealnya diharapkan bertindak sebagai terminal keluaran sebuah sumber sumber tegangan ideal.
Tegangan antara terminal output dengan ground akan selalu sama dengan A(V
2- V
1), dimana A adalah faktor penguatan sebuah penguat operasional.
3. Penguatan loop terbuka tak terhingga
Apabila dioperasikan pada loop terbuka (tidak ada umpan balik dari keluaran ke masukan), maka sebuah penguat operasional ideal mempunyai penguatan (gain) yang besarnya tak terhingga.
2.4.1 Penguat Tak Membalik (Non-inverting Amplifier)
Penguat tak membalik merupakan suatu penguat dimana tegangan
keluarannya atau V
omempunyai polaritas yang sama dengan tegangan masukan
atau V
i. Rangkaian penguat tak membalik ditunjukkan pada Gambar berikut.
Gambar 2.11 penguat tak membalik
Arus i mengalir ke R
ikarena impedansi masukan op-amp sangat besar sehingga tidak ada arus yang mengalir pada kedua terminal masukannya.
Tegangan pada R
isama dengan V
ikarena perbedaan tegangan pada kedua terminal masukannya mendekati 0 V.
i i
R
i = V (33)
Tegangan pada R
fdapat dinyatakan sebagai :
i i f
R f
V
R R R
V
f= i × = × (34)
Tegangan keluaran V
odidapat dengan menambahkan tegangan pada R
iyaitu V
idengan tegangan pada R
fyaitu V
Rf.
i i f i
o
V
R V R
V = + × (35)
Sehingga diperoleh penguatan sebesar :
⎟⎟ ⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛ +
=
i f i
o