• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. Bab 3. Pendekatan Kuantitatif dan Kebijakan Pengambilan Keputusan pada Individu 24 Gaya Pengambilan Keputusan pada Individu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. Bab 3. Pendekatan Kuantitatif dan Kebijakan Pengambilan Keputusan pada Individu 24 Gaya Pengambilan Keputusan pada Individu."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

Bab 1. Pendahuluan ………..……….……..

1

Konsep Pengambilan Keputusan ……… 2

Pengertian Pengambilan Keputusan ……… 2

Pengambilan Keputusan Sebagai Suatu Proses ………. 3

Masalah dalam Proses Pengambilan Keputusan ……….. 4

Pengertian, Karakteristik dan Jenis Masalah ……….. 4

Proses Mendefinisikan Masalah ……….. 6

Jenis-jenis Keputusan ……… 9

Keputusan yang Diprogram ………. 9

Keputusan yang Tidak Diprogram ………. 9

Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan ………… 10

Situasi dan Kondisi dalam Pengambilan Keputusan ………….. 10

Keputusan dalam Ketidakpastian (uncertainty) ……… 10

Keputusan dalam Situasi Risk (probability) ……… 11

Keputusan dalam Suasana Konflik (game theory) …………. 11

Riset Operasi dalam Pengambilan Keputusan ……… 11

Elemen-Elemen Dasar Pengambilan Keputusan ……….. 12

Menetapkan Tujuan ……… 12

Mengidentifikasi Permasalahan ……… 12

Mengembangkan Sejumlah Alternatif ……… 13

Penilaian dan Pemilihan Alternatif ………. 13

Melaksanakan Keputusan ………. 13

Evaluasi dan Pengendalian ………... 14

Bab 2. Manajemen Pengambilan Keputusan ………..………..

16

Pola Pengambilan Keputusan ……… 17

Keputusan dan Akibat yang Ditimbulkannya ………. 18

Pilihan yang Tersedia dalam Pengambilan Keputusan ……….. 19

Optimalisasi Pengambilan Keputusan ………..……… 21

Bab 3. Pendekatan Kuantitatif dan Kebijakan ……...………..

22

Pengambilan Keputusan pada Individu ……… 24

(3)

iii

Direktif ………..……… 26

Analitis ………..……… 26

Konseptual ………..……… 26

Behavioral …….………..……… 27

Persepsi dan Pengambilan Keputusan ……….. 29

Nilai dan Pengambilan Keputusan …………....……… 30

Pendekatan Kebijakan ………...……… 31

Nilai dan Pengambilan Keputusan …………....……… 30

Teori Rasional Komprehensif …….………..……… 31

Teori Inkremental …….………..……… 32

Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory) ……… 34

Bab 4. Pendekatan Administrasi Publik ……...………..

35

Rasionalitas ……… 36

Rasionalitas Terbatas ……… 36

Rasionalitas Keputusan Terbatas dan Logika Konsekuensi …… 37

Informasi ………..……… 38

Perhatian ………..……… 39

Pengambilan Resiko .………..……… 39

Rasionalitas Keputusan Terbatas dan Logika Ketepatan ……… 41

Ambiguitas, Ketidakpastian dan Logika Ketepatan ………. 43

Kopling longgar, tong sampah, dan perhatian ……….……. 44

Bab 5. Pendekatan Kuantitatif ……...…………...………..

48

Riset Operasi ………..……… 48

Sejarah Riset Operasi ………..…..……… 50

Ruang Lingkup Riset Operasi ………….……… 50

Model-model dalam Riset Operasi ……….……… 51

Langkah-langkah dalam Riset Operasi ………….……… 53

Riset Operasi dalam Pengambilan Keputusan ………….……… 54

Bab 6. Pohon Keputusan ……...………...………..

56

Supervised Learning ……..…..……… 56

Latar Belakang Pohon Keputusan ……..…..……..……… 57

Pengertian Pohon Keputusan ……..………..……..……… 58

Manfaat Pohon Keputusan ……..………..………..……… 58

(4)

iv

Kekurangan Pohon Keputusan ……...…..……..……… 60

Skema Pohon Keputusan ……..……...……… 60

Struktur Dasar Pohon ………..….……. 60

Struktur Pohon Keputusan ……….…….……. 63

Kopling longgar, tong sampah, dan perhatian ……….……. 44

Kopling longgar, tong sampah, dan perhatian ……….……. 44

Contoh Aplikasi ……….…..…..……… 66

A. Identifikasi Pembeli Komputer ………..……. 66

B. Keputusan untuk Bermain Tenis atau Tidak ……….……. 67

Bab 7. Linear Programming ……...………...………..

74

Sejarah Perkembangan Linear Programming ………..…… 74

Pengertian Linear Programming ………..……..…… 75

Asumsi-asumsi Dasar dalam Linear Programming ……….…… 76

Ruang Lingkup Linear Programming ……….……..…… 77

Model Linear Programming ……….……..…… 79

Contoh Soal ……….………...…… 82

Pemecahan .……….………...…… 83

Bab 8. Linear Programming Metode Grafik ……...………..

84

Contoh 1: (Maksimalisasi) ……….…..…… 84

Contoh 2: (Maksimalisasi) ……….…..…… 90

Minimalisasi ……….……..…… 93

Contoh 3: (Minimalisasi) …..….……….…..…… 94

Soal-soal: (Minimalisasi) …..….……….…..…… 99

Bab 9. Linear Programming Metode Matematis ……...…..……….. 100

Contoh: (Maksimalisasi) ……….…..…… 101

Soal-soal: …..….………..……….…..…… 103

Bab 10. Linear Programming Metode Simpleks ……….. 104

Persyaratan Metode Simpleks ……….……….…..…… 104

Penulisan Standar dari Metode Simpleks ………...…..…… 105

Fungsi Tujuan Maksimisasi ………..……. 105

Fungsi Tujuan Minimalisasi ……….……. 106

(5)

v

Bab 11. Persoalan Transportasi ………..……….. 114

Pendahuluan ……….……….……….….…..…… 114

Model Transportasi ……….………...…..…… 115

Keseimbangan Dalam Model Transportasi ………...…… 117

Metode Pemecahan ………...…… 118

Menentukan Solusi Fisibel Basis Awal ………...…… 119

Menentukan Entering Variabel dan Leaving Variabel …………. 120

(6)

Dalam hidup, setiap manusia memiliki tujuan yang hendak diraih. Tujuan tersebut dapat diraih secara “tersendiri”, atau dicapai melalui kelompok. Organisasi merupakan wadah atau alat yang digunakan oleh manusia untuk mengkoordinasikan seluruh tindakan mereka dengan tujuan saling berinteraksi untuk mencapai sejumlah tujuan yang sama. Keberadaan organisasi didorong oleh kemunculan sejumlah masalah dan tantangan yang harus dihadapi manusia. Masalah yang dihadapi oleh pengelolanya adalah menemukan kebijakan dan strategi terbaik agar organisasi tetap dapat bertahan hidup dan menciptakan kemakmuran bagi para pemilik maupun pengelolanya. Pencarian solusi yang akan membantu kelangsungan hidup organisasi membawa organisasi dapat terus menciptakan kemakmuran bagi pemiliknya, yang secara esensial merupakan tujuan utama dari pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif terbaik untuk pemecahan suatu masalah melalui metode dan teknik tertentu. Implikasi dari definisi ini adalah kunci keberhasilan dari proses pengambilan keputusan terletak pada ketepatan dalam merumuskan masalah (problem structuring). Persoalannya adalah tidak mudah merumuskan masalah, sebab masalah mempunyai sifat yang subjektif. Bagi sebagian orang sesuatu itu adalah masalah, tapi bagi sebagian yang lain bukan merupakan suatu masalah. Oleh karena itu diperlukan kemahiran decision maker dalam problem structuring sehingga proses pengambilan keputusan dapat berjalan efektif.

Analisis keputusan (decision analysis) bertujuan untuk mengidentifikasi apa yg harus dikerjakan, mengembangkan kriteria khusus untuk mencapai tujuan, mengevaluasi alternatif yang tersedia yang berhubungan dengan kriteria & mengidentifikasi risiko yang melekat pada keputusan tersebut. Inti dari pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang terbaik.

(7)

Pengambilan keputusan terletak dalamm perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pemilihan alternatif yang tepat. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan setelah evaluasi/penilaian mengenai efektifitasnya dalamm mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan.

Begitu strategisnya kedudukan pengambilan keputusan dalam menentukan kelangsungan hidup organisasi. Persoalannya adalah bagaimana pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan efektif, sehingga kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi terus berlangsung secara gradual.

Konsep Pengambilan Keputusan

Pengertian Pengambilan Keputusan

Rizky Dermawan (2004: 2-3) mengatakan pengambilan keputusan merupakan ilmu dan seni yang harus dicari, dipelajari, dimiliki, dikembangkan secara mendalam oleh setiap orang. Dikatakan seni karena kegiatannya selalu dihadapkan pada sejumlah peristiwa yang memiliki karakteristik keunikan tersendiri. Sedangkan dikatakan ilmu karena aktivitasnya memiliki sejumlah cara, metode, atau pendekatan yang bersifat sistematis, teratur dan terarah. Jogiyanto (2003: 66) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah tindakan manajemen di dalam pemilihan alternatif untuk mencapai sasaran. Maman Ukas (2004: 140) mengemukakan pengambilan keputusan merupakan suatu pengakhiran dari proses pemikiran tentang suatu masalah yang dihadapi. G.R. Terry (Suwatno dkk. 2002: 45) mengemukakan decision making can be defined as the selection based on some criteria of one behavior alternative from two or more possible alternative. Koontz and O’Donnel (Hasibuan, 1986: 53) mengemukakan decision making-the among alternatives of a course of action. Siagian (1980: 82) mengemukakan pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Johanes Supranto (1998: 1) memaparkan secara populer dapat dikatakan bahwa mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu di antara sekian banyak alternatif, yang dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving).

(8)

3 Dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif terbaik untuk pemecahan suatu masalah melalui metode dan teknik tertentu.

Pengambilan Keputusan Sebagai Suatu Proses

Sebagai suatu proses, pengambilan keputusan terdiri atas serangkaian tahapan kegiatan. Simon (Jogiyanto, 2003: 75) memperkenalkan empat aktivitas dalam proses pengambilan keputusan, yaitu:

1) Intelligence, tahap pengumpulan informasi untuk mengidentifikasikan permasalahannya;

2) Design, adalah tahap perancangan solusi dalam bentuk alternatif-alternatif pemecahan masalah;

3) Choice, adalah tahap memilih dari alternatif-alternatif yang disediakan, dan

4) Implementation, yaitu tahap melaksanakan keputusan dan melaporkan hasilnya.

Handoko, (1992: 133-138) menjelaskan bahwa proses dasar pembuatan keputusan rasional mencakup tahapan:

1) Pemahaman dan perumusan masalah, 2) Pengumpulan dan analisa data yang relevan, 3) Pengembangan alternatif-alternatif,

4) Evaluasi alternatif-alternatif, 5) Pemilihan alternatif terbaik, 6) Implementasi keputusan, dan 7) Evaluasi hasil-hasil keputusan.

Supranto (1998: 1) memaparkan langkah-langkah pengambilan keputusan sebagai berikut:

1) Rumuskan/definisikan persoalan keputusan, 2) Kumpulkan informasi yang relevan,

3) Cari alternatif tindakan,

4) Lakukan analisis alternatif yang fisibel, 5) Pilih alternatif terbaik,

6) Laksanakan keputusan dan evaluasi hasilnya.

Siagian (1980: 96) mengemukakan terdapat tujuh langkah yang dapat ditempuh dalam pengambilan keputusan, yaitu:

(9)

1) Mengetahui hakekat masalah yang dihadapi, dengan perkataan lain mendefinisikan masalah yang dihadapi dengan setepat-tepatnya;

2) Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan; 3) Mengolah fakta-fakta dan data tersebut;

4) Menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh;

5) Memilih cara pemecahan dari alternatif yang telah diolah dengan matang;

6) Memutuskan tindakan yang hendak dilakukan; dan

7) Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat dari keputusan yang telah diambil.

Masalah dalam Proses Pengambilan Keputusan

Pengertian, Karakteristik dan Jenis Masalah

Definisi sederhana tentang masalah adalah sesuatu yang harus ditemukan pemecahannya. Definisi lain yang diajukan adalah masalah merupakan sebuah pertanyaan yang diajukan untuk diberikan solusi atau pertimbangan jawaban. Dalam kajian manajemen dan bisnis, masalah dianggap sebagai terjadinya kesenjangan antara peristiwa yang diharapkan terjadi (expected condition) dengan peristiwa yang sebenarnya terjadi (real condition).

Dunn (1994) mengemukakan bahwa masalah menunjukkan kesenjangan antara hasil yang dicapai dengan harapan. Dalam bahasa statistik yang dimaksud dengan masalah adalah deviasi antara standar pelaksanaan dengan pelaksanaan yang berbeda. Johanes Supranto (1998: 21) mendefinisikan masalah sebagai sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan/diharapkan. Prajudi Atmosudirdjo (1990: 161) mengemukakan masalah adalah sesuatu yang menyimpang dari apa yang diharapkan atau direncanakan atau ditentukan untuk dicapai, sehingga merupakan rintangan atau hambatan untuk mencapai tujuan. McLeod (1996: 200) mendefinisikan masalah sebagai suatu kondisi yang memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian yang luar biasa atau menghasilkan keuntungan yang luar biasa.

Suatu masalah memiliki beberapa karakteristik, Dunn (1994) mengemukakan terdapat empat karakteristik dari masalah kebijakan, yaitu: 1) Interdependence of policy problem

(10)

5 Dalam kenyataan masalah-masalah bukan merupakan kesatuan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari seluruh system masalah yang paling baik diterangkan sebagai messes, yaitu suatu system kondisi eksternal yang menghasilkan ketidakpuasan di antara segmen-segmen masyarakat yang berbeda. Sistem masalah yang saling berkaitan mengharuskan pemecahan masalah menggunakan pendekatan holistik, yaitu suatu pendekatan yang memandang bagian-bagian sebagai tak terpisahkan dari keseluruhan system yang mengikatnya.

2) Subjectivity of policy problem

Kondisi eksternal yang menimbulkan suatu permasalahan didefinisikan, diklasifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif. Meskipun terdapat suatu anggapan bahwa masalah bersifat objektif (misalnya, polusi udara dapat didefinisikan sebagai tingkat gas dan partikel-partikel di dalam atmosfer) data yang sama mengenai polusi dapat diinterpretasikan secara beda.

3) Artificiality of policy problem

Masalah-masalah keputusan hanya mungkin ketika manusia membuat penilaian mengenai keinginan untuk mengubah beberapa situasi masalah. Masalah merupakan hasil penilaian subyektif manusia, masalah itu juga bisa diterima sebagai definisi-definisi yang sah dari kondisi sosial yang obyektif, dan karenanya masalah dipahami, dipertahankan dan diubah secara sosial.

4) Dynamic of policy problem

Terdapat banyak solusi untuk suatu masalah sebagaimana banyak definisi terhadap masalah tersebut. Masalah dan solusi berada dalam perubahan-perubahan yang konstan, dan karenanya masalah tidak secara konstan terpecahkan. Solusi terhadap masalah dapat menjadi usang meskipun barangkali masalah itu sendiri belum usang.

Menurut Dunn (1994) terdapat tiga kelas masalah, yaitu masalah yang sederhana, masalah yang agak sederhana, dan masalah yang rumit.

1) Masalah yang sederhana (well-structured)

Adalah masalah yang melibatkan satu atau beberapa pembuat keputusan dan seperangkat kecil alternatif-alternatif kebijakan. Kegunaan mencerminkan konsensus pada tujuan-tujuan jangka pendek. Hasil dari masing-masing alternatif diketahui dengan keyakinan yang tinggi. 2) Masalah yang agak sederhana (moderately-structured)

(11)

Adalah masalah yang melibatkan satu atau beberapa pembuat keputusan dan sejumlah alternatif yang secara relatif terbatas. Kegunaan mencerminkan consensus pada tujuan-tujuan jangka pendek. Hasil dari masing-masing alternatif belum tentu meyakinkan.

3) Masalah yang rumit (ill-structured)

Adalah masalah yang mengikutsertakan banyak pembuat keputusan. Kegunaannya tidak diketahui atau tidak mungkin diurutkan secara konsisten. Hasil dari masing-masing alternatif dapat tidak diketahui.

Menurut McLeod (1996: 203) masalah dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu:

1) Masalah terstruktur, yaitu masalah yang berisi elemen-elemen dan hubungan-hubungan antar elemen yang dipahami oleh pemecah masalah;

2) Masalah tidak terstruktur, yaitu masalah yang berisi elemen-elemen dan hubungan-hubungan antar elemen yang tidak dipahami oleh pemecah masalah;

3) Masalah semi terstruktur, yaitu masalah yang berisi elemen-elemen dan hubungan-hubungan antar elemen yang sebagian saja dipahami oleh pemecah masalah.

Proses Mendefinisikan Masalah

Charles F. Kettering (Siagian, 1980: 98) mengatakan suatu masalah yang sudah didefinisikan dengan baik berarti sudah separoh terpecahkan. Patton dan Sawicki (1986: 103) menjelaskan bahwa definisi masalah merupakan langkah kunci.

Persoalannya adalah tidak mudah untuk mendefinisikan suatu masalah, sebab menurut Miller dan Starr (1978: 504) tidak semua orang memandang hal yang sama sebagai masalah bahkan bila hal tersebut terjadi pada situasi yang serupa. Sebagian orang akan mengatasi masalah itu dan berupaya memecahkannya. Yang lainnya akan mengabaikan atau menunda masalah, artinya, tidak segera berupaya memecahkan masalah. Bagi mereka hanya ada satu pertanyaan petunjuk-masalah, bukan masalah nyata menurut bahasa. Kondisi ini menurut Miller dan Starr (1978: 504) disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

1) Tujuan yang diharapkan dari pemecahan masalah, 2) Ruang lingkup (size) organisasi, dan

(12)

7 3) Keuntungan potensial yang diharapkan dari pemecahan masalah.

Oleh karena itu menurut Ackoff (Dunn, 1994), mengemukakan “keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah memerlukan penemuan solusi yang tepat terhadap masalah yang juga tepat. Kita lebih sering gagal karena kita memecahkan suatu masalah yang salah daripada menemukan solusi yang salah terhadap masalah yang tepat”. Dengan demikian dalam merumuskan masalah terlebih dahulu harus memahami hakikat dari suatu masalah.

Perumusan masalah dapat dipandang sebagai suatu proses. Dunn (1994) menyebutkan ada empat fase yang saling berkaitan, yaitu:

1) Pencarian masalah (problem search), adalah proses penemuan dan penyatuan beberapa representasi masalah, atau metaproblem, yang dihasilkan oleh para pelaku kebijakan.

2) Pendefinisian masalah (problem definition), adalah proses mengkarakteristikan masalah-masalah substantif ke dalam istilah-istilah yang paling dasar dan umum.

3) Spesifikasi masalah (problem specification), adalah tahap pemahaman masalah dimana analis mengembangkan representasi masalah substantif secara formal (logis atau matematis)

4) Penghayatan masalah (problem sensing), adalah tahapan perumusan masalah dimana analisis kebijakan mengalami kekhawatiran dan gejala ketegangan dengan cara mengenali situasi masalah.

Gambar 1. Tahapan Perumusan Masalah

Sumber: Dunn (1994) Problem Search Problem Sensing Problem Specification PROBLEM SITUATION FORMAL PROBLEM META PROBLEM Problem Definition SUBSTANTIF PROBLEM

(13)

Patton dan Sawicki (1986: 107) menyebutkan ada 7 tahapan yang disarankan dalam merumuskan masalah, yaitu:

1) Pikirkan masalah,

2) Gambarkan batasan-batasan masalah, 3) Kembangkan fakta,

4) Urutkan tujuan (goals) dan sasaran (objectives), 5) Identifikasi “ukuran permasalahan”,

6) Tunjukkan biaya dan keuntungan potensial, dan 7) Bahas pernyataan masalah.

Atmosudirdjo (1990: 165), menjelaskan proses analisis masalah terdiri atas langkah-langkah:

1) Menentukan identitas masalah, 2) Menentukan posisi masalah, 3) Menentukan nilai masalah, 4) Menentukan urgensi masalah,

5) Menentukan penyebab-penyebab masalah, 6) Menentukan struktur masalah,

7) Menentukan dinamika masalah,

8) Menentukan adanya masalah tertentu atau sub masalah.

Uraian di atas menunjukkan langkah strategis yang harus dilakukan terlebih dahulu dalam perumusan masalah adalah menyadari adanya suatu masalah. Bagaimana menyadari adanya suatu masalah? Miller dan Starr (1978: 501-503) mengajukan empat cara, yaitu:

1) Konfrontasi Berhadapan. Suatu masalah dapat dikaji dari fenomena yang terjadi. Fenomena prestasi belajar siswa yang rendah misalnya, menyimpan sejumlah masalah yang melekat pada strategi belajar mengajar yang digunakan atau pada motivasi belajar siswa.

2) Monitoring Pencegahan. Setiap keputusan yang diambil selalu mengandung risiko. Suatu masalah dapat muncul dari risiko ini.

3) Gangguan Eksternal. Masalah dapat ditemukan dari adanya reaksi eksternal terhadap keputusan terdahulu yang telah diambil.

4) Pencarian Acak. Bila tidak ada masalah yang dapat ditemukan oleh cara lain, kita mencarinya. Pencarian seperti itu biasanya diprediksi pada proposisi bahwa "tidak ada yang sempurna".

(14)

9

Jenis-jenis Keputusan

Jenis-jenis keputusan diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu keputusan yang direncanakan/diprogram dan keputusan yang tidak direncanakan/tidak terprogram.

Keputusan yang Diprogram

Keputusan yang diprogram merupakan keputusan yang bersifat rutin dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga dapat dikembangkan suatu prosedur tertentu. Keputusan yang diprogram terjadi jika permasalahan terstruktur dengan baik dan orang-orang tahu bagaimana mencapainya. Permasalahan ini umumnya agak sederhana dan solusinya relatif mudah. Di perguruan tinggi keputusan yang diprogram misalnya keputusan tentang pembimbingan KRS, penyelenggaraan Ujian Akhir Semester, pelaksanaan wisuda, dan lain sebagainya (Gitosudarmo, 1997).

Keputusan yang Tidak Diprogram

Keputusan yang tidak diprogram adalah keputusan baru, tidak terstrutur dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Tidak dapat dikembangkan prosedur tertentu untuk menangani suatu masalah, apakah karena permasalahannya belum pernah terjadi atau karena permasalahannya sangat kompleks dan penting. Keputusan yang tidak diprogram dan tidak terstruktur dengan baik, apakah karena kondisi saat itu tidak jelas, metode untuk mencapai hasil yang diingankan tidak diketahui, atau adanya ketidaksamaan tentang hasil yang diinginkan (Wijono, 1999).

Keputusan yang tidak diprogram memerlukan penanganan yang khusus dan proses pemecahan masalah dengan intuisi dan kreatifitas. Tehnik pengambilan keputusan kelompok biasanya dilakukan untuk keputusan yang tidak diprogram. Hal ini disebabkan oleh karena keputusan yang tidak diprogram biasanya bersifat unik dan kompleks, dan tanpa kriteria yang jelas, dan umumnya dilingkari oleh kontroversi dan manuver politik (Wijono, 1999). Gillies (1996), menyebutkan bahwa keputusan yang tidak diprogram adalah keputusan kreatif yang tidak tersusun, bersifat baru, dan dibuat untuk menangani suatu situasi dimana strategi/prosedur yang ditetapkan belum dikembangkan.

(15)

Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan antara lain meliputi:

1) Fisik

Didasarkan pada rasa yang alami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.

2) Emosional

Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subjektif.

3) Rasional

Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.

4) Praktikal

Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuanya dalam bertindak.

5) Interpersonal

Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual. 6) Struktural

Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.

Situasi dan Kondisi dalam Pengambilan Keputusan

Keputusan dalam Ketidakpastian (uncertainty)

Pengambilan keputusan dalam ketidakpastian menunjukkan suasana keputusan dimana probabilitas hasil-hasil potensial tidak diketahui (tak diperkirakan). Dalam suasana ketidakpastian pengambil keputusan sadar akan hasil-hasil alternatif dalam bermacam-macam peristiwa, namun pengambil keputusan tidak dapat menetapkan probabilitas peristiwa.

(16)

11

Keputusan dalam Situasi Risk (probability)

Tahap-tahap: Diawali dengan mengidentifikasikan bermacam-macam tindakan yang tersedia dan layak; Peristiwa-peristiwa yang mungkin dan probabilitas terjadinya harus dapat diduga dan Pay off untuk suatu tindakan dan peristiwa tertentu ditentukan.

Keputusan dalam Suasana Konflik (game theory)

Adalah memusatkan analisis keputusan dalam suasana konflik dimana pengambil keputusan menghadapi berbagai peristiwa yang aktif untuk bersaing dengan pengambil keputusan lainnya, yang rasional, tanggap dan bertujuan memenangkan persaingan/kompetisi.

Riset Operasi dalam Pengambilan Keputusan

Riset operasi berusaha menetapkan arah tindakan terbaik (optimum) dari sebuah masalah keputusan dibawah pembatasan sumber daya yang terbatas. Istilah riset operasi sering kali diasosiasikan secara eksklusif dengan penggunaan teknik-teknik matematis untuk membuat model dan menganalisi masalah keputusan. Walaupun matematika dan model matematis merupakan inti dari riset operasi, pemecahan masalah tidaklah hanya sekedar pengembangan dan pemecahan model-model matematis. Secara spesifik, masalah keputusan biasanya mencakup factor-faktor penting yang tidak berwujud dan tidak dapat diterjemahkan secara langsung dalam bentuk model matematis.

Sebuah ilustrasi yang baik dari kasus di atas adalah salah satu versi dari masalah elevator yang dikenal luas. Sebagai tanggapan terhadap keluhan para penghuni tentang lambatnya elevator disebuah bangunan perkantoran yang besar, sebuah pemecahan yang didasari oleh analisis teori jalur antrian ditemukan tidak memuaskan. Setelah mempelajari sistem tersebut lebih lanjut, ditemukan bahwa keluhan para penghuni tersebut lebih disebabkan oleh kebosanan, karena pada kenyataannya, waktu menunggu sangat singkat. Sebuah pemecahan diajukan dimana sebuah cermin panjang dipasang ditempat masuk elevator. Keluhan menghilang karena para pengguna elevator asik memandangi diri mereka sendiri dan orang lain sambil menunggu elevator.

Ilustrasi elevator ini menggarisbawahi pentingnya memandang aspek matematis dari riset operasi dalam konteks yang lebih luas dari sebuah

(17)

proses pengambilan keputusan yang unsur-unsurnya tidak dapat diwakili sepenuhnya oleh sebuah model matematis. Sebagai sebuah teknik pemecahan masalah, riset operasi harus dipandang sebagai ilmu dan seni. Aspek ilmu terletak dalam penyediaan teknik-teknik matematis dan algoritma untuk memecahkan masalah keputusan yang tepat. Riset operasi adalah sebuah seni karena keberhasilan dalam semua tahap yang mendahului dan melanjuti pemecahan dari sebuah model matematis sebagian besar bergantung pada kreativitras dan kemampuan pribadi dari mereka yang menganalisis pengambilan keputusan.

Elemen-Elemen Dasar Pengambilan Keputusan

Menetapkan Tujuan

Pengambilan keputusan harus memiliki tujuan yang akan mengarahkan tujuannya, apakah spesifik dapat diukur hasilnya ataupun sasaran bersifat umum. Tanpa penetapan tujuan, pengambil keputusan tidak bisa menilai alternatif atau memilih suatu tindakan. Keputusan pada tingkat individu, tujuan ditentukan oleh masing-masing orang sesuai dengan sistem nilai seseorang. Pada tingkat kelompok dan organisasi, tujuan ditentukan oleh pusat kekuasaan melalui diskusi kelompok, konsensus bersama, pembentukan kualisi dan berbagai macam proses yang mempengaruhi. Ditambahkan oleh Wijono, bahwa tujuan harus dibagi menurut pentingnya, ada tujuan yang bersifat harus atau tidak bisa ditawar, dan ada tujuan yang bersifat keinginan, yang mana masih bisa ditawar.

Mengidentifikasi Permasalahan

Proses pengambilan keputusan umumnya dimulai setelah permasalahan diidentifikasi. Permasalahan merupakan kondisi dimana adanya ketidaksamaan antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Permasalahan dalam organisasi dapat berupa rendahnya produktivitas, adanya konflik disfungsional, biaya operasional yang terlalu tinggi, pelayanan tidak memuaskan klien, dan lain-lain. Pengambilan keputusan yang efektif memerlukan adanya identifikasi yang tepat atas penyebab permasalahan. Jika penyebab timbulnya permasalahan tidak dapat diidentifikasi dengan tepat, maka permasalahannya yang ada tidak dapat diselesaikan dengan baik. Ada tiga kesalahan yang sering terjadi dalam mengidentifikasi permasalahan, yaitu mengabaikan permasalahan yang ada,

(18)

13 pemusatan perhatian pada gejala dan bukan pada penybab permasalahan yang sebenarnya, serta melindungi diri karena informasi dianggap mengancan harga diri.

Mengembangkan Sejumlah Alternatif

Setelah permasalahan diidentifikasi, kemudian dikembangkan serangkaian alternatif untuk menyelesaikan permasalahan. Organisasi harus mengkaji berbagai informasi baik intern maupun ekstern untuk mengembangkan serangkaian alternatif yang diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang terjadi. Pengembangan sejumlah alternatif memungkinkan seseorang menolak untuk membuat keputusan yang terlalu cepat dan membuat lebih mungkin pencapaian keputusan yang efektif. Proses pengambilan keputusan yang rasional mengharuskan pengambil keputusan untuk mengkaji semua alternatif pemecahan masalah yang potensial. Akan tetapi dalam kenyataannya seringkali terjadi bahwa proses pencarian alternatif pemecahan masalah seringkali terbatas.

Penilaian dan Pemilihan Alternatif

Setelah berbagai alternatif diidentifikasi, kemudian dilakukan evaluasi terhadap masing-masing alternatif yang telah dikembangkan dan dipilih sebuah alternatif yang terbaik. Alternatif-alternatif tindakan dipertimbangkan berkaitan dengan tujuan yang ditentukan, apakah dapat memenuhi keharusan atau keinginan. Alternatif yang terbaik adalah dalam hubungannya dengan sasaran atau tujuan yang hendak dicapai. Bidang ilmu statistik dan riset operasi merupakan model yang baik untuk menilai berbagai alternatif yang telah dikembangkan.

Melaksanakan Keputusan

Jika salah satu dari alternatif yang terbaik telah dipilih, maka keputusan tersebut kemudian harus diterapkan. Sekalipun langkah ini sudah jelas, akan tetapi sering kali keputusan yang baik sekalipun mengalami kegagalan karena tidak diterapkan dengan benar. Keberhasilan penerapan keputusan yang diambil oleh pimpinan bukan semata-mata tanggung jawab dari pimpinan akan tetapi komitmen dari bawahan untuk melaksanakannya juga memegang peranan yang penting (Gillies, 1996; Gitosudarmo, 1997). Dalam mengevaluasi dan memilih alternatif suatu keputusan seharusnya

(19)

juga mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari keputusan tersebut. Betapapun baiknya suatu keputusan apabila keputusan tersebut sulit diterapkan maka keputusan itu tidak ada artinya. Pengambil keputusan membuat keputusan berkaitan dengan tujuan yang ideal dan hanya sedikit mempertimbangkan penerapan operasionalnya (Gitosudarmo, 1997).

Evaluasi dan Pengendalian

Setelah keputusan diterapkan, pengambil keputusan tidak dapat begitu saja menganggap bahwa hasil yang diinginkan akan tercapai. Mekanisme sistem pengendalian dan evaluasi perlu dilakukan agar apa yang diharapkan dari keputusan tersebut dapat terealisir. Penilaian didasarkan atas sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang bersifat khusus dan mudah diukur dapat mempercepat pimpinan untuk menilai keberhasilan keputusan tersebut. Jika keputusan tersebut kurang berhasil, dimana permasalahan masih ada, maka pengambil keputusan perlu untuk mengambil keputusan kembali atau melakukan tindakan koreksi. Masing-masing tahap dari proses pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, termasuk dalam penetapan sasaran tujuan (Wijono, 1999; Gitosudarmo, 1997).

Referensi:

Atmosudirdjo, S. Prajudi. 1971. Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Bustani, Henry. 2005. Fundamental Operation Research, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dermawan, Rizky. 2004. Pengambilan Keputusan Landasan Filosofis, Konsep, dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.

Dunn, William N. 1994. Public Policy Analysis: An Introduction, 2nd ed.., Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.

Gillies, D., 1996. Manajemen Keperawatan, Suatu Pendekatan Sistem. Terjemahan, Bandung: Transito.

Gitosudarmo, 1997. Perilaku Organisasi, Yogyakarta: BPFE. Handoko, T. Hani. 1984. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Hasibuan, Malayu S.P. 1986. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta: Gunung Agung.

Jogiyanto. 2003. Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: Andi.

McLeod, Raymond. (1995). Management Information System. Science research Associates Inc..

Patton, Carl V. & David S. Sawicki. 1986. Basic Methods of Policy Analysis and Planning. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.

(20)

15 Siagian, S.P. 1980, Sistem Informasi Untuk Pengambilan Keputusan, Jakarta: Gunung

Agung.

Siringoringo, Hotniar. 2005. Riset Operasional Seri Pemrograman Linear. Yogyakarta: Graha Ilmu,.

Supranto, Johanes. 1998. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: Rineka Cipta.

Suwatno, Djoko Pitoyo, dan Rasto, 2002. Manajemen Modern: Teori dan Aplikasi. Bandung: Zafira.

Ukas, Maman. 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip, dan Aplikasi. Bandung: Agni. Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Airlangga.

(21)

Siapapun dan apapun profesinya kerap berada dalam posisi untuk mengambil keputusan. Setiap dihadapkan pada pilihan dalam pengambilan keputusan, yang bersangkutan pasti mempertimbangkan pilihan mana yang diangggapnya paling cocok. Pertimbangan yang dipakai sebagai bahan pengambilan keputusan sangat mungkin bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Berbagai kondisi yang mempengaruhi terjadinya varian opsi lazim disebut sebagai faktor pemicu keputusan.

Faktor pemicu keputusan bisa bersifat positif atau justru cenderung negatif dan memperlambat proses pengambilan keputusan itu sendiri. Karenanya pemahaman tentang adanya faktor pemicu tersebut sangatlah diperlukan. Bermutu tidaknya keputusan yang diambil sangat tergantung pada seni memainkan pemicu yang bisa datang dari sisi internal maupun eksternal. Keputusan yang menghasilkan keuntungan karena efektif akan memunculkan kepuasan dan energi baru untuk mengambil keputusan berikutnya. Sebaliknya keputusan yang tidak efektif dan mendatangkan kerugian akan mengakibatkan kekecewaan dan penurunan semangat serta keberanian untuk mengambil keputusan berikutnya.

Kepuasan dan kekecewaan akibat pengambilan keputusan akan silih berganti menyertai kehidupan seseorang. Persoalannya, bagaimana menyikapi kegagalan dan kesuksesan yang diakibatkan oleh proses pengambilan keputusan. Setiap keputusan dan tindakan selalu mengandung risiko bahkan tidak melakukan apa-apa pun itu sebuah keputusan, yang juga berisiko. Kata kuncinya: setiap keputusan yang diambil harus disikapi secara proporsional.

(22)

17

Pola Pengambilan Keputusan

Kecenderungan yang sering terjadi yaitu seseorang mengambil keputusan senantiasa memilih risiko yang paling kecil. Jika dihadapkan pada risiko besar, maka terjadilah penundaan keputusan atau bahkan pembatalan. Pola pengambilan yang demikian sering disebut pola risk avert. Kebanyakan dari penganut pola ini adalah para dosen, ilmuwan, profesional termasuk juga mahasiswa. Keputusannya linier dengan kapasitas dan kapabilitasnya. Segala sesuatu yang akan dilakukan selalu dihadapkan dengan teori yang rumit dan menyeramkan. Berbagai pertimbangan dihadirkan guna memastikan keamanan tindakannya dan tidak jarang malah membatalkannya.

Disisi lain, terdapat kecenderungan yang dilakukan para entrepreneur. Dimana pola pengambilan keputusannya lebih didasarkan pada kecepatan berpikir. Mereka beranggapan pikiran akan mengganggu produktifitas keputusan. Peluang akan datang secara cepat maka memutuskan sesuatu pun harus cepat. Kesalahan pengambilan keputusan akan terreduksi dengan sendirinya oleh keputusan-keputusan berikutnya. Nilai lebih akan didapat oleh seseorang yang berani berpikir lateral atau acak. Jatuh bangun akibat pengambilan keputusannya yang salah-benar kemudian salah-salah dan benar merupakan guru yang jujur mengajarkan kedewasaan sesungguhnya. Pola pengambilan keputusan yang demikian sering disebut sebagai pola risk challenge/taker.

Pola yang mengkompromikan dua kubu ini disebut dengan seni kombinasi risiko. Pengikut dan pengguna pola kombinasi ini melihat keduanya mengandung kebenaran dan tidak perlu didikotomikan. Mereka membagi pengambilan keputusan menjadi dua berdasarkan strategisitasnya. Pertama keputusan yang amat strategis dan berimplikasi jangkan panjang dan yang kedua keputusan prosedural yang cenderung teknis. Jika seseorang dihadapkan pada keputusan besar dan strategis maka haruslah menggunakan analisis dan pertimbangan yang komprehensif. Sebaliknya jika sedang berhadapan dengan hal-hal yang prosedural dan teknis, maka di sinilah kesempatan bereksperimen untuk berpikir cepat dan memutuskan cepat.

Secara sepintas sepertinya kita telah melakukan hal-hal tersebut dalam keseharian. Yang barangkali tidak disadari apakah setiap keputusan yang kita ambil itu didasari atas tingkat strategisitasnya. Itulah sebabnya sukses

(23)

seseorang dalam karir bisnis tidak didasarkan pada kepandaiannya belaka melainkan seni keputusannya. Mengapa seni karena penjelasan secara ilmiah dari teori pengambilan keputusan ini masih debatabel. Yang pasti pola pengambilan keputusan seseorang sangat variatif sesuai situasi dan kondisinya masing-masing dengan sub-sub-pola yang dikehendakinya.

Keputusan dan Akibat yang Ditimbulkannya

Dalam seni pengambilan keputusan dikenal adanya hukum keseimbangan. Untuk mendapatkan keuntungan besar maka resiko yang ditangung juga besar, demikian juga sebaliknya. Tidak masuk akal jika mengambil keputusan dengan memilih resiko kecil berharap meraih keuntungan besar. Demikian juga sebaliknya jika sudah berhati-hati dan penuh pertimbangan memilih resiko kecil tiba-tiba harus menanggung kerugian besar. Hal ini juga tidak masuk akal, maka sering kita sebut sebagai kecelakaan hidup dan bukan kesalahan pengambilan keputusan. Hukum keseimbangan tidak mengakomodasi kejadian jangka pendek. Dia dengan dinamikanya mempertemukan keberanian pengambilan keputusan dengan intensitas keputusan itu diambil. Seseorang yang memutuskan dan mendapat resiko yang tidak masuk akal akan terakumulasi menjadi semacam investasi positipf yang hasilnya akan dia tuai pada pengambilan keputusan yang kesekian kali.

Persoalan yang terjadi adalah bagaimana memahami hukum keseimbangan dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Keputusan yang terjadi tidak cukup disesali jika terjadi kesalahan dan kerugian melainkan dikoreksi dan dievaluasi untuk keputusan berikutnya. Sulit diteorikan tetapi mudah jika diterapkan. Fenomena menunjukkan banyak pengusaha sukses dari kebijakan dan keputusannya, profesional sukses dengan penentuan prioritasnya dan mahasiswa berhasil dengan seni belajar dan pengambilan keputusannya. Prediksi banyak dimiliki oleh para ilmuwan pelaksana prediksi oleh orang-orang cerdik dan sekaligus merekalah yang menikmati hasil dengan mengandalkan nyali dan seni berkeputusan.

Ketidakilmiahan dan kecenderungan untuk gambling sebagaimana yang sering dilontarkan para perfeksionis atas pola risk-challenge memang tidak bisa dielakkan. Namun di sisi lain adanya faktor X dalam proses pengambilan keputusan juga sayang jika dinafikkan. Banyak keberhasilan

(24)

19 yang proses pengambilan keputusannya melalui intuisi dan feeling tentu tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Logika dan penalaran kadang tidak bisa menjangkau dari apa yang sedang dihadapi tetapi dengan percara bahwa ada faktor X toh akhirnya ada jalan keluar dari persoalan yang mungkin absurd. Banyak pihak mungkin beranggapan itu terjadi tapi tidak logis, tetapi alam dengan pola dan logikanya sendiri yang akan menjelaskan.

Akibat yang ditimbulkan dari pengambilan keputusan dan dirasa tidak mengenakkan, orang menyebutnya sebagai masalah. Dalam konteks seni dan manejemen pengambilan keputusan hal tersebut belum atau bahkan tidak dikategorikan sebagai masalah melainkan fakta. Mereka kurang akrab dengan idiom: masalah, kegagalan, kerugian dan semacamnya yang berkonotasi negatif. Masalah diredifinisikan sebagai: kesenjangan antara yang seharusnya dengan yang senyatanya. Gagal diberi nama lain dengan berhenti mencoba dan kerugian dijelaskan dengan istilah investasi atau paling tidak biaya sekolah pengambilan keputusan. Secara bergura seorang entrepreneur mengatakan: kalau orang tahu pentingnya mengambil keputusan maka dia akan mencari sekolah yang membuka prodi

Pengambilan Keputusan.

Pilihan yang Tersedia dalam Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah gabungan antara mengumpulkan informasi dengan menyikapi informasi itu sendiri. Banyak cara seseorang mengumpulkan informasi. Banyak model dan varian calon pengambil keputusan menyikapai informasi. Dalam kerangka memilah dan memilih informasi yang bisa dijadikan alat pengambilan keputusan biasanya mereka membatasinya dengan kriteria. Informasi yang biasa dikategorikan bermutu jika: akurat, valid, tepat waktu dan mengandung nilai tambah. Demikian seterusnya secara berjenjang informasi mana yang dikategorikan sebagai tidak bermutu, kurang bermutu, bermutu, dan sangat bermutu bergantung pemakai itu sendiri.

Dalam rangka pengambilan keputusan, penyikapan informasi oleh tiap-tiap orang sangatlah berbeda bergantung persepsi dan kepentingan terhadap sesuatu yang akan diputuskannya itu. Seseorang bisa jadi menilai penting sebuah informasi tetapi orang lain mungkin beranggapan sebaliknya. Suatu informasi yang bisa dijadikan sebagai potensi peluang tidak akan berujud bila ditangkap oleh orang yang memang tidak senang

(25)

tantangan. Tantangan datang tiap saat disikapi sebagai monster yang menakutkan. Beda halnya jika seseorang yang senang tantangan, informasi sekecil apa pun bisa dikembangkan menjadi potensi nilai tambah. Pilihan-pilihan informasi selalu muncul ke permukaan dengan dua wajah dasar; menakutkan dan menggairahkan sesuai dengan persepsi orang. Tentu saja di antara batas ekstrim itu terdapat sikap-sikap moderat, ragu, berani tapi agak cemas dan semacamnya.

Jumlah pilihan yang tersedia dalam proses pengambilan keputusan sebanyak persepsi seseorang yang dipermutasikan dengan jumlah pemetaan kadar informasi saat itu. Seseorang memutuskan untuk melakukan kegiatan; misalnya jual-beli, akan tersedia opsi; harga, sistem pembayaran, mutu layanan, tingkat kepentingan produk, dan lain-lain. Bisa salah satu unsur, dua atau tiga sekaligus yang menjadi pemicu keputusan. Mahasisiwa memilih mata kuliah pilihan akan cenderung mendasarkan pada kedekatan dengan mata kuliah inti yang telah diambilnya. Penetapan profesi, pekerjaan, pemilihan teman hidup, afiliasi partai tertentu dan lain sebagainya senantiasa tersedia opsi yang bisa dengan cepat ditetapkan atau sebaliknya justru menjadi bingung karena banyaknya pilihan.

Secara ringkas bisa dikatakan bahwa pilihan pengambilan keputusan bisa dilakukan secara bebas tanpa memperhitungkan risiko sekalipun. Tentu saja dengan catatan kita tidak bisa memilih akibatnya. Artinya, silakan memilih apapun tapi tidak bisa memilih akibat dari pilihan tersebut, begitu kata mereka yang telah sukses. Karenanya hal-hal berikut ini bisa dijadikan sebagai acuan dalam seni mengambil keputusan:

 Memutuskan sesuatu memang berisiko tapi tidak memutuskan lebih berisiko

 Informasi yang bermutu diikuti penyikapan positip berbuah nilai tambah  Lebih baik memutuskan sesuatu dan gagal daripada gagal memutuskan  Pengambilan keputusan menyangkut, pengetahuan, ketrampilan dan seni

tapi senilah yang menjadi panglima

 Seni pengambilan keputusan bisa menjadi cabang ilmu di masa mendatang Sebagai acuan tentu saja tidak mutlak bisa diterapkan secara instan, tetapi sekurang-kurangnya bisa dijadikan referensi jika memang senang menantang dalam pengambilan keputusannnya.

(26)

21

Optimalisasi Pengambilan Keputusan

Keberanian seseorang di level manapun dalam mengambil keputusan kiranya telah menjadi tuntutan dewasa ini. Budaya minta nasihat, petunjuk dan pertimbangan atasan dan teman sejawat sudah saatnya ditinggalkan. Seorang profesional dibayar mahal bukan karena kerjanya rajin tetapi keberaniannya mengambil putusan dan mempertanggungjawabkannya. Manajemen puncak diringankan dan bawahan secara gradual mendapat ketrampilan memutuskan dengan gerakan bottom-up & top-down yang sekarang telah dilakukan. Sistem perkulihaan yang menempatkan mahasiswa sebagai subjek didik merupakan langkah maju dalam meningkatkan proses keberanian. Karena keberanianlah keputusan lateral bisa diambil, karena keberanianlah karya-karya monumental bisa terwujud. Dosen-dosen muda potensial didorong untuk berani tampil mengelola pekerjaan strategis yang sebelum-sebelumnya tabu dilakukan karena para senior takut terjadi kesalahan yang fatal.

Para pakar merumuskan dalam empat tingkatan pengambilan keputusan yang bisa dijabarkan dalam sub-sub level berikutnya.

1. Sensing-Thinking Decision; keputusan yang diambil secara amat hati-hati. Tingkat kesalahan dengan model ini relatif kecil. Waktu yang digunakan lebih lama karena mempertimbangkan banyak hal. Jika terbiasa dengan cara ini tidak akan ada lompatan pencapain. Semua berjalan secara linier dan evolutif. Tentu ini tidak salah karena piihan mudah dan aman serta selamat sampai tujuan. Cara pengambilan keputusan ini memadukan antara mengamati dan mengindera informasi dan memastikan secara benar serta mengerahkan piker untuk memutuskannya.

2. Sensing-Feeling Decision; keputusan diambil dengan memadukan pengamatan, penginderaan dengan perasaan. Risiko yang muncul lebih besar karena melibatkan perasaan yang bisa saja salah tafsir. Kecepatan keputusan bisa dihandalkan dan terkadang mengejutkan. Berbeda dengan cara pengambilan putusan sebelumnya, cara ini bisa sebagai pemecah kebekuan jika saatnya tepat. Kepekaan rasa memungkinkan dilatihkan untuk keputusan-keputusan sederhana dan secara bertahap bisa ditingkatkan. Pada keputusan kedua, ketiga dan seterusnya akan terasa lebih enjoi dan tanpa was-was lagi.

3. Thinking-Intuiting Dicision; pengambilan keputusan dengan pengumpulan informasi secara intuisi dan menyikapinya dengan

(27)

mengandalkan pikir. Data dari intuisi tentu tidak seakurat sensing. Berpikir keras dari informasi sepotong-sepotong dalam rangka memperkecil risiko. Kecepatan keputusan tidak secepat pada penyikapan feeling namun penangkapan informasi menjadi peluang bisa dihandalkan. Kebanyakan para pengambil keputusan dengan cara ini adalah para intrapreneur yang beranjak ke self-employee.

4. Feeling-Intuiting Dicision; pengambilan keputusan ini sangat berrisiko tinggi. Hasil keputusan bisa cepat dengan hasil menakjubkan namun sebaliknya bisa fatal dan mencelakakan jika salah. Para spekulan menyenangi proses pengambilan keputusan dengan cara ini. Entrepreneur perlu merenung untuk melaksanakan keputusan model ini. Para pemimpin besar biasa menempuh cara ini saat keputusan cepatnya ditunggu pengikutnya.

Keempat tingkatan proses pengambilan keputusan tersebut tidak harus dimaknai secara hitam putih. Pada kenyataannya selalu ada proses saling mempengaruhi antar unsur pendukung. Tidak ada seorangpun yang secara sengaja mengambil putusan tanpa memperhitungkan risiko. Jika ada yang mencoba menggunakan cara Feeling-Intuiting secara penuh hampir selalu dilakukan pada keputusan yang tidak berrisiko besar. Demikian sebaliknya jika selama ini banyak ilmuwan dengan pendekatan serba kuantitatif dipadu model Sensing-Thinking biasanya untuk sebuah keputusan yang berrisiko amat besar.

Idealnya, segala pengambilan keputusan sebaiknya didasarkan pada informasi dengan segala tingkatan urgensinya, ilmu yang melatarbelakangi, intuisi yang senantiasa diasah serta inisiatif untuk memutuskannya; dengan mengkombinasikan secara cermat sesuai dengan situasi dan kepekaan yang dimiliki.

Referensi:

Amar, Bhide. March-April 1990. How Entrepreneur Craft Strategic that Work, Reprint 94202, Harvard Business Review.

Handy, Charles. 1994. The Empty Raincoat; USA printing under title The Age of Paradox. Harvard Business School Press.

Pinson, Linda & Jerry Jinnett. 2006. Steps to Small Business Start Up. Paperback. 6th edition, Kaplan Publishing.

Abeng, Tantri. 1997. Manejemen dalam Perspektif. Yogyakarta : LMP2M AMP-YKPN. Purwanto, M. Kalis. 2009. Bahan Kuliah Pengetahuan Bisnis. Yogyakarta: AMIKOM.

Gambar

Gambar 1. Tahapan Perumusan Masalah

Referensi

Dokumen terkait

Rumah adat masyarakat asli kaimana merupakan rumah adat yang berbentuk rumah panggung dengan menggunakan material kayu sebagai struktur utama dan juga

Ia adalah salah seorang ilmuwan muslim di antara banyak ilmuwan muslim lainnya yang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah ilmu pengetahuan modern yang menjadi bahan

Dari latar belakang masalah di atas timbul permasalahan yaitu bagaimana pengaruh variasi ketebalan turbulator tipe pita lurus (straight tape strip )

Fungsi: untuk pengukur suhu billet yang telah siap dipanaskan dengan waktu yang telah ditentukan untuk dapat mencapai suhu billet yang telah ditetapkan agar dapat membuka pintu

Faktor vaksin/obat-obatan tidak berpengaruh secara nyata, (3) jika dilihat dari daerah yang terinfeksi virus AI dan yang tidak terinfeksi, persamaan dari Fungsi

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234).  Dalam

Dalam hal ini, Informasi keuangan yang disajikan oleh manajemen harus dapat.. dimengerti oleh penggun laporan keunagan dan dinyatakan

62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan menganut asas ius sanguinis seperti yang terdapat dalam Pasal 1 huruf b, bahwa orang yang pada waktu lahirnya mempunyai