• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berbagai bahan kedokteran gigi digunakan untuk merestorasi gigi yang telah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berbagai bahan kedokteran gigi digunakan untuk merestorasi gigi yang telah"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Daya adhesi material restoratif terhadap subtansi gigi dalam dunia kedokteran gigi merupakan suatu tujuan yang penting. Apabila gigi telah mengalami kerusakan, restorasi struktur gigi yang hilang dapat dicapai melalui beberapa variasi perawatan. Berbagai bahan kedokteran gigi digunakan untuk merestorasi gigi yang telah mengalami kerusakan. Suatu restorasi harus dapat mengembalikan kondisi gigi dalam segala aspek. Restorasi tersebut harus dapat mengikuti sifat-sifat yang identik dengan struktur gigi asli dan dapat melekat pada enamel dan dentin di sekitarnya (Nagaraja dan Kishore, 2005; Gatin dkk., 2012). Biomaterial yang digunakan sebagai bahan restorasi saat ini juga difokuskan pada potensi penyembuhan melalui stimulasi regenerasi jaringan pulpa karena adanya pelepasan biomolekul (Goldberg dan Smith, 2004).

Penggunaan bahan restorasi pada karies profunda yang memiliki ketebalan dentin tersisa kurang dari 0,5 mm harus dapat merangsang dentinogenesis. Dentin yang mengalami kerusakan ringan, lapisan odontoblas masih utuh maka bentuk perbaikan kompleks dentin-pulpa berupa pembentukan dentin reaksioner yang mempunyai bentuk mirip dengan dentin primer atau sekunder yang merupakan hasil aktivitas dari dentin primer. Sedangkan untuk kerusakan dentin yang mengakibatkan pulpa terbuka, pada proses penyembuhan yang berperan adalah sel progenitor yang

(2)

bermigrasi, berprolifersi dan berdiferensiasi membentuk sel lir-odontoblas untuk membentuk dentin reparatif (Ferracane, 2010).

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian sekarang ini, penting untuk merekomendasikan penggunaan teknik dan bahan restorasi yang dapat memberikan kekuatan ikatan terhadap dentin yang bertahan lama. Selain itu, restorasi tersebut harus mampu membangkitkan daya reparatif pulpa sehingga dapat digunakan pada jaringan pulpa yang terpapar dalam prosedur iatrogenik dan mengalami pulpitis reversibel (Mauro, 2009; Suprastiwi, 2011).

2.1 Perkembangan Semen Ionomer Kaca

SIK merupakan bahan restorasi gigi yang pertama kali dikenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1972. Bahan ini terdiri dari bubuk kaca kalsium alumino silikat yang dikombinasikan dengan polimer dalam air atau asam. Material ini mampu berikatan secara fisiko kimia dengan jaringan gigi, memiliki koefisien termal sama dengan dentin, biokompatibel dan dapat melepas fluor. Namun, SIK memiliki tensile strength dan ketahanan terhadap fraktur yang rendah, sensitif terhadap kelembaban pada saat awal pengerasan, waktu kerja yang pendek serta waktu pengerasan yang lama (Powers dan Sakaguchi, 2003; Tyas, 2006; Beriat dan Nalbant, 2009; Schmalz dan Arenholt-Bindslev, 2009).

SIK digunakan sebagai bahan antar restorasi, bahan pelapik adhesif pada kavitas, sementasi mahkota, mahkota jembatan, veneer secara permanen, ART, dan restorasi gigi desidui (Mickenautsch dan Grossman, 2006; Cefaly, 2008).

(3)

ART merupakan alternatif pendekatan untuk merawat pasien dengan menggunakan instrumen manual dan SIK. Prosedur ini telah berkembang karena jutaan orang pada negara yang kurang berkembang dan sekelompok orang tertentu seperti pengungsi dan orang yang tinggal di negara miskin tidak dapat memperoleh perawatan gigi restoratif. Gigi akan mengalami kerusakan secara perlahan hingga pencabutan menjadi pilihan satu-satunya. Masyarakat pada negara berkembang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan rongga mulut seperti di negara maju. Tidak adanya daya listrik dan pemikiran bahwa perawatan gigi restoratif selalu memerlukan peralatan elektris khusus menjadi alasan utama situasi ini. Sebagai perbandingan, pendekatan ART memungkinkan perawatan kavitas gigi pada orang yang tinggal di daerah tanpa daya listrik atau pada daerah yang memiliki daya listrik namun tidak mampu menyediakan peralatan gigi yang mahal (Mickenautsch dan Grossman, 2006; Cefaly, 2008; Frencken, 2012).

Keberhasilan restorasi gigi dengan menggunakan ART tergantung pada beberapa faktor klinis. Kegagalan pada ART yang paling umum akibat beberapa faktor, seperti kehilangan sebagian ataupun keseluruhan struktur gigi, karies yang terjadi pada daerah batas restorasi dan tingkat keausan bahan > 0.5mm. Tingkat kegagalan ART yang berhubungan dengan berlanjutnya proses karies telah menurun karena berkembangnya bahan restorasi serta kemampuan operator (Mickenautsch dan Grossman, 2006).

(4)

2.1.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin

Semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR) dikembangkan untuk memperbaiki sifat fisik dan mengurangi sensitivitas air dan bahan ionomer kaca konvensional. Bahan ini pada dasarnya memiliki komposisi yang sama dengan semen ionomer kaca konvensional hanya saja komponen air diganti menjadi campuran air dengan HEMA pada SIKMR. SIKMR dapat mengeras dengan dua cara, yaitu kombinasi asam dan basa serta reaksi polimerisasi. Bahan ini mengandung bubuk kaca yang mampu memindahkan ion dan asam polimer yang larut dalam air seperti asam akrilik. Bahan ini mengandung monomer organik (biasanya HEMA) dan sistem inisiator. Inisiator umumnya sensitif terhadap cahaya sehingga kebanyakan SIKMR mengeras dengan cara di sinar dengan menggunakan lampu penyinaran biasa yang memancarkan sinar dengan panjang gelombang 470 nm (Goldberg, 2008; Modena dkk., 2009; Schmalz dan Arenholt-Bindslev, 2009).

SIKMR memiliki tahap-tahap reaksi pengerasan yang terjadi melalui reaksi asam-basa antara bubuk alumino silikat dengan asam polikrilat; reaksi polimerisasi dari partikel-partikel resin yang ada di dalam semen; reaksi antara logam poliakrilat dengan resin hingga membentuk matriks semen yang lebih kuat. Dari ketiga reaksi tersebut, sebenarnya SIKMR mengeras dengan sistem “Dual Cure” yaitu reaksi penggaraman (asam-basa) yang terjadi secara kimia dan polimerisasi yang terjadi akibat penyinaran (Goldberg, 2008; Modena dkk., 2009).

Biokompatibilitas SIKMR lebih rendah dibandingkan SIK konvensional karena terdapat kandungan HEMA yang mampu berdifusi melalui tubulus dentin ke

(5)

pulpa dan dapat mengalami beberapa efek biologis yang merugikan seperti inflamasi persisten (Nicholson dan Czarnecka, 2008). Efek HEMA tidak perlu dikhawatirkan karena pelepasan HEMA akan berkurang seiring waktu (Ghavamnasiri, 2005).

Pada umumnya SIKMR dapat membentuk ikatan yang kuat ke dentin dan enamel serta dapat melepaskan fluoride. Selain itu, bahan ini juga melepaskan beberapa ion seperti Na, Ca, Sr, Al, P dan Si . Ion – ion tersebut juga dilepaskan oleh SIK konvensional namun kadar ion phosphat yang dilepaskan SIKMR lebih rendah dibandingkan dengan konvensional (Goldberg, 2008).

2.1.2 Semen Ionomer Kaca Nanopartikel

Nanoteknologi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1959 dimana nanoteknologi telah menjadi bagian dari teori sains utama dan berpotensi untuk diaplikasikan dalam dunia medis serta kedokteran gigi pada awal tahun 1990an. Kemampuan nanoteknologi yang telah diaplikasikan dalam kesehatan rongga mulut selama satu dekade terakhir telah dikembangkan (Saunders, 2009).

Beberapa penelitian telah menunjukkan dengan diaplikasikannya teknologi filler dan serat yang berukuran nano ke dalam material kedokteran gigi (bahan komposit dan bonding) dapat meningkatkan sifat fisik yaitu meningkatkan kekuatan, pemolesan, ketahanan pemakaian, estetik serta kekuatan ikatannya terhadap gigi (Saunders, 2009).

Perkembangan terakhir dari ionomer kaca adalah nano-ionomer. Ketac Nano™ merupakan SIKMR yang diperkenalkan pada tahun 2007. Ketac Nano™

(6)

terdiri dari 2 pasta yaitu pasta A berbasis resin dan mengandung kaca fluoroaluminosilikat, silane-treated silica, zirconia-silicananofiller, resin metakrilat dan dimetakrilat dan fotoinisiator serta pasta B berbasis air dan mengandung kopolimer asam polialkenoat, treated zirconia-silzica nanoclusters, silane-treated silica nanofiller, dan HEMA. Ketac Nano Primer mengandung air, HEMA, kopolimer asam polialkenoat dan fotoinisiator (Saunders, 2009; Croll dan Nicholson, 2008; Croll dan Berg, 2009).

Kelebihan jenis SIK ini tahan terhadap kebocoran, permukaan lebih halus dan pelepasan fluor lebih tinggi, lebih tahan terhadap abrasi, memberikan hasil polish yang lebih halus dan mengkilap, dan lebih estetik. Sifat mekanis dari bahan SIK jenis ini juga lebih baik apabila dibandingkan dengan jenis SIK lainnya. Oleh karena kelebihan-kelebihan tersebut, SIK nano ionomer ini dapat diaplikasikan pada gigi posterior (Croll dan Berg, 2009).

Penggunaan bahan Ketac N100 yang dilakukan pada implan jaringan ikat subkutan tikus menunjukkan adanya infiltrasi peradangan parah, baik akut maupun kronis pada pemakaian Ketac N100 setelah 1 minggu. Namun setelah 8 minggu pemakaian, tidak dijumpai adanya sel yang nekrosis. Penelitian ini juga melaporkan adanya remineralisasi pada bahan yang melepaskan fluor ini (Irawan, 2005). Sharathchandra dkk. (2010) juga melakukan penelitian SIK nano terhadap efek bleaching. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada efek bleaching terhadap tekstur permukaan dan warna dari SIK nano secara mikroskop elektron (SEM).

(7)

Suprastiwi (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pada gambaran struktur mikro permukaan SIK, SIKMR dan SIKMRn tampak ukuran partikel kaca terkecil ada pada SIKMRn dengan kepadatan yang merata, dan pada SIKMR tampak kepadatan merata dengan ukuran partikel kaca yang lebih besar. Sedangkan pada SIK tampak retakan di antara masa padat yang menunjukkan sifat SIK yang rapuh (Gambar 2.1). Retakan yang terjadi pada kelompok SIK mungkin disebabkan karena hilangnya unsur air pada saat proses pengerasan. Walaupun bentuk sediaan pada SIK dan SIKMR sama tetapi pada SIKMR proses pengerasan merupakan kombinasi reaksi asam basa dan polimerisasi sehingga sebagian semen sudah dapat mengeras lebih dulu dan terlepasnya unsur air dari semen dapat dicegah.

Gambar 2.1. Gambaran SEM dari SIK, SIKMR dan SIKMRn.

Keterangan: kelompok A gambaran SEM yang diunduh dari 3M Espe (25.000 kali). Pada kelompok B tampak adanya celah-celah di antara masa yang padat pada kelompok SIK, sedangkan pada kelompok SIKMR dan SIKMRn mempunyai gambaran partikel-partikel kaca yang homogen pada masa yang padat (3000 kali).

(8)

Apabila ditinjau dari kandungan elemen dan gambaran struktur mikro permukaan antara SIK, SIKMR dan SIKMRn, maka SIKMRn merupakan kelompok yang mempunyai potensi bioaktivitas terbaik.

2.2 SIK sebagai Material Bioaktif

Material bioaktif didefinisikan sebagai suatu material yang mengeluarkan respons biologis spesifik pada pertemuan kedua permukaan yang menyebabkan terbentuknya ikatan antara jaringan dengan material (Suprastiwi, 2011). Tingkat bioaktivitas diklasifikasikan dengan mengacu pada indeks bioaktivitas yang merupakan parameter untuk menentukan tingkat bioaktivitas suatu material (Nicolodi et al., 2004 cit. Suprastiwi, 2011).

Faktor- faktor yang mempengaruhi indeks bioaktivitas SIK adalah pertama, komposisi material kaca bioaktif yang terdiri dari SiO2, Na2O dan P2O5 dengan kandungan SiO2 45-52% dari berat SIK, dapat berikatan dengan jaringan ikat lunak dan keras dalam waktu 5-10 hari. Kedua, kaca bioaktif dan keramik kaca yang mengandung 55-60% SiO2 memerlukan waktu yang lebih lama untuk berikatan dengan tulang dan tidak dapat berikatan dengan jaringan lunak. Ketiga, apabila komposisi SiO2 lebih dari 60% berat maka tidak dapat berikatan dengan tulang atau jaringan lunak dan hasilnya ada pembentukan kapsul interfacial fibrous non adherent (Suprastiwi, 2011). Dentin merupakan jaringan termineralisasi dalam gigi yang terdiri dari kolagen tipe 1 dan mineral apatit nanokristal serta memiliki komposisi yang mirip dengan tulang manusia. Perbedaannya dengan tulang adalah tulang memiliki

(9)

struktur tingkatan lebih kompleks sedangkan dentin memiliki struktur tingkatan lebih sederhana. Mikrostruktur yang paling khas dari dentin adalah tubulus dentin berbentuk silinder berdiameter 1-2 mm dan terbentuk pada masa dentinogenesis serta berjalan dari dentin-enamel junction (DEJ) dan sementum-enamel junction (CEJ) ke arah pulpa serta dikelilingi oleh peritubular dentin (Nalla dkk., 2005).

Ada sebelas tahapan dalam proses pembentukan ikatan yang sempurna dari kaca bioaktif dengan jaringan tulang (Gambar 2.2). Tahap 1 – 5 bersifat kimiawi dan Tahap 6 – 11 merupakan respons biologi. Tahap 1, terjadi pertukaran yang cepat antara ion Na+ dan Ca2+ dengan ion H+ atau H3O+ dari larutan yang menyebabkan hidrolisis gugus silika, membentuk silanol; Si-O-Na+ + H+ + OH- → Si-OH+ + Na+(aq) + OH-. Tingkat keasaman (pH) larutan meningkat dan ion-ion H+ dalam larutan diganti dengan kation-kation. Tahap 2, pertukaran kation meningkatkan konsentrasi hidroksil menyebabkan terbentuknya permukaan kaya silika karena bentuk Si(OH)4 tidak larut, maka terjadi pemecahan ikatan O-Si membentuk Si-OH (silanol) pada permukaan kaca: Si-O-Si + H2O → Si -OH + OH-Si. Tahap 3, merupakan tahap kondensasi dan repolimerisasi dari lapisan permukaan SiO2. Tahap 4, migrasi gugus Ca2+ dan PO43- ke permukaan melalui lapisan SiO2, membentuk lapisan CaO-P2O5 diikuti dengan pertumbuhan lapisan CaO-P2O5 yang amorf melalui keterkaitan kalsium dan fosfat yang dapat larut. Tahap 5, kristalisasi lapisan CaO-P2O5 yang amorf melalui penyertaan anion OH- dan CO3- dari larutan untuk membentuk lapisan campuran hidroksil karbonat apatit (HCA).

(10)

Tahap 6, adsorpsi dan desorpsi faktor-faktor pertumbuhan biologis, dalam lapisan HCA. Tahap 7, aksi dari makrofag untuk membuang debris dari daerah tersebut sehingga akan memungkinkan sel untuk menempati ruang yang tersedia. Tahap 8, perlekatan sel punca pada permukaan bioaktif. Tahap 9, diferensiasi sel-sel punca untuk membentuk sel-sel-sel-sel pembentuk tulang, yaitu osteoblas. Pada Tahap 10, dihasilkan matriks ekstraseluler oleh osteoblas untuk membentuk tulang, dan pada Tahap 11, kristalisasi matriks kalsium fosfat anorganik untuk menyertakan sel-sel tulang ke dalam campuran struktur yang hidup (Hench, Nicolodi dkk., 2004; Cerruti 2004 cit. Suprastiwi, 2011).

Gambar 2.2.Sebelas Tahapan Reaksi Bioaktivitas Kelas A (Hench,Nicolodi dkk.,2004; Cerruti 2004 cit. Suprastiwi, 2011)

2.3 Adhesi SIK-Dentin

Perkembangan bahan dan teknik telah menjadi fokus para peneliti untuk dapat menciptakan sistem adhesif yang efektif antara bahan restorasi dengan struktur

(11)

jaringan keras gigi (Mauro dkk., 2009). Fokus utama dalam kedokteran gigi adhesif adalah untuk mengembalikan penutupan dentin pada bagian perifer yang rusak ketika enamel hilang sebagai akibat dari trauma, karies ataupun prosedur operatif seperti preparasi gigi. Pada lesi gigi koronal, lapisan yang terpapar dapat berbatasan dengan dentin, enamel ataupun keduanya (Liebenberg, 2005).

Dentin merupakan jaringan vital yang terhubung langsung ke pulpa melalui tubulus dentin yang berisi cairan sehingga adanya pergerakan cairan pada tubulus dentin dapat mengganggu perlekatan antara bahan restorasi dengan struktur gigi. Bersamaan dengan masalah khemis dari adhesi, pertimbangan biologis mengenai kompatibilitas pulpa juga amat penting (Sikri, 2008).

Adhesi khemis dari SIK terhadap jaringan keras gigi adalah melalui kombinasi asam polikarboksilat dengan hidroksiapatit (HA) dan merupakan keunggulan utama dari SIK. Adhesi khemis SIK ke dentin dicapai melalui pergantian ion poliakrilat dengan ion fosfat pada struktur permukaan dari HA. Walaupun mekanisme sebenarnya masih belum diketahui, diduga bahwa kelembaban yang baik dan formasi ikatan ionik memiliki peran penting dalam ikatan SIK ke struktur gigi (Lohbauer, 2010).

Bahan hidrofilik terbukti dapat melembabkan dan bereaksi dengan HA serta kolagen pada jaringan gigi (dentin) yang diperlukan untuk memperoleh ikatan ke struktur gigi yang tahan lama. Reaktan kemungkinan dapat berikatan ke kalsium disebabkan adanya kandungan HA pada enamel dan dentin. Daya adhesif ini diperoleh dari kemampuan asam poliakrilat berikatan dengan kalsium dan

(12)

terbentuknya ikatan hidrogen polimer organik ke kolagen (Lohbauer, 2010). Penelitian yang dilakukan Mauro (2009) menunjukkan bahwa walaupun SIKMR bersifat hidrofilik, SIKMR tidak dapat berfungsi dengan baik pada daerah yang lembab sehingga melemahkan interaksi khemis dan fisikal antara dentin yang terdemineralisasi dengan dentin yang lembab (Mauro dkk., 2009).

Permukaan kontak restorasi dengan dentin dapat mengindikasikan kemampuan beberapa bahan yang berbeda dalam mencegah perkembangan karies setelah dilakukan restorasi dan sensitifitas pasca perawatan sebagai akibat dari kebocoran mikro pada permukaan tersebut. Penggunaan bahan restoratif adhesif yang memiliki kemampuan penutupan yang baik disertai pelepasan fluor dapat menurunkan dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat infilitrasi daerah marginal. Semen ionomer merupakan bahan potensial yang diletakkan pada daerah tersebut untuk memperoleh adhesi dari interaksi khemis dengan dentin. SIK dapat memberikan penutupan yang optimal dan melindungi restorasi dari infiltrasi marginal. Kemampuan pelepasan fluor SIK dapat membantu mengendalikan perkembangan karies rekuren dan patologi pulpa yang dapat menggagalkan perawatan restoratif dalam waktu yang singkat (Mauro dkk., 2009).

Kekuatan ikatan dari SIKMR terhadap dentin umumnya lebih baik dibandingkan dengan SIK konvensional (Gambar 2.3). Ikatan terhadap dentin superfisial lebih kuat dibandingkan dengan dentin bagian dalam. Mekanisme ikatan SIKMR berupa interaksi ionik antara semen dengan permukaan dentin (Gambar 2.4)

(13)

dan interlocking mikromekanikal polimer dengan substrat gigi yang telah diberi asam poliakrilat (Patel, 2012).

Umumnya, SIKMR memiliki retensi yang baik. Selain itu, sensitifitas pasca perawatan dan karies sekunder tidak menjadi hal yang perlu dikhawatirkan pada penggunaan SIKMR. Namun, sifat permukaan SIKMR, stabilitas warna dan karakteristik marginal tidak selalu baik.

Gambar 2.3. Gambaran SEM (x 3000) permukaan antara FujiFil LC dan dentin. Terlihat adanya lapisan yang terdiri dari campuran primer dan matriks semen dengan ketebalan 2-3 mikron di atas dentin (Yamada, 2012).

Gambar 2.4. Gambaran SEM (x 20000) permukaan antara FujiFil LC dan dentin. Dapat dilihat komponen matriks semen serta dentin yang saling berhubungan dan memiliki ketebalan kurang dari 0,5 mikrometer berupa lapisan nanohibrid superfisial pada permukan dentin (Yamada, 2012).

(14)

Penelitian menunjukkan bahwa smear layer pada preparasi kavitas dapat mempengaruhi ikatan antara SIKMR dengan dentin. Jika lapisan ini tidak dibuang maka akan memicu kegagalan kohesif selama proses penyusutan akibat polimerisasi, ekspansi termal serta kontraksi. Beberapa peneliti mengatakan bahwa kekuatan ikatan SIKMR akan lebih baik bila smear layer dibuang sebelum ditumpat dengan SIKMR. Namun, kekuatan ikatan SIKMR dilaporkan masih lebih rendah dibandingkan dengan bahan resin komposit (Patel, 2012).

SIK juga digunakan sebagai bahan dalam melakukan teknik sandwich. Teknik ini bukan teknik baru namun perlu dipopulerkan kembali menimbang ketidakmampuan beberapa bahan baru untuk berikatan dengan kuat ke permukaan dentin yang banyak dijumpai oleh klinisi. Pada awalnya, teknik sandwich menggunakan SIK namun SIKMR memiliki sifat mekanis yang amat baik dan kekuatan perekat terhadap dentin yang baik sehingga SIKMR juga digunakan dalam teknik ini (Liebenberg, 2005).

2.4 Kitosan

Kitosan (poly-β-1,4-glukosamin) merupakan biopolimer alami yang banyak di jumpai di alam setelah selulosa dan merupakan hasil N-diasetilisasi dari kitin. Kitin banyak terkandung pada hewan laut berkulit keras seperti udang, rajungan, kepiting, blangkas, serangga, moluska, dan dinding jamur seperti klas zygomycetes. Bahan ini pertama kali ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859 (Gambar 2.5). Komposisi kitosan terdiri dari karbon, Hidrogen, dan Nitrogen (Tabel 2.1) serta dapat larut dalam

(15)

pelarut asam seperti asam asetat, asam formiat, asam laktat, asam sitrat dan asam hidroklorat. Kitosan tidak larut dalam air, alkali dan asam mineral encer kecuali dibawah kondisi tertentu yaitu dengan adanya sejumlah pelarut asam sehingga dapat larut dalam air, methanol, aseton dan campuran lainnya. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi. Kitosan dalam bentuk terprotonisasi menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi dan bersifat sebagai polielektrolit kationik dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif dan biomolekul permukaan (Agusnar, 1997; Sugita dkk., 2009).

CHITIN CHITOSAN

Gambar 2.5. Struktur Bangun Kitin dan Kitosan (Petri dkk., 2007)

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Kitosan (Agusnar, 1997) Dalam persen (%)

Karbon (C) Hidrogen ( H) Nitrogen (N)

Kitosan 40,30 5,83 6,35

(16)

Kitosan memiliki sifat-sifat seperti biokompatibel dan biodegradble serta mucoadhesion dapat menjadi keuntungan bagi aplikasi biomedis. Lebih jauh lagi, kitosan dapat digunakan dalam formulasi cairan sebagai bahan antimikroba dan penstabil koloidal (Petri dkk., 2007).

Linden cit. Petri dkk. (2007) dijelaskan bahwa campuran polimer hidrogel terutama asam polikrilat dan logam garam serta kitosan, yang di bentuk secara langsung pada mikrochanel jaringan keras gigi dapat memperkuat ikatan mereka.

2.4.1 Kitosan Blangkas (Tachypleus gigas)

Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terdiri atas tiga yaitu kitosan bermolekul rendah, kitosan bermolekul sedang dan kitosan bermolekul tinggi. Kitosan bermolekul rendah dengan berat molekul dibawah 400.000 Mv dan kitosan bermolekul sedang dengan berat molekul 400.000-800.000 Mv berasal dari hewan laut dengan cangkang atau kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi dan rajungan. Kitosan dengan berat molekul 800.000-1.100.000 Mv biasanya berasal dari hewan laut bercangkang keras misalnya kepiting, kerang dan blangkas (Gambar 2.6) (Trimurni dkk., 2006).

(17)

Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul tinggi yang dperoleh dari cangkang blangkas. Blangkas disebut juga dengan Horseshoe-crab. Kitosan blangkas yang diuji oleh Trimurni dkk. (2006) mempunyai derajat deastilisasi 84,20% dengan berat molekul 893.000 Mv. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan blangkas mempunyai berat molekul yang tinggi.

Pada penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa kitosan blangkas yang mempunyai berat molekul tinggi dapat menstimulasi dentin reparatif dengan kemampuannya membentuk koagulum yang padat sebagai sub base membran yang memudahkan perlekatan sel-sel pulpa seperti dentinoblast untuk memudahkan migrasi dan proliferasi sel-sel pulpa dentinoblast.

Arnaud dkk. (2010) meneliti efek kitosan pada proses demineralisasi dan remineralisasi email gigi dihubungkan dengan keberadaan unsur fosfor. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kitosan berperan dalam proses remineralisasi dengan menghambat pelepasan fosfor dari email gigi.

2.4.2 Kitosan Nanopartikel

Dalam perkembangannya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk magnetik Kitosan nanopartikel dengan ukuran partikelnya 100-400 nm untuk meningkatkan daya absorbsinya. Ukuran kitosan nanopartikel yang diukur dengan SEM adalah 180 nm (Hu dkk., 2006 cit. Sugita, 2009). Szeto dan Zhigang Hu cit. Siregar M (2009) menyiapkan kitosan nanopartikel dengan melarutkan kitosan dalam larutan asam lemah ditambahkan larutan yang bersifat basa, seperti amoniak, NaOH, atau KOH

(18)

distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquadest sampai netral kemudian ditempatkan dalam ultrasonic bath untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. Cheung cit. siregar (2009) menyiapkan kitosan nano dengan metode lain, yaitu dengan menambahkan larutan tripolipospat ke dalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm, dan ditambahkan asam asetat agar pH-nya 3,5 dengan hasil berupa suspen kitosan.

Lu E-Shi cit. Ningsih (2010) menyiapkan kitosan nanopartikel dengan menambahkan larutan tripolipospat (TPP) kedalam larutan suspensi kitosan yang dibuat dengan menambahkan asam asetat, kemudian distrier dengan kecepatan 1200 rpm terbentuk emulsi. Ada yang menyebutkan (Tiyaboonchai, 2003) kitosan nanopartikel dapat dipakai sebagai pembawa penyaluran obat karena stabilitasnya yang baik, rendah toksik, metode persiapannya sederhana, dan dapat mengikuti rute pemberian obat. Kitosan nanopartikel sebagai agen penyalur obat sangat bermanfaat karena kitosan nano merupakan biopolimer alam yang biokompatibel, dapat larut dalam air, dapat menyalurkan obat dalam bentuk makromolekul, mempunyai berat molekul yang bervariasi sehingga mudah dimodifikasi secara kimia, membantu absorpsi antara substrat dan membran sel, serta ukuran partikel nanonya memiliki efektivitas yang lebih baik.

Petri dkk. (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa SIK yang dimodifikasi dengan kitosan molekul rendah menunjukkan penambahan 0,0044% berat kitosan dapat meningkatkan sifat mekanik seperti flexural strength dan

(19)

meningkatkan pelepasan ion fluor, penambahan 0,012% berat kitosan tidak memiliki efek yang terlihat secara statistik, dan penambahan 0,022% berat kitosan justru menurunkan sifat mekaniknya.

Henny dkk. (2013) melakukan penelitian dengan menambahkan kitosan molekul tinggi nano yang diperoleh dari blangkas (Tachypleus gigas) 0,015% berat kitosan pada SIKMR dan SIKMRn dan efeknya terhadap proliferasi sel. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan viabilitas sel yang signifikan pada SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan 0,015% berat kitosan nano dari blangkas.

2.5 Alat Uji

2.5.1 Scanning Electron Microscope (SEM)

SEM menjadi suatu alat yang dapat diandalkan dalam mengamati integritas marginal pada penelitian in vitro. SEM merupakan metode yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan permukaan ikatan yang dihasilkan oleh sistem adhesif terhadap substrat gigi (Soanca, 2011).

SEM merupakan jenis mikroskop elektron yang menggambarkan sampel dengan memindainya menggunakan pancaran elektron berenergi tinggi yang membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. Jenis sinyal yang dihasilkan oleh SEM mencakup elektron sekunder (secondary electrons), elektron

(20)

yang memencar (back-scattered electrons), sinar X, cahaya (cathodoluminescence), elektron pada spesimen dan elektron yang ditransmisikan. Sinyal dihasilkan dari interaksi benturan elektron dengan atom pada atau didekat permukaan sampel. SEM dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 nm. Gambaran sampel diambil secara digital dan akan ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di dalam komputer. Pada Gambar 2.7 ditampilkan skema bagian-bagian dari SEM (Radiological and Evironmental Management, 2010).

Pembesaran pada SEM dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai 500.000 kali. SEM memiliki kondenser dan lensa objektif yang berfungsi memfokuskan sinar kepada suatu tempat dan bukan menggambar keseluruhan spesimen (Materials Evaluation and Engineering, 2009).

Spesimen yang akan digambar oleh SEM harus dapat mengalirkan listrik (electrically conductive). Spesimen yang terbuat dari metal hanya memerlukan sedikit tindakan preparasi untuk digambar oleh SEM. Tetapi bagi spesimen yang tidak dapat mengantarkan listrik harus dilapisi (coating) dengan suatu zat yang bersifat sebagai konduktor. Pelapis yang biasa digunakan adalah emas, aloi emas/paladium, platinum, osmium, iridium, tungsten, chromium dan graphite (MEE, 2009; REM, 2010).

Sinar elektron dihasilkan pada bagian atas mikroskop oleh elektron gun. Elektron akan mengikuti jalur vertikal melalui mikroskop, yang tetap dalam keadaan vakum. Sinar melewati area elektromagnetik dan lensa, yang memfokuskan sinar turun ke arah sampel. Ketika sinar mengenai sampel, elektron dan sinar x akan

(21)

dikeluarkan dari sampel. Detektor akan mengumpulkan sinar x, backscattered elektron, dan elektron sekunder. Detektor akan merubahnya menjadi sinyal yang menghasilkan gambaran dan selanjutnya ditampilkan pada layar monitor (MEE, 2009; REM, 2010).

Gambar 2.7. Cara Kerja SEM (Radiological and Evironmental Management, 2010)

2.5.2 Energy Dispersive X-ray (EDX)

Energy Dispersive X-ray (EDX) merupakan teknik mikroanalisis kimia yang digabungkan dengan SEM. EDX merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi sinar x yang keluar dari sampel selama pemaparan pancaran elektron untuk mengkarakteristikkan komposisi kimia dari sampel yang dianalisa. Sistem ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu detektor sinar x yang dipisahkan dari ruang SEM dengan jendela polimer yang sangat tipis, untaian pengolahan getaran yang

(22)

menentukan energi sinar x yang dideteksi, dan peralatan analisa yang menginterpretasikan data sinar x dan menampilkannya pada layar komputer. Alat ini dikendalikan oleh suatu program Windows-based user interface (UI) yang dinamakan Genesis. Program ini terletak di dalam komputer EDX (MEE, 2009).

Informasi analisa yang dapat diperoleh adalah analisa kualitatif, analisa kuantitatif, pemetaan elemen dan analisa profil garis. Untuk analisa kualitatif, nilai energi sinar x sampel dari spektrum EDS dibandingkan dengan karakteristik energi sinar x yang sudah diketahui untuk mendapatkan elemen yang terdapat pada sampel. Hasil kuantitatif dapat diperoleh dari hitungan sinar x relatif pada karakteristik tingkat energi dari komponen sampel (MEE, 2009).

Russ (1984) menyatakan bahwa spektrum EDX ditampilkan secara digital membentuk sumbu x yang menggambarkan energi sinar x dan sumbu y menggambarkan intensitas (Gambar 2.8).

(23)

Perkembangan material yang baru di dalam dunia kedokteran gigi serta teknik-teknik alternatif untuk melakukan restorasi gigi dianggap saling berkaitan satu sama lain untuk mendapatkan ikatan yang optimal antara gigi dan bahan restorasi (Souza-Gabriel dkk., 2012). Kunci untuk memahami proses perbaikan dentin secara keseluruhan harus mencapai tingkat molekular agar dapat dikembangkan bahan ataupun prosedur yang dapat merangsang perbaikan dentin (Ferracane dkk., 2010).

2.6 Landasan Teori + SIK SIKMRn+ Kitosan blangkas Nanopartikel Anti bakteri >>> ART SIKMR SIKMRn Kitosan Blangkas

Nanopartikel 0,015 berat Remineralisasi Email >>>

Proliferasi sel >>> Proliferasi sel odontoblas >>> SIKMRn+ Kitosan blangkas Nanopartikel Proliferasi sel >>>

(24)

2.7 Kerangka Konsep ? + ? + Berdasarkan bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa pada kavitas yang dalam dapat diberikan SIKMR ataupun SIKMRn. SIKMR memiliki gugus polyacrilic acid (PAA) sedangkan kitosan mempunyai gugus amin yang mampu mengikat partikel hidroksil dan gugus karboksilat dari PAA oleh ikatan hidrogen. Ikatan yang dibentuk oleh kitosan dan PAA di sekitar partikel anorganik dapat mengurangi tegangan pada permukaan antar komponen SIKMR (Petri dkk., 2007). Selain itu, gugus amino dan hidroksil yang saling terikat juga berperan seabagi amino pengganti (Trimurni dkk., 2006).

Penelitian yang dilakukan Henny dkk. (2013) menunjukkan bahwa SIKMRn merupakan varian yang paling tinggi dalam menginduksi proliferasi sel. Hal ini disebabkan karena pada prinsip rekayasa jaringan, ukuran partikel material dapat mempengaruhi efek biologi, yaitu makin kecil ukuran partikel, makin luas permukaannya, sehingga makin meningkat pula interaksi material dan jaringan sekitarnya. Kavitas dalam SIKMR SIKMRn Kitosan Nanopartikel Komposisi Mikrostruktur EDX SEM Kitosan Nanopartikel

(25)

Dengan penambahan kitosan nanopartikel pada SIKMR dan SIKMRn diperlukan untuk merekomendasikan penggunaan bahan restorasi yang dapat memberikan kekuatan ikatan terhadap dentin dengan melihat mikrostruktur dan komposisi dari gabungan bahan tersebut terhadap dentin yang dapat dilihat melalui SEM dan EDX.

2.8 Hipotesis Penelitian

Dari uraian diatas dapat dibuat hipotesa yaitu :

1. Ada perbedaan pada mikrostruktur dentin yang diaplikasikan SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul nanopartikel.

2. Ada perbedaan pada komposisi kimia dari kombinasi SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul tinggi pada dentin.

Gambar

Gambar 2.1. Gambaran SEM dari SIK, SIKMR dan SIKMRn.
Gambar 2.2.Sebelas Tahapan Reaksi Bioaktivitas Kelas A (Hench,Nicolodi dkk.,2004;
Gambar 2.5. Struktur Bangun Kitin dan Kitosan (Petri dkk., 2007)
Gambar 2.6. Kitosan Blangkas (Trimurni, 2006)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini diharapkan pelaksanaan pembangunan dapat berjalan sesuai dengan jadwal yang direncanakan, dan diperolah bangunan

Pada penelitian ini didapatkan hasil wawancara terstruktur yang menjawab pertanyaan yang merasakan adanya perubahan kegiatan jantung dan denyut nadi tanpa stimulasi

Dengan membantu klien mengenal situasi yang dapat menimbulkan kecemasan sehingga klien akan4. mennambah kepercayaan dirinya untuk melaean hal

Berdasarkan hasil uji Kendall Tau untuk mengetahui hubungan peran kelompok teman sebaya dengan perilaku bullying pada anak usia sekolah didapatkat nilai korelasi

Tulisan ini hanyalah telaah awal dan terbatas untuk mengamati dari kacamata outsider (bukan mahasiswa di perguruan tinggi tersebut ataupun dalam rangka riset yang

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINGKAIAN KASUS

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bebas pertumbuhan sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa mempunyai pengaruh secara simultan dan parsial yang positif

EFEKTIVITAS PESAN IKLAN INDOSAT IM3 SERU ANTI GALAU DI TELEVISI VERSI “LOE GUE END” PADA MASYARAKAT DI SURABAYA (Studi Deskr iptif Kuantitatif tentang