• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

Bab 1

Perkembangan Kondisi

Makroekonomi

Perekonomian daerah Sulawesi Selatan pada triwulan II-2009 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 5,48% (y.o.y), lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan triwulan I-2009 yang sebesar 4,04%, namun tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan triwulan II-2008 (8,10%). Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan dimaksud terutama didukung oleh pertumbuhan konsumsi dan investasi. Sementara kinerja ekspor menunjukkan kontraksi yang semakin melemah, demikian pula hal yang sama terjadi pada kinerja impor.

Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB

Dari sisi penawaran (sektoral), pendorong pertumbuhan ekonomi berasal dari sektor pertanian, sektor perdagangan-hotel-restoran dan sektor bangunan. Sementara sektor pertambangan diperkirakan masih mengalami kontraksi pertumbuhan. Sedangkan pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor bangunan sehubungan dengan telah berjalannya realisasi belanja modal pemerintah.

1.1 Permintaan Daerah

Pertumbuhan perekonomian di Sulawesi Selatan pada triwulan II-2009 dari sisi permintaan disebabkan oleh komponen konsumsi dan investasi yang masih mengalami pertumbuhan positif. Laju pertumbuhan konsumsi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (y.o.y), sedangkan kinerja investasi mengalami perlambatan pertumbuhan. Untuk kinerja ekspor diperkirakan masih mengalami kontraksi

(17)

meskipun semakin mengecil. Seiring dengan perkembangan ekspor, pertumbuhan impor juga masih negatif (kontraksi) dengan kondisi yang juga semakin mengecil.

Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Riil : Permintaan Daerah (y.o.y)

1.1.1. Konsumsi

Pada triwulan laporan, kinerja konsumsi diperkirakan tumbuh sebesar 5,49% (y.o.y), lebih tinggi dibanding triwulan I-2009 (4,75%) namun lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-2008 (6,11%). Pertumbuhan kinerja konsumsi tersebut diperkirakan terjadi baik pada konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah.

Kinerja konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sebesar 5,69% (y.o.y) dengan sumbangan pertumbuhan sebesar 3,09% (y.o.y). Angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 5,07% (y.o.y). Beberapa faktor yang diperkirakan mendorong pertumbuhan tersebut antara lain adanya peningkatan pendapatan masyarakat, terutama pegawai negeri sipil, sehubungan dengan kenaikan gaji PNS sebesar 15%, pembayaran BLT (Bantuan Langsung Tunai), serta faktor musiman liburan sekolah dan tahun ajaran baru. Peningkatan konsumsi rumah tangga juga diindikasikan oleh meningkatnya konsumsi air, pembelian kendaraan bermotor (sedan, jeep dan station wagon) dan pembelian barang tahan lama (hasil survey konsumen), meskipun konsumsi listrik rumah tangga mengalami penurunan.

Selanjutnya kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4,36% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2009 (3,08%) namun lebih rendah dibandingkan triwulan II-2008 (14,11%y). Pertumbuhan kinerja konsumsi pemerintah ini diperkirakan karena mulai berjalannya pelaksanaan program-program kerja pemerintah terutama belanja operasional. Selain itu, kinerja konsumsi nirlaba diperkirakan mengalami pertumbuhan yaitu sebesar 14,68% (y.o.y), sedikit melambat dibandingkan triwulan

(18)

sebelumnya yang tumbuh 16,43%. Kondisi tersebut ditandai dengan konsumsi listrik sektor sosial yang relatif tumbuh stabil.

Beberapa prompt indikator pertumbuhan kinerja konsumsi tersebut di atas terlihat dari grafik sebagai berikut :

Grafik 1.2. Prompt Indikator Kinerja Konsumsi Pemakaian Air (M³)

di Makassar

Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Rumah Tangga

Kendaraan Terdaftar Rumah Tangga

IndeksPenghasilan Saat Ini dan Ketepatan Konsumsi Barang Tahan Lama

Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Pemerintah

Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Sosial

(19)

1.1.2. Investasi

Pada triwulan II-2009, investasi diperkirakan tumbuh sebesar 24,88% (y.o.y) dengan sumbangan pertumbuhan sebesar 5,25% (y.o.y). Sementara pertumbuhan pada triwulan I-2009 tercatat sebesar 30,06% (y.o.y) dengan sumbangan pertumbuhan sebesar 5,90% (y.o.y). Perlambatan kinerja investasi tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh perilaku pelaku usaha untuk menunggu situasi dari pelaksanaan Pemilu Eksekutif (Pilpres). Perilaku menunggu kepastian ini searah dengan melambatnya kinerja sektor industri Sulsel yang diindikasikan dengan stagnasi pertumbuhan konsumsi listrik pada sektor tersebut. Indikator lainnya yaitu pertumbuhan kredit produktif (modal kerja dan investasi) bank umum pada triwulan laporan, juga mencerminkan terjadinya perlambatan investasi.

Meskipun impor barang modal diperkirakan melambat pertumbuhannya, namun volume impor barang modal relatif tinggi. Pertumbuhan kinerja investasi ini, diperkirakan didorong oleh belanja modal pemerintah sehubungan dengan mulai berjalannya proyek-proyek fisik pemerintah, yang ditandai dengan peningkatan realisasi pengadaan semen di Sulsel. Beberapa prompt indikator yang relatif menunjukkan pertumbuhan kinerja investasi di daerah adalah sebagai berikut :

Grafik 1.3. Prompt Pertumbuhan Kinerja Investasi

Volume Impor Barang Modal Realisasi Pengadaan Semen

Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Industri

Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Bisnis

(20)

Perkembangan Kredit Produktif Bank Umum

Kendaraan Terdaftar Untuk Industri/Bisnis

1.1.3. Net Perdagangan Eksternal (Ekspor Impor)

Secara nominal, kinerja perdagangan ke luar Sulsel diperkirakan masih tumbuh negatif atau kontraksi yaitu sebesar -14,64% (y.o.y), namun semakin mengecil dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -21,53%. Kontraksi dimaksud sedikit lebih besar dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II2008 yang tercatat sebesar -11,16% (y.o.y).

Grafik 1.4. Prompt Indikator Kinerja Ekspor

Volume Ekspor Luar Negeri Non Migas Total Volume Ekspor Luar Negeri Nikel

Volume Ekspor Luar Negeri Ikan, Udang, Kerang dan lain-lain

Volume Ekspor Luar Negeri Kopi,Teh, Kakao dll

(21)

Volume Muat Dalam Negeri Melalui Pelabuhan

Berkurangnya kontraksi pertumbuhan ekspor Sulsel tersebut lebih banyak didorong oleh perdagangan ekspor antar pulau, dimana Sulsel merupakan pintu masuk perdagangan sekaligus penyuplai barang-barang kebutuhan masyarakat di wilayah sekitarnya, terutama di Kalimantan Timur dan wilayah timur Indonesia. Pertumbuhan kinerja ekspor antar pulau tersebut tercermin dari indikator volume muat dalam negeri pelabuhan yang menunjukkan peningkatan. Selain itu, diperkirakan terjadi peningkatan produksi sektor pertambangan Sulsel, terutama nikel, sehingga sedikit banyak mampu mendorong pertumbuhan kinerja ekspor. Hal tersebut ditandai dengan ekspor luar negeri komoditas nikel mengalami peningkatan.

Demikian pula kinerja impor diperkirakan juga menunjukkan kondisi yang relatif sama, pada triwulan laporan tercatat kontraksi sebesar -8,33% (y.o.y), sementara pada triwulan I-2009 tercatat sebesar -13,34%. Perbaikan pertumbuhan kinerja impor tersebut ditandai dengan mulai adanya peningkatan volume impor, baik dari luar negeri maupun dari antar pulau.

Grafik 1.5. Prompt Indikator Kinerja Impor

Volume Impor Luar Negeri Non Migas Total

Volume Impor Luar Negeri Intermediate Goods

(22)

Volume Bongkar Dalam Negeri Melalui Pelabuhan

Volume Impor Luar Negeri Consumer Goods

1.2. Penawaran Daerah (Sektoral)

Dari sisi penawaran, secara tahunan, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan-hotel-restoran dan sektor angkutan-komunikasi diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan, kecuali sektor pertambangan yang mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif).

Tabel 1.2. Perkembangan PDRB Riil : Penawaran Daerah

Pertumbuhan tertinggi diperkirakan terjadi di sektor bangunan yaitu tercatat sebesar 17,77% (y.o.y), sedangkan sektor pertambangan-penggalian merupakan satu-satunya sektor yang mengalami kontraksi yaitu sebesar -4,42% (y.o.y) meskipun diperkirakan mulai

II-08 I-09 II-09* II-08 I-09 II-09*

Pertanian 4.87% 5.16% 4.94% 0.62% 6.75% 0.41%

Pertambangan - Penggalian -7.23% -14.14% -4.42% -8.74% -5.27% 1.59%

Industri Pengolahan 12.01% 1.75% 2.90% 3.20% -0.39% 4.36%

Listrik - Gas - Air Bersih 12.94% 11.21% 11.16% 2.41% 1.88% 2.36%

Bangunan 25.15% 15.79% 17.77% 8.52% 1.09% 10.37%

Perdagangan - Hotel - Restoran 12.24% 8.00% 8.53% 2.58% 2.08% 3.08%

Angkutan - Komunikasi 14.40% 4.77% 5.26% 3.90% -5.20% 4.39%

Keuangan - Persewaan - Js Perusahaan 14.48% 5.00% 4.72% 4.96% 2.31% 4.68%

Jasa - jasa 5.34% 7.66% 8.04% 2.26% 0.46% 2.63%

TOTAL 8.10% 4.04% 5.48% 1.49% 1.56% 2.89%

Pertanian 1.46% 1.51% 1.44% 0.18% 1.90% 0.12%

Pertambangan - Penggalian -0.74% -1.39% -0.39% -0.86% -0.46% 0.13%

Industri Pengolahan 1.66% 0.25% 0.41% 0.45% -0.06% 0.60%

Listrik - Gas - Air Bersih 0.12% 0.11% 0.11% 0.02% 0.02% 0.02%

Bangunan 1.14% 0.78% 0.93% 0.42% 0.06% 0.57%

Perdagangan - Hotel - Restoran 1.84% 1.24% 1.34% 0.40% 0.33% 0.50%

Angkutan - Komunikasi 1.10% 0.38% 0.42% 0.31% -0.44% 0.35%

Keuangan - Persewaan - Js Perusahaan 0.91% 0.32% 0.31% 0.32% 0.15% 0.30%

Jasa - jasa 0.61% 0.85% 0.90% 0.25% 0.05% 0.30%

TOTAL 8.10% 4.04% 5.48% 1.49% 1.56% 2.89%

Sumber : BPS diolah

* Proyeksi Bank Indonesia Makassar

Pertumbuhan (y.o.y) Pertumbuhan (q.t.q)

Sumbangan (y.o.y) Sumbangan (q.t.q) SEKTOR EKONOMI

(23)

membaik. Dari sisi sumbangan, penyumbang pertumbuhan terbesar pada triwulan laporan diperkirakan berasal dari adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan-hotel-restoran yaitu masing-masing sebesar 1,44% dan 1,34%. Sektor lainnya yang memberikan sumbangan cukup besar adalah sektor bangunan dan sektor jasa-jasa yaitu sebesar 0,93% dan 0,9%.

Secara triwulanan (q.t.q), pertumbuhan ekonomi daerah terutama didorong oleh sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan sektor perdagagan-hotel-restoran yang masing-masing sektor memberikan sumbangan sebesar 0,60%, 0,57%, dan 0,50%. Secara keseluruhan pertumbuhan triwulanan Sulsel juga tercatat mengalami peningkatan yaitu dari -1,56% pada triwulan I-2009 menjadi 2,89% pada triwulan laporan. Dari sisi pertumbuhan, sektor bangunan diperkirakan mengalami pertumbuhan triwulanan tertinggi (10,37%), diikuti sektor keuangan (4,68%), dan sektor angkutan (4,39%).

1.2.1. Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan yaitu sebesar 4,94% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,16%. Melambatnya pertumbuhan sektor ini diperkirakan karena mulainya masa tanam komoditas tanaman pangan (padi) pada periode triwulan II-2009. Perlambatan pertumbuhan sektor pertanian diindikasikan pula dengan adanya penurunan volume ekspor ikan, udang, kerang dan lain-lain serta penurunan volume ekspor kopi, teh dan kakao. Namun di sisi lain, terjadi peningkatan volume ekspor makanan ternak yang berbahan baku dari komoditi yang termasuk dalam subsektor tanaman bahan makanan, yaitu jagung.

Perlambatan kinerja subsektor perikanan (ikan, udang, kerang dan lain-lain) tersebut diperkirakan karena faktor produktifitas hasil tangkapan yang mengalami penurunan, sementara penurunan subsektor perkebunan (kopi, teh dan kakao) diperkirakan karena kualitas komoditi yang masih kurang memenuhi permintaan pasar, meskipun permintaan terhadap komoditi tersebut masih terbuka lebar.

Grafik 1.6. Prompt Indikator Pertumbuhan Kinerja Sektor Pertanian Volume Ekspor Luar Negeri

Ikan, Udang, Kerang dan lain-lain

Volume Ekspor Luar Negeri Makanan Ternak

(24)

Volume Ekspor Luar Negeri Kopi,Teh, Kakao dll

Kredit Sektor Pertanian Bank Umum

1.2.2. Sektor Industri Pengolahan

Peningkatan pertumbuhan diperkirakan terjadi di sektor industri pengolahan yang pada triwulan laporan tercatat tumbuh 2,90% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,75% (y.o.y). Peningkatan pertumbuhan sektor ini diperkirakan disebabkan oleh meningkatnya produksi subsektor industri pengolahan semen dan makanan-minuman.

Grafik 1.7. Prompt Indikator Pertumbuhan Kinerja Sektor Industri Pengolahan

Realisasi Pengadaan Semen Realisasi Produksi Tepung Terigu

(25)

Peningkatan produksi industri pengolahan semen tersebut terkait dengan mulai berjalannya proyek-proyek peemrintah, sehubungan dengan realisasi anggaran belanja modal yang pada triwulan II-2009. Subsektor industri makanan-minuman juga diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan sektor ini. Hal tersebut ditandai dengan produksi tepung terigu yang mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Demikian pula industri kayu diperkirakan juga mengalami peningkatan pertumbuhan, yang ditandai dengan peningkatan volume ekspor kayu olahan.

1.2.3. Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran

Peningkatan pertumbuhan terjadi di sektor perdagangan-hotel-restoran yang diperkirakan tumbuh sebesar 8,53% (y.o.y) dengan sumbangan terhadap total pertumbuhan sebesar 1,34%. Sementara pertumbuhan tahunan pada triwulan I-2009 sebesar 8,00% (y.o.y) dengan sumbangan sebesar 1,24%. Meningkatnya pertumbuhan di sektor ini diperkirakan karena terjadi pertumbuhan subsektor perdagangan besar-eceran, yang ditandai dengan meningkatnya arus bongkar muat melalui angkatan laut, meskipun arus bongkar muat cargo melalui angkutan udara mengalami penurunan.

Grafik 1.8. Prompt Indikator Kinerja Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran

Arus Bongkar Muat Melalui Angkutan Laut

Arus Bongkar Muat Cargo Melalui Angkutan Udara

Kredit Sektor Perdagangan Bank Umum

Rata-rata Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang

(26)

Sementara dari subsektor hotel, diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan I-2009, mengingat volume kegiatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta, pada triwulan laporan lebih rendah dibanding triwulan I-2009. Kondisi tersebut ditandai dengan menurunnya rata-rata Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Sulsel yang tercatat kontraksi sebesar -11,08% (y.o.y) dengan rata-rata TPK sebesar 38,68, sedangkan pada triwulan I-2009 tercatat tumbuh sebesar 16,42%dengan rata-rata TPK sebesar 35,68.

1.2.4. Sektor Jasa-jasa

Diperkirakan masih mengalami peningkatan pertumbuhan yaitu dari 7,66% (y.o.y) pada triwulan I-2009 menjadi sebesar 8,04% (y.o.y) pada triwulan laporan dengan sumbangan terhadap total pertumbuhan adalah sebesar 0,90%. Peningkatan tersebut diduga karena terjadi peningkatan kinerja pada subsektor pemerintahan umum. Hal ini tercermin pada terjadinya peningkatan konsumsi listrik pada sektor pemerintah. Sementara di sisi lain, diperkirakan terjadi tekanan pertumbuhan pada sektor jasa yang ditandai dengan penurunan penyaluran kredit yang diberikan Bank Umum pada sektor jasa (jasa sosial kemasyarakatan dan jasa dunia usaha) dan melambatnya peningkatan konsumsi listrik pada sektor sosial.

Grafik 1.9. Prompt Indikator Kinerja Sektor Jasa-jasa

Konsumsi Listrik Sektor Sosial Konsumsi Listrik Sektor Pemerintah

Konsumsi Listrik Umum (Penerangan Jalan Umum)

Kredit Sektor Jasa Bank Umum

(27)

1.2.5. Sektor Angkutan dan Komunikasi

Sektor angkutan dan komunikasi pada triwulan laporan diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan, sehubungan dengan masa liburan sekolah pada akhir triwulan laporan. Pada triwulan II-2009, sektor ini diperkirakan tumbuh sebesar 5,26% (y.o.y) dengan sumbangan terhadap PDRB daerah sebesar 0,42%, sementara pertumbuhan pada triwulan I-2009 sebesar 4,77% (y.o.y) dengan sumbangan terhadap PDRB daerah sebesar 0,38%. Peningkatan pertumbuhan sektor ini didominasi oleh pertumbuhan kinerja subsektor pengangkutan, yang relatif disebabkan oleh meningkatnya aktivitas perjalanan ke luar kota sebagai akibat dari banyaknya hari libur. Kondisi tersebut ditandai dengan peningkatan lalu lintas penumpang dan pesawat angkutan udara, meskipun lalu lintas penumpang angkutan laut mengalami penurunan. Hal tersebut diperkirakan karena biaya tiket angkutan udara yang relatif lebih murah dibanding angkutan laut.

Selain itu, peningkatan pertumbuhan juga diperkirakan terjadi pada subsektor komunikasi, yang diperkirakan karena terjadi perang tarif murah antar operator seluler masih terus berlanjut, sebagai akibat dari terjadinya peningkatan penggunaan seluler oleh masyarakat.

Grafik 1.10. Prompt Indikator Kinerja Subsektor Angkutan

Lalu Lintas Penumpang Angkutan Udara

Lalu Lintas Pesawat Angkutan Udara

Kredit Sektor Angkutan Bank Umum

Lalu Lintas Penumpang Angkutan Laut

(28)

1.2.6. Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan

Pada triwulan laporan, sektor ini diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan, yaitu dari 5,00% (y.o.y) pada triwulan I-2009 menjadi sebesar 4,72% (y.o.y). Perlambatan pertumbuhan tersebut diperkirakan didorong oleh perlambatan kinerja di subsektor bank, yang ditandai dengan melambatnya pertumbuhan Nilai Tambah Bruto (NTB) Bank Umum. Perlambatan pertumbuhan NTB bank umum tersebut diakibatkan karena pendapatan yang diterima bank umum pada triwulan laporan relatif lebih kecil dibandingkan pendapatan yang diterima pada triwulan I-2009. Kondisi tersebut terjadi karena pertumbuhan penyaluran kredit bank umum pada triwulan II-2009 tercatat sebesar 13,14% (y.o.y) dengan pertumbuhan penghimpunan DPK sebesar 15,37% (y.o.y). Sementara pertumbuhan penyaluran kredit pada triwulan I-2009 tercatat sebesar 18,79% (y.o.y) dengan pertumbuhan penghimpunan DPK sebesar 18,43% (y.o.y).

Selain subsektor bank, diperkirakan terjadi peningkatan pertumbuhan di subsektor lembaga keuangan non bank, yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan tahunan pembiayaan non bank. Peningkatan secara nominal tersebut diperkirakan karena terjadi peningkatan konsumsi masyarakat sehubungan dengan liburan yang cukup banyak di triwulan laporan.

Grafik 1.11. Prompt Indikator Kinerja Sektor Keuangan-Persewaan-Jasa Perusahaan

Nilai Tambah Bruto Bank Umum Pembiayaan Lemb. Keuangan Non Bank

1.2.7. Sektor Lainnya

Sektor listrik-gas-air bersih, diperkirakan sedikit mengalami perlambatan pertumbuhan dibanding pertumbuhan pada triwulan I-2009. Pada triwulan laporan, sektor ini diperkirakan tumbuh sebesar 11,16% (y.o.y), sementara pada triwulan I-2009 tumbuh sebesar 11,21%. Dimana sumbangan sektor listrik-gas-air bersih terhadap pertumbuhan ekonomi Sulsel meningkat menjadi 0,11%(y.o.y). Pertumbuhan sektor ini masih didominasi oleh sumbangan subsektor listrik. Perlambatan pertumbuhan pada subsektor ini ditandai

(29)

dengan melambatnya penjualan listrik di Sulsel, terutama di sektor rumah tangga dan industri. Sementara di subsektor air bersih, diperkirakan terjadi peningkatan pertumbuhan tahunan dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan di subsektor ini ditandai dengan peningkatan pemakaian air dan pemasangan saluran air di Makassar.

Grafik 1.12. Prompt Indikator Kinerja Sektor Listrik-Gas-Air Bersih

Penjualan Listrik (Juta Kwh) Pemakaian Air (M³) di Makassar

Perkembangan Kredit Sektor Listrik-Gas-Air Bank Umum

Pemasangan Saluran Air di Makassar

Sektor pertambangan-penggalian, diperkirakan mengalami perbaikan

pertumbuhan meskipun masih mengalami kontraksi. Pertumbuhan sektor ini tercatat kontraksi sebesar -4,42% (y.o.y) sementara pada triwulan I-2009 kontraksi sebesar -14,14%. Dengan kontraksi pertumbuhan tersebut, sektor ini pada triwulan laporan diperkirakan memberikan sumbangan terhadap PDRB daerah sebesar -0,39% (y.o.y). Penyumbang terbesar kontraksi ini adalah masih pada subsektor pertambangan bukan migas. Perbaikan pertumbuhan pada subsektor pertambangan bukan migas diperkirakan didorong oleh produksi nikel terkait dengan adanya perbaikan harga nikel internasional. Selain nikel, perbaikan pertumbuhan sektor ini juga didorong oleh produksi barang-barang mineral non logam, seperti bahan baku semen dan hasil tambang non logam, yang ditandai dengan peningkatan volume ekspornya.

(30)

Grafik 1.13. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertambangan-Penggalian

Volume Ekspor Nikel Perkembangan Harga Nikel di Pasar Dunia

Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan Bank Umum

Volume Ekspor Barang-barang dari Mineral Non Logam

Sektor bangunan, diperkirakan mengalami pertumbuhan positif yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, sektor ini diperkirakan tumbuh 17,77% (y.o.y) sedangkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 15,79%. Peningkatan pertumbuhan pada sektor ini ditandai dengan meningkatnya realisasi pengadaan semen di propinsi Sulsel pada triwulan II-2009 dibanding triwulan I-2009, terutama untuk proyek-proyek pemerintah pada tahun 2009 yang mulai direalisasikan. Sementara penyaluran kredit konstruksi dan properti oleh bank umum, secara nominal masih menunjukkan peningkatan, meskipun penyaluran kredit konstruksi dan properti tersebut menunjukkan pertumbuhan yang melambat.

(31)

Grafik 1.14. Prompt Indikator Kinerja Sektor Bangunan

Realisasi Pengadaan Semen

Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi Bank Umum

Perkembangan Kredit Properti Bank Umum

(32)

BOKS I

LAPORAN LIAISON ZONA SULAMPUA

Pada triwulan II-2009, kegiatan Liaison zona Sulampua dilaksanakan dengan mewawancarai 18 perusahaan (selanjutnya disebut sebagai contact) yang berada di daerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Papua. Contact terdiri dari perusahaan berorientasi pasar domestik maupun ekspor yang bergerak pada sektor ekonomi pertambangan, pertanian-perkebunan-perikanan, industri pengolahan, bangunan, dan perdagangan-hotel-restoran.

 Penjualan domestik contact liaison pada triwulan II-2009 cenderung mengalami peningkatan, terutama pada sektor industri pengolahan dan subsektor perdagangan. Peningkatan penjualan didorong oleh maraknya proyek pembangunan. Selain itu pelaksanaan World

Ocean Conference (WOC) juga ikut meningkatkanpermintaan masyarakat, khususnya di

Sulawesi Utara.

 Permintaan Ekspor pada triwulan II-2009 mulai menunjukkan pertumbuhan positif, terutama pada sektor industri pengolahan dan sub sektor perkebunan dan perikanan. Pertumbuhan permintaan tidak dapat direspon dengan optimal karena terdapat kesulitan dalam memperoleh bahan baku yang memenuhi standar kualitas ekspor akibat faktor cuaca yang kurang menguntungkan. Sementara penjualan ekspor pada contact di pertambangan nikel masih mengalami pertumbuhan negatif.

 Mayoritas contact liaison yang berorientasi ekspor maupun pasar domestik tidak melakukan PHK pada triwulan ini. Bila mengalami penurunan permintaan, contact menanggapi dengan mengurangi jumlah shift kerja tanpa mengurangi jumlah tenaga kerja. Sementara contact pertambangan nikel terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja kontrakan sebagai upaya efisiensi.

 Tingkat upah pada sebagian besar contact telah mengikuti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2009. Namun kenaikan upah tersebut tidak signifikan dalam meningkatkan biaya keseluruhan contact karena struktur biaya perusahaan lebih didominasi oleh biaya bahan baku.

 Contact pada sektor industri pengolahan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara mengeluhkan kurangnya supply energi PLN karena telah menimbulkan biaya ekstra untuk penyediaan genset. Selain itu, keluhan mengenai banyaknya retribusi legal dan ilegal juga banyak disebutkan oleh contact.

P

Peerrmmiinnttaaaann//PPeennjjuuaallaannDDoommeessttiikk

Penjualan domestik contact liaison pada triwulan II-2009 cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama pada sektor industri pengolahan (kecuali untuk industri plywood dan baja seng) dan subsektor perdagangan. Peningkatan penjualan pada contact sektor industri pengolahan disebabkan oleh maraknya proyek pembangunan, misalkan pembangunan Center Point of Indonesia (CPI), Trans Studio, Menara Kalla, Menara Bosowa, dan pelebaran jalan poros Makassar di Sulawesi Selatan, serta proyek pembangunan infrastruktur

World Ocean Conference (WOC) di Sulawesi Utara. Sementara peningkatan penjualan contact sub

sektor perdagangan disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk (Manokwari) dan meningkatnya kemampuan masyarakat pasca WOC (Sulawesi Utara).

(33)

Penurunan penjualan domestik terjadi pada contact sektor bangunan (properti residensial) yang disebabkan oleh masih tingginya suku bunga KPR serta kenaikan harga bahan bangunan yang meningkatkan harga jual. Kedua hal tersebut membuat banyak calon pembeli menunda rencana pembelian rumah. Namun demikian, contact sektor bangunan di Manado memperkirakan bahwa penjualan pada akhir tahun 2009 akan meningkat sebesar 20% karena ekspektasi konsumen terhadap turunnya kembali suku bunga perbankan.

Pada sektor industri pengolahan terdapat 2 contact yang mengalami penurunan penjualan, yaitu industri plywood dan seng baja. Penurunan penjualan hingga 20% terjadi karena melemahnya daya beli masyarakat di tengah situasi ekonomi yang belum pulih. Adanya barang substitusi berupa genteng sebagai pengganti seng baja juga ikut menurunkan penjualan seng baja.

P

Peerrmmiinnttaaaann//PPeennjjuuaallaannEEkkssppoorr

Menurut keterangan contact liaison, permintaan ekspor pada triwulan II-2009 mulai menunjukkan petumbuhan positif, yaitu pada sub sektor perkebunan dan perikanan, serta sektor industri pengolahan. Penurunan permintaan ekspor hanya terjadi pada industri pertambangan (nikel).

Grafik 1 - Volume Ekspor Sulampua SITC-03 Fish, Crust, Molluses and Their Prep

Grafik 2 - Volume Ekspor Sulampua SITC-284 Nickel Ores and Concentrates

Ket : *) data hingga bulan Mei 2009

Sumber : Cognos, DSM

Ket : *) data hingga bulan Mei 2009

Sumber : Cognos, DSM

Contact di sub sektor perkebunan dan perikanan serta sektor industri pengolahan

mengalami kenaikan permintaan dari negara importir. Ini merupakan sinyal mulai membaiknya kondisi perekonomian negara tujuan ekspor, yaitu Amerika Serikat, Belanda, dan Australia. Namun keterbatasan supply bahan baku akibat faktor cuaca dan kenaikan harga bahan baku menjadi halangan bagi contact untuk memenuhi permintaan tersebut. Hal ini terjadi pada contact industri kakao di Sulawesi Tengah, serta industri perikanan dan industri pengolahan kelapa (minyak kelapa dan tepung kelapa) di Sulawesi Utara. Semakin ketatnya standar kualitas yang ditetapkan negara importir juga semakin menyulitkan contact dalam menjual produknya ke luar negeri. Walaupun demikian, penjualan ekspor pada sektor-sektor tersebut masih tumbuh positif.

Sementara contact pada sektor pertambangan (nikel) mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penurunan terutama disebabkan permintaan akan nikel di negara tujuan ekspor menjadi turun akibat melemahnya ekonomi dunia dan lemahnya fundamental pasar. Namun untuk jangka menengah hingga jangka panjang, fundamental pasar diantisipasi akan lebih baik karena pertumbuhan dari negara-negara berkembang membantu menstimulasi permintaan nikel dunia.

(34)

Tabel 1 - Luas Areal dan Produksi Kelapa Sulawesi Utara Hingga Tahun 2007

Kabupaten/Kota Tanaman Kelapa

Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

Bolaang Mongondow 62.137,02 65.156,37 Minahasa 17.759,70 13.897,35 Kepulauan Sangihe 24.339,00 10.764,00 Kepulauan Talaud 22.860,80 11.675,60 Minahasa Selatan 72.521,21 62.295,38 Minahasa Utara 49.151,80 48.527,18 Manado 3.188,00 5.376,60 Bitung 14.460,50 10.979,35 Tomohon 1.147,29 941,54 Sulawesi Utara 267.625,32 229.613,37 2006 11.299,85 246.262,48 2005 262.347,00 187.719,16 Sumber : BPS Sulut, diolah

K

KaappaassiittaassUUttiilliissaassii,,PPeerrsseeddiiaaaann,,ddaannIInnvveessttaassii

Contact berorientasi pasar domestik tidak mengalami perubahan kapasitas utilisasi dan

persediaan yang signifikan. Pertumbuhan positif permintaan domestik hanya meningkatkan kapasitas utilisasi dalam tingkat normal pada sektor industri pengolahan semen dan beton ready mix. Contact pada sektor bangunan, dan sektor industri pengolahan plywood dan baja seng mengalami penurunan kapasitas utilisasi dan peningkatan persediaan dalam jumlah wajar sebagai tanggapan terhadap turunnya permintaan domestik.

Sebagian besar contact memiliki rencana untuk meningkatkan kapasitas utilisasi melalui investasi. Investasi yang dilakukan berupa perluasan pabrik (sektor industri pengolahan), penambahan alat berat untuk membuka lahan baru (sektor perkebunan), atau menambah gerai (sektor perdagangan). Hanya sektor bangunan yang belum berencana untuk melakukan investasi, karena penjualan yang belum meningkat.

Bagi contact berorientasi ekspor kapasitas utilisasi dan persediaan cenderung mengalami sedikit penurunan, terutama pada sub sektor perikanan dan perkebunan. Turunnya kapasitas utilisasi dan persediaan disebabkan oleh kesulitan contact dalam memperoleh bahan baku. Sedangkan pada sektor industri pengolahan kapasitas utilisasi cukup stabil walaupun mengalami kesulitan yang sama dalam memperoleh bahan baku.

Dari seluruh contact Liaison berorientasi ekspor, hanya satu contact di industri perikanan saja yang berencana melakukan investasi pada tahun ini. Investasi direncanakan berupa pembangunan unit pengolahan tambahan untuk mendukung rencana ekspansi pasar ke Eropa. Contact di industri pertambangan juga melakukan investasi yang merupakan kelanjutan dari rencana investasi tahun sebelumnya, yaitu berupa pembangunan pembangkit listrik di Sungai Larona, Karebbe dengan biaya US$410 juta. Sementara itu contact lainnya lebih memfokuskan pada peningkatan kapasitas utilisasi.

P

PeemmbbiiaayyaaaannddaannSSuukkuuBBuunnggaa

Kontak liaison yang berstatus PMA sebagian besar menggunakan dana internal atau pinjaman yang disalurkan melalui kantor pusatnya sebagai sumber pembiayaan. Adapun kontak yang berstatus PMDN sebagian besar memanfaatkan jasa perbankan daerah dalam rangka pembiayaan investasi maupun modal kerjanya. Suku bunga yang diberikan oleh perbankan rata-rata sebesar 14% hingga 14,5%.

(35)

T

TeennaaggaaKKeerrjjaaddaannTTiinnggkkaattUUppaahh

Mayoritas contact liaison tidak menambah maupun mengurangi jumlah tenaga kerja pada triwulan II-2009, misalkan pada sebagian besar contact di sektor industri pengolahan, sub sektor perikanan dan perkebunan, dan sebagian besar contact di sektor industri pengolahan. Bila terdapat penurunan permintaan, contact menanggapinya dengan mengurangi jumlah shift kerja tanpa mengurangi jumlah tenaga kerja.

Peningkatan jumlah tenaga kerja terjadi di beberapa perusahaan berorientasi pasar domestik yang bergerak di sektor perdagangan, dimana terdapat rencana untuk meningkatkan jumlah karyawan dalam rangka perluasan jaringan usaha. Adapun pada perusahan berorientasi ekspor terdapat contact yang terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja kontrakan sebagai upaya efisiensi, yaitu contact pertambangan nikel. Contact juga melakukan bentuk efisiensi lain seperti menggantikan pembayaran uang gaji pensiun dengan pesangon yang dibayarkan di depan, dan tidak menambah tenaga kerja baru.

Untuk kesejahteraan para karyawan, kebanyakan contact selalu memperhatikan tingkat upah dan menyesuaikan menurut Peraturan Pemerintah. Tingkat upah contact hampir seluruhnya naik mengikuti kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang berlaku. Hanya terdapat satu contact yang disinyalir memberikan tingkat upah di bawah UMP terhadap beberapa karyawannya sebagaimana dilansir beberapa harian, yaitu contact yang bergerak pada industri pengolahan plywood.

Tabel 2 - Upah Minimum Provinsi

Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) ditemukan pada contact industri pengolahan minyak kelapa, tetapi hanya mencakup 3% dari seluruh tenaga kerja yang ada. Tenaga kerja asing yang merupakan tenaga ahli ditempatkan mulai masa akuisisi contact dan bertugas hingga perusahaan berproduksi optimal (akhir tahun 2009).

2006 2007 2008 2009 1 SULAWESI SELATAN 621,000 673,200 740,520 905,000 22.2% 2 SULAWESI BARAT 612,000 886,493 760,500 909,400 19.6% 3 SULAWESI TENGAH 575,000 615,000 670,000 720,000 7.5% 4 SULAWESI UTARA 713,500 750,000 845,000 929,500 10.0% 5 SULAWESI TENGGARA 573,400 640,000 700,000 770,000 10.0% 6 GORONTALO 527,000 560,000 600,000 675,000 12.5% 7 MALUKU 575,000 635,000 700,000 775,000 10.7% 8 MALUKU UTARA 528,000 660,000 700,000 770,000 10.0% 9 PAPUA 822,500 987,000 1,105,500 1,216,100 10.0% 10 PAPUA BARAT 822,500 - 1,105,500 1,180,000 6.7% UMP (Rp) Perubahan 2009 (%) NO PROVINSI

(36)

B

Biiaayyaa,,HHaarrggaaJJuuaall,,ddaannMMaarrggiinn

Peningkatan biaya tenaga kerja terjadi hampir di seluruh contact. Biaya tenaga kerja naik karena contact harus melakukan penyesuaian seiring dengan kenaikan UMP tahun 2009. Namun kenaikan biaya tersebut tidak berpengaruh besar terhadap kenaikan biaya keseluruhan, karena struktur biaya pada sebagian besar contact didominasi oleh biaya bahan baku.

Beberapa contact harus mengeluarkan biaya ekstra untuk energi karena kurangnya pasokan energi listrik dari PLN, yaitu pada sektor industri pengolahan. Pada saat beban puncak contact harus mempergunakan genset milik perusahaan supaya kegiatan produksi bisa tetap berjalan. Biaya energi juga menjadi permasalahan tersendiri bagi contact di sektor pertambangan nikel dan industri pengolahan semen karena naiknya harga bahan bakar (High Sulfur Fuel Oil, High Speed Diesel, dan batubara).

Dengan adanya kenaikan harga bahan baku dan harga bahan bakar, sebagian besar contact yang memiliki pertumbuhan permintaan domestik positif menaikkan harga jual produknya. Kenaikan harga berkisar antara 5% hingga 10% untuk mempertahankan margin perusahaan. Sedangkan contact yang mengalami penurunan permintaan domestik rata-rata menurunkan harga jualnya hingga 10% untuk meningkatkan penjualan, meskipun itu berarti bahwa margin yang diperoleh akan ikut turun. Sementara harga jual pada contact yang berorientasi ekspor lebih banyak dipengaruhi oleh harga produk di pasar internasional.

L

Laaiinn--LLaaiinn

Contact banyak mengeluhkan kurangnya pasokan energi listrik PLN. Keluhan tersebut

terutama berasal dari contact di sektor industri pengolahan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Pemutusan listrik bergilir menyebabkan kapasitas utilisasi berkurang dan menimbulkan biaya ekstra untuk penyediaan genset. Selain itu keluhan mengenai biaya retribusi dan pungutan (legal dan ilegal) juga masih terdengar dari beberapa contact, terutama dalam hubungannya dengan pungutan yang terjadi pada saat melakukan distribusi barang.

Terkait dengan tugas Bank Indonesia, kontak sangat mengharapkan peran Bank Indonesia dalam penurunan suku bunga seiring dengan penurunan BI rate. Selain itu kontak juga berharap supaya Bank Indonesia memberi perhatian dalam peningkatkan pelayanan sistem pembayaran.

(37)

Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

(38)

Bab 2

Perkembangan Inflasi

Laju inflasi tahunan di Sulsel pada triwulan II-2009 masih tercatat lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Laju inflasi Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,80% (y.o.y), sementara pada triwulan I-2009 sebesar 9,01% (y.o.y), namun lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,65% (y.o.y). Perlambatan laju inflasi tersebut, diperkirakan karena hilangnya dampak dari kenaikan BBM pada pertengahan triwulan II-2008 yang dipertajam dengan penurunan BBM pada pertengahan triwulan IV-2008 dan pada pertengahan triwulan I-2009.

Namun di sisi lain, dorongan inflasi terjadi karena adanya konsumsi masyarakat yang mengalami peningkatan sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan pada saat menjelang pemilu eksekutif (Pilpres). Namun tekanan konsumsi dimaksud diperkirakan tidak sebesar konsumsi pada triwulan I-2009. Selain itu, produksi padi (beras) diperkirakan telah mengalami penurunan pada triwulan laporan terkait dengan telah memasuki masa tanam sehingga berpengaruh pada jumlah pasokan. Sehingga subkelompok padi-padian (kelompok bahan makanan) masih mengalami laju inflasi yang relatif tinggi yaitu sebesar 4,14% (y.o.y) sementara pada triwulan sebelumnya sebesar 13,17%.

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan

Laju inflasi tahunan tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi yang tercatat sebesar 10,63% (y.o.y), meskipun telah mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya (11,97%). Sedangkan kelompok transpor-komunikasi-jasa keuangan merupakan satu-satunya kelompok barang/jasa yang mengalami deflasi yaitu sebesar -5,01% (y.o.y), yang juga lebih rendah dibanding laju inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yaitu

(39)

sebesar 1,77% (y.o.y). Hal tersebut menyebabkan berkurangnya laju inflasi umum Sulsel pada periode laporan.

Berdasarkan tahun kalender, laju inflasi kumulatif sampai dengan akhir triwulan II-2009 (Juni) tercatat masih dibawah 1% yaitu sebesar 0,004% (y.t.d), lebih rendah dibandingkan laju inflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2008 yaitu sebesar 8,28% (y.t.d). Tekanan harga kumulatif tertinggi terjadi di kelompok makanan jadi yaitu sebesar 3,55% (y.t.d), disusul kelompok sandang yaitu sebesar 1,67% (y.t.d). Sementara itu kelompok transpor-komunikasi-jasa keuangan masih mengalami pelemahan harga yaitu sebesar -3,03% (y.t.d).

Tabel 2.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, y.o.y)

2.1 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang

Berdasarkan laju inflasi tahunan dari setiap kelompok barang dan jasa pada triwulan II-2009 di Sulsel, secara berurutan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai berikut :

Kelompok Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau, mengalami inflasi tahunan sebesar 10,63% (y.o.y) pada triwulan laporan, sedikit melambat dibanding triwulan I-2009 (11,97%). Relatif tingginya inflasi pada kelompok makanan jadi, diperkirakan adanya keterbatasan pasokan pada komoditi gula

pasir. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat harga gula pasir mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Selain itu, sejalan dengan kenaikan harga komoditi gula pasir maka subkelompok minuman tidak beralkohol juga mengalami peningkatan dari 9,26% pada triwulan I-2009 menjadi 10,32% pada triwulan laporan. Perlambatan laju inflasi kelompok ini banyak dipengaruhi oleh perlambatan laju inflasi subkelompok makanan jadi yang menjadi

Tabel 2.2. Inflasi Per-Sub Kelompok Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau

(40)

12,22%, sebelumnya 13,40% pada triwulan I-2009, dan subkelompok subkelompok tembakau dan minuman beralkohol yang laju inflasinya menjadi 6,33% dari 10,25% pada triwulan I-2009.

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi

Grafik 2.3. Beberapa Komoditi dalam Kelompok Makanan Jadi Hasil SPH di Makassar

Ayam Goreng Mie

Gula Pasir Nasi

Perlambatan laju inflasi pada subkelompok makanan jadi diperkirakan karena perlambatan laju inflasi pada kelompok bahan makanan, seperti lemak-minyak.

(41)

Kelompok Sandang pada periode laporan mengalami inflasi sebesar 7,65% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan triwulan I-2009 (11,12%). Perlambatan pertumbuhan laju inflasi tersebut, terutama terjadi pada subkelompok barang pribadi-sandang lainnya, yaitu dari 21,76% pada triwulan I-2009 menjadi 11,40%.

Perlambatan laju inflasi pada subkelompok ini diperkirakan karena melemahnya tekanan tingkat harga emas internasional, meskipun masih pada level harga yang masih relatif tinggi.

Grafik 2.4. Perkembangan Harga Emas

Makassar Internasional

Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang

Sedangkan perlambatan pada subkelompok-subkelompok lainnya, relatif cukup terbatas. Hal tersebut dimungkinkan karena terjadi dorongan peningkatan inflasi pada beberapa komoditi pada subkelompok- subkelompok dimaksud, seperti seragam sekolah. Komoditi tersebut, pada triwulan laporan, diperkirakan mengalami peningkatan permintaan sehubungan dengan tahun ajaran baru. Kondisi tersebut menyebabkan terjadi peningkatan harga, terlebih pada seragam sekolah untuk anak-anak (Subkelompok sandang anak-anak).

Tabel 2.3. Inflasi Per-Sub Kelompok Sandang

(42)

Sementara komoditi lainnyacenderung mengalami penurunan harga, yang diperkirakan karena melemahnyapermintaan untuk komoditi dimaksud.

Kelompok Kesehatan pada triwulan laporan tercatat laju inflasi tahunannya sebesar 6,51% (y.o.y), sedangkan pada triwulan I-2009 sebesar 10,21%. Perlambatan ini didorong oleh subkelompok jasa kesehatan, yang diperkirakan karena adanya subsidi pemerintah terhadap biaya-biaya kesehatan, seperti tarif rumah sakit,

tarif puskemas dan biaya dokter. Sementara tekanan inflasi pada subkelompok- subkelompok lainnya relatif masih kuat, meskipun mengalami perlambatan. Hal tersebut ditandai dengan minimnya perlambatan laju inflasi pasa subkelompok obat-obatan, jasa perawatan jasmani dan perawatan kesehatan. Pada subkelompok obat-obatan, perlambatan yang cukup minim tersebut diperkirakan karena adanya penurunan tingkat harga obat generik sehubungan dengan subsidi pemerintah. Sedangkan subkelompok jasa perawatan jasmani dan subkelompok perawatan jasmani mengalami perlambatan laju inflasi diperkirakan hanya karena dampak dari penurunan BBM pada awal triwulan I-2009.

Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan

Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Gas-Bahan Bakar, juga mengalami perlambatan laju inflasi yang tercatat sebesar 4,66% (y.o.y), sementara laju inflasi triwulan sebelumnya sebesar 9,34% (y.o.y). Perlambatan laju inflasi terjadi pada semua sub kelompok, terutama pada sub kelompok biaya tempat tinggal yang melambat menjadi 4,30% (y.o.y) dari 11,95% pada triwulan I-2009. Perlambatan yang cukup tinggi pada subkelompok ini diperkirakan karena terjadi penurunan harga pada komoditi bahan bangunan, yang salah satunya karena pengaruh penurunan tingkat suku bunga kredit property dan penurunan harga BBM.

Tabel 2.4. Inflasi Per-Sub Kelompok Kesehatan

(43)

Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan

Sementara melambatnya tekanan inflasi pada subkelompok bahan bakar-penerangan-air dan subkelompok perlengkapan rumah tangga, diperkirakan karena pengaruh menurunnya tingkat harga gas elpiji dan minyak tanah yang terkait dengan program konversi minyak tanah ke gas elpiji.

Kelompok Bahan Makanan, terjadi perlambatan laju inflasi tahunan pada semua subkelompoknya, dengan perlambatan terbesar pada subkelompok ikan diawetkan (turun 23,23%), diikuti subkelompok bumbu-bumbuan (turun 17,18%), subkelompok ikan segar (turun 15,09%) dan subkelompok daging (turun

11,51%). Selain karena pengaruh penurunan harga BBM, perlambatan subkelompok tersebut diatas diperkirakan karena pasokan yang melimpah (bumbu-bumbuan dan ikan segar) dan melemahnya permintaan, khususnya pada komoditi pada subkelompok ikan diawetkan dan daging (grafik 2.2).

Tabel 2.6. Inflasi Per-Sub Kelompok Bahan Makanan

Tabel 2.5. Inflasi Per-Sub Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Bhn Bakar

(44)

Grafik 2.8. Beberapa Komoditi dalam Subkelompok Bumbu, Ikan Segar, dan Daging Hasil SPH di Makassar

Cabe Merah Ikan Bandeng

Daging Ayam Ras Daging Sapi

Pada kelompok bahan makanan, terdapat 3 subkelompok yang mengalami deflasi, yaitu subkelompok sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan lemak-minyak. Seperti pada subkelompok bumbu-bumbuan, perlambatan pada subkelompok sayur-sayuran diakibatkan karena faktor pasokan yang cukup melimpah sehubungan dengan masa panen, sementara deflasi pada subkelompok lemak-minyak relatif disebabkan adanya pengaruh subsidi pemerintah untuk komoditas minyak goreng, sehingga pertumbuhan harga minyak goreng secara tahunan mengalami penurunan, sejalan dengan rata-rata tingkat harga CPO di pasar internasional secara tahunan yang juga

mengalami penurunan. Perlambatan laju inflasi sub kelompok-sub kelompok tersebut sejalan dengan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang beberapa komoditinya menunjukkan penurunan harga secara tahunan.

Sementara, untuk subkelompok padi-padian, terutama pada beras

Grafik 2.9. Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional

(45)

diperkirakan mengalami peningkatan harga terutama pada pertengahan dan akhir triwulan laporan. Kondisi tersebut disebabkan faktor pasokan yang mulai berkurang sehubungan dangan telah melewati masa panen padi.

Grafik 2.10. Beberapa Komoditi dalam Subkelompok Sayur, Lemak Minyak dan Beras Hasil SPH di Makassar

Beras

Sawi Hijau

Kacang Panjang Minyak Goreng Kemasan 1 Ltr

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan

Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga, laju inflasi tahunannya tercatat mengalami penurunan sebesar 0,09%, sehingga laju inflasi tahunannya menjadi 3,46% dari 3,55% pada triwulan I-2009. Perlambatan yang relatif kecil tersebut diperkirakan terjadi

(46)

peningkatan permintaan pada beberapa komoditi. Seperti komoditi pada subkelompok kursus/pelatihan yaitu bimbingan belajar dan kursus bahasa inggris, dan beberapa komoditi pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan yaitu tas sekolah dan alat tulis, diperkirakan mengalami kenaikan harga. Hal tersebut dikarenakan faktor tahun ajaran baru,

yang terjadi kecenderungan untuk mempersiapkan segala sesuatu di bidang pendidikan. Namun pada tahun ajaran baru ini, terdapat sistem penerimaan baru, dimana para orang tua calon murid/mahasiswa mengeluarkan biaya untuk hal tersebut, sehingga menyebabkan peningkatan laju inflasi di subkelompok jasa pendidikan.

Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan

Kelompok Transportasi-Komunikasi-Jasa Keuangan, sehubungan dengan hilangnya pengaruh kenaikan harga BBM pada pertengahan triwulan II-2008 dan adanya kebijakan penurunan BBM sebanyak 3 kali,

maka laju inflasi kelompok ini mengalami deflasi sebesar 5,01% (y.o.y). Kondisi tersebut menyebabkan perlambatan pada sub kelompok transpor, yaitu dari 5,34% (y.o.y) pada triwulan I-2009 menjadi -7,05% (y.o.y). Selain itu, masih terjadi deflasi pada sub kelompok

komunikasi-pengiriman yang diperkirakan karena terjadi peningkatan persaingan harga tarif pulsa ponsel yang menyebabkan tarif pulsa ponsel mengalami penurunan harga.

Tabel 2.7. Inflasi Per-Sub Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga

Tabel 2.8. Inflasi Per-Sub Kelompok Transportasi-Komunikasi-Jasa Keuangan

(47)

Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi

Sementara itu terjadi perlambatan laju inflasi pada subkelompok sarana penunjang transpor, yang diperkirakan karena terjadi kenaikan harga terhadap beberapa komoditi pada subkelompok ini seperti ban dalam dan ban luar, baik mobil maupun motor.

2.2. Inflasi Kota Lainnya di Sulawesi Selatan

Laju inflasi Sulsel yang tercatat sebesar 3,80% (y.o.y) tersebut berdasarkan komposit inflasi keempat kota di Sulsel, yaitu Makassar, Watampone, Pare-pare dan Palopo. Pada triwulan laporan, laju inflasi tahunan tertinggi masih terjadi di kota Watampone yang tercatat sebesar 7,02% (y.o.y), terutama terjadi pada kelompok kesehatan (22,08%). Sementara laju inflasi terendah masih terjadi di kota Makassar (3,34%; y.o.y) dengan laju inflasi tahunan tertinggi tetap terjadi pada kelompok makanan jadi (11,17%).

Sumbangan inflasi tahunan kota Makassar yang pada triwulan laporan mengalami penurunan, yaitu menjadi 72%, sementara pada triwulan sebelumnya sebesar 77%. Kota yang memberikan sumbangan

terendah masih diberikan oleh kota Pare-pare yaitu sebesar 8% dari inflasi Sulsel, yang mengalami peningkatan sumbangan dibandingkan triwulan I-2009 yang sebesar 7%. Secara umum, faktor yang relatif menyebabkan

relatif rendahnya laju inflasi di kota Makassar adalah faktor distribusi, dimana kota makassar menjadi pintu masuk utama jalur perdagangan dari luar pulau yang merupakan pemasok barang kebutuhan masyarakat Sulsel.

Tabel 2.9. Perbandingan Laju Inflasi Kota di Sulsel Per Juni 2009

(48)

2.3. Indeks Harga Konsumen Pedesaan

Berdasarkan data Mei 2008, Indeks Harga Konsumen (IHK) Pedesaan tercatat sebesar 125,79, sedikit lebih tinggi dibanding triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 124,70. Kondisi tersebut menggambarkan terjadinya

inflasi di wilayah pedesaan yang tercatat sebesar 1,41% (q.t.q), meskipun dibandingkan triwulan I-2009 (2,40%) tercatat lebih rendah. Namun disisi lain, terjadi peningkatan laju inflasi pada kelompok kesehatan, yaitu dari 1,91% (q.t.q) pada triwulan I-2009 menjadi 3,59% pada triwulan laporan. Selain itu

laju inflasi triwulanan tertinggi terjadi pada kelompok sandang yang tercatat sebesar 4,15% dengan laju inflasi tahunan sebesar 11,97%. Peningkatan laju inflasi pada kelompok sandang tersebut diperkirakan karena faktor permintaan, terutama pada seragam sekolah sehubungan dengan tahun ajaran baru.

Dari laju infalsi tahunan Pedesaan, tercatat kelompok bahan makanan mengalami laju inflasi tertinggi yaitu sebesar 16,67%. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pedesaan merupakan penghasil bahan makanan seperti beras, sayur, ikan segar dan lain-lain. Kondisi tersebut tentunya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang mayoritas sebagai petani.

Tabel 2.10. Perbandingan Laju Inflasi Sulsel dan Pedesaan di Sulsel

(49)

Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank

(50)

Bab 3

Perkembangan

Perbankan

Kinerja perbankan Sulawesi Selatan pada triwulan II-2009 mengalami perlambatan, namun masih tumbuh relatif baik. Indikator-indikator perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpundan kredit mengalami perlambatan pertumbuhan. Sementara itu Loan to Deposit Ratio mengalami peningkatan per Mei 2009 jika dibandingkan triwulan I-2009, namun kualitas kredit yang diberikan relatif meningkat. Hal tersebut tercermin dari menurun Non Performing Loan-Gross (NPLs).

Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum) Sulawesi Selatan

Sumber : LBU Bank Indonesia

Secara tahunan, aset perbankan di Sulawesi Selatan (Bank Umum) pada Mei 2009 dibandingkan dengan triwulan I-2009 tumbuh sebesar 16,87%. Pertumbuhan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 21,14%. Di sisi lain DPK yang dihimpun juga tumbuh melambat dari sebesar 18,43% pada triwulan I-2009, menjadi 15,37% pada Mei 2009. Penurunan LDR per Mei 2009 relatif menigkat. Hal ini diduga karena terjadinya penurunan DPK yang dihimpun. Kemudian terjadi peningkatan kualitas kredit per Mei 2009 menjadi sebesar 3,24% jika dibandingkan dengan triwulan I-2009 (3,82%).

3.1 Perkembangan Bank Umum (Konvensional dan Syariah)

3.1.1. Kelembagaan dan Aset

Dari sisi kelembagaan, kinerja bank umum pada triwulan II-2009 mengalami peningkatan. Meski jumlah bank tidak mengalami peningkatan, namun terjadi penambahan jumlah kantor bank dari 629 pada triwulan I-2009, menjadi 631 per Mei 2009. Selain itu,

Trw I - 08 Trw II-08 Trw III-08 Trw IV - 08 Trw I - 09 Mei - 09 Trw I - 09 Mei - 09

1. Total Aset 31,027,552 33,702,127 35,555,841 36,361,211 37,587,502 38,175,476 21.14% 16.87% 2. DPK 24,170,669 25,950,311 26,435,325 28,743,251 28,625,669 28,780,412 18.43% 15.37% a. Giro 4,727,423 5,327,939 4,866,808 5,007,319 5,108,726 4,955,770 8.07% -1.52% b. Tabungan 12,259,550 13,390,185 13,457,117 14,920,465 14,135,556 14,405,313 15.30% 13.26% c. Deposito 7,183,696 7,232,187 8,111,400 8,815,467 9,381,387 9,419,329 30.59% 30.91% 3. Kredit 26,569,904 29,608,680 31,281,153 31,543,974 31,036,758 32,021,531 16.81% 13.14% 4. LDR (%) 109.93% 114.10% 118.33% 109.74% 110.26% 111.26% - -5. NPLs Gross (%) 10.31% 9.05% 8.29% 2.32% 3.82% 3.24% - -Pertumbuhan (%; y.o.y) KOMPONEN Nilai

(51)

terjadi penambahan 1 (satu) bank syariah, yang pada triwulan sbeelumnya masih merupakan unit usaha syariah.

Tabel 3.2. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum Sulawesi Selatan

Pada triwulan II-2009 (Mei), pertumbuhan total aset perbankan lebih kecil dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, total aset perbankan mencapai Rp38,18 triliun atau mengalami pertumbuhan 16,87% (y.o.y) dari triwulan yang sama tahun 2008. Pertumbuhan aset perbankan pada triwulan laporan ini lebih kecil dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 20,31% (y.o.y).

Pertumbuhan tertinggi terjadi di kelompok bank campuran, yaitu tumbuh sebesar 62,07% (y.o.y) menjadi Rp909 miliar. Adapun pangsa terbesar dari total aset perbankan masih didominasi oleh kelompok bank pemerintah yang tercatat sebesar 63,79%, kelompok bank swasta nasional sebesar 33,83%, sisanya kelompok bank asing campuran. Pangsa kelompok bank pemerintah tersebut mengalami peningkatan dibanding pangsa pada triwulan I-2009 yaitu sebesar 62,31%.

3.1.2. DPK dan Kredit/Pembiayaan

Per Mei 2009, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum mengalami perlambatan pertumbuhan yang dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu tumbuh 15,37% (y.o.y) atau sebesar Rp28,78triliun. Sedangkan pertumbuhan DPK pada triwulan I-2009 tercatat sebesar 18,43% (y.o.y).

Dilihat dari jenis simpanannya, perlambatan pertumbuhan DPK tersebut terutama disebabkan karena adanya penurunan pertumbuhan pada giro. Simpanan giro pada Mei 2009 tercatat sebesar Rp4,96 atau tumbuh negatif sebesar 1,52% (y.o.y). Sementara

1 2 3 4 1 2* Jumlah Bank 64 65 68 69 68 68 Bank Umum 36 37 40 41 41 41 Konvensional 27 28 30 30 30 30 Syariah 3 3 3 3 3 4 UUS 6 6 7 8 8 7 BPR 28 28 28 28 27 27

Jumlah Kantor Bank 588 593 599 625 629 631

2008

Kelembagaan 2009

Grafik 3.1.

Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank

-5 10 15 20 25 30 35 40 45 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2* 2006 2007 2008 2009 Tr ili un R p Campuran Swasta Nas Pemerintah

(52)

deposito mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 30,91% (y.o.y). Hal ini terjadi dimungkinkan karena adanya perpindahan alokasi dana ke dalam bentuk deposito.

Dengan demikian komposisi DPK pada triwulan laporan sebesar 17,22% untuk giro, 50,05% untuk tabungan dan 32,73% untuk deposito. Dari komposisi tersebut di atas, DPK berjenis tabungan masih tetap mendominasi jenis simpanan DPK, dan tercatat mengalami peningkatan porsinya terhadap total DPK jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (49,38%). Kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum di wilayah Sulsel tercatat mengalami perlambatan. Atas dasar lokasi proyek, kredit/pembiayaan tumbuh sebesar 13,14% (y.o.y) menjadi Rp32,02 triliun pada Mei 2009. Pertumbuhan tersebut lebih kecil dari pada pertumbuhan triwulan I-2009, yaitu 18,79% (y.o.y). Kondisi tersebut, memperlihatkan kondisi kredit/pembiayaan bank umum dan DPK sama-sama mengalami perlambatan. Namun LDR (Loan to Deposit Ratio) bank umum mengalami peningkatan, karena penurunan pertumbuhan DPK lebih kecil dari pada kredit/pembiayaan bank umum.

Grafik 3.2.

Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

Grafik 3.3.

Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Jenis Penggunaan

Berdasarkan jenis penggunaan, sebagian besar portofolio kredit/pembiayaan masih didominasi oleh kredit/pembiayaan produktif (modal kerja dan investasi). Pada Mei 2009, posisi kredit modal kerja tercatat sebesar Rp12,70 triliun atau 39,65% dari total kredit, sementara kredit investasi sebesar Rp6,13 triliun (19,16%). Sehingga total porsi kredit produktif sebesar 58,81%, relatif lebih kecil dibanding porsi pada triwulan I-2009 yaitu sebesar 58,91%. Sedangkan untuk kredit konsumsi sebesar Rp13,19 triliun dengan porsi sebesar 41,19 % dari total kredit.

Dari sisi pertumbuhan tahunan (y.o.y), per Mei 2009, kredit produktif (modal kerja dan investasi) mengalami peningkatan pertumbuhan dibanding triwulan sebelumnya. Kredit produktif berupa kredit modal kerja mengalami peningkatan pertumbuhan dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya, yakni sebesar23,05 % (y.o.y) pada triwulan II-2009 sedangkan pada triwulan sebelumnya sebesar 16,25 % (y.o.y). Sedangkan pertumbuhan

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% -5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2* 2007 2008 2009 T r il iun R p DPK Kredit LDR -5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2* 2006 2007 2008 2009 T ri li un R p Konsumsi Investasi Modal Kerja

(53)

kredit investasi pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 22,57% (y.o.y). Peningkatan pertumbuhan pada kredit produktif tersebut relatif menggambarkan sikap optimisme para pengusaha akan kondisi perekonomian Sulawesi Selatan di masa mendatang. Hal ini diduga juga terkait dengan adanya indikasi terjadi perbaikan kinerja ekspor Sulsel pada triwulan II-2009. Selain itu sektor bangunan di Sulawesi Selatan terlihat sedang tumbuh.

Di sisi lain, kredit konsumsi mengalami perlambatan pertumbuhan dibanding pertumbuhan pada triwulan I-2009 (22,63%; y.o.y), yaitu menjadi sebesar 17,19% (y.o.y) per Mei 2009. Kontraksi ini diperkirakan terjadi diduga karena perbankan relatif lambat merespon penurunan BI rate sehingga suku bunganya masih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan menurunnya kredit konsumtif seperti kredit rumah, mobil dan elektronik.

Berdasarkan alokasi penyaluran kredit per sektor ekonomi, kredit yang disalurkan oleh perbankan daerah di Sulsel masih didominasi oleh sektor lain-lain (jasa konsumsi) yaitu sebesar 41,19% kemudian diikuti oleh sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan masing-masing sebesar 28,01% dan 10,58%.

Grafik 3.4.

Pangsa Kredit/Pembiayaan Bank Umum Per Sektor Ekonomi

Grafik 3.5.

Pertumbuhan Tahunan Kredit/Pembiayaan Per Sektor Ekonomi

Dari sisi pertumbuhan kredit, hingga Mei 2009, sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tahunan tertinggi dari penyerapan kredit tercatat di sektor pertambangan dengan pertumbuhan sebesar 75,80% (y.o.y). Namun pertumbuhan ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 87,71% (y.o.y). Hampir semua sektor mengalami pertumbuhan yang lebih rendah daripada triwulan sebelumnya, kecuali sektor listrikgasair. Meski pertumbuhannya masih negatif yaitu 35,48% (y.o.y), namun relatif lebih besar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu -44,72% (y.o.y). Pertanian 3% Pertambangan 1% Industri 11% Listrik-Gas-Air 0% Konstruksi 6% Perdagangan 28% Pengangkutan 4% Js Dunia Ush 5% Js Sosial Masy. 1% Lain-lain 41% -60% -40% -20% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 2* 2009 Pertanian Pertambangan Industri Listrik-Gas-Air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Js Dunia Ush Js Sosial Masy. Lain-lain

(54)

Hal tersebut juga mengungkapkan bahwa penyaluran kredit di tiga sektor utama Sulsel, yaitu pertanian, industri dan perdagangan mengalami penurunan, yaitu masing-masing menjadi sebesar 34,60% (y.o.y), 8,52% (y.o.y) dan 15,40% (y.o.y).

Namun sektor pengangkutan terkontraksi semakin dalam per Mei 2009 jika dibandingkan dengan triwulan I-2009 (31,895; y.o.y), yaitu 24,52% (y.o.y). Hal ini terkait dengan masih terjadinya kesulitan likuiditas dan juga masih terasanya tekanan krisis keuangan global secara umum. Kondisi tersebut, sejalan dengan hasil riset yang telah dilakukan oleh J Power and Associates, yang memperkirakan pasar otomotif dunia akan

Grafik 3.6.

Perkembangan NPLs Net dan Gross Bank Umum

Grafik 3.7. Pangsa NPLs Per Sektor Ekonomi

Kredit/pembiayaan bermasalah (NPLs gross) bank umum per Mei 2009 (3,24%: y.o.y) di wilayah Sulsel menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (1,24%: y.o.y). Penurunan NPLs tersebut diperkirakan terjadi seiring dengan kenaikan pertumbuhan perekonomian yang berpengaruh pada meningkatnya kemampuan membayar angsuran kredit.

Dilihat dari sektor ekonominya, sektor ekonomi yang tercatat memiliki rasio NPLs yang tinggi adalah kontruksi (5,78%). Namun kredit/pembiayaan bermasalah pada sektor ini memang mengalami penurunan jka dibandingkan triwulan I-2009, yaitu sebesar 6,40%. Sektor ekonomi lainnya yang memiliki rasio NPL tinggi adalah sektor pengangkutan (4,49%) dan sektor industri perdagangan (4,14%).

Berdasarkan segmentasi kredit/pembiayaannya, sebagian besar kredit/pembiayaan bank umum Sulsel diklasifikasikan sebagai kredit/pembiayaan Mikro, Kecil dan Menengah (MKM). Pangsa kredit/pembiayaan MKM dibandingkan total kredit/pembiayaan per Mei 2009 adalah 72,90% atau sebesar Rp23,34 triliun. Pertumbuhan kredit/pembiayaan MKM tersebut lebih kecil pada Mei 2009 yaitu 19,68% (y.o.y) dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-2009 sebesar 24,37% (y.o.y). Diperkirakan perlambatan pertumbuhan kredit MKM relatif

0.0% 2.0% 4.0% 6.0% 8.0% 10.0% 12.0% 14.0% 16.0% 18.0% 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2* 2006 2007 2008 2009 NPL Net-Sulsel NPL Gross-Sulsel 2.10% 0.00% 3.18% 0.01% 5.78% 4.14% 4.49% 2.30% 1.43% 2.46% Pertanian Pertambangan Industri Listrik-Gas-Air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain

(55)

disebabkan karena adanya kehati-hatian perbankan dalam memberikan kredit sebagai akibat dari kewaspadaan menyikapi krisis global.

Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan tahunan kredit MKM terjadi di beberapa sektor Sulsel termasuk sektor utama, yaitu pertanian, industri, konstruksi, jasa dunia usaha dan lain-lain. Dimana yang mengalami kontraksi masing-masing sebesar 19,92%, 4,01%, 27,47%, 29,05% dan 17,19% (y.o.y).

Pertumbuhan tertinggi hingga Mei 2009, terjadi pada pada sektor jasa dunia usaha (29,05%; y.o.y), konstruksi (27,47%; y.o.y), dan perdagangan (24,21%; y.o.y).

Grafik 3.8.

Kredit/pembiayaan Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Bank Umum

Grafik 3.9.

Pangsa Kredit/pembiayaan MKM Bank Umum Per Sektor Ekonomi

3.1.3. Intermediasi Bank Umum Konvensional

Kegiatan intermediasi perbankan bank umum konvensional di Sulsel menunjukan perlambatan, sebagaimana terlihat dari penurunan pertumbuhan kredit yang disalurkan dan DPK pada triwulan I-2009. Nilai kredit mencapai Rp28,45triliun atau tumbuh 13,25% (y.o.y), sedikit lebih kecil dari pertumbuhan triwulan I-2009 (19,95%; y.o.y). Sedangkan per Mei 2009, DPK yang dihimpun mencapai Rp28,83triliun, tumbuh 17,81% (y.o.y) sedangkan pada triwulan I-2009 lebih kecil daripada triwulan sebelumnya (16,43%; y.o.y). Tetapi LDR bank umum tercatat relatif meningkat, dari 111,01% pada triwulan I-2009 menjadi 111,74% pada triwulan laporan.

Per Mei 2009, Kabupaten Maros tercatat mencapai LDR tertinggi yaitu sebesar 361,67%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 318,12%. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Takalar, Kabupaten Bone dan Kabupaten Gowa yang masing-masing mencapai LDR sebesar 201,01%, 190,75% dan 156,36%. Pencapaian LDR tertinggi untuk beberapa kabupaten tersebut juga tercatat sebagai daerah yang mencapai LDR tertinggi pada tahun 2008 yaitu Kabupaten Maros, kemudian diikuti oleh Kabupaten

62% 64% 66% 68% 70% 72% 74% -5 10 15 20 25 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2* 2007 2008 2009 Tr ili u n R p tota… Shar… Pertanian 3% Pertambangan 0% Industri 2% Listrik-Gas-Air 0% Konstruksi 4% Perdagangan 28% Pengangkutan 1% Jasa Dunia Usaha 5% Jasa Sosial Masyarakat 1% Lain-lain 56%

Gambar

Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB
Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Riil : Permintaan Daerah (y.o.y)
Grafik 1.2. Prompt Indikator Kinerja Konsumsi  Pemakaian Air (M³)
Grafik 1.3. Prompt Pertumbuhan Kinerja Investasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip dari percobaan ini adalah perbedaan daya larut antara zat yang akan dimurnikan (NaCl kasar) dengan zat-zat pengotor yang terkandung dalam garam NaCl kasar

Dengan menggunakan persamaan model seperti diatas ini dan melakukan analisis menggunakan regresi data panel dengan dua uji kelayakan terhadap model tersebut, maka

Tidak sejalan dengan penelitian Amilia tahun 2016 yang menjelaskan terdapat perbedaan berat badan ibu sebelum dan sesudah menggunakanalat kontrasepsi suntik tiga bulan di

Sebagai lokasi yang dahulunya merupakan pusat orientasi maka keberadaan fasilitas ini dapat dianggap sebagai pengganti PIM berupa gudang relik dengan preferensi kemanan

Untuk mendiagnosis pasti kelainan ini disamping gejala klinis yang ditemukan pada penderita, pemeriksaan penunjang berperan penting dalam mendiagnosis osteogenesis imperfekta,

Berdasarkan uraian di atas, maka Komunikasi Antarpribadi dapat di definisikan sebagai proses hubungan yang tercipta, tumbuh dan berkembang antar individu yang satu (sebagai

Kesimpulan penelitian ini, yaitu pada materi kubus dan balok : (1) model pembelajaran TPS dimodifikasi dengan Mind Mapping menghasilkan prestasi belajar lebih baik