• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi stakeholder dan peranannya

Jumlah stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL ialah 21 Stakeholder. Stakeholder yang terlibat berasal dari instansi pemerintah provinsi dan kota, lembaga swasta, kelompok masyarakat, pengusaha perorangan, dan masyarakat. Hasil identifikasi stakeholder berdasarkan tingkatan administrasi disajikan pada Tabel 2. Peran stakeholder dalam pengelolaan wisata alam dalam penelitian ini dibedakan menjadi empat yaitu peran perlindungan sumberdaya, pemberdayaan masyarakat setempat, penyediaan pelayanan wisata, penyediaan data dan informasi wisata alam. Stakeholder yang berasal dari instansi pemerintah, lembaga swasta, kelompok masyarakat dan masyarakat dapat memiliki keempat peran tersebut ataupun hanya sebagian saja.

Tabel 2 Tingkatan administratif stakeholder wisata alam

No. Stakeholder Prov. Kota Kelurahan Kampung

1. Disbudpar Bandar Lampung √

2. PT Bumi Kedaton √

3. Perusahaan Wira Garden √

4. UPTD Tahura WAR √

5. Yayasan Taman Buaya Indonesia √

6. PT Sutan Duta Sejati √

7. Kelompok sadar wisata THKT √

8. Yayasan Sahabat Alam √

9. BKSDA Lampung √ 10. DKP Bandar Lampung √ 11. Disbudpar Lampung √ 12. Beppeda KBL √ 13. PT Alam Raya √ 14. KPPH Sumber Agung √ 15. Watala √ 16. HPI √ 17. PHRI √ 18. ASITA √ 19. WWF √ 20. Pengusaha Sukamenanti √ 21. Masyarakat √

(2)

5.1.1 Instansi pemerintah

Peran instansi pemerintah dalam pengelolaan wisata alam KBL meliputi perlindungan sumberdaya, pemberdayaan masyarakat setempat, penyediaan pelayanan wisata, dan penyediaan data serta informasi wisata alam. Peran instansi pemerintah dalam perlindungan sumberdaya dilakukaan melalui pengawasan yang berkaitan dengan lingkungan terhadap kawasan wisata alam. Peran instansi pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pembentukan kelompok sadar wisata THKT di KBL. Peran instansi pemerintah dalam penyediaan pelayanan wisata dilakukan melalui perbaikan jalan menuju objek wisata. Peran instansi pemerintah dalam penyediaan data dan informasi dilakukan melalui inventarisasi atau kunjungan ke objek wisata dan dipublikasikan dalam media massa.

5.1.2 Lembaga swasta

Pada umumnya peran lembaga swasta dalam pengelolaan wisata alam di KBL meliputi pemberdayaan masyarakat, penyediaan pelayanan wisata, penyediaan data dan informasi. Peran pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat, pembinaan tentang pembibitan tanaman kehutanan oleh Yayasan Sahabat Alam dan pembinaan serta penyuluhan manfaat hutan oleh Watala. Peran penyediaan pelayanan wisata dilakukan melalui penyediaan penginapan, restoran, program wisata, dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan pengunjung. Peran penyediaan data dan informasi dilakukan melalui billboard, website, leaflet dan papan interpretasi yang menjelaskan flora dan fauna di dalam kawasan wisata alam.

5.1.3 Kelompok masyarakat

Peran kelompok masyarakat dalam pengelolaan wisata alam di KBL meliputi perlindungan sumberdaya, pemberdayaan masyarakat setempat dan penyediaan pelayanan wisata. Peran perlindungan sumberdaya dilakukan melalui menjaga habitat satwaliar, menanam dan memelihara tumbuhan di kawasan

(3)

Tahura WAR, tidak berburu satwaliar dan tidak melakukan penebangan pohon. Peran kelompok masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui penyuluhan yang bersifat persuasif untuk menjaga hutan dan melindungi satwaliar yang berada di daerah tempat tinggal. Peran penyediaan pelayanan wisata hanya dilakukan kelompok sadar wisata THKT dengan membangun penampungan air di sumber mata air dalam kawasan THKT.

5.1.4 Pengusaha perorangan dan masyarakat

Peran pengusaha perorangan dalam pengelolaan wisata alam di KBL ialah penyediaan pelayanan wisata. Peran penyediaan pelayanan wisata dilakukan melalui pembangunan fasilitas mushola, toilet dan tangga di wisata alam batu pu-tu. Dana yang digunakan untuk pembangunan fasilitas juga berasal dari Disbudpar Bandar Lampung selaku pemilik objek wisata alam Batu Putu. Peran masyarakat dalam pengelolaan wisata alam di KBL sebagai penyedia pelayanan wisata. Peran masyarakat dalam penyediaan pelayanan wisata dilakukan melalui pembuatan warung makan didalam kawasan wisata alam maupun disepanjang jalan menuju kawasan wisata alam.

4.2 Pemetaan stakeholder

Stakeholder yang telah teridentifikasi memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh berbeda terhadap pengelolaan wisata alam di KBL. Perbedaan tingkat kepentingan masing-masing stakeholder dipengaruhi oleh bentuk keterlibatan stakeholder dalam wisata alam, ketergantuang stakeholder terhadap wisata alam, program kerja masing-masing stakeholder yang berkaitan dengan wisata alam, manfaat yang diperoleh stakeholder dari wisata alam, peran yang dimainkan oleh stakeholder dalam pengelolaan wisata alam. Perbedaan tingkat ketergantungan stakeholder dipengaruhi oleh kekuatan kondisi, kekuatan kelayakan, kekuatan kompensasi, kekuatan individu, kekuatan organisasi (Gabriel 1983; Reed et al. 2009). Hasil analisis tingkat kepentingan stakeholder dapat dilihat pada Tabel 3 dan hasil analisis tingkat pengaruh dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis

(4)

kepentingan dan pengaruh dengan menggunakan matriks Reed et al. (2009) dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 3 Tingkat kepentingan stakeholder

No. Nama Stakeholder Nilai Total

I II III IV V

1. Disbudpar Bandar Lampung 5 5 5 2 5 20

2. PT Bumi Kedaton 4 5 5 4 5 23

3. Perusahaan Wira Garden 3 5 5 5 3 21

4. UPTD Tahura WAR 5 5 4 5 4 23

5. Yayasan Taman Buaya Indonesia 3 4 5 5 3 20

6. PT Sutan Duta Sejati 3 4 5 5 4 21

7. Kelompok sadar wisata THKT 3 3 4 1 4 16

8. Yayasan Sahabat Alam 4 3 1 1 5 14

9. BKSDA Lampung 2 1 1 1 3 8

10. DKP Bandar Lampung 3 1 1 1 3 9

11. Disbudpar Lampung 2 3 1 1 2 9

12. Beppeda Bandar Lampung 2 3 1 1 2 9

13. PT Alam Raya 3 3 1 1 3 11 14. KPPH Sumber Agung 3 4 1 1 3 12 15. Watala 3 3 1 1 5 11 16. HPI 2 3 1 1 4 11 17. PHRI 4 1 1 1 3 10 18. ASITA 3 5 1 1 2 12 19. WWF 3 1 1 1 2 8 20. Pengusaha Sumamenanti 2 5 3 1 1 12 21. Masyarakat 1 3 1 1 2 8

Keterangan: I:keterlibatan; II: anfaat; III: persentase program kerja; IV: tingkat ketergantungan; V:peran

Tabel 4 Tingkat pengaruh stakeholder

No. Nama Stakeholder Nilai Total

I II III IV V

1. Disbudpar Bandar Lampung 5 2 4 1 5 17

2. PT Bumi Kedaton 3 1 2 2 5 12

3. Perusahaan Wira Garden 1 1 3 5 2 12

4. UPTD Tahura WAR 2 2 2 1 4 11

5. Yayasan Taman Buaya Indonesia 2 1 1 5 2 11

6. PT Sutan Duta Sejati 3 1 2 4 2 12

7. Kelompok sadar wisata THKT 2 1 1 4 3 11

8. Yayasan Sahabat Alam 3 2 2 4 4 16

9. BKSDA Lampung 1 3 2 1 3 10 10. DKP Bandar Lampung 2 1 1 1 4 9 11. Disbudpar Lampung 3 1 2 1 5 12 12. Beppeda KBL 2 2 2 1 4 11 13. PT Alam Raya 1 1 1 4 1 9 14. KPPH Sumber Agung 2 1 1 3 1 8 15. Watala 3 1 1 1 4 10 16. HPI 2 1 1 1 4 9 17. PHRI 3 1 3 1 4 12 18. ASITA 3 1 2 1 4 11 19. WWF 2 1 2 1 4 10 20. Pengusaha Sumamenanti 1 1 2 2 1 7 21. Masyarakat 1 1 1 1 4 8

(5)

Hasil perhitungan total nilai kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder dipetakan dalam matriks kepentingan dan pengaruh pada Gambar 4. Gambar 4 menjelaskan pembagian stakeholder dalam empat kelompok yaitu key player, subject, context setter dan crowd. Masing-masing kelompok memiliki jumlah stakeholder yang berbeda sesuai dengan tingkat kepentingan dan pengaruhnya.

Keterangan :

1. Disbudpar K ota Bandar Lampung 2. PT Bumi Kedaton

3. Perusahaan Wira Garden 4. UPTD Tahura WAR

5. Yayasan Taman Buaya Indonesia 6. PT Sutan Duta Sejadi

7. Kelompok Sadar wisata THKT 8. Yayasan Sahabat Alam 9. BKSDA Lampung 10. DKP Bandar Lampung 11. Disbudpar Lampung 12. Bappeda Bandar Lampung 13. PT Alam Raya 14. KPPH Sumber Agung 15. Watala 16. HPI 17. PHRI 18. ASITA 19. WWF 20. Pengusaha sukamenanti 21. Masyarakat

Gambar 4 Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholder wisata alam a. Key player

Key player merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar dan paling aktif dalam pengelolaan (Reed et al. 2009). Stakeholder yang dikategorikan kelompok key player dalam pengelolaan wisata alam di KBL ialah Disbudpar Bandar Lampung. Hal itu karena Disbudpar Bandar Lampung merupakan instansi pemerintah daerah yang diberikan mandat untuk melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang kebudayaan dan pariwisata di KBL. Sehingga semua sumberdaya alam milik pemerintah daerah yang akan dijadikan objek wisata alam harus melalui persetujuan Disbudpar Bandar

25,0 22,5 20,0 17,5 15,0 12,5 10,0 7,5 5,0 2,5 25,0 22,5 20,0 17,5 15,0 12,5 10,0 7,5 5,0 2,5 Pengaruh K e p e n t in g a n 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Key Player Subject

(6)

Lampung. Selain itu, Disbudpar Bandar Lampung juga bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap pertumbuhan dan perkembangan wisata alam di KBL.

b. Subject

Subject merupakan stkaeholder yang memiliki kepentingan yang besar tetapi pengaruh kecil. Stakeholder jenis ini bersifat supportive, mempunyai kapa-sitas yang kecil untuk mengubah situasi (Reed et al. 2009). Stakeholder yang dikategorikan dalam kelompok subject ialah PT Bumi Kedaton, Perusahaan Wira Garden, UPTD Tahura WAR, Yayasan Taman Buaya Indonesia, PT Sutan Duta Sejadi. Keseluruhan stakeholder yang masuk dalam kelompok subject merupakan para pemilik objek wisata alam di KBL. Kelompok subject memiliki kepentingan tinggi karena melakukan pengelolaan langsung terhadap objek wisata alam yang dimiliki baik berupa pembangunan fasilitas, pembuatan program wisata, pemasaran, dan penanganan pencemaran lingkungan dari kegiatan wisata alam. Pengelolaan yang dilakukan bertujuan untuk menarik pengunjung ke objek wisata alam yang dimilikinya. Kelompok subject memiliki pengaruh kecil karena kurangnya kerjasama dengan stakeholder lainnya. Kelompok subject hanya melakukan kerjasama dengan masyarakat setempat. Kerjasama yang dilakukan dengan masyarakat setempat berupa pengamanan objek wisata alam.

c. Context setter

Context setter merupakan stkaeholder yang memiliki pengaruh besar tetapi kepentingan kecil (Reed et al. 2009). Stakeholder yang masuk dalam kelompok context setter ialah Yayasan Sahabat Alam. Yayasan Sahabat Alam memiliki kepentingan rendah karena kegiatan wisata yang dilakukan hanya berupa wisata pendidikan kepada anak sekolah dan wisata bukan merupakan tujuan utama yayasan. Tujuan utama Yayasan Sahabat Alam adalah konservasi kupu-kupu di KBL. Yayasan Sahabat Alam memiliki pengaruh yang besar karena pemilik dan sebagian besar pengurus yayasan bergerak dibidang akademisi yaitu sebagai dosen di Universitas Lampung (UNILA). Profesi yang dimiliki pemilik dan

(7)

pengurus yayasan dapat mempengaruhi instansi pemerintah, LSM, dan masyarakat setempat. Pengaruh kepada instansi pemerintah dilakukan melalui pendapat dan saran dalam suatu kegiatan wisata seperti pameran. Pengaruh kepada LSM diberikan melalui kerjasama dalam bentuk project di bidang konservasi. Pengaruh kepada masyarakat diberikan melalui penyuluhan dan bimbingan dalam menanam bibit tanaman kehutanan. Bibit tanaman kehutanan masyarakat kemudian dibeli yayasan untuk ditanam di dalam kawasan Taman Kupu-Kupu Gita Persada.

d. Crowd

Crowd merupakan stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kecil. Stakeholder ini akan mempertimbangkan segala kegiatan yang mereka lakukan (Reed et al. 2009). Stakeholder yang termasuk dalam kelompok crowd ialah DKP Bandar Lampung, Disbudpar Lampung, Bappeda Bandar Lampung, PT Alam Raya, KPPH Sumber Agung, Watala, HPI, PHRI, ASITA, WWF, Pengusaha Sukamenanti dan Masyarakat. Kelompok crowd memiliki kepentingan dan pengaruh kecil karena sebagian besar wilayah kerjanya berada di tingkat provinsi seperti Disbudpar Lampung, BKSDA Lampung, Watala, HPI, PHRI, ASITA dan WWF. Sehingga program kerja para stakeholder tersebut tidak terfokus di KBL melainkan untuk seluruh Provinsi Lampung.

Stakeholder yang memiliki wilayah kerja di KBL seperti DKP Bandar Lampung dan Bappeda Bandar Lampung juga memiliki kepentingan dan pengaruh kecil karena kedua instansi hanya terlibat dalam perencanaan wisata alam di KBL. Perencanaan wisata alam yang telah dibuat dalam bentuk zonasi diserahkan kepada Disbudpar Bandar Lampung untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata alam. PT Alam Raya memiliki kepentingan dan pengaruh kecil karena PT Alam Raya sebenarnya bergerak dibidang pembangunan dan pemasaraan perumahan Pantai Puri Gading. PT Alam Raya hanya memanfaatkan keberadaan pantai di dalam perumahan menjadi objek wisata alam untuk meningkatkan nilai jual perumahan. KPPH Sumber Agung dan Pengusaha Sukamenanti memiliki kepentingan dan pengaruh kecil karena KPPH Sumber

(8)

Agung hanya sebagai mitra UPTD Tahura WAR dalam menjaga kawasan Tahura WAR sedangkan Pengusaha Sumanenanti hanya sebagai mitra Disbudpar Bandar Lampung pada pelaksanaan kegiatan wisata di Wisata Alam Batu Putu. Masyarakat memiliki kepentingan dan pengaruh kecil karena masyarakat belum dapat memanfaatkan peluang adanya objek wisata untuk menambah penghasilan kecuali sebagai pekerja di objek wisata. Selain itu masyarakat juga masih dianggap sebagai objek yang dipengaruhi bukan sebagai pelaku kegiatan wisata.

4.3 Identifikasi TUPOKSI dan aturan kelembagaan stakeholder

Setiap instansi pemerintah memiliki Tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) sesuai bidang yang dimandatkan kepada instansi. Stakeholder yang berasal dari lembaga swasta dan kelompok masyarakat memiliki aturan kelembagaan yang menjelaskan fungsi dan tujuan lembaga. TUPOKSI instansi pemerintah dan aturan kelembagaan lembaga swasta serta kelompok masyarakat yang telah dianalisis dapat dilihat pada Tabel 5. TUPOKSI instansi pemerintah pada Tabel 5 telah mencakup seluruh instansi yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL tetapi aturan kelembagaan yang tercantum pada Tabel 5 belum mencakup seluruh stakeholder wisata alam di KBL. Hal itu karena beberapa lembaga swasta dan kelompok masyarakat belum memiliki aturan kelembagaan secara tertulis meskipun telah memiliki struktur organisasi.

Tabel 5 Hasil analisis TUPOKSI dan aturan kelembagaan Stakeholder

No. Nama Instansi / Lembaga/ Kelompok

Dokumen Komponen Keterangan

1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandar Lampung

TUPOKSI Konservasi Pasal 21 Partisipasi Pasal 23,26 Manfaat ekonomi Pasal 24

Edukasi Pasal 4,11

Wisata Pasal3,4,16,17,19,20,21, 25, dan 26

2 Dinas Kelautan dan Perikanan Bandar Lampung

TUPOKSI Konservasi Pasal 23 – 24 Partisipasi -

Manfaat ekonomi -

Edukasi Pasal 21

(9)

No. Nama Instansi / Lembaga/ Kelompok

Dokumen Komponen Keterangan

3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bandar Lampung

TUPOKSI Konservasi Pasal 15,20,21 Partisipasi -

Manfaat ekonomi -

Edukasi -

Wisata -

4. BKSDA Lampung TUPOKSI Konservasi Pasal 2,3,11,12,14,15, 17 Partisipasi -

Manfaat Ekonomi Pasal 3

Edukasi Pasal 12,14,16,17 Wisata Pasal 3,14,16,17 5. Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Lampung

TUPOKSI Konservasi -

Partisipasi - Manfaat ekonomi Pasal 20

Edukasi -

Wisata Pasal 20

6. UPTD Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman

TUPOKSI Konservasi Pasal 155 Partisipasi -

Manfaat ekonomi -

Edukasi Pasal 157

Wisata -

7. Kelompok sadar wisata THKT Taman Hutan

AD-RT Konservasi Pasal 1 dan 7 Partisipasi Pasal 7 Manfaat ekonomi Pasal 7

Edukasi Pasal 1

Wisata Pasal 1

8. Perhimpunan Hotel dan Retoran Indonesia

AD-RT Konservasi -

Partisipasi - Manfaat ekonomi Pasal 6

Edukasi Pasal 6 Wisata Pasal 7 9. Himpunan Pramuwisata Indonesia AD-RT Konservasi - Partisipasi - Manfaat ekonomi Pasal 8

Edukasi Pasal 6

Wisata Pasal 6

10. Asosiasi Tour dan Travel Indonesia

AD-RT Konservasi -

Partisipasi - Manfaat ekonomi Pasal 8

Edukasi Pasal 6

Wisata Pasal 6

11. Watala Visi dan

Misi

Konservasi Visi dan misi Partisipasi Tujuan khusus Manfaat ekonomi -

Edukasi Tujuan khusus

Wisata -

12. PT Sutan Duta Sejadi Visi dan Misi

Konservasi -

Partisipasi - Manfaat ekonomi -

Edukasi -

(10)

Analisis isi TUPOKSI dan aturan kelembagaan pada Tabel 4 menunjukkan komponen yang paling banyak dijelaskan dalam TUPOKSI dan aturan kelembagaan adalah komponen wisata sedangkan komponen yang paling sedikit dijelaskan dalam TUPOKSI dan aturan kelembagaan adalah komponen partisipasi. Komponen wisata paling banyak dijelaskan karena sebagian besar stakeholder merupakan pelaksana kegiatan wisata di KBL. Komponen partisipasi paling sedikit dijelaskan karena sebagian stakeholder tidak melibatkan masyarakat dalam bidang wisata melainkan melibatkan masyarakat dalam bidang kerja masing-masing misalnya UPTD Tahura WAR yang melibatkan masyarakat untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya alam.

5.4 Hubungan stakeholder wisata alam

Hubungan stakeholder wisata alam dapat dilihat melalui dokumen dan wawancara kepada informan kunci. Dokumen yang dapat menjelaskan hubungan diantara stakeholder adalah dokumen TUPOKSI instansi pemerintah dan aturan kelembagaan lembaga swasta serta kelompok masyarakat. Hubungan antara stakeholder yang dilihat melalui wawancara informan kunci merupakan hubungan antara stakeholder yang terjadi di lapangan. Hubungan antara stakeholder melalui dokumen dan wawancara informan kunci dapat dikelompokkan menjadi hubungan koordinasi, kerjasama, dan komunikasi. Masing-masing kelompok hubungan akan dilihat letak hubunganya berdasarkam komponen wisata alam meliputi konservasi, partisipasi, manfaat ekonomi, edukasi dan wisata. Peta hubungan diantara stakeholder dalam pengelolaan wisata alam di KBL dapat dilihat pada Gambar 5.

(11)

Keterangan :

: Koordinasi di lapangan; : Kerjasama di lapangan; : Komunikasi di lapangan; : Koordinasi dalam dokumen; : Kerjasama dalam dokumen; : Komunikasi dalam dokumen

Gambar 5 Peta hubungan stakeholder wisata alam berdasarkan dokumen dan hasil wawancara.

Pengembangan Wisata Alam di KBL UPTD Tahura WAR WWF PT Bumi Kedaton Yayasan Sahabat Alam Kelompok Masyarakat sadar wisata taman hutan kera tirtosari BKSDA Lampung Watala Masyarakat PT Alam Raya PT Sutan Duta Sejadi Yayasan Taman Buaya Indonesia KPH Sumber Agung Pengusaha Sukamenanti Perusahaan Wira Garden HPI Disbudpar Lampung DKP KBL Disbudpar Bandar Lampung Bappeda Bandar Lampung ASITA PHRI

(12)

5.4.1 Koordinasi

Koordinasi merupakan proses penyatuan unit organisasi yang berbeda untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama (Denise 2011). Koordinasi juga merupakan suatu kesatuan usaha bersama dari beberapa bagian, komponen, kelompok, atau organisasi yang memiliki bermacam sikap, tugas dan wewenang masing-masing agar tercipta suatu keserasian, keselarasan, dan kesatuan tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama (Damayanti 2006).

Hubungan koordinasi antara stakeholder wisata alam di KBL terletak dalam komponen konservasi dan wisata. Hubungan koordinasi dalam komponen konservasi terjadi pada BKSDA Lampung dengan UPTD Tahura WAR, Disbudpar Bandar Lampung dengan Bappeda Bandar Lampung dan DKP Bandar Lampung. Hubungan koordinasi dalam komponen wisata terjadi pada Disbudpar Lampung dengan Disbudpar Bandar Lampung. Hubungan koordinasi diantara instansi pemerintah diatas terlihat dalam dokumen TUPOKSI dan kenyataan dilapangan. Hubungan koordinasi yang terjadi antara BKSDA Lampung dengan UPTD Tahura WAR, Disbudpar Bandar Lampung dengan Bappeda Bandar Lampung dan DKP Bandar Lampung disebut hubungan koordinasi horizontal sedangkan hubungan koordinasi antara Disbudpar Lampung dengan Disbudpar Bandar Lampung disebut hubungan koordinasi vertikal. Hubungan koordinasi horizontal adalah hubungan koordinasi yang dilaksanakan diantara instansi/organisasi yang berada pada tingkat yang sama sedangkan hubungan koordinasi vertikal adalah hubungan koordinasi yang dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya terhadap badan-badan-badan-badan yang lebih rendah tingkatannya (Hadjan 1994).

Hubungan koordinasi pada komponen konservasi antara BKSDA Lampung dengan UPTD Tahura WAR di dalam dokumen TUPOKSI terlihat pada pasal 15 TUPOKSI BKSDA Lampung dan pasal 155 TUPOKSI UPTD Tahura WAR. TUPOKSI BKSDA Lampung pasal 15 menjelaskan tentang tugas BKSDA Lampung khususnya bidang konservasi sumberdaya alam wilayah dalam

(13)

mengkoordinasikan pelaksanaan konservasi sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya di dalam dan di luar kawasan konservasi serta koordinasi teknis pengelolaan kawasan konservasi. TUPOKSI UPTD Tahura WAR pasal 155 menjelaskan tentang fungsi UPTD Tahura WAR untuk melakukan perencanaan, pembinaan, pemanfaatan dan perlindungan Tahura WAR. Kedua pasal yang telah disebutkan menjelaskan UPTD Tahura WAR melakukan koordinasi kepada BKSDA Lampung dalam melakukan pengelolaan Tahura WAR. Hubungan koordinasi antara BKSDA Lampung dan UPTD Tahura WAR di lapangan terlihat melalui adanya penyusunan rencana pengelolaan dan laporan evaluasi UPTD Ta-hura WAR kepada BKSDA Lampung terkait pengelolaan kawasan TaTa-hura WAR. Hubungan koordinasi pada komponen konservasi antara Disbudpar Bandar Lampung, Bappeda Bandar Lampung dan DKP Bandar Lampung di dalam dokumen terlihat pada pasal 19-21 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung, pasal 15,20,21 TUPOKSI Bappeda Bandar Lampung, pasal 23-24 TUPOKSI DKP Bandar Lampung. Pasal 19-21 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung menjelaskan tugas Disbudpar Bandar Lampung untuk melakukan pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi usaha rekreasi dan usaha objek wisata. Pasal 15,20 dan 21 TUPOKSI Bappeda Bandar Lampung menjelaskan tentang tugas Bappeda Bandar Lampung dalam penataan ruang, pengendalian pembangunan dan prasarana di bidang pertanian, kehutanan, peternakan dan kelautan. Pasal 23-24 TUPOKSI DKP Bandar Lampung menjelaskan tugas DKP Bandar Lampung untuk melakukan pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya. Pasal-pasal yang telah disebutkan menjelaskan ketiga instansi memiliki tugas melakukan konservasi sesuai dengan cakupan kerjanya. Pelaksanaan tugas konservasi pada masing-masing instansi memerlukan koordinasi agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan. Hubungan koordinasi antara Disbudpar Bandar Lampung, Bappeda Bandar Lampung dan DKP Bandar Lampung di lapangan terlihat dari keseluruhan program kerja dan kegiatan Disbudpar Bandar Lampung dan DKP Bandar Lampung diserahkan

(14)

terlebih dahulu kepada Bappeda Bandar Lampung untuk dilakukan sinkronisasi recana kegiatan.

Hubungan koordinasi antara Disbubpar Lampung dengan Disbudpar Bandar Lampung di dalam dokumen TUPOKSI terlihat pada pasal 20 TUPOKSI Disbudpar Lampung dan pasal 3-4 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung. Pasal 20 TUPOKSI Disbudpar Lampung menjelaskan tugas Disbudpar Lampung yaitu perumusan kebijakan teknis, penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum, pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebudayaan dan pariwisata. Pasal 3 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung menjelaskan tugas pokok Disbudpar Bandar Lampung yaitu melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang kebudayaan dan pariwisata berdasarkan azas ekonomi dan tugas pembantuan serta perundang-undangan yang berlaku sedangkan pasal 4 menjelaskan fungsi Disbudpar Bandar Lampung dalam perumusan kebijakan teknis, penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum, pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebudayaan dan pariwisata. Ketiga pasal diatas menjelaskan adanya hubungan koordinasi dalam komponen wisata antara Disbudpar Lampung dengan Disbudpar Bandar Lampung dalam melakukan tugas dan fungsi berdasarkan tugas pembantuan. Hubungan koordinasi antara Disbudpar Lampung dengan Disbudpar Bandar Lampung di lapangan terlihat dari pembinaan dan pengarahan yang dilakukan Disbudpar Lampung kepada Disbudpar Bandar Lampung untuk perencanaan suatu acara dan pemberian laporan program dan kegiatan yang telah dilaksanakan Disbudpar Bandar Lampung setiap tahunnya kepada Disbudpar Lampung.

5.4.2 Kerjasama

Kerjasama (Cooperation) adalah keterlibatan secara pribadi diantara kedua belah pihak dami tercapainya penyelesaian masalah yang dihadapi secara optimal (Sunarto 1993). Kerjasama dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama (Soekanto 2009). Sehingga kerjasama merupakan suatu

(15)

keterlibatan/ usaha bersama diantara dua belah pihak (perorangan atau kelompok) untuk satu atau beberapa tujuan bersama serta menghadapi masalah secara optimal.

Kerjasama dapat dibedakan menjadi tiga (Soekanto 2009) yaitu kerjasama spontan (spontaneous coorperation), kerjasama langsung (directed coorperation), kerjasama kontrak (contractual coorperation) dan kerjasama tradisional (traditional coorperation). Kerjasama spontan adalah kerjasama yang serta merta. Kerjasama langsung merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa. Kerjasama kontrak merupakan kerjasama atas dasar tertentu. Kerjasama tradisional merupakan kerjasama sebagai bagian dari unsur atau sistem sosial.

Kerjasama yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kerjasama kontrak. Kerjasama yang dilakukan antara stakeholder wisata alam di KBL atas dasar TUPOKSI, aturan lembaga, kesamaan tujuan atau visi dan misi diantara lembaga/instansi/kelompok masyarakat. Hubungan kerjasama antara stakeholder wisata alam di KBL terletak pada komponen konservasi, manfaat ekonomi, edukasi dan wisata. Stakeholder yang memiliki hubungan kerjasama pada komponen konservasi yaitu UPTD Tahura WAR dengan Yayasan Sahabat Alam, WWF, Watala dan KPH Sumber Agung. Stakeholder yang memiliki hubungan kerjasama pada komponen manfaat ekonomi yaitu Disbudpar Bandar Lampung dengan PHRI, ASITA dan HPI. Stakeholder yang memiliki hubungan kerjasama pada komponen edukasi ialah UPTD Tahura WAR dan Watala dengan KPH Sumber Agung, Disbudpar Bandar Lampung dengan Kelompok sadar wisata THKT, Disbudpar Bandar Lampung dengan PHRI. Stakeholder yang memiliki hubungan kerjasama dalam komponen wisata ialah Disbudpar Bandar Lampung dengan PHRI, ASITA, HPI, PT Sutan Duta Sejadi dan Pengusaha Sukamenanti.

Hubungan kerjasama pada komponen konservasi antara UPTD Tahura WAR dengan Watala di dalam dokumen dijelaskan pada pasal 155 TUPOKSI UPTD Tahura WAR dan visi serta misi Watala. Pasal 155 UPTD Tahura WAR menjelaskan tentang tugas pelaksanaan teknis operasional dan Perencanaan, pembinaan, pamanfaatan dan perlindungan Tahura WAR. Visi dan misi Watala

(16)

berisi tentang mewujudkan lingkungan yang serasi, berkeadilan dan berkelanjutan bagi masyarakat. TUPOKSI dan visi serta misi Watala menjelaskan tentang adanya kesamaan tujuan untuk melindungi dan menjaga lingkungan. Hubungan kerjasama antara UPTD Tahura WAR dengan Watala dan KPH Sumber Agung di lapangan terlihat dari kerjasama dalam betuk kemitraan untuk melindungi Tahura WAR dengan berbagai proyek yang dilakukan seperti inventarisasi flora dan fauna, perlindungan kawasan hutan, dan penanaman tumbuhan dalam kawasan Tahura WAR. Hubungan kerjasama antara UPTD Tahura WAR, Yayasan Sahabat Alam, WWF dan KPH Sumber Agung tidak terdapat dalam dokumen melainkan terjadi di Lapangan. Hubungan kerjasama UPTD Tahura WAR dengan Yayasan Sahabat Alam terjadi melalui peminjaman kawasan Tahura WAR seluas 3,7 hektar oleh UPTD UPTD WAR kepada Yayasan Sahabat Alam agar dikelola sebagai tempat pelestarian kupu-kupu. Hubungan kerjasama antara Yayasan Sahabat Alam dan WWF terjadi dengan adanya bantuan dana dari WWF kepada Yayasan Sahabat Alam untuk kegiatan konservasi.

Hubungan kerjasama pada komponen manfaat ekonomi antara Disbudpar Bandar Lampung, PHRI, ASITA dan HPI di dalam dokumen dijelaskan pada pasal 24 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung, ADRT PHRI pasal 7, ADRT HPI pasal 8 dan ADRT ASITA pasal 6. TUPOKSI Disbudpar pasal 24 menjelaskan tentang tugas Disbudpar dalam melakukan kegiatan promosi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. ADRT PHRI pasal 7 menjelaskan tentang tujuan PHRI untuk berperan aktif dalam kegiatan promosi di dalam dan di luar negeri untuk meningkatkan dan memantapkan iklim usaha kepariwisataan. ADRT HPI pasal 8 mejelaskan tentang tugas dan usaha HPI untuk menciptakan kerjasama dengan pemerintah maupun komponen usaha jasa pariwisata demi terciptanya lapangan kerja yang layak dan merata bagi anggota. ADRT ASITA pasal 6 menjelaskan tentang tujuan ASITA untuk meningkatkan peran anggota sebagai salah satu pelaku utama pariwisata nasional, penghasil devisa dan peningkatan pendapatan serta pengembangan kapasitas usaha berdaya saing global. TUPOKSI dan ADRT ke-empat stakeholder tersebut saling mendukung

(17)

dalam mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan wisata dengan peningkatan kegiatan promosi dan pengembangan kapasitas kerja. Hubungan kerjasama antara Disbudpar Bandar Lampung, PHRI, HPI dan ASITA pada komponen manfaat ekonomi tidak ditemukan dilapangan. sehingga hubungan kerjasama antara Disbudpar Bandar Lampung, PHRI, ASITA, dan HPI dalam komponen manfaat ekonomi disebut potensial kerjasama.

Hubungan kerjasama pada komponen edukasi antara UPTD Tahura WAR dan Watala dengan KPH sumber agung terlihat dalam TUPOKSI UPTD Tahura WAR pasal 157 yang menjelaskan tugas UPTD Tahura WAR untuk melaksanakan pembinaan kepada masyarakat/lembaga masyarakat di sekitar kawasan hutan yang menjadi wilayah kerjanya dan tujuan khusus Watala untuk Mendorong partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Hubungan kerjasama yang terjadi dilapangan antara ketiga stakeholder ialah penyuluhan dan pembinaan tentang kehutanan dari UPTD Tahura WAR dan Watala kepada KPH Sumber Agung yang tinggal di sekitar kawasan Tahura WAR. Penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan meliputi penyuluhan tentang pentingnya menjaga hutan dan pembinaan dengan cara pemberian lahan garapan kepada masyarakat untuk ditanami tanaman tahunan. Pembinaan ini berdampak positif terhadap peningkatan perlindungan hutan oleh masyarakat dan peralihan profesi masyarakat dari petani tanaman semusim mejadi petani tanaman tahunan.

Hubungan kerjasama pada komponen edukasi antara Disbudpar Bandar Lampung dengan Kelompok Sadar Wisata Taman Hutan Kera Tirtosar dalam dokumen dijelaskan pada pasal 4 dan 11 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung dan pasal 1 ADRT Kelompok sadar wisata THKT. Pasal 4 dan pasal 11 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung menjelaskan tentang pembinaan di bidang kebudayaan dan pariwisata kepada masyarakat. Pasal 1 ADRT Kelompok sadar wisata THKT menjelaskan peningkatan pendalaman masyarakat terhadap wisata. Hubungan kerjasama yang terjadi di lapangan antara Disbudpar Bandar Lampung dan Kelompok sadar wisata THKT ialah pembinaan Disbudpar Bandar Lampung

(18)

tentang sadar wisata terhadap kelompok sadar wisata yang telah dibentuk kemudian Kelompok sadar wisata THKT mengajak masyarakat disekitar kawasan untuk melakukan kegiatan sadar wisata.

Hubungan kerjasama pada komponen edukasi Disbudpar Bandar Lampung dengan PHRI dalam dokumen dijelaskan pada pasal 4, pasal 11 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung dan pasal 7 ADRT PHRI. Pasal 4 dan 11 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung menjelaskan tentang pembinaan di bidang kebudayaan dan pariwisata kepada masyarakat. Pasal 7 ADRT PHRI menjelaskan tentang usaha PHRI dalam mencapai tujuan meliputi memajukan dan menumbuhkembangkan semangat kepariwisataan, menggalang kerjasama dan solidaritas sesama anggota dan seluruh unsur keperiwisataan nasional dan internasional. Hubungan kerjasama yang terjadi dilapangan antara Disbudpar Bandar Lampung dan PHRI tidak ditemukan. Hal itu karena masing-masing stakeholder melakukan kegiatan pelatihan pariwisata sendiri tanpa adanya kerjasama.

Hubungan kerjasama pada komponen wisata antara Disbudpar Bandar Lampung, PHRI, HPI, ASITA dan PT Sutan Duta Sejadi dalam dokumen dijelaskan pada pasal 3,4,20 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung, pasal 6 ADRT PHRI, pasal 6 ADRT HPI, pasal 1 dan 8 ADRT ASITA dan visi PT Sutan Duta Sejadi sedangkan untuk kerjasama dengan Pengusaha Sukamenenti tidak berada dalam dokumen. Pasal 3, 4 dan 20 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung menjelaskan tentang tugas Disbudpar dalam mengurus urusan pemerintah daerah di bidang kebudayaan dan pariwisata yang meliputi perumusan kebijakan teknis di bidang kebudayaan dan pariwisata, penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang kebudayaan dan pariwisata, pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebudayaan dan pariwisata. Pasal 6 ADRT PHRI menjelaskan tujuan PHRI sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan pariwisata. Pasal 6 ADRT HPI menjelaskan tentang tujuan HPI dalam melaksanakan dan mensukseskan pembangunan pariwisata. Pasal 1 dan 8 ADRT ASITA menjelaskan tentang fungsi ASITA untuk melakukan kerjasama dengan

(19)

para pihak untuk kepentingan pariwisata. Visi PT Sutan Duta Sejadi berisi tentang peningkatan pariwisata Lampung. Hubungan kerjasama antara Disbudpar Bandar Lampung, PHRI, HPI dan ASITA di lapangan terjadi saat adanya acara-acara yang digelar oleh Disbudpar Bandar Lampung. Pada acara tersebut Disbudpar melibatkan dengan PHRI, HPI dan ASITA dalam pelaksanaan acara dan kegiatan promosi. Selain itu PHRI, HPI dan ASITA dianggap sebagai mitra Disbudpar Bandar Lampung dalam menghimpun keluhan, saran dan pendapat para pengusaha pariwisata di KBL. Keluhan, saran dan pendapat tersebut disampaikan kepada Disbudpar Bandar Lampung setiap tahunnya dalam forum pertemuan yang membahas pariwisata. Hubungan kerjasama antara Disbudpar Bandar Lampung dan Pengusaha Sukamenenti terlihat dari peminjaman lahan wisata milik pemerintah daerah kepada Pengusaha Sukamenanti untuk dikelola dan pembagunan fasilitas oleh Disbudpar Bandar Lampung di kawasan wisata yang dikelola oleh pengusaha sukamenanti. Hubungan kerjasama PT sutan duta sejadi dengan stakeholder lainnya tidak ditemukan di lapangan.

5.4.3 Komunikasi

Komunikasi merupakan proses memahami satusama lainnya dan proses informasi baik berupa fakta, kebijakan, prospek, rumor dan kegagalan dapat disebarkan dalam organisasi (Denise 2011). Komunikasi dalam organisasi juga merupakan proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau selalu berubah-ubah (Muhammad 2004). Definisi komunikasi muhammad 2004 mengandung tujuh konsep kunci yaitu proses, pesan, jaringan, saling tergantung, hubungan, lingkungan dan ketidakpastian.

Hubungan komunikasi antara stakeholder wisata alam di KBL terletak pada komponen konservasi dan wisata. Stakeholder yang memiliki hubungan komunikasi pada komponen konservasi ialah BKSDA Lampung dengan PT Bumi Kedaton. Stakeholder yang memiliki hubungan komunikasi pada komponen wisata ialah PHRI dengan PT Bumi Kedaton dan Perusahaan Wira Garden.

(20)

Hubungan komunikasi pada komponen konservasi di dalam dokumen antara BKSDA Lampung dan PT Bumi terdapat pada pasal 2 BKSDA Lampung yang menjelaskan tugas BKSDA Lampung untuk menyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di dalam dan di luar kawasan konservasi. Hubungan komunikasi antara BKSDA Lampung dan PT Bumi kedaton di lapangan melalui laporan PT Bumi Kedaton terhadap BKSDA Lampung tentang kondisi dan keadaan satwaliar di dalam kawasan wisata dan komunikasi apabila terdapat pemindahan satwaliar dari kawasan wisata ataupun penambahan satwaliar dari tempat lain. Hubungan komunikasi antara PHRI dengan PT Bumi Kedaton dan Perusahaan Wira Garden merupakan komunikasi antara perhimpunan dengan anggotanya. Hubungan komunikasi pada komponen wisata dijelaskan pada pasal 8 ADRT PHRI yang berisi usaha PHRI untuk mencapai tujuan dengan cara membantu dan membina usaha para anggota, memberikan perlindungan, menerima masukan, memberi bimbingan dan konsultasi serta pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan mutu anggota. Hubungan komunikasi yang terjadi dilapangan antara PHRI dengan PT Bumi Kedaton dan Perusahaan Wira Garden ialah bimbingan dan konsultasi serta penerimaan keluhan, saran dan kritik tentang pariwisata di KBL. keluhan, saran dan kritik yang telah diberikan akan disampaikan kepada pemerintah KBL dan pemerintah Provinsi Lampung.

4.4 Identifikasi kebijakan wisata alam

Kebijakan yang digunakan untuk pengelolaan wisata alam di Kota Bandar Lampung berjumlah 8 kebijakan. Kebijakan yang digunakan terdiri dari 5 kebijakan nasional dan 3 kebijakan daerah. Kebijakan nasional yang digunakan dalam pengelolaan wisata alam di KBL meliputi undang – undang nomor 9 tahun 1990, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, peraturan pemerintah nomor 8 tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010, dan peraturan menteri kehutanan nomor 53 tahun 2006. Kebijakan daerah yang digunakan dalam

(21)

pengelolaan wisata alam di KBL meliputi peraturan daerah Kota Bandar Lampung nomor 16 tahun 2008, Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 9 Tahun 2003 dan peraturan walikota Bandar Lampung nomor 31.A tahun 2010. Hasil anaslis kebijakan nasional dan daerah disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil analis kebijakan wisata alam

No. Kebijakan Komponen Keterangan

1. Undang- undang No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan

Konservasi Pasal 4,6,12,23,24,25,26 27, 28,29,30,59,64

Partisipasi Pasal 1,2,9,12,26 Manfaat ekonomi Pasal 3,4,5,12

Edukasi Pasal 4,26,30,52

Wisata Pasal 1,4,5,6,9,12,19, 23,24, 26-30, 2.

3.

UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya Konservasi Pasal 1-5,11,28,31,37 Partisipasi - Manfaat ekonomi - Edukasi Pasal 31,36,37 Wisata Pasal 31,36

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar

Konservasi Pasal 2,4,30,31,35, 40,

Partisipasi -

Manfaat ekonomi Pasal 2,3

Edukasi Pasal 3,4,31

Wisata Pasal 1,3

4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam

Konservasi Pasal 1,2,5,18,21,28 Partisipasi Pasal 1,21

Manfaat ekonomi Pasal 14,21

Edukasi Pasal 5

Wisata Pasal 1,7,8,30

5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 53 Tahun 2006 tentang Lembaga Konservasi Konservasi Pasal 1,2,16,21,22,24, 25,29,31 Partisipasi - Manfaat ekonomi - Edukasi - Wisata Pasal 2,22

6. Peraturan Daerah KBL nomor 9 tahun 2003 tentang izin usaha

kepariwisataan

Konservasi Pasal 4,8,9

Partisipasi -

Manfaat ekonomi Pasal 11,14

Edukasi -

Wisata Pasal 1,3,11

7. Peraturan Daerah KBL nomor 16 tahun 2008 tentang Kepariwisataan

Konservasi Pasal 2,3,40 Partisipasi Pasal 79,80 Manfaat ekonomi -

Edukasi Pasal 23

Wisata Pasal 1-3,12-17,31-33 8. Peraturan WaliKBL Nomor 31.A

tahun 2010 tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil KBL 2009-2029 Konservasi Pasal 1,2,5,8,12,14 Partisipasi - Manfaat ekonomi - Edukasi Pasal 8 Wisata Pasal 3,8

(22)

5.5.1 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 merupakan kebijakan nasional tentang kepariwisataan. Undang-Undang Nomor10 Tahun 2009 digunakan sebagai dasar kebijakan nasional bagi pengembangan pariwisata termasuk wisata alam di KBL tetapi dalam pelaksanaanya undang-undang ini masih dalam tahap sosialiasi oleh Disbudpar Bandar Lampung. Proses aplikasi akan dilakukan apabila proses sosialisasi kebijakan telah selesai dilakukan. Proses sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan pengarahan tentang beberapa perubahan aturan tentang pariwisata sehingga pelaku kegiatan wisata mengetahui perubahan peraturan dan tidak merasa dirugikan akibat adanya perubahan peraturan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 berisi komponen-komponen wisata alam yang meliputi konservasi, partisipasi, manfaat ekonomi, edukasi dan wisata. Komponen yang paling banyak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 yaitu komponen wisata yang dijelaskan dalam 14 pasal sedangkan komponen yang paling sedikit terdapat dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 yaitu komponen manfaat ekonomi dan komponen edukasi yang hanya dijelaskan dalam empat pasal. Kompenen konservasi tedapat pada pasal 4,6,12,23,24,25,26 27, 28,29,30,59, dan 64, Komponen partisipasi terdapat pada pasal 1,2,9,12, dan 26, komponen manfaat ekonomi terdapat pada pasal 3,4,5,12, komponen edukasi terdapat pada pasal 4,26,30,52, dan komponen wisata terdapat pada pasal 1,4,5,6,9,12,19, 23,24, 26 sampai 30.

Komponen konservasi dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 dijelaskan melalui tujuan kepariwisataan, prinsip kepariwisataan dan azas kepariwisataan untuk melestarikan daya tarik wisata, tanggung jawab pelaku kegiatan pariwisata, dan sanksi yang diberikan apabila merusak daya tarik wisata. Komponen partisipasi dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 dijelaskan melalui pemberian kesempatan yang sama dan seluas-luasnya kepada masyarakat dalam menyediakan fasilitas wisata, pelibatan masyarakat dalam pembuatan rencana induk pembangunan kepariwisataan, dan mengutamakan masyarakat

(23)

sekitar daya tarik wisata untuk dijadikan tenaga kerja. Komponen manfaat ekonomi dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 dijelaskan melalui tujuan dan prinsip pariwisata untuk mengatasi pengangguran, menghapus kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Komponen edukasi dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 dijelaskan melalui tujuan pariwisata dan menyelenggarakan pelatihan dan penelitian tentang pariwisata. Komponen wisata dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 dijelaskan melalui pengertian wisata, tujuan kepariwisataan, azas kepariwisataan, prinsip kepariwisataan, pembuatan rencana induk pembangunan pariwisata, tanggung jawab pelaku kegiatan wisata, dan kewenangan pemerintah.

5.5.2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990

Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 merupakan kebijakan nasional tentang koservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 digunakan sebagai dasar konservasi dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 berisi empat komponen wisata alam yaitu konservasi, manfaat ekonomi, edukasi dan wisata. komponen yang paling banyak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 ialah komponen konservasi yang dijelaskan dalam 8 pasal dan komponen yang paling sedikit terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 ialah komponen manfaat ekonomi, edukasi dan wisata yang hanya dijelaskan dalam satu pasal. komponen konservasi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 terdapat pada pasal 1-5, 11, 28 dan 37, komponen manfaat ekonomi terdapat pada pasal 36, komponen edukasi terdapat pada pasal 37, dan komponen wisata terdapat pada pasal 36. Komponen partisipasi tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 karena partisipasi masyarakat lebih difokuskan pada kegiatan konservasi seperti menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan (pasal 37).

(24)

Komponen konsevasi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dijelaskan melalui pengertian konservasi sumberdaya alam hayati (KSDAH), tanggung janggung jawab KSDAH di tangan pemerintah dan rakyat, kegiatan KSDAH yang meliputi perlindungan sistem penyangga, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan lestari sumberdaya alam hayati, dan pengembangan peran masyarakat dengan menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Komponen manfaat ekonomi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dijelaskan melalui pemanfaatan tumbuhan dan satwaliar dalam bentuk penangkaran, perburuan dan perdagangan. Komponen edukasi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dijelaskas melalui bentuk pengkajian, penelitian dan pengembangan tumbuhan dan satwaliar. Komponen wisata dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dijelaskan melalui peragaan tumbuhan dan satwaliar kepada pengunjung.

5.5.3 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 merupakan kebijakan nasional tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 berisi empat komponen wisata alam yaitu konservasi, manfaat ekonomi, edukasi dan wisata. komponen yang paling banyak terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 adalah komponen konservasi yang dijelaskan pada 8 pasal sedangkan komponen yang paling sedikit terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 adalah komponen wisata yang hanya dijelaskan dalam tiga pasal. Komponen konservasi terdapat pada pasal 2, 4, 30, 31, 33, 40, 45 dan 61, komponen manfaat ekonomi terdapat pada pasal 2, 3, 17 dan 21, komponen edukasi terdapat pada pasal 2, 3, 4 dan 31, komponen wisata terdapat pada pasal 1 dan 3. Komponen partisipasi tidak terdapat dalam peraturan pemrintah nomor 8 tahun 1999 karena partisipasi masyarakat hanya diarahkan pada pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar dalam bentuk penangkaran, perburuan dan perdagangan seperti yang terlihat pada pasal 12, 17, 19 dan 45.

(25)

Komponen konservasi yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 dijelaskan melalui pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar secara lestari. Hal itu berarti pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar dengan syarat dan ketentuan tertentu misalnya pemenfaatan jenis satwaliar dalam bentuk penangkaran wajib menjaga kemurnian jenis tumbuhan dan satwaliar yang dilindungi, pemanfaatan satwaliar dalam bentuk perburuan hanya dilakukan untuk keperluan olahraga berburu, perolehan trofi dan perburuan tradisional oleh masyarakat, pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar dalam bentuk pertukaran dilakukan atas dasar keseimbangan nilai konservasi dan pemanfaatan untuk pemeliharaan kesenangan harus memperhatikan kesehatan satwa. Selain itu terdapat pembatasan kuota perburuan satwaliar secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar areal buru dengan menggunakan alat-alat tradisional. Komponen manfaat ekonomi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 dijelaskan melalui pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar dalam bentuk penangkaran, perburuan dan perdagangan. Komponen edukasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 dijelaskan melalui pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar dalam bentuk pengkajian, penelitian dan pengembangan. Komponen wisata dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 dijelaskan melalui pemanfaatan tumbuhan dan satwaliar dalam bentuk peragaan kepada pengunjung.

5.5.4 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 merupakan kebijakan nasional tentang pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 berisi empat komponen wisata alam yaitu konservasi, partisipasi, manfaat ekonomi, dan wisata. komponen yang paling banyak terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 adalah komponen konservasi yang dijelaskan dalam 6 pasal sedangkan komponen yang paling sedikit adalah komponen partisipasi yang hanya dijelaskan pada satu pasal. Komponen konservasi terdapat pada pasal 1, 2, 5, 18, 21 dan 28, komponen partisipasi

(26)

terdapat pada pasal 21, komponen manfaat ekonomi terdapat pada pasal 14 dan 21, komponen wisata terdapat pada pasal 1, 5, 7 dan 8. Komponen edukasi tidak terdapat dalam peraturan peerintah nomor 36 tahun 2006 karena kebijakan ini lebih memfokuskan tentang teknis perizinan dan birokrasi dalam pengusahaan pariwisata alam, usaha penyediaan jasa wisata alam dan usaha penyediaan sarana wisata alam.

Komponen konservasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 dijelaskan melalui pengusahaan pariwisata alam sesuai dengan azas konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dengan menjaga kelestarian alam, menjaga kebersihan lingkungan, dan merehabilitasi kerusakan yang ditimbulkan dari kegiatan wisata. Komponen partisipasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 dijelaskan melalui pelibatan masyarakat setempat di dalam melaksanakan kegiatan pariwisata. Komponen manfaat ekonomi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 dijelaskan melalui iuran pemegang izin usaha wisata alam dan pungutan masuk kawasan wisata. Komponen wisata dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 dijelaskan melalui penjelasan bentuk kegiatan pariwisata yang dapat dilakukan di taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam yang meliputi mengunjungi, melihat, menikmati keindahan alam, keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta pembanguan sarana pariwisata. Selain itu dijelaskan juga tentang perizinan dalam pengusahaan pariwisata alam, usaha penyedia jasa alam dan usaha penyediaan sarana wisata alam.

5.5.5 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 53 tahun 2006

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 53 Tahun 2006 merupakan kebijakan nasional tentang lembaga konservasi. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 53 Tahun 2006 berisi tiga komponen wisata alam yaitu konservasi, edukasi dan wisata. Komponen yang paling banyak terdapat dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 53 Tahun 2006 adalah komponen konservasi yang dijelaskan dalam 9 pasal sedangkan komponen yang paling sedikit adalah komponen wisata yang hanya dijelasakan dalam 2 pasal. Komponen konservasi terdapat pada pasal

(27)

1, 2, 16, 21, 22, 24, 25, 29 dan 31, komponen edukasi terdapat pada pasal 2, 22 dan 24, komponen wisata terdapat pada pasal 2, dan 22. Komponen partisipasi dan manfaat ekonomi tidak terdapat dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 53 Tahun 2006 karena kebijakan ini menjelaskan tentang pengertian dan karakteristik lembaga konservasi di Indonesia.

Komponen konservasi dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 53 Tahun 2006 dijelaskan melalui pengerian, fungsi lembaga konservasi sebagai pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan satwaliar, perizinan lembaga konservasi, syarat-syarat perolehan tumbuhan dan satwaliar di lembaga konservasi yang berasal dari hasil sitaan maupun penangkapan di alam, dan pemanfaatan tumbuhan dan satwaliar di lembaga konservasi untuk kepentingan pengembangbiakan dan pelepasaliaran di alam, perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh lembaga konservasi. Komponen edukasi dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 53 Tahun 2006 dijelaskan melalui fungsi lembaga konservasi sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pemanfaatan spesimen untuk penelitian dan pendidikan. Komponen wisata dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 53 Tahun 2006 dijelaskan melalui fungsi lembaga konservasi sebagai sarana rekreasi yang sehat dan pemanfaatan spesimen koleksi untuk kepentingan peragaan kepada pengunjung.

5.5.6 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 9 tahun 2003

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 9 Tahun 2003 merupakan kebijakan daerah tentang izin usaha kepariwisataan. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 9 Tahun 2003 berisi tiga komponen wisata alam yaitu konservasi, manfaat ekonomi dan wisata. Komponen yang paling banyak terdapat dalam peraturan daerah KBL nomor 9 tahun 2003 adalah komponen manfaat ekonomi dan wisata yang dijelaskan dalam 3 pasal sedangkan komponen yang paling sedikit terdapat dalam peraturan daerah KBL nomor 9 tahun 2003 adalah komponen konservasi yang dijelaskan hanya dalam satu pasal. Komponen konservasi terdapat pada pasal 4, komponen manfaat ekonomi terdapat pada pasal

(28)

11, 14 dan 17, komponen wisata terdapat pada pasal 1, 3, dan 11. Komponen partisipasi dan edukasi tidak terdapat dalam peraturan daerah KBL nomor 9 tahun 2010 karena kebijakan ini labih fokus menjelaskan tentang penyelenggaraan usaha pariwisata bagi pengusaha ataupun pelaku kegiatan pariwisata lainnya.

Komponen konservasi dalam Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 9 Tahun 2003 dijelaskan melalui kewajiban pimpinan usaha pariwisata untuk memelihara kebersihan, keindahan lokasi dan kelestarian lingkungan, kewajiban memiliki dokumen AMDAL dan melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) serta upaya pemantauan lingkungan (UPL). Komponen manfaat ekonomi dalam peraturan daerah KBL nomor 9 tahun 2003 dijelaskan melaui dana retribusi izin usaha pariwisata yang dipungut pemerintah KBL untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan pemberian uang intensif sebesar 5 % dari penerimaan dengan rincian 4% untuk dinas kebudayaan dan pariwisata Bandar Lampung dan 1% untuk dana kesejahteraan sekretariat. Komponen wisata dalam pearturan daerah nomor 9 tahun 2003 dijelaskan melalui definisi dan penggolongan penyelenggaraan usaha pariwisata.

5.5.7 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 16 tahun 2008

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 16 Tahun 2008 merupakan kebijakan daerah tentang kepariwisataan. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 16 Tahun 2008 berisi lima komponen wisata alam meliputi konservasi, partisipasi, manfaat ekonomi, edukasi dan wisata. Komponen yang paling banyak terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 16 Tahun 2008 adalah komponen wisata yang dijelaskan dalam 18 pasal sedangkan komponen yang paling sedikit terdapat dalam peraturan Kota Bandar Lampung nomor 16 tahun 2008 adalah komponen manfaat ekonomi yang hanya dijelaskan dalam satu pasal. Komponen konservasi terdapat pada pasal 2, 3, 40 dan 53, komponen partisipasi terdapat pada pasal 33, 79 dan 80, komponen manfaat ekonomi terdapat pada pasal 2, komponen edukasi terdapat pada pasal 2, 23 dan 33, komponen wisata terdapat pada pasal 1, 2, 4, 5- 7, 12- 17, dan 31-34.

(29)

Komponen konservasi yang dijelaskan dalam peraturan daerah Kota Bandar Lampung nomor 16 tahun 2006 dijelaskan melalui tujuan penyelenggaraan pariwisata untuk memperkenalkan, meningkatkan, melestarikan dan meningkatkan mutu objek wisata dan adanya kewajiban pemilih objek wisata alam maupun minat khusus untuk menjaga kelestarian objek wisata dan tata lingkungannya. Komponen partisipasi dalam peraturan Kota Bandar Lampung nomor 16 tahun 2006 dijelaskan melalui penyediaan sarana dan fasilitas bagi masyarakat sekitar objek wisata alam untuk berperan dalam kegiatan wisata dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dengan cara menyampaikan saran, pertimbangan, pendapat dan tanggapan terhadap pengembangan pariwisata. Komponen manfaat ekonomi dalam peraturan daerah Kota Bandar Lampung nomor 16 tahun 2006 dijelaskan melalui tujuan penyelenggaraan pariwisata untuk meningkatkan pendapatan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Komponen edukasi dalam peraturan daerah Kota Bandar Lampung nomor 16 tahun 2006 dijelaskan melalui tujuan penyelenggaraan pariwisata untuk memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antara bangsa melalui penyelenggaraan pertunjukan seni budaya di kawasan wisata. Komponen wisata dalam peraturan daerah Kota Bandar Lampung nomor 16 tahun 2006 dijelaskan melalui pengertian wisata, jenis usaha periwisata dan penjelasan masing-masing jenis.

5.5.8 Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 31.A tahun 2010

Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 31.A Tahun 2010 merupakan kebijakan daerah tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil KBL 2009-2029. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 31.A Tahun 2010 digunakan sebagai dasar penentuan letak kawasan wisata alam yang berupa pantai. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 31.A Tahun 2010 berisi tiga komponen wisata alam yaitu konservasi, edukasi, dan wisata. Komponen konservasi terdapat pada pasal 1, 2, 8, 12 dan 14, komponen edukasi terdapat pada

(30)

pasal 8, dan komponen wisata terdapat pada pasal 3. Komponen yang paling banyak terdapat dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 31.A Tahun 2010 adalah komponen konservasi yang dijelaskan dalam 5 pasal sedangkan komponen yang paling sedikit terdapat dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 31.A Tahun 2010 adalah komponen edukasi dan wisata yang hanya dijelaskan dalam satu pasal. Komponen partisipasi dan manfaat ekonomi tidak terdapat dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 31.A Tahun 2010 karena kebijakan ini lebih memfokuskan pada peruntukan wilayah pantai yang dapat dimanfaatkan dan dijaga untuk kesejahteraan masyarakat sekitar pantai.

Komponen konservasi yang dijelaskan dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 31.A Tahun 2010 dijelaskan melalui pengertian konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta kawasan konservasi, adanya peruntukkan zonasi untuk kawasan budidaya dan kawasan lindung, adanya larangan menambang dan mengambil terumbu karang dengan bahan peledak yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Komponen edukasi yang dijelaskan dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 31.A Tahun 2010 dijelaskan melalui pemanfaatan pulau-pelau kecil dan perairan sekitarnya untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan serta penelitian. Komponen wisata yang dijelaskan dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 31.A Tahun 2010 dijelaskan melalui pemanfaatan pulau-pelau kecil dan perairan sekitarnya untuk pariwisata.

5.6 Kebutuhan stakeholder

Stakeholder yang telah teridentifikasi memiliki keterlibatan dalam pengelolaan wisata alam di Kota Bandar Lampung meliputi instansi pemerintah, perusahaan, LSM, yayasan, pengusaha perorangan, kelompok masyarakat dan masyarakat. Setiap stakeholder memiliki kebutuhan untuk melaksanakan TUPOKSI/aturan kelembagaan/ visi misi/ tujuan lembaga/ dan kebijakan yang ditetapkan. Kebutuhan masing –masing stakeholder harus diketahui secara jelas

(31)

agar mekanisme yang dibuat dapat menguntungkan semua pihak dan tidak hanya menguntungkan salah satu atau beberapa pihak saja. Hasil identifikasi kebutuhan masing-masing stakeholder wisata alam berdasarkan wawancara dan observasi lapang sebagai berikut :

a. Disbudpar Bandar Lampung

- Terciptanya multiplyer effect dalam sektor wisata - Fasilitas di dalam objek wisata menyatu dengan alam - Peningkatan frekuensi forum wisata

b. PT Bumi Kedaton

- Perbaikan jalan menuju objek wisata c. Perusahaan Wira Garden

- Adanya bantuan promosi wisata dari pemerintah daerah

- Adanya kerjasama diantara semua stakeholder dalam pengelolaan wisata alam

d. UPTD Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman - Penambahan Sumberdaya manusia

- Penambahan fasilitas, sarana dan prasarana e. Yayasan Taman Buaya Indonesia

- Kerjasama diantara instansi terkait yang saling mendukung - Birokrasi yang dipermudah

- Perbaikan infrastruktur menuju objek wisata f. PT Sutan Duta Sejati

- Adanya bantuan promosi wisata

- Penambahan sarana dan prasarana menuju objek wisata - Adanya pembinaan terkait wisata oleh pemerintah daerah - Penambahan model transportasi menuju objek wisata g. Kelompok sadar wisata THKT

- Adanya bantuan dana pengelolaan

(32)

h. Yayasan Sahabat Alam

- Perbaikan sarana dan prasarana i. BKSDA Lampung

- Peningkatan kualitas perawatan satwaliar di objek wisata j. DKP KBL

- Pembangunan pelabuhan di pulau kubur k. Disbudpar Lampung

- Penambahan tenaga ahli di bidang pariwisata

- Peningkatan frekuensi koordinasi diantara para pihak - Bantuan dana dari pusat dalam bentuk APBN

l. Beppeda Bandar Lampung

- Peningkatan pengelolaan wisata oleh pihak swasta m. PT Alam Raya

- Pemberian masukan dan saran dari pemerintah terkait pengelolaan wisata - Perbaikan infrastuktur dan peningkatan keamanan

- Bimbingan mengenai pengembangan sumber air panas n. KPPH sumber agung

- Tetap adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan objek wisata o. Watala

- Perbaikan sarana dan prasarana p. HPI

- Adanya bantuan dana operasional q. PHRI

- Peningkatan industri pariwisata di Lampung

- Adanya rancangan peraturan untuk mendorong masuknya investor - Penambahan pilihan transportasi

(33)

r. ASITA

- Penambahan objek wisata di Lampung

- Adanya peran ASITA dalam pembuatan surat izin pengusahaan pariwisata s. WWF

- Pembangunan pusat informasi wisata untuk seluruh Lampung - Adanya kejelasan mengenai tarif wisata di Lampung

t. Kampung Sukamenanti

- Adanya bantuan dana pengembangan wisata u. Masyarakat

- Pelatihan pengolahan makanan khas dan pembuatan souvenir - Adanya homestay milik masyarakat

- Peningkatan partisipasi masyarakat

- Lapangan kerja diprioritaskan bagi masyarakat setempat - Adanya kerjasama dan kontribusi dari pihak pengelola

Hasil identifikasi kebutuhan masing-masing stakeholder yang telah dipaparkan dapat dikelompokan menjadi 8 kelompok kebutuhan berdasarkan kesamaan kebutuhan. Tujuh kelompok kebutuhan terdiri infrastuktur, regulasi, forum, promosi, dana, penyuluhan dan sumberdaya manusia. Masing-masing kelompok kebutuhan stakeholder disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Kelompok kebutuhan stakeholder wisata alam

Aspek/Kebutuhan Stakeholder

Infrastuktur PT Bumi Kedaton, UPTD Tahura WAR, Yayasan Taman Buaya Indonesia, PT Sutan Duta Sejadi, Yayasan Sahabat Alam, Watala, PHRI

Fasilitas Disbudpar Bandar Lampung, WWF, UPTD Tahura WAR, DKP Bandar Lampung, masyarakat

Regulasi Yayasan Taman Buaya Indonesia, PHRI

Forum Disbudpar Bandar Lampung, Disbudpar Lampung, PHRI, Yayasan Taman Buaya Indonesia, Masyarakat

Promosi Perusahaan Wira Garden, PT Sutan Duta Sejadi

Dana Kelompok Sadar Wisata THKT, HPI, Pengusaha Sukamenanti

Penyuluhan dan Bimbingan

PT Sutan Duta Sejadi, Kelompok Sadar Wisata THKT, PT alam Raya, masyarakat

(34)

Kebutuhan infrastruktur diperlukan lembaga swasta yang menjadi pemilik/pengelola objek wisata alam karena infrastruktur dapat mempengaruhi jumlah pengunjung yang datang ke objek wisata. Pengaruh infrastruktur terletak pada kenyamanan pengunjung saat melakukan perjalanan. Apabila jalan menuju objek wisata baik (tidak bergelombang/berlubang), penerangan jalan yang cukup dan pilihan transportasinya beragam maka pengunjung akan merasa senang berkunjung ke objek wisata tersebut begitupun sebaliknya. Kebutuhan fasilitas diperlukan instansi pemerintah karena objek wisata yang dikelola instansi pemerintah memiliki fasilitas yang kurang memadai dan fasilitasi diperlukan masyarakat karena fasilitas terutama pembuatan homestay dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Kebutuhan pada aspek forum diperlukan instansi pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat karena forum dapat digunakan untuk menyatukan tujuan dan mengakomodasi kepentingan dan keluhan dari masing-masing stakeholder.

5.7 Rumusan mekanisme hubungan stakeholder

Pada analisis isi Tupoksi dan aturan kelembagaan masing-masing stakeholder wisata alam KBL komponen partisipasi merupakan komponen yang paling sedikit ditemukan dalam dokumen. Komponen partisipasi hanya ditemukan pada pasal 26 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung. Pada peta hubungan stakeholder berdasarkan isi TUPOKSI dan aturan kelembagaan serta hubungan yang terjadi di lapangan komponen partisipasi hanya dilakukan para pengelola/pemilik wisata alam. Hal itu menyebabkan rendahnya kemauan masyarakat untuk ikut berpartisipasi karena sedikitnya kesempatan dan kemampuan yang diberikan para stakeholder wisata alam (Slamet 2003).

Pada analisis kebijakan yang telah dilakukan komponen partisipasi paling sedikit diatur dalam kebijakan. Partisipasi masyarakat di dalam kebijakan hanya terdapat pada tahap proses pengambilan keputusan tentang rencana kegiatan melalui saran, pendapat dan kritik terhadap rencana kegiatan. Pada tahap

(35)

pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap menikmati hasil masyarakat tidak lagi dilibatkan di dalamnya. Sehingga tingkat partisipasi masyarakat terhadap wisata alam termasuk pada tingkat konsultasi berdasarakan Ifa dan Taseriro (2006). Tingkat konsultasi memberikan kesempatan dan hak kepada masyarakat setempat untuk menyampaikan pandangannya terhadap kegiatan wisata di wilayahnya melalui pengajuan usulan oleh masyarakat. Tetapi belum ada jaminan aspirasi masyarakat akan dilaksanakan atau mempengaruhi kebijakan/program/kegiatan yang akan dilaksanakan.

Kelompok-kelompok kebutuhan yang berasal dari analisis kebutuhan terdiri dari kebutuhan penawaran dan kebutuhan kebijakan berdasarkan Steck et al. (1999) dalam Damanik dan Weber 2006. Kebutuhan penawaran pada kelompok kebutuhan terdiri dari infrastruktur, fasilitas, dana, promosi, sumberdaya manusia dan penyuluhan. Kebutuhan kebijakan pada kelompok kebutuhan terdiri dari regulasi dan forum. Pemenuhan kebutuhan penawaran dan kebijakan dijadikan indikator keberhasilan pengembangan wisata alam di KBL.

Mekanisme hubungan ialah tata kerja yang menghubungkan satu/beberapa pihak dengan pihak lainnya (Fatwa 2009). Mekanisme hubungan dalam ilmu pemerintahan dibedakan menjadi coordinate/subordinate dan independ-ent/dependent (Rusmawardi 2011). Mekanisme hubungan stakeholder wisata alam KBL termasuk dalam kategori subordinate dan independent. Mekanisme hubungan subordinate terjadi antara Disbudpar Lampung dengan Disbudpar Ban-dar Lampung, dan BKSDA Lampung dengan UPTD Lampung dalam pengelolaan Tahura WAR. Mekanisme hubungan independent terjadi pada sebagian besar stakeholder kecuali stakeholder dari instansi pemerintah. Perpaduan kedua mekanisme hubungan ini menyebabkan adanya stakeholder yang tidak memiliki mekanisme hubungan dengan stakeholder lainnya padahal stakeholder tersebut juga memiliki kepentingan dan terlibat dalam pengembangan wisata alam KBL.

Rumusan mekanisme stakeholder wisata alam KBL disusun untuk merubah mekanisme hubungan antara stakeholder yang bersifat subordinate dan independ-ent menjadi subordinate dan dependindepend-ent agar keseluruhan stakeholder memiliki

Gambar

Tabel 3  Tingkat kepentingan stakeholder
Gambar 5  Peta hubungan stakeholder wisata alam berdasarkan dokumen dan hasil wawancara
Tabel 6  Hasil analis kebijakan wisata alam

Referensi

Dokumen terkait

Keracunan adalah suatu kejadian apabila substansi yang berasal dari alam Keracunan adalah suatu kejadian apabila substansi yang berasal dari alam ataupun buatan yang pada dsis

• Perseroan alami penurunan penjualan bersih sebesar 52,15 persen menjadi US$153,50 juta per Juni 2013 dibandingkan dengan penjualan bersih periode sama tahun sebelumnya yang

Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau bisa dikatakan rawan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kenakalan anak, karena.. jika anak hidup

Penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang ulkus kaki diabetik dengan pencegahan terjadinya ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes

Hal ini menyatakan semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan akan melaporkan hasil laporan keuangan yang telah diaudit semakin cepat karena perusahaan

Tidak adanya pengaruh perlakuan perbedaan waktu aplikasi pupuk yang diberikan juga diduga karena selisih waktu aplikasi yang tidak terlalu lama, sehingga unsur

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA sub pokok bahasan pesawat sederhana menggunakan model pembelajaran

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara parsial yang telah dilakukan, market timing memiliki nilai prob 0,8495 > 0,05, maka sesuai dengan ketentuan bahwa H 0 diterima