• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUGI-RUGI PADA SERAT OPTIK BERMODE TUNGGAL DAN JAMAK DENGAN SEBARAN INDEKS BIAS UNDAKAN AKIBAT PELILITAN PADA SILINDER SECARA MALAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RUGI-RUGI PADA SERAT OPTIK BERMODE TUNGGAL DAN JAMAK DENGAN SEBARAN INDEKS BIAS UNDAKAN AKIBAT PELILITAN PADA SILINDER SECARA MALAR."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

RUGI-RUGI PADA SERAT OPTIK BERMODE TUNGGAL DAN JAMAK DENGAN SEBARAN INDEKS BIAS UNDAKAN AKIBAT

PELILITAN PADA SILINDER SECARA MALAR

Disusun oleh:

HARSONO

S 910209007

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Magister Sains Ilmu Fisika

PROGRAM STUDI ILMU FISIKA FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ii

RUGI-RUGI PADA SERAT OPTIK BERMODE TUNGGAL DAN JAMAK DENGAN SEBARAN INDEKS BIAS UNDAKAN AKIBAT

PELILITAN PADA SILINDER SECARA MALAR

Disusun Oleh :

Harsono: NIM. S910209007

Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing :

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D ... ..../8/2010 NIP. 196805081997921001

Pembimbing II Drs. Cari, M.A., M.Sc., Ph.D. ... ..../8/2010 NIP. 196103061985031002

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Fisika

Drs. Cari, MA., M.Sc., Ph.D NIP. 196103061985031002

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis saya yang berjudul ” RUGI-RUGI PADA SERAT OPTIK BERMODE TUNGGAL DAN JAMAK DENGAN SEBARAN INDEKS BIAS UNDAKAN AKIBAT PELILITAN PADA SILINDER SECARA MALAR ” model sevenbending dengan variasi jari-jari 1,0 – 4,0 cm belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar Magister Sains Ilmu Fisika di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, September 2010

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iv

RUGI-RUGI PADA SERAT OPTIK BERMODE TUNGGAL DAN JAMAK DENGAN PERBEDAAN MODEBIAS UNDAKAN AKIBAT

PELILITAN SILINDER SECARA MALAR

HARSONO

Program Studi Ilmu Fisika. Fakultas Pascasarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010

Pembimbing I : Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D. Pembimbing II : Drs. Cari, M.A., M.Sc., Ph.D.

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian rugi-rugi pada serat optik bermode tunggal dan jamak dengan perbedaan modebias undakan akibat pelilitan silinder secara malar menggunakan model tujuh bengkokan dengan variasi jari-jari 1,0 – 4,0 cm menggunakan panjang gelombang 632,8 nm. Penelitian dilakukan dimulai dengan membuat set up alat tujuh bengkokan, kemudian set up alat ini digunakan untuk mengetahui pengaruh bengkokan pada serat optik setelah dilakukan pergeseran sudut putar dan jumlah lilitan/putaran. Hasil penelitian menunjukkan nilai rugi-rugi (atenuasi) meningkat seiring pertambahan sudut putar dan jumlah lilitan/putaran. Nilai rugi-rugi semakin besar apabila jari-jari bengkokan semakin kecil.

Kata kunci : serat optik bermode tunggal, serat optik bermode jamak, tujuh bengkokan, rugi-rugi.

(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user v

BENDING LOOSSES OF FIBER OPTIC SINGLE MODE FIBER (SMF) STEP INDEX AND MULTI MODE FIBER (MMF) STEP INDEX

BY CONSEQUENCE TURN AROUND ANGLES

HARSONO

Physics Program, Post Graduate Study Program. Sebelas Maret University, Surakarta 2010

Advisor I : Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. Advisor II : Drs. Cari, M.A., M.Sc., Ph.D.

ABSTRACT

A research has been conducted to investigate the loss value of single mode fiber optic (smf) 28E step index, multi mode fiber (mmf) step index as result of macro bending with different angles on variation of seven bending diameter 1.0 cm – 4.0 cm using laser diode source that has 632.8 nm. At fist step, seven bending instrument are formed to observe the influence of bending to fiber optic transmission after different rotation with different angles and number of coil are applied. The result of the research shows that the attenuation loss by increasing number of coils. The loss value is larger if the bending diameter decreases. The attenuation loss increases by decreasing the bending diameter

Keywords : fiber optic single mode step index, multi mode step index, bending diameter, coil, attenuation loss.

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vi

PERSEMBAHAN

Kepada Ibu-ku Kepada kakak dan adik Kepada Istri dan anak-anakku Kepada Almamater-ku Pascasarjana UNS

(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vii MOTTO

…sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri… (QS Ar Ra’d: 11)

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar Rahman : 13)

“ Sebaik baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain” (Hadist Nabi, diriwayatkan Ath-Thabrani dari Jabir r.a)

Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang paling lemah dari itu ialah orang yang mendapatkan

banyak teman tetapi menyia-nyiakannya (Ali bin Abu Thalib)

Yakinlah bahwa dunia ini adalah tempat cobaan, ujian, tantangan, dan kesedihan. Karena itu, terimalah apa adanya dan mintalah pertolongan kepada Allah, dan

ketahuilah, bahwa kesulitan itu akan membuka pendengaran, penglihatan, menghidupkan hati, mendewasakan jiwa,

mengingatkan hamba, dan menambah pahala (Dr. Aidh Al Qarni, La Tahzan : 511)

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT pemilik alam semesta. sholawat dan salam selalu terucap kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan karunia Allah SWT akhirnya penelitian Tesis dengan judul ” RUGI-RUGI PADA SERAT OPTIK BERMODE TUNGGAL DAN JAMAK DENGAN SEBARAN INDEKS BIAS UNDAKAN AKIBAT PELILITAN PADA SILINDER SECARA MALAR” dapat diselesaikan dengan baik. Tentu atas bantuan beberapa pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan arahan dan motivasi penulis.

Penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. Cari, M.A., M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Ilmu Fisika Program Pascasarjana UNS dan pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penyusunan Tesis ini

2. Drs. Harjana, M.Si., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA UNS 3. Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. selaku pembimbing pertama yang telah

banyak memberikan bimbingan dan arahan sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.

4. Ibuku yang telah mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih sayang. Terimakasih atas segala pengorbanan dan keridhaannya, semoga Allah membalas dengan Surga. Amin.

5. Kakak dan adik yang saya sayangi semoga Allah selalu menjadi penuntun langkah kita. Amin.

6. Istri dan kedua anakku yang dengan kesabaran dan ketulusan mendampingi selama belajar dan penelitiannya, Semoga Allah SWT memberikan ketabahan dan karunia yang tak ternilai. Amin!

7. Teman satu bimbingan (Pak Goris, Mbak Ika, Mbak Mayang, mbak Esti, Mas Joko, Mas Sartono, Mas Ridho dan Mas Aris ), semoga kita dapat kembali bertemu dalam satu tim.

8. Teman satu angkatan I tahun 2009 (Pak Syamsurizal, Pak Goris, Pak Bangun Sartono, Pak Badrul Wajdi, Pak Agus Cahyana, Pak Darman,

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ix

Mbak Theresia A Soares, Mbak Lily Maysari Anggraini, Pak Hadi dan Mas Christian AD. Malu rasanya belum banyak manfaat dariku buat kalian, teman-temanku yang baik.

9. Semua angkatan. Terutama adik-adik angkatan yang berkenan membantu penelitian ini. Semoga sukses selalu!

Semoga bermanfaat dan dilanjutkan penelitian berikutnya.

Surakarta, September 2010 Penulis

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN.. ... iii

HALAMAN ABSTRAK ... iv

HALAMAN ABSTRACT ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indeks Bias ... 6

B. Pemantulan dan Pembiasan ... 7

C. Serat Optik ... 10

1. Struktur Serat Optik ... 11

2. Jenis Serat Optik………. 12

a. Serat Optik Bermode Tunggal dengan Sebaran Indeks Bias…... ... 12

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xi

b. Serat Optik Bermode Jamak dengan Sebaran Indeks

Bias… ... 13

c. Serat optik Bermode Jamak dengan nilai Sebaran Indeks Bias (Graded Index). ... 13

3. Karakteristik Transmisi pada Serat Optik……… 14

a. Modus Transmisi…… ... 14

b. Numerical Aperture…… ... 14

4. Perambatan Cahaya………. . 16

5. Perambatan Cahaya dalam Serat optik bermode tunggal 19 6. Rugi-Rugi Daya pada Serat Optik……….. 22

a. Absorbsi ... 23

b. Hamburan Reyleigh ... 23

c. Pemantulan Fresnel ... 24

d. Rugi-Rugi Pembengkokan ... 24

1) Macro Bending/Pembengkokan Makro ... 25

2) Micro Bending/Pembengkokan Mikro ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Alat dan Bahan ... 31

1. Alat ... 31

2. Bahan ... 31

C. Metode Penelitian ... 32

1. Persiapan Alat dan Bahan ... 34

2. Set up alat Tujuh Bengkokan ... 36

a. Penggunaan Laser ... 36

b. Penggunaan Optical Chopper ... 37

c. Penggunaan detektor ... 37

d. Penggunaan oscilloscope... ... 38

3. Pengambilan Data... ... 38

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xii

5. Analisa Data... ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41

1. Hasil pada Oscilloscope ... 43

2. Efek Putaran terhadap Tegangan……… 47

3. Pengolahan Data dari Tegangan Oscilloscope menjadi Bentuk deci-Bell... 49

4. Pengaruh Sudut Putaran terhadap Rugi-rugi Optik... 49

B. Analisis ... 53

1. Pengaruh Pembengkokan terhadap Tegangan... 53

2. Pengaruh Pembengkokan terhadap Rugi-Rugi... 55

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN ...

(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiii LAMPIRAN

LAMPIRAN I : Hasil Pengukuran Beda Potensial terhadap Jumlah Putaran pada Serat Optik Bermode Jamak untuk

Tujuh Bengkokan.. ... 61 LAMPIRAN II : Hasil Pengukuran Beda Potensial terhadap Jumlah

Putaran pada Serat Optik Bermode Tunggal untuk

Tujuh Bengkokan ... 64 LAMPIRAN III : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Jamak dengan

Diameter 4,0 cm ... 67 LAMPIRAN IV : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Jamak dengan

Diameter 3,5 cm ... 69 LAMPIRAN V : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Jamak dengan

Diameter 3,0 cm ... 71 LAMPIRAN VI : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Jamak dengan

Diameter 2,5 cm ... 73 LAMPIRAN VII : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Jamak dengan

Diameter 2,0 cm ... 75 LAMPIRAN VIII : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Jamak dengan

Diameter 1,5 cm ... 77 LAMPIRAN IX : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Jamak dengan

Diameter 1,0 cm ... 79 LAMPIRAN X : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Tunggal dengan

Diameter 4,0 cm……… ... 81 LAMPIRAN XI : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Tunggal dengan

Diameter 3,5 cm………. 83

LAMPIRAN XII : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Tunggal dengan

Diameter 3,0 cm………. 85

LAMPIRAN XIII : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Tunggal dengan

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiv

LAMPIRAN XIV : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Tunggal dengan

Diameter 2,0 cm………. 89

LAMPIRAN XV : Hasil Perhitungan Serat Optik Bermode Tunggal dengan

Diameter 1,5 cm………. 91

LAMPIRAN XVI : Hasil Perhitungan Serat OPtik Bermode Tunggal dengan

Diameter 1,0 cm………. 93

LAMPIRAN XVII: Grafik Serat Optik Bermode Jamak dibending dengan

1 sampai 5 putaran……… 95

LAMPIRAN XVIII:Grafik Serat Optik Bermode Tunggal dibending dengan

1 sampai 5 putaran……… 96

LAMPIRAN XIX : Grafik Serat Optik Bermode Jamak dibending dengan sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

4,0 cm………… ... 97 LAMPIRAN XX : Grafik Serat Optik Bermode Jamak dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

3,5 cm………… ... 98 LAMPIRAN XXI : Grafik Serat Optik Bermode Jamak dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

3,0 cm………… ... 99 LAMPIRAN XXII: Grafik Serat Optik Bermode Jamak dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

2,5 cm………… ... 100 LAMPIRAN XXIII: Grafik Serat Optik Bermode Jamak dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

2,0 cm ... 101 LAMPIRAN XXIV: Grafik Serat Optik Bermode Jamak dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

1,5 cm………… ... 102 LAMPIRAN XXV : Grafik Serart Optik Bermode Jamak dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xv

LAMPIRAN XXVI: Grafik Serat Optik Bermode Tunggal dibending dengan sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

4,0 cm………… ... 104 LAMPIRAN XXVII: Grafik Serat Optik Bermode Tunggal dibending dengan

sudut putan 0o sampai 720o pada diameter bending

3,5 cm………… ... 105 LAMPIRAN XXVIII: Grafik Serat Optik Bermode Tunggal dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

3,0 cm………… ... 106 LAMPIRAN XXIX: Grafik Serat Optik Bermode Tunggal dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

2,5 cm………… ... 107 LAMPIRAN XXX : Grafik Serat Optik Bermode Tunggal dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

2,0 cm………… ... 108 LAMPIRAN XXXI: Grafik Serat Optik Bermode Tunggal dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

1,5 cm………… ... 109 LAMPIRAN XXXII: Grafik Serat OPtik Bermode Tunggal dibending dengan

sudut putar 0o sampai 720o pada diameter bending

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Numerical Aperture (NA) pada serat optik bermode jamak.. 15 Tabel 4.1.a. Hubungan antara diameter bending terhadap jumlah putaran

Pada serat optik bermode jamak dengan variasi diameter

untuk 1 Sampai 5 putaran………... 46

Tabel 4.1.b. Hubungan antara diameter bending terhadap jumlah putaran Pada serat optik bermode tunggal dengan variasi diameter

(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xvii

DAFTAR GAMBAR

Hal Gmb 1.1. Grafik intensitas keluaran pada bengkokan serat optik

smf-28 dengan TLS (Alim S, 2006)...

2 Gmb 1.2. Grafik rugi-rugi bengkokan serat optik smf-28 (Alim

S, 2006)………..… 3

Gmb 2.1. Pembiasan dan Pemantulan cahaya pada bidang batas

antara dua medium optik……… 7

Gmb 2.2. Sinar datang dari medium lebih rapat (kaca) menuju

medium kurang rapat (air)... 8 Gmb 2.3. Gambar pergeseran fase dari komponen pemantulan

gelombang normal (dN) dan gelombang paralel (sejajar) (dr) terhadap bidang batas untuk perambatan cahaya dari kaca menuju air (n=1,5 dan fC = 52o) dengan interval nilai sudut dari nol sampai p/2 - fC

saat fC = 90o)... 9 Gmb 2.4. Bagian-bagian serat optik………... 11 Gmb 2.5. Serat optik bermode tunggal dengan sebaran indeks

bias.……….……… 12

Gmb 2.6. Serat optik bermode jamak dengan sebaran indeks

bias……….. 12

Gmb 2.7. Serat optik bermode jamak dengan sebaran nilai

indeks bias (graded index)………. 13

Gmb 2.8. Sudut dimana sinar dapat diterima oleh serat optik….. 14 Gmb 2.9. Gelombang cahaya merambat sepanjang pandu

gelombang serat optik, perubahan fase dihasilkan oleh keduanya setelah melalui médium serat dan terpantul

didalamnya………. 16

Gmb 2.10. Distribusi medan listrik untuk beberapa jenis urutan

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xviii

pandugelombang……….……… …

Gmb 2.11. Distribusi cahaya dalam serat optik bermode tunggal pada sembarang panjang gelombang. Untuk distribusi Gaussan, MFD dinyatakan dengn 1/r2 terhadap energi

optik... 19 Gmb 2.12. Dua polarisasi pada mode HE11 pada serat optik

bermode tunggal...…... 20 Gmb 2.13. Atenuasi serat optik terhadap fungsi panjang

gelombang dihasilkan 0,5 dB/km pada 1300 nm dan 0,3 dB/km pada 1550 nm untuk jenis serat optik mode tunggal. Pada serat optik ini terjadi puncak atenuasi diantara panjang gelombang 1400 nm yang

diakibatkan dari penyerapan molekul air... 22 Gmb 2.14. Pembelokan sinar di dalam inti serat optik dengan

variasi sudut sinar datang... 24 Gmb 2.15. Sketsa dasr kurva pandu gelombang optik………. 25 Gmb 2.16. Peristiwa rugi-rugi akibat pembengkokan mikro……... 26 Gmb 2.17. Eksperimen rugi-rugi daya serat optik pada bebeerapa

persamaan da percobaan sebagai fungsi dari jari-jari

pembengkokan……… 27

Gmb 2.18. Eksperimen rugi-rugi daya serat optik beberapa panjang gelombang sebagai fungsi dari jari-jari

pembengkokan…..…………... 29 Gmb 3.1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

karakteristik rugi-rugi serat optik akibat

pembengkokan makro dengan model pelilitan... 31 Gmb 3.2. Skema pembengkokan serat optik dari sumber dan

diterima detector………. 32

Gmb 3.3. Skema penelitian kajian rugi-rugi macro bending fiber

(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xix

Gmb 3.4.a. Silinder tak bercelah………... 34

Gmb 3.4.b . Silinder bercelah………... 34

Gmb 3.5. Skema pembendingan serat optik (a) silinder tanpa celah (b) silinder bercelah... 34

Gmb 3.6. Laser klasse-2 DIN 58126... 35

Gmb 3.7.a. Pengatur frekuensi... 36

Gmb 3.7.b Optical chopper... 36

Gmb 3.8. Oscilloscope Yokagawa DL 1520... 37

Gmb 4.1. Skema pembendingan serat optik secara lengkap…... 42

Gmb 4.2. Grafik tegangan sumber sinyal setelah dicacah dengan optical chopper………... 42

Gmb 4.3. Grafik tegangan sumber sinyal yang tidak dilewatkan pencacah... 43

Gmb 4.4. Tegangan oleh pembengkokan dengan diameter pembengkokan serat optik 4,0 cm...………... 44

Gmb 4.5. Tegangan oleh pembengkok sinar laser tidak pas pada intinya...………... 44

Gmb 4.6.a. Grafik hubungan rugi-rugi (atenuasi) pada serat optik multi mode dengan pembengkokan (bending) terhadap variasi jumlah putaran (1 sampai 5) putaran)... 47

Gmb 4.6.b . Grafik hubungan rugi-rugi (atenuasi) pada serat optik single mode dengan pembengkokan (bending) terhadap variasi jumlah putaran (1 sampai 5 putaran)... 48

Gmb 4.7.a. Grafik hubungan rugi-rugi (atenuasi) pada serat optik multi mode dengan pembengkokan (bending) terhadap variasi sudut putaran (0o sampai dengan 360o)……….. 49

Gmb 4.7.b . Grafik hubungan rugi-rugi (atenuasi) pada serat optik multi mode dengan pembengkokan (bending) terhadap variasi sudut putaran (360o sampai dengan 720o... 50 Gmb 4.8.a. . Grafik hubungan rugi-rugi (atenuasi) pada serat optik 51

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xx

single mode dengan pembengkokan (bending)

terhadap variasi sudut putaran (0o sampai dengan 360o) Gmb 4.8.a. Grafik hubungan rugi-rugi (atenuasi) pada serat optik

single mode dengan pembengkokan (bending)

terhadap variasi sudut putaran (360o sampai dengan

720o)... 51 Gmb 4.9. Sinar yang tidak dapat masuk ke dalam inti serat optik

(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1 ABSTRAK

Harsono, S910209007. 2010. “Rugi-rugi pada Serat Optik Bermode Tunggal dan

Jamak dengan Sebaran Indeks Bias Undakan Akibat Pelilitan pada Silinder secara Malar.

Pembimbing I : Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D. Pembimbing II : Drs. Cari, M.A., Ph.D. Tesis : Program Studi Ilmu Fisika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan yang dicapai dalam penelitian yaitu : 1) dapat membuat set up alat yang dapat digunakan untuk mencari nilai rugi-rugi akibat pembengkokan yang dikonversi dengan sudut

putar dari 0o sampai dengan 720o dan jumlah putaran ( 1 sampai dengan 5 putaran). 2)

mengetahui pengaruh diameter bengkokan 4,0 cm, 3,5 cm, 3,0 cm, 2,5 cm, 2,0 cm, 1,5 cm dan 1,0 cm pada fiber optik Multi Mode Fiber dan Single Mode Fiber terhadap nilai rugi-rugi dengan

panjang gelombang 632,8 nanometer dan sumber cahaya dari laser He-Ne. 3) mengetahui

perbedaan rugi-rugi (atenuasi) karena variasi diameter tujuh bengkokan sudut putar antara 0o

sampai dengan 720o dengan menggunakan sumber cahaya dari laser He-Ne yang memiliki

panjang gelombang 632,8 nm.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Februari 2010. Alat dan bahan yang digunakan sebagian besar telah disediakan di laboratorium optik jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) UNS seperti Laser Klasse-2 DIN 58126, menghasilkan pancaran sinar dengan panjang gelombang 632,8 nm berwarna merah,

Oscilloscop Yokogawa DL 1520, optical Chopper 3501, Detektor, serat optik (Multimode dan Singlemode). Prinsip kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan

pembengkokan serat optik yang terbuat dari gelas dengan diameter bengkokan 4,0 cm, 3,5 cm, 3,0 cm, 2,5 cm, 2,0 cm, 1,5 cm dan 1,0 cm. Alat bengkokan digunakan dari pipa paralon dan pipa aluminium yang mudah diperoleh dan cenderung silindernya rata. Sedangkan sumber cahaya digunakan sinar laser He Ne dengan panang gelombang 632,8 nm menggunakan sumber energi listrik 220 volt. Alat pembengkok dirancang agar dapat dilakukan proses pembengkokan

melalui perubahan besarnya sudut putar mulai 0o sampai dengan 720o dan selama proses

perubahan sudut tersebut diharapkan serat optik tidak mengalami pengenduran dalam lilitannya. Setelah dilakukan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut : 1) multi mode fiber lebih mudah dalam perambatan sinar laser dibandingkan dengan menggunakan serat optik single mode

fiber. 2) semakin kecil diameter pembengkokan menimbulkan rugi-rugi yang makin besar. 3)

semakin besar nilai sudut putar akan menimbulkan rugi-rugi yang makin besar pula. 4) makin besar jumlah putaran, maka rugi-rugi yang makin besar.

Kata kunci : serat optik bermode tunggal dengan sebaran indeks bias, serat optik bermode jamak dengan sebaran indeks bias, diameter pembengkok, lilitan, rugi-rugi atenuasi

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

ABSTRACT

Harsono, S910209007. 2010. “The attenuation of single mode fiber step index and

multi mode step index were to result by the diameter bending with difference of many coil and turning angle. The first Commission of Supervision : Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D. The second

supervision is Drs. Cari, M.A., Ph.D. Thesis: Science Physics Program, Postgraduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.

This study is aimed to comprehend : 1) can to fabricated of many set up instrument for used looking for value attenuation to result by turning angle from 0o to 720o and many coil ( 1 to 5 coil). 2) to influence diameter bending 4,0 cm, 3,5 cm, 3,0 cm, 2,5 cm, 2,0 cm, 1,5 cm, and 1,0 cm for multi mode fiber and single mode fiber concerning to the attenuation value with wavelength 632,8 nanometer and used light resources laser He-Ne. 3) To know difference the attenuation by result of variation seven bending diameter used light resources laser He-Ne it have wavelength 632,8 nanometer.

The research was carried from October 2009 to February 2010. The material and instrument used to prepare in optic laboratory physics majors the Mathematics and Science Program of Sebelas Maret University for example laser klasse-2 DIN 58126, to produce red light wavelength 632,8 nanometer, Oscilloscope Yokogawa DL 1520, optical chopper 3501, detector, fiber optic (multimode and single mode). The principle of working research was bending glass fiber optic with diameter bending 4,0 cm, 3,5 cm, 3,0 cm, 2,5 cm, 2,0 cm, 1,5 cm and 1,0 cm. The material diameter bending is used from paralon and aluminum tube. The light resources used laser He-Ne with wave length 632,8 nm and electrical power 220 volt. The bending instruments for used simple make difference turning angle from 0o to 720o as long as to process of change angle hoped no happen slacken in the coil.

The product of research was : 1) multi mode fiber optic step index more simple to light propagation laser than single mode fiber optic step index. 2) more and more small of diameter bending to result bigger value attenuation. 3) more and more bigger value turning angle to the result value more bigger. 4) more and more bigger coil to result value bigger attenuation.

Keywords : fiber optic single mode step index, multi mode step index, bending diameter, coil, attenuation loss.

(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Sinyal cahaya yang biasa ditransmisikan adalah laser, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit. Cahaya dalam serat optik sulit keluar karena dalam serat optik mengalami pemantulan sempurna. Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat baik digunakan sebagai saluran komunikasi. Komponen dari serat optik terdiri dari 2 bagian pokok, yaitu cladding dan core. Core adalah inti, sedangkan cladding adalah selubung dari core. Cladding mempunyai indeks bias lebih rendah dari pada core. Struktur demikian memungkinkan terjadinya fenomena pemantulan sempurna. Selisih indeks bias antara core dan cladding akan menentukan besarnya jari-jari minimum fiber optik boleh dibengkokkan tanpa menimbulkan rugi-rugi (Farrel; 2002).

Hal yang berpengaruh dalam transmisi sinyal pada serat optik adalah sifat bahan serat optik tersebut. Sifat yang dimaksud meliputi proses pemantulan dan pembiasan sinyal di dalam serat optik tergantung pada indeks bias bahan yang dipakai dalam serat optik tersebut. Selain sifat bahan, redaman/attenuasi menjadi masalah tersendiri dalam penyaluran sinyal. Di antara bentuk redaman yang sering terjadi ketika proses instalasi kabel/kontruksi kabel adalah pembengkokan/bending. Tidak semua pembengkokan menyebabkan terjadinya redaman. Serat optik mengalami redaman/rugi-rugi sinyal ketika dibengkokkan pada jari-jari tertentu. Sinyal yang teredam di tengah perjalanan menuju receiver menyebabkan penurunan kualitas sinyal yang diterima oleh konsumen ketika menggunakan jasa.

Penerapan ini memanfaatkan fakta terjadinya kenaikan rugi-rugi di dalam serat optik yang dibengkokkan. Sinyal gelombang elektromagnetik dibangkitkan dari sumber yang biasanya berupa laser dilewatkan melalui serat optik menuju receiver. Gangguan berupa pembengkokan yang terjadi di tengah perjalanannya menuju

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Rugi-rugi akibat pembengkokan pada fiber optik dibedakan menjadi dua macam yaitu, macro bending (pembengkokan makro) dan micro bending (pembengkokan mikro). Rugi-rugi karena pembengkokan makro terjadi bila sinar atau cahaya melalui fiber optik yang dibengkokkan dengan jari-jari lebih lebar dibandingkan dengan diameter serart optik. Sedangkan pembengkokan mikro terjadi karena ketidakrataan pada permukaan batas antara inti dan selubung secara acak pada serat optik. Nilai rugi-rugi untuk tiap serat optik adalah khas, nilai rugi-rugi ini dipengaruhi oleh selisih indeks bias antara core dan cladding (Gerd; 2000).

Berdasarkan hasil penelitian bengkokan serat optik smf-28 untuk panjang 3 meter diperoleh grafik seperti gambar 1.1. :

0 10 20 30 40 50 60 70 0 100 200 300 400 smf-28 In te n s it a s B e n g k o k a n ( m ik ro w a tt ) Jari-jari (mm)

Gambar 1.1. grafik intensitas keluaran pada bengkokan serat optik smf-28 dengan sumber TLS (Alim S,. 2006)

Serta grafik hubungan antara rugi-rugi bengkokan (dB) terhadap jari-jari (mm) diperoleh seperti terlihat gambar 1.2. :

0 10 20 30 40 50 60 70 3 6 9 12 15 18 21 smf-28 R u g i-ru g i B e n g k o k a n ( d B ) Jari-jari (mm)

(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Alim melakukan pelilitan serat optik dengan satu lingkaran penuh, ternyata menghasilkan nilai rugi-rugi (atenuasi) pada jari-jari pembengkokan 5 mm selanjutnya secara berangsur serat optik diberikan pembengkokan jari-jari sampai 65 mm. Atenuasi terlihat sangat jelas pada pembengkokan antara jari-jari 5 mm sampai 10 mm.

Pembengkokan dilakukan dengan tujuh mode ukuran yang merupakan alternatif yang memungkinkan timbulnya perbedaan nilai intensitas energi sinar laser yang berasal dari sumber terhadap intensitas energi setelah dikenai pembengkokan makro. Selanjutnya atas pertimbangan pembengkokan serat optik mendekati jari-jari kritis, maka ukuran bengkokan yang menimbulkan perbedaan dengan interval harga 0,5 cm dari ukuran terbesar 4,0 cm sampai terkecil 1,0 cm. Berdasarkan perbedaan diameter ukuran pembending tersebut, maka serat optik yang dililitkan pada masing-masing ukuran dikenai pembendingan dengan sudut putar dari 10o sampai 720o dan setiap interval 10o dilakukan pengukuran beda potensial yang terbaca oleh

oscilloscope.

B. Perumusan masalah

Selanjutnya peneliti mencoba untuk melakukan pembengkokan makro terhadap serat optik bermode jamak dan bermode tunggal dengan sebaran indeks bias undakan dengan perubahan jumlah lilitan dan sudut putar untuk variasi diameter pembengkok yang disusun dengan perumusan sebagai berikut :

1. Apakah besarnya diameter pembengkok serat optik bermode jamak dan bermode tunggal mempengaruhi nilai rugi-rugi (atenuasi) energi sinar laser ? 2. Apakah banyaknya lilitan serat optik bermode jamak dan bermode tunggal akan

menimbulkan rugi-rugi (atenuasi) energi pancar sinar laser untuk beberapa variasi diameter pembengkok ?

3. Apakah besarnya sudut pelilitan serat optik bermode jamak dan bermode tunggal akan menimbulkan rugi-rugi (atenuasi) energi pancar sinar laser untuk beberapa variasi diameter pembengkok ?

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

4. Apakah terdapat perbedaan nilai rugi-rugi (atenuasi) energi sinar laser antara serat optik bermode jamak dan bermode tunggal untuk variasi diameter pembengkok, banyaknya lilitan dan besarnya sudut putar ?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan batasan masalah sebagai berikut:

1. Serat optik yang digunakan adalah jenis serat optik bermode tunggal corning

smf-28E dengan sebaran indeks bias undakan dan serat optik bermode jamak inficor-300 dengan sebaran indeks bias dari instrument serat optik.

2. Pembengkokan makro dilakukan dengan model tujuh diameter, yaitu : 4,0 cm, 3,5 cm, 3,0 cm, 2,5 cm, 2,0 cm, 1,5 cm dan 1,0 cm. Bahan pembengkok terbuat dari paralon, aluminium dan kertas karton tebal.

3. Jumlah lilitan untuk setiap ukuran diameter pembengkok dilakukan sebanyak lima lilitan dengan tidak menimbulkan perubahan posisi kedua ujung serat optik. 4. Besarnya sudut putar diatur dengan interval 10o dari posisi serat optik dalam

keadaan lurus sampai pada sudut putar 720o.

5. Sinar laser yang ditransmisikan dalam serat optik adalah sinar dengan panjang gelombang 632,8 nanometer dari laser He-Ne.

6. Frekuensi putaran optical chopper digunakan untuk setiap kali penelitian adalah 99,00 Hz.

D. Tujuan Penelitian

Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan rumusan masalah dapat diselesaikan, sehingga sistematika tujuan penelitian disusun sebagai berikut :

1. Menentukan nilai rugi-rugi (atenuasi) energi sinar laser untuk variasi diameter pembengkok serat optik bermode jamak dan bermode tunggal.

2. Menentukan nilai rugi-rugi (atenuasi) energi sinar laser untuk variasi banyaknya lilitan serat optik bermode jamak dan bermode tunggal.

3. Menentukan nilai rugi-rugi (atenuasi) energi sinar laser untuk variasi besarnya sudut putar serat optik bermode jamak dan bermode tunggal.

(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

4. Menentukan nilai rugi-rugi (atenuasi) energi sinar laser untuk serat optik bermode jamak dengan bermode tunggal dalam variasi diameter, banyaknya lilitan dan besarnya sudut putar.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah informasi dan wawasan tentang set up alat tujuh bengkokan, yang

dibuat dengan menggunakan kertas karton, pipa paralon, dan atau pipa silinder aluminium.

2. Mengetahui karakteristik nilai rugi-rugi pada serat optik bermode jamak dan bermode tunggal menggunakan set up alat tujuh bengkokan, dengan variasi jari-jari bengkokan 4,0 cm, 3,5 cm, 3,0 cm, 2,5 cm, 2,0 cm. 1,5 cm dan 1,0 cm menggunakan sumber sinar laser yang berisi gas helium dan neon (Laser He-Ne) dengan warna merah dan panjang gelombang 632,8 nm.

3. Mengetahui proses pentransmisian sinar laser dan perbedaan nilai beda potensial output terhadap beda potensial inputnya yang mengalami pengurangan akibat pembengkokan dengan variasi diameter dan variasi sudut putar dari 0o sampai dengan 720o atau jumlah lilitan/putaran.

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indeks Bias

Perambatan cahaya dalam ruang hampa udara memiliki laju kecepatan c kemudian setelah memasuki medium tertentu akan berubah kecepatannya menjadi v. Ketika cahaya merambat di dalam suatu bahan, kecepatannya akan turun sebesar suatu faktor yang ditentukan oleh karakteristik bahan yang dinamakan indeks bias (n). Indeks bias merupakan perbandingan (rasio) antara kecepatan cahaya di ruang hampa terhadap kecepatan cahaya di dalam bahan seperti dinyatakan oleh :

 = Ê (2.1)

Indeks bias suatu bahan optik besarnya tergantung pada panjang gelombang. Fenomena bagian ini seperti ditunjukkan pada pembiasan pada prisma. Jika gelombang datar merambat dalam medium sama akan menghasilkan indeks bias

n(l). Konstanta perambatan untuk gelombang ini dinyatakan dengan persamaan :

= Ê (2.2)

Turunan konstanta perambatan terhadap w dinyatakan sebagai berikut : Ţ

Ţ = Ê  +

Ţ

Ţ (2.3)

Jika pada umumnya variasi indeks bias dipengaruhi panjang gelombang, maka dapat dikembangkan hubungan n pada lo dari pada w, lo merupakan panjang gelombang yang dihasilkan pada ruang hampa udara.

l = (2.4) Selanjutnya diperoleh : Ţ Ţ = Ţ Ţl Ţl Ţ = Ţ Ţl ƴÊ (2.5)

(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 7 Ţ Ţ = Ê  − l Ţ Ţl (2.6)

c merupakan kecepatan rambat gelombang cahaya dalam ruang hampa dan n adalah

indeks bias bahan (Lee, 1986).

Hubungan antara panjang gelombang dalam ruang hampa (l), panjang gelombang dalam medium tertentu (lm), dan frekuensi gelombang memiliki harga yang konstan yaitu f dapat dinyatakan dengan :

l= gÊ (2.7) l= g (2.8) lm = l  (2.9)

l panjang gelombang sinar dalam ruang hampa, lm panjnag gelombang sinar yang masuk dalam medium tertentu, dan n indeks bias medium yang digunakan dalam perambatan sinar.

B. Pemantulan dan Pembiasan

Bila seberkas cahaya datang dari medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat maka cahaya akan mengalami dua kemungkinan pemantulan dan atau pembiasan (gambar 2.1). Pemantulan cahaya terjadi apabila suatu sinar mengenai batas antara dua médium kemudian sinar dipantulkan pada médium yang sama. Sinar yang mengenai permukaan bidang pantul yang datar akan menghasilkan sudut pantul yang sama besar dengan sudut datangnya. Sinar akan dibiaskan melalui bidang batas antara dua médium, apabila sinar mengenai médium yang berbeda dan diteruskan ke dalam medium yang berbeda tersebut dengan sudut yang proporsional terhadap besarnya indeks bias medium yang dilaluinya. Jika medium yang dilalui sinar lebih renggang maka sinar akan menjauhi garis normal bidang batas. Tetapi jika sinar

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

masuk pada medium yang lebih rapat terhadap medium semula, maka sinar yang dibiaskan akan mendekati garis normal bidang (Pedrotti, 1993).

2 2 1

1Sinf n Sinf

n = (2.10)

Dengan n adalah 1 Indeks bias medium 1, n2 adalah Indeks bias

medium 2, ∅1 adalah sudut antara sinar datang dan garis normal, ∅2 adalah sudut antara sinar bias dan garis normal

Gambar 2.1. Pembiasan dan pemantulan cahaya pada bidang batas antara dua medium optik (Keiser, 2000).

Pada Gambar 2.1 dapat dilihat adanya dua medium dengan indeks bias nı dan n2, dimana n1 > n2 (indeks bias medium pertama lebih besar dari indeks bias medium kedua). Sinar datang dari medium pertama berindeks bias nı menuju medium kedua dengan indeks bias n2. Sebagian sinar yang mengenai bidang batas akan mengalami pemantulan dan sebagian yang lain mengalami pembiasan. Sinar datang dipantulkan dengan sudut yang sama besar dengan sudut sinar datang f1 dan

sinar bias dibiaskan menjauhi garis normal dengan sudutf 2 . Pemantulan internal sudut kritis terjadi ketika sinar bias sejajar dengan bidang batas medium f (sudut 2 f2 mencapai 90˚), maka sudut q tersebut dinamakan sudut kritis (1 fC). Pernyataan tersebut dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

n n1> 2 n1 q1 f2 f1 n2 Sinar di biaskan menjauhi garis normal Garis Normal normal Batas medium

(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

sin ∅ =  (2.11)

Sinar datang dari médium  lebih rapat (kaca) menuju ke médium  kurang rapat (air) akan menghasilkan tiga bentukan sinar yang diteruskan seperti tergambar berikut.

Gambar 2.2. Sinar datang dari medium lebih rapat (kaca) menuju medium kurang rapat (air).

(a) Sudut datang lebih kecil dari sudut kritis, maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal

(b) Sinar datang sama dengan sudut kritis, maka sinar akan dibiaskan sejajar bidang batas

(c) Sinar datang lebih besar dari sudut kritis, maka sinar akan dipantulkan sempurna

Pada saat cahaya mengalami pemantulan total, maka akan terjadi pergeseran fase (d). Pergeseran fase ini tergantung pada sudut datang (f1) yang dinyatakan dengan persamaan :

∅ < ƴ− ∅ (2.12)

Perhitungan nilai pergeseran fase dari komponen pemantulan gelombang normal (dN) dan gelombang paralel (dP) dinyatakan dengan persamaan :

=  Ê2ú ∅ ú ∅ (2.13) =   Ê2ú ∅ú ∅ (2.14) ∅   ( ) ( ) ∅ > ∅Ê ∅   ∅ < ∅Ê ∅ ( ) ∅   ∅ = ∅Ê

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Untuk n = 

 , perbandingan kedua nilai medium hantar cahaya.

Gambar 2.3. Gambar pergeseran fase dari komponen pemantulan gelombang normal (dN) dan gelombang paralel (sejajar) (dP) terhadap bidang batas untuk

perambatan cahaya dari kaca menuju ke air (n = 1,5 dan fC = 52 o

) dengan interval nilai sudut dari nol sampai : ∅ saat fC = 90o.

Prinsip dasar optik ini sekarang digunakan untuk menggambarkan besarnya daya optik yang ditransmisikan sepanjang serat optik (Keiser, 2000).

Konsep utama dari struktur pemandu gelombang optik (optic wave guide) adalah suatu medium dari bahan material dielektrik dengan indeks bias tertentu berupa lempengan atau potongan atau silinder yang dilapisi dengan medium dielektrik yang indeks biasnya lebih rendah sebagai saluran cahaya yang memandu cahaya internal total yang berulang-ulang pada bidang batas sehingga cahaya tetap dalam medium yang memiliki indeks bias lebih besar (Saleh; 1991).

C. Serat Optik

Penelitian dan perkembangan dalam teknologi terpadu optik seperti yang terlihat saat ini tidak dapat dilepaskan adanya terobosan teknologi dalam produksi

P er g es er a n f a se ( d er a ja d ) f1 (derajad)

(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

serat optik dari yang semula memiliki rugi-rugi tinggi menjadi seperti sekarang yang memiliki rugi-rugi terhadap intensitasnya relatif rendah. Penurunan kerugian inilah menjadi daya tarik yang besar untuk digunakan dalam transmisi sistem komunikasi.

Keunggulan serat optik sebagai media transmisi terutama mampu meningkatkan pelayanan sistem komunikasi data, seperti peningkatan jumlah kanal yang tersedia, kemampuan mentransfer data dengan kecepatan mega bit /second, terjaminnya kerahasiaan data yang dikirimkan sehingga pembicaraan tidak dapat mengalami perkembangan yang sangat begitu pesat disadap, tidak terganggu oleh gelombang elektromagnetik, petir atau cuaca

Ukuran yang kecil dan bobot cahaya pada serat optik juga membuat hal itu yang sangat diinginkan untuk menggantikan jaringan dengan kawat secara konvensional di udara karena jaringan di udara memerlukan biaya yang sangat besar. Serat optik dapat juga digunakan untuk menggantikan kawat logam dalam jaringan dibawah tanah maupun di dalam bangunan-bangunan, perkembangan yang telah digunakan untuk telepon dan sistem komunikasi data ( Lee, 1986).

Serat optik adalah suatu dielektrik waveguide yang beroperasi pada frekuensi optik atau cahaya. Serat optik berbentuk silinder yang panjang terbuat dari kaca atau plastik dan menyalurkan energi gelombang elektromagnetik dalam bentuk cahaya di dalam permukaannya dan mengarahkan cahaya pada sumbu aksisnya. Hal-hal yang mempengaruhi transmisi energi gelombang yang melaluinya seperti laser atau gelombang cahaya lainnya dengan waveguide ditentukan oleh sifat bahan dan bentuk geometrinya, yang merupakan faktor penting dalam penyaluran suatu sinyal sepanjang serat optik (Lee, 1986).

1. Struktur Serat Optik

Stuktur serat optik biasanya terdiri atas 3 bagian, yaitu inti (core), selubung atau selimut (cladding), dan jaket pengaman (coating). Masing-masing bagian akan dijabarkan seperti berikut dan gambar/ struktur skemanya bagian-bagiannya dapat dilihat pada gambar 2.4. yaitu :

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Gambar 2.4. Bagian-bagian serat optik (Farrel, 2002)

a. Inti (core) adalah bagian terdalam serat optik merupakan lapisan dielektrikum mempunyai diameter yang bervariasi antara 5 – 50 mm tergantung jenis serat optiknya.

b. Selimut/selubung (cladding) adalah bagian terluar serat yang berfungsi mempertahankan gelombang tetap di dalam inti, mempunyai indeks bias lebih kecil dibanding dengan bagian inti.

c. Jaket (coating/buffer) adalah pelindung lapisan inti dan selimut yang terbuat dari bahan plastik atau nilon (Saleh, 1991).

2. Jenis Serat Optik

Jenis-jenis serat optik ada 3, yaitu serat optik bermode tunggal dengan sebaran indeks bias, serat optik bermode jamak dengan sebaran indeks bias, serat optik bermode jamak dengan nilai sebaran (multi mode fiber gradded index).

a. Serat optik bermode tunggal dengan sebaran indeks bias

Serat optik bermode tunggal dengan sebaran indeks bias umumnya terbuat dari bahan gelas silika (SiO2). Ukuran core atau intinya adalah 8 - 12 mm sedangkan diameter cladding-nya 125 mm (Gambar 2.5). Dalam fiber jenis ini hanya satu berkas cahaya (satu mode) yang dapat melaluinya (Saleh; 1991).

Gambar 2.5. Serat optik bermode tunggal dengan sebaran indeks bias (Keiser; 2000) coating cladding core 8-12 mm 125 mm nc nc nf

(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

b. Serat optik bermode jamak dengan sebaran indeks bias

Serat optik bermode jamak dengan sebaran indeks bias terbuat dari bahan gelas silica (SiO2). Ukuran intinya 50 - 200 mm, diameter selubungnya 125 - 400mm (Gambar 2.6). Diameter core lebih besar dari serat optik bermode tunggal sehingga banyak mode yang dapat melaluinya.

Jenis serat ini disebut serat optik bermode jamak karena cahaya yang merambat dari satu ujung ke ujung lainnya, terjadi dengan melalui beberapa lintasan cahaya. Diameter inti (core) sebesar 50 mm - 200 mm dan diameter selubung (cladding) 125 mm - 400 mm.

c. Serat optik bermode jamak dengan nilai sebaran indeks bias (gradded index) Serat optik bermode jamak dengan sebaran nilai indeks bias (graded index) biasanya terbuat dari multi component glass & silica glass tapi dapat juga terbuat dari bahan lainnya. Ukuran intinya 50 - 100 mm dan diameter selubungnya 125 - 140 mm.

Gambar 2. 7 Serat optik bermode jamak dengan nilai sebaran indeks bias (Saleh; 1991) Gambar 2.6. Serat optik bermode jamak dengan sebaran indeks bias (Saleh ; 1991)

nc nc nf 50-200 mm 125-400 mm 50-100 mm 125-140 m nf n nc

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Serat optik bermode jamak graded index (Gambar 2.7) mempunyai indeks bias yang merupakan fungsi dari jarak terhadap sumbu/poros serat optik. Sehingga sinar akan dibiaskan secara bertingkat-tingkat menjauhi selubung dan mendekati sumbu inti serat optik, dengan demikian cahaya yang menjalar melalui beberapa lintasan pada akhirnya akan sampai pada ujung lainnya pada waktu yang bersamaan.

3. Karakteristik Transmisi pada Serat Optik a. Modus Transmisi

Modus transmisi merupakan pola-pola tertentu yang dibentuk gelombang cahaya dalam metode transmisi yang merambat dalam serat optik. Gelombang cahaya terdiri dari sekumpulan gelombang elektromagnetik (EM) yang energinya merambat tanpa memerlukan medium. Gelombang elektromagnetik memiliki komponen medan listrik dan medan magnet dan masing-masing komponen membentuk pola-pola tertentu dalam serat optik.

Sebuah serat optik yang dapat melewatkan lebih dari satu modus transmisi disebut sebagai serat optik bermode jamak. Sebuah serat optik hanya dapat mengakomodir modus dalam jumlah yang terbatas. Hal ini dikarenakan tiap-tiap modus adalah sepasang pola medan listrik dan medan magnet memiliki ukuran fisik tertentu. Ukuran inti serat optik menentukan seberapa banyak modus yang dapat lewat di dalamnya (Crisp, 2005).

b. Numerical Aperture

Sinar cahaya yang masuk ke dalam inti serat optik membentuk sudut datang tertentu terhadap poros serat optik. Sudut yang menuju ke arah permukaan serat optik

(nudara = 1), tidak semua akan diteruskan. Tetapi ada syarat tertentu agar sinar yang

datang tersebut dapat diteruskan. Gambar 2.8 menunjukkan adanya sudut dimana sinar diterima oleh serat optik yang disebut sebagai Numerical Aperture.

(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Gambar 2.8. Sudut dimana sinar dapat diterima oleh serat optik

Sinar tidak dapat diterima jika melebihi wilayah θmax. Karena sinar yang masuk memiliki sudut datang lebih besar dari θmax sehingga sinar tersebut masuk namun tidak dapat berlanjut dan keluar. Sedangkan semua sinar yang berada di wilayah θmax dapat masuk ke dalam serat optik, dengan batas kritis sejauh θmax.

Sudut kritis ( ) sinar laser yang melalui bagian inti terhadap selubung dinyatakan dengan :

 = Þa  (2.15)

Selanjutnya persamaan sinar masuk dari udara menuju ke serat optik sesuai dengan hukum Snellius :

 sa ƅt =  sa  , n adalah indeks bias udara = 1, n1 adalah indeks bias inti, n2 adalah indeks bias selubung (cladding).

sin ƅt =  sin  =  1 − os

=  1 −  =    =  −  (2.16)

saƅt pada serat optik disebut celah numeris atau numerical aperture (NA), maka NA =  −  .

Perbedaan indeks bias inti-selubung Ê21− Ê tŢ = ∆ =  

 ≈    . Sehingga  ∆=  −  , maka  =  1 − ∆ q max qi

n

udara = 1 3 2 1 cladding cladding core n1 qr (Sudut kritis) 1 2 3 900

1 Cahaya yang diserap ke cladding

2 Cahaya yang masuk dengan

sudut kritis

3 Cahaya yang merambat ke dalam core

q max

qc

Daerah dimana sinar dapat diterima oleh serat optik

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

NA =  −  1 − ∆ =  −  +  2∆ −  ∆

=  2∆ −  ∆ (2.17)

Karena ∆≪ 1, sehingga nilai ∆ harganya semakin sangat kecil, maka dapat diabaikan atau ∆ ≈ 0. Selanjutnya :

NA =  √2∆ (2.18)

Perkiraan nilai pada ruas kanan dipengaruhi oleh nilai ∆, biasanya harga ∆ dipengaruhi oleh jenis serat optiknya. Untuk serat optik bermode jamak nilainya antara 1% sampai 3%, sedangkan serat optik bermode tunggal antara 0,2% sampai 1% (Keiser, 2000).

Tabel 3.1.Numerical aperture (NA) pada serat optik bermode jamak (Keiser, 2000)

Diameter Core (µm) Diameter Cladding (µm) Numerical Aperture (NA) 50.0 125 0.19 - 0.25 62.5 125 0.27 - 0.31 85.0 125 0.25 - 0.30 100 140 0.25 - 0.30 4. Perambatan Cahaya

Perambatan cahaya di dalam serat optik ditunjukkan secara geometris proses pemantulan gelombang cahaya pada permukaan zat antara. Terdapat dua sinar, yaitu sinar 1 dan sinar 2 yang diasosiasikan kedua cahaya adalah identik. Kedua sinar merambat dengan ketentuan sudut datang  <  = ƴ−  .

(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Gambar 2.9. Gelombang cahaya merambat sepanjang pandu gelombang serat optik, perubahan fase dihasilkan oleh keduanya setelah melalui medium serat dan terpantul didalamnya (Keiser, 2000)

Perubahan fase gelombang dihasilkan ketika sinar 1 merambat dari titik A menuju B dikurangi perubahan fase pada sinar 2 diantara titik C dan D harus berbeda karena pelipatan bulat oleh 2p. Perubahan fase dinyatakan dengan lambang ∆.

∆= s =  s=  2 s l (2.19)

k1 = konstanta perambatan dalam medium dengan indeks bias n1, k = k1/n1 konstanta perambatan pada ruang bebas, s = jarak perjalanan gelombang dalam zat.

Perubahan fase gelombang tidak dihasilkan langsung dari perambatan gelombang tetapi diakibatkan pada pemantulan gelombang dari permukaan dielektrikum. Perjalanan sinar dari titik A ke titik B, sinar 1 menghasilkan jarak s1 = d/sinq, karena sinq = d/s1 di dalam zat, dan melalui dua perubahan fase d pada titik pemantulannya. Pada proses perhitungan perubahan fase dimulai dengan menghitung jarak titik A ke D yang dinyatakan dengan persamaan = ⁄tan  − tan . Selanjutnya jarak antara C sampai D dinyatakan dengan s2.

s = cos  = os − sa  / sin  (2.20)

Syarat perambatan gelombang dapat ditulis : ƴ s − s + 2 = 2 0 (2.21) A B C D d n1 n2 n2 q q s1 s2 Sinar2 Sinar1

Fase gelombang turun

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

m = 0, 1, 2, 3, ….. Substitusi dari pernyataan untuk s1 dan s2 ke dalam persamaan (2.20) akan dihasilkan :

ƴ Ţ

ú u−

Ê2ú u ú u Ţ

Ƽōu + 2 = 2 0 (2.22)

Persamaan ini dapat diturunkan menjadi : ƴ Ţú u

+ = 0 (2.23)

Mempertimbangkan komponen normal oleh gelombang listrik pada bidang datar menghasilkan melalui persamaan =  Ê2ú ∅

 ú ∅ , maka pergeseran fase

pantulannya dihasilkan :

= − 2 tan Ê2ú u  Ƽōu (2.24)

Tanda negatif berarti gelombang dalam medium akan mengalami pengurangan atau tidak mengalami penumbuhan gelombang. Substiusi persamaan (2.24) ke dalam persamaan (2.23) menghasilkan bentuk persamaan :

ƴ Ţ Ƽōu

− 0= 2 tan Ê2ú u  Ƽōu (2.25)

atau dapat ditulis menjadi :

tan ƴ Ţú u− ƴƅ =  Ê2ú u  ú u (2.26)

Jadi persamaan ini akan terpenuhi untuk gelombang cahaya yang merambat dengan sudut datang q dalam bahan dielektrikum oleh pandugelombang.

(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Gambar 2.10. Distribusi medan listrik untuk beberapa jenis urutan potongan pandu dalam penampang sejajar pandugelombang (Keiser,2000).

Pada gambar 2.10. Pandu gelombang yang terdiri dari dielektrikum yang

memiliki indeks bias n1 indeks bias core (inti) < n2 indeks bias cladding (selubung).

Bentuk sederhana dari pandu gelombang optik seperti model penguatan gelombang yang dapat merambat tegak dalam serat optik. Kenyataannya bahwa bagian melintang pandu gelombang sejajar sama seperti bagian potongan melintang serat optik sepanjang sumbunya. Pada gambar in ditunjukkan pola beberapa potong perpindahan energi listrik dengan orde lemah (Transverse Electric/TE) yang penyelesaiannya menggunakan persamaan Maxwell untuk pandu gelombang datar. Orde suatu mode sama dengan jumlah pandu melalui medan hampa udara. Persamaan Maxwell mendasari rambatan gelombang dalam serat optik yang membentuk mode naik ataupun turun, selanjutnya penentuan bentuk rambatan

gelombang tersebut dipengaruhi oleh factor b. Suatu mode pandu gelombang

terbentuk memenuhi factor b dengan harga toleransi :

  (2.27)

n1 dan n2 berturut turut adalah indeks bias inti dan selubung, k = 2p/l (Keiser,2000).

5. Perambatan Cahaya dalam Serat optik bermode tunggal

Distribusi secara geometris perambatan cahaya dalam serat optik bermode tunggal lebih baik daripada melalui diameter ini dan numerical aperture (NA), pernyataan ini penting dalam memperkirakan nilai karakterisasi serat optik bermode

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

tunggal ini. Parameter dasar serat optik bermode tunggal disebut mode field diameter (MFD) dilambangkan dengan mode LP01. Mode field diameter (MFD) dapat dianalogikan sebagai inti diameter dalam serat optik bermode jamak, kecuali dalam serat optik bermode tunggal tidak semua perambatan cahaya melalui intinya.

Gambar 2.11. Distribusi cahaya dalam serat optik bermode tunggal pada sembarang panjang gelombang. Untuk distribusi Gaussian, MFD dinyatakan dengan 1/r2 terhadap energi optik

Pertimbangan dasar dalam metode ini adalah melalui pendekatan distribusi kuat medan listrik, selanjutnya dinyatakan dalam persamaan gaussian sebagai berikut.

= bD− ⁄ (2.28)

adalah radius, E0 adalah kuat medan listrik pada pusat jari-jari, W0 adalah lebar dari distribusi kuat medan listrik. Selanjutnya untuk menentukan lebar mode kuat medan (mode field diameter atau MFD) digunakan 2W0 dua kali e-1 radius dalam kuat medan listrik optik besarnya sama dengan e-2 radius tenaga optik. Nilai lebar mode medan (2W0) pada mode LP01 dapat ditentukan dengan persamaan :

2 = 2 11 1 Ţ11 Ţ1 (2.29)

E( r ) menunjukkan distribusi kuat medan listrik pada mode LP01.

E(r) 2a r =0 E0 e-2 E0 Mode Field Diameter 2W0

(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Bentuk mode gelombang yang terpolarisasi di dalam serat optik digambarkan secara melintang terhadap sumbu kartesius, maka arah polarisasi digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.12. Dua polarisasi pada mode HE11 pada serat optik bermode tunggal (Keiser,2000)

Serat optik yang ideal menghasilkan putaran simetri yang sempurna, dua mode mengalami penurunan dengan konstanta perambatan gelombang yang sama (

kx = ky ), dan beberapa tingkatan polarisasi dalam serat optik didorong untuk tidak mengalami perubahan. Pada kenyatannya dalam serat optik terdapat ketidaksempurnaan, seperti faktor tekanan yang tidak simetris, inti yang tidak bulat, dan perbedaan indeks bias. Penyebaran mode dipengaruhi perbedaan kecepatan dan perbedaan indeks bias efektif yang dinyatakan dengan bias ganda (birefringence).

g =  −  (2.30)

Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

=  −  (2.31)

Untuk k0 = 2p/l konstanta perambatan gelombang dalam ruang hampa udara.

Jika perbedaan fase dikalikan dengan 2p, maka mode gelombang akan terjadi perubahan pada polarisasinya awalnya. Panjang denyutan gelombang dinyatakan dengan persamaan (Keiser, 2000)

= 2 ⁄ (2.32)

Y Y

X X

nX

nY

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

6. Rugi-rugi daya pada serat optik

Energi atau daya yang dibawa oleh cahaya akan mengalami pelemahan (rugi-rugi/loss) akibat terjadinya kebocoran atau karena kurangnya kejernihan bahan serat optik. Besaran pelemahan energi sinyal informasi dari fiber optik yang biasa dinyatakan perbandingan antara daya pancaran awal terhadap daya yang diterima dinyatakan dalam deci-Bell (dB) disebabkan oleh 3 faktor utama yaitu absorpsi, hamburan (scattering) dan bending losses. Gelas yang merupakan bahan pembuat fiber optik biasanya terbentuk dari silicon-dioksida (SiO2). Variasi indeks bias diperoleh dengan menambahkan bahan lain seperti oksida titanium, thallium,

germanium atau boron. Dengan susunan bahan yang tepat maka akan didapatkan

atenuasi yang kecil. Atenuasi menyebabkan pelemahan energi sehingga amplitudo gelombang yang sampai pada penerima menjadi lebih kecil dari pada amplitudo yang dikirimkan oleh pemancar (Senior; 1992).

Cahaya yang merambat sepanjang serat optik mengalami penurunan energi secara eksponensial terhadap jaraknya. Jika P(0) adalah tenaga optik awal dalam serat (pada z = 0), selanjutnya P(z) tenaga optik setelah menempuh z, maka selanjutnya dinyatakan dengan rumus :

= (0) (Keiser, 2000) (2.33)

� = Ô ( )( ) (2.34)

αP merupakan koefisien atenuasi satuannya km-1, z adalah panjang lintasan atau ketebalan serat optik yang digunakan untuk perjalanan sinar (gelombang elektromagnetik). Secara ringkas dalam perhitungan atenuasi dalam serat optik dinyatakan dengan decibel per kilometer (dB/km). Parameter secara umum digambarkan rugi-rugi serat optik atau atenuasi serat optik sebagai berikut :

(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Gambar 2.13 Atenuasi serat optik terhadap fungsi panjang gelombang dihasilkan 0,5 dB/km pada 1300 nm dan 0,3 dB/km pada 1550 nm untuk jenis serat optik mode tunggal. Pada serat optik ini terjadi puncak atenuasi diantara panjang gelombang 1400 nm yang diakibatkan dari

penyerapan molekul air (Keiser, 2000)

Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya atenuasi dalam serat optik absorbsi, pancaran Reyleigh, pemantulan Fresnel, rugi-rugi karena pembengkokan. Penjabarkan dari masing-masing adalah sebagai berikut :

a. Absorpsi

Zat pengotor (impurity) apapun yang masih tersisa di dalam bahan inti akan menyerap sebagian dari energi cahaya yang merambat di dalam serat optik. Kontaminan yang menimbulkan efek paling serius adalah ion-ion hidroksil (OH) dan zat-zat logam. Ion-ion hidroksil yang merupakan wujud lain dari air akan menyerap energi gelombang dengan panjang gelombang 1380 nm, sedangkan zat-zat logam akan menyerap energi gelombang dengan berbagai nilai panjang tertentu (Saleh, 1991).

b. Hamburan Rayleigh

Hamburan Rayleigh (Rayleigh scatter) adalah efek terpencarnya cahaya akibat terjadinya perubahan kecil yang bersifat lokal pada indeks bias bahan inti dan

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

bahan mantel. Dikatakan bersifat lokal karena perubahan hanya terjadi di lokasi-lokasi tertentu saja di dalam bahan, dan ukuran daerah yang terkena pengaruh perubahan ini sangat kecil, yaitu kurang dari satu panjang gelombang cahaya.

Terdapat dua hal yang menyebabkan terjadinya fenomena ini, dan keduanya timbul di dalam proses manufaktur. Sebab pertama adalah terdapatnya ketidak merataan di dalam adonan bahan-bahan pembuat serat optik. Ketidakrataan dalam jumlah yang sangat kecil dan bersifat acak mustahil untuk sepenuhnya dihilangkan. Penyebab kedua adalah pergeseran-pergeseran kecil pada kerapatan bahan yang biasanya terjadi saat kaca silika mulai membeku menjadi padat (Saleh, 1991).

c. Pemantulan Fresnel

Ketika sinar cahaya menumbuk sebuah bintik perubahan indeks bias dan terpencar ke segala arah, komponen pencaran yang merambat dengan sudut datang mendekati garis normal (900) akan lewat begitu saja menembus bidang perbatasan. Akan tetapi tidak semua bagian dari cahaya yang datang dengan sudut mendekati garis normal akan menembus bidang perbatasan. Sebagian kecil dari cahaya itu akan terpantul balik di bidang perbatasan.

Efek ini dapat menjadi masalah bagi cahaya yang meninggalkan ujung

output serat optik. Di titik ini, terjadi perubahan seketika dari indeks bias inti ke

indeks bias yang ada di luar serat optik. Efek yang sama juga terjadi pada arah yang berlawanan. Sebagian kecil dari cahaya yang datang dan hendak memasuki serat optik terpantul balik oleh bidang perbatasan udara-inti (John Crisp, 2005).

d. Rugi-Rugi Pembengkokan

Bending yaitu pembengkokan fiber optik yang menyebabkan cahaya yang

merambat pada fiber optik berbelok dari arah transmisi dan hilang. Sebagai contoh, pada fiber optik yang mendapat tekanan cukup keras dapat menyebabkan ukuran diameter fiber optik menjadi berbeda dari diameter semula, sehingga mempengaruhi sifat transmisi cahaya di dalamnya (Farrel; 2002).

(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Rugi-rugi akibat pelengkungan fiber optik dibedakan menjadi dua macam yaitu : 1) Macro bending/pembengkokan makro

Rugi-rugi Macrobending terjadi ketika sinar atau cahaya melalui serat optik yang dilengkungkan dengan jari-jari lebih lebar dibandingkan dengan diameter serat optik sehingga menyebabkan rugi-rugi seperti pada gambar berikut.

Gambar 2.14. Pembelokan sinar di dalam inti serat optik dengan variasi sudut sinar datang (Andre, 2006)

Gambar 2.10. memperlihatkan secara fisis mode gelombang yang merambat pada bengkokan serat optik. Berdasarkan prinsip pemantulan dan pembiasan cahaya, sudut sinar datang yang lebih kecil daripada sudut kritis ( f1 dan f2 < fcritis ), maka mode cahaya tidak dipantulkan secara sempurna melainkan lebih banyak dibiaskan keluar dari inti serat optik. Sedangkan untuk sinar yang membentuk sudut datang lebih besar dari sudut kritis ( f3 ≥ fcritis ), maka sebagian besar mode cahaya akan dipantulkan kembali masuk ke dalam selubung seperti halnya prinsip pemantulan total. Kondisi ini mengakibatkan perubahan moda. Jumlah radiasi optik dari lengkungan serat tergantung kekuatan medan dan kelengkungan jari-jari R (Andre,2006). f1 f2 f3 Cladding Core R

(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Gambar 2.15. Sketsa dasar kurva pandu gelombang optik (Keiser, 2000)

Pada gambar 2.15 menunjukkan serat optik yang dibengkokan dengan kelengkungan R, medan akan mengikuti sepanjang kelengkungan dalam inti serat

optik tersebut yang mengakibatkan terbentuk mode paling rendah. Pada jarak kritis xc

dari pusat kelengkungan serat optik, gelombang memiliki kecepatan gerak lebih tinggi yang merambat dalam bagian intinya (Keiser, 2000)

Untuk memperkecil perubahan mode perlu diperhatikan nilai-nilai mode efektif, yaitu nilai dimana cahaya akan tetap dipandu oleh kelengkungan kabel serat optik pada jari-jari a.

gg t  (2.35)



adalah jumlah total mode lengkungan dalam serat lurus, α adalah profil graded indek, ∆ adalah perbedaan indeks bias, R adalah jarak pusat kelengkungan dan

ƴ

l adalah konstanta perambatan gelombang (Keiser, 2000).

Pembengkokan serat optik menimbulkan rugi-rugi perambatan gelombang karena kecepatan cahaya di dalam posisi pembengkokan tersebut mengalami peningkatan dan energi cahaya menyebar dari lintasan perambatannya. Koefisien

Gambar

Tabel 3.1.        Numerical Aperture (NA) pada serat optik bermode jamak..         15    Tabel 4.1.a
Gambar 1.1. grafik intensitas keluaran pada bengkokan serat optik  smf-28 dengan sumber TLS (Alim S,
Gambar 2.1. Pembiasan dan pemantulan cahaya pada bidang batas   antara dua medium optik (Keiser, 2000)
Gambar 2.2.   Sinar datang dari medium lebih rapat (kaca) menuju medium  kurang rapat (air)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demikian untuk diketahui secara luas dan para peserta yang keberatan atas pengumuman pemenang ini diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan, masa sanggah yang diberikan selama

Sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Pemerintah, Departemen Perdagangan dalam tahun 2007 ini juga akan melakukan beberapa program yang dapat meningkatkan iklim usaha dan

Penelitian tentang pengaruh nilai produk dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain Mulyono (2007) yang

Pembangunan berwawasan hak asasi manusia memunculkan suatu koreksi atas hubungan antara hak asasi manusia dengan pembangunan. Di sini, pembangunan dan hak asasi manusia

[r]

Dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan Surat Penetapan Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Perencanaan Pembangunan Gedung Kuliah IAIN Kendari Tahun Anggaran 2017 Nomor : 10/

[r]

3.12 Menjelaskan sudut, jenis sudut, hubungan antar sudut, cara melukis sudut, membagi sudut, dan membagi garis.. 4.12 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan sudut