108 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
1. Berdasarkan teori dan analisis terhadap Putusan Pengadilan Dalam Perkara Merek Yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya menyangkut merek “HONGTASHAN” yang dipermasalahkan oleh Penggugat / Pemohon Kasasi yakni PT Yuxi Hongta Tobacco (Group) Co.,Ltd dan Tergugat / Termohon Kasasi PT PERMONA yang menjadi pembahasan kasus tersebut berdasarkan Putusan di Tingkat Pertama Negeri PENGADILAN NIAGA No.04 / Merek / 2006.PN.NIAGA.JKT maupun PUTUSAN MAHAKAMAH AGUNG No.021 K / N / HaKI / 2006, JC. No: 04 / Merek.2006 / PN.NIAGA.JKT.PST. Maka penulis dapat mengambil kesimpulan mengenai tolak ukur atau batasan sehingga seorang dapat dianggap telah melakukan pelanggaran merek karena mereknya memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik orang lain berdasarkan teory mengenai Sifat Lahiriah, Yurisprudensi dan Doktrin yang ada dari kedua merek tersebut sebagai berikut:
a) Sifat Lahiriah
Berdasarkan sifat lahiriah tersebut, tolak ukur sehingga dapat diketahui suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek orang lain sebagai berikut:
109
(1). Berdasarkan Segi Penulisannya / Ucapannya:
Kedua merek tersebut sama pengucapannya meski memiliki perbedaan dalam penulisan antara Merek Penggugat dan Tergugat yang mana Merek Penggugat adalah “HONGTASHAN” yang tertulis dengan bahasa China dan Logo yang di Indonesia sudah terdaftar di kelas 34 no.IDM000023165 (yang merupakan perpanjangan dari registrasi nomor 382237 atas nama Yu Xi Cigarette Factory dan telah dialihkan ke Penggugat) terdaftar sejak tanggal 1 Desember 1994 sedangkan Merek Tergugat adalah “HONG TASHAN” tidak tertulis dalam huruf China, serta penulisannya terpisah antara Hong dan Tashan dan sudah terdaftar dengan nomor registrasi 439637 dan 514964 atas nama Tergugat pada tanggal 17 Oktober 1992. (2). Berdasarkan Kesan Publik dari segi penampilan secara keseluruhan:
Kedua merek tersebut, antara Merek HONGTASHAN milik Penggugat dan Merek HONG TASHAN milik Tergugat harus dipertimbangkan kesan dari merek tersebut yang tinggal dalam ingatan publik adalah kesan pada keseluruhan dari kedua merek tersebut. Pada waktu menilai apakah terdapat persamaan antara kedua merek tersebut harus dilihat kepada kesan keseluruhannya (totaal indruik) dari merek bersangkutan kepada publik. Kesan keseluruhan ini yang pertama-tama dipentingkan. Hal ini disebabkan detail dari pada merek-merek itu umumnya tidak diingat oleh publik pembeli barang bersangkutan. Pada waktu konsumen membeli barang dengan merek milik Penggugat, biasanya hanya akan teringat pada merek
110
bersangkutan dalam garis-garis besarnya saja. Biasanya konsumen tidak akan terlalu memperhatikan yang menjadi pembedanya. Hal ini sangat mungkin dapat terjadi karena begitu banyaknya merek-merek dalam praktek perdagangan sehari-hari.
Untuk melihat kesan keseluruhan atas merek-merek tersebut, selain memperhatikan hal-hal sebagaimana telah diuraikan di atas, maka untuk memperkuat pertimbangannya, Majelis hakim perlu juga memperhatikan persamaan gambar, susunan atau penempatan, komposisi, maupun warna-warna dari kedua merek tersebut.
b) Yurisprudensi dan Doktrin.
Mengenai faktor-faktor yang menurut doktrin dan yurisprudensi dapat dijadikan tolak ukur (baik secara alternative maupun secara keseluruhan) bahan pertimbangan dalam menentukan adanya persamaan pada pokoknya dalam perkara merek “HONGTASHAN” tersebut berdasarkan hal-hal sebagai berikut; (1). Kekuatan suatu merek;
yaitu suatu merek apakah memiliki kekuatan khayal (fanciful atau arbitrary) dan sugestif sehingga memiliki kekuatan yang memungkinkan untuk mendapat perlindungan hukum atau hanya bersifat deskriptif yang hanya memberikan gambaran dari produknya dan baru memiliki kekuatan untuk dapat dilindungi apabila telah memiliki arti tambahan, atau bahkan merek tersebut hanya bersifat jenerik berupa tanda yang sama dengan produknya
111
sehingga tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak bisa didaftarkan atau jika didaftarkan maka akan ditolak berdasarkan tingkat kekuatan merek yang dimiliki penggugat, yang berkaitan dengan perlindungan hukum yang akan diberikan terhadap merek tersebut.
(2). Kesamaan jalur pemasaran;
Untuk menentukan adanya kebingungan karena adanya persamaan pada pokoknya antara dua buah merek, Mejelis Hakim juga dapat mempertimbangkan jalur pemasaran yg sama (the same channel of trade) dari kedua produk tersebut. Apabila jalur pemasaran dari kedua produk tersebut sama, maka kekeliruan bagi konsumen akan semakin jelas terlihat. (3). Hubungan antara kedua produk;
Dilihat dari jenisnya maka antara merek milik penggugat dengan merek milik tergugat sama-sama digunakan untuk jenis barang yang sama. Yang pertimbangannya mengenai ada tidaknya persamaan jenis barang dari kedua merek tersebut harus diputuskan oleh Majelis Hakim. Persamaan pada pokoknya dari dua buah merek yang akan membingungkan konsumen akan lebih terlihat jika kedua merek tersebut digunakan pada barang-barang sejenis. Selain itu walaupun konsumen bisa membedakan antara kedua merek tersebut, tidak menutup kemungkinan konsumen menganggap bahwa merek tergugat tersebut berasal atau diproduksi oleh produsen yang sama yaitu penggugat.
112
(4). Adanya bukti yang secara nyata sangat meyakinkan yang menyebabkan adanya kebingungan bagi konsumen;
Jika kedua merek memiliki pengucapan, bunyi yang sama, berada dalam jenis barang yang sama, dan dalam jalur pemasaran yang sama, maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan kepercayaan terhadap konsumen yang menganggap bahwa merek tergugat tersebut berasal atau diproduksi oleh produsen yang sama yaitu penggugat. Dengan kata lain menurut konsumen, produk rokok dengan merek tergugat merupakan varian dari merek milik penggugat
(5). Perbedaan tingkat pengetahuan konsumen;
Tidak semua konsumen mengetahui secara detail suatu merek dengan seluk beluknya, karena konsumen hanya mengingat garis besarnya saja atau secara keseluruhan (totaal indruik) dari merek tersebut baik nama merek atau produknya, kecuali para ahli atau kalangan menengah ke atas dapat mengetahui detail dari merek dan produk barang asli atau tiruan yang dibedakan berdasarkan kualitasnya.
(6). Maksud dan tujuan peniruan merek dari pihak-pihak yang melakukan peniruan (ada tidaknya itikad tidak baik).
Adanya itikad tidak baik yaitu maksud dan tujuan dari pemilik merek dalam menggunakan mereknya, yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek pihak lain. Apakah si pemilik merek sengaja meniru dan mendompleng ketenaran merek orang lain. Hal ini juga dapat menjadi salah
113
satu pertimbangan hakim dalam menentukan ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya pada suatu merek.
2. Putusan sengketa merek No.04/Merek/2006/PN.Niaga.JKT.PST dan Mahkamah Agung No.021 K/N/HaKI/2006 sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek terkait perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas merek yang berdasarkan adanya persamaan pada pokoknya terkait Merek “HONGTASHAN” di Indonesia.
Hal ini diketahui dari pertimbangan Hukum pada Putusan Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Putusan Kasasi Pada Mahkamah Agung sebagai berikut:
a). Dalam pertimbangan Putusan Pengadilan Negeri Majelis Hakim dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum yang pada pokoknya sebagai berikut:
(1). Untuk menentukan apakah Gugatan Kadaluwarsa atau tidak atas Eksepsi Tergugat dan Turut Tergugat, majelis mempertimbangkan ketentuan mengenai kadaluwarsa yang diatur dalam Undang-undang Merek, menurut majelis tidak semata-mata mengenai formalitas pengajuan gugatan, akan tetapi dapat juga menyangkut materi pokok tentang pembatalan pendaftaran merek, sebagaimana diatur dalam pasal 69 ayat (2) Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang merek yaitu
114
pengajuan pembatalan merek tanpa batas waktu apabila merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum dan termasuk juga karena itikad tidak baik.
(2). Untuk menentukan apakah Penggugat tidak berkapasitas untuk menggugat, Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa salah satu syarat bagi merek yang tidak terdaftar untuk mengajukan permohonan pembatalan pendaftaran merek harus terlebih dahulu mengajukan pendaftaran merek, hal mana telah dilakukan oleh Penggugat karena mereknya belum terdaftar dalam kelas yang sama, oleh karena itu eksespsi Turut Tergugat menjadi tidak beralasan dan dinyatakan ditolak;
(3). Untuk menentukan apakah pendaftaran merek HONG TASHAN atas nama Tergugat didasari itikad tidak baik, karena membonceng ketenaran merek HONG TASHAN milik Penggugat. Bahwa sesuai penjelasan pasal 69 ayat (2) Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, termasuk pula dalam pengertian bertentangan dengan ketertiban umum adalah itikad tidak baik, kemudian dalam penjelasan pasal 4 Undang-undang Merek antara lain bahwa dengan meniru merek terkenal sudah merupakan itikad tidak baik. Majelis Hakim mengenyampingkan bukti-bukti penggugat berupa foto copy dan tidak dapat ditunjukan aslinya karena bukti ini tidak mempunyai kekuatan bukti sempurna selain dalam bahasa asing dan tidak memiliki
115
terjemahan karena alasan tersebut maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa merek HONG TASHAN miliknya sebagai merek terkenal, oleh karenanya sekalipun merek tersebut sama dengan merek terkenal, namun menurut hukum bahwa Tergugat tidak dapat dinyatakan telah meniru merek terkenal, dengan demikian Tergugat tidak terbukti melakukan pendaftaran merek HONG TASHAN dengan itikad tidak baik.
b). Dalam pertimbangan Putusan Kasasi Mahkamah Agung;
(1). Keberatan tidak dapat dibenarkan karena Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum, lagi pula mengenai hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan dalam tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang tentang Mahkamah Agung (Undang-Undang No.14 tahun 1985 jo Undang-Undang No.5 tahun 2004);
116
(2). Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, lagipula dari sebab tidak ternyata bahwa putusan Judex Facti (Pengadilan Niaga Jakarta Pusat) dalam perkara ini bertentangan dengan hukum dan / atau Undang-Undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : YUXI HUNGTA TOBACCO (GROUP) CO, LTD tersebut haruslah ditolak;
(3). Dasar Hukum yang digunakan dalam Putusan Mahkamah Agung dengan Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Undang-Undang No.14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Nomor 5 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.
B. Saran
1. Selain melihat tampilan secara keseluruhan serta unsur-unsur yang menonjol dari suatu merek, maka untuk menentukan apakah suatu merek dianggap melakukan pelanggaran karena memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak lain harus pula diperhatikan faktor-faktor lainnya yang dapat memperbesar timbulnya kekeliruan bagi konsumen terhadap adanya persamaan pada pokoknya, seperti : kekuatan merek terdahulu, kesamaan jalur pemasaran, hubungan antar kedua produk, perbedaan tingkat pengetahuan konsumen, maksud dan tujuan peniruan merek dari pihak-pihak yang melakukan peniruan (ada tidaknya itikad tidak baik), dan/atau kemungkinan pengembangan
jenis-117
jenis produk sehingga adanya kemungkinan yang menyebabkan kedua merek tersebut menjadi pesaing secara langsung.
2. Dalam memberikan pertimbangan hukum putusan Pengadilan Meskipun Putusan tersebut sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai perlindungan merek di Indonesia, namun berdasarkan kronologis kasus “Merek HONGTASHAN” antara Penggugat dan Tergugat ada beberapa hal yang menjadi catatan penulis untuk diperhatikan oleh Majelis Hakim dalam pertimbangannya yaitu: mengenai pemberian waktu terhadap penggugat untuk mengajukan dalil-dalilnya dengan menghadirkan bukti yang asli sangat sedikit sementara bukti bukti asli yang harus dihadirkan dikirim dari China, agar diberikan waktu yang cukup. Selanjutnya pertimbangan mengenai keterkenalan dan luas jaringan dari suatu merek yang terdaftar di seluruh dunia serta memperhatikan juga Konvesi mengenai TRIPS yang menyangkut perlindungan merek dagang yang sudah diratifikasi oleh Negara Indonesia karena bagaimanapun di era globalisasi akan begitu banyak merek-merek yang akan masuk ke Indonesia untuk memperluas bisnisnya, jika pemegang hak atas merek asli dalam hal ini punya negara asing yang sesungguhnya menjadi pemiliknya tidak dilindungi maka bukan tidak mungkin akan berpengaruh juga terhadap iklim investasi. Dalam perkara persamaaan pada pokoknya yang melibatkan merek HONGTASHAN tersebut, jika diperhatikan Pemilik Merek yang sesungguhnya adalah berasal dari China namun karena pertimbangan hukum dan bukti-bukti yang tidak kuat maka yang berhak atas merek
118
HONGTASHAN di Indonesia adalah warga Negara Indonesia yang sudah terlebih dahulu melakukan pendaftaran di Dirjen HaKI. Perkara Merek HONGTASHAN tersebut merupakan suatu pengalaman bahwa ternyata tidak selamanya yang merupakan pemilik dari suatu merek dagang yang terkenal di suatu kawasan atau negara otomatis menjadi berhak atas kepemilikan merek yang sama di kawasan atau negara yang lain. Untuk mencapai keadilan yang sesungguhnya sehingga pemegang merek yang asli tidak dirugikan dan memperoleh Perlindungan Hukum maka diperlukan terobosan aturan dan pertimbangan-pertimbangan hukum yang menjamin perlindungan hukum pada pemegang merek asli.