• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Penutupan Lahan di Sumatera Utara

Sekitar 100.000 Ha hutan di Sumatera Utara diperkirakan rusak setiap tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena pengalihan lahan menjadi areal perkebunan dan pembangunan infrastruktur jalan. Kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Secara nyata luas hutan di Sumatera Utara terus mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh konversi hutan menjadi areal non hutan (tidak berhutan) seperti permukiman, sawah, perkebunan, ladang dan areal terbuka. (Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, 2016).

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (2016) juga menyatakan bahwa permasalahan utama yang berkaitan dengan penggunaan lahan dan hutan di Sumatera Utara adalah perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan yang tidak terkendali, baik perubahan penggunaan lahan dari sawah menjadi permukiman, ataupun hutan yang dirambah menjadi perkebunan kelapa sawit dan lahan kritis akibat penebangan (ilegal logging) dan kebakaran hutan (forest fire) pada beberapa wilayah di Sumatera Utara. Dari data kerusakan dan konversi hutan diketahui bahwa penyebab utama kerusakan hutan di Sumatera Utara adalah perambahan. Sedangkan konversi hutan terjadi terutama karena alih fungsi hutan

(2)

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (Land Use) diartikan sebagai setiap bentuk interaksi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahan dan dimanfaaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat atas lahan tersebut. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2006).

Merosotnya kualitas lingkungan dan sumberdaya alam diikuti oleh peningkatan perubahan lahan, khususnya dari hutan ke pertanian dan dari lahan pertanian ke permukiman. Transformasi perubahan lahan dan tutupan lahan, tahap pertama terjadi sebagai hasil dari kebijakan pemerintah untuk memperoleh kayu (logging) dan pajak ekspor kayu sehingga mengijinkan usaha penebangan hutan, yang kemudian diikuti oleh perluasan pertanian, baik secara terencana maupun spontanitas dari masyarakat (Nugroho dan Prayogo, 2008).

Grubler (1998) mengatakan ada tiga hal bagaimana teknologi mempengaruhi pola tata guna lahan. Pertama, perubahan teknologi telah membawa perubahan dalam bidang pertanian melalui peningkatan produktivitas lahan pertanian dan produktivitas tenaga kerja. Kedua, perubahan teknologi transportasi meningkatkan efisiensi tenaga kerja, memberikan peluang dalam meningkatkan urbanisasi daerah perkotaan. Ketiga, teknologi transportasi dapat meningkatkan aksesibilitas pada suatu daerah.

(3)

Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus, 2006).

Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan dengan studi vegetaasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Karena data penggunaan lahan dan penutup lahan paling penting untuk planner yang harus membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan, maka data ini sangan bersifat ekonomi (Lo, 1995).

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor Yang Mempengaruhinya

Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Mansuri, 1996).

Kerusakan hutan dan lahan telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat antara lain dengan terjadinya banjir, tanah longsor,

(4)

erosi dan sedimentasi, hilangnya biodiversity maupun menurunnya pendapatan negara dari hasil kayu. Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya perubahan penutupan hutan di Indonesia. Kegiatan yang menyebabkan pengurangan luas hutan antara lain berupa konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan sektor lain yaitu untuk perkebunan, pertanian, pemukiman/transmigrasi; perdagangan kayu ilegal (illegal trading), ataupun penebangan liar (illegal logging); perambahan, dan okupasi lahan serta kebakaran hutan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015).

Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan. Nastain dan Purwanto (2003) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses perubahan penggunaan lahan antara lain :

1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan.

2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek perumahan).

3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan menggeser kegiatan pertanian/ lahan hijau khususnya di perkotaan.

4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.

Wijaya (2004) menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penutupan lahan diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, mata pencaharian,

(5)

aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah telah mendorong penduduk untuk membuka lahan baru untuk digunakan sebagai pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya. Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut. Perubahan penduduk yang bekerja di bidang pertanian memungkinkan terjadinya perubahan penutupan lahan. Semakin banyak penduduk yang bekerja di bidang pertanian, maka kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal ini dapat mendorong penduduk untuk melakukan konversi lahan pada berbagai penutupan lahan.

Keterkaitan antara Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi terhadap Perubahan Lahan

Faktor sosial-budaya masyarakat merupakan salah satu faktor penting yang ikut memberikan kontribusi bagi penentuan pemanfaatan lahan. Pada umumnya pola-pola pemanfaatan lahan yang ada di suatu wilayah tidak bertentangan dengan kondisi sosial-budaya masyarakatnya (Komarsa, 2001). Faktor sosial budaya tersebut meliputi: tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat usia, motivasi, persepsi dan interpretasi, pandangan/sikap hidup, adat-istiadat, idiologi dan tradisi lokal, hubungan dan jaringan sosial, institusi lokal.

Secara rinci perubahan penggunaan lahan terakit dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang tercermin pada: (i) peningkatan jumlah penduduk; (ii) adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya alam ke aktivitas sektor-sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa); (iii) meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah ke atas yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman

(6)

(kompleks-kompleks perumahan); (iv) terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien (Hariyatno, dkk. 2014).

Dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya (untuk jangka pendek) sehingga kelestariannya semakin terancam. Akibatnya, sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini berimplikasi pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya (Rustiadi, 2001).

Masyarakat tradisional pada umumnya sangat mengenal dengan baik lingkungan di sekitarnya. Mereka hidup dalam berbagai ekosistem alami yang ada di Indonesia, dan telah lama hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, sehingga mengenal berbagai cara memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Masyarakat pedusunan memiliki keunikan khusus seperti kesederhanaan, ikatan emosional tingi, kesenian rakyat dan loyalitas pada pimpinan kultural seperti halnya konsep-konsep yang berkembang di pedusunan (Nasruddin dan Sudarsono, 2008)

Sistem Informasi Geografis

Penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam melakukan analisis perubahan tutupan lahan sangat dibutuhkan dalam tindakan pencegahan terhadap

(7)

kegiatan eksploitasi maupun konversi lahan hutan yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan dan dengan menggunakan data yang diperoleh dari Sistem Informasi Geografis dapat memprediksi luas perubahan lahan yang terjadi pada masa yang akan datang sehingga dapat digunakan sebagai gambaran dalam melakukan antisipasi terhadap berkurangnya luas lahan hutan (Ginting dkk, 2012).

Indentifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial temporal. Data-data spasial tersebut bersumber dari hasil interpretasi citra satelit maupun dari instansi-instansi pemerintah dan dianalisis dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). Pemanfaatan SIG dan data satelit merupakan suatu tekhnologi yang baik dalam mengelola data spasial-temporal perubahan penggunaan lahan. Mengetahui perubahan pengggunaan lahan tidak hanya berguna untuk pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan, tetapi juga dapat dijadikan suatu informasi dalam merencanakan tata ruang di masa yang akan datang (As-Syakur, 2011).

Sistem Informasi Geografis adalah perangkat lunak yang memadai untuk melakukan analisis perubahan tutupan lahan. Proses yang penting dalam melakukan analisis adalah koreksi geometrik, penajaman citra, identifikasi tutupan, dan konstruksi perubahan tutupan. Studi kasus TAHURA menunjukkan bahwa terjadi perubahan tutupan lahan ke tutupan lahan lainnya disemua desa/kelurahan yang diamati. Perubahan tutupan lahan hutan ke non hutan 5.90%, dan 5.40% berubah dari non hutan ke hutan (Bode, 2015)

Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem informasi Geografi (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantauan sangat penting terutama bila dikaitkan dengan pengumpulan data yang cepat dan akurat.

(8)

Disamping itu pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh subyektivitas. Mengingat luasnya dan banyaknya variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua teknologi tersebut dapat dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pengumpulan data, manipulasi data, analisis data serta menyediakan informasi secara terpadu (Wahyunto, 2004).

Hasil penelitian Ginting, dkk (2012) menggunakan SIG dengan tujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan di Kabupaten Karo. Pada selang waktu 1997-2000-2003-2006-2009 perubahan luas tutupan lahan terbesar di Kabupaten Karo terjadi pada pertanian lahan kering yang menjadi lahan sawah dan diikuti oleh lahan hutan yang menjadi pertanian lahan kering.

Sementara Sitompul, dkk (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Kota Pematangsiantar dalam kurun waktu 10 tahun (2003-2013) mengalami penurunan luas tutupan lahan pertanian lahan kering, semak belukar, persawahan dan perkebunan dengan faktor utama aktifitas pembangunan. Kota Pematangsiantar mengalami penurunan tutupan lahan penghijau sebesar 6,67 %, dan saat ini memiliki luas sebesar 55,47% lahan penghijau.

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Fasilitas AHP dalam pengambilan keputusan dengan mengadakan persepsi, perasaan, penilaian, dan memiliki nilai sejarah menjadi struktur hierarki dengan kekuatan yang mempengaruhi keputusan sebuah kasus yang paling umum. Pada struktur hierarki menunjukkan keterkaitan antara interaksi tujuan, kriteria,

(9)

sub kriteria, dan alternatif pada seluruh sistem. Untuk tujuan ini, pengukuran mutlak dan pendekatan pengukuran relatif digunakan dalam penerapan AHP. Hasil perbandingan umumnya digunakan ketika peringkat alternatif sesuai dengan standar yang dikembangkan oleh pengalaman ahli (Saaty, 1980). Namun, perbandingan relatif memerlukan prioritas untuk tujuan hierarki dengan membuat perbandingan berpasangan secara sistematis.

Hasil penelitian Hartati dan Adi (2012) menyatakan kombinasi penggunaan metoda AHP (yang difasilitasi perangkat lunak Expert Choice 11) dengan perangkat-perangkat lunak SIG seperti ArcGIS, ArcView, dan sebagainya. Sesungguhnya memungkinkan para pengambil keputusan dapat melakukan pengambilan keputusan dengan baik dan berkualitas (meskipun data yang dimilikinya bersifat deskriptif dan kualitatif).

Penelitian yang dilakukan oleh Ritonga (2012) di Tangkahan yang bertujuan untuk mengetahui bentuk pemanfaatan Gajah (Elephas indicus) jinak yang paling sesuai di Tangkahan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian yang dilakukan adalah kriteria kesejahteraan dan keamanan masyarakat sebagai yang paling prioritas karena seluruh responden beranggapan bahwa kepentingan dari bentuk pemanfaatan Gajah (Elephas indicus) jinak yang ada di Tangkahan sudah seharusnya untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan dan keamanan masyarakat.

Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, pada tahap ini untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan harus secara jelas, detail, dan mudah dipahami. Tahapan Metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

(10)

1. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama

2. Mendefenisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan

3. Menghitung nilai eigen dengan menguji konsistensinya 4. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hierarki

5. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen- elemen pada tingkat hierarki terendah sampai mencapai tujuan.

6. Memeriksa konsistensi hierarki

Konsistensi yang diharapkan adalah mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %.

Pada struktur hirarkis AHP memberikan informasi untuk menguji antara interaksi tujuan, kriteria, sub kriteria, dan alternatif pada seluruh sistem. Tahap- tahap dalam menuyusun struktur hirarkis yaitu :

1. Dekomposisi yang diterapkan untuk struktur masalah yang kompleks dalam hirarki.

2. Pengambilan keputusan yang diterapkan untuk membangun perbandingan berpasangan pada semua elemen dalam sebuah hierarki.

3. Sintesa prioritas yang diterapkan untuk menghasilkan prioritas keseluruhan sepanjang Hierarki dengan mempertimbangkan prioritas secara umum.

Referensi

Dokumen terkait

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PANITIA UJI KOMPETENSI NASIONAL.. PROGRAM DIPLOMA

Evaluasi Ekonomi Kawasan Tambak dan Mangrove Pasca Bencana Lumpur di Muara Sungai Porong Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur.. Tesis: Program Pascasarjana

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim Tingkat Banding tak dapat menerima uraian pertimbangan Majelis Hakim Tingkat

Tujuan dari studi ini adalah untuk seleksi primer SSR yang polimorfik, mencari primer SSR yang memiliki alel spesifik untuk Pisifera dan mengevaluasi keragaman genetik

Golongan pangkat yang sudah berhak memakai baju sikepan ini adalah para putra dan sentanadalem yang sudah berpangkat Bupati Riya Nginggil dengan gelar Kangjeng Raden

Dari hasil analisis pengujian yang dilakukan terhadap system informasi bimbingan koseling ini maka system dapat berjalan dengan baik dan system ini sangat

Namun, pengorganisasian pembelajaran fikih masih sekitar pengkombinasian metode pembelajaran konvensiona; (3) Pelaksanaan metode pembelajaran fikih di MTsS Darul Istiqomah

Menurut saya diagnosis pada saat pasien masuk RS belum tepat seharusnya adalah epilepsi karena berdasarkan anamnesis (alloanmnesis) dari orang tua pasien, saat anak