• Tidak ada hasil yang ditemukan

oleh/by: Singgih Daru Kuncara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "oleh/by: Singgih Daru Kuncara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

(The Translation of Character’s Name in Children’s Literature into Indonesian)

oleh/by:

Singgih Daru Kuncara

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman Jalan Flores No.1 Samarinda 75112

Telp (0541) 734582 Pos-el: [email protected] Diterima: 7 Juni 2015, Disetujui: 13 Januari 2016

ABSTRAK

Makalah ini mendiskusikan penerjemahan nama dalam karya sastra anak. Keunikan penerjemahan untuk anak-anak adalah penerjemah fokus pada pembaca sasaran. Objek penelitian pada tulisan ini adalah nama karakter dalam cerita Walt Disney. Teknik penerjemahan nama yang digunakan adalah peminjaman murni, peminjaman alamiah, harfi ah, dan adaptasi. Penerapan teknik adaptasi sebaiknya diminimalkan karena cenderung melanggar keinginan penulis karya sastra untuk memberikan nama yang bermakna pada karakter tertentu. Selain itu, pengurangan teknik adaptasi dapat membantu anak-anak agar memahami budaya lain.

Kata kunci: nama, penerjemahan, anak-anak, budaya

ABSTRACT

This paper discusses translation of personal name in children’s literature. The uniqueness of translating for children is that the translator is concerned with the target readers. The object of this paper is character’s name in Walt Disney stories. Techniques in translating names are pure borrowing, naturalized borrowing, literal translation, and adaptation. Adaptation technique should be minimized because it tends to violate the author’s intention to give a meaningful name to a certain character name. Reducing adaptation technique also helps the children to respect and know about other cultures.

Keywords: name, translation, children, culture

PENDAHULUAN

Setahap ini kuantitas terjemahan

buku-buku asing ke dalam Bahasa

Indonesia terus meningkat. Hal itu

membuka jalur informasi yang begitu

lebar sehingga berdampak positif pada

pertukaran informasi, pengetahuan, dan

kebudayaan antarnegara. Karya-karya

sastra baik karya klasik, karya populer

ataupun karya sastra anak, menjadi

bahan penerjemahan yang populer, hal

ini bisa dilihat dari maraknya karya

sastra terjemahan yang ditawarkan di

berbagai toko buku. Namun demikian,

kualitas terjemahannya masih perlu

mendapat perhatian khusus karena

penerjemahan bukanlah proses yang

mudah, terlebih karya sastra anak, yang

pembaca sasarannya adalah anak-anak

dengan segala keunikannya. Tentunya

(2)

kualitas terjemahannya pun harus

disesuaikan dengan kemampuan

anak-anak agar mudah memahaminya.

Penerjemahan karya sastra anak

menjadi sesuatu yang penting. Karya

sastra anak merupakan sarana yang

baik untuk membantu anak-anak

menggunakan imajinasi mereka,

menambah perbendaharaan kosa

kata, memahami kebudayaan baik

kebudayaan sendiri maupun kebudayaan

dari luar, seperti yang dimaksud dalam

kutipan berikut ini.

And, if the titles refl ect the diverse groups of people in the world around them, children can learn to respect not only their own cultural groups, but also the cultural of others. Children’s literature serves as both a mirror to children and as a window to the world around them by showing people from diverse groups playing and working together, solving problems and overcoming obstacles. At its best, multicultural children’s literature helps children understand that despite our many differences, all people share common feelings and aspirations. (www.partnersagainsthate.org)

Mengingat pentingnya karya sastra

anak, proses penerjemahannya harus

lebih sensitif. Dalam penerjemahan

karya sastra anak, seorang penerjemah

dituntut untuk lebih fokus pada

anak-anak sebagai pembaca sasaran

dengan segala keterbatasannya dalam

memahami suatu nilai kebudayaan

tertentu. Hal tersebut dimaksudkan pula

agar penerjemah tidak hanya fokus pada

faktor linguistik saja, namun juga faktor

budaya termasuk karakteristik anak

sebagai pembaca sasaran.

Sejalan dengan itu, penulis tidak

sependapat dengan Shavit (1986), yang

menyatakan bahwa penerjemah karya

sastra anak dapat melakukan manipulasi

teks dengan mengubah, memperbesar,

meringkas dengan cara menghapus atau

menambahkan.

Unlike contemporary translators of adult books, the translator of children’s literature can permit himself great liberties regarding the text, as a result of the peripheral position of children’s literature within the literary polysystem. That is, the translator is permitted to manipulate the text in various ways by changing, enlarging, or abridging it or by deleting or adding to it. (Shavit, 1986)

Hal itu akan berlawanan dengan

prinsip dasar sebuah penerjemahan,

yaitu dalam pengalihan makna

haruslah sepadan atau sama, tidak

ditambahi ataupun dikurangi. Apabila

A diterjemahkan menjadi A tidak

perlu dilebih-lebihkan. Walaupun

lebih lanjut Shavit menjelaskan hal

tersebut dilakukan dengan tujuan agar

lebih mudah dipahami oleh

anak-anak. Penerjemahan karya sastra

anak, memang harus difokuskan pada

pembaca sasaran, yaitu anak-anak. Akan

tetapi, hal tersebut tentunya harus tetap

dalam kaidah-kaidah penerjemahan itu

sendiri. Dalam hal inilah letak keunikan

penerjemahan karya sastra anak,

penerjemah dituntut untuk menghasilkan

terjemahan yang mudah dipahami oleh

anak-anak sekaligus tetap menjaga

kualitas terjemahannya.

Kerangka Teori

Kerangka teori berisi rujukan

pustaka dari teori-teori yang digunakan

dalam makalah ini. Teori penerjemahan

(3)

yang digunakan meliputi pengertian dari

penerjemahan, teknik penerjemahan dan

penerjemahan nama.

Defi nisi Penerjemahan

Setiap pakar memiliki defi nisi

yang berbeda mengenai penerjemahan,

terutama dalam penggunaan istilah.

Akan tetapi, setiap defi nisi tersebut

memiliki maksud yang cenderung sama.

Defi nisi penerjemahan yang diambil dari

pendapat beberapa ahli penerjemahan

digunakan sebagai bahan acuan untuk

memahami arti penerjemahan. Menurut

Nida (1969:12) “Translation consists of

reproducing in the receptor language the

closest natural equivalence of the source

language message, fi rst in terms of

meaning and secondly in terms of style.

Penerjemahan adalah mereproduksi

padanan yang wajar dan paling dekat

dengan pesan pada Bahasa Sumber

(BSu). Pertama, yang berhubungan

dengan makna, lalu yang berhubungan

dengan gaya. Dalam defi nisi ini, makna

dan gaya pada BSu harus tersampaikan

secara wajar dalam Bahasa sasaran

(BSa). Defi nisi yang kedua berasal

dari Catford (1978:20), penerjemahan

adalah penempatan kembali suatu teks

dalam BSu ke dalam teks BSa. Yang

ditempatkan kembali adalah materi

teks dalam BSu ke dalam BSa dan

tetap sepadan. Bukan mengganti materi

teks dengan teks lain. Jadi menurut

Catford, dalam penerjemahan seorang

penerjemah harus mampu mengganti

atau menempatkan kembali suatu

materi teks ke BSa yang sepadan. Dapat

dipahami pula dari pengertian ini, bahwa

penerjemahan adalah proses pencarian

padanan teks BSu untuk ditempatkan

sebagai teks BSa. Sementara itu, Larson

(1984:3) mengemukakan “Translation

is transferring the meaning of the source

language into the receptor language.

This is done by going form the form of

the fi rst language to the form of a second

language by way of semantic structure.

”,

yaitu penerjemahan adalah transfer

makna dari bahasa sumber ke bahasa

sasaran. Lebih lanjut diterangkan,

proses transfer dilakukan pada bentuk

dan struktur semantiknya. Newmark

(1988:5), “Translation is rendering

the meaning of e text into another

language in the way that the author

intended the text.

” Yang menarik dari

konsep penerjemahan dari Newmark

adalah adanya maksud pengarang teks

yang harus diperhatikan oleh seorang

penerjemah. Jadi dalam penerjemahan,

maksud pengarang dalam BSu dijadikan

tolok ukur dari sesuai atau tidak makna

yang ada pada BSa.

Berdasarkan empat pengertian

penerjemahan tersebut, ditemukan

bahwa penerjemahan melibatkan dua

bahasa, yaitu bahasa sumber (BSu) dan

bahasa sasaran (BSa). Kedua bahasa

tersebut diikat dengan kesamaan makna.

Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa

penerjemahan adalah pengalihan makna

dari BSu ke BSa sesuai dengan isi pesan,

gagasan, dan ide yang ada dalam BSu,

kemudian ditempatkan secara wajar

pada BSa. Dalam penerjemahan yang

dialihkan bukan sekadar bentuk bahasa,

tetapi juga makna yang terkandung

bahkan nilai-nilai budaya pun perlu

disampaikan secara jelas agar dihasilkan

terjemahan yang akurat, berterima, dan

mudah dipahami.

Penerjemahan Nama

Istilah nama secara keilmuan dikaji

dalam suatu kajian tertentu yang disebut

onomastics

, yang berasal dari bahasa

(4)

Yunani onomastikos dari anoma yang

berarti nama. Lebih lanjut, onomastics

dibagi lagi ke dalam nama persona

(anthroponomastics dari anthropos

yang berarti human being) nama yang

mengacu pada penamaan seseorang;

dan nama tempat (toponomastics dari

topos

yang berarti tempat) nama yang

mengacu pada penamaan sebuah tempat.

Konsep tersebut dikritik oleh Fernandes

(2006), yang mengemukakan bahwa

ada kekaburan mengenai istilah nama

orang dan tempat, bisa saja nama sebuah

tempat diambil dari nama seseorang

seperti nama tempat Alberta di Kanada

yang merupakan nama seorang putri.

Dalam hal ini sebetulnya bukanlah

masalah, Alberta ketika mengacu pada

penamaan sebuah tempat tetap disebut

nama tempat, namun ketika dalam

konteks nama seorang putri dimasukkan

ke dalam nama persona. Sejalan dengan

hal ini, objek yang diteliti dalam

makalah ini ialah yang termasuk dalam

nama persona. Kemudian, nama tersebut

diterapkan dalam sebuah karya sastra

anak menjadi nama yang ada dalam

tokoh atau karakter dalam karya tersebut.

Menurut Nord (2003) pengertian

‘nama’ ialah kata atau sekumpulan kata

yang berfungsi sebagai identifi kasi pada

nama individu, binatang, tempat ataupun

benda. Lebih lanjut Nord menambahkan

“directly to a single, concrete referent”,

jadi sebuah nama hanya mengacu pada

satu referen saja. Dalam makalah ini,

yang dimaksud nama karakter ialah

nama suatu karakter tokoh yang hanya

mengacu pada tokoh tersebut saja tidak

ke karakter yang lain.

Salah satu unsur penting

dalam menerjemahkan suatu karya

sastra adalah pada penamaannya.

Penerjemahan nama menjadi sesuatu

yang mencolok dan langsung terlihat

oleh pembaca sehingga perlu mendapat

perhatian khusus, seperti menurut Nord

(2003:182) dalam Fernandes (2006).

“Just a quick glance at translated texts

can reveal that translators do all sorts

of things with names; such as substitute,

transcribe and omit them.

” Nama dalam

suatu karya sastra anak memiliki peranan

yang penting dalam menggambarkan

suatu karakter tertentu, untuk membantu

pembaca anak-anak dalam memahami

sebuah cerita. Menurut Nord (2003) “in

fi ctional texts there is no name that has

no informative function at all

”, setiap

nama selalu memiliki fungsi tersendiri

dalam satu keutuhan plot cerita.

Names in a literary work are specifi c: it may be guessed that behind most names there was an author’s intention. Proper names in literature fulfi ll identifying, fi ctionalizing and characterizing functions (Debus, 2002:73—90)

Menurut Debus dalam Fornalczyk

(2007), pemilihan nama suatu karakter

oleh si pengarang tentunya memiliki

maksud dan tujuan tertentu, bukanlah

sesuatu yang asal-asalan. Untuk itu,

penerjemah haruslah menghormati

pemilihan nama tersebut. Salah satu

penghormatan yang dapat dilakukan

seorang penerjemah ialah dengan tidak

menghilangkan sama sekali penamaan

suatu karakter dalam suatu karya sastra.

Teknik Penerjemahan Nama

Teknik penerjemahan adalah cara

yang digunakan untuk mengalihkan

pesan dari BSu ke BSa. Pengalihan

itu diterapkan pada tataran kata, frasa,

klausa maupun kalimat. Molina dan Albir

(5)

(2002) menyatakan teknik penerjemahan

memiliki lima karakteristik:

1) teknik penerjemahan memengaruhi

hasil terjemahan;

2) teknik diklasifi kasikan dengan

perbandingan pada teks BSu;

3) teknik berada di tataran mikro;

4) teknik tidak saling berkaitan tetapi

berdasarkan konteks tertentu;

5) teknik bersifat fungsional.

Teknik penerjemahan nama

telah banyak ditulis oleh para pakar

penerjemahan. Namun, secara umum

teknik tersebut sama antara satu dan

lainnya. Teknik penerjemahan nama

menurut Hermans adalah sebagai

berikut.

They can be copied, i.e. reproduced in the target text exactly as they were in the source text. They can be transcribed, i.e. transliterated or adapted on the level of spelling, phonology, etc. A formally unrelated name can be substituted in the target text for any given name in the source text (…). And insofar as a (…) name in a source text is enmeshed in the lexicon of that language and acquires ‘meaning’, it can be translated (Hermans, 1988:13)

Teknik-teknik tersebut adalah

sebagai berikut:

1) They can be copied, i.e. reproduced

in the target text exactly as they

were in the source text.

Teknik pertama yang digunakan

ialah dengan mengopi nama

karakter sama persis seperti

nama karakter pada teks Bahasa

Sumber (BSu). Teknik ini dikenal

dengan teknik pure borrowing,

yaitu peminjaman murni dalam

hal ini penerjemahan dilakukan

tanpa melakukan perubahan

(Molina dan Albir 2002:509—

511). Contohnya, karakter Donald

Duck

diterjemahkan tetap menjadi

Donald Duck

.

2) They can be transcribed, i.e.

transliterated or adapted on the

level of spelling, phonology, etc.

Teknik kedua ialah dengan

mengubah pengucapan dalam

fonologinya. Hal ini sama dengan

konsep teknik penerjemahan

naturalized borrowing

yaitu

peminjaman alamiah. Dalam

hal ini penerjemahan dilakukan

dengan peminjaman tetapi

lafalnya disesuaikan (Molina

dan Albir 2002:509—511).

Contohnya, karakter Donald Duck

diterjemahkan menjadi Donal Dak.

3) A formally unrelated name can be

substituted in the target text for any

given name in the source text (…).

Teknik ketiga ialah dengan

mengganti nama dalam teks BSa

dengan istilah nama yang tidak

berhubungan sama sekali, baik

maknanya ataupun pelafalannya.

Menurut Vinay dan Darbelnet

dalam Fawcett (1997), teknik ini

dikenal dengan istilah adaptation

(adaptasi), Contohnya, karakter

Donald Duck

diterjemahkan

menjadi Joko Bebek.

4) And insofar as a (…) name in a

source text is enmeshed in the

lexicon of that language and

acquires ‘meaning’, it can be

translated.

Teknik keempat ialah penerjemahan

dilakukan dengan mengartikan

nama karakter tersebut sesuai makna

(6)

semantiknya. Teknik ini dikenal

dengan teknik literal translation

(penerjemahan harfi ah). Contoh,

Granma Duck

yang diterjemahkan

menjadi Nenek Bebek.

Salah satu teknik yang disebutkan

dalam artikel tersebut ialah teknik

adaptasi. Teknik tersebut dapat

menghilangkan maksud asli pengarang

terhadap sebuah nama. Oleh karena itu,

teknik adaptasi dalam menerjemahkan

nama karakter dalam karya sastra

hendaknya diminimalisasi. Hal itu

berkaitan dengan penghormatan

terhadap seorang pengarang seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

dasar bidang penerjemahan, terpancang,

bersifat deskriptif kualitatif dan berkasus

tunggal. Penelitian bidang penerjemahan

ini berorientasi pada produk atau hasil

karya terjemahan. Penelitian dilakukan

dengan mengkaji nama karakter Walt

Disney ke dalam bahasa Indonesia.

Kajian penerjemahannya adalah

mengenai teknik penerjemahan yang

digunakan dalam proses penerjemahan.

Penulis hanya ingin memahami

suatu masalah secara individual

untuk kepentingan akademis dan

untuk mendeskripsikan secara rinci

mengenai pokok permasalahan (Sutopo,

2006:135—136). Oleh karena itu,

penelitian ini dikategorikan sebagai

jenis penelitian dasar. Penelitian dasar

ini dikategorikan sebagai penelitian

terpancang karena penulis telah

menentukan pokok permasalahan dan

fokus penelitian sebelumnya seperti

yang tercantum dalam rumusan masalah.

Penelitian ini tergolong pada

penelitian deskriptif kualitatif. Seperti

ditegaskan Maleong (2000:18) penelitian

deskriptif bersandarkan pada data berupa

kalimat bukan data numerik atau statistik

untuk mendeskripsikan analisis. Metode

dengan menggunakan teknik mencari

data, mengumpulkan, menganalisis

dan menggeneralisasinya berdasarkan

fenomena yang terjadi. Data tersebut

dibandingkan dengan kriteria yang

sudah ditetapkan berdasarkan parameter

yang menjadi tujuan penelitian.

Selanjutnya, penelitian ini termasuk

studi kasus tunggal karena sasaran atau

subjeknya memiliki karakteristik yang

sama. Penelitian ini hanya menggunakan

kasus penerjemahan pada nama karakter

Walt Disney dan terjemahannya dalam

bahasa Indonesia. Penelitian bidang

penerjemahan seperti ini disebut Neubert

(2004:10) sebagai limited case study

atau case studies focusing on particular

aspects of ST and TT

.

Data dan Sumber Data

Yang termasuk data adalah data

linguistik sebagai objek kajian, yaitu

nama karakter yang ada pada karya

Walt Disney. Dalam penelitian ini,

penulis menggunakan dua sumber data.

Menurut Sutopo (2006:56—61) sumber

data dalam penelitian kualitatif dapat

berupa manusia dan tingkah lakunya,

peristiwa, dokumen, arsip dan

benda-benda lainnya. Moleong (2000:113)

mengatakan bahwa data yang berasal

dari sumber tertulis dapat dibagi atas

sumber buku dan majalah ilmiah,

sumber dari arsip, dokumen pribadi dan

dokumen resmi. Berdasarkan penjelasan

di atas, dalam penelitian ini sumber

datanya adalah karya Walt Disney dalam

(7)

versi bahasa Inggris dan versi bahasa

Indonesia.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi. Teknik ini dilakukan melalui

teknik baca dan catat. Yin dalam

Sutopo (2006:81) menyebutkan bahwa

teknik mencatat dokumen merupakan

cara untuk menemukan beragam hal

sesuai dengan kebutuhan dan tujuan

penelitiannya. Teknik ini diterapkan

untuk mengumpulkan data yang terkait

penerjemahan nama karakter.

PEMBAHASAN

Penerjemahan Nama Karakter Walt

Disney ke dalam Bahasa Indonesia

Temuan Kasus pada Terjemahan

Walt Disney

Dalam sebuah seminar

penerjemahan, Prof. Harry Aveling

menyampaikan bahwa karya yang

paling banyak diterjemahkan di seluruh

dunia ialah karya Walt Disney, termasuk

di Indonesia. Walt Disney adalah

nama seorang pengarang karya sastra

anak yang sangat popular. Karakter

penokohan yang diciptakannya sangat

banyak dan dikenal anak-anak. Makalah

ini akan mengkaji teknik penerjemahan

yang digunakan dalam penerjemahan

nama karakter karya Walt Disney ke

dalam bahasa Indonesia. Adapun

nama-nama karakter tersebut yang digunakan

dalam penelitian ini bersumber dari situs

resmi Disney (http://disney.go.com/

index).

Peminjaman alamiah dan harfi ah

Dari 36 data, sebanyak 4 data

menerapkan kombinasi dari dua teknik

penerjemahan, yaitu peminjaman

alamiah dan harfi ah. Berikut keempat

data tersebut.

1) Donald Duck menjadi Donal

Bebek

2) Daisy Duck menjadi Desi Bebek

3) Mickey Mouse menjadi Miki

Tikus

4) Minnie Mouse menjadi Mini

Tikus

Pada kasus ini, penerjemah

menggunakan penerjemahan alamiah,

yaitu nama Donald, Daisy, Mickey dan

Minnie disesuaikan dengan pengucapan

pada bahasa Indonesia menjadi Donal,

Desi, Miki dan Mini. Kemudian, pada

kata duck, dan mouse diterjemahkan

secara harfi ah menjadi bebek dan tikus.

Peminjaman alamiah

Sebanyak dua data menerapkan

teknik penerjemahan peminjaman

alamiah. Penggunakan teknik

peminjaman alamiah diterapkan dengan

penyesuaian pelafalan dan ejaan dalam

BSa. Berikut temuan dua data tersebut.

5) Goofy menjadi Gufi

6) Clarabelle menjadi Klarabela

Pada contoh Goofy menjadi Gufi ,

cara mengucapkan dua huruf [oo]

dilafalkan menjadi /u/. Kemudian, pada

contoh Clarabelle menjadi Klarabela,

huruf /c/ dilafalkan menjadi /k/. Selain

itu, huruf ganda /l/ dilesapkan menjadi

satu huruf saja.

(8)

Penerjemahan Harfi ah

Pada penelitian ini, ada satu data

yang menerapkan teknik penerjemahan

harfi ah. Teknik yang dilakukan adalah

dengan cara menerjemahkan kata

demi kata. Pada teknik ini penerjemah

tidak mengaitkan dengan konteks yang

menaungi suatu teks. Berikut contoh

temuan data yang menerapkan teknik

tersebut.

7) Grandma Duck menjadi Nenek

Bebek

Pada kasus ini, karakter Grandma

Duck diterjemahkan menjadi Nenek

Bebek. Kata Grandma diterjemahkan

menjadi Nenek dan kata Duck

diterjemahkan menjadi Bebek.

Peminjaman murni

Sebanyak dua data dalam penelitian

ini menerapkan teknik peminjaman

murni. Teknik penerjemahan yang

dilakukan adalah dengan meminjam kata

atau ungkapan dari BSu. Pada temuan

ini, peminjaman bersifat murni (pure

borrowing

), yaitu tanpa penyesuaian

ataupun perubahan. Berikut temuan data

yang menerapkan teknik tersebut.

8) Pluto menjadi Pluto

9) Brigitta menjadi Brigitta

Adaptasi

Teknik adaptasi merupakan teknik

yang dominan digunakan dalam

penerjemahan karakter nama dalam

karya Walt Disney ke dalam bahasa

Indonesia.

Teknik ini dikenal dengan

teknik adaptasi budaya. Teknik ini

dilakukan dengan mengganti nama

dalam teks BSa dengan istilah nama

yang tidak berhubungan sama sekali,

baik maknanya ataupun pelafalannya.

Hal tersebut dilakukan karena unsur

budaya dalam BSu tidak ditemukan

dalam BSa, ataupun unsur budaya pada

BSa tersebut lebih akrab bagi pembaca

sasaran.

Sebanyak 27 data menggunakan

teknik tersebut. Berikut temuan data

pada penelitian ini.

10)

Neighbor J. Jones menjadi

Pokijan

11) Gus Goose menjadi Agus Angsa

12) Magica De Spell menjadi Mimi

Hitam

13)

Junior Woodchuck menjadi

Pramuka Siaga

14) April, May, June Duck menjadi

Titi, Tita dan Tati Bebek

15) Huey Duck menjadi Kwik

16) Duey Duck menjadi Kwek

17) Louie Duck menjadi Kwak

18)

Gladstone Gander menjadi

Untung Angsa

19) Fethry Duck menjadi Didi bebek

20) Chip n Dale menjadi Kiki &

Koko

21) Princess Oona menjadi Una

22) Gyro Gearloose menjadi Lang

Ling Lung

23)

Emily Quackfaster menjadi

Nona Ketik

24)

Horace Horsecollar menjadi

Karel Kuda

25)

The Beagle Boys menjadi

Gerombolan Siberat

26)

Ludwig von Drake menjadi

Profesor Otto

(9)

28) Zeke Wolf / Big Bad Wolf

menjadi Midas Serigala /

Serigala Jahat

29) Lil Bad Wolf menjadi Serigala

kecil

30) Practical Pig menjadi Snor

31) Fiddler Pig menjadi Snir

32) Fifer Pig menjadi Snar

33) Scrooge McDuck menjadi Gober

Bebek

34) Bolivar menjadi Lubas

35) Cornelis Coot menjadi Kornelis

Prul

36) Madam Mim menjadi Madam

Mik Mak

Dari 27 data temuan teknik adaptasi,

sebanyak 20 data (data no. 10—29)

menggunakan hasil terjemahan yang

dekat dengan budaya pembaca sasaran.

Penerjemah menggunakan nama-nama

yang cenderung lebih mudah dipahami

bagi anak-anak Indonesia, seperti

Agus, Didi, Koko, Titi, dll. Sementara

itu, sebanyak 7 data (data no. 30—36)

diterjemahkan dengan mengganti nama

yang tidak berkaitan dengan BSu seperti

Practical Pig diterjemahkan menjadi

Snor, dll.

Dominasi teknik adaptasi dalam

penerjemahan nama karakter dapat

diidentifi

kasi sebagai usaha untuk

lebih dekat dengan budaya Indonesia.

Pemilihan tersebut dimaksudkan agar

karya terjemahan dapat diterima oleh

mayoritas masyarakat Indoensia.

Nama-nama karakter yang dipilih cenderung

merupakan nama-nama lokal Indonesia

seperti Pokijan, Untung, Agus, Didi,

Kiki, Koko, Titi, Tita, dan Tati. Nama

yang dekat dengan pembaca diharapkan

mempermudah masuknya suatu karya

sastra ke negara tertentu, terlebih karya

sastra untuk anak-anak. Anak-anak

dengan tingkat pemahaman tertentu

lebih mudah mengingat nama-nama

yang biasa mereka dengar. Bentuk lain

dari penerapan teknik adaptasi ialah

dengan penyeruan bunyi bebek di

lidah orang Indonesia sehingga muncul

penamaan Kwak, Kwik dan Kwek.

Bunyi bebek diucapkan dengan

‘kwek-kwek’. Penerapan teknik adaptasi

memang menghasilkan teks terjemahan

yang sangat dekat dengan bahasa sasaran

dibanding dengan bahasa sumber.

Sementara itu, teknik peminjaman dan

harfi

ah dilakukan pada nama-nama

karakter Walt Disney yang tidak terlalu

sulit bagi pembaca anak-anak Indonesia

seperti Pluto, Brigita dan Nenek bebek.

SIMPULAN

Nama karakter dalam suatu karya

sastra memiliki peranan penting sebagai

unsur pembentuk. Begitu pula dalam

penerjemahannya, nama karakter

merupakan hal yang mencolok yang

langsung menjadi perhatian para

pembaca. Untuk itu, penerjemahan

sebuah nama karakter dalam karya sastra

perlu mendapatkan perhatian khusus

penerjemah.

Dari 36 karakter yang dikaji,

ditemukan 27 karakter diterjemahkan

dengan teknik adaptasi, 2 dengan

penerjamahan murni, 1 harfi ah, 2

peminjaman alamiah, dan 4 menggunakan

kombinasi peminjaman alamiah dan

harfi ah. Proses penerjemahan merupakan

kuasa penerjemah. Penerjemah

memiliki kuasa penuh menentukan

teknik penerjemahan yang digunakan

terhadap teks terjemahan. Pilihan

(10)

teknik terjemahan tentu saja disertai

pertimbangan-pertimbangan seperti

kemampuan si penerjemah itu sendiri,

dan intuisi penerjemah yang berkaitan

dengan ketertarikannya terhadap suatu

hal. Selain itu, tujuan penerjemahan dan

pembaca sasaran juga menjadi bagian

penting dari suatu proses penerjemahan.

Teknik adaptasi dapat dipandang sebagai

suatu teknik yang sedikit mengabaikan

penulis asli teks terjemahan. Namun,

jika diidentifi kasi tujuan penerjemah

untuk memudahkan pembaca sasaran

hal ini menjadi sesuatu yang wajar dan

dapat diterima.

Daftar Pustaka

Albir, H.A. & Molina, L. 2002.

“Translation Technique Revisited:

A Dynamic And Functional

Approach”. META, vol. 47, 4. Spain:

Universitat Autonoma Barcelona.

Catford, J.C. 1978. A Linguistics Theory

of Translation

. Oxford: Oxford

University Press.

Fawcett, P. 1997. Translation and

Language

. UK: St. Jerome

Publishing.

Fernandes, Lincoln. 2006. “Translation

of Names in Children’s Fantasy

Literature: Bringing the Young

Reader”. New Voices in Translation

Studie

s 2 (2006), 44—57. Brazil:

Pós-Graduação em Estudos da

Tradução.

Fornalczyk, Anna. 2007. “Anthroponym

Translation in Children’s Literature

Early 20th And 21

st

Centuries”.

Kalbotyra

, 2007.57(3). Warsawa:

Warsawa University.

Hermans, T. 1988. On translating proper

names, with reference to De Witte

and Max Havelaar. In M. J. Wintle

(ed.) Modern Dutch Studies. Essays

in Honour of Professor Peter King

on the Occasion of his Retirement

.

London/Atlantic Highlands: The

Athlone Press.

Larson, M.L. 1984. Meaning-based

Translation: A Guide to Cross

Language Equivalence

. Lanham:

University of America.

Moleong, L.J. 2005. Metodologi

Penelitian Kualitatif

. Bandung:

Rosda.

Neubert, A. 2004. Case Studies

in Translation: The Study of

Translation.

A Paper Presented

on Across Language and Culture

5(1):5—21.

Newmark, P. 1988. A Textbook of

Translation

. UK: Prentice Hall

International Ltd.

Nida, Eugine A. dan Taber, Charles R.

1969. The Theory and Practice of

Translation

. Leiden: E.J. Brill.

Nord, Christiane. 2003. “Proper Names

in Translations for Children Alice

in Wonderland as a Case in Point”.

Meta

. Volume 48, No 1-2, Mei

2003, p. 182 —196. Montreal: Les

Presses de l’Université de Montréal.

Oittinen, Riitta. 2000. Translating for

Children

. New York: Garland.

Shavit, Zohar. 1986. Poetics of

Children’s Literature

. London: The

University of Georgia Press.

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi

Penelitian Kualitatif

. Surakarta:

UNS Press.

www.partnersagainsthate.0rg.

The

Importance of Multicultural

Children’s Book

. (diunduh tanggal

15 Januari 2011).

http://disney.go.com/index. diunduh

tanggal 6 Januari 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) pergeseran bentuk dalam penerjemahan komik Michel Vaillant karya Jean Graton dari bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia ;

Dampak Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan pada Kualitas Terjemahan Teks Medical-Surgical dalam Bahasa Indonesia (Disertasi).. Medan: USU,

menerjemahkan gaya bahasa dalam Lady Chatterley’s Lover karya D.H Lawrence (3) Mengidentifikasi dampak penggunaan teknik penerjemahan terhadap pergeseran jenis gaya

Menganalisis teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan istilah budaya pada novel The Good Earth dalam

Dampak, Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan pada Kualitas Terjemahan Teks Medical-Surgical Nursing dalam Bahasa

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah strategi penerjemahan yang dipakai terhadap istilah kearsipan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai teknik penerjemahan teks bahasa Inggris ke bahasa Indonesia serta

Penelitian mengenai analisis penggunaan teknik penerjemahan pada istilah-istilah teks kemasan produk masih jarang dilakukan, khususnya dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab..