• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2010-2012

Isri Rezta Prianty1, Sori Muda2, Rasmaliah2 1

Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2

Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155

Abstract

Pulmonary tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis and one of the lower respiratory track disease. Based on the Profile of Disease Control and Enviromental Sanitation in 2012, the proportion of child TB in North Sumatera is 2,4%. To determine the characteristics of children under five years with pulmonary TB who were hospitalized in Vita Insani Hospital Pematangsiantar within 2010-2012, conducted a descriptive study with case series design. Population and sample was 106 patients. Univariate data were analyzed by descriptive while bivariate data were analyzed by using Chi square test, t-independent, Anova, Kruskal-Wallis and Mann-Whitney. The highest proportion is in the age group 0-<12 month (50,0%), male (58,5%), Bataknese (67,9%), Protestantism (54,7%), came from outer Pematangsiantar (75,5%), with adequate nutritional status (66,0%), have received BCG immunization (81,1%), diagnosis of disease by blood test and X-ray (100,0%), average length of hospitalization 3,11 days (3 days), discharge based on doctor permission (95,3%), using own cost (93,4%). There was no significant difference of age based on nutritional status, there was no significant difference of age based on BCG immunization status, there was no significant difference of sex based on nutritional status, there was no significant difference of sex based on BCG immunization status, there was no significant difference of average length of hospitalization based on nutritional status, there was no significant difference of average length of hospitalization based on the state while come back home, there was no significant difference of average length of hospitalization based on cost source. The writer expects the health workers to complete the data on the status of patient such as the history of pulmonary TB in family and in the diagnosis of pulmonary TB in children under five years according to national guidelines for prevention of TB.

Key Words : Pulmonary Tuberculosis, Children under five years, Characteristics Pendahuluan

Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Beberapa penyakit menular sudah bisa ditangani seperti cacar dan frambusia, namun masih banyak penyakit menular lain yang masih belum bisa dituntaskan seperti

kusta, diare dan tuberkulosis (TB).1) TB paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah.2)

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), penyakit TB pada anak usia di bawah 15 tahun merupakan masalah kesehatan masyarakat

(2)

2 yang sangat penting, salah satu alasannya adalah karena bayi dan anak lebih berisiko dibandingkan orang dewasa dalam hal mengembangkan bentuk ganas dari TB misalnya TB meningitis. Diantara anak-anak, kasus TB paling banyak ditemukan pada anak usia di bawah 5 tahun dan pada remaja usia di atas 10 tahun.3)

Menurut WHO, pada tahun 2012, 530.000 anak-anak usia di bawah 15 tahun menderita TB dan 74.000 diantaranya meninggal karena TB dengan CFR sebesar 13,96%.4)

Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi TB paru di Indonesia pada kelompok umur di bawah 1 tahun sebesar 200 per 100.000 penduduk dan pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 400 per 100.000 penduduk.5)

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012, jumlah kasus TB paru pada kelompok umur 0-14 tahun di Indonesia sebanyak 1.703 kasus. Pada kelompok umur yang sama dilihat dari tingkat Provinsi, jumlah kasus tertinggi berada di Provinsi Jawa Barat sebanyak 205 kasus, Jawa Timur sebanyak 200 kasus, Jawa Tengah 147 kasus dan pada urutan ke-4 adalah Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah kasus sebanyak 132 kasus.6)

Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 33 kabupaten/kota. Pada tahun 2012, kota Pematangsiantar berada di urutan kedelapan dengan angka prevalensi TB tertinggi sebesar 227 per 100.000 penduduk.7)

Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik balita penderita TB paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010-2012.

Tujuan Penelitian

Mengetahui karakteristik balita penderita TB paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010-2012.

Tujuan Khusus Penelitian

Mengetahui distribusi proporsi balita penderita TB paru yang dirawat inap berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, agama dan tempat tinggal. Mengetahui distribusi proporsi balita penderita TB paru berdasarkan status gizi, status imunisasi BCG, diagnosa penyakit, lama rawatan rata-rata, keadaan sewaktu pulang dan sumber biaya. Mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan status gizi dan status imunisasi BCG. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan status gizi dan status imunisasi BCG. Mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan status gizi, keadaan sewaktu pulang dan sumber biaya.

Manfaat Penelitian

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar dalam meningkatkan pelayanan kesehatan berupa perawatan dan pengobatan bagi balita penderita TB paru. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai TB paru dan sebagai syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi peneliti lain.

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2014. Populasi penelitian adalah seluruh balita penderita TB paru yang dirawat inap yang dicatat di rekam medis Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010-2012 yang berjumlah 106 orang. Besar sampel sama dengan populasi (Total Sampling).

Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan uji Chi-square, uji t-independent,

(3)

3 uji Anova, uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney.

Hasil dan Pembahasan

Distribusi proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010-2012 berdasarkan sosiodemografi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Distribusi Proporsi Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012 Sosiodemografi f % Umur (bulan) 0-<12 53 50,0 12-<36 47 44,3 36-60 6 5,7 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 62 44 58,5 41,5 Suku Batak 72 67,9 Jawa 31 29,2 Melayu 1 0,9 Lain-lain 2 2,0 Agama Islam 43 40,6 Kristen Protestan 58 54,7 Kristen Katholik 5 4,7 Tempat Tinggal Kota Pematangsiantar Luar Kota Pematangsiantar 26 80 24,5 75,5 Jumlah 106 100,0

Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi pada kelompok umur 0-<12 bulan (50,0%), sedangkan yang terendah pada kelompok umur 30-60 bulan (5,7%). Anak-anak dengan usia ≤5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami infeksi menjadi sakit TB Paru dikarenakan imunitas selulernya belum berkembang secara sempurna, namun risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia.8)

Proporsi jenis kelamin balita penderita TB Paru yang dirawat inap

tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki (58,5%) dibandingkan jenis kelamin perempuan (41,5%). Berdasarkan jenis kelamin, hampir tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki maupun perempuan sampai pada umur pubertas. Anak-anak terutama bayi dan balita memiliki daya tahan tubuh yang masih lemah dikarenakan imunitas selularnya belum terbentuk secara sempurna.9)

Proporsi suku balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah suku Batak (67,9%). Hal ini dikarenakan penduduk yang bertempat tinggal di Kota Pematangsiantar dan sekitarnya sebagian besar adalah suku Batak sehingga menyebabkan suku Batak lebih banyak datang berobat ke Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar.

Proporsi agama balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah agama Kristen Protestan (54,7%). Hal ini tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara agama dengan kejadian TB Paru pada balita, tetapi menunjukkan bahwa balita penderita TB Paru yang datang berobat ke Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar mayoritas beragama Kristen Protestan. Hal ini dikarenakan penduduk yang bertempat tinggal di Kota Pematangsiantar dan sekitarnya mayoritas beragama Kristen Protestan.

Proporsi tempat tinggal balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah berasal dari luar Kota Pematangsiantar (75,5%). Hal ini dikarenakan letak Rumah Sakit Vita Insani yang strategis dan mudah dijangkau yaitu berada di pusat Kota Pematangsiantar dan merupakan rumah sakit rujukan menyebabkan tingginya jumlah penderita yang menjalani pengobatan demi mendapatkan fasilitas yang lebih baik dan memadai.

Distribusi proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(4)

4 Tabel 2. Distribusi Proporsi Balita Penderita TB

Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Status Gizi di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012 Status Gizi f % Baik 70 66,0 Kurang 26 24,5 Buruk 10 9,5 Jumlah 106 100,0

Proporsi status gizi balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah gizi baik (66,0%). Anak-anak yang mempunyai status gizi kurang cenderung mudah terinfeksi bakteri TB. Status gizi yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh anak sehingga anak tidak mudah menderita penyakit TB, tetapi tidak dapat mencegah seorang anak agar tidak menderita penyakit TB. Anak dengan status gizi yang baik apabila terinfeksi dengan bakteri TB cenderung menderita TB ringan dibandingkan dengan yang mempunyai status gizi buruk.10)

Distribusi proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan status imunisasi BCG dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. Distribusi Proporsi Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Status Imunisasi BCG di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012 Status Imunisasi BCG f % Sudah Belum 86 20 81,1 18,9 Jumlah 106 100,0

Proporsi status imunisasi BCG balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah sudah mendapat imunisasi BCG (81,1%). Vaksinasi BCG sangat penting untuk mengendalikan penyebaran penyakit TB. Vaksinasi BCG tidak dapat mencegah infeksi TB tetapi dapat mengurangi risiko TB berat seperti TB meningitis dan TB milier. Efek proteksi bervariasi antara 0-80% dan timbul dalam jangka waktu 8-12 minggu setelah penyuntikan, hal ini mungkin disebabkan

oleh vaksin yang dipakai atau faktor pejamu (umur, keadaan gizi, dan lain-lain).8),11)

Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan diagnosa penyakit adalah seluruh balita penderita TB Paru yang dirawat inap didiagnosa dengan pemeriksaaan darah + Foto Rontgen (100%).

Diagnosis TB pada anak-anak sulit untuk dilakukan, tidak cukup dengan melakukan satu tes untuk dapat mendiagnosis TB pada anak, sehingga diperlukan melakukan beberapa tes untuk mengetahui anak terinfeksi bakteri tuberkulosis seperti foto rontgen, pemeriksaan darah dan uji tuberkulin. Diagnosis pasti TB anak dilakukan dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum (dahak) dan teknik bilasan lambung, akan tetapi terdapat kesulitan dalam menegakkan diagnosis pasti tersebut dikarenakan dua hal yaitu sedikitnya jumlah bakteri (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen sputum.8)

Lama rawatan rata-rata (hari) balita penderita TB Paru yang dirawat inap dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4. Lama Rawatan Rata-Rata (hari) Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012 Lama Rawatan Rata-Rata (hari)

Mean Standard deviation 95 % CI Min Max 3,11 1,785 2,77 – 3,46 1 15

Lama rawatan rata-rata balita penderita TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010-2012 adalah 3,11 hari (3 hari) dengan 95% Confidence Interval diperoleh bahwa lama rawatan rata-rata selama 2,77 - 3,46 hari. Lama rawatan paling singkat adalah 1 hari dan paling lama adalah 15

(5)

5 hari dengan Standard Deviasi (SD) 1,785 hari.

Distribusi proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5. Distribusi Proporsi Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012

Keadaan Sewaktu Pulang

f %

Pulang Atas Izin Dokter Pulang Atas Permintaan Sendiri Meninggal 101 4 1 95,3 3,8 0,9 Jumlah 106 100,0

Proporsi keadaan sewaktu pulang balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah pulang atas izin dokter (95,3%). Hal ini dikarenakan tingginya proporsi penderita yang mempunyai status gizi baik sehingga kondisi balita cepat membaik dan dapat diizinkan pulang ke rumah oleh dokter.

Anak dengan status gizi baik apabila terinfeksi oleh bakteri TB cenderung menderita TB ringan dan dapat disembuhkan dibandingkan dengan yang mempunyai status gizi buruk.10)

Distribusi proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 6. Distribusi Proporsi Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012

Sumber Biaya f %

Biaya sendiri Bukan biaya sendiri

99 7

93,4 6,6

Jumlah 106 100,0

Proporsi sumber biaya balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah biaya sendiri (93,4%). Hal ini dikarenakan panjangnya prosedur yang

harus dilakukan di rumah sakit jika menggunakan kartu jaminan kesehatan terutama bagi yang berasal dari luar Kota Pematangsiantar sementara orangtua penderita menginginkan agar penanganan bagi balita penderita TB Paru dilakukan dengan segera.

Distribusi proporsi umur balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Status Gizi Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012 Status Gizi Umur (bulan) Jumlah <12 ≥12 f % f % f % Baik 34 48,6 36 51,4 70 100,0 Tidak baik 19 52,8 17 47,2 36 100,0

Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap dengan status gizi baik tertinggi pada kelompok umur ≥12 bulan (51,4%), sedangkan proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap dengan status gizi tidak baik tertinggi pada kelompok umur <12 bulan (52,8%). Hal ini dikarenakan balita umur <12 bulan masih memiliki imunitas yang rendah sehingga jika balita tersebut mengalami gizi tidak baik maka akan sulit mengembalikan kondisi balita ke gizi baik.

Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang memiliki arti bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna umur berdasarkan status gizi.

Distribusi proporsi umur balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan status imunisasi BCG dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(6)

6 Tabel 8. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan

Status Imunisasi BCG Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012 Status Imunisasi BCG Umur (bulan) Jumlah <12 ≥12 f % f % f % Sudah 40 46,5 46 53,5 86 100,0 Belum 13 65,0 7 35,0 20 100,0

Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap yang sudah mendapat imunisasi BCG tertinggi pada kelompok umur ≥12 bulan (53,5%), sedangkan proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap yang belum mendapat imunisasi BCG tertinggi pada kelompok umur <12 bulan (65,0%).

Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang memiliki arti bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna umur berdasarkan status imunisasi BCG.

Distribusi proporsi jenis kelamin balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 9. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Status Gizi Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012 Status Gizi Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Peremp uan f % f % f % Baik 41 58,6 29 41,4 70 100,0 Tidak baik 21 58,3 15 41,7 36 100,0

Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap dengan status gizi baik tertinggi pada jenis kelamin laki-laki 58,6%. Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap dengan status gizi tidak baik tertinggi pada jenis kelamin laki-laki 58,3%.

Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai p>0,05 yang memiliki arti bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna jenis kelamin berdasarkan status gizi.

Distribusi proporsi jenis kelamin balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan status imunisasi BCG dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 10. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Status Imunisasi BCG Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012 Status Imunisasi BCG Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan f % f % f % Sudah 52 60,5 34 39,5 86 100,0 Belum 10 50,0 10 50,0 20 100,0

Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap yang sudah mendapat imunisasi BCG tertinggi pada jenis kelamin laki-laki 60,5%. Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap yang belum mendapat imunisasi BCG pada laki-laki 50,0% dan pada perempuan 50,0%.

Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna jenis kelamin berdasarkan status imunisasi BCG.

Hal ini sesuai dengan penelitian Maria Holly Herawati pada tahun 2002 di 5 wilayah Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bahwa tidak ada perbedaan proporsi berdasarkan jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan berdasarkan status imunisasi BCG.12)

Distribusi lama rawatan rata-rata balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(7)

7 Tabel 11. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata

(hari) Berdasarkan Status Gizi Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012 Status Gizi

Lama Rawatan Rata-rata (hari)

n Mean SD

Baik 70 3,06 1,350

Kurang 26 2,85 1,223

Buruk 10 4,20 4,185

Lama rawatan rata-rata balita penderita TB Paru yang dirawat inap dengan status gizi baik 3,06 hari (3 hari), status gizi kurang 2,85 hari (3 hari) dan status gizi buruk 4,20 hari (4 hari).

Berdasarkan uji Kruskal-Wallis diperoleh p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan status gizi. Hal ini menunjukkan bahwa balita penderita TB Paru baik dengan status gizi baik, gizi kurang maupun gizi buruk membutuhkan perawatan sampai kondisi balita penderita TB Paru benar-benar membaik.

Distribusi lama rawatan rata-rata balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 12. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata (hari) Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012

Keadaan Sewaktu Pulang

Lama Rawatan Rata-rata (hari) n Mean SD

Pulang Atas Izin Dokter 101 3,17 1,806 Pulang Atas Permintaan Sendiri 4 2,00 0,816 Meninggal 1 2,00 0,000

Lama rawatan rata-rata balita penderita TB Paru yang dirawat inap yang pulang atas izin dokter (PAID) 3,17 hari (3 hari), pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 2,00 hari (2 hari) dan meninggal 2,00 hari (2 hari).

Berdasarkan uji Anova diperoleh p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang. Balita penderita TB Paru dengan lama rawatan paling lama adalah jenis kelamin laki-laki yang berasal dari luar Kota Pematangsiantar dengan keadaan sewaktu pulang adalah pulang atas izin dokter (PAID) dan status gizi buruk.

Distribusi lama rawatan rata-rata balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 13. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata (hari) Berdasarkan Sumber Biaya Balita Penderita TB Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012

Sumber Biaya

Lama Rawatan Rata-rata (hari) n Mean SD

Biaya sendiri 99 3,07 1,814

Bukan biaya sendiri 7 3,71 1,254

Lama rawatan rata-rata balita penderita TB Paru yang dirawat inap dengan menggunakan biaya sendiri 3,07 hari (3 hari), sedangkan yang menggunakan bukan biaya sendiri 3,71 hari (4 hari).

Berdasarkan uji Mann-Whitney diperoleh p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya. Hal ini menunjukkan bahwa sumber biaya tidak menentukan lamanya balita penderita TB Paru dirawat di rumah sakit.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

a. Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun

2010-2012 berdasarkan

sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 0-<12 bulan (50,0%),

(8)

8 jenis kelamin laki-laki (58,5%), suku Batak (67,9%), agama Kristen Protestan (54,7%) dan tempat tinggal di luar Kota Pematangsiantar (75,5%).

b. Proporsi status gizi balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah gizi baik (66,0%).

c. Proporsi status imunisasi BCG balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah sudah mendapat imunisasi BCG (81,1%).

d. Proporsi balita penderita TB Paru yang dirawat inap berdasarkan diagnosa penyakit seluruhnya didiagnosis dengan pemeriksaan darah + Foto Rontgen (100,0%). e. Lama rawatan rata-rata balita

penderita TB Paru yang dirawat inap adalah 3,11 hari (3 hari).

f. Proporsi keadaan sewaktu pulang balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah pulang atas izin dokter (95,3%).

g. Proporsi sumber biaya balita penderita TB Paru yang dirawat inap tertinggi adalah biaya sendiri (93,4%).

h. Tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi umur berdasarkan status gizi.

i. Tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi umur berdasarkan status imunisasi BCG.

j. Tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi jenis kelamin berdasarkan status gizi.

k. Tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi jenis kelamin berdasarkan status imunisasi BCG.

l. Tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan status gizi.

m. Tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

n. Tidak ada perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya.

Saran

a. Diharapkan kepada petugas kesehatan Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar yang bertugas untuk menangani balita penderita TB Paru agar melengkapi data-data pada kartu status pasien seperti riwayat TB Paru pada keluarga balita penderita TB Paru.

b. Kepada pihak Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar diharapkan dalam mendiagnosis TB Paru pada balita seuai dengan pedoman nasional penanggulangan Tuberkulosis sehingga hasil diagnosis yang diperoleh lebih akurat.

c. Diharapkan petugas kesehatan Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar agar memberikan pemahaman kepada keluarga bahwa balita penderita TB Paru harus menjalani pengobatan secara teratur selama 6 bulan sehingga hasil pengobatan dapat efektif dan tidak terjadi resisten terhadap obat.

Daftar Pustaka

1. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis

Epidemiologi, Penularan,

Pencegahan dan

Pemberantasannya. Erlangga,

Jakarta.

2. Alsagaff, H., dkk. 2006. Dasar-dasar

Ilmu Penyakit Paru. Cetakan

Keempat. Airlangga University Press, Surabaya.

3. CDC. 2014. TB in Children in The

United States.

http://www.cdc.gov/tb/topic/po pulations/TBinChildren/default. htm. Diakses tanggal 13 Maret 2014.

4. WHO. 2014. Tuberculosis.

http://www.who.int/mediacentr e/factsheets/fs104/en/ Diakses tanggal 18 Maret 2014.

(9)

9 5. Kemenkes RI. 2013. Riset

Kesehatan Dasar 2013. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.

6. Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012.

Jakarta.

7. Dinkes Provinsi Sumatera Utara. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2012. Medan.

8. Soegijanto, S., dkk. 2007.

Lymphadenitis Tuberculosis.

Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Jilid 6. Airlangga University Press, Surabaya.

9. Crofton, J., dkk. 2002. Tuberkulosis

Klinis. Edisi 2. Widya Medika,

Jakarta.

10. Rahardiyanti, W., dkk. 2012.

Gambaran Karakteristik Penderita Tuberkulosis Pada Anak Umur 1-5 Tahun yang Berobat di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kota Semarang. Jurnal Kesehatan

Masyarakat. Volume 1.

11. Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Trans Info Media,

Jakarta.

12. Herawati, M.H., dkk. 2002. Kejadian

Tuberkulosis Pada Anak Setelah Imunisasi Baccilus Calmette Et Guerrin di 5

Wilayah Puskesmas

Kecamatan Jatinegara

Jakarta Timur Tahun 200-2002. Buletin Penelitian Kesehatan. Volume 33.

Referensi

Dokumen terkait

3.3 Mengenal teks buku harian tentang kegiatan anggota keluarga dan dokumen milik keluarga dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat

[r]

Penelitian ini dilakukan untuk memetakan posisi pemain dan alur Strategi Futsal menggunakan Finite State Automata (FSA) dengan konsep Non Deterministic Finite State Automata

Keteladanan sikap cinta tanah air pada Syarat Kecakapan Umum (SKU) yang dipraktikkan dalam kegiatan ekstrakulikuler pramuka di Dabin 5 UPTD Pendidikan Kecamatan

Program studi yang diusulkan harus memiliki manfaat terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Institusi pengusul memiliki kemampuan dan potensi untuk

Melalui pembelajaran kooperatif mahasiswa belajar bekerja sama (saling asah, asih, asuh) dengan sesama mahasiswa, dan melalui pembelajaran kolaboratif diharapkan

Kerjasama dalam pendirian pabrik pupuk di kawasan Asia Tenggara adalah bentuk pengembangan di bidang ….. Negara ASEAN yang memiliki wilayah paling luas dan penduduk paling

[r]