• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian

2.1.1 Pengertian Kemandirian

Kemandirian berasal dari kata dasar mandiri yang berarti siakap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dan menyelesaikan tugas-tugasnya. Kemendiknas (dalam Agus Wibowo, 2012). Dalam masyarakat yang penuh persaingan sekarang ini, sukses tidak bisa diraih begitu saja. Banyak sifat pendukung kemajuan yang harus dibina sejak kecil. Keadaan ini menuntut setiap individu untuk mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi tanpa harus tergantung dengan orang lain dan berani menentukan sikap yang tepat, salah satu aspek yang diperlukan adalah mandiri dalam bersikap dan bertindak. Setiap anak mempunyai keinginan yang kuat untuk mengerjakan sendiri segala seuatu yang tadinya dikerjakan oleh orang lain bagi dirinya, dalam kata lain anak ingin sendiri.

Kemandirian sangat erat kaitannya dengan individu yang mempunyai konsep diri, pegangan terhadap diri sendiri, dan mengatur diri sendiri. Hal ini dimaksudkan bahwa kemandirian adalah ketrampilan untuk membantu dirinya sendiri baik secara fisik maupun psikologis. kemandirian secara fisik yaitu kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri, sedangkan kemandirian secara psikologis adalah kemampuan

(2)

7

dimana seseorang itu dapat memecahkan dan membuat suatu keputusan atas keputusan yang terjadi pada dirinya (Edi Sulis Purwanto, 2009).

Siswoyo (dalam Zakiyah, 2000) mendefinisikan kemandirian sebagai suatu karakteristik individu yang mengaktualisasikan dirinya, menjadi dirinya seoptimal mungkin dan ketergantungan pada tingkat yang relatif kecil. Orang-orang yang demikian relatif bebas dari lingkungan fisik dan sosialnya. Meskipun mereka tergantung pada lingkungan untuk memuaskan kebutuhan dasar, sekalipun kebutuhan terpenuhi mereka bebas untuk melakukan cara sendiri dan mengembangkan potensinya.

Menurut Hurlock (dalam Tuti Rohmah, 2013) kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan sendiri atau dengan sedikit bimbingan atau arahan sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya. Semakin dini anak untuk berlatih mandiri dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, diharapkan nilai-nilai serta keterampilan mandiri akan lebih mudah untuk dikuasai dan dapat tertanam kuat dalam diri anak. Menurut konsep pengembangan kurikulum pendidikan anak usia dini non forman (2007) kemandirian merupakan upayan yang dimaksudkan untuk melatih anak dalam memecahkan masalahnya. Oleh sebab itu, pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kemandirian anak, misalnya tata cara makan, menggosok gigi, memakai baju, melepas dan memakai septum, buang air kecil dan buang air besar, merapikan mainan setelah digunakan, dan lain-lain.

(3)

8

Widjaja (dalam Hadipranata, 2000) menyatakan bahwa ada hubungan negatif dan bermakna antara kepercayaan diri dengan mencari bantuan kepada pihak lain. Jadi, seseorang yang berkepribadian diri kuat berarti tinggi tingkat kemandiriannya dan sebaliknya, seseorang yang berkepribadian diri lemah, berarti tingkat kemandiriannya rendah. Bigner (dalam Hadipranata, 2000) mengungkapkan bahwa faktor hubungan anak dengan orang tua mempunyai peran penting sebagai peletak dasar bagi pembentukan kepribadian, termasuk kemandirian, percaya diri dan beberapa yang lain.

Sedangkan menurut konsep pengembangan kurikulum pendidikan anak usia dini non formal (2007), kemandirian merupakan upaya yang dimaksudkan untuk melatih anak dalam memecahkan masalahnya. Oleh sebab itu, pembelajaran hendaknya dirancang untuk mengembangkan kemandirian anak, misalnya tata cara makan, menggosok gigi, memakai baju, melepas dan memakai sepatu, buang air kecil dan buang air besar, dan merapikan mainan setelah digunakan.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah salah satu hal yang dituju dalam perkembangan hidup manusia. Kemandirian sidefinisikan sebagai keinginan untuk merasa bebas, berbuat sesuatu atas dorongan sendiri, merasa yakin akan kemampuannya, mampu mengatasi masalah, memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Sebagai

(4)

9

pondasi awal terbentuknya kemandirian yaitu interaksi anak dengan orang tua dan keluarganya.

2.1.2 Ciri-Ciri Kemandirian

Suyoto dkk. (dalam Zakiyah, 2000) mengungkapkan bahwa anak dikatakan mandiri apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Menemukan dirinya atau identitas dirinya. b. Memiliki inisiatif.

c. Bertanggung jawab atas tindakannya. d. Mencukupi kebutuhan dirinya.

e. Mampu membebaskan diri dari keterikatan yang tidak perlu. f. Membuat pertimbangan-pertimbangan sendiri dalam bertindak g. Mampu mengambil keputusan sendiri dalam bentuk

kemampuan memilih.

Menurut Zakiyah (2000), kemandirian mempunyai beberapa ciri, yaitu :

a. Memiliki kebebasan untuk berinisiatif.

Mempunyai kebebasan untuk berpendapat dan menuangkan ide-ide baru serta mencoba suatu hal baru yang mungkin belum dilakukan orang lain.

b. Memiliki rasa percaya diri.

Memiliki rasa percaya diri bahwa segala masalah yang dihadapi mampu untuk diatasi dan tidak mempunyai perasaan ragu-ragu dalam mempertimbangkan sesuatu.

(5)

10

c. Mampu mengambil keputusan.

Berusaha mengambil keputusan sendiri dalam mengatasi masalah yang dihadapi tanpa bergantung dengan orang lain. d. Mampu mengendalikan diri.

Mampu untuk mengendalikan diri dalam melakukan sesuatu tindakan dan apabila melakukan sesuatu kesalahan akan cepat menyadarinya.

2.1.3 Tahap Perkembangan Kemandirian Anak Usia Dini

Masa usia dini merupakan masa yang sangat penting dalam meningkatkan potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut sebangai the golden age (usia emas). Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa perkembangan yang diperoleh pada usia dini sangat mempengaruhi perkembangan anak pada tahap berikutnya dan meningkatkan produktivitas kerja di masa dewasa, (Trianto, 2011).

Suderadjat (dalam Trianto, 2011), perlu dipahami anak memiliki potensi untuk menjadi lebih baik dimasa mendatang, namun potensi tersebut hanya dapat berkembang manakala diberi ransangan, bimbingan, bantuan dan perlakuan yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Prasetyo (1999), pada usia sekitar satu tahun, biasanya sudah mulai terlihat jelas naluri anak untuk mau mengerjakan sesuatu sendiri, yaitu pada waktu ia untuk pertama kalinya menolak

(6)

11

perlakuan orang tuanya yang mau menyodorkan botol susu. Anak memegang botol itu sendiri dan memasukkan dotnya kedalam mulutnya. 2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Menurut Soetjiningsih (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian seorang anak adalah:

a) Faktor Internal, yaitu hal-hal yang ada pada diri anak, yang meliputi:

1. Emosi

Faktor ini merupakan kemampuan anak dalam memecahkan suatu permasalahan yang terjadi.

2. Intelektual

Faktor ini dapat ditunjukkan pada kemampuan anak dalam memecahkan suatu pemasalahan yang terjadi.

b) Faktor Eksternal, yaitu hal-hal yang dating atau ada diluar anak itu sendiri, yang meliputi:

1. Lingkungan

2. Karakteristik Sosial 3. Stimulus

4. Pola Asuh

5. Cinta dan Kasih Sayang

6. Kualitas Interaksi Anak dan Orang Tua 7. Pendidikan Orangtua

(7)

12

Sementara dilihat dari konsep sosiopsikogenik, menurut Desmita (2010), kemandirian dipengaruhi oleh faktor iklim lembaga sosial dimana individu terlihat didalamnya. Bagi anak didik, faktor sosiopsikogenetik yang dominan mempengaruhi kemandirian adalah sekolah yang mencangkup :

a. Hubungan guru dan anak didik, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam sekolah.

b. Iklim intelektual sekolah, yang merujuk sejauh mana perlakuan guru terhadap anak dalam memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual anak sehingga tumbuh perasaan kompeten.

2.2 Metode Pembiasaan

2.2.1 Pengertian Metode Pembiasaan

Metode merupakan cara yang telah teratur dan telah terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak terlepas dari metode pembelajaran. Metode-metode yang dilakukan untuk mengembangkan, membina dan meningkatkan aspek-aspek perkembangan anak adalah salah satunya dengan pembiasaan.

Gunawan (2012) mengatakan bahwa pembiasaan adalah suatu yang dilakukan dengan sengaja dan secara berulang-ulang agar sesuatu yang dilakukan itu menjadi kebiasaan. Selanjutnya Tafsir (dalam Gunawan, 2012) mengatakan bahwa inti dari pembiasaan adalah pengulangan. Jadi,

(8)

13

metode pembiasaan adalah suatu cara dalam pengajaran untuk melakukan suatu kebiasaan yang dilakukan secara sengaja dan secara berulang. Metode pembiasaan berintikan pada pengalaman yang dilakukan secara terus menerus.

Pembiasaan menurut Zainal Aqib (dalam Widya, 2009) merupakan upaya yang dilakukan untuk mengembangkan perilaku anak, yang meliputi perilaku keagamaan, sosial, emosional dan kemandirian. Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan. Menurut Depdikbud (1999), kebiasaan adalah pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukan secara berulang-ulang untuk hal yang sama.

Selanjutnya ditambah juga teori behavioristik dimana teori ini adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini

(9)

14

menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar (dalam Niswa Ayuni, 2011).

2.2.2 Kelebihan Dan Kekurangan Metode Pembiasaan

Sebagaimana metode-metode pendidikan lainnya di dalam proses pendidikan, metode pembiasaan tidak terlepas dari dua aspek yang saling bertentangan, yaitu kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan metode pembiasaan sebagai berikut:

a. Kelebihan metode pembiasaan menurut Syaiful Sagala (2003) adalah: 1) Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dengan mempergunakan

metode pembiasaan akan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.

2) Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan tidak memerlukan banyak

konsentrasi dalam pelaksanaannya.

3) Pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks dan rumit menjadi otomatis.

b. Kekurangan metode pembiasaan menurut Syaiful Sagala (2003) adalah: 1) Metode ini dapat menghambat bakat dan inisiatif murid. Hal ini oleh

murid lebih banyak dibawa kepada konformitas (kesesuaian) dan diarahkan kepada uniformitas (keseragaman).

2) Kadang-kadang pelatihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.

3) Membentuk kebiasaan yang kaku karena murid lebih banyak ditujukan untuk mendapat kecakapan memberikan respon otomatis, tanpa menggunakan intelegensinya.

(10)

15

4) Dapat menimbulkan verbalisme (bersifat kabur atau tidak jelas) karena murid lebih banyak dilatih menghafal soal-soal dan menjawab secara otomatis.

2.2.3 Langkah-Langkah Dalam Pelaksanaan Pembiasaan

Agar metode pembiasaan ini dapat mencapai tujuan, maka harus disusun langkah-langkah pembelajaran agar penggunaan metode ini lebih efektif. Langkah-langkah pembiasaan yaitu pendidik hendaknya sesekali memberikan dengan kata-kata yang baik (pujian) dan dengan sesekali dengan petunjuk dan instruksi. Hal ini bertujuan agar anak merasa senang ketika mereka melakukan kegiatan pembiasaan secara sendiri. Dalam langkah ini, upaya yang dapat dilakukan dalam pelaksanan adalah sebagai berikut: Syaiful Sagala (2003)

1) Anak dibiasakan agar mau melakukan aktivitas sehari-hari dengan sendiri, seperti makan sendiri, minum sendiri cuci tangan sendiri dan lain sebagainya.

2) Sesekali anak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri, misalnyanya memilih mainan sendiri, memilih warna dalam aktivitas mewarnai, dan lain-lain.

3) Saat bermain bersama anak-anak, bermainlah sesuai keinginan anak dan ajak anak bersosialisasi dengan teman-temannya. Ini dimaksudkan agar anak belajar untuk bersosialisasi dengan orang lain.

(11)

16

4) Jika anak masih ragu atau takut dan malu, diberi pendampingan dahulu sehingga anak tidak terpaksa.

5) Diberi pujian atau kata-kata positif dan membangun agar anak merasa senang dan lebih percaya diri.

2.3 Penelitian yang Relevan

Berdasarkan topik penelitian yang telah ditemukan diatas yaitu mengenai meningkatkan kemandirian anak melalui pembiasaan, maka peneliti menyertakan hasil-hasil penelitian yang relevan, antara lain sebagai berikut:

Hasil penelitian Hasni Datau (2012), yang berjudul Meningkatkan Keefektifan Metode Bermain Peran Terhadap Peningkatan Kemandirian Anak Usia Prasekolah Kelompok B Usia Lima Tahun Dipusat PAUD Islam Terpadu Al-Ishlah Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo, menemukan bahwa pada siklus I yang dilakukan didalam dua kali pertemuan menampakkan peningkatan yang singnifikan dimana kemandirian anak meningkat dari 13 orang menjadi 16 orang. Hasil tindakan kelas siklus II menunjukkan adanya keefektifan metode bermain peran terhadap kemandirian anak, dimana pada siklus II menjadi 17 orang. Melalui metode bermain peran, anak yang kurang mandiri dapat dibantu melalui bermain peran dalam kelompok-kelompok untuk menemukan jati diri dan perasaan orang lain guna memperoleh perilaku baru. Hal ini terbukti pada anak Prasekolah Kelompok B Usia Lima Tahun Pusat PAUD

(12)

17

Islam Terpadu Al-Ishlah Kota Tengah Gorontalo, dimana metode bermain peran efektif terhadap peningkatan kemandirian anak usia prasekolah kelompok B usia lima tahun.

Hasil penelitian Hartini (2013), yang berjudul Peningkatan Kemandirian Melalui Metode Demonstrasi Anak Usia 5-6 Tahun, menemukan bahwa: 1) perencanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemandirian melalui metode demonstrasi pada anak dapat dikatagorikan “baik sekali”, adapun perancanaan yang telah dilakukan dengan guru antara lain: merumuskan tujuan pembelajaran, memilih tema, memilih bahan main, menentukan metode pembelajaran, membuat penilaian hasil belajar. 2) pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemandirian melalui metode demonstrasi pada anak usia 5-6 tahun dapat dikatakan “baik sekali”, adapun pelaksanaan yang telah dilakukan guru antara lain: guru melakuakan kegiatan prapembelajaran, guru membuka pembelajaran, guru menutup pembelajaran. 3) kevaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kemandirian melalui metode demonstrasi pada anak usia 5-6 tahun dapat dikatagorikan “berkembang sanagat baik” dengan adanya peningkatan kemandirian anak usia 5-6 tahun.

Hasil penelitian Winda Muktisari (2011), dengan judul Profesionalitas Pendidikan PAUD Dalam Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini (Penelitian Deskriptif Di Kelompok Bermainkelurahan Siderejo Kecamatan Temanggung, menemukan bahwa kemandirian anak dikelompok bermain Suderejo sudah baik. Anak sudah mau makan sendiri,

(13)

18

melepas baju sendiri dan juga ke toilet sendiri tanpa bantuan pendidik. Upaya yang dilakukan pendidik untuk mengembangkan kemandirian anak dengan cara melakukan pendekatan seperti belajar sambil bermain, mendesain lingkungan yang kondusif dan juga melakukan pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Bentuk pembelajaran yang dilakukan pendidik yaitu dengan kegiatan pembiasaan perilaku dan juga kegiatan kemampuan dasar anak. Pembiasaan perilaku yaitu dengan membiasakan anak untuk cuci tangan sebelum makan, toilet training dan juga makan bersama.

Dari hasil penelitian diatas terlihat metode yang bervariasi untuk meningkatkan kemandirian pada anak usia dini dan penelitian yang dilakukan dinyatakan berhasil.

2.4 Kerangka Berpikir

Sebagian besar anak-anak POS PAUD Kasih Ibu tidak mau ditinggal oleh orangtua atau pengasuhnya. Dengan kata lain anak-anak masih bergantung dengan orang lain. Padahal jika dilihat dari usia anak-anak tersebut notabene sudah tidak perlu ditunggu atau tidak perlu ada orangtua yang duduk dekat dengan peserta didik.

Saat proses pembelajaran masih ada terlihat anak-anak yang mau-malu saat maju kedepan dan minta di damping oleh orangtua atau pengasuh saat maju kedepan. Ketergantungan seperti inilah yang membuat anak kurang percaya terhadap diri sendiri bahwa mereka mampu melakukan tugasnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Kurangnya

(14)

19

latihan dan pembiasaan yang belum dilakukan ini, membuat peneliti ingin mengubah pola perilaku ini menjadi menjadi perilaku yang diharapkan yaitu mandiri.

Oleh karena itu peneliti yang nanti akan menjadi guru saat melakukan penelitian akan memberikan pembiasaan pada anak agar dapat menumbuhkan karakter kemandirian anak. Hal tersebut perlu dilakukan guna melatih anak untuk hidup tanpa bergantung dengan orang lain dan anak dapat menolong diri sendiri. Adanya penghargaan atas sikap danperilaku yang anak-anak tunjukkan dapat mandiri, dapat menjadi motivasi dalam diri anak untuk berbuat mandiri.

Penggunaan metode pembiasaan dalam meningkatkan kemandirian anak lebih efisien apabila guru mendesain kegiatan pembelajaran dan indikator yang akan dilakukan dengan bervariasi dan menarik. Selain itu komunikasi dengan orangtua dalam kemandirian anak perlu dilakukan agar ada kerja sama yang baik yang terjadi sehingga anak-anak juga terbiasa melakukan sesuatu dengan mandiri dapat dilanjutkan dalam pendidikan dirumah. Sehingga metode pembiasaan yang telah dilakukan disekolah tidak hanya berhenti dilingkungan sekolah saja, melainkan dapat berlanjut dilingkungan rumah.

(15)

20

Gambar 2.1 Desain Kerangka Berpikir

2.5 Hipotesis

Berdasarkan kajian teori diatas dapat ditarik hipotesis bahwa metode pembiasaan dapat meningkatkan kemandirian pada anak usia 4-5 tahun di Sekolah POS PAUD KASIH IBU SALATIGA Tahun Pelajaran 2014/2015.

 Anak tidak mau ditinggal oleh orangtua/ pengasuh/ keluarga

 Anak masih sering dibantu oleh orangtua/pengasuh dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru

 Anak masih sering diberitahu dalam memilih warna saat mewarnai sebuah gambar dan pemilihan mainan

 Masih ada anak yang disuap saat makan Kondisi

awal

 Sosialisasi kepada para orangtua anak didik tentang pentingnya kemandirian

 Pemberian aktivitas pemelajaran kepada anak didik dengan sedikit bantuan sampai tanpa bantuan guru

 Orangtua atau pengasuh mulai menjauh dari anak didik

 Pemberian penghargaan pada anak yang mandiri untuk menumbuhkan motivasi diri

Tindakan saat melakukan PTK dengan

metode pembiasaan

 Anak lebih senang untuk belajar tanpa bantuan orang lain

 Anak bisa untuk melakukan kegiatan sendiri  Anak menjadi lebih percaya pada dirinya sendiri

untuk melakukan aktivitasnya sendiri Kondisi akhir

Gambar

Gambar 2.1 Desain Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

1) Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, fakor keturunan ini masih menjadi

Discovery learning merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk melatih kerjasama dan kemandirian siswa dengan cara siswa menyelidiki sendiri dan menemukan sendiri, sedangkan

(2006:152) Metode Demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda

Menurut Winaputra ( 2004 : 4 : 24 ) Metode demonstrasi adalah metode mengajar yang menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung obyeknya atau cara

Sedangkan Di Tanzania, Kasidi dan Mwakanemela (2013) dengan rentang waktu 1990-2011 menggunakan metode analisis regresi menemukan bahwa setiap kenaikkan

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Putri, R., dan Budhojo, K., (2013) yang berjudul Pembiasaan Perilaku Moral untuk Anak Usia Dini pada Program Bina Keluarga

Adapun alasan memilih metode demonstrasi dalam pembelajaran menurut Hamzah adalah karena dengan menggunakan metode ini perhatian siswa dapat lebih dipusatkan, proses belajar

Sedangkan menurut Sanjaya (2010:152) metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada siswa tentang suatu proses, situasi