• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nia Kurniasih: Evaluasi Mutu Tablet Parasetamol Generik Dibandingkan Dengan Tablet Parasetamol Non Generik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nia Kurniasih: Evaluasi Mutu Tablet Parasetamol Generik Dibandingkan Dengan Tablet Parasetamol Non Generik"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI MUTU TABLET PARASETAMOL GENERIK

DIBANDINGKAN DENGAN TABLET PARASETAMOL NON GENERIK

Nia Kurniasih, Panji Wahlanto, Nikeu Herawati

Prodi DIII Farmasi STIKes Muhammadiyah Ciamis

Email: nia.umifaiz@gmail.com

ABSTRAK

Tablet merupakan salah satu sediaan Farmasi yang dapat dibuat dengan bentuk yang bermacam-macam sesuai dengan keinginan produsen. Dewasa ini pemakaian tablet semakin populer dimana sediaannya banyak diproduksi dan merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami perkembangan baik formulasinya maupun cara pemakaiannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan mutu dari tablet Parasetamol generik dan non generik.

Teknik pengambilan sampel dengan cara total sampling yang diambil dari PT produksi yang sama dengan no batch yang sama. Parameter-parameter pengujian mutu tablet yang dilakukan yaitu keragaman bobot, kekerasan, friabilitas, waktu hancur, dan kadar zat aPenelitianf. Pada uji penetapan kadar zat aPenelitianf menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet dengan panjang gelombang 243 nm dan pengujian merujuk pada Farmakope Indonesia Edisi IV. Hasil penelitian menunjukan bahwa tablet Parasetamol generik dan non generik dengan parameter keragaman bobot, kekerasan, friabilitas, dan waktu hancur memenuhi persyaratan sesuai dengan Farmakope Indonesia untuk semua tablet Parasetamol generik dan non generik kecuali pada parameter kadar zat aPenelitianf.

(2)

QUALITY EVALUATION OF GENERIC PARASETAMOL COMPARED WITH NON GENERIC PARASETAMOL

Nia Kurniasih, Panji Wahlanto, Nikeu Herawati

STIKes Muhammadiyah Ciamis

Email: nia.umifaiz@gmail.com

ABSTRACT

Tablets is one of the pharmaceutical preparations that can be made with a variety of forms in accordance with the wishes of the manufacturer. Today the use of tablets is increasingly popular where the preparations are widely produced and is one of the preparations that many develop both formulation and how to use. The purpose of this study was to compare the quality of generic and non generic parasetamol tablets.

Sampling technique by total sampling taken from the same production PT with the same batch. The parameters of tablet quality testing performed were weight diversity, hardness, friability, crushed time, and substance aPenelitianf. In the test the determination of substance aPenelitianf using ultraviolet spectrophotometry method with wavelength 243 nm and testing refers to Pharmacopoeia Indonesia Edition IV. The results showed that generic and non-generic Parasetamol tablets with weight diversity, hardness, friability, and crushed time parameters met the requirements in accordance with Indonesian Pharmacopoeia for all generic and non generic paracetamol tablets except for the parameters of the aPenelitianf substance.

(3)

PENDAHULUAN

Dewasa ini sediaan tablet semakin popular pemakaiannya dan merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi disetiap industri farmasi. Tablet merupakan sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi yang banyak mengalami perkembangan baik formulasi maupun cara penggunaannya.

Obat Generik Berlogo yang lebih umum disebut obat generik saja adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan obat, sedangkan obat generik bermerek yang lebih umum disebut obat paten adalah obat yang diberi merek dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya. Obat Generik Berlogo (OGB) diluncurkan pada tahun 1991 oleh pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah akan obat. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu (Kebijakan Obat Nasional, 2005).

Salah satu obat generik yang juga tersedia dalam berbagai merek dagang adalah Parasetamol. Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik- antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain

dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas (Lusiana dan Darsono, 2002).

Berdasarkan data Nasional penggunaan obat generik di Indonesia hingga kini masih tergolong rendah, padahal meskipun harganya jauh lebih murah, mutu dan khasiatnya sama seperti obat bernama dagang (paten). Hal ini mendorong industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan meliputi khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut soal nyawa manusia, industri farmasi dan produknya diatur secara ketat. Industri farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam CPOB (Manajemen Industri Farmasi, 2007).

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan kesehatan atau memelihara kesehatan. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian tetapi yang lebih penting, mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut (CPOB, 2009).

Mutu adalah derajat atau tingkat karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan atau keinginan. Secara konvensional mutu biasanya

(4)

menggambarkan karakteristik langsung suatu produk, seperti penampilan, kehandalan, kemudahan penggunaan, estetika, dan sebagainya. Definisi strategik menyatakan bahwa mutu adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan. Obat yang baik adalah obat yang terjaga mutunya mulai dari sumber yang benar, pembuatan bahan baku, distribusi bahan baku, formulasi yang tepat, pembuatan yang baik, quality control, quality asurance yang baik dari produsen (Widodo, 2004).

Menurut Syamsuni (2005), orang sering mengira bahwa mutu obat generik kurang baik dibandingkan obat bermerek. Harganya yang terbilang murah membuat masyarakat tidak percaya bahwa obat generik sama berkualitasnya dengan obat bermerek. Padahal zat berkhasiat yang dikandung obat generik sama dengan obat bermerek (paten). Dalam proses produksi obat, perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam Cara-cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu juga ada persyaratan untuk obat yang

disebut uji

Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE). Obat generik dan obat bermerek yang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan kesetaraan biologi (BE) dengan obat pembanding inovator. Inovator yang dimaksud adalah obat yang pertama kali dikembangkan dan berhasil muncul di pasaran dengan melalui serangkaian pengujian, termasuk pengujian BA. Uji BA/BE

diperlukan untuk menjaga keamanan dan mutu obat generik. Dengan demikian, masyarakat terutama klinisi mendapat jaminan obat yang sesuai dengan standar efikasi, keamanan dan mutu yang dibutuhkan.

Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan dalam hal mutu, khasiat dan keamanan antara obat generik dengan obat bermerek dengan kandungan zat aPenelitianf yang sama. Pasalnya, produksi obat generik juga menerapkan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB), seperti halnya obat bermerek. Selain itu untuk zat aPenelitianf tertentu, Pemerintah mempersyaratkan uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi obat generik, untuk menyetarakan khasiatnya dengan obat originatornya.

Berdasarkan hal itu maka perlu dilakukan suatu pembuPenelitianan ilmiah terhadap mutu dari obat-obat dengan kandungan zat berkhasiat sama yang banyak digunakan dimasyarakat, maka penulis tertarik untuk melakukan studi perbandingan mutu tablet Parasetamol generik dan non generik

dengan melakukan

pembuPenelitianan dari segi keragaman bobot, kekerasan, kerapuhan (friabilitas), waktu hancur, dan kadar zat Penelitianf yang merujuk pada Farmakope Indonesia Edisi IV.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang

(5)

sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu (Arikunto, 2006).

Pengambilan sampling dengan menggunakan total sampling dari golongan obat Parasetamol generik dan non generik dari PT produksi yang sama dan diambil dari no batch yang sama. Sampel yang dianalisis secara kuantitatif dengan parameter mutu sediaan tablet sesuai Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu meliputi uji keragaman bobot, uji kekerasan , uji kerapuhan (friabilitas), uji waktu hancur, dan penetapan kadar zat Penelitian.

Keragaman bobot adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui keseragaman bobot dari setiap tablet. Analisis yang digunakan dalam keragaman bobotdengancara menghitung simpangan baku relatif. Alat yangdigunakan dalam uji ini yaitu neraca listrik. Persyaratan keragaman bobot tidak boleh lebih dari 2 tablet bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya dan simpangan baku relatifnya ≤ 5% Parameter kedua yaitu uji kekerasan. Kekerasan diartikan sebagai kekuatan untuk menghancurkan tablet dengan syarat kekerasan adalah 4 kg -8 kg. Alat yang digunakan dalam uji ini yaitu hardness tester. Analisis yang digunakan dalam uji kekerasanselain dilihat dari yang telah dipersyaratkanyaitu dengan syarat tidak boleh 1 tablet pun kekerasannya lebih dari 4 kg – 8 kg juga dihitung simpangan baku relatifnya.

Parameter ketiga yaitu uji friabilitas. Friabilitas merupakan parameter lain dari ketahanan tablet dalam melawan pengikisan dan

goncangan dengan persyaratan kerapuhanharus lebih kecil dari 0,8%. Alat yang digunakan dalam uji ini adalah friabilator tester. Analisis data yang digunakan dalam uji fribilitas yaitu dengan menghitung selisih bobot awal dengan bobot akhir berbanding bobot awal.

Parameter keempat yaitu uji waktu hancur. Waktu hancur adalah waktu yang diperlukan tablet untuk hancur menjadi partikel–partikel kecil. Alat yang digunakan dalam uji ini adalah disintegration tester. Analisis data dimana dalam uji ini tablet hancur tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan 60 menit untuk tablet bersalut.

Parameter kelima yaitu penetapan kadar zat aPenelitianf. Penetapan kadar adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui suatu kadar zat aPenelitianf dari suatu sediaan. Dimana kadar Parasetamol yang telah dipersyaratkan tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%. Analisis yang digunakan untuk menentukan kadar zat aPenelitianf yaitu dengan menggunakan metode spektrofotometri UV.

Alat:

Neraca analitik, Hardness tester, Friabilator, Disintegration tester, spektrofotometri UV-Vis, Labu ukur, mortir, stamfer, pipet tetes, pipet volum, kuvet.

Bahan:

Aquades, Metanol, Parasetamol BPFI, Parasetamol tablet generik, parasetamol tablet non generik. Prosedur penelitian:

Prosedur Penelitian 1. Uji Keragaman Bobot

Penetapan keragaman bobot dilakukan dengan cara: Timbang seksama 10 tablet, satu persatu

(6)

dan dihitung bobot rata-ratanya. Persyaratan : Tidak boleh lebih dari 2 tablet bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dan simpangan baku relatifnya tidak lebih dari 5%.

2. Uji Kekerasan

Cara : Sebuah tablet diletakan tegak lurus diantara anvil dan punch, tablet dijepit dengan memutar skrup hingga tanda “stop”. Knop diletakan dan dicatat angka yang ditunjukkan petunjuk skala pada saat tablet pecah. Percobaan ini dilakukan pada 5 tablet.

Ketentuan Umum : Kekerasan tablet 4-8 kg c) Uji Kerapuhan (Friabilitas)

Alat : Roche Friabilator

Cara : Ditimbang 20 tablet yang sudah dibersihkan dari debu, dicatat beratnya (a gram). Tablet dimasukan ke dalam alat friabilator lalu alat dijalankan selama 4 menit (100 rpm). Setelah batas waktu, tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu lalu ditimbang beratnya (b gram). Ketentuan Umum : kehilangan berat ≤0,8%

3. Uji Waktu Hancur

Alat : Disintegration Tester Cara : Pengujian dilakukan pada 6 tablet. Dimasukan dalam tiap tube, ditutup dengan penutup dan di naik turunkan keranjang tersebut dengan suhu 37oC dalam medium air. Semua tablet harus hancur sempurna.

Waktu hancur dihitung berdasarkan tablet yang paling terakhir hancur. Bila 1 atau 2 tablet tidak hancur sempurna ulangi pengujian dengan 12 tablet

lainnya, tidak kurang dari 16 tablet dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.

Persyaratan : Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan untuk tablet yang bersalut gula dan bersalut selaput waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 60 menit. 4. Penetapan Kadar Zat APenelitianf

a. Pembuatan Larutan Standar 1) Menimbang 500 mg

Parasetamol BPFI

2) Melarutkannya dengan 10 ml methanol

3) Masukkan dalam labu tentukur 1000 ml

4) Menambahkan aquadest sampai tanda batas

b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Memipet dari larutan standar dengan konsentrasi 100 mcg/ml. Dari larutan standar dipipet 20 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml lalu ditambahkan aquadest hingga garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum terhadap aquadest sebagai blangko.

c. Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Parasetamol BPFI Dari larutan dengan konsentrasi 100 mcg/ml dibuat dengan konsentrasi75 ppm ; 80 ppm ; 85 ppm ; 90 ppm ; dan 95 ppm. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml lalu ditambahkan aquadest hingga garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang

(7)

serapan maksimum terhadap aquadest sebagai blangko. d. Pembuatan Larutan Sampel

1) Timbang seksama sejumlah serbuk tablet setara dengan ± 500 mg yang mengandung parasetamol

2) Melarutkannya dengan 10 ml methanol

3) Masukkan dalam labu tentukur 1000 ml

4) Menambahkan aquadest sampai tanda batas

5) Pipet 20 ml masukan dalam lab ukur 100 ml f. Menambahkan aquadest sampai tanda batas

Persyaratan : Tablet Parasetamol mengandung Parasetamol C8H9NO2 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (FI Edisi IV, 1995).

HASIL PENELITIAN Hasil Uji Keragaman Bobot

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) bahwa persyaratan keragaman bobot dipenuhi jika ditimbang satu persatu tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 5,0 %.

Hasil Uji Kekerasan Tablet

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa setiap tablet Parasetamol generik dan non generik yang diuji mempunyai kekerasan yang berbeda-beda mulai dari 7,5 kg – 8,0 kg. Hal ini

membuPenelitiankan bahwa tablet Parasetamol generik dan non generik memenuhi yang dipersyaratkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV dengan syarat tidak lebih dari 4 kg – 8 kg.

Hasil Uji Friabilitas

Friabilitas atau kehilangan berat yang di alami setiap jenis tablet tidak melebihi 0,8 %. Dengan terpenuhinya syarat uji friabilitas, maka keutuhan tablet sampai ketangan konsumen dapat terjamin.

Hasil Uji Waktu Hancur

Menurut Farmakope Edisi IV menyatakan bahwa waktu hancur untuk tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit dan untuk tablet bersalut gula dan bersalut selaput adalah tidak lebih dari 60 menit.

Hasil Penetapan Kadar Zat Apenelitian

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (Lamda Max)

Pada penentuan panjang gelombang maksimum larutan Parasetamol dibuat dengan konsentrasi 100 mcg/ml. Parasetamol memberikan serapan

(8)

maksimum pada panjang gelombang 243 nm. Dalam penelitian ini, pengukuran serapan maksimum Parasetamol BPFI diperoleh 288 nm. Hasil pengukuran diperoleh menunjukkan panjang gelombang maksimum yang tidak sama dengan literatur dan penetapan kadar selanjutnya dilakukan pada panjang gelombang maksimum 288 nm.

Penentuan Kurva Kalibrasi Parasetamol BPFI

Pada penentuan kurva kalibrasi, larutan Parasetamol BPFI dibuat dengan konsentrasi berturut-turut 75 ppm, 80 ppm, 85 ppm, 90 ppm dan 95 ppm, diperoleh hubungan linier antara serapan dengan konsentrasi dimana koefisien kolerasi (r) = 0,949 dan persamaan garis regresi Y=0,0807X+0.00566 serta dapat dilihat hubungan antara variasi konsentras dengan serapan membentuk suatu garis lurus.

Hasil Evaluasi Kadar Parasetamol BPFI

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, tablet Parasetamol mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket. Kadar pada Parasetamol BPFI

yaitu 94,58% (perhitungan terlampir pada lampiran 8). Ini membuPenelitiankan bahwa Parasetamol BPFI memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV.

Hasil Evaluasi Tablet Parasetamol Generik dan Non Generik

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, tablet Parasetamol mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Dari hasil penetapan kadar pada Tabel di atas dapat dilihat bahwa tablet Parasetamol generik dan non generik kadar zat Penelitiannya tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV walaupun relatif standar deviasinya tidak melebihi 5%. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Hasil pemeriksaan mutu pada terhadap tablet Parasetamol generik dan non generik dengan parameter uji keragaman bobot, uji kekerasan, uji friabilitas, uji waktu hancur telah memenuhi yang dipersyaratkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV. 2. Hasil pemeriksaan mutu dengan

parameter kadar zat Penelitian, tablet Parasetamol generik mempunyai kadar zat aPenelitianf 85,21% dengan simpangan baku relatif 0,71% dan tablet

(9)

Parasetamol non generik mempunyai kadar zat Penelitian 87,45% dengan simpangan baku relatif 1,57%, keduanya tidak memenuhi yang dipersyaratkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV.

3. Hasil penilitian ini menunjukan tablet Parasetamol generik memiliki mutu yang setara dengan tablet Parasetamol non generik dalam hal terpenuhinya syarat baku menurut Farmakope Indonesia Edisi IV.

Saran

1. Disarankan untuk peneliti

selanjutnya agar melakukan uji secara in vivo untuk mengetahui ketersediaan hayati tablet Parasetamol generik dan non generik di dalam tubuh.

2. Sebaiknya dalam parameter penetapan kadar zat aPenelitianf Parasetamol dalam obat sediaan oral tidak hanya dilakukan dengan metode Spektrofotometri UV tatapi juga dilakukan dengan metode lain seperti KCKT agar dapat dibandingkan hasil analisa yang diperoleh dari kedua metode tersebut.

3. Permasyarakan obat generik

hendaknya semakin ditingkatkan karena selain harganya relatif murah dibandingkan obat non generik mutunya juga telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan Farmakope Indonesia. 4. Data laboratorium obat generik

dapat disebarluaskan melaui brosur baik oleh produsen atau melalui buku panduan yang memuat hasil uji laboratorium obat generik.

5. Masyarakat tidak perlu ragu untuk

menggunakan obat generik sebagai pengganti obat non generik karena mempunyai mutu yang sama dalam hal terpenuhinya persyaratan yang dipersyaratkan dalam Farmakope Indonesia. DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2007). Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin

dan Leo Suryadinata. (2009). Indonesia Electoral Behavior. Singapura. ISEAS.

Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press.

BPOM. (2009). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Republik Indonesia. Jakarta. Ditjen POM. (1995). Farmakope

Indonesia Edisi Ke IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Ditjen POM. (2004). Informasi

Obat Generik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Eddy Herjanto. (2008). Manajemen

Operasi Edisi Ketiga.

Gandjar, I. B., Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hasibuan, Ristina. (2008). Evaluasi

Mutu Tablet Antalgin Produksi PT Kimia Farma (PERSERO) Tbk. PLANT Medan. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(10)

Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Kebijakan Obat Nasional. (2005). Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Lachman, L., Lieberman, H. A., dan Kanig, J. L (2004). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press. Lusiana dan Darsono. (2002). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI. Manajemen Industri Farmasi. (2007). Edisi I. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.

Mudzakir dan Soja Fatimah. (2008). Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN. 2087- 7421 Jilid I. Bandung: FKMIPA UPI. Nasution. (2005). Metodologi

Penelitian Kesehata. ECG Jakarta.

Neal, M. J. (2006). Et a Galance Farmakologi Medis. Jakarta: Erlangga. Nugraheni, Dina. (2006). Perbandingan Bioavailabilitas Alopurinol Dalam Sediaan Generik Dan Paten Secara In Vitro. FK Universitas Diponogoro Semarang dan BPOM Jawa Tengah.

Prof. Dr. Charles J.P. Siregar, M.Sc., Apt. (2008). Teknologi Farmasi Sediaan

Tablet Dasar-Dasar PraPenelitians, Jakarta: Kedokteran EGC. Soekidjo. Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sabarijah, Herianto. W dan Transitawuri, Fitri. (2006). Perbandingan Mutu Dan Harga Amoksisilin 500 mg Generik Dengan Non Generik Yang Beredar Di

Pasaran. Depok:

Departemen Farmasi FMIPA UI.

Sartono. (2006). Apa Yang Kamu Ketahui Tentang Obat-obat Bebas dan Terbatas. Edisi Kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Siswandono, dan Bambang, S. (2005). Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.

Soekemi, R. A., Yuanita, T., Fat Aminah, Salim Usman (2007). Tablet. Medan: Mayang Kencana.

Sudjana. (2004). Metodologi Penelitian. EGC Jakarta. Suharsimi Arikunto. (2006).

Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Syamsuni. (2005). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tjay, H.T., Rahardja, K (2002).

(11)

Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. Cetakan Kedua. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Voight, R. (2005). Buku Pelajaran Taknologi Farmasi. Edisi Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Widjaja, M. C. (2001). Mencegah dan Mengatasi Demam Pada Balita.Jakarta: Kawan Pustaka.

Winda. (2009). Pebandingan Mutu Tablet Metronidazol Generik dengan Merek Dagang Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Farmasi USU.

Widodo, R. (2004). Panduan Keluarga Memilih dan

Menggunakan Obat.

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan air paling tinggi terdapat pada hijauan yang tumbuh paddock 6, Hal ini diduga karena rumput gajah yang tumbuh di paddock 6 masih muda.Sedangkan kandungan

Aset tetap yang diperoleh perusahaan seharusnya dicatat senilai harga perolehan ditambah dengan biaya-biaya lain terkait perolehan atas aset tetap tersebut dan dilakukan

Lahan gambut yang mengalami degradasi mempunyai resiko yang besar akan terjadinya kebakaran. Penelitian menunjukkan bukti mengenai hubungan antara pembukaan lahan, drainase dan

Alat hidrolik minyak adalah yang paling umum dari alat-alat bertenaga digunakan oleh penyelam bekerja komersial dan Angkatan Laut.. Ada berbagai macam alat hidrolik

Kualitas kredit bank BMI yang lebih rendah bisa jadi karena cara- cara penagihan pada bank syariah lebih lunak dan mengedepankan mufakat dengan nasabah, sementara bank

Hasil dari penelitian ini didapat (1) Semakin kecil level keabuan yang ditetapkan pada kerapatan histogram akan memperngaruhi hasil segmentasi dengan berkurangnya noise yang

batas ini diterjang maka seluruh bangunan kehidupan manusia akan ambruk dengan Teori ini menyatakan bahwa dalam Islam tidak dapat dan tidak boleh menggunakan. kedaulatan

Analisis Lingkungan Individu Mahasiswa dan Kinerja Bauran Pemasaran Serta Pengaruhnya Terhadap Proses Keputusan Mahasiswa Dan Nilai Jasa Pendidikan Tinggi