LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT (CKB) DAN SUBARACHNOID HEMORRHAGE (SAH)
Di Cendana 3 RSUP DR.Sardjito Yogyakarta
Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Medikal Bedah
Oleh:
MESTIKA ELOK ARVIANA 13/ 375146/KU/17474/P
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
A. CEDERA KEPALA BERAT
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Penyebab Cedera Kepala Cedera kepala disebabkan oleh 1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul 4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga 6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007) Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari
4. telinga ), minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).
5. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah. 6. Penurunan kesadaran.
7. Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler 8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan Patofisiologi Cedera Kepala
Menurut Tarwoto (2007 : 127) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh darah,perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat,perubahan permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.
Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI, 2004). 1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu
a. cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak. b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. (IKABI, 2004)
2. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang meliputi
a. Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi
robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak. b. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi 1) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial. 2) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.
3) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.
4) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.
5) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga 9 dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan saraf pendengaran
(N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/ otorrhea/otoliquorrhea.
Pada penderita dengan tanda-tanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat.
c. Cedera kepala di area intrakranial
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak difus Cedera otak fokal yang meliputi.
1) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulangtengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.
2) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10 prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.
3) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan
gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack).disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.
4) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.
5) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.
3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000) dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15 1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi. 2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang 4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan
1) Amnesia paska trauma 2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8. 1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium (mansjoer, 2000)
Komplikasi Cedera Kepala
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada cedera kepala meliputi
1. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
2. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
3. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.
4. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah kesadaran. 5. Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
Penatalaksanaan Cedera Kepala
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh
O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahlianestesi.
3. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7normal7.Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairanhipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri-Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan CT scanPasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :1.Hematoma epidural2.Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel3.Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4.Edema cerebri5.Pergeseran garis tengah6.Fraktur kranium8.Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semulasetiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo).
B. SUBARACHNOID HEMORRHAGE
Subarachnoid hemorrhage adalah pendarahan di daerah antara otak dan jaringan tipis yang menutupi otak . Daerah ini disebut ruang subarachnoid. Subarachnoid hemorrhage
adalah pendarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges).
Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurysm). Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Computed tomography, kadangkala spinal tap belakang, dan angiography dilakukan untuk memastikan diagnosa. Obat-obatan digunakan untuk menghilangkan sakit kepala dan untuk mengendalikan tekanan darah, dan operasi dilakukan untuk menghentikan pendarahan. Subarachnoid hemorrhage adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum diantara wanita.
Perdarahan subarachnoid dapat disebabkan oleh : a. Perdarahan dari malformasi arteri ( AVM ) b. Kelainan perdarahan
c. Perdarahan dari aneurisma otak d. cedera kepala
e. Tidak diketahui penyebabnya ( idiopatik ) f. Penggunaan pengencer darah
Subarachnoid hemorrhage biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu, pendarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangankan sebagai stroke. Subarachnoid hemorrhage dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan-yaitu, ketika pendarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh. Pendarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurysm di dalam arteri cerebral. Aneurysms menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurysms biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurysms kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari aneurysm sejak lahir.
Kebanyakan subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep
jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian melemah dan pecah.
Etiologi
Subarachnoid hemorrhage adalah pendarahan antara mater arachnoid dan pia . Secara umum, trauma kepala adalah penyebab paling umum, tetapi traumatis perdarahan subarachnoid biasanya dianggap sebagai gangguan yang terpisah. Spontan (primer ) perdarahan subarachnoid biasanya terjadi akibat aneurisma pecah. Sebuah kongenital intrakranial saccular atau berry aneurisma adalah penyebab sekitar 85 % pasien . Perdarahan dapat berhenti secara spontan . Aneurisma perdarahan dapat terjadi pada semua usia , tetapi paling sering terjadi dari usia 40-65.
Patofisiologi
Darah dalam ruang subarachnoid menyebabkan meningitis kimia yang sering meningkatkan tekanan intrakranial selama berhari-hari atau beberapa minggu . Vasospasme sekunder dapat menyebabkan iskemia otak fokal ; sekitar 25 % pasien mengembangkan tanda-tanda serangan transient ischemic ( TIA ) atau stroke iskemik . Edema otak maksimal dan risiko kejang urat, dan infark berikutnya ( disebut otak marah ) tertinggi antara 72 jam dan 10 hari . Hidrosefalus akut sekunder juga umum . Sebuah pecah kedua ( perdarahan ulang ) kadang-kadang terjadi , paling sering dalam waktu sekitar 7 hari.
Tanda dan Gejala
Sakit kepala biasanya parah , memuncak dalam hitungan detik . Hilangnya kesadaran dapat mengikuti , biasanya langsung tapi kadang-kadang tidak selama beberapa jam. Defisit neurologis parah dapat berkembang dan menjadi ireversibel dalam beberapa menit atau beberapa jam . Sensorium mungkin terganggu , dan pasien mungkin menjadi gelisah. Kejang yang mungkin . Biasanya , leher tidak kaku pada awalnya kecuali tonsil serebelum herniate. Namun, dalam waktu 24 jam , meningitis kimia menyebabkan moderat untuk meningismus ditandai, muntah, dan tanggapan ekstensor plantar kadang-kadang bilateral. Jantung atau frekuensi napas sering abnormal. Demam, sakit kepala terus, dan kebingungan yang umum selama 5 sampai 10 hari. Hidrosefalus sekunder dapat menyebabkan defisit sakit kepala, obtundation, dan motor yang bertahan selama beberapa minggu. Perdarahan ulang dapat menyebabkan berulang atau gejala baru.
a. Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa keluhan sakit kepala.
b. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit delir sampai koma.
c. Gejala/ tanda rangsangan : kaku kuduk, tanda kernig ada.
d. Fundus okuli: 10% penderita mengalami edema-papil beberapa jam setelah perdarahan. Sering terdapat perdarahan . Sering terdapat perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada a. Komunikans anterior, atau a.karotis interna.
e. Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
f. Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam ringan karena rangsangan mening, dan demam tinggi bila dilihatkan hipotalamus. Begitu pun muntah, berkeringat, menggigil, dan takikardi, ada hubungannya dengan hipotalamus. Bila berat, maka terjadi ulkus peplitikum disertai hematemesis dan melena(stress ulcer), dan seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
Terapi dan prognosis bergantung pada status klinis penderita. Dengan demikian diperlukan peringkat klinis, sebagai suatu pegangan, sebagi berikut:
Tingkat I Asimtomatik
Tingkat II Nyeri kepala hebat tanpa defit neurologic kecuali paralisis nervi
kranialis
Tingkat III Somnolen dan deficit ringan
Tingkat IV Stupor, hemiparesis atau hemiplegia, dan mungkin ada regiditas
awal dan gangguan vegetative
Tingkat V Koma, regiditas deserebrasi, dan kemudian meninggal dunia
Komplikasi
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik. Pada kasus lain, terutama dengan penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penakit yang dipersulit oleh perdarahan ulang (4%), hidrosefalus, serangan kejang, atau vasospasme. Perdarahan ulang
dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70 % dan merupakan komplikasi segera yang paling memperhatinkan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pada sebagian besar kasus, CT scan kranial akan menunjukkan darah pada subarakhnoid.
b. Perdarahan kecil mungkin tidak tersedia pada CT scan. Diperlukan fungsi lumbal untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi fungsi lumbal selama diyakini tidak ada lesi massa dari pemeriksaan pencitraan dan tidak ada kelainan perdarahan c. Diagnosis perdarahan subarakhnoid dari fungsil lumbal adalah darah yang terdapat
pada ketiga botol dengan kekeruhan yang sama, tidak ada yang lebih jernih. Supernatan cairan serebrospinal terlihat berserabut halus atau berwarna kuning (xantokromia) hingga tiga jam setelah perdarahan setelah karena adanya produk pemecahan hemoglobin.
d. Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen dada dan EKG. e. Gangguan perdarahan harus disingkirkan.
f. Kadang-kadang terjadi glikosuria.
Penatalaksanaan
Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam ruang perawatan intensif, termasuk kontrol tekanan darah dan tata laksana nyeri, sementara menunggu perbaikan aneurisma defisit. Selain itu, pasien harus menerima profilaksis serangan kejang dan bloker kanal kalsium untuk vasospasme.
Perdarahan subarahnoid akibat aneurisma memiliki angka mortalitas sangat tinggi 30-40% pasien meninggal pada hari-hari pertama. Terdapat resiko perdarahan ulang yang signifikan ,terutama pada 6 minggu pertama, dan perdarahan kedua dapat lebih berat. Oleh karena itu, tata laksan ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan perdarahan ulang. Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tata laksana. Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan mor komplikasi dini perdarahan subarahnoid meliputi hidrosepalus sebagai akibat obstruksi aliran cairan serebrospinal oleh bekuan darah. Komplikasi ini juga dapat terjadi pada tahap lanjut (hidrosepalus komunikans). Jika pasien sadar atau hanya terlihat mengantuk, maka pemeriksaan sumber perdarahan dilakukan dengan angiogrrafi serebral. Identifikasi aneurisma memungkinkan dilakukan sedini memungkinkan
dilakukannya intervensi jepitan (clipping) leher aneurisma, atau jika mungkin membungkus (wropping) aneurisma tersebut.
Waktu dan saran angiografi serta pembedahan pada pasien dengan perdarahan subarahnoid yang lebih berat dan gangguan kesadaran merupakan penilaian spesialitis, karena pasien ini mempunyai prognosis lebih buruk dan toleransi operasi lebih rendah. Perdarahan lebih rendah akibat malformasi arteriovenosa memiliki mortalitas lebih rendah dibandingkan aneurisma. Pemeriksaan dilakukan dengan angiografi dan terapi dilakukan dengan pembedahan, radio terapi atau neurologi intervensional. Malformasi arteriovenosa yang terjadi tanpa adanya perdarahan, misalnya epilepsi, biasanya tidak ditangani dengan pembedahan.
Diagnosa Keperawatan
NANDA NOC NIC
Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan ke Otak
Tissue Perfusion: Cerebral
Definisi: kecukupan aliran darah melalui pembuluh darah otak untuk mempertahankan fungsi otak
#Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam
Tekanan intracranial
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah diastolic
Rata-rata tekanan darah
Pusing
Kelemahan
Demam
Lesu
Intracranial Pressure (ICP) Monitoring
Definisi: pengukuran dan interpretasi data pasien untuk mengatur tekanan intracranial #Aktivitas
Membantu pemantauan ICP
Berikan informasi kepada pasien dan
keluarga
Memonitor tekanan perfusi serebral
Monitor pasien ICP dan respon
neurologi untuk aktivitas dan stimuli lingkungan
Monitor intake dan output
Nyeri Akut Pain control
Definisi: perilaku individu untuk mengontrol nyeri
#Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam
Klien dapat mengenali onset nyeri Klien dapat menjelaskan factor-faktor
penyebab nyeri
Klien dapat mencatat waktu terjadinya nyeri
Pain management
Definisi: pengurangan rasa sakit untuk tingkat kenyamanan pasien.
#Aktivitas:
Melakukan penilaian yang komprehensif dari rasa sakit yang meliputi lokasi nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi, sifat, intensitas atau keparahan nyeri
Observasi tanda nonverbal dari ketidaknyamanan, khususnya dari
Klien dapat menggunakan tindakan pencegahan
Klien dapat melaporkan perubahan gejala nyeri pada tenaga kesehatan Klien dapat melaporkan gejala nyeri
tidak terkontrol pada tenaga kesehatan Klien dapat menggunakan sumber
daya yang tersedia
Klien dapat mengakui gejala terkait nyeri
komunikasi yang efektif
Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri Kaji tentang riwayat kesehatan
keluarga berhubungan dengan nyeri berikan informasi tentang nyeri
Defisit Self-Care: Bathing, dressing, eating Self care: a. Bathing
Definisi: perilaku seseorang untuk membersihkan tubuh dengan atau tanpa bantuan.
#Kriteria hasil
Masuk dan keluar kamar mandi Memperoleh perlengkapan mandi Mengatur temperature air
Mengatur aliran air Mencuci muka
Menggosok tubuh bawah Menggosok tubuh atas Membersihkan area perineal
a. Bathing
Definisi: membersihkan tubuh untuk tujuan kebersihan relaksasi dan penyembuhan.
#Aktivitas
bantu dengan kursi shower, bak mandi, dan ukuran bak mandi yang sesuai keramas sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan
gunakan temperature air yang sesuai bantu hygiene measure
bersihkan tangan setelah ke toilet dan sebelum makan
monitor kondisi kulit sambil mandi b. dressing
Definisi: memilih, mengambil, dan mengganti pakaian untuk seseorang yang tidak bisa
b. Dressing
Definisi: tindakan pribadi untuk berpakaian secara mandiri atau tanpa bantuan.
#Kriteria hasil
Memilih pakaian Menyiapkan pakaian Menyiapkan pakaian atas Menyiapkan pakaian bawah Mengambil kaos kaki Mengambil sepatu Melepaskan baju atas Melepaskan pakaian bawah Menggunakan pakaian bawah c. Eating
Definisi: aksi personal untuk menyiapkan dan memasukkan makanan dan minuman dengan atau tanpa bantuan.
#Kriteria hasil
Menyiapkan makanan untuk proses menelan
Memanipulasi makanan di mulut Menelan makanan
melakukannya untuk diri sendiri. #Aktivitas
identifikasi area dimana pasien memerlukan bantuan untuk dressing monitor kemampuan pasien untuk
menggunakan pakaian
memakaikan baju kepada pasien setelah personal hygiene
mendorong pasien berpartisipasi dalam memilih baju
menggunakan pakaian yang sesuai dengan ekstremitas
ganti baju pasien saat tidur c. feeding
Definisi: menyediakan masukan nutrisi untuk pasien yang tidak mampu makan sendiri. #Aktivitas
identifikasi diet pasien
mengatur baki makan dan meja
menciptakan lingkungan yang nyaman sebelum makan
memberikan masukan (cara pengurangan nyeri sebelum makan) memberikan oral hygiene sebelum
Menelan cairan
Memakan makanan dalam jumlah yang cukup
makan
duduk saat makan sambil relax
tanyakan pada pasien pilihan makanan untuk memberikan makanan
berikan makanan dengan minuman tanyakan pada pasien saat sudah
kenyang
cek kebersihan mulut setelah makan cuci muka dan tangan setelah makan Bersihan jalan napas tidak efektif
Definisi: ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas.
Batasan karakteristik: Dyspnea Orthopneu Cyanosis Wheezing Kesulitan berbicara
Batik tidak efektif (tidak ada) Mata melebar
Produksi sputum Gelisah
Perubahan frekuensi dan irama napas
Respiratory status: ventilasi
Definisi: perpindahan udara keluar dan masuk paru-paru Kriteria hasil: Respiratory rate Respiratory rhythm Kedalaman inspirasi Suara perkusi Volume tidal Kapasitas vital Pemeriksaan X-ray Pulmonary function test Dyspnea saat beristirahat
Airway management
Definisi: fasilitasi kepatenan jalan udara Aktivitas:
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Keluarkan secret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
Atur intake untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
Daftar Pustaka
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Elsevier
Greenberg, M. 2004. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Ginsberg, L. 2008. Neurologi Edisi 8. Jakarta: Erlangga
Hartono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjamada University Harsono. 2009. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jakarta: EGC
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. 2013. Nursin Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes. Elsevier
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Snell, R. 2007. Neuroanatomi Klinik Edisi 5. Jakarta: EGC
Waxman, S. 2010. 26th Edition Clinical Neuroanatomy. Mc Graw Hill Medical: America
Wiley, A. J., & Sons. 2009. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification. Wiley-Blackwell
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem
persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta : EGC