• Tidak ada hasil yang ditemukan

I Made Hartaka Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I Made Hartaka Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DHARMAGITA; SENI BUDAYA DALAM SIAR

AGAMA HINDU

Oleh:

Yunitha Asri Diantary Ni Made

Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja E-mail: yunithadiantary1993@gmail.com

I Made Hartaka

Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja E-mail: made.hartaka@gmail.com

ABSTRACT

The development of technology and information is able to bring changes in all lines of life. Humans have begun to become complacent about the easy and sophisticated life, so that the noble religious values are now not the main thing again. Humans are now busy looking for their existence, competing with their siblings for recognition, especially teenagers who are easily influenced by everything they consider fun, there needs to be an appropriate solution to minimize this, because humans are born to correct previous bad karma and in current lives. This needs an arrangement for oneself, society and the people to become human dharmics. Religious values must be packaged in such a way as to facilitate the spread of teachings in achieving the mission of dharma. Dharmagita as one of the cultural arts in Bali plays an important role in the mission of spreading Hinduism. Dharmagita in the development of mental spiritual religion and increase understanding of the values of religious teachings. Through understanding the practice of Dharmagita, it is possible to form the next generation to have quality sradha and devotional service while preserving the arts and culture in Bali.

Keyword: Dharmagita, cultural arts, Hindu religious broadcasts I. PENDAHULUAN

Pada era ini, dunia berada pada sebuah paradigma baru, semakin ke depan seluruh kehidupan mulai bergeser dan mengalami penyimpangan, baik dalam tatanan kehidupan sosial budaya maupun dalam hal kemanusiaan. Agama yang awalnya menjadi salah satu sumber pelaksanaan kehidupan yang baik, kini memikul beban yang berat. Menurut Donder (2011) agama di era modern ini, menghadapi tantangan yang tidak kecil. Jika agama pada zaman dulu memiliki kekuasaan untuk mengutuk, mengesyahkan suatu hal, namun dewasa ini manusia nampaknya

tidak menakuti kutukan-kutukan dari agama. Direstui atau tidak, dikutuk atau tidak nampaknya manusia telah menempuh jalannya sendiri. Karena sebagian besar sifat manusia demikian, sehingga nampaknya pengembangan sains dan teknologi juga jalan sendiri. Hal ini dapat mengulang sejarah masa lalu yang saling membemci, antara sain dan teknologi dengan agama. Agama dalam menghadapi tantangan harus menerapkan ajaran cinta kasih sehingga mampu menetralisir agar tidak mengulang sejarah kebencian di masa lalu.

(2)

Tantangan selanjutnya terletak pada diri manusia, manusia modern memiliki sifat yang pragmatis, segalanya berlandas cepat dan mudah. Teknologi yang berkembang pesat telah banyak membuat ruang manja bagi manusia, sehingga menimbulkan dampak sifat manusia yang kurang sabar, segala yang dilakukan ingin instan dan melakukan perlombaan dalam segala bidang kehidupannya demi sebuah eksistensi diri. Perubahan memang hal yang wajar dan wajib terjadi jika itu mengarah ke arah yang baik. Menurut Tantra (2015) secara sepintas, perubahan memiliki kebenaran empiris. Tetapi setiap perubahan yang cepat dan radikal akan mengakibatkan ketercabutan dari akar budaya dan adat istiadat aslinya. Kalau ini terjadi, maka tragis penyesalan sudah tiada arti. Renovasi sosial dan budaya sulit dilakukan dan mahal harganya, atau bahkan mustahil dilakukan.

Agama memegang peranan penting dalam menghambat perubahan ke ranah negatif. Perlu usaha ekstra dalam mengumandangkan ajaran agama dengan metode ilmiah agar dapat diterima oleh pikiran manusia modern yang rasional, dengan cara representasi terhadap ajaran-ajaran agama. Perlu memunculkan manusia-manusia yang dengan misi mewartakan ajaran agama melalui sebuah seni budaya.

Kesenian sebagai salah satu aspek kebudayaan memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat. Menurut plato (dalam rachman, 2007), mengatakan bahwa seni dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, masyarakat dan seni bersumber dari hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada masyarakat tanpa seni, karena seni selalu hadir dalam kehidupan manusia dan mempunyai peranan yang sangat penting, salah satunya lagu-lagu tradisional Bali

merupakan wujud seni dan media yang sangat baik dalam komunikasi untuk meneruskan nilai-nilai moral.

Salah satu bentuk ajaran agama Hindu yang diberikan di pendidikan formal adalah melalui pemahaman akan budaya yang berdasarkan nilai-nilai keagamaan. Dharmagita merupakan salah satu budaya Hindu yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama di kalangan umat Hindu khususnya bagi generasi muda. Dharmagita sebagai nyanyian keagamaan bagi umat Hindu yang dipergunakan menyertai kegiatan keagamaan khususnya yang berhubungan dengan ritual atau yadnya (Trisdyani, 2019). Melalui aktualisasi dharmagita (nyanyian suci) ini nilai-nilai luhur yang tersirat di dalamnya dapat ditanamkan kepada para pendengar. Sebagai contoh menembangkan kakawin Ramayana maupun arjuna wiwaha mampu memberikan pemahaman kepada pendengar ataupun umat Hindu untuk memahami nilai agama yang ada dalam setiap kisahnya, sehingga dapat dijadikan pedoman hidup dan memilah mana baik dan buruk.

Pada hakikatnya dharmagita merupakan nyanyian suci keagamaan yang menyiratkan estetika (keindahan) sebagai esensi darinya, nyanyian suci ini secara tidak langsung dapat memberikan dan menumbuhkan rasa estetis bagi para pembaca dan penikmat dari Dharmagita tersebut sehingga hal utama yang didapat adalah peningkatan rasa sradha dan bhakti pada masing-masing orang yang menikmatinya. Melalui gita ini pula akan terbangun sebuah terapi suara untuk melepaskan tekanan dalam diri, dimana marah, sedih, bahagia maupun rasa takut semuanya dapat diungkapkan atau diekspresikan dalam nyanyian. Agama Hindu dalam hal ini mengajarkan umatnya, dalam mencari kebahagiaan

(3)

diri dapat melalui menyanyikan hal-hal yang dialaminya. Gita ini sebagai salah satu sarana sekaligus tujuan, dan karena itu umat harus didorong dengan larut untuk mencapai ekstasi.

Dharmagita sebagai salah satu media dalam memperhalus hati dan budi umat Hindu sangat efektif digunakan sebagai metode untuk memperdalam sradha dan bhakti umat serta menyebarkan nilai-nilai agama Hindu yang adiluhur. Dari segi lagu/irama yang indah mampu menarik perhatian para pendengar untuk memahami makna yang ada di dalam syair indah tersebut. Selain itu hal yang tidak kalah penting yakni dengan tetap melantunkan nyanyian suci ini, tidak hanya mampu menyebarkan nilai-niai suci yang termuat dapat pula kita menjaga dan melestarikan warisan budaya tradisional yang berlandaskan pada agama. Hal ini melatar belakangi pentingnya menyanyikan lagu suci ini sebagai salah satu metode penyebaran ajaran agama Hindu.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Digunakannya

metode penelitian

yang bersifat kualitatif berdasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu, penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data yang tidak dalam bentuk data angka – angka, melainkan data kualitatif bersifat naratif. Penelitian kualitatif ini diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mengenai pelantunan dharmagita dalam tujuan menyebarkan ajaran agama Hindu. Jadi, penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat pospositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, sebagai lawannya adalah eksperimen, karena peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat

induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2012). III. PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Dharmagita

Dharmagita itu dapat diartikan nyanyian-nyanyian kebenaran atau nyanyian-nyanyian keadilan, dan yang lain lagi. Tetapi kita menyadari bahwa kata dharma sering dipergunakan sebagai istilah agama. Maka pengertian Dharmagita itu sendiri ialah suatu lagu atau nyanyian yang dipergunakan dalam pelaksanaan upacara Agama Hindu (Warjana, 1993). Dharmagita sebagai nyanyian keagamaan, secara tradisional telah dilaksanakan di seluruh Indonesia. Kegiatan seni ini di Bali disebut dengan mekidung, makakawin, mageguritan, ataupun mamutru. Menurut Titib (2005) Lagu keagamaan ini jika dirangkai dalam mengiringi upacara seperti Dewa Yajna, Dharma Gita ini dapat disebut sebagai Dharma Gita Añjali atau Gitañjali. Di samping itu lagu-lagu keagamaan ini dikaitkan pula dengan kesenian tradisional seperti halnya Arja, Tari Topeng, Bondres di Bali yang merupakan salah satu cara untuk menarik minat pendengardaam rangka mendalami ajaran Weda.

Dharmagita merupakan salah satu budaya dalam agama Hindu yang penting untuk dikembangkan sebagai wujud meningkatkan kualitas kehidupan beragama di kalangan umat Hindu khususnya bagi generasi muda. Tradisi melantunkan nyanyian suci ini merupakan sebuah tradisi yang sangat kuno. Nyanyian suci ini dapat dilihat dalam kitab Catur Weda yang terdiri dari Rg.Weda (kitab Hindu yang paling tua yang berisikan mantra-mantra dengan tatanan bahasa dan irama yang indah), Yajur Weda (berbentuk prosa yang berisikab upacara-upacara kurban), Sama Weda (berisikan nyanyian yang digunakan dalam

(4)

upacara korban), dan Atharwa Weda. Menurut Sivananda (2003) masing-masing Weda mengandung 4 bagian, yaitu; Mantra Samhita atau hymne (puji-pujian), Brahmana atau penjelesan tentang mantra atau ritual, Aranyaka dan Upanisad.

Dalam segi pelaksanaan dharmagita memiliki hubungan yang erat dengan pelaksanaan upacara panca yadnya di Bali baik itu dalam upacara Dewa Yadnya, Butha Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, dan Manusia Yadnya. Dharmagita ini merupakan bagian dari Panca Gita yang merupakan lima jenis suara atau bunyi yang mengiringi atau melengkapi pelaksanaan sebuah ritual/yajna. Panca gita terdiri dari:

1. Getaran Mantram 2. Suara Genta 3. Suara Kidung 4. Suara Gamelan

5. Suara Kentongan (Kulkul). Kelima suara panca gita memberikan vibrasi keheningan, kesucian spiritual. Dharmagita dalam upacara tersebut digunakan karena irama lagu dengan berbagai variasi sesuai dengan daerahnya masing-masing membawa umat kepada suasana yang damai, tenang, tentram sehingga memunculkan getaran suci yang membawa dampak positif bagi upacara yang diselenggarakan. Dalam setiap lirik maupun bait nyanyian suci ini mengandung berbagai macam puja dan puji kepada Tuhan serta nilai-nilai agama yang dapat menjadi sebuah pedoman maupun tuntunan kehidupan oleh umat Hindu.

3.2 Nilai-Nilai Agama Dalam Dharmagita

Di dalam dictionary of sociology and related scinces dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercaya dari suatu benda yang berguna untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu

hakikatnya adalah kualitas atau sifat yang melekat pada suatu benda, dan bukan pada objek itu sendiri. Didalam nilai itu terkandung cita-cita, harapan-harapan dan keharusan. Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral da etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat serta pribadi manusia.

Makna moral yang terkandung di dalam kepribadian seseorang itu tercermin di dalam sikap dan tingkah lakunya. Jadi norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Antara norma dan etika memiliki hubungan yang erat yaitu etika sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas (Atmaja, 2010). Sejalan dengan hal tersebut, Sivananda menjelaskan bahwa moralitas atau susila adalah ilmu tentang priaku. Susila adalah pelajaran dari apa yang benar atau baik dalam prilaku. Susila adalah prilaku yang benar atau sadacara. Nilai susila amat penting. Tidak hanya bagi orang biasa, siapapun, utamanya pemimpin harus mampu menunjukkan tata susila (Adisastra & Made, 2021). Dalam kakawin Arjuna Wiwaha disebutkan :

Śaśi wimba hanéng ghaṭa mési bañū, ndan asing śuci nirmala mési wulan, iwa mangkana rakwa kiténg kadadin, ring angāmběki yoga kiténg sakala.

(Arjuna Wiwaha IX.1) Terjemahan:

Bagaikan bayangan bulan di dalam tempayan yang berisi air. Hanya setiap tempat suci tanpa noda berisi bayangan bulan. Seakan-akan demikianlah Engkau terhadap semua manusia. Kepada orang yang sedang melaksanakan yogalah Engkau menampakkan diri.

Kesucian itu identik dengan kejernihan, seseorang hanya orang-orang yang memiliki hati bersih dan

(5)

kesucian hati saja yang dapat melihat wujud Tuhan. Nilai kesucian dalam Arjuna Wiwaha erat kaitannya dengan lima keyakinan atau panca sradha dalam agama Hindu yaitu keyakinan terhadap adanya Tuhan/Brahman (Kariarta, 2021). Selain kakawin arjuna wiwaha di atas, dalam sarasamuscaya nilai kesucian ini dapat dilihat dari pembacaan sloka di bawah ini

Sloka:

Buddhilabhaddhi purusah sarvam tarati kilbisam

Vipapolabhate sattvam sattvasthah samprasidati

(Sarasamusccaya 507) Terjemahan:

Sebab ia yang telah mempunyai kebijaksanaan, hilanglah noda-noda pada hati nuraninya. Setelah hati tanpa noda, olehnya akan ditemui sa’waguna, hanya satwa, tidak dicampuri oleh rajah tamah. Satwa artinya keadaan yang penuh kebenaran. Orang yang mempunyai hati utama, pikirannya yang selalu mencari kebenaran, tidak dikuasai oleh nafsu kasih dll, ditemuinyalah olehnya satwaguna itu. Ia menjadi suci murni, tidak diikat ia oleh badannya, terhindar dari karmaphala, buah dari perbuatannya (Sudharta, 2009)

Nilai agama selanjutnya ialah nilai bhakti. Bhakti merupakan kasih sayang yang mendalam kepada Tuhan, yang merupakan jalan kepatuhan atau bhakti dan disenangi oleh sebagian besar umat manusia. “mengasihi demi untuk kasih sayang itu sendiri” adalah motto seorang bhakti-yogin. Tuhan adalah pengejewantah dari kasih sayang, dan kamu akan dapat mencapai-Nya dengan mencintai-mencapai-Nya (Kariarta, 2020). Bhakti merupakan satu ilmu spiritual terpenting, karena mereka yang

memiliki rasa cinta kepada Tuhan, sesungguhnya kaya.

Tak ada tujuan yang benar kecuali kasih sayang dengan menyembah Tuhan. Nama, sifat, dan lila Tuhan merupakan hal terpenting yang harus diingat. Kaki Padma Tuhan merupakan objek meditasi yang terpenting. Para penyembahnya minum madu prema atau cinta kasih Tuhan (Sivananda, 2003). Ungkapan cinta kasih terhadap Tuhan dapat pula diaktualisasikan dengan cinta kasih terhadap segala makhluk hidup ciptaan Tuhan, sebagaimana yang termuat dalam sloka berikut:

Sada samahitam citta naro bhutesu dharayet Nabhidyayenne sprhayennabaddham cintayedasat (Sarasamuscaya 89) Terjemahan:

Nah inilah yang hendaknya orang perbuat, perasaan hati cinta kasih kepada segala makhluk hendaklah itu tetap dikuatkan, janganlah menaruh dengki iri hati, janganlah menginginkan dan jangan merindukan sesuatu yang tidak ada, ataupun sesuatu yang tidak halal; janganlah hal itu dipikir-pikirkan (Kajeng, 1997).

Nilai bhakti dalam Dharmagita yang tersirat dalam sloka Bhagavata Purana, VII.5.23 sebagai berikut:

Ṥravanaṁ Kirtanaṁ Viṣṇuh, Smaranaṁ Padasevanaṁ,

Archanaṁ Vandanaṁ Dāsyam, Sakyaṁ Ᾱtmanivedanaṁ.

Terjemahan:

• Ṥravanaṁ adalah suatu kegiatan bhakti untuk memuja Ida Sanghyang Widi Wasa dengan jalan mendengarkan cerita-cerita suci keagamaan dan mendengarkan pembacaan mantra dan ayat-ayat suci veda

(6)

• Kirtanaṁ adalah kegiatan bhakti untuk memuja Ida Sanghyang Widhi dengan jalan menyanyikan atau melantunkan kidung-kidung suci keagamaan

• Smaranaṁ adalah kegiatan bhakti kepada Sanghyang Widhi dengan jalan selalu mengingat nama-nama Tuhan dengan segala manifestasinya

• Padasevanaṁ adalah kegiatan bhakti kepada Tuhan dengan mengabdi pada Padma kaki-Nya • Archanaṁ adalah kegiatan bhakti

kepada Tuhan melalui media arca atau pratima sebagai nyasa karena Tuhan Maha Gaib

• Vandanaṁ adalah kegiatan bhakti kepada Tuhan dengan jalan membaca ayat-ayat suci serta cerita suci keagamaan

• Dāsyam adalah kegiatan bhakti kepada Tuhan dengan jalan abdi atau pelayan dari Tuhan

• Sakyaṁ adalah kegiatan bhakti kepada Tuhan dengan jalan membina hubungan dengan Tuhan layaknya sebagai seorang sahabat • Ᾱtmanivedanaṁ adalah kegiatan

bhakti kepada Tuhan dengan jalan penyerahan diri (Atma) secara bulat (Surada, 2006).

Berbagai aspek bhakti dalam dharmagita termuat dalam sloka di atas, yakni dengan mendengarkan dan melantunkan ayat-ayat suci mengenai Tuhan adalah sebuah pelayanan terhadap Tuhan dan disisi lain kita mengajak umat lain untuk ikut melaksanakan ajaran agama Hindu. Pelantunan nama-nama Tuhan akan menyadarkan umat akan peningkatan keyakinan akan ajaran dharma untuk meminimalisir pengaruh-pengaruh negatif dari perkembangan teknologi yang sudah mulai tidak terkontrol.

3.3 Dharmagita Dalam Penyebaran Dharma

Kesenian di Bali, selain untuk hiburan maupun tontonan biasanya berfungsi sebagai salah satu sarana ritual. Ritus-ritus dalam agama hindu yang merupakan agama mayoritas di pulau Bali, sangat identik dengan penggunaan unsur-unsur musik, terutama sebagai sarana puji-pujian. Atau dengan kata lain terkait dengan prinsip religiusitas, seniman-seniwati Bali (dalam hal ini seniman musik) berkesenian atas dasar ngayah, baik kepada masyarakat maupun kepada Tuhan, selalu melibatkan unsur-unsur ritual dalam setiapaktifitas berkesenian mereka untuk menjaga kesucian karya seni yang dihasilkan (Triguna, 2003). Penggunaan Dharmagita dalam berbagai kegiatan keagamaan dibutuhkan karena irama lagunya memiliki berbagai jenis variasi yang membantu menciptakan suasana hening, hikmad yang dipancari oleh getaran kesucian sesuai jenis yadnya yang dilaksanakan (Warjana,1996).

Dalam pelantunan dharmagita dalam setiap upacara yajna merupakan salah satu wujud untuk penyebaran dharma ataupun nilai-nilai suci yang ada dalam agama Hindu. Menurut Punyatmadja (2019) kata dharma ini berasal dari bahasa sanskerta, dari urat kata “dhr” yang artinya menjungjung, memangku, mengatur dan menuntun. Dharma berarti hukum yang mengatur dan memelihara alam semesta beserta semua makhluk. Untuk peredaran alam semesta kata dharma dapat diartikan kodrat, sedangkan untuk kehidupan umat manusia.

Dharma itu dapat diartikan ajaran, kewajiban atau peraturan-peraturan suci yang memelihara dan menuntun manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup, berupa dharma yaitu laksana dan budi pekerti yang tinggi yang disebut dengan Jagadhita

(7)

yang akan membawa kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat dan ketentraman yang tidak didasarkan atas kebendaan atau keduniawian yang menyebabkan roh bebas dari penjelmaan dan mendapat kesucian yang bernama Moksa (Made & Hartaka, 2020). Berikut juga dijelaskan mengenai dharma sebagai perahu menuju tujuan dan dharma perlu landasan keyakinan.

Dharma eva plavo nanyah svargam samabhivanchatam,

Sa ca naurpvanijasstatam jaladeh paramicchatah

(Sarasamuscaya 14) Terjemahan:

Yang disebut dharma, adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga; sebagai halnya perahu, sesungguhnya adalah merupakan alat bagi orang dagang untuk mengarungi lautan (Kajeng, 1997).

Etany api tu karmani Sangam tyaktva phalani ca Kartavyaniti me partha Niscitam matam uttamam

(Bhagavadgita XVIII.6) Terjemahan:

Tetapi bahkan kegiatan-kegiatan ini harus dilakukan, jalankan dengan melepaskan belenggu dan keinginan pada pamrih. Inilah, O Partha (Arjuna), keyakinan-Ku yang tetap dan mulia. (Radhakrishnan, 2009).

Demikian halnya seorang bhakta dalam melakukan sebuah ritual dengan diiringi nyanyian suci (dharmagita) si pelantun melakukan sebuah pelayanan terhadap Tuhan dengan menyanyikan lantunan pujian terhadap Tuhan tidak berpikir buruk maupun iri dengki begitu pula dalam melaksanakan dharmanya tanpa mengharapkan imbalan, nyanyian suci ini secara beruntun dinyanyikan dengan khusuk (Darmawan & dkk,

2020). Penggunaan Dharma Gita dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan sangat membantu menciptakan suasana hening, hikmat/kusuk yang dipancari getaran kesucian dengan jenis yadnya yang dilaksanakan, sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan hening, hikmat/kusuk. Sehingga dengan menyanyikan dharmagita dengan ketulusikhlasan dan sesuai dengan iramanya maka suasana damai serta rasa sradha dan bhakti pada dirinya akan bangkit. Nyanyian suci ini mampu membimbing perasaan manusia untuk mendapat suasana tentram, damai, cerah, dan bersih.

Kebaktian merupakan sikap pernyataan terima kasih yang manusiawi terhadap kehidupan ini. Sebagaimana salah satu dharmagita yang digunakan dalam upacara Dewa Yadnya yang dilantunkan saat proses persembahyangan, yakni sebagai berikut:

Ong sembah ning anatha. Tinghalana de Triloka sarana. Wahya dyatmika sembahing hulun ijeng ta tan hana waneh.

Sang lwir agni sakeng tahen kadi minyak sakeng dadhi kita.

Sang saksat metu yan hana wwang hamuter tutur pinahayu.

Terjemahan:

Ya Tuhan sembah hamba ini orang hina, silakan lihat oleh-Mu penguasa tiga dunia, lahir batin sembah hama ke hadapan padukamu tiada lain, engkau bagiakan api yang keluar dari kayu kering, bagaikan minyak yang keluar dari santan, demiakan Engkau. Engkau seakan-akan nyata berwujud apabila ada orang menyalah ilmu batin yang baik. (Warjana, 1993)

Nyanyian suci di atas menyiratkan bawasannya kita sebagai manusia ini adalah kecil, sehingga jangan pernah merasa berkuasa menjadi

(8)

seorang manusia, karena sejatinya Tuhanlah yang Maha Kuasa (Hartaka, 2020). Dharmagita ini jika dinyanyikan dengan khusus akan melahirkan perasaan damai dan bersih yang didapatkan tentunya mengantarkan pada sebuah ekspresi kejiwaan, melalui pengucapan lagu-lagu keagamaan dengan baik dan benar ekspresi emosi ini mampu mencapai alam kedewataan, sehingga dharmagita ini sebagai salah satu metode penyebaran ajaran agama. Sejalan dengan hal tersebut kita telah memiliki memiliki metode dalam menyebarkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai agama ini agar terciptanya sebuah kerukunan umat beragama.

Pesamuhan Agung (semacam rapat kerja nasional) tahun 1990 telah menetapkan 6 metode pembinaan umat, yang terdiri dari: Dharma Wacana (pembinaan terhadap umat Hindu dengan metode ceramah), Dharma Tula (berdiskusi atau berembug tentang ajaran agama Hindu), Dharma Gita (pembinaan terhadap umat Hindu dengan metode melantunkan nyanyian agama, Seperti diketahui bahwa Weda adalah nyanyian suci, sehingga seorang speaker sebelum menyanyikan mantra suci atau sloka suci dalam kitab suci Weda, terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan sarana upacara. Metode dharma gita, saat ini mengalami perkembangan, apalagi dengan dibuatkan banyak lomba dharma gita, antusias umat dalam mempelajari kitab suci Weda menjadi sangat tinggi), Dharma Sadhana (realisasi ajaran dharma dalam diri seseorang), Dharma Yatra (untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Agama Hindu melalui kunjungan untuk persembahyangan ketempat-tempat suci), dan Dharma Santhi (suatu ajaran untuk mewujudkan perdamaian diantara sesama umat manusia.

Acara Dharma Santhi ini dapat dilaksanakan sesuai dengan keperluan

situasi dan relevansinya dengan kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan). Melalui metode tersebut pembinaan terhadap umat Hindu di Indonesia diharapkan lebih efektif dilaksanakan. Terkhusus mengenai dharmagita yang memiliki seni tersendiri menjadi salah satu metode yang baik dalam penyebaran ajaran dharma maupun nilai-nilai agama untuk menyadarkan umat akan tujuan akhir kehidupannya, selain itu di era kaliyuga ini hampir tidak ada ukuran kebajikan, sehingga penting kiranya melalui dharmagita ini ajaran dharma menjadi ukuran sebuah kebajikan.

Menurut Titib (2005) Dharmagita sebagai media untuk menyampaikan dan memperdalam keyakinan beragama sangat efektif. Oleh karena itu penyampaian materi ajaran dijalin demikian rupa dalam bentuk lagu/ irama yang indah dan menawan, mempesona pembaca dan pendengarnya. Usaha untuk melestarikan, mengembangkan dharma gita bertujuan untuk tetap menjaga dan memelihara warisan budaya tradisional yang berdasarkan keagamaan. Di samping itu melalui dharmagita diharapkan mampu memberikan rasa kesucian kekhidmatan serta kekhususan dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan. Hakekat dari Dharmagita sebagaimana nyanyian suci keagamaan maka unsur estetika (keindahan) merupakan hal yang esensial dalam dharmagita itu, secara tidak langsung dapat memberikan dan menumbuhkan rasa estetis dan penikmat dari Dharmagita tersebut sehingga menyebabkan mereka menjadi terhibur. Apabila pengucapan Dharmagita dilakukan dengan benar dan tepat akan menggetarkan hati nurani yang paling suci, sehingga dapat menguasai pikiran (manah) dan keinginan (indria) yang dikehendakkan dengan baik dapat mengarahkan perbuatan kita berpegang pada dharma

(9)

(kebenaran) akan menghasilkan pahala mulia, yakni kehidupan yang bahagia lahir bathin (skala-niskala)

IV. SIMPULAN

Dharmagita merupakan salah satu seni budaya dalam agama Hindu yang penting untuk dikembangkan sebagai wujud meningkatkan kualitas kehidupan beragama di kalangan umat Hindu khususnya bagi generasi muda. Tradisi melantunkan nyanyian suci ini merupakan sebuah tradisi yang sangat kuno. Nyanyian suci ini dapat dilihat dalam kitab Catur Weda yang terdiri dari Rg.Weda (kitab Hindu yang paling tua yang berisikan mantra-mantra dengan tatanan bahasa dan irama yang indah), Yajur Weda (berbentuk prosa yang berisikab upacara-upacara kurban), Sama Weda (berisikan nyanyian yang digunakan dalam upacara korban), dan Atharwa Weda. Nyanyian suci ataupun nyanyian dharma ini selalu mengiringi di saat upacara yadnya, yang membawa umat kepada suasana yang damai, tenang, tentram sehingga memunculkan getaran suci yang membawa dampak positif bagi upacara yang diselenggarakan.

Nilai-nilai dalam dharmagita kental sekali mengenai ajaran agama Hindu, nilai agama ini mampu meningkatkan sradha dan bhakti umat manusia dalam fokus pencapaian tujuannya. Adapun salah satu nilai yang termuat di dalamnya yakni nilai susila. Nilai ini mengarahkan umat untuk berbuat baik sesuai dengan swadharmanya dan ajaran ini juga membina manusia untuk menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab, selain itu juga ada nilai kesucian (sivam) yang menyangkut ajaran Ketuhanan. Penerapan ajaran Tri Kaya Parisudha yakni murni baik itu secara pikiran, perkataan, dan perbuatan. Nilai bhakti tercetus pula dalam lantunan suci dharmagita, dimana bhakti merupakan

salah satu jalan penyerahan diri secara totalitas dengan penuh kasih kepada Tuhan/Hyang Widhi. Jalan ini kemudian termanifestasi dalam berbagai bentuk persembahan umat (banten/saji), sebagai ungkapan kasih kepada Tuhan. Seluruh potensi diri manusia dipersembahkan, persembahan berupa berbagai kreatifitas terbaik

Dalam Pesamuhan Agung (semacam rapat kerja nasional) tahun 1990 telah menetapkan 6 metode pembinaan umat, yang terdiri dari: Dharma Wacana, Dharma Tula, Dharma Gita, Dharma Sadhana, Dharma Yatra, dan Dharma Santi. Ke enam metode ini memegang peranan penting dalam penyebaran ajaran agama Hindu, namun dalam hal aktualisasi seni budaya, dharmagita memegang peranan penting dalam penyebaran dharma melalui nyanyian suci yang penuh akan sarat nilai-nilai yang adiluhur. Menyanyikan gita ini dengan ketulusikhlasan dan sesuai dengan iramanya akan membawa pada suasana damai serta rasa sradha dan bhakti pada dirinya akan bangkit. Nyanyian suci ini mampu membimbing perasaan manusia untuk mendapat suasana tentram, damai, cerah, dan bersih sehingga manusia dapat diarahkan menuju tujuan akhirnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adisastra, I. N. S., & Made, Y. A. D. N. (2021). Relevansi Asta Brata Dalam Kepemimpinan Masa Kini. SWARA WIDYA: Jurnal Agama Hindu, 1(1).

Atmaja, I Made Nada, dkk. 2010. Etika Hindu. Surabaya: Paramita.

Darmawan, I. P. A., Somawati, A. V., WINDYA, I. M., Gunawijaya, I. W. T., Hartaka, I. M., Kariarta, I. W., ... & Rahayu, K. Y. (2020). Hindu Nusantara: Antara Tradisi dan Upacara. Nilacakra.

(10)

Donder, I Ketut. Dkk. 2011 Teologi Sosial Persoalan Agama dan Kemanusiaan Perspektif Hindu. Surabaya: Paramita.

Hartaka, I. M. (2020). Membangun Semangat Kebangsaan Perspektif Etika Hindu. Genta Hredaya: Media Informasi Ilmiah Jurusan Brahma Widya STAHN Mpu Kuturan Singaraja, 3(2).

Hartaka, I. M. (2020). Ajaran Sivaisme Dalam Teks Tattwa Jnana. Genta Hredaya: Media Informasi Ilmiah Jurusan Brahma Widya STAHN Mpu Kuturan Singaraja, 4(2), 198-209.

Kajeng, I Nyoman. 1997.

Sarasamuccaya Dengan Teks Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuna. Surabaya: Paramita. Kariarta, I. W. (2020). Paradigma

Materialisme Dialektis di Era Milenial. Sanjiwani: Jurnal

Filsafat, 11(1), 71-81.

Kariarta, I. W., & Wantari, L. (2021). Sreya dan Preya Dalam Persfektif Teologi Hindu. SWARA WIDYA:

Jurnal Agama Hindu, 1(1).

Made, Y. A. D. N., & Hartaka, I. M. (2020). Implikasi Yoga Marga Terhadap Kesehatan

Rohani. JURNAL YOGA DAN KESEHATAN, 3(2), 152-162 Punyatmadja, I.B.Oka. 2019. Panca

Sradha. Denpasar: ESBE.

Rachman, abdul. Musik Tradisional Thong–Thong Lek Di Desa Tanjungsari Kabupaten Rembang, Dalam Harmonia Edisi Khusus Dies Natalis Unnes XIII Maret 2007,Halaman 72-77. Semarang: Sendratasik Unnes

Radhakrisnan, S. 2009. Bhagavadgita. Jogjakarta: IRCiSoD.

Tantra, Dewa Komang. 2015. Solipisme Bali Antara Persatuan Dan Perseteruan. Denpasar: Wisnu Press

Titib, I Made, dkk. 2005. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dharma Wacana. Surabaya: Paramita. Triguna, I.B.G Yudha, 2003. Estetika

Hindu dan Pembangunan Bali, Denpasar: Program Magister Ilmu Agama dan Kebudayaan Universitas Hindu Indonesia Bekerja sama dengan Penerbit Widya Dharma.

Sivananda, Sri Swami.2003. Intisasri Ajaran Hindu. Surabaya: Paramita.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Surada, I Made.2006. Dharmagita Kidung Panca Yajna, Beberapa Wirama, Sloka, Phalawakya dan Macepat. Surabaya: Paramita. Warjana, I Nyoman. 1993. Materi

Pokok Dharmagita. Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha dan Universitas Terbuka

Referensi

Dokumen terkait

dan padat, Pengisian data Statistik, Laporan Pemakaian Anggaran Belanja Tahunan (ABT), Laporan Data Jumlah Realisasi Ekspor, Laporan Tenaga Kerja Asing, Laporan

Guru meminta siswa bersama kelompoknya mencari informasi dari surat kabar bekas atau majalah bekas contoh peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan mengidentifikasi

Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segala

manuver State klasifikasi manuver terdefinisi Pengolahan fuzzy level manuver beresiko dengan membership rule Defuzifikasi level manuver beresiko Penggabungan. state

[r]

Nestlé sebagai perusahaan besar senantiasa responsif terhadap tuntutan perdagangan global agar produknya berdaya saing tinggi, mengantisipasi masyarakat yang dinamis dan

Tingkat persepsi tertinggi petani terhadap alih fungsi lahan padi sawah menjadi lahan hortikultura dan jagung berada pada faktor produksi dengan pencapaian skor

Dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan dari Implementasi Kebijakan Peraturan Bupati Ciamis Nomor 1-A Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan