• Tidak ada hasil yang ditemukan

FLUKTUASI GENANGAN AIR LAHAN RAWA LEBAK DAN MANFAATNYA BAGI BIDANG PERTANIAN DI OGAN KOMERING ILIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FLUKTUASI GENANGAN AIR LAHAN RAWA LEBAK DAN MANFAATNYA BAGI BIDANG PERTANIAN DI OGAN KOMERING ILIR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

J. Hidrosfir Indonesia Vol.3 No.2 Hal. 57 - 66 Jakarta, Agustus 2008 ISSN 1907-1043

FLUKTUASI GENANGAN AIR LAHAN RAWA LEBAK

DAN MANFAATNYA BAGI BIDANG PERTANIAN

DI OGAN KOMERING ILIR

Waluyo1), Suparwoto1) dan Sudaryanto2)

1) Peneliti Bidang Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan 2) Peneliti Bidang Pertanian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi - BPPT

Abstract

Research on Lebak (fresh water) convered 100 hectars that has been conducted at Tanjung Alai, Ogan Komering Ilir district South Sumatera. This research consist of land characteristics, type and properties of Lebak, particularly zonification of Lebak type, length and hight of flooding which determined Lebak zone, fluctuation of flooding, crop scheduling of rice and soybean. Main problem of Lebak were hight flooding in the wet season and drought in the dry season on the long flooding condition it do not able to be planted cash crops. Result showed that research site can be divided into 3 type of Lebak; first, shallow Lebak has average hight flooding –97 cm to 55 cm, length flooding period 5 months and time schedule of planting since January up to May and June until Oktober; second, medium Lebak has average hight flooding – 50 cm to 100 cm, 9 months flooding period, and time schedule of planting since February up to June and Juli until November; third, deep Lebak has average hight flooding –32 cm up to 140 cm, 10 months flooding period and time schedule of planting since Januari up to June and Juli until November.

Key words: Lebak (fresh water), flooding, Agriculture

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lahan rawa lebak merupakan rawa yang terdapat di kiri dan kanan sungai besar dan anak-anaknya, dengan topografi datar, tergenang air pada musim penghujan, dan kering pada musim kemarau. Pada keadaan air macak-macak sampai dengan ketinggian air lebih kurang 30 cm, lahan tersebut ditanami padi sedangkan pada kondisi kering tanaman pangan lainnya dapat ditanam.

Potensi lahan rawa lebak di Sumatera Selatan mempunyai luasan cukup luas sekitar 2,0 juta ha, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian1), yang mana

seluas 79.200 ha di antaranya terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang baru diusahakan oleh petani, Dinas

Pertanian Tanaman Pangan2).

Berdasarkan kedalaman genangan air maksimumnya lahan rawa lebak diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu

lahan rawa lebak dangkal dengan

kedalaman genangan air maksimum 50 cm, rawa tengahan 50 - 100 cm, dan rawa

lebak dalam lebih dari 100 cm3).

Hidrologi lahan rawa lebak cocok untuk tanaman padi, oleh sebab itu padi merupakan salah satu komponen utama

(2)

dalam sistem usaha tani masyarakat lahan rawa lebak. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan varietas unggul, padi di lahan lebak dapat mencapai 5,0 – 7,0 ton gabah kering panen per hektar, sehingga prospeknya sangat baik dalam meningkatkan produksi serta pendapatan petani melalui pengembangan sistem usahatani terpadu

(Waluyo dan Supartha4). Tanaman pangan

lain yang diusahakan pada lahan tersebut adalah kedelai, jagung, kacang tanah.

Waluyo dan Ismail5) menyatakan bahwa

kedelai yang ditanam di daerah lebak mempunyai prospek yang cukup baik dan bisa menghasilkan produksi sebesar 1,2 - 1,9 ton/ha. Oleh karena itu, bahwa dalam penggalian dan pemanfaatan sumber-sumber alam serta dalam pembinaan lingkungan hidup perlu digunakan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat sehingga mutu dan kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup dapat dipertahankan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk penentuan fluktuasi pola kondisi air rawa lebak yang kemudian diperoleh data kedalaman genangan, pola genangan, kedalaman permukaan air tanah pada saat kering dan pola tanam secara spesifik yang bermanfaat bagi pertanian.

2. BAHAN DAN METODE 2.1. Tempat dan waktu

Penelitian dilaksanakan di wilayah penelitian pengembangan pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Penelitian dilakukan dengan hamparan luas 100 ha, ketinggian 10 m dari permukaan laut. Daerah penelitian diapit oleh dua sungai yaitu Sungai Ogan dan Sungai Komering dengan debit air rata-rata tahunan masing-masing sebesar 538

m3/detik dan 221 m3/detik, sedangkan

luas catchment area daerah Ogan Komering Ilir sebesar 770.836 ha. Penelitian berlangsung pada bulan Agustus 1999 sampai Juli 2000.

Alat dan bahan yang digunakan antara lain: theodolite, kompas, meteran pita, tambang plastik, penangkar hujan, papan skala, pengaris busur, millimeter blok, peta lokasi skala 1:5000, dan alat penunjang lainnya.

2.2. Metode Penelitian

Penentuan genangan dan tinggi permukaan air tanah serta pola tanam secara spesifik pada lahan rawa lebak, dilakukan pengamatan yang rinci, antara lain:

- Dengan bantuan data curah hujan pada beberapa lokasi yang termasuk dalam catchment area di wilayah bagian hulu, hilir dan pada lokasi penelitian.

- Dalam pengukuran langsung, untuk penentuan pola genangan ini diperlukan beberapa data pendukung antara lain yaitu data curah hujan selama waktu penelitian dari beberapa stasiun pengamatan cuaca yang terletak di daerah catchment area di daerah penelitian dan data curah hujan tahunan selama minimal 10 tahun.

- Penetapan fluktuasi gengan air di rawa lebak akan sangan bermanfaat untuk penentuan tempat, waktu, masa tanam tanaman pangan. Untuk itu maka diperlukan pengukuran kedalaman genangan secara periodik setiap 3 hari sekali selama 1 tahun di berbagai tipologi rawa lebak.

2.3. Penentuan Fluktuasi dan Karakteristik Genangan

Setelah mengetahui batas-batas lahan yang menjadi lokasi penelitian, maka ditentukan penempatan mistar skala untuk mengukur keadaan tinggi rendahnya genangan dari waktu ke waktu atau dari musim ke musim dengan cara

(3)

pemasangan patok pengamatan sebanyak 9 buah untuk seluruh areal penelitian dengan luasan 100 ha, masing-masing lebak dangkal 3 buah, lebak tengahan 3 buah, lebak dalam 3 buah. Fluktuasi tinggi genangan diukur atau diamati 3 hari sekali (2 kali dalam seminggu), selama satu tahun, mulai bulan Agustus 1999 sampai Juli 2000.

Karakteristik genangan adalah tingkah laku genangan air rawa dari waktu ke waktu atau dari musim ke musim yang dapat menyebabkan terjadinya awal penggenangan, genangan tertinggi, dan akhir penggenangan. Ini dapat diketahui dari lamanya genangan tiap periode tersebut, dalamnya permukaan air tanah, dan persen kadar air pada zone perakaran terjadi dalam setahun atau beberapa tahun.

2.4. Analisis Pemanfaatan Rawa Lebak untuk Pertanian

Pemanfaatan rawa lebak di lokasi penelitian adalah untuk kegiatan usaha pertanian, khususnya bercocok tanam padi. Agar penentuan saat bertanam dapat tepat maka harus diketahui periode-periode tertentu yang mana air genangan dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman padi mulai tanam sampai panen. Untuk maksud tersebut, penelitian dibagi ke dalam 4 periode berdasarkan fluktuasi tingginya genangan, yaitu pola penggenangan, puncak penggenangan, akhir penggenangan dan kekeringan.

Prediksi waktu tanam berdasarkan curah hujan dilakukan pada bulan Februari sampai bulan April pada saat persemaian, dan bulan Maret sampai Mei dilakukan penanaman di lapangan. Hal ini disebabkan rata-rata bulan curah hujan terendah adalah pada bulan Juni, Juli, Agustus dan Sepetember, yaitu sekitar 100 mm.

2.5. Hubungan Antara Curah Hujan dengan Tinggi Genangan

Dalam prosesnya diduga bahwa genangan yang terjadi di lahan rawa lebak di lokasi penelitian akan dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah curah hujan pada periode yang sama. Bila tidak terjadi hujan maka tidak akan terjadi genangan. Kemudian terjadi hujan pada periode yang sama tidak akan langsung terjadi genangan, melainkan hujan akan terakumulasi dulu sampai pada jumlah tertentu sehingga menaikkan air pada saluran (sungai ) di lokasi, sehingga barulah akan mulai terjadi genangan.

Karena dipandang perlu untuk mengetahui, jumlah akumulasi curah hujan yang berpotensi untuk melahirkan genangan di lokasi penelitian, maka dilakukan analisis untuk melihat hubungan antara curah hujan dengan kejadian genangan pada titik tertinggi lahan penelitian, untuk melihat berapa jumlah akumulasi curah hujan minimal yang dapat menimbulkan genangan di lahan penelitian.

Hubungan yang dicari adalah sebagai berikut:

Y = a + bx . dimana:

Y = tinggi genangan,

a = curah hujan kumulatif yang terpenuhi pada saat awal terjadi genangan, b = gradien peningkatan genangan

akibat adanya peningkatan curah hujan,

x = curah hujan pada periode terjadinya genangan.

2.6. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi: 1) Tinggi genangan pada masing-masing

tipologi lahan,

2) kedalaman permukaan air tanah pada masing-masing tipologi lahan,

(4)

Gambar 1. Grafik Hubungan Tinggi Genangan Rawa Lebak, Curah Hujan dan Tinggi Permukaan

3) curah hujan harian, meliputi pada daerah hulu dan hilir catchment area, dan pada lokasi penelitian selama penelitian berlangsung, serta data sekunder curah hujan minimal 10 tahun dari stasium meteorology,

4) Peta topografi daerah penelitian dengan skala 1: 5000.

5) data informasi secara langsung dari petani melalui wawancara mengenai potensi, peluang, kendala, serta sumber daya lahan yang ada pada lahan rawa lebak ini.

2.7. Analisis Data

Proses analisis data terdiri atas:(1) analisis karakteristik fisik lahan untuk mengetahui kualitas fisik lahan dan menentukan alternatif tipe lahan rawa yang sesuai secara fisik, (2) data curah hujan dan genangan digunakan untuk menentukan pola tanam dan fluktuasi genangan air rawa lebak, dan (3) analisis sosial budaya dari pemuka masyarakat, kelompok tani dan petani, guna untuk mengetahui persepsi, ide atau gagasan perubahan yang diinginkan serta peluang terhadap sumber daya lahan yang ada pada lahan rawa lebak.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Zonasi Lahan Rawa Lebak

Genangan rawa lebak di lokasi penelitian tahap awal dimulai kegiatan yaitu pada bulan Agustus 1999, – 50 cm sampai + 40 cm dari posisi lebak dangkal sampai lebak dalam.

Selanjutnya dari 90 titik pengamatan pada daerah genangan dibedakan menjadi 4 lokasi genangan :

1). areal lahan kering dengan kedalaman permukaan air tanah > - 125 cm,

2). areal dengan kedalaman permukaan air tanah – 50 cm,

3). areal dengan kedalaman permukaan air tanah -20 cm sampai – 30 cm, 4). areal dengan genangan 0 sampai 40

cm.

Dari perbedaan tinggi genangan tersebut maka luas lahan rawa lebak di lokasi penelitian seluas 100 ha, berdasarkan jenis lahan lebak, adalah

1). lahan kering dengan luas 30 ha, 2). lahan lebak dangkal dengan luas

15 ha,

3). lahan lebak tengahan dengan luas 30 ha, dan

4) lahan rawa lebak dalam dengan luas 25 ha.

(5)

3.2. Fluktuasi Genangan

Keadaan fluktuasi tinggi genangan rata-rata 3 harian pada masing-masing jenis lebak yang diamati selama satu tahun, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Lebak dangkal mengalami rata-rata tinggi genangan 3 harian berkisar 0 cm (terendah) dan kedalaman permukaan air tanah maksimum -97 cm sampai dengan genangan maksimum 55 cm. Genangan terendah mulai terjadi pada pada saat dimulai penelitian yaitu pada tanggal 20 Agustus 1999 sampai akhir Oktober 1999. Genangan maksimum terjadi pada tanggal 18 Januari 2000, dengan lama periode tergenang 5 bulan ( bulan November 1999 sampai bulan Februari 2000 dan pada bulan Mei 2000), sedangkan periode kering selama 7 bulan ( Agustus 1999 sampai Oktober 1999 dan bulan Maret 2000 sampai dengan Juli 2000 kecuali bulan Mei 2000).

2.Lebak tengahan mengalami genangan berkisar antara 0 cm terendah sampai 100 cm maksimum. Genangan terendah terjadi pada tanggal 4 April 2000, sedangkan kedalaman permukaan air tanah maksimum -50 cm terjadi pada tanggal 27 Agustus 1999. Genangan

0 5 0 1 0 0 1 5 0 2 0 0 2 5 0 3 0 0 3 5 0 4 0 0 4 5 0 5 0 0 C u r a h h u ja n (m m ) A g t S e p O k t N o v D e s J a n P e b M a r A p r M e i J u n J u l

Gambar 2. Grafik Curah Hujan Selama Penelitian di Desa Tanjung Alai Kecamatan SP. Padang Kabupaten Ogan

maksimum terjadi pada tanggal 18 Januari 2000, yaitu dengan lamanya periode tergenang 9 bulan (bulan November 1999 sampai dengan bulan Juli 2000) dan periode kering 3 bulan (bulan Agustus 1999 sampai dengan bulan Oktober 1999).

3. Lebak dalam mengalami genangan berkisar antara 2 cm terendah sampai dengan 140 cm maksimum. Genangan terendah mulai terjadi pada tanggal 12 Oktober 1999, sedangkan kedalaman permukaan air tanah maksimum –32 cm pada tanggal 20 September 1999. Genangan maksimum terjadi pada tanggal 18 Januari 2000, dengan lamanya periode tergenang 10 bulan (bulan Oktober 1999 sampai dengan bulan Juli 2000) dan lamanya periode kering selama 2 bulan (bulan Agustus 1999 sampai dengan bulan September 2000.

Sumber air di lokasi penelitian adalah curah hujan dan limpasan air sungai. Pada musim penghujan, curah hujan tinggi dan limpasan air hujan mengakibatkan genangan air di lokasi penelitian. Air berasal dari sungai Komering yang terletak di sebelah timur dan sungai Ogan

(6)

yang terletak di sebelah barat areal penelitian, dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Gambar tersebut, menunjukkan bahwa tinggi genangan rawa lebak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain curah hujan dan tinggi muka air sungai.

Pengamatan yang dilakukan pada saat dimulai kegiatan, yaitu bulan Agustus, masih terjadi beberapa hari hujan. Intensitas curah hujan tertinggi selama awal pengamatan adalah 25 mm per periode. Sesudah bulan Agustus 1999, setiap periode selalu memiliki kejadian hujan. Curah hujan pada awalnya masih dengan intensitas yang rendah, selanjutnya intensitas hujan makin tinggi. Intensitas curah hujan tertinggi yang tercapai adalah 453 mm dan 327 mm/ bulan pada periode bulan November dan Desember 1999 (Gambar 2).

Pada lahan rawa lebak dalam tidak terjadi genangan pada periode Agustus 1999 sampai dengan minggu kedua bulan Oktober 1999, sedangkan mulai terjadi

genangan pada periode awal minggu ketiga Oktober 1999 sampai dengan Juli 2000. Tidak ada genangan di lokasi penelitian mencerminkan kondisi yang kering di permukaan lahan, karena pada periode tersebut merupakan periode kering di kawasan sekitar lokasi penelitian. Curah hujan yang ada belum mampu meningkatkan kandungan air tanah hingga jenuh atau belum menaikkan tinggi permukaan air sungai sehingga belum dapat melimpasi ke lahan rawa di lokasi penelitian.

Penggenangan mulai terjadi secara merata pada rawa lebak dangkal dengan tinggi genangan 4 cm; 16 cm pada lahan rawa lebak tengahan terjadi keduanya pada tanggal 2 November 1999 dan 2 cm pada lahan rawa lebak dalam terjadi pada tanggal 12 Oktober 1999. Selanjutnya pada lahan rawa lebak dangkal dari tanggal 20 Agustus sampai akhir bulan 29 Oktober 1999 dan kemudian pada tanggal 22 Februari 2000 sampai dengan akhir Juli 2000, genangan mulai terjadi tanggal 2

-150 -100 -50 0 50 100 150 200

Agt Des Apr

Bulan Ti ngg i ge na n g a n (c m)

Rawa dangkal (cm) Rawa Tengahan (cm)

Rawa Dalam (cm) Curah Hujan

Fe b Ju n Ok t

(7)

November 1999 sampai dengan tanggal 18 Februari 2000 dan tanggal 21 April sampai dengan 19 Mei 2000. Pada lahan rawa lebak tengahan tidak terjadi genangan pada tanggal 20 Agustus 1999 sampai dengan akhir bulan Oktober 1999, sedangkan mulai terjadi genangan pada tanggal 2 November 1999 sampai dengan akhir bulan Juli 2000, kecuali pada tanggal 24 sampai dengan 30 Maret 2000, disajikan pada Gambar 3. Hal ini terjadi karena curah hujan sudah cukup mengakumulasi air tanah hingga mencapai jenuh . Karena intensitas hujan cukup tinggi mulai terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Januari maka terjadi kelebihan air dan dibarengi dengan tinggi air sungai sehingga akan terjadi limpasan dan genangan pada daerah penelitian. Genangan maksimum terjadi pada periode Januari 2000, pada rawa lebak dangkal maksimum 55 cm, rawa lebak tengahan dengan genangan maksimum sebesar 100 cm, dan pada rawa lebak dalam sebesar 140 cm.

3.3. Pemanfaatan Genangan Air untuk Pertanian

Air merupakan kebutuhan pokok bagi setiap mahluk hidup dan keberadaannya sangat diharapkan. Air dalam jumlah besar akan mendatangkan banjir dan dalam jumlah sedikit akan menimbulkan kekeringan, oleh karena itu diperlukan keseimbangan dalam pengelolaannya.

Daerah rawa lebak merupakan wilayah yang kaya air di musim hujan dan miskin air di musim kemarau. Daerah rawa diusahakan untuk pertanian membutuhkan pengelolaan air yang baik karena tanaman dalam pertumbuhan dan perkem-bangannya sangat membutuhkan air

dalam jumlah yang optimum.

Berdasarkan hasil pengamatan pada awal bulan November 1999, air rawa sudah mulai masuk secara merata pada areal pertanian pada rawa lebak dalam,

tengahan maupun rawa dangkal, sedangkan titik puncak genangan maksimum terjadi pada pertengahan Januari 2000, dan pada bulan selanjutnya bulan Februari genangan rawa lebak mulai menurun sehingga banyak dimanfaatkan oleh petani untuk menanam padi, terutama di lahan lebak dangkal, sedangkan lahan lebak lainnya belum dapat ditanam hingga air mulai menyurut. Pada awal bulan Maret 2000 petani memanfaatkan untuk menanam padi pada lahan rawa lebak tengahan dan selanjutnya pada lahan rawa lebak dalam. Keadaan air untuk rawa dalam dari bulan Maret sampai bulan Mei masih cukup tinggi, sehingga petani setempat belum bisa memanfaatkan lahannya untuk menanam padi. Selanjutnya pada akhir Mei genangan mulai turun dengan drastis lebih kurang sampai 30 cm, sehingga petani baru bisa mulai menanam padi di lahan rawa lebak dalam.

Pola pertanian sawah lebak di daerah Kayu Agung Sumatera Selatan, terlihat bahwa musim pertanian padi di wilayah ini berbeda-beda sesuai dengan tinggi genangan pada masing-masing lahan rawa lebak, karena pertanian pada lahan rawa lebak berhubungan erat dengan keadaan iklim, maka untuk mencapai produksi yang tinggi sangat dibatasi oleh berbagai faktor.

Adapun faktor-faktor yang mem-pengaruhinya adalah:

1. Keadaan hidrotopografi daerah lebak

berbeda-beda, tidak memungkinkan penanaman padi sawah lebak secara serempak.

2. Perlunya untuk menentukan waktu

tanam yang tepat.

3. Penggunaan bibit lokal yang

berproduksi rendah dan penggunaan bibit berumur tua.

4. Perubahan cuaca yang sulit diramal,

(8)

3.4. Hubungan Curah Hujan dengan Tinggi Genangan

Genangan air yang terjadi di lokasi penelitian berhubungan erat dengan kejadian hujan di lokasi dan beberapa wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir . Pada dasarnya air genangan sebagian berasal dari limpasan air sungai, namun keduanya baik genangan maupun limpasan air sungai sangat tergantung pada jumlah curah hujan yang terakumulasi.

Pada Tabel 1, genangan mulai terjadi setelah beberapa hari terjadi hujan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa genangan terjadi setelah beberapa hari hujan terakumulasi dimana jumlah hujan yang terakumulasi ini akan menaikkan permukaan air sampai pada ketinggian tertentu. Disamping itu hujan yang terjadi dalam beberapa hari akan masuk ke dalam tanah, dan akan membasahi tanah hingga mencapai titik jenuh, barulah akan terjadi genangan.

Tabel 1. Dugaan Tinggi Air Sungai dan Tinggi Genangan Rawa Lebak Periode 17 Tahun Desa Tanjung Alai, Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan

Berdasarkan data yang ada, maka dilakukan analisis regresi sederhana yang menghubungkan antara jumlah curah hujan kumulatif sejak terjadinya hujan dengan data kejadian genangan. Analisis regresi sederhana antara nilai kumulatif curah hujan (CH) minguan dengan tinggi genangan (Y) pada rawa lebak dangkal di beberapa wilayah menunjukkan hasil sebagai berikut: 1. Tulung Selapan Y = -39,78 + 0,07.CH; r = 0,87; CH >568 mm. 2. Tanjung Batu Y = -30,42 + 0,06. CH; r = 0,67; CH >507 mm. 3. Tanjung Raja Y = -35,44 + 0,07.CH; r = 0,63; CH >482 mm. 4. Tanjung Alai Y = -35,44 + 0,11. CH ; r = 0,85 CH >322 mm. 5. SP. Padang Y = -28,65 + 0,06. CH; r = 0,68;CH>604 mm. pertumbuhan, maupun sewaktu

akan dipanen yang dapat menimbulkan kerusakan secara total.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. 1990. Sistem usahatani lahan pasang surut dan rawa. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Proyek Penelitian Lahan Pasang Surut dan Rawa Swamps II. Palembang.

2. Dinas Pertanian Tanaman Pangan.

1996. Laporan tahunan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Sumatera Selatan.

3. Susanto,S. 1978. Pemikiran kearah

konsepsi pengembangan pengairan dalam rangka pengembangan lebak. Makalah pada Simposium Pemanfaatan Potensi daerah Lebak. Palembang, 26 – 28 September 1978. p: 44-66.

KESIMPULAN

1. Tinggi genangan air (Y) pada rawa

lebak di lokasi penelitian nyata dipengaruhi oleh curah hujan (X1) dan tinggi muka air sungai (X2). Pada rawa lebak dangkal diperoleh persamaan penduga Y = -75,45 – 0,21X1 + 0,28 X2, pada lahan rawa lebak tengahan diperoleh Y = -51,70 – 0,91X1+ 0,31 X2, dan rawa lebak dalam diperoleh Y = -29,20 –1,12X1+ 0,34 X2.

2. Tinggi dan rendahnya genangan air

rawa lebak sangat berpengaruh terhadap penentuan jenis tanaman yang akan ditanam khususnya untuk Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan dengan tinggi genangan pada setiap wilayah memiliki persamaan linear penduga bervariasi. Namun secara umum menunjukkan hubungan yang relatif sama yaitu bersifat linear positif. Hubungan ini memberikan gambaran bahwa setiap terjadi peningkatan curah hujan kumulatif, maka akan diikuti pula oleh kenaikan tinggi genangan tersebut secara proporsional.

Berdasarkan masing-masing persamaan tersebut dapat ditentukan bahwa terjadinya curah hujan yang dapat menyebabkan awal terjadinya genangan (Y=0 mm) pada rawa lebak dangkal di wilayah Tulung Selapan yaitu dengan curah hujan minimal 568 mm, sedangkan pada wilayah Tanjung Batu, Tanjung Raja, Tanjung Alai dan SP. Padang berturut turut dengan curah hujan minimal sebesar 507 mm, 482 mm, 322 mm dan 604 mm. Artinya akumulasi curah hujan tersebut yang sudah tercapai dalam beberapa hari di lokasi penelitian lahan rawa lebak baru dapat memenuhi kondisi jenuh untuk menciptakan ketersediaan air berlebih di atas permukaan tanah.

tanaman pangan, yaitu padi, jagung, kedele, dan lainnya. Budidaya tanaman padi dapat dilakukan di lahan rawa lebak dangkal pada bulan Januari, di rawa lebak tengahan dapat dilakukan pada bulan Febuari dan di lahan rawa lebak dalam dapat dilakukan pada bulan Mei. Sedangkan untuk tanaman kedelai, budidaya hanya dapat dilakukan di lahan rawa lebak dangkal yaitu pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober.

3. Pada saat awal penelitian yaitu bulan

Agustus 1999 curah hujan kecil sekali (25 mm), genangan baru terjadi secara merata yaitu pada bulan November kecuali pada lahan rawa lebak dalam pada bulan Oktober. Keterlambatan antara kejadian hujan dengan timbulnya genangan, hujan yang terakumulasi digunakan untuk menjenuhi tanah.

(10)

4. Waluyo dan I.W. Supartha. 1994. Verifikasi penelitian sistem usahatani di lahan rawa lebak. Laporan tahunan hasil penelitian Proyek ISDP Kayu Agung Departemen Pertanian. 1994.

5. Waluyo dan I.G. Ismail. 1995.

Prospek pengembangan tanaman pangan di lahan rawa lebak Sumatera Selatan. Makalah pada Seminar Nasional Pemanfaatan Lahan Rawa, di Kalimantan selatan. Banjarbaru 14-15 Februari1995.

Gambar

Gambar 1.  Grafik  Hubungan Tinggi Genangan Rawa Lebak, Curah Hujan   dan Tinggi                  Permukaan
Gambar 2. Grafik Curah Hujan Selama Penelitian di Desa Tanjung Alai Kecamatan SP. Padang Kabupaten Ogan
Gambar 3. Grafik Hubungan Curah Hujan dengan   Tinggi Genangan Rawa Lebak
Tabel 1. Dugaan Tinggi Air Sungai dan Tinggi Genangan Rawa Lebak Periode 17 Tahun               Desa Tanjung Alai, Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan

Referensi

Dokumen terkait

 b. Prosedur @ mengikuti protokol pada konsul MRI yang sudah tersedia di alat atau pada phantom /CR dilakukan pemasangan di senter koil dan magnet alat

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik (logistic regression), yaitu dengan melihat pengaruh pergantian manajemen, opini audit,

Nilai pengeluaran bahan pangan yang dicatat adalah nilai bahan makanan yang benar-benar dikonsumsi oleh rumah tangga ini dalam seminggu terakhir yang terdiri dari bahan pangan

sehingga dapat disimpulkan bahwa rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang memiliki sikap kategori sedang (B2) lebih baik dibandingkan dengan siswa

Dalam ED PSAK 1 (Revisi 2009) Pos-pos yang minimal harus disajikan dalam laporan laba rugi komprehensif adalah termasuk sebagai berikut : beban keuangan, keuntungan atau kerugian

Pasien tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok i-gel atau kelompok LMA yang diambil secara acak.Anestesi menggunakan induksi dan pemeliharaan dengan teknik standar

Dividen Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen

Untuk itulah menarik untuk melihat bagaimana merancang arsitektur yang tak hanya kontekstual akan iklim lingkungannya namun juga jamannya melalui arsitektur De Driekleur,