• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGABUNGAN FITUR LOCAL BINARY PATTERNS UNTUK IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT IYOS KUSMANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGABUNGAN FITUR LOCAL BINARY PATTERNS UNTUK IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT IYOS KUSMANA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGABUNGAN FITUR LOCAL BINARY PATTERNS UNTUK

IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT

IYOS KUSMANA

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

ABSTRACT

IYOS KUSMANA. Fusion of Local Binary Patterns Features for Medicinal Plants Identification. Under the supervision of YENI HERDIYENI.

Identification plants automatically still be problem in obtaining a robust features. Local Binary Patterns (LBP) is an excellent descriptor for texture feature due to efficiency and robustness, but limited in the size of sampling point. In this research we propose fusion of LBP features, which incorporates additional information without sacrificing the robustnes of LBP features. Fusion of LBP features was done by two ways. In the first way, we perform a straightforward fusion by calculating histogram of multiple LBP features separately, then concatenating the multiple histograms together. In the first way we combine information provided by multiple operators by varying the size of sampling points and radius. In the second way, each histogram of LBP features are classified, and the feature fusion can be accomplished by classifier combination. Both ways, we employ probabilistic neural network (PNN) to classify LBP features. The experiment performed on medicinal plants and house plants. The fusion of LBP features are shown to be very powerful tools for improving accuracy.

Keywords: medicinal plant, local binary patterns, classifier combination, probabilistic neural network.

(3)

PENGGABUNGAN FITUR LOCAL BINARY PATTERNS UNTUK

IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT

IYOS KUSMANA

Skripsi

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(4)

Judul : Penggabungan Fitur Local Binary Patterns untuk Identifikasi Citra Tumbuhan Obat Nama : Iyos Kusmana

NRP : G64070017

Menyetujui:

Pembimbing

Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. NIP 19750923 200012 2 001

Mengetahui:

Ketua Departeman Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. NIP 19601126 198601 2 001

(5)

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil’ alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

yang berjudul Penggabungan Fitur Local Binary Patterns untuk Identifikasi Citra Tumbuhan Obat dengan lancar dan baik. Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011, bertempat di Departemen Ilmu Komputer IPB.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ayah, Ibu, dan kakak-adik tercinta, Ika Usmawati, dan Riki Rusmana yang tidak henti-hentinya memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis, serta kepada paman Dedi Supardi yang telah menganjurkan dan mengenalkan saya pada komputer.

3. Ibu Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc. dan Bapak Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom. selaku dosen penguji. 4. Yoga Herawan, Fanny Risnuraini, Fani Valerina, Windy Widowati, Kristina Paskianti, Dimpy

Adira Ratu, Ella Rizkyta, Elvira Nurfadhilah, Poetri Herningtyas sebagai teman satu bimbingan yang selalu memberikan masukan, saran, dan semangat kepada penulis.

5. Rekan-rekan di Departemen Ilmu Komputer IPB angkatan 44 atas segala kebersamaan, bantuan, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Iyos Kusmana dilahirkan di Majalengka pada tanggal 8 September 1988 dari pasangan Ibu Warsih dan Bapak Usman. Pada tahun 2007, penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Talaga Majalengka dan diterima di Program Studi Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB.

Pada tahun 2008, penulis memenangkan Lomba Opini Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan di Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) selama tujuh minggu. Pada 2011, penulis mendapatkan penghargaan dalam 50 karya ilmiah (proposal penelitian) terbaik dalam kompetisi Student Innovation Awards (SINNOVA) 2011 yang diadakan oleh Institute of Science and Technology Studies (ISTECS) Jepang. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif di Badan Kerohanian Islam Keluarga Mahasiswa (BKIM) IPB dan Unit Kegiatan Mahasiswa Keluarga Silat Nasional Perisai Diri.

(7)

iv DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR TABEL ... v PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 1

Ruang Lingkup Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Ekstaksi Fitur Tekstur ... 1

Local Binary Patterns ... 2

Rotation Invariant Uniform Patterns ) ... 3

Rotation Invariant Variance Measure ( ) ... 3

LBP Variance ( ) ... 3

Probabilistic Neural Network (PNN) ... 4

Penggabungan Operator ... 4

Classifier Combination ... 5

METODE PENELITIAN Citra Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias ... 5

Praproses ... 7

Ekstraksi Fitur Tekstur ... 7

Penggabungan Operator LBP ... 8

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network (PNN) ... 8

Penggabungan Model Klasifikasi ... 9

Pengujian dengan Sistem ... 9

Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Tekstur dengan ... 9

Hasil Ekstraksi Tekstur dengan ... 9

Hasil Ekstraksi Tekstur dengan ... 10

Hasil Ekstraksi Tekstur dengan Penggabungan Operator ... 10

Identifikasi Citra Tanpa Penggabungan ... 11

Identifikasi Citra dengan Penggabungan Operator ... 11

Identifikasi Citra dengan Classifier Combination ... 12

Perbandingan Akurasi Klasifikasi Sebelum dan Sesudah Penggabungan Fitur ... 15

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 15

Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(8)

v DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Circular neighborhood delapan sampling points... 2

2 Contoh perhitungan nilai LBP ... 2

3 Beberapa ukuran circular neighborhood ... 2

4 Tekstur uniform patterns ... 3

5 Struktur PNN ... 4

6 Metode Penelitian ... 6

7 Akar Kuning (Arcangelisiaflava L.) (a) Maranta (Calathea sp.)(b)... 7

8 Pembentukan histogram LBP ... 7

9 Histogram citra tumbuhan obat Jarak Pagar untuk operator (8, 1) ... 9

10 Histogram citra tanaman hias Darah Naga untuk operator (16, 2) ... 10

11 Histogram citra tumbuhan obat Jarak Pagar untuk operator (24, 3) ... 10

12 Histogram citra tanaman hias Darah Naga penggabungan operator (8,1) dan (16,2) 10 13 Grafik akurasi citra tumbuhan obat untuk setiap kelas menggunakan , , , dan penggabungan operator ... 12

14 Grafik akurasi citra tanaman hias untuk setiap kelas menggunakan , , dan penggabungan operator ... 13

15 Grafik akurasi citra tumbuhan obat untuk setiap kelas menggunakan , , dan penggabungan klasifikasi PDR , . ... 14

16 Citra tumbuhan obat yang paling banyak mengalami kesalahan klasifikasi (miss classification) ... 14

17 Citra tanamanan hias dengan nama latin Asplenium nidus paling banyak mengalami kesalahan klasifikasi (miss classification) ... 15

18 Grafik akurasi citra tanaman hias untuk setiap kelas menggunakan , , dan penggabungan klasifikasi PDR , ... 15

19 Perbandingan akurasi klasifikasi terbaik pada citra tumbuhan obat untuk tanpa penggabungan fitur dan penggabungan fitur ... 15

20 Perbandingan akurasi klasifikasi terbaik pada citra tanaman hias untuk tanpa penggabungan fitur dan penggabungan fitur ... 16

DAFTAR TABEL Halaman 1 Operator LBP ... 7

2 LBP tanpa penggabungan ... 8

3 Penggabungan operator LBP ... 8

4 Akurasi hasil klasifikasi citra tumbuhan tanpa menggunakan penggabungan fitur ... 11

5 Akurasi hasil klasifikasi citra tanaman hias tanpa menggunakan penggabungan fitur... 11

6 Akurasi hasil klasifikasi penggabungan operator LBP citra daun tumbuhan obat ... 12

7 Akurasi hasil klasifikasi penggabungan operator LBP citra pohon tanaman hias... 13

8 Akurasi terbaik untuk setiap teknik penggabungan model klasifikasi citra daun tumbuhan obat ... 14

9 Akurasi terbaik untuk setiap teknik penggabungan model klasifikasi citra pohon tanaman hias ... 15

(9)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman tumbuhan obat yang melimpah yang sangat potensial untuk pembangunan kesehatan bangsa. Pada tahun 2001 Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB telah mencatat 2039 spesies tumbuhan obat berasal dari ekosistem hutan Indonesia (Zuhud 2009). Hanya sekitar 20-22% tumbuhan obat yang baru dibudidayakan masyarakat, dan selebihnya diperoleh melalui pengambilan langsung (eksplorasi) dari hutan (Masyhud 2010). Usaha pelestarian dan pemanfaatan tumbuhan obat menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan masyarakat sangat sedikit dilakukan (Zuhud 2009). Salah satu upaya pelestarian dan pemanfaatan tumbuhan obat menggunakan teknologi adalah dengan mengembangkan sistem identifikasi tumbuhan obat secara otomatis.

Identifikasi tumbuhan dapat dilakukan berdasarkan ciri morfologi, warna, dan tekstur. Kulsum (2010) telah melakukan identifikasi citra tanaman hias dengan menggunakan fitur tekstur dengan metode Local Binary Patterns (LBP). Ojala et al. (2002) pertama kali mengusulkan metode Local Binary Patterns sebagai texture descriptor yang bersifat gray

scale invariant. LBP mengalami perkembangan

dengan ditemukannya Rotation Invariant Uniform Patterns ), Rotation Invariant Variance Measure ) dan LBP Variance

).

Ojala et al. (2002) melakukan analisis

multiresolution dengan menggabungkan beberapa operator LBP dengan variasi sampling

points dan radius yang berbeda. Fang et al.

(2009) telah melakukan penggabungan fitur

Multi-directional Riu-LBP untuk pengenalan

wajah. Nurafifah (2010) berhasil melakukan identifikasi daun menggunakan penggabungan fitur morfologi, tekstur dan bentuk daun dengan metode classifier combination.

Wu et al (2007) telah melakukan identifikasi tanaman menggunakan Probabilistic Neural

Network (PNN) pada daun tanaman liar yang

ada di Jepang. Wu menggunakan ciri morfologi untuk melakukan identifikasi, akurasi yang dicapai hingga 90%. Menurut Wu et al. (2007) PNN memiliki struktur yang sederhana dan proses training yang cepat karena tidak perlu memperbarui bobot.

Penelitian ini menggunakan citra daun

tumbuhan obat dengan menerapkan

penggabungan beberapa fitur LBP yang digunakan dalam penelitian Kulsum (2010). Penelitian ini juga menggunakan citra pohon tanaman hias, agar hasil identifikasi dengan penggabungan fitur bisa dibandingkan dengan hasil identifikasi tanpa penggabungan fitur seperti yang telah dilakukan oleh Kulsum (2010). Metode penggabungan yang digunakan adalah penggabungan fitur seperti yang dilakukan oleh Ojala et al. (2002) dan Fang et

al. (2009). Selain itu, penggabungan juga

dilakukan dengan menggunakan metode

classifier combination seperti yang dilakukan

oleh Nurafifah (2010). Penelitian ini menggunakan Probabilistic Neural Network (PNN) sebagai classifier.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah

mengidentifikasi citra tumbuhan obat secara otomatis menggunakan penggabungan fitur

Local Binary Patterns.

Ruang Lingkup

Ruang Lingkup penelitian ini adalah: 1. Data diperoleh dari hasil pengambilan citra

30 jenis tumbuhan obat menggunakan kamera digital yang berasal dari kebun Biofarmaka, Cikabayan dan rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fahutan, IPB. Data citra tanaman hias yang digunakan adalah 30 jenis tanaman hias yang digunakan pada penelitian Kulsum (2010) yang diambil dari Kebun Raya Bogor. 2. Dalam penelitian ini, operator LBP yang

digunakan dalam penggabungan dibatasi paling banyak tiga.

TINJAUAN PUSTAKA Ekstraksi Fitur Tekstur

Secara umum ciri atau fitur dari suatu citra adalah warna, bentuk, dan tekstur (Rodrigues 2004). Fitur tekstur merupakan gambaran visual dari sebuah permukaan atau bahan. Tekstur dicirikan dengan variasi intensitas pencahayaan pada sebuah citra. Variasi intensitas pencahayaan tersebut dapat disebabkan oleh kekasaran atau perbedaan warna pada suatu permukaan. Tekstur juga memuat informasi area, keseragaman, kepadatan, kekasaran, keberaturan, linearitas, keberarahan, dan frekuensi. Menurut Mäenpää (2003) penampilan tekstur dipengaruhi oleh (1) skala dan arah

(10)

2 pandangan, (2) lingkungan dan kondisi

pencahayaan.

Local Binary Patterns

Local Binary Patterns (LBP) pertama kali

diusulkan oleh Ojala et al. (2002) untuk klasifikasi tekstur yang bersifat rotation

invariant. LBP banyak diterapkan pada berbagai aplikasi, seperti face recognition,

dynamic texture classification, dan shape localization (Guo et al. 2009). Kesuksesan LBP

sebagai descriptor tekstur disebabkan karena LBP memiliki biaya komputasi yang rendah dan bersifat robust.

LBP merupakan descriptor yang efisien yang mendeskripsikan pola tekstur lokal pada citra gray scale. LBP didefinisikan sebagai sekumpulan pixel ketetanggaan yang tersebar secara melingkar (circular neighborhoods) dengan pixel pusat berada di tengah seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Notasi gi

merupakan nilai pixel tetangga ke-i. gc

merupakan pixel pusat yang digunakan sebagai nilai threshold agar pixel ketetangganya menjadi kode biner.

Gambar 1 Circular neighborhood delapan

sampling points.

Untuk mendapatkan nilai LBP dilakukan

thresholding pada pixel-pixel tetangga yang

berbentuk circular dengan menggunakan pixel pusat, kemudian mengalikannya dengan pembobotan biner. Sebagai contoh untuk

sampling points P=8 dan radius R=1,

perhitungan nilai LBP diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Contoh perhitungan nilai LBP.

Secara matematis LBP dapat diformulasikan sebagai berikut:

{ (2) dengan xc dan yc adalah koordinat pixel pusat,

adalah circular sampling points, adalah jumlah sampling points atau pixel tetangga, adalah nilai gray scale dari , adalah pixel pusat, dan atau sign adalah fungsi threshold.

Untuk keperluan klasifikasi nilai-nilai LBP selanjutnya direpresentasikan dalam bentuk histogram. Histogram menunjukkan frekuensi kejadian berbagai nilai LBP. Untuk ukuran citra N×M, keseluruhan nilai LBP dapat direpresentasikan dengan membentuk histogram sebagai berikut: ∑ ∑ ( ) [ ] (3) { (4) dengan K merupakan nilai LBP maksimum.

Pengkodean LBP seperti pada Gambar 2 ditentukan oleh radius (R) dari jumlah sampling

points (P). Sehingga Local Binary Patterns

dinotasikan sebagai LBP(P,R). Semakin besar

nilai P akan meningkatkan informasi tekstur yang didapat. Urutan pengkodean LBP yang bersifat tetap menyebabkan ada sejumlah 2P jumlah pola LBP. Gambar 3 memperlihatkan contoh circular neighborhood dengan beberapa nilai R dan P.

(8,1) (16,2) (24,3)

Gambar 3 Beberapa ukuran circular neighborhood.

Ojala et al. (2002) melakukan observasi bahwa beberapa pola LBP tertentu memiliki informasi penting dari suatu tekstur. Pola-pola yang memiliki informasi penting ini disebut

uniform patterns. LBP dikatakan uniform jika discontinuities atau transisi bit 0/1 paling

banyak adalah dua. Sebagai contoh 00000000 (0 transisi), 11001111 (2 transisi), dan 11001111 (2 transisi) merupakan uniform patterns, sedangkan 11001001 (4 transisi) dan 10101001

(11)

3 (6 transisi) bukan merupakan uniform patterns.

Uniform patterns berfungsi untuk mengidentifikasi noda (spot), flat area atau dark

spot, sudut, dan tepi. Hampir 90 persen dari

tekstur merupakan uniform patterns (Ojala et al. 2002).

Spot Spot/flat Line end Edge Corner Gambar 4 Tekstur uniform patterns.

Gambar 4 menunjukkan makna dari uniform

patterns. Secara matematis uniform patterns

dapat diekspresikan sebagai berikut: ( ) | |

∑ | ( ) ( )|

(5) dengan ( ) merupakan uniform patterns

dari jumlah sampling points (P) dan radius (R), adalah circular sampling point, adalah nilai keabuan dari , dan adalah nilai keabuan rata-rata seluruh pixel neighborhood. Jumlah pola yang dihasilkan uniform patterns adalah bin.

Rotation Invariant Uniform Patterns

)

Ketika uniform patterns dirotasi sampai ke nilai minimum yang dimilikinya, maka didapatkan operator baru yang dinamakan

Rotation Invariant Uniform Patterns yang

dinotasikan . Notasi ri menunjukkan rotation invariant dan u2 untuk uniform patterns pada sampling points P dan radius R.

merupakan operator yang tidak sensitif

(invariant) terhadap perubahan rotasi dan bersifat uniform. diformulasikan

sebagai berikut: {∑ ( ) ( ) (6) Jika pola yang diidentifikasi termasuk

uniform patterns, akan dihitung banyaknya bit

satu pada pola tersebut yang menentukan letak

bin uniform patterns berada. Jika P atau jumlah sampling points sama dengan delapan, nilai

ada dalam rentang nol sampai dengan

sembilan. Pola-pola LBP yang tidak uniform

patterns akan menjadi bin ke-9 (Mäenpää

2003).

Rotation Invariant Variance Measure (VAR)

Secara umum tekstur tidak hanya ditentukan oleh pola, namun juga kekuatan dari pola (kontras). Pola tekstur tidak dipengaruhi oleh perubahan gray scale, namun dipengaruhi oleh transformasi citra seperti rotasi atau translasi. Sebaliknya, kontras tekstur tidak dipengaruhi oleh transformasi citra, namun dipengaruhi oleh perubahan gray scale (Mäenpää 2003).

bekerja dalam mendeskripsikan informasi pola tekstur yang tidak dipengaruhi perubahan gray

scale dan rotasi. tidak bisa

mendeskripsikan informasi kontras, untuk itu diperlukan descriptor yang mampu mendeskripsikan informasi kontras yang bersifat tidak sensitif terhadap perubahan gray

scale. Untuk mengukur lokal kontras tekstur

pada suatu citra digunakan rotation invariant

local variance (VAR). VAR merupakan descriptor untuk mengukur lokal kontras tekstur

pada suatu citra yang tidak dipengaruhi perubahan gray scale. VAR diformulasikan sebagai berikut: ∑ ( ) (7) dengan ∑ (8)

dengan merupakan rataan sampling points

circular neighborhood. VAR menghasilkan

nilai kontinu yang perlu dikuantisasi. Kuantisasi yang ditentukan banyaknya jumlah data latih (Guo et al. 2009).

LBP Variance (LBPV)

Secara definisi VAR mendeskripsikan informasi kontras, dan

mendeskripsikan informasi pola tekstur, sehingga kedua operator tersebut bersifat komplemen. Pada persamaan (3), perhitungan LBP histogram H tidak meliputi informasi . Variance berhubungan dengan fitur

tekstur. Biasanya, frekuensi tekstur region yang tinggi akan mempunyai variance yang lebih tinggi dan variance-variance tersebut lebih berkontribusi terhadap perbedaan tekstur suatu citra (Guo et al. 2009). Oleh karena itu,

variance dapat digunakan sebagai bobot

yang dapat beradaptasi untuk mengatur kontribusi nilai LBP pada perhitungan histogram. Ojala et al. melakukan joint

distribution pola LBP dengan kontras lokal

sebagai descriptor tekstur bernama LBPV. LBPV dimaksudkan menjadi sebuah descriptor

(12)

4 tekstur yang bisa menginformasikan pola

tekstur dan kontras lokal. Histogram LBPV dihitung menggunakan formula sebagai berikut:

∑ ∑ ( ) [ ] (9) dengan ( ) { (10)

Probabilistic Neural Network

Probabilistic Neural Network (PNN) diusulkan oleh Donald Specht pada tahun 1990 sebagai alternatif dari back-propagation neural

network. PNN memiliki beberapa kelebihan

yaitu, pelatihan yang hanya memerlukan satu kali iterasi, dan solusi umumnya diperoleh dengan menggunakan pendekatan Bayesian (Ramakrishnan 2008).

PNN merupakan jaringan syaraf tiruan yang menggunakan radial basis function (RBF). RBF adalah fungsi yang berbentuk seperti bel yang menskalakan variabel nonlinear (Wu, et al. 2007). Keuntungan utama menggunakan PNN adalah pelatihannya yang mudah dan cepat. Bobot bukan merupakan hasil pelatihan melainkan nilai yang akan menjadi masukan.

Gambar 5 Struktur PNN.

PNN terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan keluaran. Struktur PNN selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 5. Lapisan-lapisan yang menyusun PNN adalah sebagai berikut:

1. Lapisan input (input layer)

Lapisan masukan merupakan input x yang terdiri atas nilai yang akan diklasifikasikan pada salah satu kelas dari kelas.

2. Lapisan pola (pattern layer)

Pada lapisan pola dilakukan perkalian titik (dot product) antara input dengan vektor bobot , yaitu , kemudian

dibagi dengan bias tertentu σ dan selanjutnya dimasukkan ke dalam fungsi

radial basis, yaitu . Dengan demikian, persamaan yang digunakan pada lapisan pola adalah sebagai berikut:

(

) (11)

dengan xij menyatakan vektor bobot atau

vektor latih kelas ke-i urutan ke-j. 3. Lapisan penjumlahan (summation layer)

Pada lapisan penjumlahan setiap pola pada masing-masing kelas dijumlahkan sehingga dihasilkan population density function untuk setiap kelas. Persamaan yang digunakan pada lapisan ini adalah:

∑ (12) 4. Lapisan keluaran (output layer)

Pada lapisan keluaran input x akan diklasifikasikan ke kelas I jika nilai paling besar dibandingkan kelas lainnya. Penggabungan Operator LBP

Kelemahan LBP adalah terbatasnya area spasial yang bisa digunakan untuk menangkap struktur tekstur yang besar. Salah satu cara untuk memperbesar dukungan area spasial dari LBP adalah dengan menggabungkan beberapa informasi yang disediakan oleh N operator dengan nilai sampling points P dan radius R yang bervariasi. Penggabungan dengan menggunakan joint distribution akan menghasilkan akurasi yang tinggi, namun hal tersebut kurang cocok digunakan karena secara statistik tidak bisa dijamin kesalingbebasan antara beberapa operator yang digabungkan. Selain itu penggabungan N operator LBP menggunakan joint distribution akan menghasilan histogram N dimensi. Histogram dengan dimensi yang besar membutuhkan biaya komputasi yang besar, baik dari segi kecepatan maupun konsumsi memori (Mäenpää 2003). Sebagai contoh penggabungan ,

(13)

5 , dan , akan menghasilkan

histogram dengan panjang bin 10×18×26 = 4.680 bin.

Penggabungan operator selain joint distribution adalah dengan menggunakan

concatenation (Guo et al. 2009). Histogram dari N operator dihitung secara terpisah, kemudian

histogram dari masing-masing operator dirangkaikan menjadi satu buah histogram. Pada penggabungan dengan menggunakan

concatenation banyaknya bin histogram yang

dihasilkan mengalami peningkatan secara linear terhadap pertumbuhan P atau sampling point. Sebagai contoh penggabungan ,

, dan , akan menghasilkan

histogram dengan panjang bin 10+18+26 = 54

bin.

Classifier Combination

Classifier combination adalah kombinasi

dari dua atau lebih hasil nilai aturan keputusan ciri individual (decision rules). Tujuan dari

classifier combination adalah untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi (Kittler, 1998). Classifier combination berusaha mengurangi variance dalam sebuah estimasi, sehingga akurasi dari klasifikasi menjadi meningkat daripada menggunakan sebuah

classifier (Huber 2000).

Masing-masing fitur yang diklasifikasikan dengan sebuah classifier menghasilkan prior

probability dan posterior probability.

Berdasarkan kedua probabilitas tersebut, teknik

classifier combination yang dapat digunakan di

antaranya, product decision rule, sum decision

rule, maximum decision rule dan majority vote rule.

Misalkan prior probability dari kelas j dinotasikan p(wj) dan probabilitiy density

function input xi dengan kondisi kelas j

dinotasikan p( ⃗⃗⃗ | ). Dengan mengasumsikan semua vektor ciri ⃗⃗⃗ adalah saling bebas, persamaan untuk product decision rule untuk kelas wj didefinisikan sebagai berikut:

( ) ∏ ( | ⃗⃗⃗ ⃗⃗⃗

⃗⃗⃗ |

(13)

dengan R merupakan jumlah classifier yang akan dikombinasikan dan C adalah jumlah kelas target. Berdasarkan posterior probabilities ⃗⃗⃗ | = | ⃗⃗⃗ ⃗⃗⃗

, maka product decision rule dapat ditulis seperti persamaan 14:

( ) ∏ ( | ⃗⃗⃗ ) ⃗⃗⃗

| ⃗⃗⃗

⃗⃗⃗

(14) Pada beberapa situasi dapat diasumsikan persamaan posterior probabilities dihitung dari masing-masing classifier tidak akan menyimpang secara dramatis dari prior probabilities. Dalam situasi tersebut posterior probabilities dapat dinyatakan sebagai berikut:

| ⃗⃗⃗ (15)

dengan 1, jika persamaan 14 disubstitusi

dengan persamaan 15, dengan beberapa pengabaian dan perluasan maka didapatkan persamaan untuk sum decision rule sebagai berikut:

( ) ∑ ( | ⃗⃗⃗ )

∑ | ⃗⃗⃗

(16) Dengan asumsi prior probability adalah sama, maximum decision rule didapatkan dengan mengganti salah satu bagian pada persamaan 16 dengan batas atas dari ∑ | ⃗⃗⃗ | ⃗⃗⃗ , sehingga

kelas wj didapatkan dengan persamaan 17:

( | ⃗⃗⃗ ) | ⃗⃗⃗

(17)

Majority vote rule menggunakan fungsi ∆ki

yang bernilai biner. ∆ki = 1 jika nilai posterior

probabilities | ⃗⃗⃗ ( | ⃗⃗⃗ dan

selainnya bernilai 0, maka persamaan majority

vote rule untuk kelas wj adalah sebagai berikut:

(18)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yang diilustrasikan pada Gambar 6. Citra Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias

Akuisisi citra daun tumbuhan obat dilakukan dengan pemotretan tiga puluh jenis tumbuhan obat di kebun Biofarmaka IPB dan di rumah kaca Pusat Konservasi Ex-Situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fahutan, IPB. Pemotretan dilakukan dengan menggunakan lima kamera digital yang berbeda (DSC-W55, 7210 Supernova, Canon Digital Axus 95 IS, Samsung PL100, dan EX-Z35).

(14)

6 Gambar 6 Metode Penelitian.

(15)

7 Total citra daun tumbuhan obat yang

digunakan adalah 1.440 yang terdiri atas 30 jenis daun, depan dan belakang (masing-masing kelas 48 citra) diambil beberapa pada waktu yang berbeda (pagi, siang dan sore). Citra daun berformat JPEG dan berukuran 270 × 240 pixel. Tiga puluh jenis tumbuhan obat yang digunakan disajikan pada Lampiran 1. Penelitian ini juga menggunakan citra pohon tanaman hias yang digunakan pada penelitian Kulsum (2010). Citra pohon tanaman hias terdiri dari tiga puluh jenis tanaman hias yang diambil dari Kebun Raya Bogor dengan masing-masing 10 citra per kelas. Tiga puluh jenis tumbuhan obat yang digunakan disajikan pada Lampiran 2.

Praproses

Sebelum masuk ke dalam tahap ekstraksi fitur, dilakukan praproses data citra terlebih dahulu. Praposes dilakukan dengan mengganti latar belakang citra daun dengan latar belakang putih. Gambar 7.a memperlihatkan contoh dari citra daun tumbuhan obat digunakan dalam penelitian ini. Citra pohon tidak mengalami pergantian latar belakang menjadi putih seperti pada citra daun tumbuhan obat. Gambar 7.b memperlihatkan contoh dari citra pohon tanaman hias digunakan dalam penelitian ini.

(a) (b)

Gambar 7 Akar Kuning (Arcangelisiaflava L.) (a) Maranta (Calathea sp.)(b). Ekstraksi Fitur Tekstur

Ekstraksi fitur pada citra daun hanya dilakukan pada pixel-pixel yang menyusun daun. Latar belakang yang berwarna putih tidak dimasukan dalam proses ekstraksi agar tidak menjadi penciri. Ekstraksi fitur tekstur pada penelitian ini menggunakan tiga buah

descriptor, yaitu , , dan

. Citra dikonversi ke mode warna gray scale sebelum dilakukan proses ekstraksi.

Pengolahan selanjutnya membagi citra ke dalam beberapa blok (local region) sesuai dengan

circular neighborhood (sampling points dan

radius) yang digunakan. Penelitian ini menggunakan tiga operator yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Operator LBP Operator (P, R) Ukuran Blok (pixel) Kuantisasi Sudut (8, 1) 3 x 3 45 derajat (16, 2) 5 x 5 22.5 derajat (24, 3) 7 x 7 15 derajat

Ekstraksi tekstur dilakukan dengan konvolusi menggunakan operator-operator yang disajikan pada Tabel 1. Nilai-nilai LBP yang dihasilkan dari proses esktraksi direpresentasikan melalui histogram yang merupakan frekuensi nilai LBP pada sebuah citra. Ilustrasi pembentukan histogram ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 8 Pembentukan histogram LBP.

Citra diekstraksi menggunakan tiga local

binary patterns descriptor, yaitu:

a. Ekstraksi tekstur dengan

Ekstraksi tekstur dilakukan dengan menggunakan persamaan (6). Histogram menghasilkan bin dengan

merupakan banyaknya sampling points yang digunakan. Bin pertama sampai dengan merupakan bin uniform patterns, sedangkan bin terakhir ( ) merupakan single bin untuk

nonuniform patterns. Ekstraksi tekstur menggunakan diolah menggunakan

tiga operator, yaitu (8,1), (16,2), dan (24,3). b. Ekstraksi tekstur dengan

Ekstraksi tekstur dilakukan dengan menggunakan persamaan (8) dan (9). Nilai yang dihasilkan merupakan nilai

kontinu yang harus dikuantisasi. Pengkuantisasian dilakukan dengan mengelompokkan nilai-nilai dalam

rentang kelipatan 100 yang ditentukan berdasarkan distribusi nilai . Hal ini

dilakukan untuk mempermudah perhitungan frekuensi nilai-nilai dalam suatu citra.

Selanjutnya nilai yang telah dikuantisasi direpresentasikan melalui histogram. Histogram descriptor memiliki 128

(16)

8

bin. Penentuan banyaknya bin ini ditentukan

dari distribusi nilai terbesar setelah

proses kuantiasasi. Jumlah bin yang sama pada setiap operator menandakan bahwa informasi kontras tidak dipengaruhi oleh ukuran sampling

points maupun radius. Ekstraksi tekstur menggunakan diolah menggunakan

tiga operator, yaitu (8,1), (16,2), dan (24,3). c. Ekstraksi tekstur dengan

Ekstraksi tekstur dilakukan dengan menggunakan persamaan (10) dan (11). Ekstraksi tekstur dengan menggunakan

nilai-nilai dan nilai-nilai .

Dalam penelitian ini, ukuran sampling points dan radius dan adalah sama,

walaupun tidak menutup kemungkinan menggunakan ukuran sampling points dan

radius yang berbeda. Histogram

memiliki bin dengan

merupakan banyaknya sampling points yang digunakan. Ekstraksi tekstur menggunakan juga diolah menggunakan tiga ukuran sampling points dan radius yang berbeda, yaitu

(8,1), (16,2), dan (24,3). Penggabungan Operator LBP

Pada tahap penggabungan operator dilakukan dengan menggunakan perangkaian (concatenation) beberapa buah histogram yang didapatkan dari tahap ekstraksi fitur seperti yang disajikan pada Tabel 2. Banyaknya operator yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi paling banyak adalah tiga.

Tabel 2 LBP tanpa penggabungan

Descriptor P, R Jumlah bin

8,1 16,2 24,3 10 18 26 8,1 16,2 24,3 128 128 128 8,1 16,2 24,3 10 18 26

Penggabungan operator hanya dilakukan dengan menggunakan ukuran sampling point dan radius yang berbeda. Penggabungan operator yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Penggabungan operator LBP

Operator P, R Jumlah bin

8,1+16,2 8,1+24,3 16,2+24,3 8,1+16,2+24,3 10+18 10+26 18+26 10+18+26 8,1+16,2 8,1+24,3 16,2+24,3 8,1+16,2+24,3 128+128 128+128 128+128 128+128+128 8,1+16,2 8,1+24,3 16,2+24,3 8,1+16,2+24,3 10+18 10+26 18+26 10+18+26 Hasil dari penggabungan beberapa operator menghasilkan sebuah histogram dengan panjang

bin yang merupakan penjumlahan dari bin-bin

histogram yang digabungkan. Histogram LBP

hasil penggabungan maupun tanpa

penggabungan operator selanjutnya akan dijadikan input untuk proses klasifikasi.

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network

Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan histogram LBP hasil penggabungan maupun tanpa penggabungan operator. Proporsi data latih dan data uji yang digunakan masing-masing adalah 80% dan 20%. Dari proses

training masing-masing histogram dihasilkan

model klasifikasi.

Model klasifikasi untuk histogram penggabungan operator dapat digunakan langsung untuk proses pengujian. Sama seperti citra latih, citra uji juga harus diekstraksi menggunakan penggabungan operator. Sampai tahap ini, proses identifikasi citra dengan menggunakan penggabungan operator selesai dilakukan.

Model klasifikasi untuk histogram tanpa penggabungan operator akan dimasukan ke tahap penggabungan model klasifikasi. Model klasifikasi tersebut akan digunakan untuk pengujian. Hasil identifikasi citra menggunakan fitur LBP tanpa penggabungan ini akan dibandingkan dengan hasil identifikasi yang menggunakan penggabungan fitur.

Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan PNN dengan menerapkan bias yang

(17)

berbeda-9 beda untuk setiap operator karena dimensi

histogram setiap operator berbeda-beda. Bias untuk masing-masing operator disajikan di Lampiran 3 dan 4. Normalisasi dilakukan pada histogram agar perhitungan tidak menghasilkan bilangan yang terlalu besar atau kecil yang tidak bisa dikerjakan oleh mesin komputer.

Penggabungan Model Klasifikasi

Masing-masing model klasifikasi dari masing-masing operator tanpa penggabungan dikombinasikan menggunakan teknik classifier

combination. Teknik classifier combination

yang digunakan adalah product decision rule (PDR), sum decision rule (SDR), maximum

decision rule (MDR) dan majority vote rule

(MVR). Penggabungan dilakukan dengan mengkombinasikan , , dan

dengan ukuran sampling points dan

radius (8,1), (16,2), dan (24,3). Total keseluruhan kombinasi yang diujicobakan adalah 65 kombinasi.

Pengujian dengan Sistem

Pengujian dilakukan pada data uji untuk melihat tingkat keberhasilan klasifikasi terhadap citra uji. Evaluasi dari kinerja model klasifikasi didasarkan pada banyaknya data uji yang diprediksi secara benar dan tidak benar oleh model. Hal ini dapat dihitung menggunakan akurasi yang diformulasikan sebagai berikut:

(19)

Perangkat Keras dan perangkat Lunak Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah Processor Intel(R) Core(TM)2 Duo CPU T5670 @ 1.80 GHz, memori DDR2 RAM 1.00 GB, dan harddisk 80 GB. Perangkat lunak yang digunakan adalah Sistem operasi Windows 7 Ultimate, dan Microsoft Visual C++ 2008 Express Edition.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Tekstur dengan

Ekstraksi dengan dilakukan untuk

beberapa ukuran sampling point (P) dan radius (R) seperti yang tertera pada Tabel 2. Hasil ekstraksi dengan direpresentasikan

dengan histogram. Histogram untuk P=8, R=1 diperlihatkan pada Gambar 9.

Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Operator (8,1)

Gambar 9 Histogram citra tumbuhan

obat Jarak Pagar (Jathopra curcas

Linn.) untuk operator (8,1).

Histogram yang ditunjukkan Gambar 8 menunjukkan nilai uniform patterns pada bin 0 sampai dengan P, dan nilai nonuniform patterns pada bin P + 1. Bin nonuniform patterns memiliki frekuensi yang paling tinggi untuk semua operator karena pola-pola LBP

nonuniform ditempatkan pada bin P + 1. Nonuniform patterns memiliki informasi yang

kurang informatif, sehingga bukan merupakan karakteristik utama dari tekstur lokal suatu citra.

Histogram yang dihasilkan mendeskripsikan tekstur suatu citra yang bersifat uniform

patterns dan tidak sensitif terhadap rotasi.

Operator (24,3) mendeksripsikan pola tekstur yang lebih baik dibandingkan operator (8,1) dan (16,2). Hal tersebut disebabkan pertumbuhan ukuran P dan R yang menyebabkan informasi yang didapatkan menjadi lebih banyak. Hasil Ekstraksi Tekstur dengan

Ekstraksi dengan dilakukan untuk

beberapa ukuran P dan R seperti yang tertera pada Tabel 2. Hasil ekstraksi dengan

menghasilkan histogram dengan bin mulai dari 0 sampai dengan 127. Hasil ekstraksi menggunakan untuk P=16, R=2

ditunjukkan dengan histogram pada Gambar 10. sangat sensitif terhadap perubahan

pencahayaan (illumination) yang

mengakibatkan perbedaan kontras pada tekstur suatu citra. Histogram yang dihasilkan mendeskripsikan kontras suatu citra. Jumlah bin yang sama pada setiap operator menandakan bahwa informasi kontras tidak dipengaruhi oleh operator yang digunakan. Perbedaan yang terjadi hanya pada intensitas setiap bin untuk

(18)

10 mendreskripsikan nilai kontras dari intensitas

terendah (direpresentasikan dengan bin

pertama) sampai intensitas tertinggi (bin terakhir). Histogram pada Gambar 12 menunjukkan citra Jarak Pagar (Jathopra

curcas Linn.) memiliki kontras yang rendah.

Hal ini dapat diamati dari banyaknya frekuensi tinggi pada bin-bin awal.

Pohon Darah Naga (Dracena draco) Operator (16,2)

Gambar 10 Histogram citra tanaman

hias Darah Naga (Dracena draco) untuk operator (16,2).

Hasil Ekstraksi Tekstur dengan

mempunyai rentang nilai dan

jumlah bin yang sama dengan untuk

setiap operator. Hasil ekstraksi menggunakan untuk P=24, R=3 ditunjukkan dengan

histogram pada Gambar 11.

Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Operator (24,3)

Gambar 11 Histogram citra tumbuhan

obat Jarak Pagar (Jathopra curcas

Linn.) untuk operator (24,3).

Hasil ekstraksi dengan

menghasilkan histogram dengan pola yang menyerupai karena memiliki

rentang nilai yang mengacu kepada

nilai di posisi region yang sama.

Ekstraksi tekstur menggunakan LBPV melengkapi pola-pola tekstur spasial lokal dengan intensitas kontras lokal yang memainkan peranan penting pada texture

discrimination, sehingga LBPV bersifat

rotation invariant (tidak sensitif terhadap

perubahan rotasi) dan tahan terhadap perubahan pencahayaan.

Hasil Ekstraksi Tekstur dengan Penggabungan Operator

Hasil ekstraksi tekstur dengan penggabungan operator dilakukan dengan mengekstraksi masing citra masing-masing operator, kemudian dari masing-masing histogram yang dihasilkan dirangkai menjadi satu histogram (concatenation). Kombinasi pengabungan operator ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil ekstraksi menggunakan

dengan penggabungan operator (8,1) dan (16,2) ditunjukkan dengan histogram pada Gambar 12.

Pohon Darah Naga (Dracena draco)

Operator (8,1)+(16,2)

Gambar 12 Histogram citra tanaman

hias Darah Naga (Dracena draco) dengan penggabungan operator (8,1) dan (16,2).

Penggabungan operator berusaha memperbanyak informasi yang ditangkap oleh beberapa operator. Penggabungan operator seperti pada Gambar 12 mengasumsikan bahwa operator-operator yang digunakan bersifat saling bebas. Penggabungan operator dengan

(19)

11 yang berbanding lurus dengan banyaknya

sampling points (P).

IdentifikasiCitra Tanpa Penggabungan Identifikasi citra dilakukan dengan menggunakan sistem yang diberi nama

Meditopia. Citra uji akan diekstraksi dan di

identifikasi, kemudian sistem akan mengeluarkan hasil identifikasi citra uji tersebut. Hasil identifikasi citra akan mengeluarkan nama citra dan informasi mengenai citra uji tersebut. Screenshoot dari pengujian identifikasi citra uji dapat dilihat di Lampiran 5.

Identifikasi citra dilakukan dengan menggunakan Probabilistic Neural Network (PNN). Hasil ekstraksi 1.440 citra menggunakan dan

descriptor menghasilkan vektor-vektor histogram citra tumbuhan obat. Klasifikasi dilakukan dengan membagi data latih dan data uji masing-masing 80% dan 20 % untuk citra tumbuhan obat, serta 70% dan 30 % untuk citra tanaman hias.

Hasil identifikasi masing-masing descriptor dengan tiga ukuran P dan R menghasilkan nilai akurasi dalam satuan persen yang disajikan pada Tabel 4.

Dari Tabel 4, akurasi tertinggi untuk ada pada operator (24,3). Akurasi

tertinggi untuk ada pada operator

(24,3). Untuk akurasi tertinggi

didapatkan pada penggabungan operator (24,3). Tabel 4 Akurasi hasil klasifikasi citra tumbuhan tanpa menggunakan penggabungan fitur.

Operator P, R Jumlah bin Akurasi

8,1 16,2 24,3 10 18 26 60.000% 61.667% 71.000% 8,1 16,2 24,3 128 128 128 41.667% 48.000% 50.333% 8,1 16,2 24,3 10 18 26 56.333% 57.667% 59.667%

Dari hasil percobaan didapatkan bahwa tidak lebih baik mendeksprisikan

informasi tekstur dibandingkan dengan

dan . Hal ini dikarenakan data citra

daun tumbuhan obat memiliki kontras yang cenderung seragam. menghasilkan

akurasi yang paling baik sebesar 71 %, karena data citra daun tumbuhan obat memiliki pola tekstur yang bervariasi. Bervariasinya pola-pola tekstur menjadikan diskriminannya tinggi. memiliki rata-rata akurasi yang tidak

lebih baik dari , karena rendahnya nilai

yang digunakan dalam pembobotan

.

Tabel 5 menyajikan hasil identifikasi citra pohon tanaman hias masing-masing descriptor dengan tiga operator menghasilkan nilai akurasi dalam satuan persen.

Tabel 5 Akurasi hasil klasifikasi citra tanaman

hias tanpa menggunakan

penggabungan fitur.

Operator P, R Jumlah bin Akurasi

8,1 16,2 24,3 10 18 26 70.000% 71.111% 78.889% 8,1 16,2 24,3 128 128 128 68.889% 66.667% 68.889% 8,1 16,2 24,3 10 18 26 71.111% 78.889% 75.556%

Dari Tabel 5 didapatkan descriptor yang paling baik untuk mendeskripsikan informasi tekstur citra tanaman hias adalah .

Akurasi tertinggi didapatkan pada dengan operator (16,2) sebesar

78.889%. Citra pohon tanaman hias memiliki pola tekstur dan kontras yang lebih kompleks dari pada data citra daun tumbuhan obat. Hal ini menyebabkan menjadi descriptor yang

paling baik.

Identifikasi Citra dengan Penggabungan Operator

Hasil identifikasi dengan penggabungan operator pada citra tumbuhan obat disajikan pada Tabel 6. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, tidak semua penggabungan operator untuk masing-masing descriptor menghasilkan akurasi yang lebih baik dibandingkan tanpa penggabungan. Hasil ini disebabkan karena data citra daun tumbuhan obat memiliki struktur tekstur yang kurang kompleks.

Penggabungan operator pada citra tumbuhan obat tidak mengalami peningkatan akurasi.

(20)

12 Secara umum, penggabungan operator hanya

meningkatkan akurasi pada descriptor .

Akurasi tertinggi untuk penggabungan operator adalah 70.667 % pada dengan

penggabungan operator (8,1), (16,2), dan (24,3). Akurasi tertinggi tanpa penggabungan operator adalah 71.000 % pada descriptor

dengan operator (24,3).

Tabel 6 Akurasi hasil klasifikasi penggabungan operator LBP citra daun tumbuhan obat

Operator P, R Jumlah bin Akurasi

8,1+16,2 8,1+24,3 16,2+24,3 8,1+16,2+24,3 10+18 10+26 18+26 10+18+26 64.667% 69.000% 70.000% 69.000% 8,1+16,2 8,1+24,3 16,2+24,3 8,1+16,2+24,3 128+128 128+128 128+128 128+128+128 26.333% 27.000% 26.000% 23.333% 8,1+16,2 8,1+24,3 16,2+24,3 8,1+16,2+24,3 10+18 10+26 18+26 10+18+26 65.667% 69.667% 67.000% 70.667%

Pada penggabungan operator menggunakan penurunan akurasi terjadi yang cukup

besar dibandingkan dengan hasil tanpa penggabungan. Hal ini dikarenakan fitur kontras dalam citra tumbuhan obat kurang diskriminan untuk dijadikan penciri. Penurunan akurasi juga disebabkan oleh besarnya panjang histogram pada penggabungan operator pada .

Histogram dengan dimensi yang besar membutuhkan biaya komputasi yang besar, baik dari segi kecepatan maupun konsumsi memori (Mäenpää 2003).

Secara umum peningkatan akurasi terjadi pada setiap kelas setelah menggunakan penggabungan operator. Pada Gambar 13 dapat dilihat perbandingan akurasi klasifikasi tiap kelas sebelum dan sesudah penggabungan. Pada Gambar 13 bisa dilihat bahwa kelas yang mengalami akurasi 100 % sebelum penggabungan paling banyak ada dua. Setelah dilakukan penggabungan operator, kelas yang mengalami akurasi 100 % bertambah menjadi lima.

Gambar 13 Grafik akurasi citra tumbuhan obat untuk setiap kelas menggunakan , , , dan

penggabungan operator

.

Hasil identifikasi dengan penggabungan operator pada citra tanaman hias disajikan pada Tabel 7. Descriptor yang mengalami peningkatan akurasi paling baik pada penggabungan operator adalah .

Akurasi tertinggi didapatkan pada dengan penggabungan operator (8,1)

dan (24,3) sebesar 84.444 %. Sedangkan akurasi tertinggi pada descriptor tanpa penggabungan operator didapatkan pada sebesar

(21)

13 Tabel 7 Akurasi hasil klasifikasi penggabungan

operator LBP citra pohon tanaman hias

Operator P, R Jumlah bin Akurasi

8,1+16,2 8,1+24,3 16,2+24,3 8,1+16,2+24,3 10+18 10+26 18+26 10+18+26 72.222% 74.444% 77.778% 75.556% 8,1+16,2 8,1+24,3 16,2+24,3 8,1+16,2+24,3 128+128 128+128 128+128 128+128+128 50.000% 61.667% 63.333% 41.000% 8,1+16,2 8,1+24,3 16,2+24,3 8,1+16,2+24,3 10+18 10+26 18+26 10+18+26 83.333% 84.444% 82.222% 83.333%

Citra pohon tanaman hias memiliki pola tekstur dan kontras yang lebih kompleks dari pada data citra daun tumbuhan obat. Hal ini menyebabkan menjadi descriptor yang

paling baik diantara ketiga descriptor, karena mendeskripsikan informasi pola

tekstur dan kontras local region. Dengan melakukan penggabungan beberapa operator pada , akurasi klasifikasi menjadi

meningkat.

Pada Gambar 14 dapat dilihat perbandingan akurasi klasifikasi tiap kelas citra tanaman hias sebelum dan sesudah penggabungan. Metode penggabungan operator yang digunakan dalam penelitian ini tidak menjamin sepenuhnya akan meningkatkan akurasi klasifikasi. Penggabungan operator juga bisa menurunkan akurasi klasifikasi karena ada asumsi saling bebas antara beberapa operator yang digunakan. Misalnya untuk citra tanaman hias ke-7 yang mengalami penurunan akurasi setelah dilakukan penggabungan operator. Pada Gambar 14 bisa dilihat bahwa akurasi klasifikasi kelas ke-7 menggunakan dan

masing-masing adalah 66.667% dan 100%. Setelah dilakukan penggabungan operator dengan menggunakan akurasi klasifikasi

menjadi 66.667%. Namun secara umum akurasi meningkat untuk setiap kelas setelah dilakukan penggabungan operator.

Gambar 14 Grafik akurasi citra tanaman hias untuk setiap kelas menggunakan , , dan

penggabungan operator

.

Identifikasi Citra dengan Classifier Combination

Hasil klasifikasi masing-masing fitur LBP digabungkan dengan empat teknik classifier

combination di antaranya product decision rule

(PDR), sum decision rule (SDR), maximum

decision rule (MDR), dan majority vote rule

(MVR). Penentuan kelas menggunakan teknik PDR dan SDR melibatkan semua fitur yang digabungkan. Untuk teknik MDR dan MVR, penentuan kelas dengan cara memilih fitur yang dominan. Ciri yang dominan ditentukan dengan memilih nilai posterior probabilities kelas yang maksimum. Penggabungan dilakukan dengan mengkombinasikan sebanyak 2 sampai dengan 3 fitur , dan dengan

(22)

14 Dari berbagai kombinasi antara descriptor

dengan operator, didapatkan 65 kombinasi penggabungan yang diujicobakan. Hasil lengkap eksperimen untuk citra daun tumbuhan obat dan citra tanaman hias disajikan di Lampiran 3 dan 4. Tabel 8 menyajikan akurasi terbaik untuk setiap teknik penggabungan model klasifikasi untuk citra daun tumbuhan obat.

Tabel 8 Akurasi terbaik untuk setiap teknik penggabungan model klasifikasi citra daun tumbuhan obat.

Teknik Akurasi Fitur

PDR 77.000 % ,

SDR 73.333 % ,

MDR 72.222 % , MVR 67.333 % ,

Dengan menggunakan teknik PDR, akurasi tertinggi didapatkan pada penggabungan fitur dan sebesar 77 %. Akurasi

penggabungan dan juga

merupakan akurasi paling tinggi diantara semua penggabungan menggunakan classifier combination maupun penggabungan operator.

Jika dilihat akurasi untuk masing-masing fitur sebelum penggabungan, menghasilkan

akurasi 60 %, sedangkan

menghasilkan 59,667 %.

Pada Gambar 15 bisa dilihat bahwa akurasi tiap kelas pada penggabungan fitur dan

mengalami peningkatan

dibandingkan dengan sebelum penggabungan. Hal ini juga berlaku untuk penggabungan fitur yang lain. PDR selalu memberikan akurasi yang lebih baik di antara keempat teknik classifier

combination karena semua fitur memiliki

kontribusi dalam menentukan keputusan kelas. Pada penggabungan fitur dan

dengan menggunakan PDR, ada 8

kelas citra tumbuhan obat yang terklasifikasi 100 % dengan benar. Kelas yang paling banyak mengalami kesalahan klasifikasi (miss

classification) adalah kelas citra ke-25 atau

daun kemuning yang ditunjukkan pada Gambar 16. Citra-citra pada kelas ini memiliki perbedaan pola tekstur dan kontras yang cukup tinggi antara satu citra dengan citra lain, sehingga akurasinya rendah.

Gambar 15 Grafik akurasi citra tumbuhan obat untuk setiap kelas menggunakan , , dan

penggabungan klasifikasi PDR , .

Penggabungan SDR dan MDR memiliki akurasi terbaik sebesar 73,333 % pada penggabungan dan . Jika

dilihat akurasi untuk masing-masing fitur sebelum penggabungan,

menghasilkan akurasi 71 %, sedangkan menghasilkan 59.667 %.

Gambar 16 Citra tumbuhan obat yang paling banyak mengalami kesalahan klasifikasi (miss classification). Penggabungan MVR menghasilkan akurasi terbaik sebesar 67.333 % pada penggabungan dan . Jika dilihat akurasi untuk

(23)

15 menghasilkan akurasi 71 %,

sedangkan menghasilkan 61.667 %.

Akurasi terbaik hasil classifier combination pada citra pohon tanaman hias disajikan pada Tabel 9. Untuk citra pohon tanaman hias akurasi tertinggi didapatkan dengan teknik PDR yang menggunakan fitur dan

yaitu sebesar 86.667 %. Citra pohon tanaman hias memiliki tekstur yang sangat kompleks sehingga operator sangat baik dalam

mendeskripsikan fitur tekstur. Dengan teknik PDR, penggabungan fitur dan

merupakan salah satu metode untuk menghasilkan akurasi terbaik pada identifikasi citra pohon tanaman hias. Citra pohon tanaman hias menghasilkan akurasi yang baik dibandingkan citra daun tumbuhan obat, karena metode LBP sangat cocok untuk citra yang memiliki struktur tekstur yang kompleks. Tabel 9 Akurasi terbaik untuk setiap teknik

penggabungan model klasifikasi citra pohon tanaman hias.

Teknik Akurasi Fitur

PDR 86.667 % SDR 82.222 %

MDR 82.222 % MVR 82.222 %

Akurasi tiap kelas penggabungan fitur dan dengan menggunakan

PDR bisa dilihat pada Gambar 18. Pada penggabungan tersebut ada 21 kelas citra tanaman hias yang terklasifikasi 100 % dengan benar. Salah satu kelas yang paling banyak mengalami kesalahan klasifikasi (miss

classification) adalah kelas citra ke-26 atau

tanaman hias dengan nama latin Asplenium

nidus yang ditunjukkan pada Gambar 17.

Citra-citra pada kelas ini memiliki perbedaan pola tekstur dan kontras yang cukup tinggi dibandingkan dengan kelas lain, sehingga hasil akurasinya rendah.

Gambar 17 Citra tanamanan hias dengan nama latin Asplenium nidus paling banyak mengalami kesalahan klasifikasi (miss classification).

Gambar 18 Grafik akurasi citra tanaman hias untuk setiap kelas menggunakan , , dan

penggabungan klasifikasi PDR , .

Perbandingan Akurasi Klasifikasi Sebelum dan Sesudah Penggabungan Fitur

Secara umum penggabungan fitur dengan metode penggabungan operator dan penggabungan model klasifikasi selalu menghasilkan akurasi klasifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa penggabungan fitur. Grafik akurasi klasifikasi terbaik sebelum dan sesudah klasifikasi untuk citra tumbuhan obat ditampilkan pada Gambar 19.

Gambar 19 Perbandingan akurasi klasifikasi terbaik pada citra tumbuhan obat untuk tanpa penggabungan fitur dan penggabungan fitur.

(24)

16 Untuk citra tumbuhan obat, penggabungan

operator tidak menghasilkan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa penggabungan. Hal ini dipengaruhi oleh seberapa kompleks tekstur citra. Citra tumbuhan obat cenderung memiliki tekstur yang tidak sekompleks citra tanaman hias, sehingga penggabungan operator tidak meningkatkan akurasi. Lain halnya dengan citra tanaman hias, penggabungan operator dan penggabungan model klasifikasi menghasilkan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa penggabungan. Grafik akurasi klasifikasi terbaik sebelum dan sesudah klasifikasi untuk citra tanaman hias ditampilkan pada Gambar 20.

Gambar 20 Perbandingan akurasi klasifikasi terbaik pada citra tanaman hias untuk tanpa penggabungan fitur dan penggabungan fitur.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penggabungan fitur local binary patterns untuk identifikasi citra daun tumbuhan obat dan tanaman hias secara otomatis berhasil diimplementasikan. Penggabungan dilakukan dengan dua metode, yaitu penggabungan operator dan penggabungan model klasifikasi (classifier combination). Kedua metode penggabungan menggunakan metode klasifikasi

probabilistic neural network. Penelitian ini

telah membuktikan bahwa kedua metode penggabungan akan meningkatkan akurasi klasifikasi.

Untuk citra tumbuhan obat, akurasi klasifikasi terbaik sebelum dan sesudah penggabungan fitur LBP adalah sebagai berikut:  tanpa penggabungan fitur menghasilkan

akurasi sebesar 71.000% dengan menggunakan .

 penggabungan operator (8,1),

(16,2) dan (24,3) menghasilkan akurasi sebesar 70.667%.

 penggabungan klasifikasi dan

menggunakan teknik PDR

menghasilkan akurasi sebesar 77.000%. Untuk citra tanaman hias, akurasi terbaik sebelum dan sesudah penggabungan fitur LBP adalah:

 tanpa penggabungan fitur menghasilkan akurasi sebesar 78.889% dengan menggunakan .

 penggabungan operator (8,1) dan

(24,3) menghasilkan akurasi sebesar 84.444%.

 penggabungan klasifikasi dan

menggunakan teknik PDR

menghasilkan akurasi sebesar 86.667%. Citra pohon tanaman hias menghasilkan akurasi yang baik dibandingkan citra daun tumbuhan obat, karena metode LBP sangat cocok untuk citra yang memiliki struktur tekstur yang kompleks. Untuk semua metode penggabungan fitur, akurasi terbaik didapatkan pada metode penggabungan dengan classifier

combination menggunakan PDR baik pada citra

daun tumbuhan obat maupun citra pohon tanaman hias.

Saran

Penelitian ini menggunakan database citra yang relatif sedikit jumlahnya, sehingga untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak database citra. Akuisisi citra juga perlu diperbaiki dengan memperhatikan penggunaaan kamera digital, pencahayaan, resolusi, dan sudut pengambilan yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Acharya T, Ray A. 2005. Image Processing

Principles and Aplications. New Jersey :

John Wiley & Sons Inc.

Ahonen T, Hadid A, Pietikäinen M. 2006. Face

Description with Local Binary Patterns: Application to Face Recognition. University

of Oulu, Finland.

Araghi L. F., et al. 2009. Ship Identification

Using Probabilistic Neural Networks (PNN). Hongkong : IMECS.

Bappenas. 2003. Indonesia Biodiversity and

Action Plan 2003-2020. Jakarta: Bappenas.

Fang Y., et al. 2009. Fusion of

Multi-directional Rotation Invariant Uniform LBP Features for Face Recognition. Shanghai:

(25)

17 Guo Zhenhua, Zhang Lei, Zhang David. 2009.

Rotation Invariance Texture Classification Using LBP variance (LBPV) with Global Matching. The Hong Kong Polytechnic

University.

Guo Zhenhua, Zhang Lei, Zhang David. 2010.

A Completed Modeling of Local Binary Pattern Operator for Texture Classification. IEEE Transactions on Image Processing.

Vol. 19, No. 6, pp. 1657-1663.

Kebapci H, Yanikoglu B, Unal G. 2009. Plant

Image Retrieval Using Color, Shape, and Texture Features. Faculty of Engineering

and Natural Sciences Sanbaci University. Kulsum, L. U. 2010. Identifikasi Tanaman Hias

Secara Otomatis Menggunakan Metode Local Binary Patterns Descriptor dan Probabilistic Neural Network. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Mäenpää Topi. 2003. The Local Binary

Patterns Approach to Texture Analysis.

Oulu : Oulu University Press.

Masyhud. 2010. Lokakarya Nasional Tumbuhan

Obat Indonesia 2010. Jakarta : Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman.

Nurafifah. 2010. Penggabungan Ciri Morfologi, Tekstur, dan Bentuk Untuk Identifikasi Daun Menggunakan Probabilistic Neural Network. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Ojala T., et al. 2002. Multiresolution

Gray-Scale and Rotation Invariant Texture Classification with Local Binary Patterns.

IEEE Transactions on PAMI. Vol. 24, No.

7, pp. 2037-2041.

Pietikäinen M, Ojala T, Xu Z. 2000. Rotation-invariant Texture Classification Using Feature Distribution. Pattern Recognition. Vol. 33. Hal. 43-52.

Ramakrishnan S, Emary I. 2008. Comparative

Study Between Traditional and Modified Probabilistic Neural Network. India :

Springer Science.

Rodrigues PS, Aroujo AA. 2004. A

Bayesian Network Model Combining Color, Shape and Texture Information to Improve Content Based Image Retrieval Systems. Petropolis : LNCC.

Wu S. G., et al. 2007. A Leaf Recognition

Algorithm for Plant Using Probabilistic Neural Network. China : Chinese Academy

Science.

Zuhud, E.A.M. 2009. Potensi Hutan Tropika Indonesia sebagai Penyangga Bahan Obat Alam untuk Kesehatan Bangsa. Jurnal

Bahan Alam Indonesia. Vol VI No.6,

(26)

18

LAMPIRAN

(27)

Lampiran 1 Tiga puluh jenis citra tumbuhan obat. Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Dandang Gendis (Clinacanthus nutans Lindau) Lavender (Lavendula afficinalis Chaix) Akar Kuning (Arcangelisiaflav a L.) Daruju (Acanthus ilicifolius L.) Pegagan (Centella asiatica, (Linn) Urban.) Andong (Centella asiatica, (Linn) Urban.) Kemangi (Ocimum basilicum) Iler (Coleus scutellarioides, Linn, Benth) Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia, Swingle.) Bidani (Quisqualis Indica L.) Gadung Cina (Smilax china) Tabat Barito (Ficus deloidea L.) Nandang gendis kuning Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) Som Jawa (Talinum paniculatum (jacq.) Gaertn.) Pungpulutan (Urena lobata L.) Sosor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)Pers) Nanas kerang (Rhoeo discolor (L.Her.) Hance) Seligi (Phyllanthus buxifolius Muell) Remak Daging (Excecaria bicolor Hassk) Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus (B1) Miq.) Kemuning (Murraya paniculata [L..] Jack.) Cincau Hitam (Mesona palustris) Sambang Darah (Excoceria cochinchinensis Lour.) Landik (Barleria lupulina Lindl.) Jambu Biji (Psidium guajava L.) Handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griffith) 19

(28)

Lampiran 2 Tiga puluh jenis citra tanaman hias.

No Citra Tanaman Hias Nama Latin Nama Lokal

1

Dracaena draco Pohon darah naga, Pardon bali, drasena (Indonesia), dragon blood

tree (Inggris)

2

Anthurium sp. Kuping gajah (indonesia), tail

flower, crystal anthurium, dan Black Velvet (Inggris)

3

Sansevieria goldenhahnii

kaktus kodok (Indonesia)

4

Peperomia argyreia Peperomia (Indonesia), pepper elder atau dessert priest (Inggris)

5

Aglaonema sp.

(Silver Queen)

Aglaonema atau sri rezeki (Indonesia) dan shinese evergreen (Inggris)

6

Aglaonema sp.

(White Spots)

Aglaonema atau sri rezeki (Indonesia) dan shinese evergreen (Inggris)

7

Aglaonema sp.

(Snow White)

Aglaonema atau sri rezeki (Indonesia) dan shinese evergreen (Inggris)

8

Dendrobium sp. Anggrek dendrobium (Indonesia) dan orchids (Inggris)

9

Furcraea foetida Green aloe (Inggris)

10

Dendrobium sp. anggrek dendrobium (Indonesia) dan orchids (Inggris)

(29)

Lampiran 2 Lanjutan.

11

Dendrobium sp. anggrek dendrobium (Indonesia) dan orchids (Inggris)

12

Codiaeum varigatum Puring (Indonesia) dan croton (Inggris)

13

Philodendron bifinnatifidum

Pohon cinta (Indonesia)

14

Agave attenuate Siklok (Indonesia)

15

Dendrobium

chaopraya moonlight

Anggrek dendrobium (Indonesia) dan orchids (Inggris)

16

Calanthe triplicata Anggrek batu (Indonesia)

17

Bromelia kirkii Bromelia (Indonesia)

18

Begonia sp. Begonia

19

Begonia sp. Begonia

20

Calathea rufibarba Maranta (Indonesia) dan prayer

plant (Inggris)

(30)

Lampiran 2 Lanjutan.

21

Hoya kerii varigata wax plant, porcelain flower

(Inggris)

22

Bromelia neoregelia Bromelia (Indonesia)

23

Sansevieria trifasciata

Lidah mertua (Indonesia)

24

Calathea sp. Maranta (indonesia) dan prayer

plant (Inggris)

25

Anthurium crystallinum

Kuping gajah (indonesia), tail flower dan crystal anthurium

(Inggris)

26

Asplenium nidus Paku sarang burung atau kadaka (Indonesia)

27

Marantha sp. marantha (Indonesia), arrow head,

prayer plant (Inggris)

28

Scindapsus aureus Sirih Belanda, sirih gading (Indonesia)

29

Cryptanthus bivittatus

Nanas kuning (Indonesia), starfish

plant (Inggris)

30

Piper decumanum Sirih merah (Indonesia)

Gambar

Gambar  1  Circular  neighborhood  delapan   sampling points.
Gambar 4 menunjukkan makna dari uniform  patterns.  Secara  matematis  uniform  patterns  dapat diekspresikan sebagai berikut:
Gambar 5 Struktur PNN.
Gambar  7  Akar  Kuning  (Arcangelisiaflava  L.)  (a) Maranta (Calathea sp.)(b).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prioritas masalah yang dialami oleh Ibu Ni Ketut Denong adalah masalah ekonomi dan masalah kesehatan lingkungan rumah. Dari masalah tersebut adapun solusi yang dapat diberikan

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, ditunjukkan oleh produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 tahun 2001– 2005

Setelah dilakukannya proses, maka terdapat beberapa program yang dilakukan untuk membantu mengoptimalkan keadaan dari keluarga Ibu Tini, yaitu program penataan ruang serta

1) Persyaratan pendidikan formal, antara lain: secara umum persyaratan konselor sekolah serendah – rendahnya harus memiliki ijazah sarjana mudah dari suatu pendidikan yang sah,

Kemudian dari pengamatan visual terlihat bahwa pada waktu flotasi 15 menit untuk logam besi dan 20 menit untuk tembaga dan nikel sudah menunjukkan hasil persentase pemisahan yang

Setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model Discovery learning peserta didik dapat membandingkan fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan dari

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa penataan arsip di Sekretariat Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan belum efektif karena dari indikator yang

UPTD Metrologi adalah salah satu bagian dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai SKPD yang ada di wilayah pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, sekaligus pengguna