• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Laporan Keuangan Akuntansi (Komersial) dengan Laporan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Laporan Keuangan Akuntansi (Komersial) dengan Laporan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Perbedaan Laporan Keuangan Akuntansi (Komersial) dengan Laporan Keuangan Fiskal

Membicarakan masalah perbedaaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, sama halnya dengan membicarakan masalah akuntansi pajak. Sedangkan akuntansi pajak pada umumnya menyangkut masalah kapan suatu penghasilan diakui sebagai penghasilan dan kapan suatu biaya diakui sebagai pengurang dari penghasilan tersebut. Masalah ini sesungguhnya tergantung kepada tahun pajak atau buku wajib pajak, metode akuntansi yang digunakan, serta doktrin dan konsep yang menjadi acuannya.

Menurut Siti Resmi (2009 : 87) perbedaan laporan keuangan akuntansi (komersial) dengan laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan komersial ditunjukkan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor bisnis, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditunjukkan untuk menghitung pajak. Perbedaan yang lainnya menurut Martani dan Persada (2009 : 10) adalah “laporan keuangan komersial disusun berdasarkan prinsip yang berlaku umum, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sedangkan laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan peraturan perpajakan”.

(2)

PSAK mengatur secara umum definisi, pengakuan, penyajian, dan pengungkapan item dalam laporan keuangan termasuk didalamnya pendapatan dan beban. Undang-undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan mendefinisikan penghasilan dan pengurangan penghasilan secara spesifik dalam rangka menghitung pajak penghasilan kena pajak.

Perbedaan utama antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal menurut Martini dan Persada, (2009 : 20)

Disebabkan karena perbedaan tujuan. Tujuan utama akuntansi keuangan adalah pemberian informasi penting kepada manager, pemegang saham, pemberi kredit, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, dan merupakan tanggung jawab para akuntan untuk melindungi pihak-pihak tersebut dari informasi yang menyesatkan. Sebaliknya tujuan utama system perpajakan (termasuk akuntansi pajak) adalah pemugutan pajak yang adil, dan merupakan tanggung jawab Direktoral Jendral Pajak untuk melindungi para pembayar pajak dari tindakan yang semena-mena.

Perbedaan lainnya menurut Zain (2008 : 118)

Perbedaan utama antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal disebabkan oleh perbedaan tujuan serta dasar hukumnya, tahun pajak, atau tahun buku, metode akuntansi yang digunakan dan konsep yang menjadi acuannya, walaupun dalam beberapa hal terdapat kesamaan antara akuntansi pajak yang mengacu pada ketentuang peraturan perundangan-undangan perpajakan dan akuntansi keuangan yang mengacu kepada standar akuntansi keuangan. Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas yang pada akhirnya akan menimbulkan jumlah laba yang berbeda antara laba akuntansi dengan laba fiskal atau yang dikenal dengan istilah book tax gap.

Menurut Siti Resmi (2009 : 8) perbedaan penyusunan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal adalah

Perbedaan ini akan mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas (wajib pajak). Perusahaan tidak perlu melakukan pembukuan ganda untuk memenuhi perbedaan tujuan kepentingan tersebut, sehingga perusahaan

(3)

hanya menyelenggarakan pembukuan menurut akuntansi komersial, tetapi apabila akan menyususn laporan keuangan fiskal, perusahaan terlebih dahulu melakukan rekonsialisasi fiskal terhadap laporan keuangan komersial tersebut. Rekonsialisasi fiskal dilakukan perusahaan karena terdapat perbedaan perhitungan laba menurut akuntansi (komersil) dengan laba menurut perpajakan (fiskal).

Menurut Poernomo (2008 : 7) “terdapat hal-hal yang membedakan antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal”. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1.

Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal

Komersial Fiskal

Berdasar pada Standar Akuntansi Keuangan yang dirumuskan IAI

Berdasar pada perarutan perpajakan yang ditetapkan oleh badan legislative dan eksekutif.

Tujuan utama akuntansi komersial adalah untuk menyediakan informasi yang berguna bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan

Tujuan pembukuan adalah agaw wajib pajak dapat menghitung besarnya pajak yang terutang.

Laporan laba rugi komersial merupakan penandingan pendapatan dengan biaya

Laporan laba rugi merupakan penandingan objek pajak dengan pengurangan penghasilan bruto. Menganut prinsip konsistensi. Apabila

terjadi perubahan harus melaporkan akibat perubahan dalam laporan keuangan.

Menganut prinsip taat asas (konsisten). Apabila terjadi perubahan harus

mendapatkan persetujuan Direktorat Jenderal Pajak dan melaporkan akibat perubahan tersebut.

(4)

stelsesl kas dengan memperhatikan ketentuan pasal 28 UU KUP Mengantu prinsip konservatif dalam

bentuk cadangan (penyisihan) misal, penyisiah pituang tidak tertagih, penyisihan utang garansi, penyisihan harga pasar, dan lain-lain.

Tidak menganut prinsip konservatif, kecuali dalam penyisihan cadangan piutang tidak tertagih pada usaha bank dan sewa guna usaha, hak opsi,

cadangan untuk usaha asuransi, cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan (pasal 9 ayat (1) huruf c UU No. 36 tahun 2008).

Menganut biaya historis Menganut biaya historis dengan memperhatikan harga pertukaran yang objektif.

Subtansi mengalahkan bentuk formal Substansi mengalahkan bentuk formal, tetapi dalam beberapa kasus, bentuk formal mengalahkan subtansi. Jika terdapat pelanggaran tidak ada

sanksi tetapi mempengaruhi opini akuntan publik.

Jika terdapat pelanggaran dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Sumber : Poernomo, 2008 : 7

Sejalan dengan tujuan dan tanggung jawab tersebut diatas, prinsip yang dianut oleh akuntansi keuangan salah satunya adalah prinsip konservatif, sehingga kemungkinan perbedaan tejadi karena understatement pelaporan penghasilan atas asetnya dibandingkan dengan pelaporan overstatement. Dari sudut pandang perpajakan, laporan keuangan yang understatement tersebut tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk menetapkan besarnya pajak terutang.

(5)

2.1.2 Perbedaan Laba Akuntansi dengan Laba fiskal (Book Tax Gap)

Laba akuntansi merupakan terminologi yang digunakan riset perpajakan untuk mendefinisikan laba yang diperoleh berdasarkan standar akuntansi keuangan. Laba akuntansi dalam laporan keuangan dicerminkan dengan laba sebelum pajak, yaitu pendapatan dikurangi dengan beban perusahaan (kecuali beban pajak penghasilan). Penghasilan kena pajak atau laba fiskal merupakan terminologi pada perpajakan yaitu laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan. Dalam laporan perpajakan (Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan/SPT) diistilahkan sebagai penghasilan kena pajak, yaitu penghasilan yang dikenakan pajak dikurangi beban yang boleh dikurangi.

Pada tingkat perbankan di Indonesia, manajemen perhitungan laba perusahaan perbankan untuk dua tujuan setiap tahunnya, yaitu tujuan untuk pelaopran keuangan berdasarkan prinsip standar akuntansi keuangan (PSAK) dan pelaporan pajak berdasarkan peraturan pajak untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak (taxable income) atau laba fiskal. Peraturan pajak di Indonesia mengharuskan laba fiskal dihitung berdasarkan metode akuntansi yang menjadi dasar perhitungan laba akuntansi, yaitu metode akrual, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan pembukuan ganda untuk dua tujuan pelaporan laba tersebut, karena setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsialisasi fiskal

(6)

untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara melakukan penyesuaian terhadap laba akuntansi berdasarkan peraturan pajak.

Menurut Zain (2008, 221) rekonsialisasi fiskal merupakan

Penyesuaian-penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan di Indonesia. Rekonsialisasi fiskal tersebut dilakukan pada akhir periode pembukuan yang menyebabkan terjadinya perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal. Perbedaan tersebut disebabakan oleh ketentuan pengakuan dan pengkuran yang berbeda antara standar akuntansi keuangan dan peraturan perpajakan. Perbedaan tersebut secara umum dikelompokkan kedalam permanen dan perbedaan temporer atau waktu.

Penyesuaian dilakukan terhadap penghasilan atau biaya yang termasuk koreksi fiskal positif adalah penghasilan menurut fiskal akan bertambah dan atau biaya yang berkurang menurut fiskal atau dengan kata lain koreksi fiskal positif adalah korelasi yang akan menyebabkan laba fiskal bertambah. Disisi lain, penyesuaian yang dilakukan terhadap penghasilan atau biaya yang termasuk koreksi fiskal negatif adalah penghasilan yang menurut fiskal akan berkurang dan atau biaya yang bertambah menurut fiskal atau dengan kata lain koreksi fiskal negatif adalah koreksi yang menyebabkan laba fiskal berkurang.

Perbedaan permanen timbul karena adanya pengaturan yang berbeda terkait dengan pengakuan penghasilan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan, sedangkan perbedaan temporer timbul akibat adanya perbedaan waktu pengakuan dan penghasilan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakan. Perbedaan permanen dan perbedaan temporer inilah yang

(7)

merupak pembentuk book tax gap. Hal itu dikarenakan kedua komponen tersebut merupakan penyebab timbulnya perbedaan laba akuntansi atau penghasilan sebelum pajak dengan laba fiskal atau penghasilan kena pajak yang menjadi dasar pengenaan pajak.

2.1.3 Perbedaan Permanen dan Perbedaan Temporer

Rekonsialisasi fiskal di akhir periode pembukuan menyebabkan terjadinya perbedaan antara jumlah laba bersih sebelum pajak dengan penghasilan kena pajak yang merupakan dasar pengenaan pajak. Hubungan antara penghasilan sebelum pajak menurut pembukuan (pretax income) dengan penghasilan kena pajak (taxable income) dapat digambarkan sebagai berikut :

(8)

Sumber : Zain, 2008 : 233

Gambar 2.1.

Hubungan antara Penghasilan Sebelum Pajak menurut Pembukuan (Pretax Income) dengan penghasilan kena pajak (taxable income)

Menurut Mills dan Newberry, (2001 : 75) manajer dapat menggunakan kebijakannya ketika memilih salah satu diantara beberapa metode-metode akuntansi dalam proses akrual :

(9)

Misalnya ketika menentukan metoda depresiasi, pengestimasian perioda depresiasi dan amortisasi, serta manajer bebas menggunakan pertimbangannya untuk menentukan besarnya cadangan dana yang dapat mengurangi laba, misalnya penentuan cadangan piutang tidak tertagih, cadangan kompensasi, cadangan garansi, dan lain-lain.

Menurut Wijayanti (2006 : 7) tujuan pajak perusahaan

Hanya untuk mengakui pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan pada perioda yang bersangkutan. Dengan kata lain, pendapatan dicatat ketika kas diterima, penangguhan pendapatan (unearned) tidak dimasukkan dalam laba fiskal, dan biaya diakui pada saat kas dikeluarkan, atau cash basic.

Lagi pula, peraturan pajak tidak memberikan banyak kebebasan bagi manajemen untuk memilih prosedur akuntansi dalam pelaporan pajaknya. Peraturan pajak tidak memperkenankan adanya pengestimasian dan pencadangan biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak.

Penelitian ini tidak menggunakan perbedaan permanen dalam analisis utama, karena perbedaan permanen hanya mempengaruhi perioda terjadinya saja dan tidak mengindikasikan kualitas laba yang dihubungkan dengan proses akrual, selain itu perbedaan permanen tidak menimbulkan konsekuensi adanya penambahan atau pengurangan jumlah pajak masa depan. Sebaliknya, perbedaan temporer dapat menimbulkan jumlah pajak yang dapat ditambahkan atau dikurangkan dimasa depan (future taxable and future deductible amounts), yang berhubungan dengan proses akrual, sehingga dapat digunakan untuk penilaian kualitas laba masa depan.

Pengakuan pajak penghasilan dalam PSAK No. 46, telah menerapkan metoda akuntansi pajak penghasilan secara komprehensif dengan pendekatan aktiva-kewajiban atau balance-sheet approach. Menurut Harnanto (2003 : 10) “Metode

(10)

akuntansi pajak penghasilan berorientasi pada neraca mengakui kewajiban dan aktiva pajak tangguhan terhadap konsekuensi fiskal masa depan yang disebabkan oleh adanya perbedaan temporer dan sisa kerugian yang belum dikompensasikan”.

Perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak di masa depan akan diakui sebagai utang pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya biaya pajak tangguhan (deferred tax expense), sehingga kenaikan utang pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui pendapatan lebih awal atau menunda biaya untuk pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak. Sebaliknya, perbedaan temporer yang dapat mengurangi jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai aktiva pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya keuntungan atau manfaat pajak tangguhan (deferred tax benefit), yang berarti bahwa kenaikan aktiva pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui biaya lebih awal atau menangguhkan pendapatannya untuk tujuan pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak (Phillips et al., 2003 dalam Wijayanti, 2006 : 8).

2.1.4 Perubahan Pendapatan

Perubahan pendapatan merupakan proksi atas pertumbuhan ekonomi. Perubahan pendapatan ΔREV dihitung dari selisih antara pejualan bersih saat ini dan penjualan bersih tahun sebelumnya kemudian dibagi total aset. (Tang, 2006, Manzon dan Plesko,2002).

(11)

Manzon dan Plesko (2002) menyatakan ukuran perusahaan dapat memberikan efek noise dimana perusahaan yang memiliki ukuran besar dapat melakukan tax planning lebih baik efek dari book tax gaps menjadi bias. Perusahaan dengan ukuran yang besar akan lebih efektif dalam berinvestasi pada aktiva yang memberikan manfaat pajak, sehingga ukuran perusahaan akan memberikan efek pada persistensi laba (Scholes et al., 2001). Ukuran perusahaan (SIZE) diperoleh dari logaritma natural atas total aktiva/aset perusahaan.

2.1.6 Nilai Aktiva Tetap

Nilai Aktiva tetap kotor (PPE) merupakan bagian dari total akrual yang berhubungan dengan biaya depresiasi yang nonkelolaan (mengestimasi tingkat akrual yang diharapkan). Nilai Aktiva/aset tetap kotor diperoleh dari aktiva/aset tetap yang dikurangi akumulasi penyusutan dibagi dengan total aset (Tang, 2006).

2.1.7 Persistensi Laba

Persistensi laba merupakan salah satu komponen nilai peridiktif laba dan unsur relevansi. Laba dikatakan persisten ketika aliran kas dan laba akrual berpengaruh terhadap laba tahun depan dan perusahaan dapat mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa yang akan datang.Menurut Barth dan Hutton (2004 : 7) “informasi yang berkaitan dengan persistensi laba dapat membantu investor dalam menentukan kualitas laba dan nilai perusahaan”.

(12)

Menurut Wijayanti (2006 : 11) Tujuan laporan keuangan adalah

Untuk menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan. Sehinnga dalam memfasilitasi tujuan tersebut, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menetapkan suatu kriteria yang harus dimiliki informasi akuntansi agar dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Kriteria utama dalam laporan keuangan adalah relevan dan reliabel. Informasi akuntansi dikatakan relevan apabila dapat mempengaruhi keputusan dengan menguatkan atau mengubah pengharapan para pengambil keputusan, dan informasi tersebut dikatakan reliabel apabila dapat dipercaya dan menyebabkan pemakai informasi bergantung pada informasi tersebut.

Laba yang dilaporkan oleh perusahaan juga menjadi dasar dalam penetapan pajak. Sering kali terjadi perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan ini disebabkan perbedaan tujuan masing-masing dalam pelaporan laba. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax gap) dapat memberikan informasi mengenai kualitas laba. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit kebebasan akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal. Menurut Djamaluddin, (2008 : 65) “perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax gap) dapat memberikan informasi tentang management discretion akrual. kualitas laba akuntansi yang dilaporkan oleh manajemen menjadi pusat perhatian pihak eksternal perusahaan”.

Menurut Chandrarin, (2003 : 5 ) laba akuntansi yang berkualitas adalah “Laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsian (perceived noise), dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya”. Sedangkan Menurut Hayn (1995) dalam Wijayanti (2006) bahwa

(13)

“gangguan persepsian dalam laba akuntansi disebabkan oleh peristiwa transitori (transitory events) atau penerapan konsep akrual dalam akuntansi”.

Peristiwa transitori adalah peristiwa yang hanya terjadi pada waktu tertentu, tidak terus-menerus, dan mengakibatkan fluktuasi yang besar terhadap laba rugi akuntansi. Oleh karena itu, salah satu komponen untuk menilai kualitas laba adalah persistensi laba. Persistensi laba akuntansi merupakan laba akuntansi yang diharapkan di masa depan (expected future earnings) yang diimplikasi oleh laba akuntansi tahun berjalan (current earnings).

Menurut Wijyanti (2006 : 8) Biaya (manfaat) pajak tangguhan yang berasal dari

Perbedaan temporer antara laba akuntansi dan laba fiskal dapat dianggap sebagai gangguan persepsian dalam laba akuntansi, karena dua hal: (1) biaya (manfaat) pajak tangguhan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi merupakan hasil dari penerapan konsep akuntansi akrual dalam pengakuan pendapatan dan biaya serta memiliki konsekuensi pajak; (2) biaya (manfaat) pajak tangguhan yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi merupakan komponen transitori, yang berarti bahwa biaya (manfaat) pajak tangguhan tersebut tidak terjadi secara terus-menerus dan hanya terjadi dalam perioda tertentu, yaitu selama perusahaan menerapkan metoda dan kebijakan akuntansi yang berbeda dengan peraturan pajak.

2.1.8 Large Positive Book Tax Gap

Large positive book tax gap (perbedaan besar positif) merupakan selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih besar dari laba

(14)

fiskal. Menurut Prabowo (2010 : 5) Large positive book tax gap terjadi akibat adanya perbedaan temporer dalam pengakuan pendapatan dan beban antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan.

Menurut Soewito (2009 : 9) large positive book tax gap timbul apabila

Perbedaan temporer atau perbedaan waktu menyebabkan terjadinya koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan netto komersial (laba akuntansi sebelum pajak penghasilan) dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan undang-undang pajak penghasilan beserta peraturan pelaksanaanya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan atau menambah biaya-biaya komersial tersebut, sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan, sehingga large positive book tax gap akan menimbulkan beban pajak tangguhan (deffered tax exspenses) di laporan laba rugi dan kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liabilities) di neraca. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.”

Menurut Prabowo (2010 : 5) secara garis besar penyebab timbulnya large positive book tax gap ada dua, yaitu:

1. Terdapatnya pendapatan atau keuntungan tertentu yang telah diakui dalam laporan keuangan tahun berjalan. sebagai contoh, keuntungan yang belum direalisasikan atas investasi dalam efek yang diperdagangkan pada periode terjadinya. Kenaikan nilai tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Sedangkan dalam penghitungan pajak keuntungan tersebut belum diakui. Pajak baru mengakui keuntungan tersebut apabila keuntungan tersebut telah terealisasi yaitu pada saat efek tersebut dijual.

2. Terdapatnya beban atau kerugian tertentu yang dikurangkan untuk perhitungan pajak tahun berjalan, tetapi baru akan dikurangkan dalam tahun mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan. Sebagai contoh, beban penyusutan yang timbul akibat perbedaan masa manfaat aktiva menurut undang-undang pajak penghasilan, dimana masa manfaat aktiva lebih pendek dibandingkan estimasi masa manfaat aktiva yang dilakukan oleh manajemen, sehingga beban penyusutan menurut pajak lebih besar dari perhitungan dalam laporan keuangan komersil. Akibatnya laba komersil sebelum pajak lebih besar dari laba fiskal.

(15)

2.1.9 Large Negative Book Tax Gap

Menurut Prbaowo (2010 : 7) large negative book tax gap (perbedaan besar negatif) adalah “selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih kecil dari laba fiscal”. Karena adanya perbedaan temporer dalam pengakuan pendapatan dan beban antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan jadi terbentuk Large negative book tax gap.

Large negative book tax gap timbul apabila perbedaan temporer atau perbedaan waktu menyebabkan terjadinya koreksi fiskal positif dalam laporan rekonsiliasi fiskal. Koreksi fiskal positif terjadi ketika penyesuaian terhadap penghasilan netto komersial (laba akuntansi sebelum pajak) dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan undang-undang pajak penghasilan beserta peraturan pelaksanaanya, yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut, sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan, sehingga large negative book tax gap akan menimbulkan manfaat pajak tangguhan (deffered tax benefit) di laba rugi dan aktiva pajak tangguhan (deffered tax asset) di neraca. Menurut Soewito (2006 : 78) aktiva pajak tangguhan adalah “jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recovable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian”.

Menurut Prabowo (2010 : 7) secara garis besar Large negative book tax differences timbul akibat dua hal, yaitu:

(16)

1. Terdapatnya penghasilan atau keuntungan kena pajak belum diakui di laporan keuangan tetapi telah diakui di laporan perpajakan. Sebagai contoh, pendapatan sewa yang diterima dimuka diakui sebagai pendapatan untuk tujuan perpajakan namun diakui pada periode-periode di masa depan untuk tujuan laporan keuangan.

2. Terdapatnya beban atau kerugian tertentu yang dikurangkan untuk perpajakan pada tahun mendatang, tetapi dikurangkan pada tahun berjalan untuk tujuan pelaporan keuangan. Sebagai contoh, beban garansi dan beban piutang tak tertagih boleh dikurangkan untuk tujuan perpajakan hanya ketika benar-benar terjadi atau kerugian benar-benar terealisasi, tetapi biaya tersebut diperhitungkan dimuka untuk tujuan pelaporan keuangan.

2.1.10 Small Book Tax Gap

Menurut Prabowo (2010 : 10) Small book tax gap (perbedaan kecil) adalah merupakan “perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal, dimana mempunyai nilai perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal yang relatif kecil, sehingga mengindikasikan kualitas laba yang dihasilkan baik”.

Menurut (Hanlon (2005 : 6) mengenai perusahaan dalam kategori smaal book tax gap yaitu :

Perusahaan yang termasuk dalam kelompok small book tax gap dan large book tax gap dapat ditentukan dengan melakukan sistem quantile. Sisetem quantile dilakukan dengan cara mengurutkan perbedaan temporer perusahaan yang diwakili dengan akun beban pajak tangguhan dan manfaat pajak tangguhan kemudian seperlima urutan tertinggi masuk dalam kelompok large positive book tax gap dan seperlima terendah masuk dalam kelompok large negative book tax gap, sedangkan sisanya termasuk dalam kelompok small book tax gap.

2.1.11 Model Pengambilan Keputusan Data Panel

Data panel adalah gabungan antara data silang (cross section) dengandata runtun waktu (time series). Data panel diperkenalkan oleh Holwes pada tahun

(17)

1950. Dalam panel data, persamaan dengan menggunakan datacross section dapat ditulis sebagai berikut:

N adalah banyaknya data cross-sectio

Sedangkan persamaan model dengan time-series adalah : T adalah banyaknya data time-series.

Data panel adalah gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtun waktu (time series), maka model dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

dimana :

N = banyaknya observasi T = banyaknya waktu N × T = banyaknya data panel

Analisis model panel data terdapat dua macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect).

2.1.11.1 Model Pendekatan Fixed Effect

Pendekatan ini mengizinkan intercept bervariasi antar unit cross-section namun tetap mengasumsikan bahwa slope koefisien adalah konstan antar unit cross-section. Penambahan variabel boneka ini dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi koefisien dari parameter yang diestimasi

(18)

Model Fix Effect : Yit= β0+ β1X1ij+ β2X2ij+β3D3+ β4D4+ β5D5 + eit

2.1.11.2 Model Pendekatan Random Effect

Intersep karena perbedaan responden (crossectional) β0i diganti dengan

intersep yang menunjukan rata-rata intersep populasi. Error model (Vit) terdiri dari

Error karena Crossectional perbedaan perusahaan (µi) dan karena Error total

kombinasi antara Corssectional dan Time Series (eit)

Pendekatan ini mengasumsikan unobservable individual effects (ui) tidak berkorelasi dengan regressor (X) atau dengan kata lain ui diasumsikan bersifat random. Sebelum model diestimasi dengan model yang tepat, terlebih dahulu dilakukan uji spesifikasi apakah fixed effect atau random effect atau keduanya memberikan hasil yang sama.

(19)

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

Book tax gap dapat memberikan informasi mengenai kualitas laba serta bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja suatu perusahaan. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit kebebasan akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran penghasilan kena pajak, sehingga book tax gap dapat memberikan informasi tentang management discretion dalam proses akrual.

(20)

Book tax gap juga dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasikan adanya praktik manajemen laba. Praktik manajemen laba dapat mempengaruhi kualitas dan persistensi dari laba perusahaan tersebut.

Book tax gap dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasikan adanya praktik manajemen laba yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas dari laba tersebut..Untuk mengetahui book tax gap lebih lanjut, penelitian ini juga akan menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya book tax gap di Perbankan Indonesia, yaitu :

1. Perubahan pendapatan (X1)

merupakan proksi atas pertumbuhan ekonomi. Perubahan pendapatan ΔREV dihitung dari selisih antara pejualan bersih saat ini dan penjualan bersih tahun sebelumnya kemudian dibagi total asset

2. Nilai Aktiva tetap (X2)

merupakan bagian dari total akrual yang berhubungan dengan biaya depresiasi yang nonkelolaan (mengestimasi tingkat akrual yang diharapkan). Nilai Aktiva/aset tetap kotor diperoleh dari aktiva/aset tetap yang dikurangi akumulasi penyusutan dibagi dengan total aset

3. Ukuran perusahaan (X3)

dapat memberikan efek noise dimana perusahaan yang memiliki ukuran besar dapat melakukan tax planning lebih baik efek dari book tax gaps menjadi bias. Perusahaan dengan ukuran yang besar akan lebih efektif dalam berinvestasi pada aktiva yang memberikan manfaat pajak, sehingga ukuran perusahaan akan

(21)

memberikan efek pada persistensi laba. Ukuran perusahaan (SIZE) diperoleh dari logaritma natural atas total aktiva/aset perusahaan.

4. Large Positive Book Tax Gap (X4)

Large positive book tax gap merupakan selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih besar daripada laba fiskal.) LPBTD didapatkan dengan melakukan sistem quantile. Sistem quantile merupakan formula data yang membagi list angka menjadi 5 kelas, sehingga kelas pertama atau seperlima dari data tersebut mempunyai nilai paling tinggi. LPBTD dibagi dengan total aset, kemudian seperlima urutan tertinggi dari sampel mewakili kelompok LPBTD, dan yang lainnya diberi kode 0 yang merupakan bagian dari kelompok small book tax gap (perbedaan kecil antara laba akuntansi dan laba fiskal).

5. Large Negative Book Tax Gap (X5)

Large negative book tax gap (LNBTG) merupakan selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal, dimana laba akuntansi lebih kecil dari laba fiskal. LNBTG merupakan variabel indikator yang diperoleh dengan cara mengurutkan perbedaan temporer per tahun (diwakili oleh akun manfaat pajak tangguhan yang mencerminkan perbedaan temporer) per tahun. LNBTG didapatkan dengan melakukan sistem quantile. Sistem quantile merupakan formula data yang membagi list angka menjadi 5 kelas, sehingga kelas pertama atau seperlima dari data tersebut mempunyai nilai paling tinggi. LNBTG dibagi total aset, kemudian

(22)

seperlima urutan terbawah dari sampel mewakili kelompok LNBTG, dan yang lainnya diberi kode 0 yang merupakan bagian dari kelompok small book tax gap. 6. Persistensi Laba (Y)

Persistensi laba (PRST) merupakan suatu komponen nilai prediktif laba dan unsur relevansi. Persistensi laba merupakan ukuran yang menjelaskan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai satu perioda masa depan dan merupakan nilai prediktif yang tercermin dalam komponen akrual dan aliran kas, jika komponen akrual dan aliran kas dapat mempengaruhi laba sebelum pajak di masa depan, sehingga mempunyai laba yang persisten.

2.3 Hipotesis

Hipotesis menurut Kuncoro (2009:59) merupakan pernyataan atau jawaban sementara tentang hubungan antar variabel-variabel dalam penelitian, dan merupakan pernyataan paling spesifik.

Ada tiga macam hipotesis yang dibuat dalam suatu percobaan penelitian, yaitu hipotesis 1, hipotesis 2, dan hipotesis 3. Berdasarkan teori diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

H1 : Perubahan Pendapatan memiliki Pengaruh Positif terhadap boox tax gap Perbankan di Indonesia.

H2 : Nilai Aktiva Kotor memiliki pengaruh Positif terhadap book tax gap Perbankan di Indonesia

H3 : Ukuran Perusahaan Perbankan memiliki Pengaruh Positif terhadap Book tax Gap Perusahaan.

(23)

H4 : Pengaruh dengan large negative book tax gap mempunyai persistensi laba akuntansi lebih rendah dibandingkan perusahaan dengan small book tax gap.

H5 : Perusahaan dengan large positive book tax gap mempunyai persistensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book tax gap.

Referensi

Dokumen terkait

Lebih jauh penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat interaksi belajar mengajar guru dan siswa untuk mencapai prestasi pada standar kompetensi atau mata

Boullata dalam kata pengantarnya terhadapa buku tafsir Bint al-Sy āṭ i’ menjelaskan bahwa, dalam mengkaji al-Qur’an Bint al-Sy āṭ i’ menggunakan empat butir metode

Berdasarkan hasil pemeriksaan granul massa cetak dan sediaan tablet lisinopril 10 mg keempat formula memenuhi persyaratan dan untuk mengetahui pengaruh penggunaan

Pada Tabel 1 kelompok kontrol negatif dengan kelompok yang diberi perlakuan (kelompok preventif, kelompok taurin dosis 15,6 mg/BB/hari, dan kelompok yang diberi ekstrak

Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru memegang peranan penting dalam menanamkan motivasi pada siswa untuk terus berprestasi. Dengan adanya pengelolaan kelas

7 a)Bandingkan jumlah penerimaan menurut klasifikasi penyumbang antara nilai yang tercantum dalam Daftar Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye dengan nilai

Perairan Kecamatan Monano sebagai salah satu wilayah yang memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang cukup melimpah sangat potensial untuk pengembangan budidaya

mengindikasikan bahwa pemahaman APIP terhadap prosedur reviu cukup baik. Berdasarkan profil responden sebagian besar APIP berlatar belakang pendidikan nonakuntansi,