SCIENTIA
Jurnal Farmasi dan Kesehatan
Diterbitkan oleh STIFI Perintis Padang setiap bulan Februari dan Agustus
Website : http://www.jurnalscientia.org/index.php/scientia
7 (2) ; 173 – 178, 2017
UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL DAUN
SELASIH (Ocimum basilicum L.) TERHADAP LARVA UDANG
(Artemia salina Leach)
Mega Yulia, dan Vina Hidayana Akademi Farmasi Imam Bonjol BukittinggiEmail : megayuriano@yahoo.com.sg
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang uji aktivitas sitotoksik ekstrak etanol daun selasih (Ocimum basilicum L.) terhadap larva udang (Artemia salina Leach) dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji dilakukan dengan tiga konsentrasi yaitu 10.000 ppm, 1.000 ppm dan 100 ppm. Dari uji aktivitas sitotoksik ekstrak etanol daun selasih didapatkan nilai LC50 sebesar 58,884 ppm.
Kata Kunci : Daun Selasih, Ocimum basilicum L, Sitotoksik, BSLT
ABSTRACT
Research has been conducted about cytotoxic activity of the ethanol extract of selasih (Ocimum basilicum L.) leaf on shrimp larvae using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method. Test were carried out with three concentrations that is 10.000 ppm, 1.000 ppm dan 100 ppm. The result of cytotoxic activity of the ethanol extract of selasih leaf show values LC50 58,884 ppm.
Keywords : Selasih leaf, Ocimum basilicum L, cytotoxic, BSLT
PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi moderen yang semakin pesat dan canggih di zaman sekarang ini, tidak mampu menggeser ataupun mengesampingkan begitu saja obat-obatan tradisional. Buktinya bahwa sampai saat ini obat tradisional masih banyak digunakan oleh masyarakat luas secara turun temurun. Penggunaan obat tradisional dianggap mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kesehatan dan mampu mengobati berbagai
penyakit (Thomas, 1992) serta efek samping yang ditimbulkan relatif kecil dibandingkan dengan pengobatan kimiawi (Mangan, 2009).
Indonesia sendiri memiliki kekayaan tumbuhan yang sangat luar biasa dan merupakan sumber tanaman obat terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Dari sekian banyak spesies yang ada lebih dari 40 jenis tanaman asli Indonesia dipercaya mempunyai efek antikanker (Mangan, 2009).
Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan mengancam kesehatan sel yang masih normal (Adi, 2007). Penyakit kanker dapat menyerang siapa saja dan dari golongan mana saja, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan atau golongan. Meskipun demikian, resiko kanker lebih besar saat orang telah berusia lebih dari 40 tahun (Dalimartha, 1999).
Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat di daerah Padang Lalang, Kecamatan STL Ulu Terawas, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan untuk mengobati kanker adalah daun selasih
(Ocimum basillicum L.). Masyarakat
menggunakan tanaman selasih ini dengan cara meminum air rebusan daunnya. Daun selasih selain dapat mengobati kanker, masyarakat juga menggunakannya sebagai obat sariawan, nafas tidak sedap, meredakan migren, influenza bahkan dalam dunia kecantikan daun selasih berkhasiat dalam menghitamkan rambut dan mencegah kerontokan. Daun selasih memiliki kandungan asam kafeat, p-asam kumarat, miresin, rutin, kuersetin (Anonim, 2012). Terdapat juga eugenol, metil eugenol, ocimene, alfa pinene, encalyptole, linalool, geraniol, methylchavicol, methylcinnamate, anetol dan camphor (Kardinan, 2005).
Berdasarkan potensi penggunaan daun selasih sebagai obat kanker secara tradisional tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas sitotoksik dari ekstrak etanol daun selasih.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai April 2016 di Laboratorium Farmakologi Akademi Farmasi Yayasan Imam Bonjol Bukittinggi dan Laboratorium Kopertis Wilayah X Padang.
Metodologi Penelitian Alat
Alat yang digunakan lumpang, stamfer, pipet tetes, tabung reaksi, rak
tabung reaksi, plat tetes, penjepit tabung reaksi, lampu spritus dan korek api, pisau, papan landasan, timbangan, botol gelap, gelas piala 500 ml, erlemeyer, corong, batang pengaduk, satu set alat rotary
evaporator, vial, timbangan analitik, desikator, aquarium, aerator, lampu 5 watt.
Bahan
Bahan yang digunakan H2SO4 2N,
serbuk logam Mg, HCl pekat, CH3COOH
anhidrat, FeCl3, pereaksi Mayer, pereaksi
Liebermann-Burchard, pereaksi Dragendorff, kloroform, amoniak, etanol destilasi, kapas, kertas saring, air laut, daun selasih segar, aluminium foil, Dimetil Sulfoksida (DMSO).
Hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan larva Artemia salina leach.
Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah daun selasih yang diambil dari Desa Padang Lalang, Kecamatan STL Ulu Terawas, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan sebanyak 500 gram sampel basah.
Proses Ekstraksi
1. Ekstraksi dilakukan dengan metoda maserasi dimana daun selasih yang telah dirajang dan dikeringanginkan. Kemudian masukkan kedalam botol maserasi berwarna gelap, tambahkan pelarut sampai daun selasih terendam. Perendaman dilakukan selama 3 hari dengan diaduk sesekali untuk mempercepat proses pelarutan komponen kimia yang terdapat dalam sampel. Ekstraksi dilakukan berulang-ulang sehingga sampel terekstraksi secara sempurna yang ditandai dengan pelarut pada sampel berwarna bening. 2. Sampel yang direndam dengan pelarut
tadi disaring dengan menggunakan saringan kapas untuk mendapatkan maserat murni yang tidak ada pengotornya. Kemudian ekstrak dipekatkan dengan menggunakan
Uji Skrining Fitokimia
1. Alkaloid
Sebanyak 2 gram sampel dirajang halus, gerus dalam lumpang dengan menambahkan sedikit pasir steril, tambahkan 10 ml kloroform dan 5 tetes amoniak, gerus kembali. Larutan disaring kedalam tabung reaksi dan filtrat ditambahkan asam sulfat 2N sebanyak 10 tetes. Filtrat dikocok dengan teratur kemudian dibiarkan beberapa lama sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan asam dipindahkan diatas plat tetes sebanyak 6 tetes. Tiga tetes awal sebagai pembanding, sedangkan tiga tetes berikutnya masing-masing ditetesi pereaksi mayer dan wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi mayer dan wagner.
2. Steroid dan Terpenoid
Lapisan kloroform pada pengujian alkaloid disaring menggunakan norit, lalu pindahkan kedalam tabung reaksi. Teteskan pada plat tetes dan dibiarkan mengering. Setelah mengering ditambahkan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Terbentuk warna merah menunjukkan positif terpenoid, sedangkan warna biru menunjukkan positif steroid.
3. Flavonoid
Sebanyak 2 gram sampel yang telah dirajang masukkan kedalam tabung reaksi, lalu tambahkan 5 ml etanol dan dipanaskan selama lima menit. Teteskan pada plat tetes sebanyak 2 tetes, tetes pertama ditambah beberapa tetes HCl pekat dan 0,2 gram serbuk Mg. Hasil positif ditunjukkan dengan timbulnya warna merah tua dalam waktu 3 menit. Sedangkan tetes kedua untuk pemeriksaan fenolik dengan menambahkan FeCl3. Dimana warna biru
atau biru ungu memberikan indikasi positif fenolik.
4. Saponin
Pemeriksaan saponin dapat dilakukan dengan larutan sisa pemanasan pada pemeriksaan flavonoid sebelumnya, masukkan ke tabung reaksi dan dikocok beberapa saat dan bila terbentuk busa permanen lebih kurang 5 menit, maka positif mengandung saponin.
Uji Sitotoksik
1. Siapkan wadah untuk penetasan telur udang. Wadah yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, bagian gelap dan terang kemudian dimasukkan air laut. Satu ruang dalam wadah tersebut diberi penerangan dengan cahaya lampu untuk membantu proses penetasan, sedangkan ruangan sebelahnya ditutup dengan aluminium atau lakban hitam. Lalu telur Artemia
salina Leach direndam pada bagian
yang gelap, dan biarkan selama 24 jam.
2. Pembuatan Larutan Uji
a. Buat larutan induk dengan konsentrasi 100.000 ppm sebanyak 10 ml dengan cara menambahkan ekstrak sebanyak 1 gram kemudian dilarutkan etanol ad 10 ml.
b. Untuk konsentrasi 10.000 ppm, dipipet masing-masing sebanyak 1 ml dari larutan induk sebanyak 4 vial, vial diberi tanda 1 a, 1 b, 1 c dan 1 d. Vial tanda 1 (a,b,c) untuk konsentrasi 10.000 ppm sedangkan vial 1 d di ad kan dengan etanol 10 ml untuk dibuat pengenceran konsentrasi 1000 ppm.
c. Pipet sampel masing-masing 1 ml dari larutan vial 1 d masukan ke dalam 4 vial, beri tanda 2 a, 2 b, 2 c dan 2 d. Vial tanda 2 (a,b,c) untuk konsentrasi 1000 ppm sedangkan vial 2 d di ad kan dengan etanol 10 ml untuk dibuat pengenceran konsentrasi 100 ppm.
d. Pipet sampel masing-masing 1 ml dari larutan vial 2 d masukan ke dalam 3 vial, beri tanda 3 a, 3 b, 3 c untuk konsentrasi 100 ppm. e. Untuk larutan kontrol digunakan
etanol 1 ml dimasukan dalam vial dan diberi tanda k.
f. Setelah itu semua vial 1 (a,b,c), 2 (a,b,c), 3 (a,b,c) dan k dimasukan ke dalam oven dengan suhu 60°C selama 1 jam atau hingga ekstrak kering.
g. Untuk semua vial ditambahkan 2 tetes DMSO untuk menambahkan
kelarutan ekstrak. Kemudian tambahkan air laut sebanyak 4 ml dan masukan 10 ekor larva udang
Artemia salina Leach yang berumur 24 jam ke dalam vial dan tambahkan air laut ad 10 ml. Vial-vial tersebut diletakan dibawah penerangan selama 24 jam.
h. Amati jumlah larva udang
Artemia salina Leach yang mati
setelah 24 jam dalam tiap vial. i. Hitung nilai LC50 dengan
menggunakan metode Farmakope Indonesia.
Pengolahan Data
Perhitungan LC50 dihitung dengan
jumlah hewan yang mati dibandingkan dengan jumlah total larva uji. Rumus yang digunakan adalah rumus perhitungan LC50
Farmakope Indonesia edisi III, yaitu :
m = a-b (Σpi-0,5).
Dimana : m = log LC50
a = logaritma dosis terendah masih menyebabkan kematian 100 % hewan percobaan
b = beda log dosis
pi = (rata-rata hewan mati/jumlah larva awal)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah daun selasih yang diambil dari Desa Padang lalang, Kecamatan STL Ulu Terawas, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Daun selasih segar sebanyak 500 gram yang digunakan dicuci bersih untuk menghilangkan tanah dan pengotor lain, kemudian dirajang untuk memperluas permukaan daun, sehingga saat ekstraksi penetrasi pelarut kedalam membran sel menjadi lebih mudah dan senyawa-senyawa yang terkandung didalam tanaman akan lebih banyak tertarik (Depkes RI, 2008). Selanjutnya daun selasih dikeringanginkan untuk mengurangi
kandungan air pada daun sehingga didapat daun selasih kering sebanyak 92 gram.
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Metode maserasi digunakan karena pengerjaannya mudah dan menggunakan peralatan yang sederhana. Maserasi menggunakan pelarut etanol destilasi. Pelarut etanol destilasi digunakan karena etanol destilasi merupakan pelarut universal yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik didalam tanaman, baik polar maupun non polar (Harborne, 1987).
Sampel direndam dalam wadah botol gelap untuk melindungi senyawa yang dapat rusak oleh cahaya (Djamal, 2010). Maserasi dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Perendaman sampel untuk satu kali maserasi selama 3 hari. Hasil maserasi yang diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring dan kapas. Dari 3 kali pengulangan maserasi diperoleh maserat sebanyak 5 liter. Setelah itu maserat dipekatkan dengan menggunakan
rotary evaporator. Prinsip alat ini pemisahan menggunakan panas, putaran, dan tekanan yang lebih rendah sehingga memungkinkan pelarut mendidih pada titik didih yang lebih rendah, penguapan yang lebih cepat dan zat yang terkandung didalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi (Depkes RI, 2008), ekstrak kental yang didapat sebanyak 18,27 gram.
Skrining fitokimia bertujuan untuk pemeriksaan senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman. Skrining Fitokimia yang dilakukan terhadap daun selasih menunjukan adanya kandungan senyawa alkaloid, flavonoid dan steroid. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan Devi et al (2004) dimana daun selasih mengandung senyawa flavonoid.
Untuk pengujian sitotoksik atau LC50 digunakan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). Metode ini digunakan karena mudah dan cepat, juga karena perkembangan larva mirip dengan perkembangan sel kanker yang cepat dan merupakan salah satu metode uji toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari bahan alam. Metode ini menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan
uji (Radji, 2008). Penetasan udang dilakukan dengan cara merendam telur
Artemia dengan air laut didalam aquarium
dan dilengkapi dengan aerator dan lampu 5 watt. Penggunaan aerator untuk memberikan oksigen dari gelembung udara yang dihasilkan, sedangkan penggunaan lampu 5 watt sebagai sumber cahaya yang akan dicari oleh larva udang yang telah menetas.
Konsentrasi yang digunakan dalam pengujian LC50 adalah 10.000 ppm, 1.000
ppm, dan 100 ppm. Semua larutan uji yang telah dibuat dimasukkan kedalam oven selama 1 jam pada suhu 60oC, larutan uji tersebut dimasukkan kedalam oven untuk menguapkan etanol sehingga yang tinggal ekstrak kental. Setelah itu masing-masing larutan uji dikeluarkan dari dalam oven dan ditambahkan 2 tetes DMSO dan diaduk. Penambahan DMSO bertujuan untuk menambah kelarutan ekstrak dan tidak bersifat toksik.
Masing-masing vial ditambahkan 4 ml air laut lalu diaduk homogen.
Selanjutnya masukkan 10 ekor larva udang pada masing-masing konsentrasi dengan menggunakan pipet tetes, lalu tambahkan air laut sampai 10 ml. Kemudian amati dan hitung larva udang yang mati setelah 24 jam penyimpanan dibawah penerangan. Pada pengujian ini juga dilakukan pengujian menggunakan larutan kontrol yang tidak ditambahkan dengan ekstrak. Tujuannya untuk memastikan kematian pada hewan uji disebabkan oleh ekstrak yang diberikan, bukan karena pelarut, air laut ataupun DMSO.
Dari pengujian LC50 didapat hasil bahwa
dari 10 ekor hewan percobaan pada kontrol memiliki rata-rata kematian 0 ekor hewan percobaan, larutan uji 10.000 ppm memiliki rata-rata kematian 10 ekor hewan uji, pada larutan uji 1.000 ppm didapat rata-rata kematian 9 ekor hewan percobaan dan pada larutan uji 100 ppm dengan rata-rata kematian 8,3 ekor hewan percobaan.
Tabel II. Hasil uji aktivitas sitotoksik ekstrak etanol daun selasih
Konsentrasi
Jumlah Larva
Total Kematian Rata-rata Awal Mati Hidup
10.000 ppm 10 10 10 10 10 10 0 0 0 30 10 1.000 ppm 10 10 10 8 9 10 2 1 0 27 9 100 ppm 10 10 10 9 9 7 1 1 3 25 8,3 Kontrol 10 0 10 0 0
Dari pengujian tersebut dapat diketahui bahwa ekstrak daun selasih memberikan aktivitas sitotoksik dengan LC50 sebesar 58,884 ppm. Nilai tersebut
menunjukkan adanya aktivitas sitotoksik karena ekstrak dinyatakan aktif apabila nilai LC50 lebih kecil dari 1.000 mg/ml (Radji,
2008).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai uji aktivitas sitotoksik ekstrak etanol daun selasih didapatkan nilai LC50 sebesar 58,884
ppm. Nilai tersebut menunjukkan adanya aktivitas sitotoksik karena ekstrak
dinyatakan aktif sitotoksik apabila memiliki nilai LC50 kecil dari 1.000 mg/ml.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, L. T., 2007, Sehat Berdasarkan
Golongan Darah, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi 3, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan
1, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2012, Herbal Indonesia Berkhasiat, Trubus Swadaya, Depok.
Dalimartha, S., 1999, Ramuan Tradisional
untuk Pengobatan Kanker, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Devi, Uma P., Nayak, V., and Kamath, R., 2004, Lack of solid tumour protection by Ocimum extract and its flavonoids orientin and vicenin,
Current Science, 86(10):
1401-1404.
Djamal, R., 2010, Kimia Bahan Alam :
Prinsip-Prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi, Universitas Baiturrahman, Padang.
Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia,
Penuntun Cara Modern
Mengekstraksi Tumbuhan, Edisi II,
Penerbit ITB, Bandung.
Kardinan, A., 2005, Tanaman Penghasil
Minyak Atsiri, Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Mangan, Y., 2009, Solusi Sehat Mencegah
Dan Mengatasi Kanker, Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Radji, M., 2008, Analisis Hayati Edisi 3, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Thomas, 1992, Tanaman Obat Tradisional,