BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel-variable Penelitian
Merujuk pada tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan desain penelitian korelasional dengan melibatkan variabel-variabel penelitian sebagai berikut:
1. Variabel tergantung : Work Engagement 2. Variabel bebas : Iklim Organisasi 3. Variabel kontrol : Social Desirability
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Work Engagement
Work engagement adalah skor responden yang didapat pada Ultrecth Work Engagementt Scale (UWES) yang dirancang oleh peneliti dengan berlandaskan pada konsep teoritis dari Schaufeli & Bakker (2004). Skala ini terdiri dari 17 aitem dengan subskala yang terdiri dari tiga dimensi yaitu vigor, dedication dan absorption dengan tujuan untuk mengungkap sejauh mana karyawan PT. X memperlihatkan kondisi kognitif dan mental yang positif dan memuaskan terkait dengan pekerjaannya. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi work engagement dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah work engagement.
2. Iklim Organisasi
Iklim organisasi merupakan skor responden pada skala Organizational Climate Scale short from a (CLIOR: Suarez, Muniz1, Alvarez1, Pedrero, dan
Cueto, 2013) yang terdiri dari 15 aitem dengan tujuan untuk mengungkap seperti apa lingkungan sosial yang mendukung aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh karyawan PT. X. Semakin tinggi skor, maka semakin tinggi iklim organisasi dan sebaliknya, semakin rendah skor, maka semakin rendah iklim organisasi.
3. Social Desirability
Social desirability adalah skor responden yang diadaptasi dari Marlowe-Crowne Social Desirability Scale and Short From A (William & Reynolds, 1982). Skala ini terdiri dari 11 aitem, meliputi aspek menyetujui yang disukai dan menolak yang tidak disukai. Skala ini bertujuan untuk mengungkap tinggi rendahnya kecenderungan responden untuk menyetujui hal-hal yang disukai dan tidak disukai (jawaban ini berdasarkan harapan sosial). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka semakin tinggi tingkat social desirability yang dimiliki responden, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah pula tingkat social desirability yang dimiliki responden. Apabila skor social desirability yang rendah menggambarkan bahwa subjek menjawab pertanyaan sesuai dengan keadaan pribadi subjek, bukan menjawab berdasarkan norma sosial yang ada.
C. Subjek Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kuantitatif, subjek yang menjadi sasaran penelitian ini adalah karyawan PT. X dengan jumlah karyawan 201 orang. Subjek yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah yang berusia antara 20-50 tahun.
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode self-report berbentuk kuesioner. Kuesioner penelitian terdiri atas data demografik dan skala psikologis. Skala psikologis dalam penelitian ini terdiri atas:
1. Skala Work engagement
Pengukuran work engagementt menggunakan skala UWES (Utrecth Work Engagementt Scale) yang dirancang oleh peneliti dengan berlandaskan pada konsep teoritis dari Schaufeli & Bakker (2004). Skala ini terdiri dari 17 aitem dengan subskala yang terdiri dari tiga dimensi yaitu vigor, dedication dan absorption. Seluruh aitem dari skala ini berbentuk favorable. Respon subjek terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibuat dalam bentuk tingkat frekuensi yang dirasakan individu.
Skala dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan summated rating method yang memiliki skor dari nilai 0 sampai dengan 4. Terdapat lima pilihan alternatif jawaban dalam setiap pertanyaan yang diberikan kepada subjek, yaitu tidak pernah (0), jarang (1), kadang-kadang (2), sering (3), selalu (4).
Table 1
Distribusi Aitem Skala Work Engagement
Aspek
Butir Pertanyaan Nomor
Butir Jumlah
Vigor 1, 4, 8, 12, 15, 17 6
Dedication 2, 5, 7, 10, 13 5
Absorption 3, 6, 9, 11, 14, 16 6
Untuk menilai tingkat work engagement subjek dapat dilihat dari hasil skor dari kuisioner tersebut, semakin tinggi skor yang dihasilkan maka menunjukkan work engagement yang tinggi, dan sebaliknya semakin rendah skor yang dihasilkan maka semakin rendah pula work engagement.
2. Skala Iklim Organisasi
Pengukuran iklim organisasi menggunakan alat ukur CLIOR (Organizational Climate Scale) short from a (Suarez, Muniz1, Alvarez1, Pedrero, dan Cueto, 2013) yang terdiri dari 15 aitem dengan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach 0.821. Skala ini terdiri dari 14 aitem berbentuk favorable dan 1 aitem berbentuk unfavorable.
Skala dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan summated rating method yang memiliki skor dari nilai 0 sampai dengan 4. Terdapat lima pilihan alternatif jawaban dalam setiap pertanyaan yang diberikan kepada subjek, yaitu tidak pernah (0), jarang (1), kadang-kadang (2), sering (3), selalu (4). Sedangkan untuk aitem unfavorable terdapat lima pilihan alternative jawaban dalam setiap pertanyaan yang diberikan subjek, yaitu tidak pernah (4), jarang (3), kadang-kadang (2), sering (1), selalu (0).
Tabel 2
Blue Print CLIOR (Organizational Climate Scale) short form
Iklim Organisasi Butir Aitem Jumlah
Favorable 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15
14
Unfavorable 14 1
3. Skala Social Desirability
Skala Social Desirability diadaptasi dari Marlowe-Crowne Social Desirability Scale and Short From A (William & Reynolds, 1982), yang terdiri atas 11 aitem dengan koefisien reliabilitas (α = 0.594).
Pola dasar pengukuran Skala Marlowe-Crowne Social Desirability Scale and short from a (William & Reynolds, 1982) ini disusun dengan menggunakan 2 (dua) alternatif jawaban yaitu, YA dan TIDAK. Pertanyaan atau aitem yang menggunakan kata PERNAH, skoring untuk jawabannya adalah YA (0) dan jawaban TIDAK (1). Sedangkan untuk pertanyaan atau aitem yang menggunakan kata SELALU, skoring untuk jawaban YA (1) dan jawaban TIDAK (0). Dari hasilnya dapat dikatakan apabila semakin tinggi skor, maka semakin tinggi responden untuk menjawab menurut norma sosial. Sedangakan apabila skor semakin rendah, maka semakin rendah pula responden untuk menjawab berdasarkan norma sosial.
Tabel 3
Blue Print Reynolds Short-Form of Marlowe-Crowne Social Desirability Scale
Dimensi Butir Aitem Jumlah
Menolak perilaku yang secara sosial tidak
dikehendaki
1, 2, 4, 5, 7, 8, 10, 11 8 Menyetujui perilaku yang
secara sosial tidak realistis 3, 6, 9 3
Total 11
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur
Validitas alat ukur mengacu pada pengertian sejauh mana interpretasi skor dalam sebuah alat ukur didukung oleh bukti-bukti empiris yang relevan dengan
apa yang seharusnya diukur. Untuk mengevaluasi validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti merujuk pada pendapat Cook, Brisme, & Sizer (2006) yang menegaskan bahwa untuk mengevaluasi validitas alat ukur, (a) alat ukur harus reliable, (b) isi dan konstrak dari aitem-aitem alat ukur harus mencerminkan apa yang diukur.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam mengupayakan dan menjamin validitas alat ukur penelitian:
a. Peneliti memilih jenis alat ukur psikologis yang sudah valid dalam jurnal internasional dan terdapat informasi psikometrik dari alat ukur yang dipilih oleh peneliti.
b. Melakukan transisi alat ukur dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dengan merujuk pada Cambrige Dictionary Online, untuk menemukan konteks yang lebih tepat dari setiap aitem dan diharapkan akan lebih mudah dipahami oleh responden penelitian.
c. Meminta professional judgement kepada dosen pembimbing skripsi terkait validitas isi alat ukur yaitu dimensi relevansi (apakah aitem-aitem yang ada di alat ukur berisikan aitem-aitem yang benar-benar berhubungan dengan tujuan pengukuran) dan dimensi komprehensif (apakah aitem-aitem yang ada di alat ukur sudah mewakili semua aspek teoritis yang mendasari konstrak alat ukur).
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas alat ukur merujuk pada konsistensi/keajegan hasil pengukuran. Tinggi rendahnya reliabilitas alat ukur ditunjukkan oleh koefisien reliabilitas
Cronbach (), yang bergerak dari 0 sampai 1. Menurut Nunnaly dan Bernstein (1994) menyatakan bahwa reliabilitas dikategorikan memuaskan (has a good reliability) jika minimal koefisien reliabilitas cronbach = 0.70. Koefisien Reliabilitas Cronbach akan dihitung dengan program SPPS.
F. Metode Analisis Data
Untuk mengolah data yang diperoleh melalui kuisioner, maka peneliti akan melakukan analisis data dengan menggunakan analisis statistik korelasi untuk keperluan uji hipotesis. Merujuk pada Grayetter dan Walnau (2013), untuk menguji hipotetsis penelitian, penelitian melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menetapkan hipotesis nol (H0)
Merujuk pada hipotesis alternative (Ha) yang disusun oleh peneliti dibagian akhir Bab II, maka hipotesis nihil (H0) yang diajukan untuk diuji secara statistic adalah diprediksi tidak akan ada hubungan positif antara iklim organisasi dan work engagement.
2. Menentukan kriteria untuk penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis nihil
Peneliti menggunakan level signifikansi atau tingkat Alpha ()=0.05 (5%) sebagai dasar penerimaan atau penolakan hipotesis nol (H0). Hipotesis nol ditolak-artinya hipotesis alternative (Ha) diterima-jika level signifikansi dari koefisien korelasi lebih kecil dari 0.05 (Sig<0.05). Sebaliknya, penelitian ini
dikatakan gagal menolak hipotesis nol (H0)—artinya Ha ditolak—jika level signifikansi dari koefisien korelasi lebih besar dari 0.05 (Sig>0.05).
3. Melakukan uji asumsi
Analisis korelasi product moment Pearson dapat digunakan secara tepat jika dua asumsi berikut terpenuhi, yaitu :
a. Normalitas Sebaran
Distribusi data penelitian dikatakan normal jika nilai signifikan dari statistic test of normality (Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk) lebih besar dari 0.05. Itu artinya distribusi data penelitian memiliki bentuk distribusi yang sama dengan bentuk distribusi teoritis kurva normal karena tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kedua bentuk distribusi.
b. Liniearitas Hubungan
Asumsi linieritas hubungan terpenuhi—artinya variabel independen dan variabel dependen membentuk garis linier (lurus)—jika nilai signfikansi dari F Linearity lebih kecil dari 0.05 (Sig<0.05). Asumsi linieritas semakin kuat jika nilai signifikansi dari F Deviation from Linearity lebih besar dari 0.05 (Sig>0.05).
1. Menghitung koefisien korelasi (r), koefisien determinasi (r2), dan Interpretasi
Koefisien korelasi Pearson mengukur tingkat dan arah hubungan linier di antara dua variabel. Koefisien korelasi bergerak antara ± 0 sampai ± 1. Tanda + menunjukkan arah positif dari korelasi antara variabel sementara – menunjukkan adanya korelasi negatif di antara kedua variabel. Semakin
mendekati 0 berarti kekuatan hubungan di antara variabel melemah, sedangkan semakin mendekati 1 berarti kekuatan hubungan di antara variabel menguat. Berikut adalah rumus untuk menghitung koefisien korelasi Pearson :
Gambar 2. Rumus Koefisien Korelasi Person
Perhitungan koefisien korelasi dengan rumus tersebut dibantu dengan program komputer Statistical Package for Social Science (SPSS) version 23 for windows.
Sementara itu, koefisien determinasi (r2) menunjukkan proporsi variabilitas pada satu variabel yang dapat ditentukan dari hubungannya dengan variabel lain. Perhitungan koefisien determinasi dilakukan secara manual dengan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi.
Untuk memaknai hasil penelitian, peneliti menggunakan rujukan dari Cohen (1988) yang menetapkan 3 (tiga) klasifikasi makna koefisien determinasi (r2), yaitu:
Tabel 4
Kriteria Cohen untuk Interpretasi Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi
Koefisien korelasi
Koefisien determinasi
% varian yang dapat dijelaskan
Kategori
r = 0.10 r2 = 0.01 1% Small effect
r = 0.30 r2 = 0.09 9% Medium effect