30
KONDISI OPTIMUM PEMASAKAN ABACA (MUSA TEXTILIS NEE) DENGAN PROSES SULFAT (THE OPTIMUM OF COOKING CONDITION OF MUSA TEXTILIS NEE WITH SULPHATE PROCESS) Rudi Hartono1 dan Gatot Ibnusantosa2 1 Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa Bandung Abstract
The aim of these research are to know the effect of cooking condition to yield, kappa number, physical and optic properties from sulphate process of abaca, also the optimum of cooking condition of abaca to produce the yield, kappa number, bleached pulp yield, physical and optic properties of sulphate pulp. The result of this reseach show that sulphate pulp of abaca producing above 50% yield. In the general, cooking temperature on 160oC produce screened pulp yield, bleached pulp yield, physical and optic properties which better than cooking temperature on 180oC. Increasing of active alkali which used in cooking will caused decreasing of screened pulp yield, kappa number, bleached pulp yield and tear index. However the tensile index, burst index, opacity and brightness were increase with increasing of active alkali. The optimum of cooking condition are when use temperature on 160oC with active alkali 18%.
Key word: cooking, temperature, active alkali, abaca, sulphate process.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kondisi pemasakan terhadap rendemen, bilangan kappa, sifat fisik dan optik pulp sulfat abaca yang dihasilkan serta menetapkan kondisi pemasakan yang tepat (optimum). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pulp sulfat abaca menghasilkan rendemen di atas 50%. Secara umum, suhu pemasakan pada 160 0C menghasilkan rendemen tersaring, rendemen pulp putih, sifat fisik dan optik yang lebih baik dibandingkan suhu pemasakan 180 0C. Peningkatan alkali aktif dalam pemasakan akan menyebabkan penurunan rendemen pulp tersaring, bilangan kappa, rendemen pulp putih, dan indeks sobek. Sedangkan indeks tarik, indeks retak, opasitas dan derajat keputihan meningkat dengan meningkatnya alkali aktif. Kondisi optimum diperoleh pada suhu pemasakan 160 0C dengan alkali aktif 18%. Kata kunci: pemasakan, suhu, alkali aktif, abaca, proses sulfat. PENDAHULUAN
Kebutuhan akan kertas semakin meningkat, baik untuk kebutuhan di Indonesia, maupun kebutuhan di dunia, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi serta pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Sealin itu, kebutuhan kertas semakin meningkat karena semakin luasnya kegunaan kertas baik sebagai pembungkus, kertas tulis, kertas koran, kertas toilet, maupun jenis kertas lainnya.
Adanya peningkatan kebutuhan kertas memberikan konsekuensi terhadap peningkatan konsumsi kertas. Konsumsi kertas Indonesia pada
tahun 2003 sebanyak 5,31 juta ton dan tahun 2004 konsumsi kertas telah mencapai 5,40 juta ton. Pada tahun 2005, konsumsi kertas diperkirakan akan mencapai 5,61 juta ton, dan tahun 2009 konsumsi kertas diperkirakan sebesar 6,45 juta ton (http://www.agroindonesia.com/).
Tingginya kebutuhan pulp dan kertas, maka perlu dicari alternatif bahan berlignoselulosa selain kayu untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku. Salah satu bahan berlignoselulosa yang dapat digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas adalah tanaman pisang abaca (Musa
Kondisi Optimum Pemasakan Abaca (Musa textilis Nee)... 31
merupakan salah satu tanaman penghasil serat bukan kayu (non wood), memiliki serat panjang yang dikenal dengan kafo yang memungkinkan akan memiliki kekuatan yang sangat tinggi bilamana digunakan sebagai bahan baku kertas khusus (kertas berharga, kertas uang, security
paper). Serat yang dihasilkan tanaman abaca
memiliki kekuatan fisik yang lebih baik dibandingkan dengan bahan baku lain (Sugesty dan Haroen, 1997).
Selain memperhatikan sifat serat batang abaca dalam pembuatan pulp dan kertas, maka yang perlu diperhatikan adalah kondisi pemasakan. Proses pemasakan yang digunakan adalah proses Sulfat. Salah satu faktor yang penting dalam kondisi pemasakan adalah suhu pemasakan dan jumlah alkali aktif. Suhu pemasakan dan jumlah alkali aktif akan sangat mempengaruhi terhadap rendemen pulp, bilangan kappa, dan kekuatan fisik pulp.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi pemasakan terhadap rendemen, bilangan kappa, sifat fisik dan optik pulp sulfat abaca yang dihasilkan serta menetapkan kondisi pemasakan yang tepat (optimum) untuk mendapatkan rendemen, bilangan kappa dan sifat fisik pulp sulfat yang memenuhi syarat.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah batang pisang abaca (Musa
textilis nee dan Manila hemp), berumur 12 bulan
dan berdiameter 25 cm. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan pemasak (NaOH dan Na2S), KMNO4 0.1 N, KI, Na2S2O3 0.1 N, larutan kanji,
serta alkali aktif 14%, 16%, dan 18%.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, waterbath, digester,
screen pulp, sheet press, headsheat machine, alat uji
tarik, uji sobek, uji jebol, uji bilangan kappa dan hunter sinar biru.
Metode
Bahan baku serat abaca dibuat serpih dengan ukuran 3 x 3 cm kemudian dikeringkan pada udara terbuka guna memperoleh bahan baku yang berkadar air seragam.
Proses pembuatan pulp dilakukan dengan proses sulfat. Rasio antara serpih batang abaca dengan larutan pemasak yaitu 1: 4 dengan suhu 160 0C dan suhu 180 0C, menggunakan alkali aktif 14%, 16% dan 18% dengan waktu pemasakan 3,5 jam dan sulfiditas 22,5%.
Setelah proses pemasakan selesai, dilakukan perlakuan mekanis dengan cara mencuci pulp dengan air. Kemudian setelah pulp bersih (bebas dari larutan pemasak) diuraikan seratnya dengan alat defibrator. Pulp yang diperoleh ditentukan rendemen dan bilangan kappanya. Penetapan bilangan kappa dilakukan berdasarkan SNI 14‐0494‐1989.
Setelah rendemen dan bilangan kappa pulp diketahui, kemudian dilakukan proses pemutihan terhadap pulp hasil pemasakan. Proses pemutihan pulp menggunakan tahapan CEH (Chlorinasi Ekstraksi Alkali Hipoklorit). Pulp putih yang diperoleh ditentukan rendemennya.
Pengujian fisik lembaran pulp meliputi indeks sobek, indeks retak, indeks tarik yang dilakukan menurut SNI 14‐0436‐1989, SNI 14‐0493‐ 1989 dan SNI 14‐1037‐1989. Derajat putih dan opasitas lembaran pulp masing‐masing ditentukan menurut SNI 14‐0438‐1989. HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Pulp Tersaring, Bilangan Kappa dan Rendemen Pulp Putih
Hasil rendemen pulp tersaring, bilangan kappa dan rendemen pulp putih dengan tahapan CEH dari pemasakan proses sulfat dengan variasi suhu pemasakan 160 0C dan suhu pemasakan 180
0C, serta variasi alkali aktif 14%, 16%, dan 18%
disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rendemen Pulp Tersaring, Bilangan Kappa Pulp dan Rendemen Hasil Pemutihan Pulp dengan Tahapan CEH Suhu Pemasakan (0C) Alkali Aktif (%) Rendemen Pulp Tersaring (%) Bilangan Kappa Pulp Rendeme n Pulp Putih (%) 160 14 69,70 8,41 69,30 16 68,21 7,95 68,08 18 66,69 7,66 63,56
32 Kondisi Optimum Pemasakan Abaca (Musa textilis Nee)... Suhu Pemasakan (0C) Alkali Aktif (%) Rendemen Pulp Tersaring (%) Bilangan Kappa Pulp Rendeme n Pulp Putih (%) 180 14 64,24 8,54 53,26 16 57,25 7,36 52,50 18 53,96 6,33 42,12
Rendemen pulp tersaring yang dihasilkan berkisar antara 53,96 ‐ 69,70%, bilangan kappa berkisar antara 6,33 – 8,41 dan rendemen pulp putih dengan tahapan CEH berkisar antara 42,12 – 69,30% (Tabel 1).
Rendemen pulp tersaring yang dihasilkan relatif tinggi, bahkan melebihi kisaran rendemen pulp sulfat yaitu 45 – 50% (Fengel dan Wegener, 1995) atau 44 – 55% (Haygreen dan Bowyer, 1986). Namun rendemen pulp putih yang dihasilkan dengan tahapan CEH lebih rendah bila dibandingkan dengan rendemen pulp tersaring.
Proses pemutihan pulp dengan menggunakan tahapan CEH adalah melarutkan dan menghilangkan lignin dengan menggunakan senyawa khlor dan hipoklorit. Pada umumnya proses pemutihan pulp dilakukan beberapa tahap bertujuan untuk diperolehnya derajat putih yang tinggi dan degradasi karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) serendah mungkin. Bahan pemutihan selain menghilangkan lignin, juga menyebabkan depolimerisasi selulosa dan degradasi hemiselulosa, sehingga rendemen pulp putih yang dihasilkan menjadi rendah (Sjostrom, 1993). Rendemen pulp tersaring dan rendemen pulp putih yang tertinggi dihasilkan pada suhu 160
oC dengan alkali aktif 14% yaitu 69,70% dan 69,30%.
Peningkatan suhu pemasakan dan peningkatan persentase alkali aktif dapat menurunkan rendemen pulp tersaring, nilai bilangan kappa dan rendemen pulp putih yang dihasilkan. Peningkatan suhu dan alkali aktif yang digunakan dalam larutan pemasak akan membawa akibat terhadap pelarutan lignin yang lebih tinggi di lamela tengah, sehingga menghasilkan pulp dengan kadar lignin yang rendah (Casey, 1980; Mirna, 1997). Bilangan kappa terendah diperoleh
dari pulp hasil pemasakan pada suhu 180 0C dengan alkali aktif 18%.
Seiring dengan pelarutan lignin, terjadi juga degradasi karbohidrat. Reaksi hidrolisis alkali pada suhu tinggi (di atas 150 0C) dari bahan
pemasak akan membuat rantai polisakarida menjadi mudah larut, sehingga akan mengurangi rendemen pulp yang dihasilkan (Fengel dan Wegener, 1997). Kemudian Morail et al. (1999)
dalam Arifin (2002) dari hasil penelitiannya
menyatakan bahwa penggunaan asam, uap dan air panas temperatur 160 ‐ 170 0C pada chip kayu akam mampu mendegradasikan hemiselulosa, lignin, zat ekstraktif serta komponen kimia kayu lainnya dalam jumlah berkisar antara 15 ‐ 20%. Pakadang (1996) mengemukakan bahwa peningkatan suhu pemasakan akan menyebabkan laju delignifikasi, laju degradasi selulosa dan hemiselulosa meningkat, sehingga rendemen pulp dan bilangan kappa yang dihasilkan menjadi turun.
Sifat Fisik dan Optik Lembaran Pulp
Hasil pengujian sifat fisik pulp yaitu indeks sobek, indeks tarik dan indeks retak, serta optik lembaran pulp putih disajikan pada Tabel 2.
Peningkatan suhu menyebabkan penurunan kekuatan sifat fisik pulp putih yaitu indeks sobek, indeks tarik dan indeks retak. Sebaliknya peningkatan persentase alkali aktif menyebabkan peningkatan kekuatan sifat fisik pulp yaitu indeks tarik dan indeks retak, sedangkan indeks sobek mengalami penurunan (Tabel 2).
Alkali aktif yang tinggi akan mendegradasi selulosa, sehingga menyebabkan rusaknya jaringan antar serat. Kerusakan yang terjadi diantaranya adalah serat‐serat (fibril‐fobril) menjadi terpotong‐ potong, sehingga Tabel 2. Sifat Fisik dan Optik Lembaran Pulp Putih. Suhu (0C) Alkali Aktif (%) Sifat Fisik Pulp Sifat Optik Indeks Sobek Indeks Tarik Indeks Retak Derajat Putih Opasitas 160 14 4.92 21.70 2.33 83.60 74.90 16 4.78 24.32 2.52 84.52 71.20
Kondisi Optimum Pemasakan Abaca (Musa textilis Nee)... 32 18 4.47 27.29 2.61 86.07 68.60 180 14 4.30 17.82 1.39 78.84 74.84 16 3.79 21.76 2.32 81.63 80.17 18 2.98 24.98 2.60 83.08 79.87
kekuatan sobek pulp yang dihasilkan menjadi rendah (Clark, 1985). Alkali aktif juga mendegradasi lignin, sehingga kadar lignin di dalam pulp menjadi berkurang. Semakin kecil kadar lignin dalam pulp, maka semakin besar kekuatan ikatan antar serat yang ditunjukkan oleh semakin tingginya kekuatan tariknya (Soenardi, 1976).
Kondisi dasar bahan baku berupa dimensi serat (panjang, diameter dan tebal dinding serat) juga memberikan pengaruh terhadap kekuatan pulp. Hal serupa dikemukakan oleh Triyanto et al. (1982) bahwa serat abaca termasuk tanaman berserat panjang, sehingga ikatan antar serat satu dengan serat yang lain lebih baik dan menghasilkan kekuatan tarik dan retak yang tinggi. Nilai indeks retak dan indeks tarik tertinggi dicapai dengan suhu pemasakan 160 0C dengan alkali aktif 18%, sedangkan indeks sobek tertinggi dicapai dengan suhu pemasakan 160 0C dengan alkali aktif 14%.
Pada sifat optik lembaran pulp putih, semakin tinggi alkali aktif semakin meningkat opasitas dan derajat putih pulp. Peningkatan ini sejalan dengan semakin tingginya penambahan alkali aktif. Derajat putih tertinggi dicapai pada alkali aktif 18% dengan suhu pemasakan 160 0C, sedangkan opasitas tertinggi dicapai pada alkali aktif 16% dengan suhu pemasakan 180 0C. Faktor yang mempengaruhi derajat putih lembaran pulp adalah kandungan lignin, sedangkan peningkatan opasitas pulp putih disebabkan oleh kandungan hemiselulosanya yang lebih rendah (Fengel dan Wegener, 1995).
Secara kualitas nilai indeks tarik telah memenuhi kriteria SNI, nilai indeks retak dan derajat putih telah memenuhi kriteria SNI, kecuali pada perlakuan suhu 180 0C dengan alkali aktif 14% belum sesuai kriteria SNI, sedangkan pada indeks sobek belum memenuhi kriteria SNI.
KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Pembuatan pulp sulfat serat abaca dengan perlakuan suhu pemasakan 160 0C dan suhu 180 0C dengan alkali aktif 14%, 16% dan 18%
menghasilkan pulp dengan rendemen yang tinggi dan bilangan kappa yang rendah.
Rendemen pulp tersaring dihasilkan termasuk tinggi yaitu diatas 60% untuk suhu pemasakan 160 0C, sedangkan rendemen dengan suhu pemasakan 180 0C diatas 50%.
2. Pemutihan pulp dengan tahapan CEH menghasilkan pulp putih dengan rendemen yang tinggi yaitu di atas 60% dengan suhu pemasakan 160 0C
3. Peningkatan alkali aktif dalam proses sulfat dapat meningkatan sifat fisik dan dapat meningkatkan sifat optik lembaran pulp yaitu indeks tarik, indeks retak dan derajat putih pulp.
4. Kondisi pemasakan yang optimum adalah kondisi pada penggunaan suhu pemasakan 160 0C dengan alkali aktif 18%, karena menghasilkan rendemen, bilangan kappa, sifat fisik dan optik lembaran pulp yang relatif baik.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan variasi umur pohon abaca yang cocok untuk pembuatan pulp kertas.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. 2002. Pengaruh Kebakaran Hutan Pada Tegakan Hutan Tanaman Industri Terhadap Perubahan Kualitas Pulp dan Kertas. Jurnal Mahakam, Universitas Mulawarman, samarinda. http: //www.unmul.ac.id.
Casey, J. P. 1980. Pulp and Paper Chemistry and
Chemical Technology. Third Edition Vol. I.
A. Wiley Interscience Publication, John Wiley and Sons. New York.
Clark, J. P. 1985. Pulp and Treatment for Paper. Miller Freeman Publication Inc. San Fransisco.
Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu: Kimia,
Ultrastruktur, Reaksi‐Reaksi. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
34 Kondisi Optimum Pemasakan Abaca (Musa textilis Nee)...
Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan
dan Ilmu Kayu. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
http://www.agroindonesia.com. Peningkatan Konsumsi Kertas Tidak Disertai dengan Investasi Industri. [diakses 4 Maret 2005 ]
Mirna, S. 1997. Pengaruh Alkali Aktif Terhadap
Kualitas Pulp Pada Proses RDH. Akademi
Teknologi Pulp dan Kertas.
Pakadang, Y. 1996. Hubungan Suhu dan Waktu Hidrolisa Terhadap Pentosa. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Unwim. Jatinangor – Sumedang. Tidak Dipublikasikan.
Soenardi. 1976. Sifat‐Sifat Kimia Kayu. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Sjostrom, E. 1993. Wood Chemistry, Fundamentals
and Aplication. Second Edition. Academic
Press, Orlando. USA.
Sugesty, S. dan W. K. Haroen. 1997. Pelestarian
Sumberdaya Alam Melalui Pemanfaatan Abaca untuk Pulp dan Kertas. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa. Bandung.
Triyanto, H.S, Muliah dan Mansyur, E. 1982. Batang
Abaca (Musa textiles Nee) Sebagai Bahan Baku Kertas. Berita Selulosa. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa. Bandung.