Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh
Antonia Wahyuningsih NIM : 029114059
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
“Buat hidup lebih hidup sehingga aku dapat hidup
Dan
Mampu menghidupi sesamaku”
Lord....
Give me serenity to accept the things that i can not change....
Give me courage to change the things that i can change...
And
Wisdom to know the difference.. amen
“Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara, bisa jadi
dirasakan dalam semenit, sejam, sehari, setahun.
Namun menyerah dalam perjuangan,
rasa sakit itu akan terasa selamanya.”
(Lance Armstrong,, mantan atlit balap sepeda AS)
Karya tulis ini kupersembahkan
bagi orang-orang yang hadir dalam hidupku,
yang dengan tulus mencintaiku
dan tetap membuat adaku menjadi berarti.
Terima kasih, kalian telah mengisi hidupku
dengan cara kalian masing-masing...
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 5 mei 2007
Penulis
Antonia Wahyuningsih
Antonia Wahyuningsih Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengalaman abosi pada remaja dalam kasus kehamilan pranikah. Aborsi yang dimaksud adalah abortus provokatus kriminalis atau tindakan pengeluaran kehamilan secara sengaja karena alasan-alasan lain selain alasan indikasi medis. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dan metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam untuk mengungkap latar belakang remaja melakukan aborsi, dampak dari aborsi dan upaya mengatasi Post Abortion Syndrome. Peneliti juga melakukan observasi terhadap perilaku nonverbal sebagai data pelengkap. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari tiga remaja yang berada dalam rentang usia antara 18-21 tahun dan pernah melakukan aborsi dalam kasus kehamilan pranikah.
Berdasarkan data yang dianalisis, dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja yang melakukan aborsi adalah remaja yang cenderung terlibat aktivitas seksual yang tinggi dengan pasangannya. Alasan pengambilan keputusan aborsi pada remaja adalah karena ketidaksiapan dalam menjalani kehidupan selanjutnya baik dari secara ekonomi maupun secara sosial. Konsekuensi nyata dari tindak aborsi tersebut diantaranya, secara fisik mengandung resiko kesehatan dan secara psikis menyebabkan remaja mengalami Post Abortion Syndrome (PAS) atau Post Traumatic Stress Syndrome. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi PAS, diantaranya, remaja cenderung rajin berdoa minta ampun pada Tuhan, mendoakan janin yang telah diaborsi dan menyibukkan diri atau mulai menfokuskan diri pada masa depan.
in the Case of Premarital Pregnancy
Antonia Wahyuningsih Faculty of Psychology Sanata Dharma University
Yogyakarta
This research aimed at depicting the adolescent’s experience of abortion in the case of premarital pregnancy. The abortion that was meant in this research was the criminality abortus provocatus or the intentional harsh act of stopping pregnancy due to some reasons other than the medical indication ones. This study was a qualitative research and qualitative descriptive was employed as the research method. The data gathering method was depth-interview which purpose was to reveal the motives of abortion by the adolescent, the impacts of abortion and the attempts to overcome the Post Abortion Syndrome. The researcher also carried out an observation on the nonverbal behavior as the complementary data.
Based on the analyzed data, the author could draw a conclusion that the adolescent who committed abortion was the one who tended to involve most frequently in sexual activities with his/her couple. The reason of abortion decision making among adolescents was their being unready to go well through their further life both economically and socially. The real consequence of the abortion was, physically, bearing the risk of unhealthiness, and psychologically causing the adolescent to experience Post Abortion Syndrome (the PAS) or Post Traumatic Stress Syndrome. In order to overcome the PAS, the adolescent tended to try some efforts, e.g. praying obediently for God’s forgiving upon him/her and for the aborted embryo, making himself/herself busy with some meaningful activities, or starting to focus on his/her future.
satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Psikologi.
Terima kasih atas bantuan semua pihak yang telah mendukung penulis selama ini dengan kritik ataupun saran, semangat, kehadiran, perhatian, gurauan, bantuan baik mental, spritual dan materi. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Tuhan Yesus pemberi segalanya dan Bunda Maria yang selalu mendampingi. 2. Ibu dan bapak yang telah menjadikanku tetap mampu berdiri dan merasakan
kasih sayang. Terimakasih atas doa dan keringat yang terus mengalir untukku. Bu...selamanya, asih ada untuk ibu. Aku sayang bapak dan ibu....
3. Buat Romo Woto, terima kasih atas spirit dan perhatiannya baik secara moril ataupun materiil dalam mendampingi kehidupanku hingga aku mampu sampai pada tujuanku. Romo Bas dan Romo Ratno, terimakasih atas perhatian dan bantuannya.
4. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Ibu Sylvia Carolina, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, terima kasih telah membimbingku hingga sampai kelulusan.
6. Ibu Agnes Indar E., S.Psi., Psi., M.Si. selaku dosen penguji dan Bapak Wijoyo Adi Nugroho selaku dosen penguji dan pembimbing akademik.
7. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi. yang pernah mendampingi dalam studi.
8. Seluruh dosen Psikologi, staf Fakultas Psikologi (Mbak Nani, Mas Gandung, Mas Muji dan Pak Gie) dan civitas akademika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, terima kasih telah membantu kelancaran studi penulis.
9. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, terima kasih atas bantuan dalam peminjaman buku-bukunya. 10.Mamak, Bapak, Mbah, Pakde, Bude, Bulek, Paklek, Mbak-Mbak, Mas-Mas,
Mas Medi, Ika, Emi, Eni, Mbak Asih, Mbak Lina, Dek Novi dan keluarga
12.Mas Nano: si Ndut yang ngaku ganteng, “My Candy”. Terima kasih buat semua kasih, waktu, dan perhatian yang ada sehingga aku tidak sendiri. Tetap semangat ya....”Satu Tiket” menanti untuk diraih sehingga kau bisa mewujudkan citamu. Semoga segala sesuatunya indah pada waktunya.
13.Keluarga besar Mama dan Papa, terimakasih atas kasih, doa, dan dukungannya selama ini.
14.Sahabat-sahabatku yang imutz: Tika, Heny, Eka, Wi2en, Pita, Prima, Aning, Ri2s, Mas Di2k Terima kasih atas persahabatan dan persaudaraan selama ini, berkat kalian aku menemukan saudara baru. Don’t give up ya...I Love U All.... dan temen-temen mumet: Ria, mbak Diah, Sari, Dewi, Meme, Jean, Marto, Uni, Evi, Kuncup, Sigit, Perik, Beny, Oskar : aku kangen sama kalian.
15.Fr. Dadang, terima kasih atas kasih dalam untaian doamu dan persahabatan yang membuatku tidak sendiri. Semoga terang jalanmu memenuhi Panggilan-Nya. Om Giono, makasih ya...dah jadi om yang baik, semoga juga jadi bruder yang baik. Hendar, makasih juga ya...atas dukungan dan pengalamannya 16.Fr. Dwi, terima kasih telah membantuku membuka pengalaman mengarang.
Bruder Trie, Makasih juga ya...kapan makan baksonya?
17.Tio, Encis, Yudi, Indro, Mas Becak, Mas Kuntul, Mas Osak, Mas Rusman, Wiwib, Mbak Oki, Mbak Eni, Mbak Ika, Bambang: makasih ya....atas kebersamaan selama ini dan dukungannya.
18.Buat temen-temen kost (Shinta, Sinta, Amel, Wenny, Patmi), terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya, aku pasti akan merindukan saat-saat jadul bersama kalian. Buat Dodon dan Dek Beni, terimakasih atas bantuan Transletnya.
19.Buat saudara-saudara di pegunungan Menoreh, terima kasih atas perhatian dan dukungan selama tinggal di Yogyakarta.
mendapat kakak yang baik seperti kalian, dan keluarga Tantra, semoga semakin tetap eksis menciptakan mahakarya seni hidup.
22.NN, SS, CC, dan MM, terimakasih atas kerelaannya berbagi kisah hidup yang telah tertuang dalam pikiran, hati dan kertasku.
23.Komunitas tari Genta Rakyat, terimaksih pernah memberiku kesempatan untuk menarikan tarianku.
24.Teman-teman Fakultas Psikologi Angkatan 2000-2004: Roni, Ajeng, Desta, Hera, Astria, Ina, Tita, Iput, Weda, Lia, Nopek, Dani, Ana, Dias, Diana, ratih dan lain-lain yang belum tersebutkan, terimakasih atas dukungan dan kebersamaannya
25.Mbak Santi, Mas Tomi, dan Bapak-Bapak di PPM, terimakasih atas pengalaman berkaryanya, ilmu, kasih, perhatian, dan bimbingannya. I learned how to work and care to others.
26.Tini “Hp 3744”, My com-com : makasih ya...berkat adamu, aku bisa menulis sepuasku. Galon “Motor” berkat adamu, aku bisa sampai kemana-mana & bertemu dengannya.
27.Buat warga Paingan, terima kasih atas perhatiannya telah diterima dengan baik sebagai warga kost.
28.Buat adik-adik: Diky, Tresa, Dek Nova, Dek Dina, Boby, Bagas dan yang lainnya, makasih atas keceriaannya.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga dengan selesainya skripsi ini, dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 5 mei 2007 Penulis
Antonia Wahyuningsih
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR BAGAN ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG... 1
B. RUMUSAN MASALAH ... 6
C. TUJUAN PENELITIAN ... 7
D. MANFAAT PENELITIAN... 7
BAB II. DASAR TEORI ... 9
A. REMAJA... 9
1. Pengertian Remaja ... 9
2. Karakteristik Umum Perkembangan Remaja... 10
1. Pengertian Kehamilan ... 18
2. Kehamilan Pranikah Pada Remaja ... 19
C. ABORSI ... 20
1. Pengertian Aborsi... 20
2. Macam-macam Aborsi ... 21
3. Faktor-faktor yang Mendorong Aborsi ... 24
4. Pengambilan Keputusan Aborsi... 25
5. Dampak Aborsi ... 26
6. Upaya-upaya Mengatasi Post Abortion Syndrome... 27
D. GAMBARAN REMAJA YANG MELAKUKAN ABORSI DALAM KASUS KEHAMILAN PRANIKAH ... 28
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 31
A. JENIS PENELITIAN ... 31
B. SUBJEK PENELITIAN... 32
C. METODE PENGUMPULAN DATA... 32
1. Wawancara... 33
2. Observasi... 36
D. ANALISIS DATA ... 37
E. KEABSAHAN DATA ... 39
1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 44
2. Penyajian Data ... 44
C. PEMBAHASAN ... 111
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 119
A. KESIMPULAN ... 119
B. SARAN ... 120
DAFTAR PUSTAKA ... 122
TABEL II. Ringkasan Gambaran Pengalaman Aborsi Pada Remaja
dalam Kasus Kehamilan Pranikah ... 99
Bagan 2 : Bagan Hasil Penelitian Subjek II (CC) ... 82
Bagan 3 : Bagan Hasil Penelitian Subjek III (MM)... 98
Setiap masyarakat, cepat atau lambat akan mengalami perubahan
sosial. Salah satu perubahan ini adalah perilaku seksual yang menyimpang di
kalangan remaja. Penyimpangan perilaku seksual yang dimaksud dalam
konteks ini adalah hubungan seks bebas yang dilakukan oleh pasangan yang
belum menikah (pranikah) (Hidayana, 2004). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Dr. Boyke, seorang ginekolog dan konsultan seks, di beberapa
kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu, dan Banjarmasin
diperkirakan ada 30 % murid SLTA dan mahasiswa berumur antara 17-21
tahun pernah melakukan hubungan seks pranikah (Kusmaryanto, 2002).
Salah satu dampak nyata dari hubungan seks bebas pranikah adalah
kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted
pregnancy) dan kemudian diikuti pertimbangan usaha aborsi (Kristinawati,
2002). Menurut Vinita (dalam Hidayana, 2004) bahwa suatu kehamilan yang
tidak diinginkan karena tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat dapat mengakibatkan terjadinya aborsi sebagai salah satu
pemecahan masalahnya. Aborsi merupakan tindakan penghentian dan
pengeluaran hasil kehamilan dari rahim, sebelum janin bisa hidup di luar
kandungan (viability), artinya dari trimester pertama kehamilan (pada usia
janin 7-12 minggu) sampai awal trimester ke tiga yaitu pada usia janin
kira-kira 24 minggu (Bertens, 2002).
Data WHO di seluruh dunia memperkirakan bahwa setiap tahun
dilakukan 20 juta aborsi tidak aman (abortus provocatus criminalis) dan
70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman. Abortus provocatus
criminalis adalah penghentian kehamilan secara sengaja sebelum janin mampu
hidup di luar kandungan dengan alasan-alasan lain, selain alasan indikasi
medis (Therapeutik). Secara medis maupun secara hukum Abortus provocatus
criminalis ini dilarang karena dari segi cara dan dampaknya, tindakan ini
menyebabkan kematian yang disengaja dan termasuk tindak pembunuhan
(Kusmaryanto, 2002).
Masalah aborsi ini sangat memprihatinkan karena adanya
kecenderungan peningkatan aborsi dari tahun ke tahun. Misalnya data dari
sebuah klinik di Jakarta menunjukkan pelaku aborsi di atas usia 20 tahun
(48%), 16-19 tahun (46,9%), dan usia 12-15 tahun (5,5%). Berdasarkan data
tersebut, dapat kita ketahui bahwa kecenderungan aborsi lebih tinggi
dilakukan oleh perempuan berusia di bawah 20 tahun dibandingkan dengan
yang berusia di atas 20 tahun (Hidayana, 2004). Hal ini juga menunjukkan
bahwa tindak aborsi lebih banyak dilakukan oleh remaja. Setiap tahunnya
diperkirakan sekitar dua juta bayi diaborsi dan 750.000 di antaranya dilakukan
oleh remaja putri yang belum menikah (Media Indonesia, Februari 2000).
Departemen Kesehatan juga mencatat bahwa di kalangan remaja kita setiap
tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi, atau 30% dari keseluruhan kasus aborsi
(sekitar 2 juta kasus) (BKKBN, 2005). Berdasarkan kasus di atas
seorang perempuan khususnya remaja untuk mengatasi kehamilan yang tidak
diinginkan. Pilihan melakukan aborsi adalah suatu keputusan serius yang
dapat memiliki dampak penting terhadap masa depan seseorang khususnya
remaja (Alison &Catherine, 1991).
Menurut Harjaningrum (2005), ada beberapa faktor yang mendorong
seorang remaja melakukan aborsi yaitu faktor ekonomi dan sosial.
Berdasarkan faktor ekonomi, aborsi dilakukan karena alasan ekonomi seperti
kondisi ekonomi remaja yang belum mapan sehingga masih tergantung pada
orang tua, dan alasan belum bekerja kerap menjadi faktor pendorong. Menurut
faktor sosial, alasan remaja melakukan aborsi diantaranya karena adanya
khawatir akan dampak sosial seperti putus sekolah/kuliah, malu pada
lingkungan sekitar, takut mendapat ejekan dari masyarakat, sang pacar yang
tidak mau bertanggung jawab, bingung siapa yang akan mengasuh bayi, atau
karena takut terganggu karir masa depannya.
Tindakan aborsi sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
aborsi yang dilakukan sendiri dan aborsi yang dilakukan oleh orang lain.
Tindakan aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara meminum
obat-obatan yang dapat membahayakan janin seperti jamu yang dapat
menggugurkan janin atau minum pil aborsi (mifepristone) (Bertens, 2002).
Adapun cara lainnya yaitu dengan sengaja melakukan perbuatan-perbuatan
yang dapat menggugurkan janin seperti melakukan olah raga lari atau
lompat-lompat. Tindakan aborsi yang dilakukan oleh orang lain misalnya dengan
Salah satu contoh kasus, Mary Tan menjalani aborsi 13 tahun yang lalu tetapi sampai sekarang ia masih mengenang anaknya yang berkemungkinan lahir tanpa tempurung kepala. Pada saat-saat tertentu Ny. Tan membicarakan hal itu dengan airmata mengalir. "Saya kira tidak ada perempuan yang bisa sembuh dari trauma aborsi. Saya tidak bisa lupa pada saat-saat ketika obat disuntikkan ke perut saya dan bagaimana bayi itu berusaha melawan untuk tetap hidup," kata Ny. Tan dengan terisak-isak. Dia menggugurkan kandungannya ketika hamil empat bulan. Ny. Tan yang kini memiliki empat anak, menyimpan rapat emosinya hingga mengakibatkan lahirnya tekanan di bawah sadar berupa keinginan bunuh diri pada momen-momen tertentu (Suara Pembaharuan, 2003).
Berdasarkan kasus di atas, diketahui bahwa peristiwa aborsi dapat
menyebabkan tekanan psikologis pada pelakunya. Seseorang perempuan yang
secara diam-diam melakukan aborsi, setelah proses aborsi biasanya akan
mengalami Post Abortion Syndrome (PAS) (Harjaningrum, 2005). Gejala
yang sering muncul adalah depresi, kehilangan kepercayaan diri, merusak diri
sendiri, mengalami gangguan fungsi seksual, bermasalah dalam berhubungan
dengan kawan, perubahan kepribadian yang mencolok, serangan kecemasan,
perasaan bersalah dan penyesalan yang teramat dalam. Mereka juga sering
menangis berkepanjangan, sulit tidur, sering bermimpi buruk, sulit
konsentrasi, selalu teringat masa lalu, kehilangan ketertarikan untuk
beraktivitas, dan sulit merasa dekat dengan anak-anak yang lahir kemudian
(Harjaningrum, 2005). Secara medis aborsi dapat menyebabkan gangguan
kesehatan seperti infeksi pada rahim, perdarahan hebat, embolisme
(tersumbatnya pembuluh darah oleh bekuan darah), rahim yang terkoyak atau
berlubang, komplikasi anastesi, kejang, dan luka leher rahim. Apabila
kondisinya parah, rahim terpaksa diangkat, bahkan tak jarang nyawa pun
Contoh kasus tindak aborsi lainnya, seperti yang dilakukan oleh Ika gadis berusia 20 tahun, bukan nama sebenarnya, seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Saat itu janin Ika sudah berusia lebih 12 minggu. Semula keluarga Ika berusaha mencari sang pacar, tetapi jejaknya pun tidak ada. Lelaki itu raib bagaikan ditelan bumi. Kemudian keluarga Ika memutuskan bahwa Ika harus aborsi. ”Saya tidak berani menentang kehendak keluarga, takut kalo jantung Babe kumat lagi,” kata Ika. Ika pun dibawa dari satu klinik ke klinik lain, dari satu dokter ke dokter lain tetapi tetapi semua menolak melakukan aborsi karena usia janin sudah lebih tiga bulan. Bahkan, “Setelah perut saya diraba-raba dokter menasihati agar kandungan dipelihara saja, sayang kalo diaborsi,” ujar Ika mengenang pengalamannya. Namun, saran dokter tidak digubris oleh ibunya. “Kalo tak ada dokter yang berani biar ku bawa ke dukun tulang, yang penting janin itu harus keluar dari rahim kamu,”ujar Ika menirukan hardikan ibunya. Ika pun dibawa ke kawasan Tangerang , Banten. Ika seakan tidak percaya ketika ia membaca papan nama dengan tulisan “Dukun Tulang” di depan pondok yang mereka datangi itu. Di sana sudah menunggu sepasang suami istri setengah baya. Ika disuruh berbaring dan diberi minuman, “ Beberapa menit kemudian mataku terasa berat sekali, ingin tidur saja,” kata Ika mengenang peristiwa yang tidak akan pernah dilupakannya itu. Tiba-tiba ia merasakan perutnya seperti dipelintir dengan keras sehingga menimbulkan bunyi gemeretak dari dalam perutnya. Ika mengaku tidak merasakan sakit. Namun, dia merasa seakan-akan tubuhnya putus menjadi dua bagian. Malam hari Ika mengalami pendarahan hebat. Seluruh lantai kamar mandi penuh darah. Ika dilarikan ke rumah sakit. “Untung segera dibawa, kalo beberapa menit saja terlambat anak ini sudah tewas karena kehabisan darah, “ kata dokter di rumah sakit itu. Setelah melalui perawatan yang intersif selama 30 hari secara medis Ika dinyatakan sembuh. Namun, dokter dirumah sakit meminta kepada keluarga agar Ika berkonsultasi dengan psikolog karena Ika juga mengalami persoalan psikologis karena aborsi yang dialami Ika membuat jiwanya rapuh. Agar tidak berkembang menjadi trauma yang permanen maka Ika harus ditangani psikolog (InfoKESPRO, 2001)
Bersadarkan kasus di atas, dampak aborsi baik secara fisik maupun
psikis (post abortion syndrome) merupakan konsekwensi dari sebuah pilihan.
Konsekwensi tersebut dapat menyebabkan timbulnya kecemasan dan
persoalan psikologis yang berkepanjangan pada diri remaja. Adapun upaya
yang dilakukan untuk mengatasi dampak aborsi tersebut diantaranya,
bantuan konselor untuk mengatasi masalah dan perasaan negatif akibat aborsi,
terbuka pada orang terdekat atau keluarga atas apa yang telah dialaminya,
berdoa minta ampun pada Tuhan dan rajin mendoakan janin yang telah
diaborsi, mencegah terjadinya kontak seksual dengan pasangan dan berusaha
menyibukkan diri dengan aktivitas baru. Masalah-masalah akibat aborsi yang
tidak segera diatasi maka dapat mengganggu perkembangan remaja baik
secara fisik maupun psikis (Alison &Catherine, 1991).
Dalam kasus aborsi remaja tidak hanya sebagai pelaku semata tetapi
juga sebagai korban, namun hingga saat ini masih ada remaja yang tetap
melakukan aborsi untuk mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan. Padahal
tindak aborsi memiliki dampak negatif baik secara fisik maupun psikis.
Adanya kenyataan tersebut, peneliti tertarik untuk memahami secara lebih
mendalam tentang gambaran pengalaman aborsi yang masih dilakukan hingga
saat ini khususnya pada remaja dalam kasus kehamilan pranikah. Pemahaman
atas masalah ini dipandang perlu untuk dilakukan sebelum lebih banyak
korban akibat tindak aborsi.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengalaman
remaja yang melakukan aborsi dalam kasus kehamilan pranikah? Untuk
memperoleh pembahasan yang lebih mendetail dari penelitian ini, maka
1. Apakah yang menjadi dasar atau latar belakang seorang remaja
memutuskan untuk melakukan aborsi?
2. Apakah dampak dari keputusan melakukan tindak aborsi baik secara fisik
maupun psikis pada remaja yang melakukan aborsi?
3. Upaya apakah yang dilakukan oleh remaja yang melakukan aborsi untuk
mengatasi Post Abortion Syndrome (PAS)?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan memahami secara
lebih mendalam tentang pengalaman aborsi pada remaja dalam kasus
kehamilan pranikah yang terkait dengan latar belakang melakukan aborsi,
dampak aborsi baik secara fisik maupun psikis, dan upaya mengatasi Post
Abortion Syndrome (PAS).
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan
informasi bagi penelitian-penelitian dalam bidang Psikologi Sosial
terutama dengan topik penelitian tentang aborsi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi perkembangan psikologi konseling, hasil penelitian ini dapat
menjadi bahan acuan atau sumber informasi bagi konselor dalam
b. Bagi remaja yang melakukan aborsi pada kasus kehamilan pranikah,
hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dalam memahami
dirinya.
c. Bagi keluarga, hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi
untuk orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam memahami dan
memberi dukungan kepada remaja yang melakukan aborsi pada kasus
kehamilan pranikah dalam menentukan pilihan hidupnya.
d. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
masyarakat untuk memahami keadaan remaja yang melakukan aborsi
pada kasus kehamilan pranikah sehingga masyarakat dapat berperan
serta dalam memberikan pengawasan terhadap remaja guna mencegah
terjadinya hubungan seks pranikah yang dapat berakhir pada tindakan
A. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Istilah remaja atau adolescence, berasal dari kata Latin
“adolescere”, yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan di
sini mempunyai arti yang lebih luas yaitu mencakup kematangan mental,
emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1996).
Menurut Santrock (2003), masa remaja diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup
perubahan bilogis, kognitif, dan sosial-emosional. Beberapa ahli
perkembangan menggambarkan remaja sebagai masa remaja awal dan
akhir. Masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa
sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan
pubertas. Masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk kira-kira setelah
usia 15 tahun. Masa remaja akhir lebih memiliki minat pada karir, pacaran,
dan eksplorasi identitas yang seringkali lebih nyata dalam masa remaja
akhir ketimbang dalam masa remaja awal (Santrock, 2003).
Monks (1989) mengemukakan bahwa masa remaja secara global
berlangsung antara umur 12 sampai 21 tahun dengan pembagian sebagai
berikut: 12-15 tahun termasuk sebagai remaja awal, 15-18 tahun termasuk
sebagai remaja pertengahan, dan 18-21 tahun sebagai remaja akhir.
Menurut Kartini-Kartono (1982), batasan usia remaja adalah 12 –
21 tahun. Masa remaja dibagi menjadi tiga periode, yaitu pra-pubertas
dengan batasan usia 12-14 tahun, masa pubertas awal dengan batasan usia
14-17 tahun, dan pubertas akhir atau adolesensi dengan batasan usia 17-21
tahun.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa
dengan segala perubahan-perubahan yang dialami meliputi perubahan
fisik, sosial, dan mental termasuk perubahan minat dan tujuan hidup
dengan batasan usia 12-21 tahun. Penulis membatasi subjek penelitian
pada remaja akhir yang memiliki rentang usia antara 18-21 tahun dengan
pertimbangan bahwa mereka lebih mampu memahami arah dan tujuan
hidupnya dengan konsekuen, mampu bertanggung jawab dan berusaha
hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya (Kartini-Kartono, 1982).
2. Karakteristik Umum Perkembangan Remaja
Remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa.
Beberapa karakteristik perkembangan remaja (Santrock, 2002) adalah
sebagai berikut:
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik pada remaja ditandai dengan perubahan
pubertas. Pubertas (puberty) ialah suatu periode di mana kematangan
kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa
berangsur-angsur (gradual) yang ditandai dengan perubahan hormonal
dan perubahan tubuh pada remaja.
Ada empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada
perempuan yaitu pertambahan tinggi badan yang cepat, menarche atau
haid pertama, pertumbuhan buah dada, dan pertumbuhan rambut
kemaluan. Perubahan fisik pada laki-laki yaitu pertambahan tinggi
badan yang cepat, pertumbuhan penis, pertumbuhan testis dan rambut
kemaluan (Malina; Tanne dalam Santrock, 2002).
b. Perkembangan Kognitif
1) Remaja berada pada tahap pemikiran operasional formal.
Piaget yakin bahwa pemikiran operasional formal
berlangsung antara usia 11-15 tahun dan sifatnya lebih abstrak.
Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai
dasar pemikiran. Mereka dapat membangkitkan situasi-situasi
khayalan, mampu menggunakan pemikiran deduktif hipotesis dan
penalaran yang abstrak. Pada tahap ini, remaja mampu memberi
jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah hidup yang selalu
berkembang, termasuk masalah iman kepercayaan, apa artinya
Tuhan dan nilai-nilai yang dipegang secara pribadi.
2) Pemikiran remaja bersifat egosentris.
Piaget menamakan keterpikatan remaja pada pemikiran
mereka sendiri sebagai “egosentrisme”, yaitu perasaan remaja yang
Egosentrisme remaja (adolescent egocentrism) meliputi dua bagian
yaitu penonton khayalan dan dongeng pribadi. Penonton khayalan (imaginary audience) adalah keyakinan remaja bahwa orang lain
memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri.
Hal ini sering berkaitan erat dengan dengan kebutuhan akan
tingkah laku yang bersifat mengundang perhatian orang lain
(Charles, 1987).
Dongeng pribadi (the personal fabel) ialah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang anak
remaja, dimana mereka merasa bahwa tidak seorang pun dapat
mengerti perasaan mereka sebenarnya. Dalam sebuah penelitian
menyebutkan bahwa remaja yang tingkat egosentrisnya tinggi
menyakini bahwa mereka memiliki kemungkinan yang kecil untuk
hamil bila terlibat dalam hubungan seks tanpa alat kontrasepsi.
3) Remaja mulai berpikir tentang kepribadian sama seperti cara yang
dilakukan oleh para ahli teori kepribadian.
Pertama, remaja mulai mempertimbangkan informasi yang
diperoleh sebelumnya dan informasi yang diperoleh saat ini, serta
tidak semata-mata bersandar pada informasi konkret yang ada.
Kedua, remaja cenderung mendeteksi perubahan-perubahan
kontektual atau situasional pada perilaku mereka sendiri dan orang
lain. Ketiga, remaja mulai mencari lebih dalam, lebih kompleks
c. Perkembangan Sosial – Emosi
1) Dalam Keluarga
a) Otonomi dan attachment
Otonomi dan tanggung jawab merupakan tuntutan remaja
kepada orang tuanya. Ada kemungkinan orang tua menerapkan
pola pengasuhan otoriter pada remaja sehingga cenderung
memutuskan segala sesuatu yang berkenaan dengan remaja
tanpa memperdulikan pendapat dari remaja (Yulia&Novita
dalam Gunarsa, 2004). Pada orang tua yang bijaksana,
cenderung melepaskan kendali namun tetap memberikan
bimbingan pada remaja untuk mengambil keputusan yang
masuk akal. Selain itu, adanya kelekatan (secure attachment)
dengan orang tua mampu meningkatkan kompetensi sosial
pada remaja dan kemampuan menjelajahi dunia sosial yang
lebih luas dengan cara-cara yang sehat.
b) Konflik orang tua-remaja
Konflik dengan orang tua seringkali meningkat pada awal
masa remaja. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh sejumlah
faktor: perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang
meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan
sosial yang berfokus pada kemandirian, identitas, dan
2) Dalam Hubungan dengan Teman-teman Sebaya
a) Tekanan teman sebaya dan tuntutan konformitas
Tekanan teman sebaya sangat berpengaruh dalam
kehidupan remaja. Konformitas dengan tekanan teman-teman
sebaya pada masa remaja bersifat positif maupun negatif.
Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku
konformitas yang negatif, seperti mabuk-mabukan, seks bebas,
dan lain sebagainya. Remaja cenderung memiliki keinginan
untuk meluangkan waktu dengan anggota-anggota suatu klik.
b) Klik dan kelompok
Kelompok (crowd) adalah kelompok-kelompok remaja yang terbesar dan kurang bersifat pribadi. Terbentuknya
kelompok karena adanya kepentingan atau minat yang sama
dalam berbagai kegiatan, bukan karena mereka saling tertarik.
Klik (cliques) adalah kelompok-kelompok yang lebih kecil,
memiliki kedekatan yang lebih besar di antara anggotanya, dan
lebih kohesif daripada kelompok.
c) Berkencan
Berkencan dapat merupakan suatu bentuk seleksi
pasangan, rekreasi, sumber status dan prestasi, serta suatu
lingkungan untuk belajar tentang relasi yang akrab. Dalam
berkencan dikenal istilah skenario berkencan (dating scrips)
dan mengevaluasi interaksi berkencan. Skenario berkencan
laki-laki bersifat proaktif sedangkan perempuan bersifat reaktif.
Berkencan berbeda-beda secara lintas budaya.
3. Moralitas Remaja
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang mampu
menunjukkan bahwa suatu perbuatan itu benar atau salah (Poespoprodjo,
1986). Menurut psikolog Ervin Staub, moralitas adalah serangkaian
aturan, kebiasaan atau prinsip yang mengatur perilaku manusia dalam
hubungannya dengan sesama (Shelton, 1988). Secara mendasar, moralitas
dapat dicapai dengan cara menyesuaikan diri dengan hukum eksternal atau
aturan-aturan kelompok dan menginternalisasi nilai-nilai atau
norma-norma masyarakat melalui interaksi memberi dan menerima.
Remaja juga menerima moralitas kelompok atau moralitas
eksternal sebagai norma untuk pembentukan keputusan moral yang tepat
(Poespoprodjo, 1988). Keputusan moral adalah keputusan yang mampu
mencerminkan mana hal yang baik untuk dijalani dan mana hal yang
buruk yang harus dihindari. Dalam pengambilan keputusan moral, agama
menekankan pentingnya peranan suara hati dalam menentukan kebenaran
atau kekeliruan (Shelton, 1988).
Suara hati merupakan inti terdalam dari diri manusia yang
menuntun, mengarahkan dan menggerakkan manusia untuk melakukan
yang baik dan menolak yang buruk sehingga manusia semakin berusaha
1992). Suara hati berperan dalam mengarahkan manusia untuk
menentukan suatu kebenaran atau kesalahan dalam membuat suatu
keputusan moral yang tepat. Suara hati muncul dari kesadaran moral
terdalam dari dasar hati kita sebagai manusia. Suara hati merupakan
perintah, larangan, penilaian, teguran yang dimunculkan oleh hati nurani
(Poespoprodjo, 1988).
Hati nurani pada dasarnya adalah kesadaran moral yang dimiliki
oleh individu, yakni kesadaran untuk membedakan mana hal yang baik
untuk dilakukan dan hal yang buruk untuk dihindarkan (Poespoprodjo,
1988). Sebagai contoh, ketika seorang remaja putri diajak pacarnya
berhubungan seks, dalam batinnya akan muncul kesadaran bahwa yang
baik untuk dilakukan adalah menolak ajakan pacarnya, sedangkan yang
tidak baik untuk dihindari adalah menuruti ajakan berhubungan seks.
Kesadaran seperti itu muncul bagaikan suara dari dasar hati kita sehingga
biasa disebut “suara hati”. Suara tersebut mendesak seseorang untuk
mengikutinya, namun bukan tanpa alasan yang disadarinya melainkan
karena ia sadar bahwa hal tersebut baik dan mencerminkan tanggung
jawabnya sebagai manusia.
4. Seksualitas Remaja
a. Sikap dan Tingkah Laku Seksual Remaja
1) Peningkatan tingkah laku seksual remaja
Tingkah laku seksual remaja biasanya bersifat meningkat
sampai ke daerah dada), kemudian diikuti oleh petting (saling
menempelkan alat kelamin, atau pada beberapa kasus, seks oral,
yang secara besar meningkat pada masa remaja selama beberapa
tahun belakangan ini.
2) Aturan seksual bagi remaja perempuan dan laki-laki
Aturan seksual adalah pola yang khas berupa gambaran peran seseorang mengenai bagaimana individu harus bertingkah
laku secara seksual. Perempuan dan laki-laki disosialisasikan
agar mengikuti aturan seksual yang berbeda. Remaja perempuan
belajar untuk mengaitkan hubungan seks dengan cinta (Michael
dalam Santrock, 2001). Mereka sering merasionalisasikan
tingkah laku seksual mereka dengan mengaitkan pada diri
mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta.
Alasan lain untuk melakukan hubungan seks adalah
karena didorong oleh kekasih, mencoba-coba sebagai cara untuk
memperoleh kekasih, keingintahuan, dan keinginan seksual yang
tidak berhubungan dengan mencintai dan menyayangi. Pada
remaja laki-laki merasakan adanya tekanan yang berarti dari
teman-teman sebayanya untuk melakukan hubungan seks dan
untuk menjadi aktif secara seksual.
3) Remaja yang rawan dan seksualitas
Remaja yang rawan cenderung menunjukkan tingkah laku
dimaksud adalah remaja yang merasa tidak berarti, tidak memiliki
kesempatan yang memadai untuk belajar dan bekerja, dan merasa
memiliki kebutuhan untuk membuktikan sesuatu pada dirinya
sendiri dengan seks. Tingkah laku mereka yang tidak bertanggung
jawab dan tiadanya dukungan sosial dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan, munculnya penyakit menular seksual, dan stres
psikologi (Scott-Jone & White dalam Santrock, 2001).
B. KEHAMILAN PRANIKAH PADA REMAJA 1. Pengertian Kehamilan
Kehamilan terjadi karena adanya pembuahan pada sel telur oleh
sperma yang nantinya dapat berkembang menjadi janin. Hubungan seks
atau kontak intim antara alat kelamin perempuan dengan alat kelamin pria
dalam masa-masa suburnya, sangat memungkinkan terjadinya kehamilan.
Tanda-tanda terjadinya kehamilan menurut Gilarso (2003), diantaranya:
a. Tanda-tanda awal terjadinya kehamilan, yaitu: tidak mengalami siklus
haid; payudara membengkak dan terasa kencang; ibu sering merasa
mual pada pagi hari sampai ingin muntah; lebih sering buang air kecil;
sembelit; lebih sulit tidur; sering sakit kepala. Banyak ibu mulai
menyukai makan yang masam-masam.
b. Pada usia kehamilan selanjutnya (3 bulan ke atas), rahim mulai
membesar dan mulai ada hiperpigmentasi pada wajah yang disebut
strie, dan lingkaran disekitar puting payudara tampak lebih hitam
disebut ariola mamae.
c. Pada kehamilan lima bulan, denyut jantung anak sudah bisa didengar
oleh pemeriksa, ibu mulai merasa adanya gerakan anak di dalam
kandungannya.
Secara emosional, perempuan hamil akan lebih mudah mengalami
stres karena emosinya yang tidak stabil. Tekanan emosi yang kuat akan
menyebabkan ketegangan pada otot sehingga dapat mengubah susunan
kimia dalam darah dan mempengaruhi kehamilan ibu (Snow, 1989).
Selama masa kehamilan “ Si ibu” akan merasakan terjadinya perubahan
tidak hanya dalam tubuhnya tetapi juga pada perasaannya (Gilarso, 2003).
2. Kehamilan Pranikah Pada Remaja
Adanya fenomena pergaulan seks bebas sebelum menikah di
kalangan remaja yang kita jumpai dewasa ini, masih dianggap sebagai
peristiwa tabu dan melanggar norma pribadi dan masyarakat (Kristinawati,
2002). Salah satu penyebab terjadinya seks pranikah adalah karena
ketidakmampuan remaja dalam mengendalikan nafsu atau dorongan
seksual yang semakin meningkat pada masa remaja.
Salah satu akibat yang nyata dari pergaulan seks bebas pranikah
adalah kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan
(unwanted pregnancy) dan diikuti pertimbangan usaha aborsi
(Kristinawati, 2002). Menurut Vinita (dalam Hidayana, 2004), bahwa
dianggap tidak sesuai dengan tuntutan dan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat.
Adapun dampak lainnya dari kehamilan pada remaja yaitu dapat
meningkatkan resiko kesehatan baik bagi ibu maupun bayinya. Bayi yang
dilahirkan oleh remaja cenderung memiliki berat badan yang lebih rendah
atau mengalami masalah neurologis dan penyakit anak. Ibu remaja sering
berhenti dan keluar dari sekolah, dan tidak dapat memperoleh pekerjaan.
Berbagai konsekuensi negatif yang dialami remaja hamil pranikah
baik yang melakukan aborsi maupun tidak adalah mengalami masalah
psikologis yang cukup berat, seperti rasa malu, depresi, cemas dan
perasaan rendah diri karena merasa bersalah telah melakukan tindakan
yang dipandang sebagai aib atau dosa oleh norma agama dan masyarakat
(Sampoerno, 1982).
C. ABORSI
1. Pengertian Aborsi
Secara medis, aborsi ialah penghentian dan pengeluaran hasil
kehamilan dari rahim sebelum janin bisa hidup di luar kandungan atau
viabiliti (Kusmaryanto, 2002). Dalam peristilahan moral dan hukum,
aborsi adalah pengeluaran janin sejak saat pembuahan sampai dengan
kelahiran yang mengakibatkan kematian. Menurut Bertens (2002), aborsi
merupakan tindakan penghentian dan pengeluaran hasil kehamilan dari
trimester pertama kehamilan (pada usia janin 7-12 minggu) sampai awal
trimester ke tiga yaitu pada usia janin kira-kira 24 minggu.
Metode aborsi yang banyak digunakan pada usia kehamilan 7-12
minggu adalah kuret isap (suction curettage), yaitu cara membersihkan
janin dalam rahim dengan menggunakan alat kuretase (sendok kerokan).
Metode aborsi yang digunakan pada usia 12-20 minggu adalah metode
dilatasi (dilation and evacuation) yang disertai pembiusan total. Metode
aborsi lainnya yang digunakan sesudah minggu ke-20 adalah instillation
abortion dengan cara menyuntikkan cairan yang dapat mematikan si janin
ke dalam rongga amnion, kemudian isi rahim dikeluarkan secara alami.
Metode aborsi lainnya yang dapat digunakan yaitu dengan meminum pil
aborsi yang memiliki nama kimia mifepristine (Bertens, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
aborsi adalah tindakan penghentian dan pengeluaran hasil kehamilan dari
rahim, sebelum janin bisa hidup di luar kandungan pada usia kehamilan
antara 7 sampai 24 minggu.
2. Macam-macam Aborsi
Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah “abortus” atau
“aborsi”, tetapi yang dimaksudkan adalah abortus provocatus dan abortus
Spontaneus sekaligus (Bertens, 2002). Aborsi yang dimaksud dapat
a) Abortus Spontaneus atau aborsi spontan, yaitu di mana kandungan
seorang yang hamil dengan spontan gugur. Istilah ini lebih dikenal
dengan “keguguran”.
b) Abortus Provocatus atau aborsi yang disengaja adalah tindakan dengan
sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seorang wanita
hamil.
Menurut Kusmaryanto (2002), ada beberapa macam aborsi yang
termasuk dalam Abortus Provocatus, yaitu:
a) Aborsi Therapeutik/Medicinalis adalah penghentian kehamilan dengan
indikasi medis untuk menyelamatkan nyawa ibu si janin. Aborsi ini
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih sehingga relatif aman.
b) Aborsi Kriminalis adalah penghentian kehamilan sebelum janin
mampu hidup di luar kandungan dengan alasan-alasan lain, selain
alasan indikasi medis (Therapeutik) dan dilarang oleh hukum. Aborsi
ini dapat menjurus pada aborsi yang tidak aman (unsafe abortin),
biasanya dilakukan oleh dukun atau orang yang memiliki kemampuan
atau pengetahuan yang rendah dengan peralatan yang kurang lengkap
dan tidak steril atau dengan meminum obat-obatan yang berkhasiat
untuk menggugurkan kandungan.
c) Aborsi Eugenetik adalah penghentian kehamilan untuk menghindari
kelahiran bayi yang cacat atau yang mempunyai penyakit genetis.
Eugenisme adalah ideologi yang diterapkan untuk mendapatkan
d) Aborsi Langsung-Tak Langsung
Aborsi langsung adalah tindakan (intervensi medis) yang tujuannya
secara langsung ingin membunuh janin yang ada di dalam rahim sang
ibu. Sedangkan aborsi tak langsung adalah suatu tindakan (intervensi
medis) yang mengakibatkan aborsi, meskipun aborsinya sendiri bukan
menjadi tujuan yang utama. Misalnya: seorang ibu penderita kanker
yang harus diangkat rahimnya agar kanker tidak menjalar ke bagian
tubuh lainnya.
e) Selective Abortion adalah penghentian kehamilan karena janin yang
dikandung tidak memenuhi kriteria yang diinginkan. Misalnya: ada
orang tua yang ingin anak laki-laki, maka begitu ketahuan janin yang
ada di dalam kandungan perempuan lalu digugurkan.
f) Embryo Reduction (Pengurangan Embrio)
Pengurangan embrio ini biasanya dilakukan oleh orang yang
melakukan pembuahan artifisial (buatan) karena mengalami kelebihan
janin sehingga harus digugurkan agar tidak menghambat
perkembangan janin yang ada menjadi tidak sehat.
g) Partial Birth Abortion adalah istilah politis/ hukum yang ada dalam
istilah medis dimana aborsi dilakukan pertama-tama dengan cara
memberikan obat-obatan kepada wanita hamil, tujuannya agar cervix
(leher rahim) terbuka secara premature. Tindakan selanjutnya
memasukkan alat untuk menarik keluar kaki bayi tetapi kepala bayi
Berdasarkan pemaparan di atas tentang beberapa macam aborsi
maka peneliti akan menggunakan kasus aborsi kriminalis, yaitu
penghentian kehamilan sebelum janin mampu hidup di luar kandungan
dengan alasan-alasan lain, selain alasan indikasi medis (Therapeutik) dan
dilarang oleh hukum. Adapun alasan yang menyertai pemilihan kasus
tersebut adalah karena banyaknya kasus aborsi kriminalis yang dilarang
oleh hukuman namun banyak dilakukan oleh remaja.
3. Faktor-Faktor yang Mendorong Aborsi
Tindak aborsi akibat kehamilan yang tidak inginkan mencerminkan
ketidaktahuan remaja tentang masalah seksualitas yang menyangkut
banyak hal. Ketidaktahuan membuat remaja orang berpikir bahwa janin
itu hanyalah segumpal darah tanpa arti sehingga bisa dibuang sama seperti
darah menstruasi. Ketidaktahuan ini membuat remaja perempuan yang
terlambat mengalami siklus menstruasi lalu mengambil pil atau obat
pelancar datang bulan yang sebenarnya pil atau obat aborsi (Kusmaryanto,
2002).
Adapun faktor-faktor yang mendorong para remaja melakukan
aborsi dengan sengaja (Harjaningrum, 2005), antara lain :
a. Faktor ekonomi
Aborsi dilakukan karena alasan ekonomi, misalnya kondisi
ekonomi yang belum mapan sehingga masih tergantung pada orang
b. Faktor sosial
Mereka yang hamil di luar nikah, umumnya melakukan aborsi
karena khawatir akan dampak sosial seperti putus sekolah/ kuliah,
malu pada lingkungan sekitar, takut mendapat ejekan dari masyarakat,
sang pacar yang tidak mau bertanggung jawab, bingung siapa yang
akan mengasuh bayi, atau karena takut terganggu karir masa depannya.
4. Pengambilan Keputusan Aborsi
Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan
atau decision making, bahkan mungkin harus dilakukan beberapa kali.
Mulai dari masalah-masalah yang sederhana sampai dengan masalah yang
kompleks dan menuntut banyak pertimbangan yang mendalam, seperti
halnya keputusan untuk aborsi pada remaja. Pembuatan atau pengambilan
keputusan ialah proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan
di antara situasi-situasi yang tidak pasti (Suharnan, 2005). Medin (1996)
mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai sebuah proses untuk
menghasilkan, mengevaluasi, dan memilih sebuah pilihan keputusan di
antara berbagai pilihan yang relevan. Dalam pilihan tersebut juga
terkandung suatu konsekwensi atau resiko.
Pilihan aborsi merupakan salah satu keputusan yang diambil oleh
remaja putri untuk mengatasi kehamilan akibat hubungan seks pranikah.
Kehamilan pranikah dianggap sebagai aib bagi keluarga (Bertens, 2002).
Seorang remaja yang hamil merasa seakan-akan dunia runtuh dan tidak
2002). Pada diri remaja yang bersangkutan juga muncul perasaan bersalah,
malu, takut terhadap orang tua dan sangsi sosial dari masyarakat. Kondisi
ini menjadikan seseorang remaja cenderung mengambil jalan pintas yaitu
aborsi sebagai keputusan akhir.
Pengambilan keputusan yang dilakukan dalam kondisi fisik dan
mental yang tidak didukung oleh emosi yang stabil maka dapat
menghasilkan keputusan yang tidak tepat yang kemudian hari dapat
disesali (Bertens, 2002). Pilihan aborsi pun pada akhirnya dapat menjadi
suatu keputusan yang disesali.
5. Dampak Aborsi
Kehamilan pranikah yang dialami perempuan yang belum menikah
secara kejiwaan menimbulkan stres yang tidak saja bagi diri sendiri tetapi
juga bagi keluarga dan orang tuanya. Para perempuan yang mengalami
kehamilan pranikah cenderung mengambil jalan pintas, yaitu dengan
menggugurkan kandungannya. Seseorang yang melakukan aborsi diyakini
akan mengalami resiko kesehatan dan gangguan psikologis.
Resiko kesehatan yang mungkin terjadi akibat aborsi adalah infeksi
pada rahim, perdarahan hebat, embolisme(tersumbatnya pembuluh darah
oleh bekuan darah), rahim yang terkoyak atau bolong, komplikasi anastesi,
kejang, dan luka leher rahim. Rahim terpaksa harus diangkat bila
kondisinya parah, bahkan tak jarang nyawa pun harus dikorbankan
Perempuan yang secara diam-diam melakukan aborsi, setelah
proses aborsi biasanya akan mengalami Post Abortion Syndrome (PAS)
atau sering juga disebut Post Traumatic Stress Syndrome. Gejala yang
sering muncul adalah depresi, kehilangan kepercayaan diri, merusak diri
sendiri, mengalami gangguan fungsi seksual, bermasalah dalam
berhubungan dengan kawan, perubahan kepribadian yang mencolok,
serangan kecemasan, perasaan bersalah dan penyesalan yang teramat
dalam.
Selain itu, mereka juga sering menangis berkepanjangan, sulit
tidur, sering bermimpi buruk, sulit konsentrasi, selalu teringat masa lalu,
kehilangan ketertarikan untuk beraktivitas, dan sulit merasa dekat dengan
anak-anak yang lahir kemudian (Harjaningrum, 2005). Pengalaman
banyak orang menunjukkan bahwa pengalaman buruk berkenaan dengan
aborsi akan dikenang terus menerus dan menjadi beban psikologis yang
tidak mudah untuk diatasi dalam perjalanan hidup selanjutnya
(Kusmaryanto, 2002).
6. Upaya-Upaya Mengatasi Post Abortion Syndrome
Adapun upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi Post
Abortion Syndrome (PAS) tersebut diantaranya (Alison &Catherine,
1991):
a. Melakukan pemeriksaan kondisi kesehatan pasca aborsi ke dokter
untuk memastikan bahwa kondisi rahim dan servik sudah sehat
b. Bila merasa depresi akibat perasaan bersalah sebaiknya meminta
bantuan konselor untuk mengatasi masalah dan membicarakan
perasaannya untuk membantu mengenali dan memahami kondisi diri.
c. Berusaha terbuka pada orang terdekat atau keluarga atas apa yang
telah dialaminya agar tidak merasa sendiri.
d. Mendekatkan diri pada Tuhan, biasanya dengan lebih rajin berdoa
minta ampun pada Tuhan karena telah berbuat dosa dan rajin
mendoakan janin yang telah diaborsi.
e. Berusaha mencegah terjadinya kontak seksual dengan pasangan dan
berusaha menyibukkan diri dengan aktivitas baru yang lebih berguna.
f. Berusaha untuk jujur dan berani memaafkan diri sendiri serat belajar
menerima konsekwensi dari keputusan yang telah diambil.
D. GAMBARAN PENGALAMAN ABORSI PADA REMAJA DALAM
KASUS KEHAMILAN PRANIKAH
Hubungan seksual pranikah merupakan salah satu bentuk
penyimpangan seksual yang dilakukan sebelum menikah dan tidak dibenarkan
oleh agama manapun. Berdasarkan data penelitian yang ada, sebagian besar
remaja SLTA dan mahasiswa pada usia 12-17 telah melakukan hubungan seks
pranikah. Salah satu akibat yang nyata dari hubungan seks bebas pranikah
adalah kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan
Keputusan untuk aborsi yang diambil oleh remaja dilandasi karena
adanya perasaan khawatir akan dampak sosial seperti putus sekolah/ kuliah,
malu pada lingkungan sekitar, takut mendapat ejekan dari masyarakat, sang
pacar yang tidak mau bertanggung jawab, bingung siapa yang akan mengasuh
bayi, atau takut terganggu karir masa depannya. Selain itu, adanya
kekhwatiran karena kondisi ekonomi yang belum mapan juga menjadi salah
satu alasan dilakukannya tindak aborsi. Dalam kondisi demikian, terkadang
seorang remaja putri kurang mampu mengikuti suara hatinya yang
menuntunnya untuk melakukan hal yang benar dan menolak yang hal yang
buruk.
Aborsi kini telah menjadi salah satu pilihan di antara alternatif lain
bagi remaja untuk mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan. Ada
kecenderungan remaja melakukan tindak aborsi yang tidak aman, misalnya
dengan pergi ke dukun beranak, meminum obat-obatan yang dapat
membahayakan janin seperti jamu penggugur janin atau minum pil aborsi
(mifepristone), melakukan olah raga lari atau lompat-lompat (Bertens, 2002).
Tindak aborsi dengan bantuan medis atau dokter baru akan dilakukan bila
terjadi kegagalan dengan usaha aborsi yang dilakukan sendiri sebelumnya.
Usaha aborsi yang dilakukan tentunya memiliki konsekwensi atau
dampak tersendiri bagi diri remaja. Seseorang yang melakukan aborsi diyakini
akan mengalami resiko kesehatan dan gangguan psikologis. Resiko kesehatan
yang mungkin terjadi akibat aborsi adalah infeksi, perdarahan hebat,
terkoyak atau bolong, komplikasi anastesi, kejang, luka dan leher rahim.
Dalam kondisi yang parah, rahim terpaksa diangkat dan bahkan harus
mengorbankan nyawa.
Secara psikologis, remaja yang secara diam-diam melakukan aborsi
biasanya akan mengalami Post Abortion Syndrome (PAS) setelah aborsi.
Gejala yang sering muncul adalah depresi, kehilangan kepercayaan diri,
perubahan kepribadian yang mencolok, serangan kecemasan, perasaan
bersalah dan penyesalan yang teramat dalam. Selain itu, mereka juga sering
menangis berkepanjangan, sulit tidur, sering bermimpi buruk, sulit
konsentrasi, selalu teringat masa lalu, kehilangan ketertarikan untuk
beraktivitas, dan sulit merasa dekat dengan anak-anak yang lahir kemudian.
Adapun upaya yang dilakukan oleh remaja yang melakukan aborsi
untuk mengatasi Post Abortion Syndrome (PAS), diantaranya: melakukan
pemeriksaan kondisi kesehatan pasca aborsi ke dokter, meminta bantuan
konselor atau terbuka pada orang terdekat atau keluarga untuk mengatasi
masalah dan perasaan negatif akibat aborsi, berdoa minta ampun pada Tuhan
dan rajin mendoakan janin yang telah diaborsi, mencegah terjadinya kontak
seksual dengan pasangan dan berusaha menyibukkan diri dengan aktivitas
baru. (Alison &Catherine, 1991). Dampak-dampak yang muncul akibat aborsi
yang tidak segera diatasi dapat mengganggu perkembangan remaja baik secara
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Poerwandari (2005) menjelaskan bahwa metode
penelitian kualitatif ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan dan
mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan
lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya”. Menurut
Cresswel (1998), pendekatan kualitatif adalah sebuah proses pemahaman
penyelidikan yang didasarkan pada tradisi metodologi penyelidikan berbeda
yang mengeksplorasi masalah manusia atau sosial. Peneliti kualitatif
membangun sebuah kekomplekkan, gambaran yang holistik, analisis
kata-kata, laporan yang mendetail, dan menyusun studi dalam suasana yang natural.
Penelitian deskriptif ini merupakan penelitian dengan tujuan penelitian
untuk membuat pecandraan (deskriptif) secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata,
2002). Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan serta memahami
secara mendalam tentang pengalaman aborsi pada remaja dalam kasus
kehamilan pranikah.
B. SUBJEK PENELITIAN
Pemilihan subjek penelitian dalam penelitian kualitatif ini tidak
diarahkan pada keterwakilan, dalam arti jum lah atau peristiwa acak,
melainkan pada kecocokan konteks teoritis tentang gambaran remaja yang
melakukan aborsi dalam kasus kehamilan pranikah (Poerwandari, 2005).
Subjek penelitian diperoleh dengan cara mencari informasi tentang
remaja yang pernah melakukan aborsi dalam kasus kehamilan pranikah
dengan bertanya kepada beberapa teman kuliah. Subjek dalam penelitian ini
adalah remaja perempuan yang pernah melakukan aborsi dalam kasus
kehamilan pranikah dan belum melakukan pernikahan setelah terjadinya
aborsi. Usia subjek berada pada rentang usia 18-21 tahun yang tergolong
dalam adolesensi atau remaja akhir dengan pertimbangan bahwa remaja akhir
lebih mampu memberikan jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah
hidupnya termasuk masalah iman kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya.
Beberapa identitas subjek seperti nama, tempat tinggal, alamat asal,
pekerjaan, nama orang tua, dan sebagian besar nama tokoh-tokoh yang banyak
terkait dalam kehidupan subjek akan disamarkan untuk menjaga kerahasiaan
subjek.
C. METODE PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini menggunakan metode wawancara sebagai alat utama
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif ini dilakukan guna
memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami
individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan
eksplorasi terhadap isu-isu atau suatu hal yang tidak dapat dilakukan
melalui pendekatan lain (Poerwandari, 2005)
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dengan pedoman
umum. Pedoman wawancara umum berisi tentang hal-hal atau isu-isu
yang harus diliput dan terungkap tanpa menentukan urutan pertanyaan,
bahkan mungkin tanpa pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara
digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus
dibahas dan sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah
aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Bentuk wawancara
dalam penelitian ini adalah mendalam (in-deph-interview), dimana peneliti
mengajukan pertanyaan mengenai berbagai segi kehidupan subjek secara
utuh dan mendalam (Poerwandari, 2005).
Tabel I.
Pedoman Umum Wawancara
Topik Utama Topik Pertanyaan
Latar Belakang Keluarga a. Bagaimana suasana keluarga dalam
b. Bagaimana pola asuh orang tua ? (PAO)
c. Permasalahan apa saja yang sering
muncul dalam keluarga? (MK)
d. Bagaimana relasi dalam keluarga? (RK)
Relasi dengan teman
pergaulan.
a. Bagaimana relasi dengan teman-teman?
(RT)
b. Apa saja bentuk relasi yang terjalin?
(RT/RP)
c. Aktivitas apa saja yang sering dilakukan
bersama teman-teman? (AT)
Relasi dengan teman
pacar
a. Bagaimana intensitas pertemuannya? (IP)
b. Aktivitas apa saja yang dilakukan dengan
dengan pacar? (AT/AP)
Pengalaman seks
pranikah
a. Kapan anda mulai melakukan hubungan
seks pertama kali? (ML)
b. Betuk perilaku seksual apa yang sering
dilakukan? (PS)
c. Bagaimana intensitas melakukan
hubungan seks? (IHS)
d. Bagaimana perasaan anda setelah
melakukan hubungan seksual? (DHS)
Pengalaman tentang
kehamilan
a. Bagaimana anda mengetahui kehamilan
b. Bagaimana Perasaan anda setelah
mengetahui terjadi kehamilan? (PK)
c. Reaksi diri apa saja yang muncul setelah
mengetahui kehamilan? (RE)
d. Tindakan apa yang dilakukan setelah
mengetahui terjadinya kehamilan? (TD)
Pengalaman memutuskan
aborsi
a. Apa yang diketahui tentang aborsi?
(PAB)
b. Bagaimana cara mendapat Informasi
tentang aborsi? (IA)
c. Apa alasan anda memilih atau
memutuskan untuk aborsi? (AL)
d. Siapa saja yang berperan dalam proses
pengambilan keputusan untuk melakukan
aborsi? (OP)
e. Bagaimana mendapatkan biaya untuk
aborsi? (BA)
f. Apakah metode aborsi yang dipilih?
(MA)
Dampak aborsi a. Apakah dampak yang terjadi secara fisik?
(DFA)
b. Apakah dampak yang dirasakan secara
Upaya mengatasi Post
Abortion Syndrome
(PAS)
a. Apakah cara yang dilakukan untuk
mengatasi PAS? (US)
b. Apakah keinginan atau harapan pribadi
anda? (KP)
Pemahaman tentang
moral agama?
a. Bagaimana pemahaman anda tentang
agama? (PAG)
b. Bagimana pendapat anda tentang moral
agama terkait masalah aborsi dan seks
bebas? (PP)
2. Observasi
Observasi adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan
dalam proses mengamati suatu hal atau fenomena yang akan diteliti.
Obserasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman
lebih baik tentang konteks dari hal-hal yang diteliti. Dalam penelitian ini,
peneliti melibatkan diri dalam penelitian untuk mengamati perilaku
nonverbal dan fenomena-fenomena yang belum terungkap dalam
wawancara. Ada dua manfaat dari metode ini, yaitu sebagai cross check
dengan hasil wawancara dan sebagai alat yang memungkinkan peneliti
memperoleh data-data yang belum terungkap oleh subjek penelitian secara
D. ANALISIS DATA
Analisis data merupakan proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan kesatuan uraian
dasar. Dalam menganalisis data yang diperoleh dari hasil wawancara, maka
peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut (Poerwandari, 2005):
1. Organisasi data
Data yang sudah diperoleh akan diorganisasikan secara rapi dan
sistematis. Organisasi data yang rapi dan sistematis akan memungkinkan
peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan
analisis yang dilakukan, serta menyimpan data dan analisis yang berkaitan
dalam penyelesaian penelitian (Highlen dan Finley dalam Poerwandari,
2001).
Data-data tersebut meliputi:
a. Data mentah berupa tulisan (dari hasil wawancara) disesuaikan dengan
hasil wawancara.
b. Data yang sudah ditandai dengan kode-kode.
c. Penjabaran kode-kode dan kategori-kategori.
2. Koding
Penelitian kualitatif menganggap tahap koding sebagai tahap yang
penting. Koding dilakukan untuk dapat mengorganisasi dan
mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail, sehingga data dapat
memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Kode yang
kata-kata. Teknik koding dalam penelitian ini digunakan untuk
mengidentifikasi hal-hal yang terkait dengan tindak aborsi pada remaja
dalam kasus kehamilan pranikah yang diperoleh dari hasil wawancara.
Langkah-langkah koding dalam penelitian ini meliputi :
a. Menyusun transkripsi verbatim (kata demi kata) wawancara
sedemikian rupa sehingga ada kolom kosong yang cukup besar di
sebelah kiri dan kanan transkrip. Hal ini akan memudahkan dalam
membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu .
b. Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris
transkrip.
c. Peneliti secara urut melakukan pengkodean pada baris transkrip.
Memberi nama untuk masing-masing berkas dengan kode-kode
tertentu. Kode yang digunakan adalah singkatan atau simbol yang
mudah diingat dan mewakili berkas tersebut.
3. Analisis
a) Penelitian ini menggunakan analisis tematik yang memungkinkan
peneliti menemukan pola-pola yang tidak terlihat jelas oleh pihak lain.
Analisi tematik merupakan proses mengkode informasi yang dapat
menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks.
Analisis tematik adalah suatu proses yang dapat digunakan dalam
mengolah informasi kualitatif dan memungkinkan penerjemahan
gejala/informasi kualitatif menjadi data kualitatif sesuai kebutuhan
E. KEABSAHAN DATA
1. Kredibilitas
Dalam penelitian kualitatif, konsep validitas diganti dengan istilah
kredibilitas yang dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut
kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada
keberhasilannya mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau
pola interaksi yang kompleks. Salah satu ukuran kredibilitas penelitian
kualitatif adalah deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan atau
kompleksitas aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek
(Poerwandari, 2005). Pencapaian validitas atau kredibilitas dilakukan
melalui orientasi dan upayanya mendalami dunia empiris dengan
menggunakan metode yang paling cocok untuk pengambilan dan analisis
data.
Adapun konsep yang digunakan antara lain: validitas komunikatif
yang dilakukan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan analisisnya
pada responden atau subjek penelitian, validitas argumentatif yang tercapai bila presentasi alur temuan dan kesimpulan dapat diikuti dengan
baik serta dapat dibuktikan dengan melihat kembali ke data mentah,
validitas ekologis yang menunjuk pada sejauh mana studi dilakukan pada
kondisi alamiah dari subjek penelitian sehingga kondisi ‘apa adanya’ dan
2. Transferability
Transferability dalam penelitian kualitatif menggantikan konsep
generalisasi untuk menjelaskan sejauh mana temuan suatu penelitian yang
dilakukan pada suatu kelompok tertentu dapat diaplikasikan pada
kelompok lain. Setting atau konteks yang menjadi tempat penerapan atau
pen-transfer-an hasil penelitian harus relevan atau memiliki banyak
kesamaan dengan setting di mana penelitian dilakukan (Poerwandari,
2005). Upaya untuk menerapkan hasil penelitian pada kelompok berbeda
lebih menjadi tanggung jawab peneliti lain yang ingin mencoba
membuktikan.
3. Dependability
Dependability sama artinya dengan istilah reliabilitas dalam
penelitian kuantitatif. Untuk meningkatkan reliabilitas ada beberapa hal
yang dianggap penting dalam penelitian kualitatif (Poerwandari, 2005),
antara lain:
a. Koherensi, yakin bahwa metode yang dipilih memang mencapai tujuan yang diinginkan.
b. Keterbukaan, artinya sejauh mana peneliti membuka diri dengan memanfaatkan metode-metode yang berbeda untuk mencapai tujuan.
4. Confirmability
Confirmability (konfirmabilitas) digunakan untuk mengganti istilah
objektivitas dengan menekankan bahwa temuan penelitian dapat
dikonfirmasikan. Penelitian kualitatif mengembangkan pemahaman
berbeda tentang objektivitas. Objektivitas dapat diartikan sebagai sesuatu
yang muncul (emergent) dari hubungan subjek-subjek yang berinterelasi.
Peneliti kualitatif lebih mementingkan objektivitas dalam pengertian
transparansi, yakni kesediaan peneliti mengungkapkan secara terbuka
proses dan elemen-elemen penelitiannya sehingga memungkinkan pihak
lain melakukan penilaian (Poerwandari, 2005). Di sisi lain, objektivitas
juga dilihat sebagai kerangka ‘kesamaan pandangan atau analisis’ terhadap
objek atau topik yang diteliti. Dalam hal ini objektivitas dilihat melalui
sejauh mana diperoleh kesetujuan di antara peneliti-peneliti mengenai
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua
tahap yaitu, tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Langkah-langkah yang
ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Peneliti mencari informasi tentang remaja yang pernah melakukan
aborsi dengan bertanya pada teman-teman kuliah, dan kerabat.
b. Setelah mendapatkan informasi, peneliti melakukan perkenalan
sekaligus rapport dengan bantuan teman atau penghubung yang kenal
dengan remaja pelaku aborsi. Dalam perkenalan, peneliti juga meminta
ijin kepada remaja yang melakukan aborsi untuk menjadi responden
penelitian.
c. Setelah perkenalan, peneliti melakukan pendekatan secara pribadi
untuk membangun kedekatan dan kepercayaan dengan berkunjung
informal ke kost subjek sebanyak 2 kali, menjaga komunikasi melalui
handphone dan SMS, serta pergi dan makan bersama.
d. Peneliti mempersiapkan pokok-pokok pertanyaan sebagai pedoman
wawancara. Pokok-pokok pertanyaan tersebut meliputi pertanyaan
yang ditujukan kepada remaja pelaku aborsi untuk mendapakan