• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN BEBERAPA KOMPONEN VARIETAS GANDUM YG DITANAM PADA KETYINGGIAN 200M DI PULAU LOMBOK - Repository UNRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HASIL DAN BEBERAPA KOMPONEN VARIETAS GANDUM YG DITANAM PADA KETYINGGIAN 200M DI PULAU LOMBOK - Repository UNRAM"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN KOMPONEN HASIL BEBERAPA VARIETAS GANDUM (Triticum aestivum L.) YANG DITANAM PADA KETINGGIAN 200 m dpl dan 400 m dpl DI PULAU LOMBOK

Lalu Hanaril Wa’ad1, Akhmad Zubaidi2, Astam Wiresyamsi3

Mahasiswa1, Dosen Pembimbing Utama2, Dosen Pembimbing Pendamping3

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hasil dan komponen hasil beberapa varietas gandum (Triticum aestivum L.) yang ditanam pada ketinggian 200 m dpl dan 400 m dpl di pulau Lombok. Percobaan ini dilakukan di Pringgarata, kecamatan Pringgarata pada ketinggian 200 m dpl dan di Aik Bukak, kecamatan Batukliang Utara, kabupaten Lombok Tengah pada ketinggian 400 m dpl. Pada percobaan ini digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pada masing-masing lokasi penanaman ditanam tujuh varietas sebagai perlakuan dan diulang tiga kali sehingga didapatkan 21 unit percobaan pada setiap lokasi. Umur berbunga dan umur panen didapatkan di Pringgarata lebih lambat dibandingkan di Aik Bukak. Hal ini disebabkan karena suhu di Pringgarata telah melampaui batas toleransi yang dikehendaki oleh tanaman gandum sehingga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum menjadi menurun. Hal tersebut juga berdampak terhadap komponen hasil seperti jumlah anakan, berat berangkasan kering, jumlah malai, berat malai, jumlah biji, jumlah biji per spikelet, berat 1000 biji dan berat biji diperoleh di Pringgarata lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak. Namun, salah satu komponen hasil yaitu jumlah spikelet per malai diperoleh di Pringgarata lebih banyak dibandingkan di Aik Bukak. Hasil panen didapatkan di Pringgarata lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak. Hal ini disebabkan karena seluruh komponen-komponen kecuali jumlah spikelet per malai diperoleh di Pringgarata lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak.

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gandum atau biasa disebut terigu merupakan bahan baku utama dalam pembuatan mie dan roti. Konsumsi terigu setiap tahunnya meningkat, selain karena pertambahan jumlah penduduk, juga karena adanya perubahan pola diversifikasi pangan yang mengarah kepada peningkatan konsumsi mie dan roti. Tidak dapat dipungkiri, mie dan roti memang sudah menjadi bagian penting dalam pola makan rumah tangga, tidak hanya di perkotaan tetapi juga di pedesaan (Balitsereal, 2013).

Peningkatan konsumsi tepung terigu nasional berdampak terhadap peningkatan jumlah impor biji gandum setiap tahunnya. Pada tahun 2010 impor gandum 4,8 juta ton, tahun 2011 mencapai 5,4 juta ton dengan sumber utama dari Australia sebanyak 3,7 juta ton, Kanada 982.200 ton dan Amerika Serikat 747.900 ton. Pada tahun 2012, volume impor biji gandum naik lagi menjadi 6,2 juta ton (APTINDO, 2012). Pada periode Januari-April 2013, volume impor biji gandum Indonesia sudah mencapai 2 juta ton, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 1,9 juta ton (Teresia, 2013). untuk memenuhi kebutuhan terigu dalam negeri, karena akan menyebabkan ketergantungan negara terhadap negara-negara pengekspor gandum dan menguras devisa negara (Nur, 2013). Produksi gandum dalam negeri harus diupayakan supaya ketergantungan impor gandum yang tinggi dari negara-negara pengekspor gandum dapat dikurangi.

Penelitian yang dilakukan Handoko (2007) di Cangar, Jawa Timur membuktikan negara Indonesia mempunyai peluang untuk memproduksi gandum sendiri. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil 5,78 ton/ha pada ketinggian 1.650 m dpl. Selain itu,

penelitian yang dilakukan Pabendon et al. (2009) di Tosari, Jawa Timur didapatkan hasil 6,5 ton/ ha pada ketinggian 1.850 m dpl yang dihasilkan oleh Galur CBD20. Nur (2013) menyatakan bahwa budidaya tanaman gandum di Indonesia lebih sesuai di dataran tinggi pada ketinggian >800 m dpl.

Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi yang sesuai untuk pengembangan tanaman gandum (Ditjen Pangan, 2008). Pulau Lombok mempunyai potensi untuk pengembangan gandum pada lahan-lahan pertaniannya. Meskipun sebagian wilayah Pulau Lombok adalah lahan sawah tadah hujan, ternyata tanaman gandum dapat beradaptasi dengan baik. Hal ini dibuktikan oleh Zubaidi et al. (2011) melalui penelitian gandum di Pulau Lombok pada tahun 2010 dan 2011. Dari penelitian tersebut varietas gandum asal Australia dapat memberikan hasil yang cukup baik sekitar 3 ton/ha pada ketinggian 1000 m dpl. Namun, terbatasnya luas dataran tinggi yang sesuai untuk tanaman gandum di pulau Lombok menjadi kendala yang dihadapi. Untuk itu perlu dilakukan uji coba penanaman dan inventarisasi varietas-varietas gandum yang sesuai di dataran rendah. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian yang berjudul “Hasil dan Komponen Hasil Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) di Dataran Rendah Pulau Lombok”.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hasil dan komponen hasil beberapa varietas gandum (Triticum aestivum L.) yang ditanam pada ketinggian 200 m dpl dan 400 m dpl di pulau Lombok.

Hipotesis

(3)

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilakukan di Pringgarata, kecamatan Pringgarata pada ketinggian 200 m dpl dan di Aik Bukak, kecamatan yang terdiri atas dua varietas Nasional (Dewata dan Nias) dan lima varietas Australia (Axe, Espada, Corell, Estoc, Mace), b) pupuk Urea, c) pupuk Phonska, d) Furadan 3G, e) karung, f) amplop. Sedangkan alat yang digunakan yaitu: a) cangkul, b) gembor, c) gunting, d) hand counter e) jaring, f) meteran, g) parang, h) penggaris, i) sabit.

Rancangan Percobaan

Pada percobaan ini digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pada masing-masing lokasi penanaman ditanam tujuh varietas sebagai perlakuan dan diulang tiga kali sehingga didapatkan 21 unit percobaan pada setiap lokasi. Pelaksanaan Percobaan

Percobaan ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: persiapan benih, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan.

Pada percobaan ini digunakan tujuh varietas gandum yaitu dua varietas Nasional (Nias dan Dewata) dan lima varietas Australia (Axe, Corell, Espada, Estoc dan Mace). Selanjutnya, benih masing-masing varietas dihitung dan ditimbang 1000 benih yang bernas. Setelah itu, benih dimasukkan ke dalam amplop yang telah disiapkan.

Pengolahan tanah dilakukan satu minggu sebelum penanaman. Setelah itu, dilakukan pembuatan bedengan dengan ukuran 4 x 1,5 m2

dan jarak antar bedengan yaitu 40 cm dan jarak antar blok 50 cm.

Penanaman dilakukan dengan membuat larikan di atas bedengan sebanyak lima larikan dengan jarak antar larikan 30 cm. Benih ditabur dalam larikan sepanjang 4 m. Pada saat penanaman diberikan Furadan 3G untuk mencegah benih terserang hama.

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu: pemupukan, pengairan, penyiangan dan pengendalian hama-penyakit. Pemupukan dilakukan tiga kali. Pemupukan pertama dilakukan pada waktu penanaman dengan dosis 180 g/plot NPK dan 60 g/plot Urea. Pemupukan kedua dan ketiga dilakukan 21 HST dan 49 HST dengan dosis masing-masing 60 g/ plot Urea.

Pemberian air untuk tanaman gandum dilakukan tiga kali. Pengairan pertama dilakukan pada saat penanaman. Pengairan kedua dan ketiga dilakukan setelah pemupukan kedua dan ketiga diberikan.

Penyiangan dilakukan dua kali yaitu 15 HST dan 56 HST. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman gandum. Untuk Pengendalian hama dilakukan dengan pemberian Furadan 3G, sedangkan pengendalian penyakit tidak dilakukan. Pemanenan tanaman gandum dilakukan setelah 80% malai telah menguning serta biji berukuran 50 x 60 cm2 pada bedengan. Beberapa

(4)

Umur Panen

Umur panen ditentukan pada waktu 80% dari malai telah menguning dan biji mengeras. Jumlah Anakan

Jumlah anakan ditentukan dengan menghitung jumlah batang tanaman sampel yang dibagi dengan luasan dua baris tanaman sampel yang berukuran 50 x 60 cm2, setelah itu

dikonversikan kedalam m2.

Berat Berangkasan Kering

Berat berangkasan kering ditentukan dengan menimbang semua bagian tajuk tanaman sampel yang telah dikering anginkan.

Jumlah Malai

Jumlah malai ditentukan dengan cara menghitung semua malai yang telah dipotong dari tanaman sampel.

Berat Malai

Berat malai ditentukan dengan menimbang malai yang telah dipotong dari tanaman sampel. Jumlah Spikelet per Malai

Jumlah spikelet per malai ditentukan dengan cara jumlah spikelet dibagi jumlah malai tanaman sampel.

Jumlah Biji

Jumlah biji ditentukan dengan cara menghitung semua biji dari tanaman sampel yang telah dirontokkan.

Jumlah Biji per Spikelet

Jumlah biji per spikelet ditentukan dengan cara jumlah biji dibagi dengan jumlah spikelet. Berat 1000 Biji

Berat 1000 biji ditentukan dengan menimbang 1000 biji bernas yang telah dirontokkan dan dalam keadaan kering.

Berat Biji

Berat biji ditentukan dengan menimbang seluruh biji dari tanaman sampel.

Hasil Panen

Hasil panen ditentukan dengan menimbang seluruh biji setiap plot yang diambil pada 3 x 1,5 m2 bedengan, kemudian dikonversikan ke ton/ha.

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan aplikasi Costat dengan memilih Anova sesuai Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan di uji lanjut dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. Untuk membandingkan antara kedua lokasi digunakan uji t pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Berbunga

Umur berbunga yang didapatkan di Pringgarata (55 HST) lebih lambat dibandingkan di Aik Bukak (53 HST) (Tabel 1). Diasumsikan bahwa suhu udara akan semakin naik seiring dengan menurunnya ketinggian suatu tempat sehingga akan menyebabkan umur berbunga tanaman gandum lebih cepat di lokasi yang mempunyai ketinggian lebih rendah. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan umur berbunga di Pringgarata lebih lambat dibandingkan di Aik Bukak. Hal ini membuktikan bahwa tanaman mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu udara yang dikehendaki untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Suhu di Pringgarata telah melampaui batas toleransi sehingga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan gandum menjadi menurun. Berdasarkan data pengukuran suhu BMKG provinsi NTB pada bulan Juli-Oktober 2013 menujukkan bahwa suhu udara di Pringgarata yaitu 25◦C lebih tinggi dibandingkan di Aik

Bukak yaitu 24◦C (BMKG-NTB, 2013).

(5)

yang memiliki umur berbunga sama yaitu 62 HST. Varietas Dewata memiliki umur berbunga yang sama juga di kedua lokasi penanaman yaitu 49 HST. Beberapa varietas memiliki umur berbunga, umur panen, komponen hasil dan hasil panen tanaman gandum di Pringgarata dan Aik Bukak.

Variabel Pengamatan PR LokasiAB Ket.

Umur Berbunga (HST) 55 53 s

Umur Panen (HST) 95 94 s

Jumlah Anakan per m2 304,7 352,2 s

Berat Berangkasan Kering (g/

m2) 54,0 63,7 s

Jumlah Malai per m2 87,1 98,8 s

Berat Malai (g/m2) 61,4 91,2 s

Jumlah Spikelet per Malai 11,5 11,0 s

Jumlah Biji (g/m2) 4470,3 6041,1 s

Jumlah Biji per Spikelet 1,5 1,8 s

Berat 1000 Biji (g) 30,7 35,2 s

Berat Biji (g) 41,1 62,3 s

Hasil Panen (ton/ha) 0,9 1,7 s

Keterangan: a) PR: Pringgarata, b) AB: Aik Bukak, c) HST: Hari Setelah Tanam, d) s: signifikan pada taraf nyata 5%.

Umur Panen

Umur panen yang didapatkan di Pringgarata dengan rata-rata 95 HST (berkisar 77-107 HST) lebih lambat dibandingkan di Aik Bukak dengan rata-rata 93 HST (berkisar 75-109 HST) (Tabel 1 dan Tabel 2). Umur panen paling cepat di Pringgarata ditunjukkan oleh varietas Axe dan Nias yang memiliki umur berbunga sama yaitu 77 HST dan di Aik Bukak ditunjukkan oleh varietas Axe. Untuk umur panen paling lambat ditunjukkan oleh Estoc di Pringgarata dan Aik Bukak. Empat varietas memiliki umur panen di Pringgarata lebih lambat dibandingkan di Aik Bukak, hal tersebut ditunjukkan oleh varietas Mace, Corell, Dewata dan Espada. Untuk varietas Nias dan Estoc

memiliki umur berbunga di Pringgarata lebih cepat dibandingkan di Aik Bukak.

Tabel 2. Umur berbunga dan umur panen tanaman gandum di Pringgarata dan Aik Bukak.

Varietas

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5%.

Empat varietas menunjukkan umur panen lebih lambat di Pringgarata dibandingkan di Aik Bukak disebabkan karena suhu di Pringgarata telah melampaui batas toleransi pertumbuhan dan perkembangan gandum. Summerfield et al. (1991) mengemukakan bahwa pertumbuhan tanaman gandum apabila ditumbuhkan pada Pringgarata (304,7 anakan per m2) lebih sedikit

dibandingkan di Aik Bukak (352,5 anakan per m2) (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa

(6)
(7)

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Handoko (2007) bahwa perkembangan jumlah anakan sangat dipengaruhi oleh suhu udara. Pada suhu udara 16,5◦C dengan elevasi 1650 m dpl mampu

menghasilkan enam anakan dibandingkan suhu udara 24,7◦C sementara elevasi 28 m dpl hanya

mampu menghasilkam empat anakan.

Jumlah anakan yang diperoleh di Pringgarata berkisar 210,9-417,8 anakan per m2,

sebaliknya di Aik Bukak berkisar 265,6-405,6 anakan per m2 (Tabel 3 dan Tabel 4). Jumlah

anakan paling sedikit di Pringgarata dihasilkan oleh varietas Mace dan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Dewata. Selanjutnya, jumlah anakan paling banyak di Pringgarata dihasilkan oleh varietas Estoc, sedangkan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Axe. Enam varietas memiliki jumlah anakan di Pringgarata lebih sedikit dibandingkan di Aik Bukak, hanya varietas Estoc memiliki jumlah anakan di Pringgarata (417,8 anakan per m2) lebih banyak

dibandingkan di Aik Bukak (384,4 anakan per m2).

Berat Berangkasan Kering

Berat Berangkasan kering yang didapatkan di Pringgarata (54,0 g/m2) lebih rendah

dibandingkan di Aik Bukak (63,7 g/m2)

(Tabel 1). Biomassa tanaman akan dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif yang terhambat akan menyebabkan fotosintat yang dihasilkan akan berkurang.

Nicolas et al. (1985) dalam Handoko (2007) mengemukakan bahwa pertumbuhan vegetatif juga menentukan jumlah cadangan asimilat yang tersimpan di batang yang disebut stem reserve yang akan digunakan untuk mendukung pertumbuhan biji. Fase vegetatif, suhu rendah memperlambat proses perkembangan tanaman sehingga memberi kesempatan tanaman untuk mengumpulkan biomassa yang lebih banyak khususnya untuk meningkatkan massa daun guna memperluas daun yang merupakan penyerap energi radiasi surya.

Berat berangkasan kering yang diperoleh di Pringgarata berkisar 34,7-74,3 g/m2, sedangkan

di Aik Bukak berkisar 40,4-80,4 g/m2 (Tabel 3

dan Tabel 4). Berat berangkasan kering paling rendah di Pringgarata dan Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Axe, sedangkan paling tinggi di Pringgarata dihasilkan oleh Estoc dan di Aik Bukak dihasilkan oleh Dewata. Hanya varietas Estoc memiliki berat berangkasan kering di Pringgata (74,3 g/m2) lebih tinggi dibandingkan

di Aik Bukak (62,7 g/m2), sedangkan enam

varietas lainnya menunjukkan hal sebaliknya. Jumlah Malai

Jumlah malai yang dihasilkan di Pringgarata (87,1 malai per m2) lebih sedikit

dibandingkan di Aik Bukak (98,8 malai per m2)

(Tabel 1). Hal ini disebabkan karena jumlah anakan yang terbentuk. Handoko (2007) mengemukakan bahwa jumlah anakan akan membatasi jumlah malai yang muncul, karena malai tersebut akan tumbuh pada ujung batang anakan dan tidak semua anakan akan varietas Estoc dan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Corell. Enam varietas memiliki jumlah malai di Pringgarata lebih banyak dibandingkan di Aik Bukak, hanya varietas Estoc memiliki jumlah malai di Pringgarata (123,7 malai per m2)

lebih banyak dibandingkan di Aik Bukak (105,7 malai per m2).

Berat Malai

Berat malai yang didapatkan di Pringgarata (61,4 g/m2) lebih rendah dibandingkan di Aik

Bukak (91,2 g/m2) (Tabel 1). Hal ini

(8)

Pengaruh cekaman suhu tinggi di Pringgarata diduga menjadi penghambat pertumbuhan malai sehingga menghasilkan berat malai yang lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak.

Berat malai yang didapatkan di Pringgarata berkisar 31,5-92,3 g/m2, sementara itu berbeda

dengan di Aik Bukak berkisar 78-104,6 g/m2

(Tabel 3 dan Tabel 4). Varietas dengan berat malai paling rendah di Pringgarata dan Aik Bukak dihasilkan oleh varietas yang sama yaitu Axe, sedangkan paling tinggi di Pringgarata dihasilkan oleh varietas Dewata dan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Nias. Semua varietas memiliki berat malai di Pringgarata lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak.

Jumlah Spikelet per Malai

Jumlah spikelet per malai yang didapatkan di Pringgarata (11,5 spikelet per malai) lebih banyak dibandingkan di Aik Bukak (11,0 spikelet per malai) (Tabel 1). Handoko (2007) mengemukakan bahwa pada setiap malai akan terdapat beberapa spikelet tempat biji berada. Jumlah spikelet per malai akan ditentukan oleh pasokan asimilat pada fase pembungaan (Anthesis) sampai matang fisiologis (A-MF) serta jumlah malai itu sendiri yang terjadi pada fase pembelahan dan pembungaan (E-A). Jika pasokan asimilat cukup besar seperti pada dataran tinggi tetapi jumlah malai per satuan luas juga banyak, maka jumlah spikelet per malai tidak akan terlalu berbeda jauh dengan di dataran rendah yang pasokan asimilatnya terbatas tetapi jumlah malainya lebih sedikit.

Jumlah spikelet per malai yang didapatkan di Pringgarata berkisar 7,8-15 spikelet per malai, sebaliknya di Aik Bukak berkisar 7,7-13,7 spikelet per malai (Tabel 3 dan Tabel 4). Jumlah spikelet per malai paling sedikit di Pringgarata dihasilkan oleh varietas Axe dan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Corell, sedangkan paling banyak di Pringgarata dan Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Dewata. Lima varietas memiliki jumlah spikelet per malai di Pringgarata lebih banyak dibandingkan di Aik Bukak, hal tersebut ditunjukkan oleh varietas Mace, Corell, Dewata, Espada dan Estoc. Hanya varieas Axe dan Nias

memiliki jumlah spikelet per malai di Pringgarata lebih sedikit dibandingkan di Aik Bukak.

Jumlah Biji

Jumlah biji yang dihasilkan di Pringgarata (4470,2 biji per m2) lebih rendah dibandingkan di

Aik Bukak (6041,1 biji per m2) (Tabel 1). Hal ini

disebabkan karena rendahnya jumlah anakan terbentuk di Pringgarata dibandingkan di Aik Bukak. Budiarti et al. (2006) dalam Malik (2011) menyatakan bahwa jumlah anakan per tanaman berpengaruh langsung terhadap hasil per tanaman sehingga dapat dijadikan kriteria seleksi untuk mendapatkan genotip gandum yang berpotensi hasil tinggi. Semakin tinggi jumlah anakan produktif maka biji yang dihasilkan pun akan semakin meningkat.

Jumlah biji yang dihasilkan di Pringgarata berkisar 1747-7332 biji per m2, sebaliknya di Aik

Bukak berkisar 3059-7567 biji per m2 (Tabel 3

dan Tabel 4). Jumlah biji paling rendah di Pringgarata dihasilkan oleh varietas Axe dan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Corell, sedangkan jumlah biji paling banyak di Pringgarata dihasilkan oleh varietas Estoc dan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Nias. Semua varietas memiliki jumlah biji di Pringgarata lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak.

Jumlah Biji per Spikelet

Jumlah biji per spikelet yang didapatkan di Pringgarata (1,5 biji per spikelet) lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak (1,8 biji per spikelet) (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena pengaruh cekaman suhu tinggi. Cekaman suhu tinggi menyebabkan kegagalan penyerbukan pada fase pembungaan. Cekaman suhu tinggi cenderung berpotensi mempercepat fase vegetatif tanaman sedangkan cekaman curah hujan tinggi diduga sebagai penyebab luruhnya polen. Hedhly et al. (2008) mengemukakan bahwa cekaman suhu tinggi mempercepat perkembangan stigma dan ovul sehingga mengurangi masa reseptifnya dan berpengaruh terhadap keberhasilan pertemuan antara gamet betina dan jantan.

(9)

sebaliknya di Aik Bukak berkisar 1,3-2,3 biji per spikelet (Tabel 3 dan Tabel 4). Jumlah biji per spikelet paling sedikit di Pringgarata dihasilkan oleh varietas Axe dan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Corell, sedangkan jumlah biji per spikelet paling banyak di Pringgarata dihasilkan oleh vairetas Estoc dan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Nias. Semua varietas memiliki jumlah biji per spikelet di Pringgarata lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak.

Berat 1000 Biji

Berat 1000 biji yang didapatkan di Pringgarata rata-rata 30,7 g (berkisar 22,6-38,7 g) lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak yaitu 35,2 g (berkisar 27,5-41,7 g) (Tabel 3 dan Tabel 4). Berat 1000 biji paling rendah di Bukak, hal tersebut ditunjukkan oleh Nias, Mace, Corell, Dewata, Espada dan Estoc. Namun, hanya varietas Axe memiliki berat 1000 biji di Pringgarata ((30,1 g) lebih tinggi dibandingkan di Aik Bukak (29,9 g).

Berat Biji

Berat biji yang didapatkan di Pringgarata dengan rata-rata 41,1 g/m2 (berkisar 16-63,3 g/

m2) lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak

62,3 g/m2 (37,9-75,3 g/m2) (Tabel 3 dan Tabel

4). Berat biji paling rendah di Pringgarata dihasilkan oleh varietas Axe dan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Corell, sedangkan berat biji paling tinggi di Pringgarata dihasilkan oleh varietas Dewata dan di Aik Bukak dihasilkan oleh varietas Nias. Semua varietas memiliki berat biji di Pringgarata lebih tinggi dibandingkan di Aik Bukak.

Handoko (2007) mengemukakan bahwa massa biji ditentukan oleh tiga faktor utama baik dari fase vegetatif maupun generatif. Pertama, pasokan asimilat dari stem reserve yang

dihasilkan selama fase vegetatif. Kedua, proses pengisian biji dari hasil fotosintesis selama fase generatif yang ditentukan oleh faktor lingkungan seperti radiasi surya sebagai energi fotosintesis, suhu udara yang mempengaruhi respirasi dan ketersediaan air tanah yang tergantung curah hujan maupun hara tanah. Ketiga, periode pengisian biji itu sendiri selama fase generatif yang tergantung dari suhu udara, yang dalam hal ini semakin lama periode tersebut maka pasokan asimilat baik dari stem reserve maupun fotosintesis ke biji semakin banyak sehinga massa biji semakin besar. Massa biji akan meningkat menurut ketinggian tempat. Proses pengisian biji yang berlangsung singkat akan menghasilkan massa biji yang relatif kecil karena periode akumulasi asimilat yang pendek.

Hasil Panen

Hasil panen yang didapatkan di Pringgarata (0,9 ton/ha) lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak (1,7 ton/ha) (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena komponen hasil seperti jumlah anakan, berat berangkasan kering, jumlah malai, jumlah spikelet per malai, jumlah biji, jumlah biji per spikelet serta berat biji didapatkan di Pringgarata lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak.

Hasil panen yang didapatkan di Pringgarata berkisar 0,3-1,4 ton/ha, sebaliknya di Aik Bukak berkisar 0,9-2,2 ton/ha (Tabel 3 dan Tabel 4). Varietas Estoc memberikan hasil panen tertinggi di Pringgarata dan Aik Bukak, sedangkan hasil terendah dihasilkan oleh varietas Axe di Pringgarata dan Aik Bukak. Semua varietas memiliki hasil panen di Pringgarata lebih rendah dibandingkan di Aik Bukak.

(10)

Dahlan et al. (2003) bahwa jumlah malai per m2

dan jumlah biji per malai lebih banyak akan memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding galur yang bobot 1000 biji tinggi tetapi jumlah malai dan jumlah biji per malai rendah.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Hasil beberapa varietas gandum yang ditanam pada ketinggian 200 m dpl (Pringgarata) lebih rendah dibandingkan pada ketinggian 400 m dpl (Aik Bukak).

2. Komponen hasil beberapa varietas gandum seperti jumlah anakan, berat berangkasan kering, jumlah malai, berat malai, jumlah biji, jumlah biji per spikelet, berat 1000 biji serta berat biji diperoleh pada ketinggian 200 m dpl lebih rendah dibandingkan pada ketinggian 400 m dpl. Namun, jumlah spikelet per malai diperoleh pada ketinggian 200 m dpl lebih banyak dibandingkan pada ketinggian 400 m dpl.

Saran

Varietas Estoc, Dewata, Nias dan Mace mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi pada ketinggian 400 m dpl sehinga perlu dilakukan penanaman kembali pada ketinggian yang sama akan tetapi pada lokasi yang berbeda guna mendapatkan lokasi yang sesuai untuk pengembangan tanaman gandum dataran rendah khususnya di pulau Lombok.

Daftar Pustaka

APTINDO. 2012. Permintaan Terigu Terus Meningkat. http://www.aptindo.or.id

[26 Juni 2013].

Balitsereal. 2013. Gandum (Varietas dan Teknik Budidaya). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sulawesi Selatan.

BMKG-NTB. 2013. Data Curah Hujan, Suhu Udara dan Kelembaban Udara Pringgarata dan Batukliang Utara Stasiun Klimatologi Kediri NTB tahun 2012-2013. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram. Dahlan M., Rudjianto J., Murdianto dan Yusuf

M. 2003. Usulan Pelepasan Varietas Gandum Balai Penelitian Tanaman Serealia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Handoko I. 2007. Gandum 2000 Penelitian

Pengembangan Gandum di Indonesia. SEAMEO BIOTROP (Southest Asian Reginoal Centre for Tropical Biology). Bogor.

Hedhly A., Hormaza JI., dan Herrero M. 2008. Global warming and sexual plant reproduction. Trends in Plant Science 14 (1): 30-36.

Malik C. 2011. Karakterisasi Galur Mutan Gandum (Triticum aestivum L.) Pada Daerah Dataran Rendah Tropis. [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Indonesia.

Nur A. 2013. Adaptasi Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) Toleran Suhu Tinggi dan Peningkatan Keragaman Genetik Melalui Induksi Mutasi Dengan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma. [Tesis Megister]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Indonesia.

Pabendon B.M., Haerudin R. dan Hamdan M. 2009. Kemajuan Pemuliaan Gandum Tropis. Warta Penelitian dan Pengembangan Gandum. Badan Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan.

(11)

prediction of time to flowering in six annual crops. I. The development of simple models for fluctuating field environments. Experimental Agriculture 27, 11-31.

Teresia A. 2013. Indonesia Didesak Kurangi Impor Gandum. http://www.tempo.co/read/ news/2013/07/24/090499391/Indonesia-Didesak-Kurangi-Impor-Gandum [31 Juli 2013].

Referensi

Dokumen terkait

Bertambahnya siswa yang mendaftarkan diri, maka pihak sekolah pun berusaha memberikan pelayanan yang lebih baik khususnya dalam proses penerimaan siswa baru,

Desain khas oriental, memiliki akar budaya yang kaya dan sangat filosofis, dalam Hal ini akan menyenangkan sekaligus unik untuk dapat menelusuri lebih lanjut mengenai

Dengan materi pokok penelitian adalah untuk mengetahui prosedur penerimaan siswa baru dan penilaian yang nantinya digunakan sebagai bahan analisa perancangan

Bagi perusahaan adalah sebaiknya menambah jumlah anggota komite audit dalam melaporkan tugas dan fungsinya kepada komisaris karena hasil dari penelitian ini

Jenis data penelitian yang didapat adalah data kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari data kualitatif (Data tentang proses pembelajaran diperoleh dari lembar

Penelitian ini dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi Mahasiswa dalam pembelian ponsel blackberry di Univesrsitas Muhammadiyah Yogyakarta, adapun faktor-faktor

overspending, underspending, dan salah sasaran ( misappropriation ) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. Anggaran merupakan alat

Lebih jauh Bapak Teknis (Guru Brotkes) menuturkan "Untuk itu, maka guru SMK Tunas Harapan Pati berupaya menanggulangi kenakalan remaja pada siswanya dengan menggunakan